Yesus Datang ke Dunia untuk Mati
Pendahuluan:
Yesus Kristus adalah tokoh sentral dalam Kekristenan, dan tujuan kedatangan-Nya ke dunia adalah salah satu misteri ilahi yang terus menggugah dan memperdalam iman orang percaya. Berbeda dengan pendiri agama atau filsafat lainnya, tujuan utama kedatangan Yesus bukan untuk menjadi pemimpin politik atau sekadar pengajar moral. Dari sejak kelahiran-Nya, jalan hidup Yesus telah diarahkan kepada satu tujuan yang pasti: kematian di kayu salib.Artikel ini mengupas makna, tujuan, dan implikasi teologis dari kedatangan Yesus ke dunia untuk mati, yang mengungkapkan kasih Allah bagi umat manusia dan membuka jalan menuju keselamatan.
1. Tujuan Kedatangan Yesus untuk Mati: Penggenapan Rencana Allah
Sejak awal, Alkitab menunjukkan bahwa kedatangan Yesus bukanlah peristiwa acak atau tanpa tujuan, tetapi bagian dari rencana kekal Allah untuk menyelamatkan manusia. Bahkan sebelum Yesus dilahirkan, nubuatan-nubuatan Perjanjian Lama telah menyatakan bahwa Mesias akan datang sebagai Hamba yang menderita, yang akan menanggung dosa banyak orang.
a. Nubuat dalam Perjanjian Lama
Dalam Yesaya 53:5-6, nabi Yesaya menggambarkan Mesias yang akan terluka karena pemberontakan manusia dan dihukum demi keselamatan mereka: “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita...Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.” Ayat ini menunjukkan bahwa penderitaan dan kematian Mesias telah menjadi bagian dari rencana Allah jauh sebelum kedatangan Yesus.
Mazmur 22 juga menggambarkan penderitaan seorang hamba yang dihina dan ditinggalkan, yang kemudian diidentifikasikan dengan penderitaan Yesus di kayu salib. Pada akhirnya, Perjanjian Lama memberikan gambaran yang jelas bahwa kedatangan Yesus ke dunia adalah bagian dari rencana keselamatan Allah yang mengharuskan kematian-Nya demi penebusan dosa manusia.
b. Pernyataan Yesus Sendiri
Yesus sendiri berulang kali menyatakan bahwa tujuan kedatangan-Nya adalah untuk mati. Dalam Matius 20:28, Yesus berkata, “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Di sini, Yesus menyatakan dengan jelas bahwa kematian-Nya adalah untuk menebus dosa umat manusia, menjadi pengorbanan yang tak tergantikan.
Yesus juga sering mengingatkan murid-murid-Nya bahwa Dia akan diserahkan, menderita, dan mati, tetapi Dia akan bangkit pada hari ketiga (Matius 16:21; Markus 8:31). Pernyataan ini menunjukkan bahwa Yesus sangat memahami bahwa tujuan kedatangan-Nya adalah untuk mati. Bahkan di taman Getsemani, saat Yesus berdoa kepada Bapa dan meminta agar “cawan ini berlalu dari pada-Ku,” Dia tetap memilih untuk tunduk kepada kehendak Bapa dan menjalani kematian yang telah ditentukan untuk-Nya (Matius 26:39).
2. Makna Teologis dari Kematian Yesus
Mengapa Yesus harus mati? Untuk memahami makna kematian Yesus, kita perlu memandangnya melalui sudut pandang teologi, terutama konsep penebusan, pengampunan dosa, dan pendamaian antara Allah dan manusia.
a. Penebusan dari Dosa
Dalam konsep Kekristenan, dosa adalah pelanggaran terhadap kekudusan Allah. Dosa telah merusak hubungan antara manusia dan Allah sejak kejatuhan Adam dan Hawa di taman Eden. Manusia tidak dapat memperbaiki atau memulihkan hubungan ini dengan usaha atau perbuatan baik karena dosa telah menuntut penghukuman yang hanya bisa diatasi melalui pengorbanan yang sempurna.
