Markus 3:20–21 Ketika Keluarga Tidak Mengerti Panggilan Allah

I. PENDAHULUAN: YESUS YANG DIANGGAP GILA
Injil Markus 3:20–21 menyingkapkan salah satu momen paling mengharukan dalam pelayanan Yesus di dunia. Setelah melakukan banyak mukjizat dan pengajaran dengan otoritas ilahi, Yesus justru menghadapi kesalahpahaman—bukan hanya dari orang Farisi atau ahli Taurat, tetapi bahkan dari keluarga-Nya sendiri.
Mari kita membaca teksnya:
Markus 3:20–21 (TB):
“Kemudian Yesus masuk ke dalam sebuah rumah. Maka datanglah orang banyak pula, sehingga makan pun mereka tidak dapat. Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka: Ia tidak waras lagi.”
Bagian ini tampak singkat, tetapi mengandung makna teologis yang sangat dalam. Di sini kita melihat ketegangan antara panggilan ilahi dan reaksi manusia, antara ketaatan Yesus kepada kehendak Bapa dan penilaian dunia terhadap-Nya.
Dalam konteks Injil Markus, perikop ini juga menjadi jembatan menuju konflik yang semakin besar antara Yesus dan pemimpin agama (ayat 22–30) serta definisi baru tentang keluarga sejati (ayat 31–35).
II. KONTEKS SEKITAR AYAT (MARKUS 3:7–35)
Sebelum masuk ke dalam eksposisi Markus 3:20–21, kita perlu melihat konteks luasnya. Markus pasal 3 menunjukkan tiga reaksi terhadap pelayanan Yesus:
- 
Orang banyak datang kepada-Nya karena tertarik pada mujizat, bukan karena iman (ayat 7–12).
 - 
Murid-murid dipilih untuk menyertai dan diutus (ayat 13–19).
 - 
Keluarga dan ahli Taurat menilai Dia secara salah—keluarga menuduh Ia gila, ahli Taurat menuduh Ia kerasukan setan (ayat 20–30).
 
Dengan demikian, Markus sedang menunjukkan bahwa pelayanan Yesus selalu memunculkan pembelahan: sebagian percaya, sebagian menolak. Bahkan yang paling dekat secara darah pun bisa salah memahami misi-Nya.
III. EKSpositori AYAT DEMI AYAT
1. Markus 3:20 – “Kemudian Yesus masuk ke dalam sebuah rumah. Maka datanglah orang banyak pula, sehingga makan pun mereka tidak dapat.”
Ayat ini menggambarkan betapa padat dan intens pelayanan Yesus. Ia masuk ke rumah—kemungkinan besar di Kapernaum—dan segera orang banyak berdesakan datang. Markus menekankan bahwa situasinya begitu ramai sehingga “makan pun mereka tidak dapat”.
John Calvin menafsirkan:
“Markus menunjukkan semangat yang besar dari Kristus dalam melayani. Ia begitu tekun mengajar dan menolong orang, sampai melupakan kebutuhan jasmaninya sendiri. Ini menunjukkan dedikasi penuh terhadap pekerjaan Bapa.”
Calvin melihat ini bukan sebagai kelemahan, tetapi sebagai teladan pelayanan yang tidak mementingkan diri. Kristus mengutamakan keselamatan jiwa orang lain di atas kenyamanan pribadi.
William Hendriksen dalam New Testament Commentary menulis:
“Tindakan Yesus yang terus melayani tanpa henti menunjukkan kasih yang aktif dan tanpa pamrih. Namun bagi orang yang duniawi, hal seperti itu tampak berlebihan dan tidak masuk akal.”
Inilah awal kesalahpahaman besar itu: apa yang bagi Allah adalah kesetiaan, bagi manusia tampak sebagai kegilaan.
Ayat ini juga menunjukkan sisi kemanusiaan Yesus yang begitu sibuk dalam pelayanan. Dalam teologi Reformed, kita melihat di sini inkarnasi yang nyata—Yesus yang ilahi, tetapi juga manusia yang letih, lapar, dan tetap taat pada kehendak Bapa.
2. Markus 3:21 – “Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka: Ia tidak waras lagi.”
Inilah ayat yang paling mengejutkan. Keluarga Yesus, yang mestinya mendukung-Nya, justru berpikir Ia “tidak waras lagi” (eksestē dalam bahasa Yunani). Kata ini berarti “keluar dari dirinya sendiri” — istilah yang digunakan untuk orang yang dianggap tidak rasional atau gila.
A. Siapa yang dimaksud “kaum keluarga-Nya”?
Kata “kaum keluarga” (Yunani: hoi par’ autou) bisa diartikan “orang-orang dari pihak-Nya sendiri”, kemungkinan besar mengacu pada ibu dan saudara-saudara Yesus (bandingkan ayat 31–32).
Mereka mendengar tentang keramaian dan intensitas pelayanan Yesus, lalu berusaha “mengambil Dia”, artinya menjemput dengan paksa untuk membawa-Nya pulang. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak memahami panggilan mesianis Yesus.
