Ibrani 11:35 Iman yang Menang dan Menderita

Pendahuluan
Ibrani 11 sering dijuluki sebagai “Galeri Pahlawan Iman” karena mencatat deretan tokoh Perjanjian Lama yang hidup dalam iman. Namun, ayat 35 membawa kita ke dalam dimensi iman yang sering dilupakan: iman yang rela menderita demi sesuatu yang lebih baik. Ayat ini menyajikan dua kelompok: satu mengalami mujizat, yang lain memilih penderitaan. Eksposisi ini menggali makna dari ayat tersebut, berdasarkan pemikiran teolog-teolog Reformed, dan menjelaskan relevansinya bagi gereja masa kini.
Ibrani 11:35 – Teks dan Struktur
Teks (TB):
"Perempuan-perempuan menerima kembali orang-orangnya yang telah mati, sebab dibangkitkan. Tetapi orang-orang lain disiksa dan menolak pembebasan, supaya mereka beroleh kebangkitan yang lebih baik."
Ayat ini terbagi menjadi dua bagian:
- 
Kemenangan iman yang terlihat (mujizat kebangkitan fisik) 
- 
Kemenangan iman yang tersembunyi (kesediaan menderita untuk kebangkitan yang kekal) 
Kedua kelompok ini sama-sama hidup dalam iman, namun jalan yang mereka tempuh berbeda. Inilah kekayaan doktrin iman menurut teologi Reformed: iman bukanlah jaminan hidup nyaman, tetapi kesetiaan kepada Allah dalam segala situasi.
Bagian Pertama: Mujizat dan Kuasa Iman
"Perempuan-perempuan menerima kembali orang-orangnya yang telah mati, sebab dibangkitkan."
Frasa ini mengacu pada peristiwa dalam Perjanjian Lama, terutama dua kisah penting:
- 
Janda di Sarfat – yang anaknya dibangkitkan oleh Elia (1 Raja-raja 17:17-24) 
- 
Perempuan Sunem – yang anaknya dibangkitkan oleh Elisa (2 Raja-raja 4:18-37) 
John Calvin mencatat bahwa mujizat ini bukan sekadar menunjukkan kuasa Allah, tetapi menunjuk kepada pengharapan kebangkitan sejati. Bagi Calvin, tindakan Allah yang membangkitkan seseorang dari kematian secara fisik adalah gambaran dari kasih karunia-Nya yang membangkitkan orang berdosa dari kematian rohani.
Sinclair Ferguson menambahkan bahwa mujizat dalam konteks ini bukanlah norma, tetapi anugerah Allah yang menunjukkan bahwa hidup dan mati berada dalam tangan-Nya. Mujizat bukan tujuan akhir iman, tetapi tanda dari dunia yang akan datang.
Bagian Kedua: Iman yang Menolak Pembebasan
"Tetapi orang-orang lain disiksa dan menolak pembebasan..."
Frasa ini berbicara tentang mereka yang disiksa karena iman, tetapi menolak kelegaan duniawi demi janji kebangkitan yang kekal. Dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan untuk "disiksa" adalah τυμπανίζω (tympanizó), merujuk pada metode penyiksaan dengan alat seperti tambur (memukul tubuh di atas papan), sangat brutal.
R.C. Sproul menekankan bahwa ini adalah contoh iman sejati—bukan karena mendapatkan mujizat, tetapi karena percaya pada janji yang belum terlihat. Mereka menolak pembebasan bukan karena tidak punya pilihan, tetapi karena memiliki visi kekekalan yang lebih besar.
Ligon Duncan menambahkan bahwa penderitaan yang diderita bukan karena kurang iman, melainkan karena ketaatan penuh kepada Allah. Ini membantah teologi sukses (prosperity gospel) yang menyamakan iman dengan kemudahan hidup.
“Supaya Mereka Beroleh Kebangkitan yang Lebih Baik”
Frasa ini adalah inti teologis dari ayat ini. Para martir ini memiliki visi eskatologis—mereka melihat kebangkitan yang lebih mulia daripada sekadar dibebaskan dari penderitaan sekarang.
John Owen dalam komentarnya menyatakan bahwa "kebangkitan yang lebih baik" ini adalah kebangkitan dalam Kristus, bukan sekadar hidup lagi di dunia ini. Dalam kerangka teologi Reformed, keselamatan bukan hanya dari maut, tapi dari murka Allah, dan menuju hidup kekal yang dimuliakan bersama Kristus.
