1 Korintus 1:18-25 - Kebijaksanaan Manusia dan Pemberitaan Salib: Hikmat Allah vs. Kebijaksanaan Duniawi

1 Korintus 1:18-25 - Kebijaksanaan Manusia dan Pemberitaan Salib: Hikmat Allah vs. Kebijaksanaan Duniawi
Pendahuluan:

Dalam 1 Korintus 1:18-25, Rasul Paulus menyatakan bahwa kebijaksanaan manusia dan pemberitaan salib merupakan dua hal yang saling bertentangan. Paulus menulis kepada jemaat di Korintus untuk menekankan bahwa kebijaksanaan duniawi tidak dapat memahami kebenaran Injil, terutama kebenaran tentang salib Kristus. Salib, yang dianggap bodoh oleh dunia, justru adalah kekuatan dan hikmat Allah bagi mereka yang percaya. Melalui bagian ini, Paulus menantang konsep kebijaksanaan manusia dan mengajak jemaat untuk menerima kebijaksanaan Allah yang nampaknya “kebodohan” bagi dunia, namun sebenarnya menyimpan kebenaran yang mendalam dan kekuatan untuk menyelamatkan.

Artikel ini akan mendalami 1 Korintus 1:18-25 dengan mengacu pada pandangan beberapa pakar teologi, serta membahas bagaimana konsep kebijaksanaan manusia dan pemberitaan salib saling bertolak belakang. Kita akan mengeksplorasi perbedaan mendasar antara kebijaksanaan manusia dan kebijaksanaan Allah, dan bagaimana pesan ini memiliki relevansi bagi kehidupan orang percaya masa kini.

Teks 1 Korintus 1:18-25

1 Korintus 1:18-25 (TB):
"Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan, pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. Karena ada tertulis: 'Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.' Di manakah orang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pemikir-pemikir dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan? Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan untuk menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil. Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya daripada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat daripada manusia."

1. Kebodohan bagi yang Binasa dan Kekuatan bagi yang Diselamatkan (1 Korintus 1:18)

Paulus membuka ayat 18 dengan menyatakan bahwa pemberitaan tentang salib adalah “kebodohan” bagi mereka yang binasa, tetapi merupakan “kekuatan Allah” bagi mereka yang diselamatkan. Dua respons ini menunjukkan kontras yang tajam antara cara dunia memandang salib dan cara Allah memahaminya. Paulus menekankan bahwa meskipun pemberitaan salib tampak bodoh bagi dunia, di dalamnya tersembunyi kekuatan Allah yang sejati.

a. Pemberitaan Salib sebagai Kebodohan

Dalam pandangan dunia, ide tentang seorang Mesias yang mati di kayu salib adalah tidak masuk akal dan bahkan memalukan. D.A. Carson dalam The Cross and Christian Ministry (1993) menjelaskan bahwa salib adalah simbol penghinaan di kalangan masyarakat Romawi dan Yahudi pada saat itu. Bagi mereka, salib bukanlah sesuatu yang luhur, tetapi sebuah alat hukuman bagi penjahat. Oleh karena itu, ide bahwa penyelamatan datang melalui kematian seorang Mesias di kayu salib dianggap sebagai “kebodohan” oleh orang-orang yang mengandalkan kebijaksanaan dunia.

Carson juga menekankan bahwa salib menunjukkan paradoks dalam kebijaksanaan Allah, di mana Allah menggunakan apa yang dianggap hina dan rendah oleh dunia untuk mengungkapkan kekuatan-Nya. Ini mengingatkan orang percaya bahwa cara Allah bekerja sering kali berbeda dari cara pandang manusia.

b. Salib sebagai Kekuatan Allah bagi Orang Percaya

Namun, bagi mereka yang diselamatkan, salib adalah kekuatan Allah. John Stott dalam The Cross of Christ (1986) menekankan bahwa salib adalah pusat dari keselamatan dan kekuatan Allah yang melepaskan manusia dari dosa. Stott menjelaskan bahwa melalui kematian Yesus di kayu salib, kekuatan Allah dinyatakan dalam pengampunan dosa dan pemberian hidup yang kekal. Apa yang dunia anggap bodoh justru menjadi alat penyelamatan bagi mereka yang percaya.

Stott menambahkan bahwa salib adalah bukti kasih Allah yang agung bagi umat manusia, dan melalui salib, Allah menunjukkan kekuatan-Nya yang membawa kehidupan dan pemulihan.

2. Allah Membinasakan Hikmat Manusia (1 Korintus 1:19-20)

Paulus kemudian mengutip Yesaya 29:14: “Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.” Di sini, Paulus mengkritik kebijaksanaan manusia yang berusaha memahami Allah melalui kemampuan rasional semata. Kebijaksanaan dunia, menurut Paulus, tidak dapat mengungkapkan kebenaran tentang Allah.

a. Kebijaksanaan Dunia yang Menolak Allah

Dalam 1 Korintus 1:20, Paulus menyatakan bahwa Allah telah membuat kebijaksanaan dunia ini menjadi kebodohan. F.F. Bruce dalam 1 and 2 Corinthians (1971) menjelaskan bahwa kebijaksanaan duniawi yang menolak kebenaran Allah tidak dapat membawa manusia kepada pengetahuan sejati tentang Tuhan. Menurut Bruce, kebijaksanaan dunia sering kali menolak konsep kehadiran Allah dalam kehidupan manusia, dan akibatnya, manusia tersesat dalam pemikiran yang mengagungkan dirinya sendiri.

