Makna dan Kuasa Perjamuan Kudus

Makna dan Kuasa Perjamuan Kudus

I. Pendahuluan: Perjamuan Kudus — Tanda dan Meterai Kasih Karunia

Perjamuan Kudus adalah salah satu dari dua sakramen yang ditetapkan oleh Tuhan Yesus sendiri bagi gereja-Nya. Dalam Lukas 22:19–20, tertulis:

“Dan Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: ‘Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!’ Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.’”

Perjamuan Kudus bukan sekadar ritual atau simbol kosong. Ia adalah tanda dan meterai anugerah Allah, yang diberikan untuk memperkuat iman orang percaya kepada karya penebusan Kristus.

John Calvin menyebut Perjamuan Kudus sebagai

“Sarana rahmat yang dengannya Kristus menyatakan diri-Nya kepada kita, bukan hanya melalui kata-kata, tetapi juga melalui tanda-tanda yang kelihatan.” (Institutes of the Christian Religion, IV.xvii.1)

Khotbah ini akan menuntun kita memahami makna rohani dari Perjamuan Kudus sebagaimana dijelaskan oleh para teolog Reformed — sebagai persekutuan sejati dengan Kristus, peringatan akan pengorbanan-Nya, dan pengharapan akan kemuliaan yang akan datang.

II. Latar Belakang Biblika: Penetapan Perjamuan Kudus

Perjamuan Kudus pertama kali ditetapkan oleh Yesus pada malam sebelum Ia disalibkan, yaitu malam Paskah Yahudi. Paskah sendiri mengingatkan pembebasan Israel dari Mesir melalui darah anak domba yang disembelih (Keluaran 12). Dengan demikian, Yesus menafsir ulang makna Paskah dalam terang penebusan-Nya di salib.

Dengan mengambil roti dan anggur, Ia menyatakan bahwa Dialah Anak Domba Allah (Yohanes 1:29) yang menanggung dosa dunia.
Roti melambangkan tubuh-Nya yang dipecahkan, dan anggur melambangkan darah-Nya yang ditumpahkan bagi keselamatan umat-Nya.

R.C. Sproul menjelaskan:

“Perjamuan Kudus adalah pusat ibadah Kristen karena di dalamnya Injil diberitakan bukan hanya dengan kata, tetapi juga dengan lambang.”

Melalui roti dan anggur, Kristus menyatakan kebenaran Injil secara konkret dan dapat dirasakan — bukan sekadar diingat dengan pikiran, tetapi dialami dengan iman.

III. Eksposisi Teologis: Makna Perjamuan Kudus Menurut Firman Allah

1. Perjamuan Kudus sebagai peringatan akan pengorbanan Kristus

Yesus berkata, “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.”
Kata “peringatan” (anamnesis dalam Yunani) bukan hanya mengingat secara intelektual, tetapi menghadirkan kembali dengan iman peristiwa karya keselamatan Kristus yang telah terjadi.

Matthew Henry menulis:

“Peringatan ini bukan nostalgia religius, tetapi partisipasi rohani dalam manfaat kematian Kristus.”

Artinya, setiap kali kita mengambil bagian dalam roti dan cawan, kita tidak mengulangi pengorbanan Kristus, tetapi menghidupkan kembali secara rohani keyakinan dan sukacita karena karya penebusan-Nya.

Roti yang dipecah melambangkan penderitaan tubuh Kristus di kayu salib, dan cawan melambangkan darah perjanjian baru yang menebus dosa kita. Karena itu, Perjamuan Kudus adalah pemberitaan Injil dalam bentuk sakramental — Injil yang dilihat, dirasakan, dan diterima dengan iman.

2. Perjamuan Kudus sebagai persekutuan dengan Kristus yang hidup

Paulus berkata dalam 1 Korintus 10:16:

“Bukankah cawan pengucapan syukur yang atasnya kita ucapkan syukur itu adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan itu adalah persekutuan dengan tubuh Kristus?”

Kata “persekutuan” di sini adalah koinonia — menunjukkan partisipasi nyata dalam kehidupan Kristus.

