Seni Bernubuat: Suara Allah dalam Pelayanan Firman

“Sebab nubuat tidak pernah dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.”
— 2 Petrus 1:21 (TB)
1. Pendahuluan: Apa Itu Nubuat dalam Pengertian Reformed
Dalam konteks modern, istilah “nubuat” sering disalahpahami. Banyak orang mengaitkannya dengan ramalan masa depan atau pengalaman mistik yang emosional. Namun dalam pengertian teologi Reformed, nubuat adalah penyampaian Firman Allah yang hidup dan relevan kepada umat-Nya, bukan sekadar pernyataan tentang masa depan.
William Perkins (1558–1602), tokoh Puritan dan penulis buku klasik The Art of Prophesying (1606), menegaskan bahwa nubuat adalah “penerapan Firman Allah kepada kehidupan umat secara tepat, demi pertumbuhan iman dan kebenaran.”
Artinya, nubuat tidak boleh dilepaskan dari Alkitab, sebab Alkitab adalah wahyu Allah yang sempurna.
Perkins menulis:
“Nubuat sejati bukanlah suara baru dari surga, melainkan penjelasan yang setia dari Firman yang telah dinyatakan.”
Dengan demikian, seni bernubuat bukan soal kemampuan supranatural, melainkan tanggung jawab rohani untuk menafsirkan dan memberitakan Firman Allah dengan benar, penuh kasih, dan berkuasa.
2. Nubuat dalam Alkitab: Dari Nabi ke Pemberita Firman
a. Nabi dalam Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama, nabi adalah juru bicara Allah (nābî’) — seseorang yang menyampaikan pesan ilahi kepada umat. Mereka tidak menciptakan firman, tetapi menyampaikan apa yang Allah katakan.
“Beginilah firman TUHAN…” (Yeremia 1:4–10)
“TULISLAH semua perkataan yang telah Kufirmankan kepadamu…” (Yeremia 30:2)
Fungsi nabi tidak hanya meramalkan masa depan, tetapi juga:
-
Menegur dosa (Yesaya 1:4)
-
Menyemangati umat (Yesaya 40:1)
-
Memanggil kepada pertobatan (Yoel 2:12–13)
Dengan demikian, nubuat adalah khotbah ilahi, bukan sekadar prediksi.
b. Nubuat dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru, fungsi nubuat berkembang menjadi pelayanan pemberitaan Firman yang berpusat pada Kristus.
“Sebab kesaksian tentang Yesus adalah roh nubuat.” (Wahyu 19:10)
Artinya, semua nubuat sejati harus menunjuk kepada Kristus sebagai penggenapan Firman Allah.
Karena itu, pelayanan firman dalam gereja adalah bentuk modern dari fungsi kenabian — pemberitaan Injil yang berkuasa melalui Roh Kudus.
John Calvin menegaskan:
“Pemberitaan Firman adalah bentuk tertinggi dari nubuat, karena di dalamnya Allah berbicara kepada umat-Nya secara langsung melalui lidah manusia.”
3. Eksposisi Teologis: Dasar Alkitabiah tentang Seni Bernubuat
a. 2 Timotius 4:1–2
“Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.”
Ayat ini adalah dasar pelayanan profetis dalam gereja. Paulus tidak memerintahkan Timotius untuk “menyampaikan kata baru,” tetapi untuk menafsirkan Firman Allah secara setia dan kontekstual.
Nubuat sejati selalu membawa tiga fungsi utama:
-
Menegur (convicting) — menunjukkan dosa dan kebutuhan akan anugerah.
-
Mendidik (instructing) — mengajar kebenaran Allah secara jelas.
-
Membangun (edifying) — menguatkan iman dan pengharapan umat.
b. 1 Korintus 14:3
“Tetapi siapa bernubuat, ia berkata-kata kepada manusia untuk membangun, menasihati, dan menghibur.”