Bruce juga menekankan bahwa dunia dalam kebijaksanaannya yang “pintar” justru gagal untuk mengenali Allah, dan dengan demikian kebijaksanaan manusia tidak berguna dalam memperoleh kebenaran yang sejati. Hal ini menunjukkan bahwa hikmat sejati bukanlah hasil dari upaya intelektual manusia, tetapi pemberian dari Allah.

b. Kritik terhadap Kebijaksanaan Zaman Ini

Paulus menantang “orang berhikmat,” “ahli Taurat,” dan “pemikir-pemikir dunia ini” untuk menunjukkan kekuatan kebijaksanaan mereka dalam membawa manusia kepada Allah. Teolog R.C. Sproul dalam Knowing Scripture (1977) menjelaskan bahwa kritik Paulus terhadap kebijaksanaan zaman itu adalah kritik terhadap kebijaksanaan yang mengabaikan atau menyangkal kebenaran Allah. Sproul menekankan bahwa kebijaksanaan yang tidak didasarkan pada pengenalan akan Allah adalah kebijaksanaan yang kosong.

Sproul juga mengingatkan bahwa orang percaya harus berhati-hati agar tidak tertarik oleh kebijaksanaan dunia yang tampaknya logis tetapi sebenarnya jauh dari kebenaran Allah. Hikmat sejati datang dari Tuhan, dan itu berbeda dari hikmat yang diakui oleh dunia.

3. Pemberitaan Salib sebagai “Kebodohan” bagi Dunia (1 Korintus 1:21-23)

Paulus melanjutkan dengan menjelaskan bahwa Allah memilih untuk menyelamatkan mereka yang percaya melalui “kebodohan pemberitaan Injil.” Orang-orang Yahudi dan Yunani memiliki ekspektasi yang berbeda terhadap tanda dan hikmat, tetapi Allah memilih salib sebagai jalan keselamatan yang dianggap bodoh oleh keduanya.

a. Orang Yahudi Mencari Tanda, Orang Yunani Mencari Hikmat

Orang Yahudi menghendaki tanda, sementara orang Yunani mencari hikmat (1 Korintus 1:22). William Barclay dalam The Letters to the Corinthians (1975) menjelaskan bahwa orang Yahudi menginginkan tanda-tanda mukjizat sebagai bukti kehadiran dan kuasa Allah, sedangkan orang Yunani menghargai kebijaksanaan yang logis dan rasional. Namun, bagi keduanya, pemberitaan tentang Kristus yang disalibkan tidak memenuhi ekspektasi mereka.

Barclay juga mencatat bahwa pemberitaan salib tidak sesuai dengan konsep Mesias orang Yahudi atau pemikiran filosofis orang Yunani. Salib dianggap sebagai batu sandungan bagi orang Yahudi dan kebodohan bagi orang Yunani, karena mereka tidak dapat memahami bagaimana kematian seorang Mesias yang hina bisa menjadi jalan keselamatan.

b. Salib sebagai Kebodohan yang Menyelamatkan

Paulus menyatakan bahwa “Allah berkenan untuk menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil” (1 Korintus 1:21). D.A. Carson menekankan bahwa dalam kebijaksanaan Allah, Dia memilih cara yang sederhana dan rendah hati untuk menyelamatkan manusia. Menurut Carson, salib adalah jalan yang dianggap “bodoh” oleh dunia, tetapi justru inilah jalan yang membawa kehidupan bagi mereka yang percaya.

Carson menjelaskan bahwa salib adalah sebuah paradoks dalam kebijaksanaan Allah, di mana hal yang dianggap lemah dan rendah menjadi alat untuk menyelamatkan manusia. Allah, dalam hikmat-Nya, menolak ekspektasi manusia dan memperkenalkan jalan keselamatan melalui pengorbanan yang tampaknya bodoh namun penuh dengan kuasa ilahi.

4. Kristus sebagai Kekuatan dan Hikmat Allah (1 Korintus 1:24-25)

Paulus menutup bagian ini dengan menyatakan bahwa Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah bagi mereka yang percaya. Salib Kristus adalah pernyataan dari kekuatan dan kebijaksanaan Allah yang sejati, yang tidak dapat dipahami oleh kebijaksanaan manusia.

a. Kristus sebagai Hikmat dan Kekuatan yang Berlawanan dengan Dunia

Dalam 1 Korintus 1:24, Paulus menyatakan bahwa bagi mereka yang percaya, Kristus adalah kekuatan dan hikmat Allah. John MacArthur dalam 1 Corinthians (1984) menjelaskan bahwa Kristus, melalui salib-Nya, menunjukkan kekuatan yang luar biasa dalam mengalahkan dosa dan memberikan hidup yang kekal. MacArthur menekankan bahwa hikmat dan kekuatan Kristus berada di luar pemahaman manusia, dan hanya melalui iman kita dapat mengerti kebenaran salib.

