10 Tulah dalam Alkitab
Pengantar:
Peristiwa sepuluh tulah di Mesir adalah salah satu kisah paling dramatis dalam Alkitab. Tercatat dalam Keluaran 7–12, tulah-tulah ini merupakan manifestasi kuasa Allah yang besar untuk membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir. Kisah ini sering dianggap sebagai puncak konfrontasi antara Allah Israel, satu-satunya Allah yang benar, dan para dewa Mesir. Dalam teologi Reformed, peristiwa ini sarat dengan makna teologis yang mencakup kedaulatan Allah, pembebasan umat-Nya, dan penghukuman atas dosa. Artikel ini akan membahas pandangan beberapa pakar teologi Reformed mengenai makna, tujuan, dan implikasi dari sepuluh tulah dalam narasi penebusan Allah.
1. Latar Belakang Sejarah dan Teologi
Kisah sepuluh tulah terjadi dalam konteks perbudakan Israel di Mesir. Allah telah berjanji kepada Abraham bahwa keturunannya akan menjadi bangsa besar (Kejadian 12:1-3), tetapi sebelum janji itu tergenapi, mereka hidup sebagai budak selama lebih dari 400 tahun. Dalam teologi Reformed, sejarah Israel di Mesir dipandang sebagai bagian dari rencana Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada dunia melalui tindakan pembebasan.
John Calvin dalam komentarnya tentang Keluaran mencatat bahwa sepuluh tulah bukan sekadar demonstrasi kuasa Allah, tetapi juga tindakan kasih setia-Nya untuk menepati janji-Nya kepada Abraham, Ishak, dan Yakub. Calvin menegaskan bahwa tulah-tulah ini menunjukkan keunikan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang benar, yang tidak dapat dibandingkan dengan dewa-dewa Mesir.
2. Kedaulatan Allah dalam Sepuluh Tulah
Teologi Reformed sangat menekankan kedaulatan Allah, dan peristiwa sepuluh tulah adalah salah satu bukti nyata bahwa Allah memegang kendali atas seluruh ciptaan. Dalam Keluaran 9:16, Allah menyatakan kepada Firaun melalui Musa: "Tetapi sebab inilah Aku membiarkan engkau hidup, yakni supaya Aku memperlihatkan kepadamu kekuatan-Ku, dan supaya nama-Ku dimasyhurkan di seluruh bumi."
R. C. Sproul, dalam buku The Holiness of God, menjelaskan bahwa Allah menggunakan tulah-tulah untuk menunjukkan bahwa Dia memiliki kuasa mutlak atas alam, manusia, dan bahkan hati Firaun. Tulah-tulah ini tidak terjadi secara kebetulan, tetapi dirancang dengan maksud tertentu, yaitu untuk menghancurkan sistem penyembahan berhala Mesir dan menyatakan bahwa Allah adalah Raja atas segala sesuatu.
3. Sepuluh Tulah dan Penghukuman atas Dewa-Dewa Mesir
Setiap tulah dalam Keluaran secara langsung menyerang dewa-dewa Mesir dan memperlihatkan ketidakberdayaan mereka di hadapan Allah Israel. Berikut adalah gambaran singkat dari masing-masing tulah dan kaitannya dengan kepercayaan Mesir kuno:
Air menjadi darah (Keluaran 7:14-24)
Tulah pertama ini menyerang Sungai Nil, yang dianggap sebagai sumber kehidupan dan disembah sebagai dewa Hapi. Allah menunjukkan bahwa Ia memiliki kuasa atas kehidupan dan kematian.Katak (Keluaran 8:1-15)
Katak dianggap suci dalam agama Mesir, terutama terkait dengan dewi kesuburan Heqet. Tulah ini mengejek kekuatan Heqet dengan menciptakan bencana dari hewan yang dianggap suci.Nyamuk (Keluaran 8:16-19)
Tulah ini mungkin berkaitan dengan Geb, dewa bumi. Nyamuk berasal dari debu tanah, menunjukkan bahwa bahkan bumi berada di bawah kendali Allah.Lalat pikat (Keluaran 8:20-32)
Tulah ini menunjukkan ketidakberdayaan dewa-dewa pelindung Mesir dalam melawan kehendak Allah.Penyakit ternak (Keluaran 9:1-7)
Ternak dianggap penting dalam kehidupan religius dan ekonomi Mesir. Penyakit yang menyerang ternak menunjukkan kekuasaan Allah atas kekayaan dan perlindungan.Barah (Keluaran 9:8-12)
Barah yang menyebabkan borok menyerang tubuh manusia dan hewan, menghina para dewa penyembuh Mesir seperti Thoth dan Imhotep.Hujan es (Keluaran 9:13-35)
Hujan es yang bercampur api merupakan serangan terhadap dewa-dewa langit seperti Nut dan Set, menunjukkan bahwa Allah memiliki kendali atas cuaca.Belalang (Keluaran 10:1-20)
Serangan belalang menghancurkan sisa panen Mesir, menegaskan bahwa Allah adalah pemilik bumi dan sumber penghidupan.Kegelapan (Keluaran 10:21-29)
Kegelapan menyerang Ra, dewa matahari yang dianggap sebagai dewa tertinggi Mesir. Allah menunjukkan bahwa terang dan gelap berada di bawah kendali-Nya.Kematian anak sulung (Keluaran 11:1–12:30)
Tulah terakhir ini adalah puncak penghukuman Allah atas Mesir. Allah menunjukkan kuasa-Nya atas kehidupan dan kematian, menghukum Firaun yang dianggap sebagai dewa hidup.
