Misteri Salib: Mengapa Yesus Harus Mati dengan Cara Ini? (Yesaya 53:10)

Teks (AYT):
"Akan tetapi, TUHAN berkehendak menghancurkan dia, membuat dia sakit. Ketika dia menyerahkan dirinya sebagai kurban penebus salah, dia akan melihat keturunannya dan memperpanjang hari-harinya; dan kehendak TUHAN akan terlaksana di tangan-Nya."
— Yesaya 53:10
1. Pendahuluan: Salib yang Menjadi Tanda Tanya
Mengapa Yesus harus mati di kayu salib? Dan lebih lagi, mengapa Allah “berkehendak” menghancurkan-Nya? Bagi banyak orang, kematian Yesus tampak seperti tragedi, bahkan kezaliman. Tetapi Yesaya 53:10 justru menyatakan bahwa penderitaan Kristus adalah kehendak Allah sendiri — sebuah pernyataan yang menimbulkan pertanyaan sekaligus menyingkap inti dari Injil.
Teologi Reformed memandang ayat ini sebagai kunci untuk memahami penebusan substitusioner (pengganti), kedaulatan Allah, dan kasih karunia yang mahal.
2. Konteks Kitab Yesaya dan Pasal 53
Yesaya 53 merupakan bagian dari lagu tentang Hamba Tuhan yang menderita, yang dimulai sejak Yesaya 52:13 dan berpuncak dalam gambaran tentang penderitaan, penghinaan, dan penolakan terhadap Hamba TUHAN. Namun, penderitaan ini bukan karena kesalahan pribadi, melainkan demi penebusan umat Allah.
Yesaya 53:10 menjadi puncak paradoks: bahwa penghancuran Hamba ini adalah kehendak Allah, namun juga sarana dari kemenangan dan kehidupan.
3. Penjelasan Frasa-Frasa Kunci (Eksposisi)
a. “TUHAN berkehendak menghancurkan dia”
Kata Ibrani chaphets berarti senang atau berkenan — mengandung nuansa bahwa Allah secara aktif merancang penderitaan ini. Namun bukan karena kekejaman, melainkan karena kasih dan keadilan-Nya.
John Calvin: “Bukan karena Allah menikmati penderitaan, tetapi karena melalui itu keadilan-Nya ditegakkan dan kasih-Nya dinyatakan.”
b. “Membuat dia sakit”
Ini menggambarkan penderitaan fisik dan rohani yang intens. Yesus bukan hanya mengalami penderitaan tubuh, tapi juga murka ilahi atas dosa, seperti tertulis dalam 2 Korintus 5:21 — “Ia yang tidak mengenal dosa telah dibuat menjadi dosa karena kita.”
c. “Ketika dia menyerahkan dirinya sebagai kurban penebus salah”
Ini adalah bahasa korban dalam Imamat: “asham” – persembahan penebus kesalahan. Hamba Tuhan bukan dipaksa mati, tetapi menyerahkan diri secara sukarela, sejalan dengan Yohanes 10:18.
R.C. Sproul: “Yesus bukan korban keadaan. Ia adalah korban yang disiapkan Allah, seperti anak domba untuk kurban.”
d. “Ia akan melihat keturunannya dan memperpanjang hari-harinya”
Ironis: meskipun mati, Ia melihat “keturunan rohani” — yaitu gereja-Nya, dan “memperpanjang hari-hari” — gambaran dari kebangkitan dan hidup kekal.
e. “Kehendak TUHAN akan terlaksana di tangan-Nya”
Yesus menjadi alat penggenapan rencana keselamatan Allah. Salib bukan kekalahan, tapi penggenapan kehendak Allah sejak kekekalan (Efesus 1:4–5).
4. Perspektif Teolog Reformed
a. John Calvin: “Hamba yang Diserahkan dalam Keadilan Ilahi”
Calvin menulis bahwa ayat ini memperlihatkan keseriusan dosa dan kedaulatan kasih Allah:
“Allah tidak mengorbankan Anak-Nya tanpa tujuan. Ia memberikan-Nya agar dengan penderitaan itu, keadilan dipuaskan dan kasih ditunjukkan.”
Calvin juga menekankan bahwa kehendak Allah bukan bertentangan dengan Anak, karena Anak dengan rela tunduk dan taat sampai mati.
b. R.C. Sproul: “Divine Dilemma Diselesaikan di Salib”
Dalam The Holiness of God, Sproul menulis:
“Bagaimana Allah bisa tetap adil dan membenarkan orang berdosa? Salib adalah jawabannya. Karena di sanalah murka dan kasih bertemu.”
