Panggilan Kudus untuk Berkhotbah dengan Kuasa dan Kebenaran
.jpg)
Pendahuluan
Khotbah adalah jantung dari pelayanan gereja. Dalam teologi Reformed, khotbah bukan sekadar kegiatan berbicara di depan jemaat, melainkan pemberitaan Firman Allah yang hidup dan berotoritas. Melalui khotbah, Allah sendiri berbicara kepada umat-Nya. Seperti dikatakan oleh John Calvin, “Ketika Firman diberitakan dengan setia, Allah sendiri berbicara kepada kita melalui mulut hamba-Nya.”
Buku klasik Thoughts on Preaching: Being Contributions to Homiletics karya James W. Alexander menekankan bahwa khotbah yang sejati adalah sarana utama Roh Kudus untuk mengubah hati manusia. Dalam tradisi Reformed, khotbah bukanlah sarana hiburan, melainkan alat anugerah yang kudus (means of grace). Oleh sebab itu, teologi khotbah Reformed menempatkan keutamaan Firman, kesetiaan teologis, dan kekuatan Roh Kudus sebagai tiga pilar utama pelayanan pemberitaan.
Khotbah ini akan mengeksposisi beberapa prinsip utama tentang pemberitaan Firman berdasarkan Roma 10:14–17, dengan refleksi dari pemikiran para teolog Reformed seperti Calvin, Lloyd-Jones, dan Spurgeon, serta pandangan homiletika klasik Alexander dalam Thoughts on Preaching.
Teks Utama: Roma 10:14–17
“Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?... Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus.”
Ayat ini adalah dasar teologis dari seluruh pelayanan pemberitaan. Rasul Paulus menunjukkan rantai keselamatan yang tak terputus: pemberitaan → pendengaran → iman → keselamatan. Tanpa pemberitaan Firman, tidak ada iman sejati yang lahir. Karena itu, Allah menetapkan khotbah sebagai sarana utama untuk membawa manusia kepada Kristus.
I. Khotbah Sebagai Sarana Anugerah (Means of Grace)
Dalam teologi Reformed, khotbah bukanlah kegiatan manusia yang bersifat informatif, melainkan tindakan ilahi yang bersifat transformasional. Melalui pemberitaan yang setia, Roh Kudus bekerja di hati pendengar untuk menimbulkan iman dan pertobatan.
John Calvin menegaskan dalam Institutes (IV.1.5):
“Allah menetapkan pelayanan Firman untuk menyalurkan keselamatan-Nya kepada kita. Ia menggunakan manusia, tetapi kekuatannya berasal dari Roh Kudus.”
Dengan demikian, khotbah sejati adalah pertemuan antara Firman Allah yang tertulis dan pekerjaan Roh Kudus yang hidup. Seorang pengkhotbah hanyalah alat; kuasa perubahan terletak pada Firman yang dihembuskan Roh.
James W. Alexander dalam Thoughts on Preaching menulis:
“Pemberitaan Firman yang sejati bukanlah seni persuasi manusia, tetapi saluran anugerah Allah. Setiap khotbah adalah kesempatan bagi Roh Kudus untuk bekerja.”
A. Khotbah bukan sekadar komunikasi manusia
Khotbah sejati bukan hasil retorika, tapi pewartaan otoritatif. Dalam teologi Reformed, the Word preached is the Word of God—Firman yang diberitakan adalah Firman Allah itu sendiri, sejauh disampaikan sesuai dengan Kitab Suci.
Martyn Lloyd-Jones berkata:
“Khotbah adalah teologi yang menyala.”
Artinya, pemberitaan bukan sekadar penjelasan dogma, melainkan proklamasi kuasa Injil yang membakar hati dan mengubah hidup.
B. Roh Kudus adalah kuasa di balik setiap khotbah
Tanpa Roh Kudus, khotbah hanyalah kata-kata kosong. Tetapi ketika Roh bekerja, Firman menjadi pedang yang tajam (Ibrani 4:12). Charles Spurgeon menggambarkannya demikian:
“Seorang pengkhotbah tanpa Roh Kudus seperti perahu tanpa angin—tidak akan pernah bergerak.”
II. Pengkhotbah Sebagai Utusan Allah
Roma 10:15 berkata:
“Bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?”
