Di Bawah Penatua dan Pengatur: Galatia 4:2

“Tetapi ia berada di bawah perwalian dan pengawasan sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya.”
(Galatia 4:2, LAI-TB)
Pendahuluan
Surat Paulus kepada jemaat di Galatia adalah salah satu surat yang paling tajam dalam mempertahankan Injil anugerah terhadap pengaruh legalisme. Dalam Galatia 4:2, Paulus sedang menggunakan sebuah ilustrasi untuk menggambarkan posisi umat Allah sebelum dan sesudah datangnya Kristus. Ayat ini tampak sederhana, namun kaya akan pengertian teologis yang sangat penting — khususnya dalam memahami hukum, anugerah, dan kedewasaan rohani dalam terang Kristus.
Dalam tradisi Reformed, ayat ini telah lama menjadi bagian penting dalam menjelaskan relasi antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, serta bagaimana posisi orang percaya diubahkan secara radikal oleh kedatangan Kristus. Artikel ini akan membahas Galatia 4:2 dengan eksposisi mendalam berdasarkan pandangan para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Ridderbos, Geerhardus Vos, dan Sinclair Ferguson.
I. Konteks Historis dan Teologis Galatia 4:2
1. Konteks Suratan
Pasal 4 dimulai dengan ilustrasi seorang anak yang secara hukum adalah ahli waris, namun selama ia masih kecil, posisinya tidak berbeda dengan seorang hamba karena ia berada di bawah pengawasan para wali. Paulus memakai ilustrasi ini untuk menggambarkan kondisi rohani umat Allah sebelum kedatangan Kristus — mereka berada di bawah "penatua dan pengatur", yakni hukum Taurat.
2. Konteks Teologis
Paulus sedang menunjukkan bahwa sebelum Kristus, umat Allah hidup dalam masa pengasuhan rohani. Mereka belum menikmati kebebasan penuh sebagai anak Allah yang dewasa. Galatia 4:2 adalah bagian penting dari argumentasi besar Paulus tentang transisi dari perbudakan kepada kebebasan dalam Kristus.
II. Eksposisi Galatia 4:2
“Tetapi ia berada di bawah perwalian dan pengawasan sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya.”
1. “Ia berada di bawah perwalian dan pengawasan...”
Frasa ini menggambarkan peran hukum Taurat sebagai penjaga. Dalam dunia Yunani-Romawi, anak-anak bangsawan sering dititipkan pada “penjaga rumah tangga” (epitropos) dan pengatur keuangan (oikonomos), yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pengelolaan aset anak hingga dewasa.
John Calvin menjelaskan bahwa "penjaga" ini mewakili hukum, yang tidak memberikan warisan rohani, tetapi hanya menjaga dan menuntun umat kepada Kristus:
“Hukum adalah wali yang keras, tetapi diperlukan untuk menahan manusia dalam batas sampai anugerah datang.” – John Calvin, Commentary on Galatians
Dalam pandangan Calvin, hukum tidak menyelamatkan, tetapi berfungsi sebagai “pendidik” (paidagogos, lihat Gal. 3:24), yang mempersiapkan umat Allah untuk menerima Kristus.
Geerhardus Vos menyebut periode di bawah hukum ini sebagai anakronisme spiritual — yakni masa kanak-kanak rohani di mana umat Allah hidup dalam simbol, bayangan, dan ritus, bukan realitas Injil yang telah digenapi.
2. “...sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya.”
Frasa ini menggambarkan momen penting dalam sejarah penebusan. Dalam budaya Yahudi maupun Romawi, seorang ayah memiliki hak menentukan kapan anaknya dianggap dewasa. Demikian pula Allah telah menetapkan “waktu yang genap” (Gal. 4:4) sebagai momen kedatangan Kristus.
Menurut Herman Ridderbos, frasa ini menekankan inisiatif ilahi dalam sejarah keselamatan. Tidak ada yang kebetulan dalam kedatangan Kristus; semuanya dirancang dan ditentukan oleh Bapa.
“Perjanjian Lama dan hukum bukanlah kesalahan, tetapi tahap yang disengaja dalam rencana keselamatan Allah.” – Herman Ridderbos, Paul: An Outline of His Theology
Penting dicatat bahwa kedewasaan rohani bukan hasil perkembangan manusiawi, tetapi transformasi ilahi yang datang melalui penggenapan Injil. Dalam teologi Reformed, ini dikenal sebagai aspek historia salutis — karya keselamatan Allah dalam waktu.
III. Hukum Taurat sebagai Wali: Perspektif Reformed
Teologi Reformed tidak pernah menolak nilai hukum Taurat. Sebaliknya, hukum dipandang sebagai bagian dari wahyu Allah, namun harus ditempatkan dalam kerangka perjanjian anugerah.
