Kasih: Ciri Murid Yesus (Yohanes 13:34a)

Pendahuluan:

Dalam Yohanes 13:34a, Yesus memberikan perintah baru kepada para murid-Nya: "Sebuah perintah baru Kuberikan kepadamu: supaya kamu saling mengasihi." Ajaran ini menegaskan pentingnya kasih dalam kehidupan seorang murid Yesus. Kasih bukan hanya menjadi ciri khas, tetapi juga panggilan utama bagi setiap pengikut Kristus. Mari kita menjelajahi makna dan implikasi dari perintah ini, serta bagaimana kasih menjadi identitas sejati seorang murid Yesus.
Kasih: Ciri Murid Yesus (Yohanes 13:34a)
Mengasihi

Dalam Yohanes 13:34a, Yesus memberikan murid-murid-Nya sebuah perintah baru: untuk saling mengasihi. Istilah "perintah baru" dalam bahasa Yunani, Ἐντολὴν καινὴν (entolen kainen), secara harfiah berarti "perintah baru", dan bila dianalisis secara gramatikal, ini terdiri dari kata benda akusatif feminin tunggal dan kata sifat akusatif feminin tunggal yang terkait dengan kata δίδωμι (didomi). 

Perintah baru ini mengacu pada kesegaran atau kebaikan dari prinsip-prinsip yang telah ada sebelumnya, namun dengan pendekatan yang selalu baru dan segar setiap harinya. Oleh karena itu, istilah "baru" di sini tidak dapat diartikan sebagai sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya secara mutlak, tetapi sebagai sebuah panggilan untuk menghidupkan kasih kepada sesama dengan kebaruan yang terus-menerus.

Penting untuk dipahami bahwa perintah baru ini tidak berarti sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya secara mutlak, karena prinsip yang serupa telah diungkapkan dalam Kitab Ulangan (Ulangan 6:1-25; 11:1). Perintah untuk saling mengasihi menekankan tindakan konkret seseorang, yang menjadi ciri khas pengikut Kristus: kasih yang tulus dan mendalam terhadap sesama. 

Hal ini sejalan dengan ajaran Rasul Yohanes yang menyatakan, "Barang siapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya" (1 Yohanes 4:21). Ini berarti bahwa mengaku sebagai pengikut Kristus dan mengasihi-Nya juga berarti berkewajiban untuk mengasihi sesama di dunia.

Yesus sendiri telah mencontohkan kasih kepada seluruh umat manusia. Oleh karena itu, sebagai orang percaya yang telah menerima kasih, adalah wajar untuk membagikan dan menunjukkan kasih tersebut kepada orang lain. Kehidupan dalam relasi saling mengasihi mencerminkan kehidupan Kristus, dan oleh karena itu, sikap ini seharusnya menjadi bagian integral dari identitas setiap orang percaya.

Mengasihi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, kita saling membutuhkan satu sama lain, dan untuk mencapai hal ini, saling mengasihi merupakan kunci. Tanpa kasih, kerjasama dan kehidupan bersama tidak akan terwujud. Kasih adalah sarana untuk mencapai persatuan dan perdamaian di antara sesama manusia. 

Inilah sebabnya Yesus memberikan perintah kepada manusia untuk saling mengasihi, karena hanya melalui kasihlah manusia bisa meraih kebahagiaan sejati dan kedamaian. Karena Yesus adalah kasih itu sendiri, maka hanya melalui-Nya kita dapat mencapai kebahagiaan dan kedamaian yang hakiki. Oleh karena itu, hidup dalam kasih adalah langkah awal untuk menciptakan kesejahteraan dan kedamaian, baik untuk diri sendiri maupun dalam hubungan dengan sesama.

Banyak orang masih mengalami kesulitan dalam melakukan kasih, terutama dalam mengasihi sesama. Hal ini dikarenakan mereka terlalu fokus pada diri sendiri, sibuk memenuhi kebutuhan pribadi tanpa memperhatikan kondisi orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu, tindakan mengasihi seharusnya muncul dari inisiatif sendiri, bukan dipaksa dari luar. Dalam melakukan kasih, seseorang seharusnya tidak merasa terpaksa, melainkan harus mengalirkan kasih dari dalam dirinya untuk dibagikan kepada sesama. Sebaliknya, kasih yang tidak didasarkan pada inisiatif cenderung egois, hanya mencari kepentingan diri sendiri.

Sebagai orang percaya, kita diperintahkan untuk saling mengasihi tanpa memandang kelompok, gereja, atau pandangan teologis tertentu. Mengasihi berarti mencintai semua orang tanpa terkecuali, termasuk mereka yang berbeda latar belakang gereja atau keyakinan. Hal ini tidak berkaitan dengan persamaan keyakinan atau doktrin, tetapi tentang mencerminkan kasih yang Allah berikan kepada kita dalam kehidupan sehari-hari. Perintah untuk mengasihi tidak boleh disertai dengan tindakan diskriminasi, karena intinya adalah mengasihi seperti Yesus mengasihi murid-murid-Nya.

