Zakharia 1:7–8 - Kuda Merah di Antara Pohon Murad

I. Pendahuluan: Penglihatan di Tengah Kegelapan
Zakharia 1:7–8 (AYT)
7. Pada hari ke-24 dalam bulan ke-11, yaitu bulan Syebat, pada tahun ke-2 pemerintahan Darius, firman TUHAN datang kepada Nabi Zakharia, anak Berekhya, anak Ido, yang berkata,
8. “Pada malam hari aku melihat, tampak seorang laki-laki menunggang kuda merah, dan dia berdiri di antara pohon-pohon murad yang ada di jurang, sementara di belakangnya ada kuda merah, cokelat kemerahan, dan putih.”
Kitab Zakharia adalah salah satu tulisan profetik yang paling sarat simbolisme dalam Perjanjian Lama. Ditulis pada masa pasca-pembuangan (sekitar tahun 520 SM), kitab ini hadir untuk menghibur dan meneguhkan umat Allah yang baru kembali dari Babel.
Bangsa itu sedang mengalami masa kelam: Bait Allah belum selesai dibangun, kondisi ekonomi sulit, dan rasa kecewa melanda karena janji-janji pemulihan tampak belum nyata. Di tengah situasi itu, Allah menyingkapkan serangkaian penglihatan malam kepada Nabi Zakharia — dan penglihatan pertama adalah tentang seorang laki-laki menunggang kuda merah di antara pohon murad.
II. Latar Historis dan Teologis: Masa Setelah Pembuangan
Zakharia hidup sezaman dengan Hagai, dan keduanya melayani di Yerusalem setelah bangsa Israel kembali dari pembuangan Babel pada dekrit Raja Koresh (538 SM).
Tujuan utama pelayanannya adalah menguatkan umat untuk membangun kembali Bait Allah dan menegaskan bahwa Allah belum meninggalkan mereka.
Nama “Zakharia” berarti “YHWH mengingat” — suatu deklarasi teologis bahwa Allah setia pada janji-Nya meskipun umat-Nya lalai.
Teologi Reformed memandang kitab Zakharia sebagai puncak dari tema covenantal (perjanjian), di mana Allah menyatakan kasih setia-Nya kepada umat pilihan-Nya melalui visi dan nubuat mesianik.
John Calvin menyebut kitab ini sebagai “a mirror of divine providence” — cermin dari penyertaan Allah yang tidak pernah gagal terhadap umat-Nya bahkan di tengah kehancuran.
III. Eksposisi Ayat demi Ayat
Zakharia 1:7: “Pada hari ke-24 dalam bulan ke-11, yaitu bulan Syebat, pada tahun ke-2 pemerintahan Darius, firman TUHAN datang kepada Nabi Zakharia, anak Berekhya, anak Ido.”
1. Waktu yang Spesifik dan Penting
Tanggal ini setara dengan sekitar 15 Februari 519 SM. Penanggalan yang sangat rinci menunjukkan bahwa wahyu ini bukan sekadar simbolis, tetapi peristiwa historis nyata.
Allah menyatakan firman-Nya bukan dalam ruang mitos, tetapi di dalam sejarah manusia.
Inilah fondasi teologi Reformed: wahyu Allah terjadi dalam ruang-waktu yang konkret, menunjukkan bahwa Allah berdaulat atas sejarah dunia.
“Allah bukan hanya Tuhan atas gereja, tetapi Tuhan atas sejarah.”
— Abraham Kuyper
Ketika Zakharia menerima penglihatan ini, pembangunan Bait Allah baru saja dimulai kembali. Hati umat masih gentar, tetapi Tuhan berbicara untuk mengingatkan bahwa Ia bekerja diam-diam tetapi pasti.
2. Silsilah Nabi dan Legitimasi Wahyu
Zakharia disebut “anak Berekhya, anak Ido.” Dalam Ezra 5:1 dan 6:14, Zakharia disebut sebagai “anak Ido.” Ini bukan kontradiksi, tetapi cara Alkitab menekankan garis kenabian yang sah dari keluarga imam.