Douglas Stuart, dalam komentarnya tentang Keluaran, menyoroti bahwa setiap tulah mengandung pesan teologis yang dalam: Allah Israel adalah satu-satunya Tuhan yang benar, dan semua dewa lain tidak berdaya di hadapan-Nya.
4. Respons Firaun dan Kekerasan Hati
Salah satu tema utama dalam kisah ini adalah respons Firaun terhadap tulah-tulah tersebut. Meskipun ia menyaksikan kuasa Allah, hatinya tetap keras dan menolak untuk membebaskan bangsa Israel. Dalam teologi Reformed, kekerasan hati Firaun sering dijelaskan sebagai contoh dari kedaulatan Allah dalam memilih dan menolak.
John Calvin mengajarkan bahwa hati Firaun menjadi keras bukan hanya karena pilihannya sendiri, tetapi juga karena kehendak Allah yang bekerja dalam penghakiman. Ini sesuai dengan Keluaran 9:12, di mana dikatakan bahwa “TUHAN mengeraskan hati Firaun.” Calvin menekankan bahwa tindakan ini tidak membuat Allah bertanggung jawab atas dosa Firaun, tetapi menunjukkan bahwa Allah memegang kendali penuh bahkan atas musuh-musuh-Nya.
5. Sepuluh Tulah dan Tipologi Penebusan
Dalam perspektif Reformed, kisah sepuluh tulah sering dipahami sebagai tipologi penebusan yang digenapi dalam Kristus. Peristiwa ini melambangkan pembebasan umat Allah dari perbudakan dosa menuju kehidupan yang baru.
Baca Juga: Allah Memilih Yusuf
Timothy Keller, seorang pendeta Reformed, menjelaskan bahwa seperti bangsa Israel yang diselamatkan melalui darah anak domba Paskah (Keluaran 12), orang percaya saat ini juga diselamatkan melalui darah Kristus, Anak Domba Allah. Tulah terakhir, yaitu kematian anak sulung, menunjuk pada karya penebusan Yesus, Anak Allah yang tunggal, yang mati menggantikan umat-Nya.
6. Implikasi Sepuluh Tulah bagi Orang Percaya
Sepuluh tulah mengajarkan beberapa prinsip penting bagi kehidupan Kristen:
Pengakuan akan kedaulatan Allah
Orang percaya diingatkan bahwa Allah adalah Raja yang memerintah atas seluruh ciptaan. Tidak ada kekuatan, baik manusia maupun rohani, yang dapat melawan kehendak-Nya.Penghiburan dalam penindasan
Sepuluh tulah menunjukkan bahwa Allah mendengar seruan umat-Nya yang tertindas dan bertindak untuk menyelamatkan mereka. Ini memberikan penghiburan bagi orang percaya yang menghadapi penderitaan.Panggilan untuk hidup kudus
Peristiwa ini mengingatkan orang percaya bahwa mereka telah dibebaskan dari perbudakan dosa untuk hidup bagi Allah. Dalam 1 Korintus 5:7, Paulus menulis bahwa Kristus adalah Anak Domba Paskah kita, sehingga kita harus hidup dalam kekudusan.Kepastian kemenangan Allah
Kisah sepuluh tulah menegaskan bahwa pada akhirnya, Allah akan mengalahkan semua musuh-Nya dan menyatakan kemenangan-Nya secara penuh.
Kesimpulan
Sepuluh tulah bukan hanya kisah sejarah, tetapi juga wahyu teologis yang memperlihatkan siapa Allah itu: Allah yang kudus, berkuasa, dan setia kepada umat-Nya. Dalam teologi Reformed, peristiwa ini menjadi pengingat akan kedaulatan Allah atas segala sesuatu dan panggilan untuk hidup dalam penyembahan yang sejati.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk merenungkan kuasa Allah yang dinyatakan melalui tulah-tulah ini dan merespons dengan iman, ketaatan, dan syukur atas karya-Nya yang membebaskan kita dari perbudakan dosa menuju kehidupan dalam Kristus. Seperti yang diungkapkan oleh John Piper, "Allah paling dimuliakan ketika umat-Nya menyadari keagungan dan kedaulatan-Nya." Semoga kisah sepuluh tulah terus menginspirasi kita untuk hidup dalam iman kepada Allah yang hidup.