Kredibilitas Kitab-kitab Dalam Alkitab
Oleh: Henry Clarence Thiessen.
Sebuah kitab dinyatakan dapat dipercaya bila mengulas masalah yang dibahasnya dengan benar, sesuai kenyataan. Sebuah kitab dikatakan tidak dapat dipercaya bila naskah yang ada sekarang ini tidak sama dengan naskah aslinya. Dengan demikian kredibilitas meliputi baik kebenaran apa yang dicatat maupun kemurnian naskah. Berikut secara singkat akan dibahas masalah kredibilitas Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
A. KREDIBILITAS KITAB-KITAB PERJANJIAN LAMA
Kredibilitas kitab-kitab Perjanjian Lama ditetapkan oleh kedua kenyataan yang besar:
1. Bukti berdasarkan pengakuan Kristus terhadap Perjanjian Lama.
Kristus menerima Perjanjian Lama sebagai naskah yang secara benar mencatat peristiwa-peristiwa dan ajaran-ajaran yang tercantum di dalamnya (Matius 5:17-18; Lukas 24:27, 44-45; Yohanes 10:34-36).
Dengan tegas sekali Yesus menerima berbagai ajaran Perjanjian Lama sebagai benar, misalnya, penciptaan alam semesta oleh Allah (Markus 13:19), penciptaan manusia secara langsung (Matius 19:4-5), kepribadian Iblis serta perangainya yang sangat jahat (Yohanes 8:44), pembinasaan dunia dengan air bah pada zaman Nuh (Lukas 17:26-27), penghancuran Sodom dan Gomora serta pelepasan keluarga Lot (Lukas 17:28-30), pernyataan Allah kepada Musa (Markus 12:26), Musa sebagai penulis Pentateukh (Lukas 24:27), pemberian manna di padang gurun (Yohanes 6:32), adanya Kemah Suci (Lukas 6:3-4), pengalaman Yunus di dalam perut ikan (Matius 12:39-40), kesatuan amanat kitab Yesaya (Matius 8:17; Lukas 4:17-18).
Jika Yesus itu Allah yang dinyatakan dalam keadaan manusia, maka pastilah Ia mengetahui semua fakta dalam sejarah Perjanjian Lama, dan karena Ia mengetahuinya, Ia tidak akan menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangan salah pada zaman itu apalagi dalam hal pokok-pokok ajaran yang sepenting itu. Dengan demikian, kesaksian-Nya harus diterima sebagai benar atau kita tidak menerima Dia sebagai guru bila kita tidak menerima kesaksian-Nya sebagai benar.
2. Bukti berdasarkan sejarah dan arkeologi.
2. Bukti berdasarkan sejarah dan arkeologi.
Sejarah memberikan banyak bukti bahwa gambaran Alkitab tentang kehidupan di Mesir, Asyur, Babilonia, Media-Persia, dan lain-lain itu sesuai dengan kenyataan. Beberapa raja dari berbagai bangsa ini disebutkan dalam Alkitab, dan tak seorang pun yang ditampilkan secara tidak sesuai dengan fakta sejarah yang diketahui tentang raja tersebut.
Kabarnya, Salmaneser IV telah mengepung kota Samaria, namun dikatakan bahwa raja Asyur, yang saat ini dikenal sebagai Raja Sargon II, telah membawa penduduk Samaria ke Asyur (II Raja-raja 17:3-6). Sejarah menunjukkan bahwa Sargon II memerintah dari 722-705 SM. Nama Sargon II disebut hanya sekali dalam Alkitab (Yesaya 20:1). Belsyazar (Daniel 5:1-30) maupun Darius orang Media (Daniel 5:30-6:28) sekarang tidak lagi dianggap sebagai tokoh-tokoh isapan jempol belaka.
Arkeologi juga menyajikan banyak bukti yang menguatkan catatan Alkitab. "Epik Penciptaan" dari Babilonia, sekalipun tidak secara langsung menguatkan kisah penciptaan alam semesta menurut kitab Kejadian, namun sanggup menunjukkan bahwa gagasan penciptaan khusus bukanlah gagasan yang asing pada waktu itu.
Arkeologi juga menyajikan banyak bukti yang menguatkan catatan Alkitab. "Epik Penciptaan" dari Babilonia, sekalipun tidak secara langsung menguatkan kisah penciptaan alam semesta menurut kitab Kejadian, namun sanggup menunjukkan bahwa gagasan penciptaan khusus bukanlah gagasan yang asing pada waktu itu.