MacArthur juga menekankan bahwa hikmat Allah dalam Kristus tidak terbatas pada logika manusia, tetapi melampaui batas pemikiran dunia. Allah bekerja dengan cara yang berbeda dari ekspektasi manusia, dan hikmat Allah sering kali bertolak belakang dengan kebijaksanaan dunia.

b. Kelemahan Allah Lebih Kuat dari Manusia

Paulus menyatakan bahwa apa yang dianggap bodoh dan lemah dari Allah lebih besar dari hikmat dan kekuatan manusia. R.C. Sproul dalam The Holiness of God menekankan bahwa pernyataan ini menunjukkan paradoks dalam kebijaksanaan ilahi, di mana bahkan dalam kelemahan, Allah menunjukkan kekuatan yang melebihi kekuatan manusia. Menurut Sproul, apa yang dianggap sebagai kelemahan dalam kebijaksanaan Allah justru menjadi kekuatan yang memulihkan dan menyelamatkan.

Sproul mengingatkan bahwa iman Kristen bukanlah soal mengikuti logika manusia tetapi soal mempercayai kebenaran ilahi yang melampaui akal budi kita. Iman kepada Kristus mengajarkan kita untuk menempatkan hikmat Allah di atas pemikiran kita sendiri.

5. Aplikasi Praktis bagi Orang Percaya Masa Kini

Pemberitaan salib dan kebijaksanaan Allah dalam Kristus memiliki implikasi yang mendalam bagi kehidupan orang percaya. Kita dipanggil untuk hidup dalam iman yang tidak berdasarkan kebijaksanaan manusia tetapi pada kekuatan dan hikmat Allah.

a. Mengandalkan Hikmat Allah daripada Kebijaksanaan Dunia

Orang percaya dipanggil untuk mengandalkan hikmat Allah, bukan kebijaksanaan dunia. Dalam Yakobus 1:5, kita diajarkan untuk memohon hikmat kepada Allah yang akan memberikan hikmat dengan murah hati. John Stott mengingatkan bahwa hikmat Allah adalah panduan yang benar bagi hidup kita, sedangkan kebijaksanaan dunia sering kali berfokus pada hal-hal yang fana dan egois.

Stott juga menambahkan bahwa iman Kristen mengajarkan kita untuk mencari kebenaran ilahi dalam semua aspek kehidupan kita, bukan hanya melalui pemahaman manusiawi tetapi juga melalui bimbingan Roh Kudus.

b. Menghidupi Pesan Salib dalam Kehidupan Sehari-hari

Salib mengajarkan kita tentang kerendahan hati, pengorbanan, dan kasih tanpa pamrih. Teolog William Barclay menyatakan bahwa kehidupan Kristen harus mencerminkan semangat salib, yaitu semangat untuk mengasihi dan melayani tanpa pamrih. Orang percaya dipanggil untuk hidup dengan rendah hati, mengutamakan orang lain, dan menunjukkan kasih yang sejati sebagai cerminan dari kasih Kristus di kayu salib.

c. Menghadapi Tantangan Iman dengan Hikmat Ilahi

Paulus mengingatkan bahwa kebijaksanaan manusia sering kali menolak kebenaran Allah. Sebagai orang percaya, kita akan menghadapi banyak tantangan dalam memegang iman yang dianggap bodoh oleh dunia. R.C. Sproul menekankan bahwa iman kepada Kristus adalah panggilan untuk menerima kebijaksanaan Allah yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai dunia. Kita dipanggil untuk tetap teguh dalam kebenaran dan hikmat Allah, meskipun dunia mungkin menolak atau meremehkan iman kita.

Kesimpulan

1 Korintus 1:18-25 mengajarkan bahwa pemberitaan salib dan kebijaksanaan dunia adalah dua hal yang saling bertentangan. Rasul Paulus menunjukkan bahwa meskipun salib Kristus dianggap sebagai kebodohan oleh dunia, di dalamnya tersembunyi kekuatan dan hikmat Allah yang sejati. Melalui pandangan para teolog seperti D.A. Carson, John Stott, R.C. Sproul, dan John MacArthur, kita melihat bahwa iman Kristen bukanlah soal logika manusia tetapi pengakuan akan kebijaksanaan Allah yang melampaui pemahaman manusia.

Baca Juga: 1 Korintus 1:14-17: Pandangan Paulus tentang Baptisan Air dan Pentingnya Injil dalam Kehidupan Kristen

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menempatkan kebijaksanaan Allah di atas kebijaksanaan dunia, menghidupi semangat salib dalam kehidupan sehari-hari, dan menghadapi tantangan iman dengan keteguhan hati. Melalui salib, kita melihat kasih dan kuasa Allah yang luar biasa, yang membawa kita kepada keselamatan dan hidup yang kekal.

Next Post Previous Post