Mengasihi sesama adalah hasil dari pengenalan diri sendiri dan pengenalan akan kasih yang Allah berikan melalui Yesus Kristus. Yesus telah mencontohkan inisiatif-Nya untuk mengasihi manusia tanpa syarat. Sikap saling mengasihi adalah ajaran penting dalam kehidupan Kristen, di mana manusia dipilih oleh Allah untuk menerima kasih-Nya dan mengasihi sesama seperti Yesus telah mengasihi umat-Nya. 

Dengan demikian, praktik mengasihi sesama adalah implementasi dari kasih Allah kepada manusia, yang harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari melalui berbagai tindakan nyata seperti memberi perhatian, mengorbankan diri, dan mempersembahkan kasih kepada orang lain. Sejauh mana seseorang dapat mengasihi sesama juga mencerminkan kedalaman hubungan mereka dengan sumber kasih itu sendiri, yaitu Allah.

Kasih bukti Sebagai Murid-Murid Yesus

Mengasihi di luar diri sendiri sering kali dianggap sulit dilakukan oleh banyak orang. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan manusia untuk lebih memprioritaskan kebaikan bagi dirinya sendiri daripada berbagi kasih kepada sesama. Ironisnya, meskipun mereka menginginkan perlakuan baik dan kasih sayang dari orang lain, namun sering kali mereka enggan untuk mengasihi orang lain dengan cara yang sama. Dalam konteks kehidupan orang percaya, saling mengasihi adalah ciri khas yang melekat sebagai bagian dari identitas mereka.

Pentingnya saling mengasihi tercermin dalam ajaran Alkitab dan pengajaran Kristus sendiri. Hengki Wijaya menegaskan bahwa semua manusia seharusnya memiliki karakter saling mengasihi yang sama seperti Kristus, yang telah memberikan contoh kasih-Nya kepada umat-Nya (Yohanes 3:16; 1 Yohanes 3:16; Matius 22:37-40). Hidup dengan saling mengasihi juga merupakan wujud syukur atas kasih yang telah diterima sebagai orang percaya.

Mengasihi sesama bukan hanya sebagai bentuk praktik iman, tetapi juga sebagai tanda identitas sebagai murid Yesus. Ini karena kasih merupakan salah satu karakteristik utama yang memperkuat jati diri sebagai pengikut Kristus. Oleh karena itu, menjadi murid Yesus yang sejati berarti hidup dalam kasih. Seorang tidak bisa benar-benar disebut sebagai murid Yesus jika tidak memiliki kasih yang sama seperti Dia, karena kasih adalah esensi dari identitas seorang pengikut Kristus.

Dengan demikian, mengasihi sesama tidak hanya merupakan ajaran moral, tetapi juga menjadi bagian integral dari identitas dan kesaksian sebagai murid Yesus. Hal ini menegaskan bahwa kehidupan yang penuh dengan kasih adalah cerminan dari pengenalan akan kasih Allah dan memperkuat identitas sebagai murid Kristus dalam dunia ini

Yesus adalah personifikasi kasih itu sendiri. Itulah sebabnya mengapa mereka yang ingin mengikutinya atau menjadi murid-Nya harus memiliki kasih tersebut. St. Ephraim menyatakan bahwa "Bahagialah orang yang memiliki kasih kepada Allah, karena dia membawa Allah di dalam dirinya. Orang yang memiliki kasih bersama Allah, di atas segala sesuatu. 

Siapa pun yang memiliki kasih di dalam dirinya tidak takut. Dia tidak pernah marah kepada siapa pun, juga tidak merendahkan dirinya di atas orang lain. Dia tidak mencemarkan nama baik siapa pun, dan tidak mendengarkan penghujat. Dia tidak bersaing dengan siapa pun, tidak iri hati, tidak bersukacita atas kejatuhan orang lain, tidak mencela yang jatuh, tetapi merasakan simpati dan membantu. Dia tidak meremehkan saudaranya yang terjatuh dalam kebutuhan, melainkan membantu dan siap untuk mati untuknya. Siapa pun yang memiliki kasih melakukan kehendak Allah" (Hendi, 2018). 

Saling mengasihi berarti memenuhi kehendak Allah, yang artinya turut serta dalam rencana Allah untuk manusia, dan ini adalah wujud menjadi murid Yesus dengan mematuhi kehendak-Nya melalui melakukan kasih. Jadi, kasih yang diwujudkan melalui saling mengasihi bersifat ilahi karena berasal dari Allah dan Allah adalah kasih itu sendiri.