Yesus datang ke dunia sebagai satu-satunya yang dapat menebus dosa manusia, karena Dia adalah Anak Allah yang tanpa dosa dan sempurna. Dalam Roma 3:23-24, Paulus menyatakan, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Kematian Yesus membayar harga dosa, memberikan penebusan bagi semua orang yang percaya kepada-Nya.
b. Pengorbanan yang Menggantikan Manusia
Dalam Perjanjian Lama, Allah menetapkan sistem korban sebagai cara untuk menutupi dosa manusia sementara. Domba, kambing, dan hewan korban lainnya disembelih sebagai lambang penebusan dosa. Namun, pengorbanan ini tidak dapat menyelesaikan masalah dosa sepenuhnya. Hanya pengorbanan Yesus, yang disebut sebagai “Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29), yang dapat menggantikan manusia sepenuhnya di hadapan Allah.
Dalam teologi Kristen, konsep pengganti atau substitusi ini sangat penting. Yesus mati sebagai pengganti kita, menerima hukuman yang seharusnya kita terima. Di kayu salib, Dia menanggung murka Allah yang ditujukan kepada dosa. 2 Korintus 5:21 menyatakan, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” Kematian Yesus dengan demikian menggantikan manusia di hadapan Allah, memungkinkan kita untuk dibenarkan dan diterima oleh Allah.
c. Pendamaian antara Allah dan Manusia
Selain menebus dan menggantikan, kematian Yesus juga membawa pendamaian antara Allah dan manusia. Roma 5:10 mengatakan, “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!”
Pendamaian ini memulihkan hubungan yang telah dirusak oleh dosa. Ketika Yesus mati, Dia membuka jalan kepada Allah sehingga setiap orang percaya dapat mendekati Allah tanpa perantara manusia. Peristiwa tabir di Bait Allah yang terbelah dua saat Yesus mati di kayu salib menunjukkan simbol pendamaian ini, menandakan bahwa tidak ada lagi pemisah antara manusia dan Allah karena dosa telah dihapuskan melalui darah Kristus.
3. Kematian Yesus sebagai Puncak Kasih Allah
Mengapa Allah memilih jalan penderitaan dan kematian Yesus sebagai solusi bagi dosa manusia? Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa kematian Yesus adalah puncak kasih Allah bagi umat manusia. Yohanes 3:16, salah satu ayat yang paling terkenal dalam Alkitab, menyatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Kematian Yesus di kayu salib merupakan bukti kasih yang tak terbatas dari Allah bagi manusia yang berdosa. Allah memilih untuk mengutus Anak-Nya, Yesus Kristus, sebagai korban yang sempurna dan final untuk mengampuni dosa-dosa manusia. Ini adalah tindakan kasih yang melampaui segala pemahaman manusia, karena Allah, yang sepenuhnya kudus, berkenan untuk mengorbankan diri-Nya demi menebus manusia.
Kasih Allah ini disebut sebagai kasih agape, kasih yang tidak tergantung pada balasan atau layaknya objek kasih itu sendiri. Roma 5:8 menyatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” Di sini, kita melihat bahwa kasih Allah bagi manusia tidak tergantung pada kesempurnaan atau usaha manusia, melainkan kasih yang penuh anugerah.
4. Implikasi Teologis bagi Orang Percaya
Dengan memahami bahwa Yesus datang untuk mati, kita bisa lebih menghargai makna dan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari sebagai orang percaya. Beberapa implikasi utama meliputi pemulihan identitas, tanggung jawab untuk hidup kudus, dan panggilan untuk mengasihi dan melayani sesama.
a. Pemulihan Identitas sebagai Anak-anak Allah
Kematian Yesus memberikan akses kepada manusia untuk menjadi anak-anak Allah. Dalam Yohanes 1:12 dinyatakan, “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.” Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus memberikan kita hak istimewa untuk diangkat sebagai anak-anak Allah. Kita tidak lagi hamba dosa, tetapi menjadi bagian dari keluarga Allah.