Matthew Henry menafsirkan:
“Keluarga Yesus menilai berdasarkan apa yang tampak, bukan berdasarkan wahyu. Mereka melihat kesibukan luar biasa itu sebagai tanda ketidakseimbangan, padahal itu adalah ketaatan sempurna kepada Bapa.”
IV. PENAFSIRAN TEOLOGIS: KESALAHPAHAMAN TERHADAP PELAYANAN KRISTUS
Dalam dua ayat ini, kita menemukan tema besar yang sering muncul dalam seluruh Injil Markus:
Yesus dikenal, tetapi juga disalahpahami.
- 
Disalahpahami oleh orang banyak – mereka mencari mukjizat, bukan Mesias.
 - 
Disalahpahami oleh ahli Taurat – mereka menuduh Dia bekerja dengan kuasa Iblis.
 - 
Disalahpahami oleh keluarga-Nya – mereka menganggap Dia gila.
 
John Calvin menulis dengan tajam:
“Tidak ada penderitaan yang lebih berat bagi orang saleh daripada dituduh gila karena kesalehannya. Dunia selalu menganggap kebaktian yang sungguh-sungguh sebagai fanatisme.”
Yesus mengalami penderitaan batin ini, bahkan dari pihak keluarganya sendiri. Ini menjadi cermin bagi semua orang percaya yang sering dianggap aneh atau berlebihan karena iman mereka.
R.C. Sproul menambahkan:
“Keluarga Yesus menilai Dia dengan ukuran duniawi. Mereka tidak mengerti bahwa dalam ketaatan kepada Bapa, Yesus harus menempatkan misi keselamatan di atas segala ikatan manusiawi.”
V. TEOLOGI REFORMED TENTANG KESETIAAN KRISTUS DALAM PENDERITAAN
Dalam teologi Reformed, peristiwa ini menegaskan beberapa kebenaran penting:
1. Ketaatan Kristus bersumber dari kasih kepada Bapa, bukan dari pengakuan manusia.
Yesus tidak tergantung pada dukungan manusia, bahkan dari keluarga terdekat. Ia hanya taat kepada kehendak Bapa. Ini adalah inti dari doktrin obedientia activa et passiva — ketaatan aktif dan pasif Kristus yang sempurna, yang menjadi dasar keselamatan kita.
John Calvin menulis:
“Kristus taat bahkan ketika seluruh dunia menentangnya. Ia tidak mencari penghormatan manusia, sebab Ia tahu kehendak Bapa lebih tinggi dari kasih keluarga.”
2. Injil sering kali bertentangan dengan logika dunia.
Apa yang bagi dunia tampak tidak waras, bagi Allah adalah hikmat.
Seperti Paulus menulis dalam 1 Korintus 1:18:
“Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan hal itu adalah kekuatan Allah.”
Dengan demikian, Markus 3:21 adalah cerminan kecil dari salib itu sendiri — dunia menganggap Kristus “tidak waras”, tetapi justru melalui jalan “kegilaan” itulah keselamatan datang.
3. Kristus menanggung kesalahpahaman agar umat-Nya dimengerti oleh Bapa.
Dalam penderitaan ini, Yesus mewakili kita yang sering disalahpahami. Ia menanggung semua tuduhan, agar kita diterima dan dimengerti oleh Allah.
Seperti dikatakan B.B. Warfield:
“Yesus menanggung seluruh beban kesalahpahaman manusia agar kita memperoleh penerimaan penuh di hadapan Allah.”
VI. IMPLIKASI BAGI KEHIDUPAN ORANG PERCAYA
1. Kesetiaan kepada Allah kadang membuat kita disalahpahami oleh orang terdekat.
Keluarga Yesus sendiri tidak langsung mengerti misi-Nya. Begitu pula, orang percaya sering kali dianggap fanatik, berlebihan, atau bahkan “tidak realistis” oleh lingkungan sekitar. Namun ini adalah bagian dari panggilan kita untuk ikut memikul salib Kristus.
Yesus berkata dalam Matius 10:36–37:
“Musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya sendiri. Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.”
Ini bukan berarti kita harus membenci keluarga, tetapi kita harus mengasihi Kristus lebih dari segalanya.
2. Pelayanan yang sejati sering menuntut pengorbanan tanpa pengertian manusia.
Yesus melayani sampai tidak sempat makan. Pelayan Tuhan pun harus rela menanggung kesibukan, kelelahan, dan kadang kesalahpahaman. Namun sebagaimana dikatakan Paulus:
“Kasih Kristus yang menguasai kami” (2 Korintus 5:14).
Motivasi pelayanan bukanlah pujian manusia, melainkan kasih Kristus yang memaksa hati kita untuk terus bekerja bagi kemuliaan-Nya.
