Hanya Iman: Doktrin Pembenaran dalam Perspektif Teologi
Pengantar:
Sola Fide atau "Hanya Iman" adalah salah satu dari lima pilar utama yang membentuk doktrin Reformasi Protestan. Konsep ini menegaskan bahwa pembenaran manusia di hadapan Allah hanya diperoleh melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan melalui perbuatan baik atau usaha manusia. Dalam tradisi Kristen, doktrin ini telah menjadi pusat perdebatan teologis sejak zaman Reformasi dan tetap
relevan dalam berbagai diskusi teologis modern.
1. Dasar Alkitabiah dari "Hanya Iman"
Dasar utama dari doktrin hanya iman ditemukan dalam Kitab Suci, terutama dalam surat-surat Paulus. Paulus menekankan bahwa manusia tidak dapat dibenarkan oleh perbuatan hukum Taurat, melainkan hanya oleh iman kepada Yesus Kristus. Dalam Roma 3:28, Paulus menulis:
"Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat."
Efesus 2:8-9 juga menjadi landasan penting untuk pemahaman ini:
"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri."
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa keselamatan adalah anugerah Allah yang diterima melalui iman, tanpa campur tangan usaha atau kebaikan manusia. Sola Fide menegaskan bahwa manusia, yang telah jatuh dalam dosa, tidak mampu menyelamatkan diri melalui perbuatan baik atau ketaatan pada hukum, tetapi hanya melalui iman kepada karya penebusan Kristus di kayu salib.
2. Martin Luther dan Revolusi Teologi "Hanya Iman"
Martin Luther adalah tokoh yang paling terkenal dalam mengartikulasikan doktrin hanya iman selama Reformasi Protestan. Dalam karyanya yang terkenal, The Bondage of the Will (1525), Luther menegaskan bahwa manusia sepenuhnya bergantung pada kasih karunia Allah untuk keselamatan, dan bukan pada kemampuan manusia untuk mematuhi hukum atau melakukan perbuatan baik. Luther menemukan konsep ini ketika merenungkan Roma 1:17, di mana tertulis, "Orang benar akan hidup oleh iman."
Luther berpendapat bahwa manusia tidak mampu menghasilkan kebenaran yang cukup untuk menyelamatkan dirinya. Hanya melalui iman kepada Kristus, kebenaran Kristus diperhitungkan kepada manusia (doktrin imputasi), sehingga mereka dianggap benar di hadapan Allah. Dalam The Freedom of a Christian (1520), Luther menulis bahwa iman adalah sarana di mana orang percaya "dilepaskan dari dosa dan kematian" dan "dibenarkan tanpa perbuatan." Iman adalah satu-satunya alat yang dapat menghubungkan manusia yang berdosa dengan anugerah Allah.
R.C. Sproul, dalam bukunya Faith Alone: The Evangelical Doctrine of Justification, menjelaskan bahwa bagi Luther, iman adalah alat atau sarana (instrumental cause) yang melaluinya keselamatan diberikan. Iman, dalam pemahaman ini, bukanlah sesuatu yang layak mendapatkan keselamatan, tetapi sarana yang dengannya orang percaya menerima anugerah keselamatan.
3. John Calvin dan "Hanya Iman" dalam Perspektif Reformasi
John Calvin, salah satu tokoh utama Reformasi, juga menegaskan doktrin hanya iman dalam karyanya yang monumental, Institutes of the Christian Religion (1536). Calvin menekankan bahwa pembenaran adalah tindakan Allah semata, yang berdasarkan pada kasih karunia-Nya dan diterima melalui iman. Menurut Calvin, iman bukanlah perbuatan manusia yang layak mendapatkan keselamatan, tetapi respon yang diberikan oleh Roh Kudus sebagai hasil dari pekerjaan Allah yang bekerja di dalam hati manusia.
Calvin, dalam Institutes, menjelaskan bahwa pembenaran terdiri dari dua hal: pengampunan dosa dan imputasi kebenaran Kristus kepada orang percaya. Kebenaran ini, yang disebut kebenaran asing (alien righteousness), bukanlah kebenaran yang berasal dari manusia, melainkan diperhitungkan kepada manusia oleh Allah melalui iman. Calvin menegaskan bahwa iman dan perbuatan tidak dapat menjadi dasar pembenaran, karena manusia selalu cacat oleh dosa, tetapi hanya iman kepada Kristus yang memungkinkan manusia berdiri benar di hadapan Allah.
J.I. Packer, dalam bukunya Knowing God, menyatakan bahwa ajaran Calvin tentang hanya iman membantu orang percaya memahami bahwa keselamatan adalah tindakan Allah dari awal hingga akhir. Bagi Calvin, iman itu sendiri adalah karunia dari Allah yang memampukan manusia untuk percaya dan menerima pembenaran.
4. Kontroversi dan Tantangan terhadap "Hanya Iman"
Sementara doktrin hanya iman diterima oleh banyak tradisi Protestan, itu juga telah menuai banyak kritik dan penolakan dari beberapa kalangan. Konsili Trente (1545-1563), yang menjadi respons Katolik terhadap Reformasi, menolak ajaran Luther tentang hanya iman dan menegaskan bahwa iman saja tidak cukup untuk keselamatan. Konsili menegaskan bahwa pembenaran adalah proses, dan perbuatan baik diperlukan sebagai bagian dari proses penyelamatan. Gereja Katolik berpegang pada pandangan bahwa iman, kasih karunia, dan perbuatan baik bekerja bersama-sama dalam pembenaran.
