Cinta dalam Pernikahan Kristen: Fondasi, Makna, dan Aplikasinya
Pendahuluan:
Pernikahan adalah salah satu institusi tertua yang diciptakan oleh Allah, sebagaimana tertulis dalam Kejadian 2:24:"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging."
Dalam pernikahan Kristen, cinta adalah fondasi utama yang tidak hanya berfungsi sebagai perasaan atau emosi, tetapi juga panggilan untuk mencerminkan kasih Allah kepada manusia. Artikel ini akan membahas pengertian cinta dalam pernikahan Kristen berdasarkan pandangan Alkitab, wawasan teologis dari beberapa pakar, serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian Cinta dalam Alkitab
Cinta (kasih) dalam Alkitab sering kali digambarkan melalui kata Yunani agape, yang merujuk pada kasih yang tidak mementingkan diri sendiri, sabar, dan penuh pengorbanan. Kasih semacam ini adalah inti dari hubungan pernikahan Kristen, sebagaimana dinyatakan dalam Efesus 5:25:
"Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya."
1. Kasih sebagai Panggilan Ilahi
Cinta dalam pernikahan Kristen bukan hanya perasaan romantis, tetapi panggilan untuk mencerminkan kasih Allah. Teolog John Stott menekankan bahwa cinta Kristen adalah tindakan yang didasarkan pada kehendak, bukan sekadar emosi. Dalam pernikahan, ini berarti memilih untuk mengasihi pasangan meskipun menghadapi tantangan.
2. Kasih sebagai Pengikat yang Sempurna
Kolose 3:14 menegaskan:
"Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan."
Menurut teolog R. C. Sproul, kasih adalah inti yang mempersatukan dua individu menjadi satu daging dalam pernikahan. Kasih ini harus diwujudkan melalui kesetiaan, pengorbanan, dan komitmen terhadap pasangan.
Fondasi Cinta dalam Pernikahan Kristen
1. Cinta yang Berpusat pada Allah
Cinta dalam pernikahan Kristen harus bermula dari kasih kepada Allah. Yesus berkata dalam Matius 22:37-39 bahwa perintah terbesar adalah mengasihi Allah, diikuti dengan mengasihi sesama.
Menurut teolog Dietrich Bonhoeffer, cinta kepada Allah adalah dasar dari cinta yang sejati dalam pernikahan. Ketika pasangan mengutamakan hubungan mereka dengan Allah, cinta kepada pasangan menjadi ekspresi dari kasih ilahi yang melimpah.
2. Cinta yang Mencerminkan Kasih Kristus
Efesus 5:25-27 menggambarkan kasih Kristus sebagai model untuk cinta dalam pernikahan:
"Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya..."
Kasih Kristus adalah kasih yang penuh pengorbanan, tanpa syarat, dan bertujuan untuk menyucikan dan memberkati jemaat. Dalam pernikahan Kristen, pasangan dipanggil untuk mencerminkan kasih ini melalui pelayanan, kesabaran, dan pengampunan.
3. Cinta yang Berdasarkan Komitmen
Cinta dalam pernikahan Kristen melampaui perasaan dan didasarkan pada komitmen yang dinyatakan di hadapan Allah. Dalam Maleakhi 2:14, pernikahan disebut sebagai "perjanjian dengan pasanganmu." Teolog Tim Keller dalam The Meaning of Marriage menekankan bahwa komitmen adalah inti dari cinta sejati. Cinta yang didasarkan pada komitmen tidak tergantung pada keadaan atau emosi, tetapi pada keputusan untuk tetap setia.
Cinta dalam Praktik Pernikahan Kristen
1. Cinta yang Sabar dan Murah Hati
1 Korintus 13:4-7 memberikan gambaran cinta sejati:
"Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri."
Pasangan Kristen dipanggil untuk menunjukkan kesabaran dalam menghadapi kekurangan satu sama lain dan murah hati dalam memberi waktu, perhatian, serta dukungan.
2. Cinta yang Mengampuni
Kolose 3:13 menasihati:
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain."
Pengampunan adalah elemen penting dalam pernikahan Kristen. Dalam bukunya Sacred Marriage, Gary Thomas menekankan bahwa pernikahan adalah tempat di mana pasangan belajar mengampuni seperti Allah mengampuni.
