Nubuat Pertama Tentang Kematian Yesus: Yohanes 2:18-22
Pendahuluan:
Dalam Yohanes 2:18-22, setelah Yesus memurnikan Bait Allah dari para pedagang dan penukar uang, orang Yahudi menuntut tanda untuk membuktikan otoritas-Nya melakukan tindakan tersebut. Yesus kemudian memberikan jawaban yang mengandung nubuat pertama tentang kematian dan kebangkitan-Nya: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." Perkataan ini bukan hanya merujuk pada kematian fisik-Nya, tetapi juga mengungkapkan bahwa Dia adalah Bait Allah yang baru, tempat di mana umat-Nya akan bersekutu dengan Allah.Artikel ini akan membahas peristiwa ini secara mendalam, dengan mengacu pada pandangan beberapa pakar teologi, serta menggali makna teologis dari nubuat Yesus tentang kematian dan kebangkitan-Nya. Dengan demikian, kita akan melihat bagaimana tindakan dan perkataan Yesus dalam peristiwa ini membuka wawasan tentang tujuan kedatangan-Nya ke dunia dan bagaimana peristiwa ini relevan bagi iman Kristen masa kini.
Teks Yohanes 2:18-22
Yohanes 2:18-22 (TB):
"Orang-orang Yahudi menantang Yesus dan berkata: ‘Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?’ Jawab Yesus kepada mereka: ‘Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.’ Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: ‘Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat mendirikannya dalam tiga hari?’ Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri. Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan mereka pun percaya akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus."
1. Latar Belakang Permintaan Orang Yahudi akan Tanda
Setelah tindakan Yesus memurnikan Bait Allah, orang Yahudi menuntut tanda untuk membuktikan otoritas-Nya. Mereka ingin mengetahui apa yang membuat-Nya merasa berhak untuk mengusir para pedagang dari Bait Allah, sebuah tindakan yang melawan sistem dan otoritas agama Yahudi saat itu. Di masa itu, menuntut tanda atau mukjizat untuk membuktikan otoritas ilahi adalah praktik umum dalam tradisi Yahudi. Mereka percaya bahwa orang yang diutus oleh Allah akan memberikan tanda khusus untuk membuktikan identitasnya.
a. Konteks Tanda dalam Tradisi Yahudi
Teolog Leon Morris dalam The Gospel According to John (1995) menjelaskan bahwa permintaan orang Yahudi akan tanda mencerminkan tradisi Yahudi yang seringkali membutuhkan tanda sebagai bukti otoritas ilahi. Di dalam Alkitab, tanda seringkali menyertai para nabi dalam menyampaikan pesan dari Allah. Namun, Yesus, dalam peristiwa ini, menolak memberikan tanda yang langsung terlihat. Sebaliknya, Dia memberikan jawaban yang bersifat profetis, mengacu pada kematian dan kebangkitan-Nya.
Menurut Morris, permintaan orang Yahudi ini juga menunjukkan bahwa mereka gagal memahami inti dari misi Yesus. Mereka berfokus pada tanda-tanda fisik, sedangkan Yesus datang untuk membawa pesan tentang kerajaan Allah yang lebih besar dari sekadar tanda atau mukjizat fisik. Yesus tidak datang untuk memenuhi ekspektasi mereka, tetapi untuk mengungkapkan kebenaran rohani yang lebih dalam.
b. Yesus Menanggapi dengan Nubuat tentang Tubuh-Nya
Sebagai respons terhadap tuntutan orang Yahudi, Yesus memberikan pernyataan, "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." Kata-kata ini mengandung makna ganda yang hanya bisa dimengerti setelah kebangkitan-Nya. Teolog F.F. Bruce dalam The Gospel and Epistles of John (1983) menjelaskan bahwa Yesus sebenarnya sedang merujuk pada tubuh-Nya sebagai Bait Allah. Perkataan ini adalah nubuat tentang kematian dan kebangkitan-Nya, yang pada saat itu belum dimengerti oleh para pendengar-Nya.
Bruce mencatat bahwa Yesus merujuk pada tubuh-Nya sebagai Bait Allah untuk menunjukkan bahwa Dia adalah tempat tinggal Allah yang baru, tempat di mana umat-Nya akan berjumpa dengan Allah. Dengan demikian, Dia menggantikan fungsi Bait Allah fisik di Yerusalem sebagai pusat ibadah. Tindakan ini juga menunjukkan bahwa Yesus bukan hanya seorang nabi atau guru, tetapi Dia adalah Mesias yang membawa pembaharuan bagi penyembahan kepada Allah.