Menurut Perkins, inilah “tiga nada” dari nubuat sejati:
-
Membangun (edification): menanamkan dasar iman yang benar.
-
Menasihati (exhortation): menggerakkan hati menuju ketaatan.
-
Menghibur (comfort): meneguhkan umat dalam penderitaan.
R.C. Sproul menambahkan:
“Setiap kali Firman diberitakan dengan kuasa Roh Kudus, nubuat sedang berlangsung — bukan dengan ekstasi emosional, tetapi dengan otoritas Firman yang mengubah hati.”
4. Pandangan Teologi Reformed tentang Karunia Nubuat
Dalam pandangan Reformed klasik, karunia nubuat yang bersifat wahyu langsung telah berhenti setelah kanon Alkitab lengkap. Namun fungsi kenabian tetap berlanjut dalam pemberitaan Firman.
a. John Calvin – “Khotbah sebagai Nubuat”
Calvin dalam Institutes of the Christian Religion (Book IV, ch. 1) menulis:
“Allah tidak lagi berbicara melalui nabi secara luar biasa, sebab Ia telah menyatakan Firman-Nya sepenuhnya dalam Kristus dan Kitab Suci. Namun Ia terus berbicara melalui pemberitaan Injil.”
Dengan demikian, setiap pengkhotbah yang setia menafsirkan dan menerapkan Firman adalah alat Allah yang bernubuat dalam konteks gereja masa kini.
b. Louis Berkhof – “Nubuat sebagai Iluminasi”
Berkhof menjelaskan bahwa dalam zaman gereja, nubuat tidak lagi berfungsi sebagai “revelation” (penyataan baru), tetapi sebagai “illumination” (penerangan atas wahyu yang telah ada).
“Roh Kudus tidak menambah Firman, tetapi menerangi hati agar memahami Firman yang telah dinyatakan.”
c. Martyn Lloyd-Jones – “Pemberitaan yang Diurapi”
Lloyd-Jones menegaskan dalam Preaching and Preachers:
“Khotbah sejati adalah nubuat — bukan karena pengkhotbah menerima pesan baru, melainkan karena Roh Kudus berbicara melalui dia secara hidup kepada umat-Nya.”
Dengan demikian, seni bernubuat tidak terletak pada retorika atau emosi, tetapi pada perjumpaan rohani antara Firman Allah dan hati manusia melalui kuasa Roh Kudus.
5. The Art of Prophesying Menurut William Perkins
William Perkins membagi seni bernubuat menjadi dua aspek utama: eksposisi dan aplikasi.
a. Eksposisi: Menjelaskan Makna Firman
Perkins menekankan bahwa setiap pengkhotbah harus:
-
Menafsirkan teks secara gramatikal dan historis.
-
Menemukan maksud Allah yang sejati dalam konteks.
-
Menghubungkan setiap teks kepada Kristus dan Injil.
Ia menulis:
“Tugas utama nabi atau pengkhotbah bukan menciptakan makna baru, tetapi menemukan dan mengumumkan maksud Allah dalam teks.”
b. Aplikasi: Menerapkan Firman ke Hati
Perkins membagi pendengar ke dalam empat kelompok:
-
Orang yang belum percaya.
-
Orang yang percaya tetapi lemah.
-
Orang yang percaya dan dewasa.
-
Orang yang keras hati.
Nubuat sejati harus menyesuaikan nada dan isi Firman kepada kondisi rohani pendengarnya — menghibur yang berdukacita, menegur yang sombong, menguatkan yang lemah, dan mengarahkan yang bingung.
Ia menulis:
“Firman harus dipotong dan dibagikan sesuai dengan kebutuhan rohani masing-masing pendengar — inilah seni sejati bernubuat.”
6. Seni Bernubuat dan Reformasi: Dari Firman ke Hati
Reformasi Protestan pada abad ke-16 adalah kebangkitan seni bernubuat di tengah kegelapan rohani gereja. Ketika Alkitab dibuka kembali kepada umat, Roh Kudus menyalakan kembali panggilan kenabian dalam pelayanan firman.