Dengan identitas baru ini, orang percaya tidak lagi hidup dalam rasa takut atau penghukuman. Melalui iman kepada Yesus, kita sekarang dipanggil untuk hidup dengan penuh keyakinan dan sukacita sebagai anak-anak Allah yang dikasihi. Ini juga berarti bahwa hidup kita harus mencerminkan karakter Allah yang kudus, karena kita adalah perwakilan-Nya di dunia.
b. Panggilan untuk Hidup Kudus dan Mengasihi Sesama
Yesus mengajarkan bahwa sebagai orang yang telah ditebus, kita dipanggil untuk hidup kudus dan saling mengasihi. Dalam 1 Petrus 1:15-16, Petrus menulis, “Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu.” Hidup kudus berarti menjauhkan diri dari dosa dan berkomitmen untuk hidup sesuai dengan firman Allah.
Lebih dari itu, kita juga dipanggil untuk mengasihi sesama dengan kasih yang sama seperti yang telah kita terima dari Kristus. Dalam Yohanes 13:34, Yesus berkata, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” Kasih ini bukan sekadar perasaan, melainkan tindakan yang nyata dan rela berkorban demi orang lain, sebagaimana Yesus mengorbankan diri-Nya demi kita.
c. Misi Penginjilan dan Pelayanan kepada Dunia
Kematian Yesus juga memberikan kita tanggung jawab untuk memberitakan kabar baik keselamatan. Setelah bangkit dari kematian, Yesus memberikan perintah kepada murid-murid-Nya dalam Matius 28:19-20, yang sering dikenal sebagai Amanat Agung: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku...dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.”
Setiap orang percaya dipanggil untuk menyampaikan berita keselamatan yang telah diterima, agar lebih banyak orang dapat mengenal kasih Allah yang menyelamatkan. Dengan demikian, hidup kita menjadi saksi kasih karunia Allah, dan setiap tindakan kita dalam kasih dan pelayanan adalah bukti nyata dari pengorbanan Yesus yang membawa hidup dan pengharapan.
d. Pengharapan akan Kebangkitan dan Kehidupan Kekal
Satu lagi implikasi penting dari kematian Yesus adalah pengharapan yang pasti akan kebangkitan dan kehidupan kekal. Paulus menulis dalam 1 Korintus 15:20 bahwa Kristus telah bangkit dari antara orang mati sebagai yang pertama dari orang-orang yang telah meninggal. Kebangkitan Yesus adalah bukti dan jaminan bahwa mereka yang percaya kepada-Nya juga akan dibangkitkan dan menerima hidup yang kekal bersama Allah.
Pengharapan ini memberikan kekuatan kepada kita dalam menghadapi segala tantangan hidup. Kita hidup bukan hanya untuk dunia ini, tetapi dengan pandangan ke masa depan yang kekal. Keyakinan akan kehidupan yang akan datang ini memberikan kita keberanian untuk menghadapi tantangan, penderitaan, dan bahkan kematian, karena kita tahu bahwa kematian bukan akhir, tetapi permulaan kehidupan yang kekal.
Kesimpulan
Yesus datang ke dunia untuk mati adalah inti dari rencana keselamatan Allah bagi manusia. Tujuan kedatangan-Nya adalah untuk menebus dosa umat manusia, memperdamaikan kita dengan Allah, dan memberikan akses yang langsung kepada hadirat-Nya. Kematian Yesus di kayu salib bukan sekadar peristiwa historis, tetapi bukti kasih Allah yang luar biasa bagi kita semua.
Bagi setiap orang percaya, pemahaman bahwa Yesus datang untuk mati membawa dampak yang mendalam dalam kehidupan rohani. Dengan pengorbanan-Nya, kita menerima identitas baru sebagai anak-anak Allah, panggilan untuk hidup kudus dan mengasihi, tanggung jawab untuk menginjili, dan pengharapan akan hidup yang kekal.
Melalui pengorbanan Yesus, kita menerima hidup yang berkelimpahan dan pengharapan yang kekal. Kiranya kita terus hidup dalam kasih, ketaatan, dan pengabdian kepada Allah, sebagai respons atas kasih-Nya yang telah mengutus Anak-Nya untuk mati demi keselamatan kita.