Hal yang sama dapat dikatakan mengenai legenda-legenda Babilonia tentang peristiwa kejatuhan dalam dosa. Yang lebih penting ialah lembaran tanah liat yang ditemukan di Babilonia dan berisi kisah air bah yang mengandung banyak sekali kemiripan dengan kisah Alkitab. Pertempuran para raja (Kejadian 14) kini tidak lagi dipandang dengan rasa curiga karena tulisan yang ditemukan di Lembah Efrat menunjukkan bahwa keempat raja yang menurut Alkitab ikut dalam ekspedisi itu disebutkan sebagai tokoh-tokoh yang memang betul-betul ada.
Lembaran-lembaran Nuzi menjelaskan tindakan Sara dan Rakhel memberikan hamba perempuan mereka kepada suami masing-masing. Tulisan dan abjad Mesir kuno menunjukkan bahwa orang sudah bisa menulis lebih dari seribu tahun sebelum masa hidup Abraham.
Arkeologi juga menguatkan bahwa bani Israel tinggal di Mesir, bahwa mereka diperbudak di sana, dan bahwa akhirnya mereka meninggalkan Mesir. Bangsa Het, yang dahulu diragukan, terbukti merupakan bangsa yang sangat berpengaruh di kawasan Asia Kecil dan Palestina pada waktu yang disebut dalam Alkitab. Lembaran-lembaran Tel el-Amama membuktikan bahwa kitab Hakim-hakim dapat dipercayai. Dan seiring dengan bertambah majunya arkeologi, tidak dapat disangkal lagi bahwa makin banyak informasi akan diketahui yang akan mendukung kecermatan hal-hal yang tersurat dalam Alkitab.
B. KREDIBILITAS KITAB-KITAB PERJANJIAN BARU
Kredibilitas kitab-kitab Perjanjian Baru dapat ditetapkan oleh empat fakta yang besar.
1. Para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru adalah orang-orang yang mengetahui betul apa yang ditulisnya. Mereka berkualifikasi untuk memberi kesaksian serta mengajarkan kebenaran ilahi. Matius, Yohanes, dan Petrus merupakan murid-murid Kristus dan saksi mata atas setiap perbuatan dan ajaran-Nya (II Petrus 1:18; I Yohanes 1:1-3).
B. KREDIBILITAS KITAB-KITAB PERJANJIAN BARU
Kredibilitas kitab-kitab Perjanjian Baru dapat ditetapkan oleh empat fakta yang besar.
1. Para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru adalah orang-orang yang mengetahui betul apa yang ditulisnya. Mereka berkualifikasi untuk memberi kesaksian serta mengajarkan kebenaran ilahi. Matius, Yohanes, dan Petrus merupakan murid-murid Kristus dan saksi mata atas setiap perbuatan dan ajaran-Nya (II Petrus 1:18; I Yohanes 1:1-3).
Markus, menurut catatan Papias, adalah penafsir Petrus dan ia telah menulis secara teliti apa yang diingatnya dari ajaran Petrus. Lukas merupakan rekan seperjalanan Paulus dan, menurut catatan Ireneus, ia mencatat dalam sebuah kitab Injil yang diberitakan oleh Paulus. Paulus jelas sekali telah dipanggil dan ditugaskan oleh Kristus dan ia sendiri mengakui bahwa ia menerima Injil dari Kristus sendiri (Galatia 1:11-17).
Yakobus dan Yudas adalah saudara sekandung Yesus Kristus, dan amanat mereka sampai kepada kita dengan berlatar belakang kenyataan ini. Mereka semua telah diurapi Roh Kudus sehingga dengan demikian mereka menulis bukan sekadar berdasarkan ingatan mereka sendiri, hal-hal yang disampaikan secara lisan maupun tertulis, serta pemahaman rohani tertentu, tetapi sebagai orang-orang yang diberi kemampuan khusus oleh Roh Kudus untuk tugas itu.