Bagi Sproul, penderitaan Yesus adalah harga yang harus dibayar agar orang berdosa bisa diampuni tanpa Allah mengingkari kekudusan-Nya.
c. Herman Bavinck: “Penebusan yang Didasarkan pada Inkarnasi”
Bavinck melihat bahwa hanya Allah yang bisa menyelamatkan, tapi hanya manusia yang bisa mewakili manusia — maka inkarnasi dan salib menjadi keniscayaan.
“Yesus harus mati karena hanya melalui darah yang kudus dan sempurna, dosa dapat ditebus dengan adil.”
d. Sinclair Ferguson: “Kematian Kristus adalah Jantung dari Injil”
Ferguson menyatakan bahwa seluruh kekristenan bertumpu pada kenyataan bahwa:
“Kristus mati bukan hanya sebagai teladan, tapi sebagai pengganti — dan bukan pengganti yang gagal, tapi yang berhasil.”
5. Makna Teologis Kematian Kristus
a. Kematian Substitusioner
Kristus mati menggantikan kita — bukan hanya sebagai contoh kesalehan, tapi sebagai korban yang menanggung hukuman yang seharusnya kita terima (Yesaya 53:5-6).
b. Pendamaian dengan Allah
Salib adalah tempat di mana musuh menjadi anak, karena darah Kristus mendamaikan kita dengan Bapa (Kolose 1:20).
c. Pemenuhan Janji dan Nubuat
Yesaya 53 adalah penggenapan janji-janji Allah sejak Kejadian 3:15, di mana benih perempuan akan menghancurkan kepala ular — melalui penderitaan-Nya.
6. Misteri Salib: Mengapa Dengan Cara Ini?
a. Karena Dosa Itu Berat
Teologi Reformed menekankan bahwa dosa adalah pemberontakan terhadap Allah yang suci. Maka, hukuman dosa tidak bisa diremehkan.
Roma 6:23 – “Upah dosa adalah maut.”
b. Karena Allah Tidak Bisa Berkompromi dengan Keadilan-Nya
Kasih dan keadilan Allah bukan saling meniadakan, tetapi disatukan dalam salib. Cara satu-satunya agar kita bisa diselamatkan tanpa melanggar keadilan Allah, adalah dengan mengalihkan murka itu kepada Kristus.
c. Karena Cinta-Nya Sempurna
Yohanes 3:16 – “Karena begitu besar kasih Allah...”
Tanpa salib, kita tidak akan pernah tahu betapa seriusnya kasih Allah kepada orang berdosa.
7. Aplikasi Pastoral: Hidup dalam Terang Salib
a. Jangan Anggap Ringan Dosa
Jika dosa memerlukan kematian Anak Allah sendiri, maka dosa tidak boleh dianggap remeh.
b. Hiduplah dalam Syukur dan Pengorbanan
Kristus memberikan segalanya untuk kita. Maka, hidup kita adalah milik-Nya (Roma 12:1).
c. Miliki Pengharapan dalam Penderitaan
Karena Yesus menderita sebagai bagian dari kehendak Allah, penderitaan orang percaya pun bukan sia-sia (1 Petrus 2:21).
8. Apologetika: Menjawab Pertanyaan Kritis
a. “Bagaimana mungkin Allah yang penuh kasih merencanakan penderitaan Anak-Nya?”
Jawaban Reformed:
-
Karena Allah mengasihi umat-Nya, maka Ia menyerahkan Anak-Nya untuk menggantikan mereka.
-
Kristus sendiri menyerahkan diri dengan sukarela (Yohanes 10:18).
b. “Mengapa tidak ada cara lain?”
Kalau ada cara lain, salib tidak perlu terjadi. Tetapi justru karena hanya inilah cara yang adil dan penuh kasih, maka Kristus berkata, “Bapa, jika mungkin cawan ini berlalu... namun bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang jadi.”
Kesimpulan: Di Salib, Misteri Terjawab
Yesaya 53:10 menyingkap bahwa kematian Yesus bukan kecelakaan sejarah, tapi bagian dari rencana kekal Allah. Kristus harus mati karena:
-
Keadilan Allah menuntut penghakiman.
-
Kasih Allah menyediakan pengganti.
-
Keselamatan manusia membutuhkan darah yang kudus.
Misteri salib adalah misteri kasih dan keadilan yang menyatu. Di sanalah Allah menunjukkan bahwa Ia adil, dan sekaligus membenarkan orang berdosa melalui Yesus Kristus (Roma 3:26).