Martin Luther berkata:
“Ketika Firman diberitakan, Allah sendiri berbicara.”
Calvin menegaskan:
“Mimbar adalah tempat Allah bertakhta melalui Firman-Nya.”
Oleh karena itu, Reformasi tidak hanya memulihkan doktrin pembenaran oleh iman, tetapi juga memulihkan fungsi kenabian gereja, di mana setiap khotbah adalah tindakan ilahi yang menyatakan kehendak Allah.
7. Prinsip Praktis: Bagaimana Seni Bernubuat Dihidupi dalam Gereja
-
Menjaga Kemurnian Firman.
Semua nubuat harus diuji oleh Alkitab (1 Tes. 5:20–21).
Tidak ada pengalaman, suara batin, atau penglihatan yang setara dengan Kitab Suci. -
Berdoa untuk Pencerahan Roh Kudus.
Tanpa penerangan Roh, Firman hanya menjadi teks mati.
Perkins menulis, “Tanpa Roh, tidak ada nubuat; tanpa doa, tidak ada kuasa.” -
Membawa Firman ke hati, bukan hanya ke pikiran.
Nubuat bukanlah akademis belaka; ia harus menggerakkan pertobatan dan iman. -
Menghidupi Firman sebelum menyampaikannya.
Nabi sejati bukan hanya pembicara, tetapi saksi dari kebenaran yang ia khotbahkan. -
Mengutamakan Kristus sebagai pusat nubuat.
Semua nubuat harus mengarah kepada Injil Kristus yang menebus — sebab tanpa salib, tidak ada pesan profetis yang sejati.
8. Pandangan Para Pakar Reformed tentang Seni Bernubuat
| Tokoh | Pandangan Utama tentang Nubuat |
|---|---|
| John Calvin | Khotbah adalah bentuk nubuat modern di mana Allah berbicara melalui Firman tertulis. |
| William Perkins | Nubuat adalah seni menafsirkan dan menerapkan Firman secara tepat. |
| Louis Berkhof | Nubuat kini bersifat iluminatif, bukan revelatif. |
| Herman Bavinck | Nubuat adalah wahyu progresif yang berpuncak pada Kristus. |
| R.C. Sproul | Nubuat sejati selalu bersumber dari Kitab Suci dan menunjuk kepada kedaulatan Allah. |
| Martyn Lloyd-Jones | Khotbah yang diurapi adalah nubuat yang menghidupkan jemaat. |
9. Relevansi Seni Bernubuat dalam Dunia Modern
Di zaman postmodern yang relativistik, di mana banyak “suara rohani” bersaing memperebutkan kebenaran, seni bernubuat menjadi sangat penting. Gereja harus kembali kepada pemberitaan Firman yang berotoritas, bukan kepada tren psikologis atau pengalaman subjektif.
Nubuat sejati tidak mengikuti dunia, tetapi mengoreksi dunia dengan kebenaran Allah.
Abraham Kuyper menulis:
“Tidak ada satu inci pun di alam semesta ini yang Kristus tidak klaim sebagai milik-Nya.”
Demikian pula, tidak ada satu bidang kehidupan pun yang tidak perlu disentuh oleh suara profetis Firman.
10. Kesimpulan: Nubuat sebagai Jantung Gereja yang Hidup
Nubuat bukanlah karunia eksklusif bagi segelintir orang, melainkan panggilan bagi seluruh gereja untuk menjadi suara Allah di dunia.
Ketika Firman diberitakan dengan kuasa Roh Kudus, gereja sedang bernubuat — menegur dosa, membangun umat, dan memuliakan Kristus.
“Akibat pemberitaan Firman yang benar, umat dibangun, kerajaan Allah diperluas, dan dunia mendengar suara Tuhan.”
— William Perkins