3. Ketaatan yang sejati mengutamakan kehendak Allah di atas kenyamanan pribadi.
Yesus menunjukkan bahwa ketaatan bukan tentang waktu luang, melainkan tentang kesetiaan mutlak. Ketika keluarga-Nya menganggap Ia “tidak waras”, Ia tidak mundur, karena Ia tahu panggilannya adalah melakukan kehendak Bapa sampai tuntas.
4. Kristus memahami penderitaan orang yang tidak dimengerti.
Jika engkau pernah melayani dan dianggap aneh, jika engkau berdoa dan diejek, jika imanmu membuatmu dijauhi—ingatlah: Yesus sudah lebih dahulu menanggung semuanya itu. Ia adalah Imam Besar yang dapat turut merasakan kelemahan kita (Ibrani 4:15).
VII. PERBANDINGAN DENGAN PERIKOP LAIN
Peristiwa serupa juga muncul dalam Yohanes 7:5, di mana dikatakan:
“Sebab saudara-saudara-Nya sendiri pun tidak percaya kepada-Nya.”
Namun menariknya, setelah kebangkitan, saudara-saudara Yesus akhirnya percaya. Yakobus, salah satu saudaranya, kemudian menjadi pemimpin jemaat di Yerusalem (Kisah Para Rasul 15).
Ini menunjukkan bahwa kesalahpahaman bukanlah akhir dari cerita. Allah mampu mengubah hati yang tidak percaya menjadi alat pelayanan-Nya. Bahkan orang yang dulu menganggap Yesus “tidak waras”, akhirnya bersujud menyembah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat.
VIII. REFLEKSI REFORMED: ANUGERAH DI BALIK PENOLAKAN
Teologi Reformed menekankan bahwa segala sesuatu dalam hidup Kristus memiliki tujuan penebusan. Termasuk momen ini, ketika Ia ditolak oleh keluarga-Nya sendiri.
Thomas Boston menulis:
“Kristus yang ditolak oleh saudara-Nya menjadi penghiburan bagi semua orang yang ditolak karena kebenaran.”
Melalui penolakan itu, Allah sedang menyiapkan jalan salib. Kristus harus mengalami semua bentuk kesalahpahaman manusia agar Ia bisa menjadi Juruselamat yang penuh belas kasihan.
Yesus tahu rasanya:
- 
disalahpahami,
 - 
tidak dipercaya,
 - 
dan dianggap gila.
 
Namun Ia tetap setia. Ia tetap mengasihi. Ia tidak membalas tuduhan dengan kemarahan, melainkan dengan kasih yang taat.
Di sinilah Injil bersinar:
Apa yang bagi manusia adalah kegilaan, bagi Allah adalah kasih yang paling murni.
IX. APLIKASI AKHIR UNTUK JEMAAT
- 
Tetaplah setia meski dunia tidak memahami imanmu.
Kesetiaan kepada Kristus sering kali tampak bodoh di mata dunia, tetapi justru itulah jalan menuju kemuliaan. - 
Jangan mengukur iman orang lain dengan logika duniawi.
Keluarga Yesus salah menilai karena mereka menilai dengan akal manusia. Belajarlah untuk melihat pelayanan dan ketaatan dari sudut pandang ilahi. - 
Utamakan kehendak Allah di atas segalanya.
Pelayanan Yesus menunjukkan bahwa kehendak Bapa jauh lebih penting daripada kepuasan pribadi. - 
Kristus adalah teladan bagi semua pelayan yang lelah dan disalahpahami.
Ia tahu rasanya bekerja tanpa dipuji, Ia tahu rasanya dikira “tidak waras”. Tetapi Ia tetap mengasihi dan menyelesaikan misi-Nya dengan sempurna. 
X. PENUTUP: “KEGILAAN” YANG MENYELAMATKAN DUNIA
Saudara yang terkasih, Markus 3:20–21 bukan sekadar kisah keluarga yang salah paham. Ini adalah potret Injil itu sendiri—kasih Allah yang tampak seperti kebodohan di mata dunia, namun menjadi kekuatan keselamatan bagi kita yang percaya.
Yesus dianggap gila karena Ia begitu mengasihi dunia yang membenci-Nya.
Ia dianggap tidak waras karena Ia lebih memilih salib daripada kenyamanan.
Tetapi justru melalui “kegilaan” itu, dunia diselamatkan.
Seperti dikatakan oleh Martin Luther:
“Kasih sejati selalu tampak bodoh bagi dunia, sebab dunia tidak mengerti kasih yang menyerahkan diri.”
Maka marilah kita mengikut Kristus dengan keberanian yang sama. Biarlah dunia berkata kita tidak waras karena hidup bagi Injil—selama kita tahu bahwa kita berjalan dalam kehendak Allah.
“Sebab aku tidak malu terhadap Injil, karena itu kekuatan Allah yang menyelamatkan.” (Roma 1:16)
Kiranya kasih Kristus yang tampak “gila” di mata dunia itu terus membakar hati kita untuk melayani tanpa pamrih, berkorban tanpa mengeluh, dan setia tanpa syarat.
Soli Deo Gloria.