Teologi Reformed memandang ini penting: wahyu Allah tidak datang secara acak, tetapi melalui saluran yang ditetapkan-Nya.
Zakharia adalah imam sekaligus nabi, menandakan bahwa pelayanan firman dan ibadah tidak dapat dipisahkan.
Herman Bavinck menulis:
“Allah yang sama yang menetapkan hukum ibadah juga menyampaikan firman nubuat; keduanya bekerja menuju satu tujuan — memulihkan umat untuk kemuliaan-Nya.”
Zakharia 1:8: “Pada malam hari aku melihat, tampak seorang laki-laki menunggang kuda merah, dan dia berdiri di antara pohon-pohon murad yang ada di jurang, sementara di belakangnya ada kuda merah, cokelat kemerahan, dan putih.”
Inilah penglihatan malam pertama dari delapan penglihatan dalam kitab Zakharia.
Setiap detail di sini memiliki makna simbolis yang mendalam.
IV. Analisis Simbolik dan Teologis
1. “Pada malam hari aku melihat...”
Waktu malam dalam Alkitab sering menggambarkan masa kegelapan rohani, kebingungan, dan penderitaan (bandingkan dengan Mazmur 30:6; Mikha 3:6).
Namun, di tengah malam itu, Allah menyingkapkan penglihatan terang kepada Zakharia.
Pesannya jelas: meskipun Israel berada dalam “malam sejarah”, mata Allah tidak tertutup.
Ia bekerja bahkan ketika manusia tidak melihatnya.
John Calvin menulis:
“Ketika segala sesuatu tampak gelap, Allah menyingkapkan mata iman untuk melihat bahwa kerajaan-Nya tetap berdiri tegak.”
Reformed theology menekankan bahwa wahyu bukan hasil pencarian manusia, tetapi inisiatif Allah di tengah kegelapan manusia. Allah berbicara dalam malam untuk menunjukkan bahwa terang keselamatan berasal dari-Nya semata.
2. “Seorang laki-laki menunggang kuda merah...”
Identitas “laki-laki” ini diungkapkan kemudian dalam Zakharia 1:11–12 sebagai “Malaikat TUHAN” — figur ilahi yang sering muncul sebagai manifestasi pra-inkarnasi Kristus dalam Perjanjian Lama.
Teolog Reformed klasik seperti Charles Hodge, Bavinck, dan John Gill sepakat bahwa “Malaikat TUHAN” di sini adalah Kristus pra-inkarnasi, yang bertindak sebagai Pemimpin ilahi dan Pengantara umat Allah.
Kuda merah melambangkan kuasa dan semangat ilahi dalam penghakiman serta peperangan rohani.
Warna merah sering dikaitkan dengan perang dan darah, tetapi dalam konteks ini juga menunjuk pada semangat Allah yang berapi-api untuk menegakkan keadilan bagi umat-Nya.
“Kristus menunggang kuda merah — tanda bahwa Dialah Raja yang berperang bagi umat-Nya.”
— Matthew Henry
Dalam teologi Reformed, Kristus bukan hanya Juruselamat, tetapi juga Raja Penakluk (Christus Victor), yang memerintah dan menjaga gereja-Nya dari segala musuh, baik yang kelihatan maupun tidak.
3. “...berdiri di antara pohon-pohon murad yang ada di jurang.”
a. Pohon Murad (Myrtle Trees)
Pohon murad (Ibrani: hadas) adalah simbol damai dan pemulihan.
Dalam Yesaya 41:19 dan 55:13, murad muncul sebagai tanda pembaharuan ciptaan setelah pembuangan.
Jadi, murad di sini menggambarkan umat Allah — kecil, lemah, namun dipelihara oleh Tuhan di tengah lembah penderitaan.