Bavinck menekankan bahwa keyakinan akan kebangkitan tubuh adalah bagian esensial dari iman Kristen. Martir dalam ayat ini bukanlah sekadar korban sejarah, tetapi saksi-saksi kekekalan.
Iman yang Terbukti dalam Dua Wujud
Menarik bahwa penulis Ibrani tidak membuat dikotomi nilai antara dua kelompok ini. Baik yang mengalami mujizat maupun yang mengalami penderitaan sama-sama dipuji karena iman mereka. Ini memperlihatkan prinsip utama teologi Reformed: iman bukan dinilai dari hasil duniawi, tetapi dari kesetiaan kepada Allah.
Reformed theology melihat bahwa seluruh hidup—termasuk penderitaan—berada di bawah kedaulatan Allah. Calvin menegaskan bahwa hidup orang percaya adalah “crux sub pondere”—salib di bawah beban—yang berarti hidup kita bukan bebas dari penderitaan, tetapi penuh makna di dalamnya.
Relevansi Pastoral
1. Melawan Teologi Kemakmuran
Ibrani 11:35 menghantam teologi kemakmuran yang mengklaim bahwa iman sejati selalu menghasilkan kesuksesan dan kesehatan. Justru Alkitab menunjukkan bahwa iman kadang membawa kepada penderitaan, dan itu bukan kegagalan, melainkan kemuliaan.
2. Menumbuhkan Pengharapan Eskatologis
Dalam dunia yang penuh penderitaan, pengharapan akan “kebangkitan yang lebih baik” menjadi jangkar iman. Gereja perlu menekankan realitas kebangkitan tubuh dan hidup kekal sebagai penghiburan terbesar umat Allah.
3. Mendidik Jemaat dalam Kesiapan Menderita
Dalam konteks dunia yang semakin anti-Kristen, iman yang siap menderita adalah kebutuhan penting. Ibrani 11:35 adalah panggilan untuk siap membayar harga demi ketaatan kepada Kristus.
Kesaksian Sepanjang Sejarah
Para Martir Zaman Gereja Purba
- 
Polikarpus, uskup Smirna, menolak menyangkal Kristus dan dibakar hidup-hidup. Ia berkata, “Selama 86 tahun aku telah melayani-Nya, dan Dia tidak pernah mengecewakanku. Bagaimana aku dapat menghujat Rajaku yang telah menyelamatkanku?” 
Reformator
- 
Hugh Latimer dan Nicholas Ridley, dibakar di tiang pancang karena mempertahankan ajaran Injil di Inggris. Latimer berkata kepada Ridley: “Bersemangatlah, saudara Ridley! Kita hari ini akan menyalakan lilin di Inggris, yang oleh kasih karunia Allah tidak akan pernah padam.” 
Mereka adalah contoh nyata dari Ibrani 11:35 bagian kedua—menolak pembebasan demi kebangkitan yang lebih baik.
Iman dan Teologi Salib
Dalam tradisi Reformed, teologi salib (theologia crucis) sangat penting. Iman Kristen bukanlah jalan kemuliaan duniawi, tetapi jalan penderitaan yang menuju kemuliaan kekal. Ibrani 11:35 menunjukkan bahwa puncak iman bukan hanya menyaksikan kuasa Allah secara fisik, tetapi bertekun meski tidak melihatnya sekarang.
Kristus: Teladan Iman Tertinggi
Ibrani 12:2 mengajak kita memandang kepada Yesus, teladan utama yang menanggung salib demi sukacita yang disediakan bagi-Nya. Kristus adalah penggenapan dari seluruh Ibrani 11. Dia bukan hanya mengalami penderitaan, tapi juga kebangkitan yang lebih baik, yang sekarang menjadi milik semua orang percaya.
Penutup: Panggilan bagi Gereja Masa Kini
Ibrani 11:35 menantang gereja masa kini untuk:
- 
Tidak mengejar iman yang “berhasil” secara duniawi, tetapi yang setia 
- 
Menyiapkan diri dan generasi muda untuk kemungkinan penderitaan demi Kristus 
- 
Memperkuat pengajaran tentang kebangkitan tubuh dan hidup kekal 
Iman sejati tidak hanya berdiri di puncak kemenangan, tapi juga bertahan di lembah penderitaan—karena percaya pada janji kebangkitan yang lebih baik.
 
 
 
 
 