Panggilan seorang pengkhotbah bukanlah karier, tetapi panggilan ilahi. Dalam pandangan Reformed, pelayanan khotbah tidak didasarkan pada bakat, tetapi pada penetapan Allah. Pengkhotbah adalah utusan Kristus yang diutus untuk berbicara atas nama-Nya.
John Owen menulis dalam The True Nature of a Gospel Church:
“Pemberitaan Firman adalah karya perwakilan Kristus; tidak seorang pun boleh melakukannya tanpa panggilan dan pengurapan Roh Kudus.”
A. Identitas pengkhotbah: hamba Firman
Pengkhotbah bukan bintang panggung, tetapi pelayan Injil. Ia berdiri bukan untuk menyampaikan opininya, tetapi otoritas Firman. Calvin berkata, “Seorang pengkhotbah sejati adalah corong Allah, bukan penyair yang menghibur telinga.”
Karena itu, tanggung jawabnya berat: setiap kata yang diucapkan akan dihakimi oleh Allah (Yakobus 3:1). Pengkhotbah Reformed menyadari bahwa ia berdiri di hadapan Allah yang kudus setiap kali ia berbicara.
B. Kehidupan pengkhotbah harus sejalan dengan khotbahnya
Richard Baxter dalam The Reformed Pastor mengingatkan:
“Jagalah dirimu lebih dulu, sebelum engkau menjaga jemaat. Karena engkau tidak dapat menyelamatkan orang lain, jika engkau sendiri tersesat.”
Kesalehan pribadi adalah fondasi dari khotbah yang berkuasa. Roh Kudus tidak akan meminyaki hati yang kotor. James Alexander menulis bahwa “khotbah yang lahir dari kehidupan yang saleh akan menembus hati lebih dalam daripada seribu kata indah dari hati yang dingin.”
III. Isi Khotbah: Kristus dan Salib-Nya
Setiap khotbah yang sejati harus berpusat pada Kristus. Paulus berkata dalam 1 Korintus 2:2, “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.”
A. Kristus adalah inti dari semua Kitab Suci
Teologi Reformed melihat seluruh Alkitab sebagai satu kesatuan yang menunjuk kepada Kristus (Lukas 24:27). Karena itu, setiap teks yang dikhotbahkan harus mengarah kepada pribadi dan karya Kristus.
B. Salib adalah inti Injil
John Stott menulis: “Tanpa salib, khotbah hanyalah moralitas; dengan salib, khotbah menjadi kabar hidup.”
Setiap khotbah Reformed harus menjelaskan dosa manusia, kasih karunia Allah, dan pengampunan di dalam Kristus. Tanpa Injil, khotbah hanya membangun moralitas tanpa keselamatan.
Charles Spurgeon berkata:
“Khotbah tanpa Kristus adalah seperti hari tanpa matahari.”
IV. Prinsip Ekspositori: Pemberitaan Berdasarkan Firman
Teologi Reformed menekankan expository preaching—khotbah yang berakar pada teks Alkitab. Ini berarti pengkhotbah menggali makna asli teks, menjelaskan konteks, dan menerapkannya kepada kehidupan pendengar.
A. Khotbah ekspositori adalah bentuk tertinggi ketaatan kepada Firman
John Calvin dalam pelayanannya di Jenewa memberitakan kitab demi kitab, ayat demi ayat. Ia percaya bahwa kesetiaan kepada teks adalah cara terbaik menghormati otoritas Alkitab.
B. Struktur khotbah Reformed: penjelasan, doktrin, aplikasi
- Penjelasan teks (exegesis) — menggali arti kata dan konteks.
- Penyajian doktrin (doctrine) — menyingkap kebenaran teologis yang terkandung.
- Penerapan praktis (application) — membawa kebenaran ke dalam hidup pendengar.
James W. Alexander menulis:
“Khotbah yang sejati harus dimulai dari teks, berputar di sekitar teks, dan berakhir dengan teks.”
C. Tantangan modern: menggantikan Firman dengan opini
Banyak khotbah modern lebih menonjolkan motivasi atau psikologi daripada Injil. Namun teologi Reformed menegaskan bahwa kuasa bukan pada gaya, tetapi pada Firman itu sendiri.