John Calvin menekankan bahwa dalam Perjamuan Kudus, kita benar-benar menerima Kristus secara rohani, bukan secara fisik, tetapi secara nyata oleh Roh Kudus:

“Roh Kudus adalah saluran yang mempersatukan kita dengan Kristus yang kini di surga, sehingga kita sungguh-sungguh menerima Dia dalam iman.” (Institutes, IV.xvii.10)

Calvin menolak pandangan Katolik Roma tentang transubstansiasi (bahwa roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus secara harfiah), namun juga menolak pandangan Zwingli yang melihat sakramen hanya sebagai simbol. Bagi Calvin, Perjamuan Kudus adalah persekutuan rohani yang sungguh nyata dengan Kristus.

Dalam momen itu, Roh Kudus mengangkat hati kita kepada Kristus di surga, di mana kita disegarkan oleh kasih karunia-Nya yang hidup.

3. Perjamuan Kudus sebagai meterai perjanjian baru

Yesus berkata, “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku” (Lukas 22:20).
Perjamuan Kudus adalah konfirmasi visual dari Perjanjian Anugerah, bahwa Allah telah menebus umat-Nya melalui darah Anak-Nya.

B.B. Warfield menulis:

“Sakramen adalah Firman yang terlihat, meterai yang meneguhkan janji Allah kepada umat pilihan-Nya.”

Sama seperti perjanjian lama disahkan dengan darah anak domba (Keluaran 24:8), demikian juga perjanjian baru disahkan dengan darah Kristus. Karena itu, setiap kali kita minum dari cawan, kita diperbarui dalam keyakinan bahwa Allah mengikat diri-Nya kepada kita dalam kasih dan kesetiaan yang kekal.

4. Perjamuan Kudus sebagai pengharapan akan perjamuan kekal di kerajaan Allah

Yesus menutup penetapan Perjamuan Kudus dengan janji:

“Sesungguhnya mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku.” (Matius 26:29)

Setiap kali kita berpartisipasi dalam Perjamuan Kudus, kita menantikan Perjamuan Anak Domba (Wahyu 19:9).
Perjamuan Kudus mengarahkan pandangan kita ke masa depan — kepada kedatangan Kristus kedua kali dan persekutuan kekal dengan-Nya.

R.C. Sproul menyebutnya sebagai “sakramen pengharapan,” karena di dalamnya terkandung janji pemulihan total dan kemenangan terakhir Kristus atas dosa dan kematian.

IV. Pandangan Para Teolog Reformed Klasik tentang Perjamuan Kudus

1. John Calvin

Calvin melihat Perjamuan Kudus sebagai pemberian Kristus yang nyata melalui Roh Kudus:

“Kita sungguh menerima tubuh dan darah Kristus, bukan secara jasmani, melainkan secara rohani oleh iman.”

Bagi Calvin, sakramen ini adalah “pembawa anugerah” karena di dalamnya Roh Kudus menguatkan iman yang lemah dan meneguhkan janji Injil.

2. Martin Bucer

Bucer menekankan aspek persekutuan gerejawi dari Perjamuan Kudus.

“Sakramen ini bukan hanya persekutuan dengan Kristus, tetapi juga dengan tubuh Kristus yang lain — gereja-Nya.”

Perjamuan Kudus mengingatkan kita bahwa kita adalah satu tubuh dalam Kristus (1 Korintus 10:17).

3. Heinrich Bullinger

Bullinger menulis dalam Second Helvetic Confession:

“Dalam Perjamuan Kudus, roti dan anggur tidak berubah zatnya, tetapi melalui tanda-tanda itu Kristus hadir secara rohani dan menyegarkan jiwa kita.”

4. Charles Hodge

Dalam Systematic Theology, Hodge menegaskan:

“Perjamuan Kudus adalah sarana rahmat yang memperdalam persekutuan dengan Kristus dan memperkuat kasih di antara orang percaya.”

Hodge menolak pandangan magis, tetapi menegaskan adanya kehadiran rohani Kristus yang sejati.

V. Dimensi Rohani: Kehadiran Kristus di Dalam Sakramen

Perdebatan besar sepanjang sejarah gereja berfokus pada bagaimana Kristus hadir dalam Perjamuan Kudus.
Pandangan Reformed menegaskan bahwa Kristus hadir secara rohani, bukan secara fisik.

