Galatia 3:28: Kesatuan dalam Kristus
Pendahuluan
Salah satu ayat paling revolusioner dalam Perjanjian Baru mengenai kesatuan umat Allah adalah Galatia 3:28. Ayat ini menyatakan:
“Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (TB)
Dalam konteks zaman modern, ayat ini sering digunakan untuk membahas isu-isu seperti kesetaraan gender, keadilan sosial, dan inklusivitas dalam gereja. Namun, bagaimana seharusnya ayat ini dipahami dalam kerangka teologi Reformed yang menjunjung tinggi otoritas Kitab Suci, doktrin keselamatan oleh kasih karunia, dan supremasi Kristus?
Artikel ini akan mengeksplorasi eksposisi ayat Galatia 3:28 berdasarkan pandangan para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, R.C. Sproul, dan lainnya. Tujuannya adalah untuk menjelaskan bagaimana kesatuan dalam Kristus tidak menghapuskan identitas, tetapi menyatukan segala perbedaan dalam terang Injil.
Latar Belakang Surat Galatia
Surat Galatia ditulis oleh rasul Paulus untuk menentang ajaran sesat yang menambahkan hukum Taurat, khususnya sunat, sebagai syarat keselamatan. Paulus menegaskan bahwa keselamatan hanya melalui iman kepada Kristus dan bukan hasil usaha manusia (Gal. 2:16).
Ayat 3:28 muncul dalam bagian teologis yang menjelaskan bahwa semua orang yang percaya kepada Kristus adalah anak-anak Allah melalui iman (Gal. 3:26) dan telah mengenakan Kristus dalam baptisan (Gal. 3:27). Maka, Galatia 3:28 menjadi klimaks dari argumen Paulus tentang kesatuan spiritual orang percaya.
Eksposisi Teologi Reformed: Makna Galatia 3:28
1. Kesatuan dalam Justifikasi oleh Iman
R.C. Sproul menekankan bahwa konteks utama Galatia adalah tentang pembenaran oleh iman. Galatia 3:28 bukan terutama tentang kesetaraan sosial, tetapi tentang kesetaraan dalam status rohani di hadapan Allah.
“Semua perbedaan sosial, etnis, dan gender tidak relevan dalam hal pembenaran. Kita semua datang kepada Allah dengan cara yang sama—melalui iman kepada Yesus Kristus.”
Dalam kerangka Reformed, ini berarti bahwa tidak ada kelompok yang lebih dekat kepada Allah karena status sosial atau etnisnya. Semua umat Allah dibenarkan hanya oleh anugerah.
2. Penghapusan Tembok Pemisah: Yahudi dan Yunani
John Calvin menafsirkan bahwa:
“Dalam Kristus, tidak ada keistimewaan ras atau kebangsaan. Perjanjian yang dahulu terbatas bagi Israel, kini dibuka bagi semua bangsa melalui Injil.”
Paulus sedang menyerang eksklusivisme etnis yang menyatakan bahwa hanya orang Yahudi yang dapat menjadi umat pilihan. Dalam Kristus, bangsa-bangsa bukan Yahudi (Yunani) dapat sepenuhnya menjadi bagian dari perjanjian Allah.
Teologi Reformed menekankan bahwa pemilihan Allah tidak dibatasi oleh bangsa, tetapi berdasarkan kasih karunia-Nya semata (Efesus 1:4-5).
3. Hamba dan Orang Merdeka: Kesatuan dalam Martabat
Pada zaman Paulus, perbedaan antara hamba (doulos) dan orang merdeka (eleutheros) sangat tajam. Namun Paulus menyatakan bahwa di dalam Kristus, martabat spiritual mereka setara.
Herman Bavinck menjelaskan bahwa:
“Martabat manusia dipulihkan dalam Kristus. Sekalipun status sosial tetap berbeda, tidak ada lagi diskriminasi rohani antara hamba dan tuannya.”
Ini tidak berarti penghapusan sistem sosial secara langsung, tetapi pemulihan martabat di hadapan Allah dan sesama. Dalam gereja, hamba dan tuan duduk bersama sebagai saudara seiman (lihat Filemon 1:16).
4. Laki-laki dan Perempuan: Setara sebagai Ahli Waris
Frasa “tidak ada laki-laki atau perempuan” tidak berarti menghapuskan perbedaan gender secara fungsional, tetapi menegaskan bahwa dalam hal keselamatan, laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama sebagai ahli waris janji (Galatia 4:7).
John Stott, meskipun bukan teolog Reformed murni, sering dikutip oleh kalangan Reformed karena penekanannya bahwa:
“Galatia 3:28 berbicara tentang kesatuan dalam keselamatan, bukan keseragaman dalam fungsi.”
Teologi Reformed historis tetap mempertahankan perbedaan peran gender dalam gereja (misalnya kepemimpinan pastoral terbatas bagi laki-laki), tetapi menolak diskriminasi keselamatan berdasarkan gender.
Kesatuan dalam Kristus: Penerapan Etis
Galatia 3:28 bukan hanya pernyataan teologis, tetapi panggilan etis kepada gereja untuk hidup dalam kesatuan Injil.
1. Menolak Diskriminasi dalam Gereja
Reformed Christianity yang sejati menolak segala bentuk rasisme, sektarianisme, dan diskriminasi gender dalam tubuh Kristus. Paulus menekankan bahwa gereja harus mencerminkan Injil yang menyatukan.
John Frame menulis:
“Kita tidak dapat mengklaim Injil jika kita memelihara tembok pemisah dalam persekutuan gereja.”
2. Mendorong Pelayanan Berdasarkan Karunia, Bukan Identitas
Paulus tidak menghapuskan semua perbedaan peran, tetapi mengarahkan bahwa pelayanan dan partisipasi dalam gereja harus berdasarkan karunia Roh Kudus, bukan suku, status, atau gender.
Contoh: Priskila melayani bersama suaminya, Apolos diajar oleh pasangan ini (Kis. 18:26). Ini menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki tempat penting dalam pelayanan, sesuai dengan batasan yang ditetapkan Kitab Suci.
3. Kesatuan dalam Keanekaragaman
Kesatuan dalam Kristus bukanlah keseragaman. Teologi Reformed menghargai bahwa umat Allah berasal dari berbagai bangsa, bahasa, dan budaya. Kesatuan dalam iman tidak meniadakan keunikan budaya yang telah ditebus.
Penutup: Kamu Semua adalah Satu di Dalam Kristus Yesus
Galatia 3:28 adalah deklarasi kuasa Injil yang menghancurkan semua tembok pemisah rohani. Dalam terang teologi Reformed, ayat ini menegaskan bahwa:
-
Keselamatan adalah satu bagi semua orang, melalui iman kepada Kristus.
-
Tidak ada keistimewaan etnis, status sosial, atau gender dalam hal justifikasi.
-
Identitas duniawi kita tidak dihapus, tetapi ditundukkan kepada identitas baru kita dalam Kristus.
Maka, gereja dipanggil untuk menjadi komunitas yang mencerminkan kesatuan Injil: saling menerima, saling melayani, dan bersama-sama menjadi tubuh Kristus yang kudus.
“Karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Galatia 3:28)