N.T. Wright, seorang teolog modern yang terkenal dengan karya-karyanya tentang Paulus, menawarkan pendekatan yang berbeda terhadap pembenaran. Dalam bukunya Justification: God's Plan and Paul's Vision (2009), Wright menekankan bahwa pembenaran dalam konteks Paulus harus dipahami dalam kerangka teologi Perjanjian. Menurut Wright, pembenaran adalah deklarasi bahwa seseorang termasuk dalam umat Allah yang setia, dan itu terjadi melalui iman kepada Kristus. Namun, Wright mengkritik pengertian Reformasi tentang pembenaran sebagai sesuatu yang hanya berkaitan dengan "bagaimana manusia diselamatkan" dan menekankan bahwa pembenaran juga terkait dengan penciptaan komunitas umat Allah.
Pandangan Wright ini menimbulkan banyak perdebatan di antara teolog Reformed. John Piper, dalam bukunya The Future of Justification: A Response to N.T. Wright (2007), mempertahankan pandangan Reformasi klasik tentang hanya iman, dan menuduh Wright telah meremehkan aspek legal dari pembenaran, di mana kebenaran Kristus diperhitungkan kepada orang percaya.
5. Pembenaran Melalui Iman dan Perbuatan dalam Surat Yakobus
Doktrin hanya iman sering kali dianggap bertentangan dengan apa yang ditulis oleh Yakobus dalam Yakobus 2:24: "Kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman." Bagi beberapa orang, ayat ini tampaknya menantang pandangan Paulus dan Reformasi tentang pembenaran hanya melalui iman.
Namun, John Calvin dan banyak teolog lainnya, seperti Matthew Henry, menekankan bahwa Yakobus dan Paulus tidak bertentangan, tetapi berbicara tentang aspek yang berbeda dari pembenaran. Paulus berbicara tentang bagaimana manusia dibenarkan di hadapan Allah, yaitu melalui iman, sementara Yakobus berbicara tentang bagaimana iman yang sejati harus diungkapkan melalui perbuatan. Yakobus menekankan bahwa iman yang sejati akan selalu menghasilkan buah berupa tindakan nyata, yang menunjukkan bahwa iman itu hidup dan berfungsi.
R.C. Sproul juga menjelaskan bahwa iman yang menyelamatkan adalah iman yang aktif, yang dibuktikan dengan perbuatan. Perbuatan bukanlah dasar pembenaran, tetapi bukti dari iman yang sejati. Dalam perspektif ini, iman dan perbuatan tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi dalam kehidupan orang percaya.
6. "Hanya Iman" dan Kehidupan Kristen
Implikasi praktis dari doktrin hanya iman sangat penting dalam kehidupan Kristen sehari-hari. Doktrin ini membebaskan orang percaya dari keharusan untuk mencoba memperoleh keselamatan melalui usaha mereka sendiri. Mereka dapat hidup dengan keyakinan bahwa mereka sudah dibenarkan di hadapan Allah melalui iman kepada Kristus. Keselamatan bukanlah sesuatu yang harus diraih atau dijaga melalui perbuatan, tetapi adalah anugerah yang diterima melalui iman.
Namun, iman yang sejati selalu menghasilkan kehidupan yang diubah. John Owen, dalam bukunya The Mortification of Sin, menekankan bahwa iman yang menyelamatkan membawa orang percaya kepada proses pengudusan yang terus-menerus. Pengudusan adalah buah dari pembenaran, di mana orang percaya, yang sudah dibenarkan melalui iman, dipanggil untuk hidup dalam kekudusan dan ketaatan kepada Allah.
Dietrich Bonhoeffer, dalam bukunya The Cost of Discipleship, juga memperingatkan bahaya dari pemahaman yang salah tentang doktrin hanya iman. Bonhoeffer memperingatkan terhadap apa yang disebutnya sebagai "anugerah murah," yaitu pandangan bahwa iman dapat dipisahkan dari ketaatan. Bagi Bonhoeffer, iman yang sejati selalu ditandai oleh ketaatan radikal kepada Kristus, yang melibatkan pengorbanan diri dan komitmen total untuk mengikuti Kristus.
7. Kesimpulan: Hanya Iman sebagai Jantung Teologi Injil
Doktrin hanya iman adalah salah satu prinsip teologis yang paling mendasar dalam teologi Reformasi. Para teolog seperti Martin Luther, John Calvin, dan R.C. Sproul telah menekankan bahwa pembenaran adalah tindakan anugerah Allah yang diterima melalui iman, tanpa peran perbuatan baik. Iman bukanlah alat untuk mendapatkan keselamatan, tetapi sarana melalui mana orang percaya menerima kebenaran Kristus yang diperhitungkan kepada mereka.
Meskipun ada tantangan dan kritik terhadap doktrin ini, khususnya dari Gereja Katolik dan beberapa teolog modern seperti N.T. Wright, pandangan hanya iman tetap menjadi inti dari ajaran Protestan tentang keselamatan. Teolog-teolog seperti John Piper telah mempertahankan pandangan ini dengan kuat, menekankan bahwa pembenaran hanya dapat terjadi melalui iman kepada Yesus Kristus, tanpa kontribusi perbuatan manusia.
Pada akhirnya, hanya iman menegaskan bahwa keselamatan adalah anugerah murni dari Allah, diterima melalui iman kepada Yesus Kristus. Iman yang menyelamatkan adalah iman yang aktif, yang menghasilkan buah dalam bentuk perbuatan baik dan ketaatan. Ini adalah berita yang membawa kebebasan bagi orang percaya, bahwa mereka dapat hidup dengan keyakinan bahwa mereka sudah dibenarkan di hadapan Allah, dan dipanggil untuk hidup dalam kekudusan sebagai respons terhadap anugerah tersebut.