1 Tesalonika 4:1-2 Hidup Yang Berkenan Kepada Allah

Pendahuluan
Saudara-saudara yang dikasihi di dalam Tuhan Yesus Kristus, setiap orang percaya dipanggil untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Iman yang sejati tidak hanya diucapkan melalui kata-kata atau dinyatakan dalam pengakuan iman, tetapi harus terwujud dalam cara hidup sehari-hari. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika menekankan aspek penting dari kehidupan Kristen: hidup yang berkenan kepada Allah.
Dalam 1 Tesalonika 4:1-2, Paulus menulis:
“Akhirnya, saudara-saudara, kami minta dan nasihatkan kamu dalam Tuhan Yesus, supaya sebagaimana kamu telah mendengar dari kami bagaimana kamu harus hidup supaya berkenan kepada Allah—seperti memang kamu telah melakukannya—demikianlah hendaknya kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh lagi. Kamu tahu juga petunjuk-petunjuk mana yang telah kami berikan kepadamu atas nama Tuhan Yesus.”
Ayat ini adalah transisi penting dalam surat Paulus. Setelah membicarakan tentang iman, kasih, dan pengharapan jemaat Tesalonika (pasal 1–3), kini Paulus beralih pada bagaimana hidup yang sesuai dengan panggilan itu. Iman yang sejati akan selalu memunculkan buah ketaatan dan kekudusan.
I. Konteks Surat 1 Tesalonika
Surat ini ditulis oleh Paulus dari Korintus, sekitar tahun 50 M, untuk meneguhkan jemaat Tesalonika yang baru bertumbuh di tengah penganiayaan. Jemaat ini dikenal karena iman mereka yang hidup, kasih yang nyata, dan pengharapan yang teguh akan kedatangan Kristus. Namun, seperti gereja pada umumnya, mereka perlu diarahkan untuk hidup lebih kudus dan berkenan kepada Allah.
Menurut John Stott, surat ini merupakan “surat penggembalaan yang hangat” di mana Paulus menunjukkan kasih pastoralnya yang besar. Ia tidak menegur dengan keras, tetapi menasihati dengan lembut dan penuh kasih. Tujuan Paulus bukan hanya agar mereka memiliki doktrin yang benar, tetapi juga hidup yang sesuai dengan Injil yang mereka terima.
II. Penjelasan Ayat demi Ayat
1 Tesalonika 4:1: “Akhirnya, saudara-saudara, kami minta dan nasihatkan kamu dalam Tuhan Yesus...”
Kata “akhirnya” (loipon oun) di sini bukan berarti suratnya hampir selesai, melainkan transisi dari doktrin menuju praktik. Paulus menggunakan dua kata penting: “meminta” (parakaleō) dan “menasihatkan” (erōtōmen). Ini menunjukkan keseimbangan antara dorongan kasih dan otoritas rasuli.
Ia berbicara “dalam Tuhan Yesus”, artinya bukan sekadar nasihat manusiawi, tetapi perintah rohani yang bersumber dari Kristus sendiri. Hidup yang berkenan kepada Allah bukanlah pilihan tambahan bagi orang Kristen, melainkan inti dari panggilan iman.
Menurut John Calvin, bagian ini menegaskan bahwa kehidupan Kristen adalah perjalanan yang tidak pernah selesai. Ia menulis dalam Commentaries on Thessalonians:
“Tidak ada titik di mana orang Kristen dapat berkata: ‘Aku sudah cukup hidup kudus.’ Setiap langkah harus diikuti dengan langkah berikutnya dalam kekudusan.”
Jadi, panggilan Paulus bukan untuk puas dengan pencapaian rohani masa lalu, tetapi untuk terus maju dalam keserupaan dengan Kristus.
“...supaya sebagaimana kamu telah mendengar dari kami bagaimana kamu harus hidup supaya berkenan kepada Allah...”
Paulus mengingatkan mereka bahwa hidup berkenan kepada Allah telah diajarkan sejak awal pemberitaan Injil. Kata “berkenan” (areskō) berarti hidup yang menyenangkan hati Allah, bukan sekadar menaati hukum secara formal, tetapi melakukan apa yang menyukakan-Nya dari hati yang rela.