Baca Juga: Prinsip Kasih Persaudaraan Berdasarkan Injil Yohanes 13:34-35

Kehadiran murid menandakan adanya seorang guru atau pengajar, di mana murid belajar dari guru. "Emoi matetai este" dalam bahasa Yunani yang berarti "kalian adalah murid-murid-Ku", ketika diparsing, menghasilkan nominatif, maskulin, 1 orang, jamak - kata benda, nominatif, maskulin, jamak - kata kerja indikatif sekarang aktif kedua orang jamak, yang terkait dengan "gnosontai" ("mereka akan mengenal") ("Bible Works-Version 10.0.4.114," n.d.). 

Dalam konteks ini, frase "murid-murid-Ku" merujuk pada hubungan aktif antara guru dan murid, dan bukan hanya relasi pasif. Ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak hanya sekedar ada, tetapi melibatkan keterlibatan aktif antara satu sama lain. Charles Haddon Spurgeon menyatakan bahwa tidak ada yang lebih mengesankan daripada hubungan kasih antara Yesus dan murid-murid-Nya karena kesungguhan dan ketulusan-Nya ("Spurgeon," n.d.). 

Oleh karena itu, menjadi murid Yesus bukanlah hanya tentang mengikuti-Nya, tetapi juga tentang saling mengasihi dengan memiliki interaksi yang aktif dengan sesama manusia dan menunjukkan teladan yang dipelajari dari guru mereka, yang telah mencintai murid-murid-Nya dengan sungguh-sungguh melalui pengorbanan-Nya yang besar.

Menjadi murid Yesus tidak hanya tentang memberikan pengakuan iman, tetapi juga tentang mencontoh teladan yang Dia berikan. Sebagai murid Yesus, langkah pertama yang harus diambil adalah melayani orang lain (Reni & Bulu, 2021). 

Ini menunjukkan bahwa pengakuan diri sebagai murid Yesus tercermin dari cara kita mengasihi sesama. Kita tidak bisa mengaku sebagai murid Yesus jika kita tidak mampu mengasihi mereka yang berada di sekitar kita. Seorang murid belajar dari gurunya, dan teladan yang diberikan oleh guru itulah yang harus ditiru dan diterapkan kepada orang-orang di sekitar. Oleh karena itu, sebagai orang percaya, kita perlu meneladani Yesus agar layak disebut sebagai murid-Nya.

Mengasihi bukanlah tentang memperoleh sesuatu dari orang yang kita kasih, melainkan merupakan tanggung jawab seorang murid Yesus (Fitriyana, 2017). Sebagai manusia berdosa yang telah diampuni melalui kasih, kita memiliki kewajiban untuk melakukan kasih. Ini adalah respons terhadap kasih Tuhan Yesus yang telah diberikan kepada kita. 

Seorang murid memiliki tugas yang harus dilakukan sesuai dengan arahan gurunya. Jika tidak, maka ia tidak dapat disebut sebagai murid yang sejati karena seorang murid adalah orang yang mengikuti ajaran gurunya. Sebagaimana seorang murid biasanya diberi tugas, maka melaksanakan tugas tersebut merupakan tanggung jawab yang harus dipenuhi.

Salah satu tugas utama seorang murid Yesus adalah saling mengasihi sesama. Colin G. Kruse menekankan bahwa status seorang murid Yesus tidak hanya ditentukan oleh penerimaan kasih, tetapi juga oleh kasih yang mereka berikan yang membuka mata orang lain untuk mengenali mereka sebagai murid Yesus (Kruse, 2007). 

Dari sini, kita memahami bahwa hidup yang dinyatakan melalui saling mengasihi merupakan ciri khas seorang pengikut Yesus. Teladan hidup yang ditinggalkan oleh Yesus bagi murid-murid-Nya menjadi contoh yang harus diikuti dan di hidupi (Hartoyo, n.d.). Oleh karena itu, ketaatan terhadap keteladanan yang Dia berikan menjadi tolok ukur sejati seorang murid. Hidup dengan saling mengasihi berarti hidup sesuai dengan identitas sebagai ciptaan Allah.

Persekutuan yang dibangun dengan semangat saling mengasihi adalah kesaksian akan kasih Yesus Kristus sebagai Juru selamat. Karakter mengasihi bukan sekadar menjadi gaya hidup bagi orang percaya, tetapi juga harus diwujudkan melalui perbuatan nyata. Ini adalah ciri khas seorang murid (Ayawaila, 2017). 