1. Tiga Fungsi Hukum dalam Tradisi Reformed:
Menurut para teolog Reformed seperti Calvin dan Berkhof, hukum Allah memiliki tiga fungsi:
-
Cermin dosa – Menunjukkan kesalahan manusia dan kebutuhan akan Juruselamat.
-
Penahan kejahatan – Menjaga keteraturan sosial.
-
Pedoman hidup – Bagi orang percaya, sebagai panduan hidup kudus.
Dalam konteks Galatia 4:2, fungsi hukum sebagai “penjaga” terutama terkait dengan fungsi pertama dan kedua — bukan sebagai jalan keselamatan, melainkan sebagai pendidik menuju Kristus.
2. Bahaya Legalistik
Paulus menulis Galatia untuk memperingatkan bahaya kembali pada hukum sebagai dasar pembenaran. Ia menolak legalisme, bukan karena hukum itu buruk, tetapi karena hukum tidak mampu menyelamatkan.
Sinclair Ferguson menekankan bahwa legalisme sebenarnya adalah bentuk ketidakpercayaan kepada kasih Allah:
“Legalistik bukanlah terlalu mencintai hukum, tetapi tidak mempercayai kasih karunia Allah yang sejati.” – Sinclair Ferguson, The Whole Christ
IV. Kedewasaan dalam Kristus: Dari Perbudakan ke Pewarisan
Galatia 4:2 bukan hanya tentang masa lalu di bawah hukum, tetapi juga tentang masa depan yang penuh sebagai anak dan ahli waris.
1. Kedatangan Kristus Membawa Perubahan Status
Galatia 4:4-5 menyatakan bahwa Kristus datang untuk menebus mereka yang di bawah hukum dan mengangkat mereka menjadi anak Allah. Artinya, mereka yang dulunya hamba sekarang menjadi pewaris kerajaan.
“Kita tidak lagi anak kecil rohani yang dikontrol oleh aturan luar, tetapi anak dewasa yang dipimpin oleh Roh Kudus.” – John Stott, The Message of Galatians
2. Anak Allah Menjadi Pewaris
Dalam teologi Reformed, menjadi anak Allah bukan hanya status legal, tetapi juga partisipasi dalam warisan Kristus. Kita tidak hanya bebas dari kutuk hukum, tetapi juga menerima semua berkat rohani di dalam Kristus (Efesus 1:3).
V. Relevansi Galatia 4:2 bagi Orang Percaya Saat Ini
1. Menghargai Sejarah Penebusan
Orang Kristen tidak dapat memahami Injil secara utuh tanpa mengerti tempat hukum Taurat dalam sejarah keselamatan. Galatia 4:2 mengajarkan bahwa hukum memiliki tempatnya, tetapi waktunya terbatas — sampai Kristus datang.
2. Menolak Legalisme dan Antinomianisme
Legalistik mencoba mencapai Allah lewat perbuatan. Antinomianisme menolak hukum sama sekali. Galatia 4:2 menghindari kedua ekstrem ini. Hukum diperlukan, tetapi tidak menyelamatkan; anugerah menyelamatkan, tetapi tidak membuang hukum sebagai pedoman hidup.
3. Hidup sebagai Anak, Bukan Hamba
Dalam Kristus, orang percaya hidup sebagai anak, bukan budak aturan. Ini berarti hidup dalam kebebasan kasih, bukan keterikatan pada rasa takut. Reformasi menekankan bahwa keyakinan ini mendatangkan damai sejahtera dan sukacita rohani.
VI. Aplikasi Praktis
-
Hargai peran hukum dalam perjalanan iman
-
Kenali hukum bukan sebagai musuh, tetapi sebagai penunjuk dosa dan kebutuhan akan Kristus.
-
-
Jangan jatuh pada legalisme
-
Kita dibenarkan hanya oleh iman, bukan oleh ketaatan kepada hukum.
-
-
Hidup sebagai anak yang merdeka
-
Merdeka dari rasa bersalah, takut, dan tekanan manusia.
-
-
Bertumbuh dalam kedewasaan rohani
-
Seorang anak Allah dipanggil untuk terus bertumbuh dan hidup sesuai identitasnya.
-
Kesimpulan
Galatia 4:2 adalah ayat yang padat makna, menyatakan peran hukum sebagai penjaga sebelum kedatangan Kristus dan mengarah pada pengangkatan sebagai anak oleh anugerah. Dalam terang teologi Reformed, ayat ini bukan hanya menggambarkan sejarah keselamatan, tetapi juga mengungkapkan posisi rohani orang percaya: dari budak menjadi anak, dari tunduk pada hukum menjadi dipimpin oleh Roh.
Paulus mengundang kita untuk hidup bukan dalam perbudakan hukum, tetapi dalam kebebasan anugerah. Bukan berarti kita bebas untuk berdosa, melainkan bebas untuk mengasihi dan melayani Allah dengan hati yang diperbaharui. Inilah panggilan Injil: hidup bukan sebagai budak, melainkan sebagai anak yang dewasa dalam Kristus.