Kehadiran Kristus adalah real presence, bukan local presence.
Roh Kuduslah yang menjembatani kehadiran ini.

Louis Berkhof menjelaskan:

“Roh Kudus membawa umat Allah kepada Kristus yang di surga, bukan Kristus yang turun ke bumi dalam bentuk roti dan anggur. Dengan demikian, persekutuan itu sungguh nyata, namun bersifat rohani.”

Dengan demikian, Perjamuan Kudus adalah momen di mana orang percaya mengalami penghiburan rohani, pembaruan iman, dan peneguhan kasih Allah.

VI. Aplikasi Praktis untuk Kehidupan Orang Percaya

1. Datanglah dengan hati yang siap dan bertobat

Paulus memperingatkan dalam 1 Korintus 11:28:

“Baiklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri, dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.”

Perjamuan Kudus bukan untuk orang yang sempurna, tetapi bagi mereka yang datang dengan hati yang sadar akan dosa dan bergantung pada kasih karunia Kristus.

Iman sejati tidak menyombongkan diri, tetapi merendah di bawah salib sambil berkata, “Kasihanilah aku, Tuhan.”

2. Lihatlah ke belakang — salib Kristus

Kita mengingat karya penebusan-Nya di Golgota, di mana kasih Allah dinyatakan sepenuhnya.

3. Lihatlah ke dalam — persekutuan pribadi

Kita memperbarui komitmen kepada Kristus dan mengalami persekutuan yang hidup dengan-Nya.

4. Lihatlah ke sekitar — tubuh Kristus

Perjamuan Kudus mempersatukan kita dengan sesama orang percaya. Tidak ada tempat bagi kebencian atau perpecahan di meja Tuhan.

5. Lihatlah ke depan — pengharapan eskatologis

Perjamuan Kudus adalah bayangan dari Perjamuan Anak Domba yang kekal, di mana kita akan makan bersama dengan Kristus dalam kemuliaan.

VII. Bahaya Jika Perjamuan Kudus Disalahpahami

  1. Bahaya ritualisme tanpa iman.
    Mengikuti sakramen tanpa hati yang percaya sama dengan penghinaan terhadap Kristus.

  2. Bahaya penyelewengan doktrinal.
    Pandangan yang melihat roti dan anggur berubah zatnya merusak makna sejati sakramen. Kristus tidak dipersembahkan ulang di altar, karena pengorbanan-Nya sekali untuk selamanya (Ibrani 10:10).

  3. Bahaya kelalaian.
    Menolak atau mengabaikan Perjamuan Kudus berarti mengabaikan sarana anugerah yang Tuhan berikan untuk menguatkan iman.

VIII. Kristus — Pusat dan Tujuan Perjamuan Kudus

Segala sesuatu dalam sakramen ini menunjuk kepada Kristus:

  • Ia adalah roti hidup yang turun dari sorga (Yohanes 6:51).
  • Ia adalah anggur baru dari sukacita keselamatan.
  • Ia adalah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.

Perjamuan Kudus membawa kita untuk mengalami kembali Injil — bukan hanya mendengarnya, tetapi menerimanya dengan iman yang hidup.

Martyn Lloyd-Jones berkata:

“Di meja Tuhan, kita tidak hanya melihat simbol-simbol kasih Kristus, tetapi kasih itu sendiri menyentuh dan menghidupkan hati kita.”

IX. Kesimpulan: Hidup dari Meja Tuhan

Perjamuan Kudus bukan akhir dari ibadah, tetapi permulaan dari kehidupan yang diperbarui.
Dari meja Tuhan, kita diutus kembali ke dunia untuk hidup dalam syukur, kasih, dan kesucian.

1 Korintus 10:17 berkata:

“Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.”

Maka biarlah setiap kali kita datang ke meja Tuhan, kita datang dengan hati yang lapar akan Kristus — bukan hanya mencari simbol, tetapi mencari Pribadi yang diwakilkan oleh simbol itu.

Perjamuan Kudus mempersatukan kita dengan Kristus, meneguhkan iman kita, dan mengingatkan kita akan kasih yang tak tergoyahkan.
Di dalamnya, kita mengalami Injil dalam bentuk yang paling indah: Kristus bagi kita, Kristus bersama kita, dan Kristus di dalam kita.

Next Post Previous Post