Pejuang Surgawi: Manusia yang Masuk ke Surga

Pejuang Surgawi: Manusia yang Masuk ke Surga

Pendahuluan

Dalam perjalanan iman Kristen, hidup digambarkan sebagai perlombaan menuju surga. Rasul Paulus menggunakan metafora yang sama ketika berkata, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2 Timotius 4:7). Yohanes Bunyan, penulis klasik Reformed terkenal, menulis sebuah traktat berjudul The Heavenly Footman, yang menggambarkan seorang “pelari surgawi” — seorang Kristen sejati yang berlari menuju kehidupan kekal dengan tekad, ketekunan, dan iman yang teguh.

Tema utama artikel ini adalah panggilan untuk hidup sebagai pejuang surgawi — orang yang berlari dalam perlombaan iman, tidak dengan kekuatan manusia, tetapi oleh kasih karunia Allah. Dalam terang ajaran para teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, John Owen, dan R.C. Sproul, kita akan menelusuri bagaimana seorang Kristen sejati dapat “masuk ke surga,” bukan karena usahanya sendiri, tetapi karena kesetiaannya menanggapi panggilan Allah dalam Kristus Yesus.

I. Panggilan untuk Berlari Menuju Surga

Dalam 1 Korintus 9:24–25 Paulus menulis:
“Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal.”

Paulus tidak berbicara tentang perlombaan duniawi, melainkan perlombaan rohani — perjuangan menuju kesempurnaan di dalam Kristus. Yohanes Bunyan menjelaskan bahwa setiap orang dalam dunia ini sebenarnya sedang “berlari,” tetapi hanya sedikit yang berlari menuju arah yang benar, yaitu surga. Ia berkata, “Banyak yang berlari untuk dunia, sedikit yang berlari untuk surga; tetapi hanya mereka yang berlari dengan sungguh-sungguh yang akan masuk.”

John Calvin dalam tafsirannya atas 1 Korintus 9 menulis bahwa kehidupan Kristen menuntut “disiplin rohani yang keras,” sebab perjalanan iman bukan jalan yang mudah. Orang percaya harus berlari dengan fokus tunggal pada Kristus, meninggalkan segala beban dosa dan kesenangan dunia yang memperlambat langkahnya.

R.C. Sproul menambahkan, “Iman yang sejati tidak statis; ia bergerak maju. Iman sejati adalah iman yang bertumbuh, yang menuntun seseorang untuk terus mengejar Allah dengan kerinduan yang tidak pernah padam.”

II. Tujuan Perlombaan: Surga Sebagai Mahkota Kekal

Bunyan menggambarkan surga sebagai “mahkota kehidupan” yang hanya diberikan kepada mereka yang menyelesaikan perlombaan dengan setia. Ini sejalan dengan Yakobus 1:12: “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.”

Louis Berkhof menjelaskan bahwa pengharapan akan surga adalah motivasi ilahi yang mendorong orang percaya untuk hidup kudus. Dalam Systematic Theology ia menulis, “Tujuan akhir manusia bukanlah kebahagiaan duniawi, melainkan persekutuan kekal dengan Allah di dalam kemuliaan.”

Jonathan Edwards dalam khotbah terkenalnya The Christian Pilgrim menegaskan: “Seorang Kristen sejati hidup untuk dunia yang akan datang. Ia berjalan di dunia ini seperti seorang musafir, matanya tertuju pada kota yang memiliki dasar, yang dirancang dan dibangun oleh Allah.”

Oleh sebab itu, perlombaan iman tidak boleh diarahkan kepada hal-hal fana. Segala kesenangan duniawi, kehormatan, dan kekayaan hanyalah debu dibandingkan dengan kemuliaan yang akan datang. Orang yang berlari menuju surga tahu bahwa upahnya bukan di bumi, melainkan di hadapan Allah.

III. Cara Berlari: Dengan Disiplin, Iman, dan Ketekunan

Paulus menasihatkan dalam Ibrani 12:1–2:
“Marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan.”

Bunyan menulis bahwa “tidak ada yang sampai ke surga tanpa perjuangan.” Ia menekankan tiga hal utama: disiplin, iman, dan ketekunan.

  1. Disiplin – Orang Kristen sejati harus menguasai dirinya. Calvin menulis, “Tidak ada kemenangan tanpa penyangkalan diri.” Orang percaya harus menyalibkan keinginan daging dan hidup dalam ketaatan kepada Firman.
  2. Iman – Iman adalah kekuatan yang membuat orang percaya terus berlari walau jalan terasa berat. Seperti yang dikatakan Edwards, “Iman memandang yang tak kelihatan, dan dengan itu memberi sayap bagi jiwa untuk terus terbang menuju surga.”
  3. Ketekunan – John Owen menegaskan bahwa “iman sejati selalu bertahan sampai akhir.” Ia bukan sekadar awal yang baik, tetapi akhir yang penuh kemenangan.

Dalam dunia modern yang penuh godaan dan kesibukan, banyak orang kehilangan arah. Namun orang yang hatinya telah diperbarui oleh Roh Kudus akan terus berlari — bukan karena kemampuannya sendiri, melainkan karena anugerah yang menopangnya di setiap langkah.

IV. Hambatan dalam Perlombaan Menuju Surga

Bunyan memperingatkan bahwa ada banyak rintangan di jalan menuju surga. Ia menyebut beberapa di antaranya: dosa yang dicintai, cinta dunia, dan kelalaian rohani.