2. Makna Teologis dari Nubuat Pertama tentang Kematian dan Kebangkitan Yesus
Perkataan Yesus tentang "merombak Bait Allah" bukan sekadar simbol, tetapi memiliki makna teologis yang mendalam. Nubuat ini menunjukkan bahwa tubuh Yesus sendiri adalah tempat perjumpaan umat dengan Allah. Ini adalah pernyataan radikal, karena Bait Allah di Yerusalem dianggap sebagai tempat tinggal Allah di tengah umat-Nya. Dalam perkataan ini, Yesus menegaskan bahwa melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Dia akan menjadi perantara baru bagi umat manusia.
a. Yesus sebagai Bait Allah yang Baru
Dengan menyatakan bahwa tubuh-Nya adalah Bait Allah, Yesus menegaskan bahwa Dia adalah perwujudan kehadiran Allah yang sejati. Teolog John Stott dalam The Cross of Christ (1986) menjelaskan bahwa tubuh Yesus sebagai Bait Allah mengindikasikan bahwa seluruh sistem penyembahan Yahudi yang berpusat pada Bait Allah akan segera tergantikan oleh penyembahan yang berpusat pada Yesus. Kematian dan kebangkitan Yesus mengakhiri kebutuhan akan Bait Allah fisik, karena Allah sekarang berdiam di dalam Yesus, dan melalui Yesus, umat manusia dapat berhubungan langsung dengan Allah.
Stott menegaskan bahwa konsep Yesus sebagai Bait Allah yang baru adalah inti dari teologi Perjanjian Baru, di mana Yesus menjadi pusat dari seluruh penyembahan. Ketika Yesus mati di kayu salib dan bangkit pada hari ketiga, Dia membuktikan bahwa Dia adalah Bait Allah yang sejati, tempat di mana semua umat manusia dapat datang kepada Allah.
b. Kematian dan Kebangkitan sebagai Bukti Otoritas Yesus
Nubuat Yesus juga menegaskan otoritas ilahi-Nya. Dengan menyatakan bahwa Dia akan mendirikan kembali Bait Allah dalam tiga hari, Yesus merujuk pada kebangkitan-Nya. Teolog D.A. Carson dalam The Gospel According to John (1991) menegaskan bahwa kebangkitan adalah bukti utama dari otoritas dan keilahian Yesus. Melalui kebangkitan-Nya, Yesus tidak hanya memenuhi nubuat-Nya sendiri, tetapi juga membuktikan bahwa Dia memiliki kuasa atas kehidupan dan kematian.
Carson juga mencatat bahwa kebangkitan adalah tanda yang lebih besar daripada tanda-tanda fisik lainnya, karena kebangkitan adalah kemenangan atas dosa dan kematian. Dengan kebangkitan, Yesus membuka jalan bagi semua orang untuk memiliki hubungan yang kekal dengan Allah. Ini adalah tanda yang jauh lebih penting daripada sekadar mukjizat fisik yang diharapkan oleh orang Yahudi.
3. Respons Orang Yahudi dan Kebingungan Mereka
Ketika Yesus mengatakan bahwa Dia akan mendirikan kembali Bait Allah dalam tiga hari, orang Yahudi menanggapi dengan kebingungan. Mereka berpikir bahwa Dia berbicara tentang Bait Allah fisik, yang membutuhkan 46 tahun untuk dibangun, dan mereka tidak dapat memahami bagaimana Dia dapat membangunnya kembali dalam tiga hari. Tanggapan mereka menunjukkan bahwa mereka gagal memahami makna rohani dari perkataan Yesus.
a. Keterbatasan Pemahaman Orang Yahudi
Teolog William Barclay dalam The Gospel of John (1975) mencatat bahwa keterbatasan pemahaman orang Yahudi adalah bukti bahwa mereka tidak melihat Yesus sebagai Mesias dengan cara yang benar. Mereka terjebak dalam pemikiran fisik dan tidak memahami bahwa Yesus berbicara dalam istilah rohani. Barclay menjelaskan bahwa orang Yahudi hanya melihat Bait Allah sebagai bangunan fisik, bukan sebagai simbol dari hubungan dengan Allah yang diperbarui melalui Yesus.
Menurut Barclay, respons orang Yahudi ini mencerminkan kecenderungan manusia untuk mengabaikan makna rohani yang lebih dalam. Mereka mencari tanda yang langsung terlihat, tetapi Yesus memberikan tanda yang hanya dapat dimengerti melalui iman. Ini mengajarkan bahwa banyak orang bisa kehilangan makna sejati dari pesan rohani Yesus jika mereka hanya berfokus pada hal-hal duniawi dan mengabaikan aspek-aspek rohani.
b. Makna Tersembunyi yang Terungkap setelah Kebangkitan
Yohanes 2:22 mencatat bahwa setelah kebangkitan Yesus, para murid akhirnya memahami bahwa perkataan Yesus ini adalah nubuat tentang tubuh-Nya sendiri. Murid-murid "teringat" akan perkataan Yesus dan mereka percaya pada Kitab Suci dan perkataan Yesus. Teolog John MacArthur dalam The MacArthur New Testament Commentary: John (2006) menjelaskan bahwa kebangkitan Yesus adalah momen yang membuka pemahaman para murid tentang apa yang sebelumnya mereka tidak mengerti.