Calvin menafsirkan:
“Pohon-pohon murad melambangkan gereja yang rendah hati, tersembunyi di dunia, namun selalu menjadi tempat di mana Allah berdiam.”
b. Jurang (lembah)
Jurang melambangkan keadaan kehinaan dan penderitaan umat Israel. Mereka telah kembali dari pembuangan, tetapi masih belum menikmati kemuliaan seperti dahulu.
Namun, menariknya, Malaikat TUHAN berdiri di tengah lembah itu!
Artinya, Tuhan hadir bersama umat-Nya di tempat kehinaan.
“Kristus tidak menunggu kita di atas gunung kemuliaan; Ia turun ke lembah penderitaan bersama kita.”
— R.C. Sproul
Ini menggambarkan prinsip inkarnasi: Allah yang Mahatinggi turun dan hadir di tengah umat-Nya yang rendah hati. Sebuah bayangan dari Yesus Kristus yang akan datang dan berdiam di antara manusia.
4. “...sementara di belakangnya ada kuda merah, cokelat kemerahan, dan putih.”
Tiga warna kuda ini menunjukkan tiga aspek pekerjaan Allah di dunia: penghakiman, pengawasan, dan damai.
-
Merah → simbol penghakiman dan peperangan rohani (bdk. Wahyu 6:4).
-
Cokelat kemerahan (mungkin berarti berwarna campuran) → simbol pengujian atau masa peralihan.
-
Putih → lambang kemenangan dan damai (bdk. Wahyu 19:11).
Kuda-kuda ini mewakili utusan-utusan Allah yang berkeliling di bumi, memantau keadaan dunia, dan melaporkan kepada Tuhan (lihat ayat 10–11).
Dalam Reformed theology, ini menegaskan bahwa Providensia Allah aktif di seluruh bumi.
Bavinck menulis:
“Tidak ada bangsa, tidak ada kerajaan, tidak ada lembah kehidupan manusia yang berada di luar pengawasan kuda-kuda Allah — lambang dari providensia yang sempurna.”
V. Tafsiran dan Implikasi Teologi Reformed
1. Kristus Sang Penjaga Gereja
Malaikat TUHAN berdiri di antara murad — ini adalah gambaran dari Kristus yang hadir di tengah umat-Nya.
Ia bukan Raja yang jauh, tetapi Immanuel — Allah beserta kita.
Calvin menulis:
“Ketika kita merasa gereja dikepung oleh musuh, kita harus ingat bahwa Kristus berdiri di tengah-tengahnya, bukan di luar.”
Dalam sejarah gereja, kuda merah ini bisa dilihat sebagai gambaran Kristus yang menegakkan kebenaran di tengah penderitaan umat-Nya — baik di masa penganiayaan, maupun di zaman modern ketika iman diuji oleh dunia sekuler.
2. Providensia Allah atas Sejarah Dunia
Kuda-kuda yang berkeliling bumi (ayat-ayat selanjutnya) menunjukkan bahwa Allah tidak pernah pasif.
Ia mengatur bangsa-bangsa, memelihara umat-Nya, dan mengarahkan sejarah menuju tujuan penebusan.
Abraham Kuyper menyatakan:
“Tidak ada satu inci pun di seluruh wilayah eksistensi manusia yang Kristus tidak berteriak: ‘Itu milik-Ku!’”
Zakharia 1:7–8 adalah pengingat bahwa bahkan kekuasaan besar seperti Persia pun berada di bawah kendali Tuhan.
Dunia boleh tampak kacau, tetapi tangan Allah memegang kendali penuh.
3. Kehadiran Allah di Tengah Ketersembunyian Gereja
Murad yang tumbuh di lembah menggambarkan gereja yang tampak kecil, tersembunyi, dan tak berpengaruh. Namun di situlah Allah hadir.
Gereja sejati bukan yang megah secara duniawi, tetapi yang menjadi tempat kehadiran Kristus.
Herman Bavinck menulis:
“Gereja sering tampak kecil dan hina di mata dunia, tetapi di sanalah kerajaan Allah bekerja dengan kuasa yang tidak terlihat.”