Orang mengenali seorang murid Yesus bukan dari penampilan fisik atau rutinitas keagamaan yang dijalankan, tetapi dari relasi kasih mesra dengan Tuhan dan sesama (Yohanes 13:34-35). Sebagai manusia yang hidup di dunia ini dan bergantung pada relasi dengan sesama, praktik saling mengasihi menjadi sangat penting. Oleh karena itu, menjaga identitas sebagai murid Yesus melibatkan tanggung jawab untuk mengamalkan kasih dengan tulus dan konsisten dalam kehidupan sehari-hari.

Mengasihi sesama adalah perintah yang diberikan oleh Yesus kepada semua orang, dan ini merupakan contoh hidup yang Dia tunjukkan kepada semua orang yang ingin meneladani-Nya. Melalui tindakan mengasihi sesama, seseorang mencerminkan sifat dan karakter Yesus yang penuh kasih, dan dengan perlahan-lahan, seseorang belajar untuk hidup dalam Yesus dan dalam kasih-Nya. 

St. Theodoros menyatakan bahwa "Jika Allah adalah kasih, siapa yang memiliki kasih, ia memiliki Allah di dalam dirinya. Jika kasih tidak ada, tidak ada yang bermanfaat bagi kita sama sekali (lihat 1 Korintus 13:3); dan jika kita tidak mengasihi orang lain, kita tidak dapat mengatakan bahwa kita mengasihi Allah. 

Karena, tulis St. Yohanes, 'Jika seseorang berkata, aku mengasihi Allah, dan membenci saudaranya, ia adalah pendusta' (1 Yohanes 4:20). Dan dia juga menyatakan: 'Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tinggal di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita' (1 Yohanes 4:12). 

Dari situ jelas bahwa kasih adalah berkat ilahi yang paling komprehensif dan tertinggi yang disebut dalam Kitab Suci. Dan tidak ada bentuk kebajikan di mana seseorang dapat menjadi serupa dengan Allah dan bersatu dengan-Nya yang tidak tergantung pada kasih dan diliputi olehnya; karena kasih menyatukan dan melindungi kebajikan dengan cara yang tidak terlukiskan" (St. Nikodimos dan St. Makarios dari Korintus, 1984). 

Dengan hidup dalam kasih yang dinyatakan melalui mengasihi sesama, seseorang mengundang Allah untuk tinggal di dalamnya dan menyempurnakan kasih-Nya (1 Yohanes 4:12). Ini menunjukkan bahwa perintah untuk saling mengasihi adalah salah satu perintah yang paling menyeluruh, mencakup banyak aspek kehidupan manusia (1 Petrus 4:8), sehingga menjadi salah satu perintah utama (Matius 22:39). Dengan hidup dalam kasih, kita hidup berdasarkan kebenaran dan menunjukkan identitas kita sebagai murid Yesus.

Oleh karena itu, menjadi murid Yesus berarti mentaati dan melaksanakan kehendak guru kita. Seorang murid Yesus adalah seseorang yang menyalurkan kasih kepada sesamanya (Saptorini, 2019). Mengasihi bukanlah sekadar kata-kata, tetapi juga tindakan nyata yang mengikuti ajaran Tuhan Yesus. Ini dapat dimulai dengan tindakan sederhana seperti memberi pertolongan, berbagi, merasakan perasaan orang lain, dan menunjukkan simpati serta empati kepada sesama, semua dilakukan dengan tulus dari hati. Gaya hidup mengasihi adalah gaya hidup yang mencerminkan karakter Yesus, yang melakukan segala sesuatu dengan kasih, menunjukkan integritas-Nya sebagai Guru Agung. 


Kehidupan seseorang mencerminkan siapa teladan hidupnya, dan sebagai orang percaya yang meneladani Yesus Kristus, Dia mengajak kita untuk hidup saling mengasihi atau hidup dalam kasih seperti Dia. Dengan melakukan kasih, kita mengikuti kehendak dan perintah Yesus, mencerminkan pribadi kita sebagai murid-Nya. Dengan kata lain, melalui kasih, seseorang mendapatkan identitas baru sebagai murid Yesus yang diketahui oleh orang lain. Jadi, hidup dalam kasih adalah hidup yang didasarkan pada teladan Yesus dalam kehidupan-Nya, mencerminkan karakter seorang murid Yesus.

Kesimpulan:

Dalam Yohanes 13:34a, Yesus memberikan perintah baru kepada para murid-Nya: "Sebuah perintah baru Kuberikan kepadamu: supaya kamu saling mengasihi." Kasih bukan hanya menjadi ciri khas, tetapi juga panggilan utama bagi setiap pengikut Kristus. Melalui kasih, kita mencerminkan karakter-Nya dan memperlihatkan identitas sejati seorang murid Yesus. Oleh karena itu, marilah kita hidup dalam kasih, menjadikannya sebagai tanda pengenal kita sebagai murid-murid Yesus, dan memuliakan nama-Nya di dunia ini.
Next Post Previous Post