  1. Dosa yang Dicintai – Dosa yang dipelihara adalah batu sandungan terbesar. Thomas Watson menulis, “Engkau tidak dapat berlari menuju surga dengan rantai dosa yang masih membelit kakimu.”
  2. Cinta Dunia – Yohanes berkata, “Janganlah kamu mengasihi dunia atau apa yang ada di dalamnya” (1 Yohanes 2:15). Ketika hati lebih mencintai dunia daripada Kristus, maka langkah rohani melambat dan akhirnya berhenti.
  3. Kelalaian Rohani – Ketika doa, Firman, dan ibadah ditinggalkan, jiwa kehilangan tenaga untuk berlari. Calvin menyebut doa sebagai “napas jiwa,” tanpa itu, iman akan mati lemas.

Bavinck menambahkan bahwa penghalang terbesar bukanlah penderitaan, melainkan “kenyamanan tanpa Kristus.” Dunia modern menawarkan kemudahan, tetapi sering mengosongkan jiwa dari pengharapan kekal.

V. Kekuatan untuk Berlari: Kasih Karunia Allah

Khotbah Bunyan bukanlah seruan untuk keselamatan melalui usaha manusia, tetapi panggilan untuk hidup dalam kasih karunia yang aktif. Ia menulis, “Tidak ada yang bisa berlari ke surga tanpa kekuatan dari Surga.”

Dalam teologi Reformed, keselamatan sepenuhnya adalah karya kasih karunia Allah. Paulus menegaskan, “Karena Allah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Filipi 2:13).

R.C. Sproul menjelaskan bahwa kasih karunia tidak meniadakan tanggung jawab manusia, tetapi justru memampukannya untuk berjuang. “Kasih karunia bukan alasan untuk pasif; ia adalah kekuatan ilahi yang membuat kita aktif dalam ketaatan.”

Oleh sebab itu, orang percaya yang sejati berlari bukan untuk mendapatkan keselamatan, melainkan karena telah diselamatkan. Perlombaan iman adalah bukti bahwa kasih karunia telah bekerja dalam diri seseorang.

VI. Mahkota bagi Pemenang: Kehidupan Kekal Bersama Kristus

Akhir dari perlombaan iman bukanlah kehancuran, melainkan kemuliaan. Paulus berseru: “Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan” (2 Timotius 4:8).

John Bunyan menggambarkan momen itu dengan indah: “Ketika pelari surgawi tiba di gerbang surga, seluruh penghuni sorga bersorak menyambutnya; malaikat membuka pintu, dan Sang Raja memahkotainya dengan kemuliaan.”

John Owen menulis bahwa kemuliaan sorgawi adalah “kesempurnaan penyatuan antara Allah dan manusia di dalam Kristus.” Segala penderitaan, air mata, dan perjuangan dunia ini akan digantikan dengan sukacita abadi.

Bagi orang percaya, kematian bukanlah garis akhir, tetapi garis kemenangan. Sebagaimana Kristus menang atas maut, demikian pula mereka yang ada di dalam Dia akan menerima mahkota kehidupan kekal

VII. Pelari yang Gagal: Peringatan bagi Orang yang Lalai

Bunyan memberi peringatan keras terhadap mereka yang berlari tanpa arah, atau berhenti di tengah jalan. Ia menulis, “Banyak yang memulai dengan semangat, tetapi berhenti sebelum mencapai akhir; mereka puas dengan agama yang dangkal, bukan dengan Kristus yang sejati.”

Jonathan Edwards juga memperingatkan bahwa iman yang sejati ditandai oleh ketekunan. Ia berkata, “Ketekunan bukan sekadar tanda dari keselamatan, tetapi bagian dari keselamatan itu sendiri.”

Dalam Matius 7:21 Yesus berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” Ini adalah panggilan bagi kita untuk memeriksa diri: Apakah kita benar-benar berlari dalam arah yang benar? Apakah kita berlari untuk Kristus, atau untuk diri sendiri?

VIII. Berlari dengan Pandangan kepada Yesus

Pada akhirnya, satu-satunya cara untuk menyelesaikan perlombaan iman adalah dengan terus menatap kepada Kristus. Ia adalah “pemimpin dan penyempurna iman” (Ibrani 12:2).

Calvin menulis, “Ketika kita menatap Kristus, kita tidak akan pernah berhenti berlari, karena di dalam-Nya kita menemukan kekuatan dan pengharapan untuk setiap langkah.”

Yesus sendiri telah lebih dahulu berlari — Ia menanggung salib, Ia menempuh jalan penderitaan, dan kini Ia duduk di sebelah kanan Allah. Ia adalah jaminan bahwa semua orang yang mengikut Dia akan sampai ke tempat yang sama.

Kesimpulan

Hidup Kristen adalah perlombaan menuju surga. Jalan ini penuh kesukaran, penderitaan, dan godaan, tetapi juga dipenuhi dengan kasih karunia, kekuatan, dan sukacita yang datang dari Kristus

Seorang pejuang surgawi adalah mereka yang:

  • Berlari dengan iman dan pengharapan yang teguh,
  • Meninggalkan dosa dan dunia,
  • Hidup dalam disiplin dan ketekunan,
  • Dan terus menatap kepada Yesus sebagai tujuan akhirnya.

Sebagaimana Bunyan menulis: “Jalan menuju surga bukanlah jalan bagi yang malas, tetapi bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin sampai di sana.”

Kiranya kita semua menjadi pelari yang setia, yang akhirnya dapat berkata bersama Paulus:

“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir, dan aku telah memelihara iman.”
— 2 Timotius 4:7

Next Post Previous Post