Matthew Henry menafsirkan:
“Hidup yang berkenan kepada Allah bukan diukur dari ritual atau penampilan lahiriah, tetapi dari hati yang taat dan kasih yang tulus kepada Tuhan.”
Kehidupan yang berkenan kepada Allah menuntut perubahan moral dan spiritual. Dalam konteks jemaat Tesalonika yang hidup di tengah dunia penyembahan berhala dan moralitas yang rusak, panggilan ini sangat radikal. Mereka dipanggil untuk menjadi terang di tengah kegelapan moral dunia.
“...seperti memang kamu telah melakukannya—demikianlah hendaknya kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh lagi.”
Paulus memuji mereka karena telah hidup sesuai ajaran Injil, tetapi ia menambahkan dorongan: “lebih bersungguh-sungguh lagi” (perisseuete mallon). Ini adalah prinsip penting kehidupan Kristen: tidak ada titik berhenti dalam pertumbuhan rohani.
John Owen, teolog Reformed besar, mengatakan dalam bukunya The Mortification of Sin:
“Kekudusan bukanlah keadaan statis, tetapi perjuangan terus-menerus melawan dosa dan pengejaran akan keserupaan dengan Kristus.”
Artinya, meskipun jemaat Tesalonika telah beriman dan berbuat baik, mereka harus terus bertumbuh. Iman yang sejati selalu menuntun pada peningkatan dalam ketaatan.
1 Tesalonika 4:2: “Kamu tahu juga petunjuk-petunjuk mana yang telah kami berikan kepadamu atas nama Tuhan Yesus.”
Kata “petunjuk-petunjuk” (parangelias) di sini adalah istilah militer yang berarti perintah dari komandan kepada tentaranya. Paulus ingin menegaskan bahwa ajaran moral yang ia sampaikan bukan opini pribadi, tetapi perintah ilahi yang bersumber dari otoritas Kristus sendiri.
Charles Hodge, teolog Reformed dari Princeton, menjelaskan bahwa Paulus menekankan otoritas Kristus untuk menegaskan bahwa kekudusan bukan sekadar nasihat etis, tetapi tanggung jawab rohani di bawah pemerintahan Tuhan. Hodge menulis:
“Ketika Paulus berbicara atas nama Tuhan Yesus, itu berarti setiap aspek hidup orang percaya berada di bawah pemerintahan Kristus, Raja dan Kepala Gereja.”
Oleh karena itu, ketaatan terhadap perintah-perintah Injil bukanlah legalisme, melainkan ekspresi kasih dan kesetiaan kepada Kristus yang telah menebus kita.
III. Aplikasi Teologis dan Praktis
1. Hidup Kristen adalah Panggilan untuk Menyenangkan Allah
Paulus menegaskan bahwa tujuan utama hidup orang percaya adalah untuk menyenangkan Allah, bukan diri sendiri atau dunia. John Piper, dalam teologinya tentang “Christian Hedonism”, menulis:
“Allah paling dimuliakan di dalam kita ketika kita paling puas di dalam-Nya.”
Ketika seseorang hidup untuk menyenangkan Allah, ia menemukan sukacita sejati karena hidupnya selaras dengan kehendak Sang Pencipta.
Pertanyaan penting bagi setiap kita: Apakah hidupku hari ini menyenangkan Allah? Atau apakah aku lebih sibuk menyenangkan manusia dan mengejar kenyamanan pribadi?
2. Kekudusan Adalah Proses yang Berkelanjutan
Paulus memuji jemaat Tesalonika atas iman mereka, tetapi juga menuntut mereka untuk lebih bersungguh-sungguh. Kekudusan tidak pernah berhenti; ia adalah proses seumur hidup.
R. C. Sproul menulis:
“Kekudusan bukan pilihan tambahan bagi orang Kristen, melainkan esensi dari panggilan Kristen itu sendiri.”
Artinya, orang percaya harus bertumbuh dari hari ke hari dalam pengudusan. Kita tidak boleh puas hanya karena kita sudah lebih baik dari masa lalu. Allah menginginkan kita menjadi serupa dengan Kristus, dan itu memerlukan pertumbuhan yang terus-menerus.