Ini meneguhkan umat Allah yang hidup di tengah tekanan sosial dan budaya sekuler bahwa kehadiran Allah tidak diukur oleh kekuatan eksternal, melainkan oleh kasih karunia internal.
4. Keadilan dan Pemulihan dalam Rencana Allah
Warna kuda yang berbeda melambangkan bahwa pekerjaan Allah tidak hanya menghukum, tetapi juga memulihkan.
Dalam konteks Israel, Allah akan menghukum bangsa-bangsa yang menindas umat-Nya, tetapi juga akan memulihkan Yerusalem.
Demikian juga, dalam Injil, Kristus menanggung penghakiman Allah agar umat-Nya menerima damai.
“Darah di medan perang itu adalah darah Kristus yang membawa damai.”
— John Owen
Kuda merah menunjuk kepada salib Kristus — tempat di mana keadilan Allah bertemu dengan kasih karunia Allah.
5. Harapan bagi Umat Allah di Tengah Kegelapan
Zakharia melihat penglihatan ini “pada malam hari.” Ini menegaskan bahwa wahyu Allah paling terang justru sering datang di saat tergelap.
Teologi Reformed menegaskan bahwa iman sejati bertumbuh bukan dalam terang kemakmuran, tetapi dalam kegelapan penderitaan.
“Iman sejati melihat tangan Allah bahkan ketika mata jasmani hanya melihat kegelapan.”
— John Calvin
Penglihatan ini memberi harapan bahwa Allah sedang bekerja di balik layar sejarah, dan Ia akan menyatakan kemuliaan-Nya pada waktu-Nya.
VI. Aplikasi bagi Gereja Masa Kini
-
Kita Dipanggil untuk Percaya di Tengah Kegelapan.
Seperti Zakharia, kita harus belajar melihat dengan mata iman, bukan perasaan.
Ketika dunia tampak kacau, Kristus tetap berdiri di antara “pohon-pohon murad” — gereja-Nya. -
Gereja Harus Tetap Rendah Hati.
Murad tumbuh di lembah, bukan di puncak gunung. Gereja sejati tidak mencari kemegahan duniawi, tetapi kerendahan hati yang menanti Allah bekerja. -
Kita Dipanggil untuk Mengingat Providensia Allah.
Warna-warna kuda mengingatkan bahwa Allah bekerja melalui sejarah, baik melalui penghakiman maupun damai. Tidak ada peristiwa dunia yang terjadi di luar kehendak-Nya. -
Kristus Hadir di Tengah Gereja-Nya.
Kita tidak pernah sendirian. Kristus adalah Raja yang berperang bagi kita.
Ia menunggang kuda merah bukan untuk menakutkan, tetapi untuk melindungi dan memulihkan umat-Nya. -
Pengharapan pada Pemulihan yang Pasti.
Seperti Israel menantikan pemulihan Yerusalem, kita menantikan Yerusalem Baru.
Penglihatan Zakharia menunjuk ke arah pemulihan eskatologis di mana Kristus akan datang kembali dengan kuda putih sebagai Raja segala raja (Wahyu 19:11–16).
VII. Penutup: Penglihatan yang Menguatkan Iman
Penglihatan Zakharia bukanlah sekadar kisah kuno, tetapi pesan kekal tentang iman, pengharapan, dan kasih karunia.
Di malam kegelapan dunia, Allah memperlihatkan bahwa:
-
Kristus hadir di tengah umat-Nya,
-
Providensia Allah mengatur seluruh sejarah,
-
dan kasih setia-Nya tetap nyata bahkan di lembah penderitaan.
Sebagaimana murad tumbuh di lembah, demikian pula gereja dipelihara di tengah dunia.
Sebagaimana kuda merah berdiri tegak di antara mereka, demikian pula Kristus tidak pernah meninggalkan umat-Nya.
“Malam ini panjang, tetapi Raja kita tidak tidur. Ia menunggang kuda merah di tengah-tengah murad — menandakan bahwa kasih setia-Nya tidak akan gagal.”
— R.C. Sproul