Yohanes 18:37-38 - Pilatus dan Yesus: Apa Itu Kebenaran?

Pendahuluan
Salah satu percakapan paling mendalam dalam Perjanjian Baru terjadi antara Pontius Pilatus dan Yesus Kristus di Yohanes 18:37-38. Dalam momen ini, Pilatus mengajukan pertanyaan terkenal: “Apa itu kebenaran?”. Pertanyaan ini bukan hanya refleksi dari kebingungan Pilatus, tetapi juga mencerminkan pencarian umat manusia terhadap makna kebenaran sejati.
Berikut adalah teks Yohanes 18:37-38 dalam Alkitab AYT:
Pilatus berkata, “Jadi, Engkau seorang raja?” Yesus menjawab, “Engkaulah yang mengatakan bahwa Aku adalah raja. Untuk inilah Aku lahir, dan untuk inilah Aku datang ke dunia, yaitu untuk bersaksi tentang kebenaran. Setiap orang yang berasal dari kebenaran akan mendengarkan suara-Ku.”
(Yohanes 18:37, AYT)
Pilatus berkata kepada-Nya, “Apakah kebenaran itu?” Dan, setelah berkata demikian, Pilatus keluar lagi menemui orang-orang Yahudi, dan berkata kepada mereka, “Aku tidak menemukan kesalahan apa pun pada-Nya.”
(Yohanes 18:38, AYT)
Dalam artikel ini, kita akan mengupas eksposisi ayat ini dalam perspektif teologi Reformed, dengan merujuk pada pemikiran John Calvin, R.C. Sproul, Martyn Lloyd-Jones, dan Cornelius Van Til.
1. Konteks Yohanes 18:37-38
A. Latar Belakang Percakapan
Setelah Yesus ditangkap, Ia dihadapkan kepada Pontius Pilatus, gubernur Romawi yang memiliki otoritas untuk menghukum mati seseorang. Orang-orang Yahudi menuduh Yesus mengaku sebagai raja, yang dianggap sebagai pemberontakan terhadap Kaisar Roma.
Pilatus, seorang politisi yang skeptis, bertanya kepada Yesus: “Jadi, Engkau seorang raja?” Yesus menjawab dengan menegaskan peran-Nya sebagai raja, tetapi bukan raja duniawi. Ia menyatakan bahwa misi-Nya di dunia adalah untuk bersaksi tentang kebenaran.
Setelah mendengar jawaban Yesus, Pilatus merespons dengan pertanyaan yang terkenal: “Apa itu kebenaran?” Namun, tanpa menunggu jawaban, ia keluar dan menyatakan bahwa ia tidak menemukan kesalahan pada Yesus.
B. Pilatus: Seorang Relativis
Pilatus mewakili sikap dunia terhadap kebenaran. Ia tidak mencari kebenaran mutlak, tetapi lebih tertarik pada politik dan keuntungan pribadi. Dalam perspektif teologi Reformed, sikap ini mencerminkan natur manusia yang telah jatuh dalam dosa, yang menolak kebenaran Allah.
2. Yesus: Raja yang Datang untuk Bersaksi tentang Kebenaran
A. Makna "Aku adalah Raja"
Yesus tidak menyangkal bahwa Ia adalah raja, tetapi Ia menjelaskan bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini (Yohanes 18:36). Ini mengacu pada:
-
Kedaulatan Yesus sebagai Raja atas seluruh ciptaan (Kolose 1:16-17).
-
Kerajaan rohani yang berpusat pada kebenaran Allah.
R.C. Sproul dalam The Holiness of God mengatakan:
“Yesus tidak datang untuk merebut takhta politik, tetapi untuk memerintah hati manusia melalui kebenaran Injil.”
B. "Aku Datang untuk Bersaksi tentang Kebenaran"
Yesus menegaskan bahwa misi-Nya adalah untuk menyatakan kebenaran Allah. Dalam Yohanes 14:6, Yesus berkata:
“Akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menulis:
“Kebenaran sejati hanya ditemukan dalam Allah. Manusia, karena dosa, cenderung menolak kebenaran itu dan hidup dalam kebohongan.”