3. Cinta yang Mengutamakan Pasangan
Filipi 2:3-4 menyatakan:
"Janganlah kamu mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri."
Dalam pernikahan, ini berarti meletakkan kebutuhan pasangan di atas kepentingan pribadi. Cinta yang sejati mengutamakan kebahagiaan dan pertumbuhan pasangan, bahkan ketika itu membutuhkan pengorbanan.
Tantangan Cinta dalam Pernikahan
1. Dosa dan Keegoisan
Kejatuhan manusia dalam dosa telah merusak kemampuan manusia untuk mengasihi dengan sempurna. Dalam pernikahan, dosa dapat memanifestasikan diri dalam bentuk keegoisan, kemarahan, atau kurangnya pengampunan.
Menurut teolog C. S. Lewis dalam Mere Christianity, cinta sejati membutuhkan kasih karunia Allah untuk melawan kecenderungan manusia yang egois. Melalui doa dan transformasi oleh Roh Kudus, pasangan dapat mengatasi dosa dan belajar mengasihi dengan lebih baik.
2. Perbedaan dan Konflik
Setiap pasangan memiliki perbedaan latar belakang, kepribadian, dan harapan yang dapat menyebabkan konflik. Namun, konflik dalam pernikahan dapat menjadi kesempatan untuk pertumbuhan ketika dihadapi dengan cinta dan kerendahan hati.
Efesus 4:2-3 mengingatkan:
"Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera."
Cinta sebagai Kesaksian dalam Pernikahan
Cinta dalam pernikahan Kristen tidak hanya membawa kebahagiaan kepada pasangan, tetapi juga menjadi kesaksian bagi dunia tentang kasih Allah.
1. Pernikahan sebagai Cerminan Injil
Efesus 5:31-32 menyatakan bahwa pernikahan adalah gambaran hubungan antara Kristus dan jemaat. Ketika pasangan Kristen saling mengasihi dengan kasih Kristus, mereka memancarkan pesan Injil kepada dunia.
2. Kesaksian bagi Generasi Berikutnya
Pernikahan yang penuh kasih memberikan teladan bagi anak-anak tentang bagaimana kasih sejati dinyatakan dalam tindakan. Pernikahan Kristen yang kokoh menjadi fondasi bagi keluarga yang sehat dan komunitas yang kuat.
Pandangan Pakar Teologi tentang Cinta dalam Pernikahan
Dietrich Bonhoeffer dalam Letters and Papers from Prison menulis bahwa cinta dalam pernikahan adalah panggilan untuk saling melayani. Menurut Bonhoeffer, cinta sejati adalah tentang memberikan diri kepada pasangan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah.
Tim Keller, dalam The Meaning of Marriage, menyoroti bahwa cinta pernikahan Kristen adalah kombinasi antara keintiman emosional, komitmen yang tak tergoyahkan, dan kasih karunia yang saling menguatkan.
Gary Chapman, dalam The Five Love Languages, menjelaskan bahwa pasangan perlu memahami cara pasangan mereka menerima dan mengekspresikan cinta. Kasih yang efektif dalam pernikahan melibatkan upaya untuk mengasihi pasangan dengan cara yang bermakna bagi mereka.
Kesimpulan
Cinta dalam pernikahan Kristen adalah panggilan yang melibatkan seluruh hidup: hati, pikiran, dan tindakan. Ini bukan hanya tentang perasaan romantis, tetapi juga tentang pengorbanan, komitmen, dan pelayanan. Dengan fondasi yang berpusat pada Allah, cinta dalam pernikahan mencerminkan kasih Kristus kepada jemaat dan menjadi kesaksian bagi dunia.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk terus bertumbuh dalam kasih, belajar dari teladan Yesus, dan menjalani pernikahan yang memuliakan Allah. Semoga pernikahan Kristen menjadi tempat di mana kasih Allah dinyatakan dengan nyata, membawa berkat kepada pasangan, keluarga, dan komunitas.
Doa: Tuhan, kami bersyukur atas kasih-Mu yang sempurna. Tolong kami untuk mengasihi pasangan kami dengan kesabaran, pengorbanan, dan pengampunan. Jadikan pernikahan kami sebagai cerminan kasih Kristus, sehingga hidup kami memuliakan-Mu.