R.C. Sproul mengingatkan:
“Firman Allah tidak perlu dibela dengan humor atau hiburan; ia hanya perlu diberitakan dengan setia.”
V. Kuasa Khotbah dalam Pekerjaan Roh Kudus
Roma 10:17 berkata: “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus.”
Ayat ini menegaskan hubungan langsung antara pemberitaan Firman dan lahirnya iman. Namun iman tidak muncul otomatis; Roh Kuduslah yang menanamkan iman melalui Firman.
Jonathan Edwards menulis dalam The Spirit of the Preacher:
“Firman tanpa Roh adalah huruf mati, tetapi Roh tanpa Firman adalah khayalan. Allah mengikat keduanya dalam kesatuan yang kudus.”
A. Roh Kudus memberi kuasa pada Firman
Ketika Firman diberitakan, Roh Kudus menyinari hati pendengar, membuka mata rohani mereka untuk melihat kemuliaan Kristus (2 Korintus 4:6). Tanpa pekerjaan Roh, pendengar hanya akan mendengar suara manusia.
B. Hasil khotbah bukan hasil retorika, tetapi anugerah
Kesuksesan khotbah bukan diukur dari jumlah pendengar atau pujian, tetapi dari perubahan hidup yang nyata. Charles Spurgeon menulis:
“Khotbah yang sejati bukan untuk memukau telinga, tetapi untuk menusuk hati.”
VI. Tujuan Akhir Khotbah: Kemuliaan Allah
Semua khotbah sejati harus berakhir pada kemuliaan Allah. Dalam tradisi Reformed, prinsip Soli Deo Gloria menjadi dasar semua pelayanan.
James W. Alexander menulis: “Pengkhotbah sejati tidak berusaha menjadi terkenal, tetapi agar Kristus dikenal.”
A. Khotbah menegakkan kerajaan Allah
Melalui pemberitaan Firman, Allah memerintah umat-Nya. Calvin melihat khotbah sebagai “takhta Allah di tengah jemaat.” Di sanalah Allah memerintah bukan dengan pedang, tetapi dengan Firman.
B. Khotbah menguduskan jemaat
Firman yang diberitakan bukan hanya menuntun kepada keselamatan, tetapi juga pertumbuhan dalam kekudusan. Yohanes 17:17 berkata: “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.”
Khotbah yang sejati menembus hati, memperbaharui pikiran, dan memimpin umat untuk hidup bagi kemuliaan Allah. Tanpa khotbah, gereja kehilangan arah rohaninya.
VII. Penerapan Praktis bagi Pengkhotbah dan Jemaat
-
Bagi pengkhotbah:
- Berdoalah lebih banyak daripada berbicara.
- Siapkan khotbah dengan studi yang mendalam dan hati yang rendah.
- Khotbahkan Kristus, bukan dirimu sendiri.
- Biarlah hidupmu menjadi khotbah pertama yang didengar jemaat.
-
Bagi jemaat:
- Datanglah ke ibadah dengan hati lapar akan Firman.
- Dengar dengan iman, bukan dengan telinga kritis semata.
- Lakukan Firman yang didengar; karena iman tanpa perbuatan adalah mati.
Matthew Henry berkata: “Mendengar tanpa menaati adalah seperti melihat wajah di cermin lalu melupakannya.”
Penutup
Khotbah adalah instrumen Allah untuk melanjutkan karya penebusan-Nya di dunia. Ia memanggil hamba-hamba-Nya untuk memberitakan Kristus dengan kuasa Roh Kudus, dan melalui pemberitaan itu, iman lahir, hati diperbaharui, dan nama Allah dimuliakan.
James W. Alexander menutup Thoughts on Preaching dengan doa sederhana namun dalam:
“Kiranya setiap pengkhotbah berbicara seolah-olah ini adalah khotbah terakhirnya di bumi, dan setiap pendengar mendengar seolah-olah ini adalah Firman terakhir yang didengarnya sebelum bertemu Allah.”
Kiranya semangat ini membakar setiap hamba Tuhan untuk memberitakan Injil dengan kesetiaan dan kuasa dari atas, sehingga gereja terus diperbaharui oleh Firman yang hidup.