The Bruised Reed: Kasih Karunia Allah bagi Orang yang Lemah

Pendahuluan
Dalam kehidupan, kita sering merasa lemah, hancur, dan tidak berdaya. Kesulitan, penderitaan, dan dosa sering kali membuat kita merasa seperti buluh yang patah (bruised reed), tidak lagi berguna dan siap dibuang. Namun, Alkitab memberikan janji yang luar biasa: Tuhan tidak akan mematahkan buluh yang patah dan tidak akan memadamkan sumbu yang pudar (Yesaya 42:3, Matius 12:20).
Konsep buluh yang patah sangat dikenal dalam tradisi teologi Reformed, terutama melalui karya Richard Sibbes, seorang teolog Puritan abad ke-17, dalam bukunya The Bruised Reed. Buku ini mengajarkan bagaimana Kristus memperlakukan mereka yang rapuh dengan kasih sayang dan anugerah. Para teolog Reformed lainnya seperti John Calvin, Jonathan Edwards, Charles Spurgeon, dan R.C. Sproul juga menekankan tema ini dalam tulisan-tulisan mereka.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi ajaran teologi Reformed tentang buluh yang patah, bagaimana kasih karunia Allah dinyatakan dalam kelemahan kita, serta implikasi praktisnya dalam kehidupan sehari-hari.
1. Dasar Alkitabiah: Yesaya 42:3 dan Matius 12:20
Konsep bruised reed berasal dari nubuat dalam Yesaya 42:3, yang kemudian dikutip dalam Matius 12:20:
“Buluh yang patah tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya.” (Yesaya 42:3, Matius 12:20)
Nubuat ini berbicara tentang Mesias yang penuh belas kasihan. Kristus datang bukan untuk menghancurkan orang yang lemah dan berdosa, tetapi untuk memulihkan mereka dengan kasih dan anugerah-Nya.
John Calvin dalam Commentary on Isaiah menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan kelembutan Kristus terhadap mereka yang terpuruk, serta kepastian bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya dalam penderitaan.
2. Makna "Buluh yang Patah" dalam Teologi Reformed
a) Siapakah yang Dimaksud dengan "Buluh yang Patah"?
Richard Sibbes dalam The Bruised Reed mengajarkan bahwa "buluh yang patah" melambangkan:
-
Orang percaya yang lemah dan tertindas
-
Mereka yang merasa kecil dan tidak berdaya karena pencobaan dan penderitaan hidup.
-
-
Orang yang sedang bertobat dari dosa
-
Mereka yang menyadari keberdosaan mereka dan merasa tidak layak di hadapan Allah.
-
-
Orang Kristen yang sedang mengalami kemunduran rohani
-
Mereka yang jatuh dalam dosa dan merasa Tuhan telah meninggalkan mereka.
-
Sibbes menegaskan bahwa Kristus tidak akan membuang mereka, tetapi justru akan menopang, memulihkan, dan memperbarui mereka dalam kasih karunia-Nya.
b) Bagaimana Kristus Memperlakukan "Buluh yang Patah"?
Dalam ajaran Reformed, Kristus digambarkan sebagai Gembala yang baik, yang memperhatikan domba-domba-Nya dengan kelembutan.
Jonathan Edwards menekankan bahwa Allah tidak seperti manusia yang cepat menghakimi dan menghukum, tetapi justru memberikan anugerah bagi mereka yang rendah hati dan bertobat.
Beberapa karakteristik Kristus terhadap "buluh yang patah":
-
Dia tidak akan membuang mereka yang lemah (Mazmur 34:18)
-
Dia memulihkan yang remuk hati (Yesaya 61:1)
-
Dia memberi kekuatan baru bagi mereka yang berharap kepada-Nya (Yesaya 40:31)
Sibbes menulis:
“Orang-orang percaya yang lemah adalah seperti bayi yang baru lahir. Tuhan tidak akan membuang mereka, tetapi akan membesarkan dan menguatkan mereka.”
3. Kasih Karunia dalam Kelemahan: Pandangan Teologi Reformed
Teologi Reformed menekankan bahwa Allah bekerja justru melalui kelemahan manusia.
-
2 Korintus 12:9 – "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna."
-
Mazmur 51:17 – "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang patah; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah."
Charles Spurgeon menegaskan bahwa kelemahan bukanlah alasan untuk berputus asa, tetapi kesempatan bagi Tuhan untuk menyatakan kuasa-Nya.
Sebaliknya, orang yang sombong dan mengandalkan dirinya sendiri akan ditolak oleh Allah.
4. Implikasi bagi Orang Percaya
a) Tidak Perlu Takut Datang kepada Tuhan
Banyak orang merasa bahwa mereka terlalu berdosa untuk mendekat kepada Tuhan. Namun, ajaran teologi Reformed menegaskan bahwa Kristus menerima setiap orang yang datang kepada-Nya dengan hati yang hancur.
John Calvin berkata:
“Ketika kita merasa paling jauh dari Allah, justru saat itulah kasih karunia-Nya paling dekat dengan kita.”
b) Menjadi Sumber Penghiburan bagi Orang Lain
Mereka yang telah mengalami kasih karunia dalam kelemahan harus menjadi penghibur bagi orang lain.
-
2 Korintus 1:3-4 – "Allah... menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka yang berada dalam bermacam-macam penderitaan."
Sibbes menekankan bahwa gereja harus menjadi tempat bagi mereka yang terluka, bukan hanya bagi mereka yang merasa kuat.
c) Hidup dalam Ketergantungan kepada Kristus
Karena kita adalah "buluh yang patah," kita tidak dapat berjalan sendiri. Kita harus terus bergantung kepada kasih karunia Tuhan setiap hari.
-
Amsal 3:5-6 – "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."
5. Konsekuensi bagi Mereka yang Menolak Kasih Karunia
Meskipun Tuhan penuh kasih, mereka yang menolak kasih karunia-Nya akan menghadapi konsekuensi kekal.
-
Ibrani 10:31 – "Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup."
-
Matius 11:28 – "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu."
R.C. Sproul mengajarkan bahwa menolak kasih karunia berarti memilih penghakiman Allah.
Kesimpulan
Ajaran The Bruised Reed dalam teologi Reformed mengajarkan bahwa Kristus adalah Juru Selamat yang penuh belas kasihan. Dia tidak membuang orang yang lemah, tetapi justru mengangkat mereka dengan kasih karunia-Nya.
Jika Anda merasa lemah, putus asa, atau tidak layak, ingatlah janji-Nya:
"Buluh yang patah tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya." (Matius 12:20)
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk:
-
Mengandalkan kasih karunia Tuhan dalam kelemahan kita
-
Membawa penghiburan bagi orang lain yang terluka
-
Tetap setia dalam iman, karena Tuhan tidak pernah meninggalkan kita