MacArthur menekankan bahwa kebangkitan Yesus adalah kunci untuk memahami banyak perkataan-Nya yang bersifat profetis. Kebangkitan bukan hanya sebuah peristiwa, tetapi juga merupakan pernyataan yang menguatkan iman para murid dan mengungkapkan kebenaran yang lebih dalam tentang identitas dan misi Yesus. Para murid akhirnya menyadari bahwa Yesus adalah Bait Allah yang sejati, tempat perjumpaan antara manusia dan Allah.
4. Aplikasi Teologis bagi Kehidupan Orang Percaya
Nubuat Yesus tentang kematian dan kebangkitan-Nya dalam Yohanes 2:18-22 memiliki implikasi yang mendalam bagi kehidupan orang percaya. Dengan memahami Yesus sebagai Bait Allah yang baru, orang percaya diajak untuk berfokus pada Kristus sebagai pusat ibadah dan penyembahan mereka. Kebangkitan Yesus juga menjadi dasar iman Kristen, karena melalui kebangkitan, kita memiliki pengharapan akan kehidupan yang kekal bersama Allah.
a. Yesus sebagai Pusat Penyembahan
Dalam Perjanjian Lama, Bait Allah adalah pusat ibadah, tetapi dalam Perjanjian Baru, Yesus menjadi pusat dari seluruh ibadah dan penyembahan. 1 Korintus 3:16-17 menyatakan bahwa setiap orang percaya adalah bait Allah karena Roh Allah berdiam di dalam mereka. Teolog N.T. Wright dalam Simply Jesus (2011) menekankan bahwa ibadah kepada Allah sekarang dilakukan melalui Yesus, bukan melalui sistem korban di Bait Allah.
Wright mengajarkan bahwa Yesus menggantikan Bait Allah fisik dengan diri-Nya sendiri sebagai pusat ibadah. Orang percaya tidak lagi membutuhkan Bait Allah di Yerusalem, tetapi dapat berjumpa dengan Allah melalui Yesus yang telah bangkit. Ini mengingatkan kita bahwa penyembahan kepada Allah harus berfokus pada Kristus, bukan pada ritual atau tempat fisik.
b. Kebangkitan sebagai Dasar Iman Kristen
Kebangkitan Yesus adalah dasar dari iman Kristen. Dalam 1 Korintus 15:17, Rasul Paulus menyatakan bahwa jika Kristus tidak bangkit, maka sia-sialah iman kita. Kebangkitan membuktikan bahwa Yesus memiliki kuasa atas maut dan dosa, dan memberi kita jaminan akan hidup yang kekal. Teolog John Stott menekankan bahwa kebangkitan adalah bukti dari kemenangan Yesus atas dosa, dan bahwa melalui kebangkitan, Yesus membuka jalan menuju kehidupan baru bagi umat manusia.
Kebangkitan juga mengajarkan bahwa ada pengharapan bagi orang percaya, bahkan di tengah penderitaan dan kematian. Dengan kebangkitan Yesus, kita memiliki jaminan bahwa kematian bukanlah akhir, tetapi pintu menuju kehidupan yang kekal bersama Allah. Ini memberikan keberanian bagi orang percaya untuk hidup dalam iman, karena mereka tahu bahwa kemenangan Kristus juga adalah kemenangan mereka.
Kesimpulan
Dalam Yohanes 2:18-22, Yesus mengungkapkan nubuat pertama tentang kematian dan kebangkitan-Nya melalui pernyataan, "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." Perkataan ini tidak hanya mengacu pada kematian fisik-Nya, tetapi juga menggambarkan bahwa Dia adalah Bait Allah yang baru, tempat di mana manusia dapat berjumpa dengan Allah. Tindakan dan perkataan Yesus menunjukkan bahwa Dia datang untuk menggantikan Bait Allah fisik dengan diri-Nya sendiri sebagai pusat ibadah yang baru.
Pandangan dari para teolog seperti Leon Morris, F.F. Bruce, John Stott, dan D.A. Carson membantu kita memahami bahwa Yesus tidak hanya datang untuk melakukan mukjizat, tetapi juga untuk membawa pesan yang mendalam tentang hubungan antara Allah dan manusia. Kebangkitan Yesus membuktikan otoritas ilahi-Nya dan memberikan pengharapan bagi semua orang percaya.
Bagi orang percaya masa kini, nubuat Yesus ini mengingatkan bahwa kebangkitan adalah dasar iman kita dan bahwa Yesus adalah pusat dari seluruh ibadah kita. Kita dipanggil untuk hidup dalam pengharapan akan kebangkitan dan untuk berfokus pada Kristus sebagai satu-satunya perantara kita dengan Allah. Sebagai orang percaya, kita harus menghormati dan menyembah Yesus sebagai Bait Allah yang sejati, tempat di mana kita menemukan persekutuan yang kekal dengan Tuhan.