2. Para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru adalah orang-orang yang jujur.
2. Para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru adalah orang-orang yang jujur.
Nada moral dalam tulisan mereka, sikap yang jelas menjunjung tinggi kebenaran, serta sifat teliti dan terinci dari kisah-kisah yang mereka tulis menunjukkan bahwa mereka bukanlah penipu, melainkan orang yang jujur. Kejujuran mereka juga tampak dari kenyataan bahwa kesaksian mereka sebenarnya membahayakan status sosial, harta kekayaan, dan bahkan nyawa mereka sendiri.
Apa gunanya mengarang sebuah cerita yang mengutuk segala kemunafikan dan yang bahkan bertentangan dengan kepercayaan tradisional mereka, apalagi dengan risiko kehilangan nyawa?
3. Tulisan-tulisan mereka saling melengkapi.
Apa gunanya mengarang sebuah cerita yang mengutuk segala kemunafikan dan yang bahkan bertentangan dengan kepercayaan tradisional mereka, apalagi dengan risiko kehilangan nyawa?
3. Tulisan-tulisan mereka saling melengkapi.
Injil-Injil Sinoptis tidak memberikan kesaksian yang saling berlawanan namun justru saling melengkapi. Injil Yohanes dapat juga dianggap sebagai melengkapi kesaksian Injil-Injil Sinoptis. Kisah Para Rasul menyediakan latar belakang historis untuk sepuluh Surat Kiriman Rasul Paulus. Surat-surat Penggembalaan tidak perlu disesuaikan dengan sejarah Kisah Para Rasul, karena dalam surat-surat ini tidak diisyaratkan bahwa mereka termasuk dalam masa yang diliput oleh kitab Kisah Para Rasul.
Surat Ibrani, surat-surat umum lainnya maupun kitab Wahyu dapat dengan mudah dimasukkan dalam periode abad pertama Masehi. Dari segi doktrin, kitab-kitab Perjanjian Baru ini juga saling melengkapi. Keilahian Kristus disebut dalam Injil-Injil Sinoptis maupun Injil Yohanes.
Paulus dan Yakobus tidak saling bertentangan, tetapi mereka berdua menyajikan masalah iman dan perbuatan baik dari sudut pandang yang berbeda. Hal yang mereka tekankan berbeda, tetapi pemikiran pokok mereka tidak. Terdapat perkembangan dalam penyajian doktrin-doktrin dari Injil-Injil sampai kepada Surat-surat Kiriman, tetapi perkembangan itu tidaklah merupakan kontradiksi. Kedua puluh tujuh kitab Perjanjian Baru menyajikan suatu gambaran yang sangat harmonis tentang diri dan karya Yesus Kristus. Kenyataan ini ikut mendukung kredibilitas kitab-kitab tersebut.
4. Isi kitab-kitab Perjanjian Baru cocok dengan sejarah dan pengalaman.
4. Isi kitab-kitab Perjanjian Baru cocok dengan sejarah dan pengalaman.
Dalam Perjanjian Baru terdapat banyak sekali catatan tentang sejarah pada zaman itu, misalnya sensus penduduk yang diselenggarakan sewaktu Kirenius menjadi gubernur di Siria (Lukas 2:2), perbuatan Herodes Agung (Matius 2:16-18), tindakan Herodes Antipas (Matius 14:1-12), tindakan Herodes Agripa II (Kisah 25:13- 26:32), dan seterusnya, dan sampai sejauh ini tak seorang pun sanggup menunjukkan bahwa apa yang dikatakan oleh Alkitab bertolak belakang dengan kenyataan sejarah yang diperoleh dari naskah-naskah lain yang dapat dipercaya.
Mengenai pengalaman, sudah kami katakan bahwa bila kita mempercayai adanya Allah yang ber kepribadian, mahakuasa, dan penuh kasih, maka mukjizat menjadi sangat tidak mustahil. Sekarang mukjizat-mukjizat jasmaniah tidak muncul sesering dahulu karena memang tidak diperlukan sebagaimana mereka diperlukan ketika itu. Mukjizat-mukjizat tersebut dimaksudkan untuk memperkuat pernyataan Allah ketika itu disampaikan untuk pertama kalinya, namun karena sekarang kekristenan sudah diterima, maka mukjizat-mukjizat itu tidak lagi diperlukan.
Akan tetapi, mukjizat-mukjizat rohaniah masih bermunculan dengan berkelimpahan. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa tidak ada sesuatu pun dalam sejarah atau pengalaman yang bertolak belakang dengan apa yang terdapat dalam Perjanjian Baru.