3. Ketaatan Adalah Wujud Kasih kepada Kristus
Ketika Paulus berkata bahwa ia memberikan “petunjuk atas nama Tuhan Yesus”, itu berarti ketaatan kita bersumber dari kasih kepada Kristus. Seperti dikatakan Yesus dalam Yohanes 14:15:
“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.”
J. C. Ryle, dalam bukunya Holiness, menulis:
“Tidak ada bukti kasih kepada Kristus yang lebih kuat selain ketaatan yang rendah hati terhadap firman-Nya.”
Kehidupan yang berkenan kepada Allah bukanlah sekadar moralitas, tetapi hasil dari kasih dan pengabdian kepada Kristus yang telah menebus kita.
4. Hidup Kristen Bukan untuk Kepuasan Diri, Melainkan Untuk Kemuliaan Allah
Dunia mengajarkan bahwa tujuan hidup adalah mencapai kebahagiaan pribadi, tetapi Alkitab mengajarkan bahwa tujuan hidup adalah memuliakan Allah. Dalam kerangka Reformed, tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya (Westminster Shorter Catechism, Q1).
Paulus menegaskan bahwa hidup yang berkenan kepada Allah berarti hidup yang diarahkan kepada kehendak dan kemuliaan-Nya, bukan kepada keinginan atau kepentingan diri sendiri.
IV. Contoh Teladan Hidup yang Berkenan kepada Allah
- 
Abraham – taat meninggalkan negerinya tanpa tahu ke mana ia akan pergi, karena percaya kepada janji Allah (Ibrani 11:8).
 - 
Daniel – tetap setia berdoa kepada Allah walau terancam hukuman mati.
 - 
Yesus Kristus – teladan sempurna dari hidup yang berkenan kepada Bapa, yang berkata, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku” (Yohanes 4:34).
 
Ketaatan Yesus bukan hanya inspirasi, tetapi juga kekuatan bagi kita, karena melalui Roh Kudus, kita dimampukan untuk hidup seperti Dia.
V. Penerapan bagi Jemaat Masa Kini
- 
Di dalam keluarga, hidup berkenan kepada Allah berarti mengasihi pasangan dan anak-anak dengan kasih Kristus.
 - 
Di tempat kerja, berarti bekerja dengan integritas dan kejujuran sebagai bentuk ibadah.
 - 
Dalam pelayanan, berarti melayani bukan untuk pujian manusia, tetapi untuk kemuliaan Kristus.
 - 
Dalam penderitaan, berarti tetap taat dan percaya bahwa segala sesuatu bekerja untuk kebaikan mereka yang mengasihi Allah (Roma 8:28).
 
Kehidupan Kristen sejati tampak bukan hanya di gereja, tetapi di setiap aspek kehidupan sehari-hari.
VI. Dorongan untuk Bertumbuh
Paulus menutup bagian ini dengan dorongan: “lebih bersungguh-sungguh lagi.”
Hidup Kristen bukan jalan yang statis, tetapi perjalanan menuju kemuliaan. John Calvin menulis:
“Selama kita masih hidup di dunia ini, kita masih dalam perjalanan. Maka biarlah kita berlari, bukan berhenti.”
Jemaat Tesalonika sudah berada di jalan yang benar, tetapi mereka perlu terus melangkah. Begitu pula kita: jangan puas dengan iman yang biasa-biasa saja. Teruslah bertumbuh dalam kasih, kekudusan, dan ketaatan.
Kesimpulan
Saudara-saudara, 1 Tesalonika 4:1-2 mengingatkan kita bahwa hidup Kristen adalah panggilan untuk berkenan kepada Allah.
- 
Paulus menasihati dengan kasih, tetapi juga dengan otoritas Kristus.
 - 
Hidup yang berkenan kepada Allah bukan hanya tentang moralitas, melainkan tentang relasi yang hidup dengan Allah.
 - 
Iman sejati selalu melahirkan ketaatan, dan ketaatan sejati memuliakan Allah.
 
Seperti jemaat Tesalonika, kita juga dipanggil untuk terus bertumbuh. Jangan berhenti di titik aman rohani kita, tetapi majulah “lebih bersungguh-sungguh lagi”, sampai akhirnya kita berjumpa dengan Kristus muka dengan muka.
Kiranya setiap langkah hidup kita menjadi persembahan yang harum bagi Tuhan.
Amin.