3. “Apa Itu Kebenaran?” - Skeptisisme Pilatus
Pilatus bertanya, "Apa itu kebenaran?", tetapi ia tidak menunggu jawaban. Ini menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap kebenaran absolut.
A. Relativisme vs. Kebenaran Absolut
Pilatus mewakili pandangan relativis yang percaya bahwa kebenaran adalah subjektif dan bergantung pada perspektif masing-masing orang. Pandangan ini sangat mirip dengan paham postmodernisme zaman sekarang.
Cornelius Van Til, seorang teolog Reformed, mengatakan:
“Dosa telah membuat manusia menolak wahyu Allah dan menciptakan standar kebenarannya sendiri.”
Namun, dalam perspektif Alkitab, kebenaran bukanlah relatif, tetapi bersumber dari Allah.
B. Pilatus Tidak Bisa Menemukan Kesalahan pada Yesus
Setelah bertanya, Pilatus segera keluar dan berkata kepada orang-orang Yahudi: “Aku tidak menemukan kesalahan apa pun pada-Nya.”
Ini adalah ironi besar—Pilatus mengakui bahwa Yesus tidak bersalah, tetapi ia tetap menyerahkan Yesus untuk disalibkan.
Martyn Lloyd-Jones berkomentar:
“Pilatus memiliki kebenaran di hadapannya, tetapi karena tekanan dunia, ia memilih untuk mengabaikannya.”
Pilatus lebih peduli dengan politik dan reputasi daripada mencari kebenaran sejati.
4. Aplikasi Teologis: Mengapa Kebenaran Itu Penting?
Dari Yohanes 18:37-38, ada beberapa aplikasi penting:
A. Yesus Adalah Sumber Kebenaran
Sebagai orang percaya, kita harus memahami bahwa kebenaran sejati hanya ditemukan dalam Kristus. Kebenaran bukan sekadar konsep filosofis, tetapi pribadi Yesus sendiri.
B. Dunia Akan Selalu Skeptis terhadap Kebenaran
Pilatus mewakili dunia yang selalu bertanya “Apa itu kebenaran?” tetapi tidak mau menerimanya. Paulus berkata:
“Orang yang tidak rohani tidak menerima hal-hal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah kebodohan.” (1 Korintus 2:14, AYT)
Sebagai orang percaya, kita harus berpegang teguh pada kebenaran Firman Tuhan, meskipun dunia menolaknya.
C. Kebenaran Membawa Keputusan
Pilatus harus membuat keputusan tentang Yesus, tetapi ia menolak untuk mengambil sikap yang benar. Ini adalah peringatan bagi kita—apakah kita menerima atau menolak kebenaran Kristus?.
John Calvin berkata:
“Kebenaran Injil bukan untuk diperdebatkan, tetapi untuk diterima dengan iman.”
Kesimpulan
Yohanes 18:37-38 mengajarkan kita bahwa:
-
Yesus adalah Raja yang datang untuk menyatakan kebenaran Allah.
-
Pilatus mewakili dunia yang skeptis dan menolak kebenaran absolut.
-
Kebenaran bukanlah relatif, tetapi berakar pada pribadi Kristus.
-
Dunia akan selalu mempertanyakan kebenaran, tetapi hanya mereka yang berasal dari Allah yang akan mendengarkan suara-Nya.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk:
-
Berpegang teguh pada kebenaran Firman Tuhan.
-
Tidak takut menyatakan kebenaran di tengah dunia yang menolaknya.
-
Mengakui Yesus sebagai Raja dan hidup sesuai dengan kebenaran-Nya.
Pilatus bertanya, "Apa itu kebenaran?", tetapi ia tidak menunggu jawaban. Bagaimana dengan kita? Apakah kita akan menerima kebenaran Kristus atau mengabaikannya seperti Pilatus?
Soli Deo Gloria!