SAKSI-SAKSI YEHUWA DAN YOHANES 1:1
PDT. BUDI ASALI,M.DIV.
Yohanes 1:1 - Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah..
Yohanes 1:1 - “In the beginning was the Word, and the Word was with God1, and the Word was God2” (= Pada mulanya adalah Firman, dan Firman itu bersama-sama dengan Allah1, dan Firman itu adalah Allah2).
Kata-kata yang terakhir, yaitu The Word was God (= Firman itu adalah Allah), oleh NWT / TDB diterjemahkan sebagai The Word was a god’ (= Firman itu adalah suatu allah).
Saksi-Saksi Yehuwa memberi alasan sebagai berikut: dalam Yohanes 1:1 itu ada 2 x kata ‘God (= Allah). Dan mereka mengatakan bahwa:
Kata ‘God (= Allah) yang pertama (Yohanes 1:1b), dalam bahasa Yunaninya menggunakan definite article / kata sandang tertentu. Dalam bahasa Yunani kata yang digunakan adalah TON THEON (TON adalah definite article). Karena di sini digunakan definite article, maka menurut Saksi-Saksi Yehuwa terjemahan hurufiahnya adalah ‘the God, dan ini jelas menunjuk kepada Allah / YEHUWA.
Kata ‘God (= Allah) yang kedua (Yoh 1:1c), dalam bahasa Yunaninya tidak menggunakan definite article. Dalam bahasa Yunani kata yang digunakan adalah THEOS. Karena kata ini tidak mempunyai definite article, maka menurut Saksi-Saksi Yehuwa kata ini harus diterjemahkan ‘a god (= suatu allah), dan kata ini menunjuk kepada Yesus.
Jadi, Saksi-Saksi Yehuwa, dengan membesar-besarkan persoalan ada atau tidak adanya definite article, lalu memakai ayat ini sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Yesus adalah suatu allah (allah kecil), yang lebih rendah dari YEHUWA, yang adalah Allah yang Mahakuasa.
Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan:
John J. McKenzie, S.J., dalam bukunya Dictionary of the Bible, mengatakan: ... firman itu adalah makhluk ilahi. ... Dalam terjemahannya ke dalam bahasa Jerman Ludwig Thimme menyatakannya sebagai berikut: Firman itu semacam allah. - Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab, hal 405.
“NE berbunyi sebagaimana Allah itu, demikianlah pula Firman. MO mengatakan Logos itu ilahi. AT dan Sd memberitahu kita Firman itu ilahi. Terjemahan interlinear (kata demi kata) dari ED ialah suatu allah itulah Firman. NW bunyinya Firman itu suatu allah. NTIV menggunakan kata-kata yang sama. - Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab, hal 431.
Catatan: perhatikan betapa banyaknya versi Kitab Suci yang aneh-aneh dan yang tidak pernah kita dengar, yang digunakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa untuk mendukung pandangan mereka.
Saksi-Saksi Yehuwa lalu melanjutkan: Apa yang diperhatikan para penerjemah ini dalam naskah Yunani sehingga beberapa dari antara mereka tergerak untuk tidak mengatakan Firman itu adalah Allah? Kata sandang tertentu (bahasa Inggris, the) muncul di depan kata THEOS (Allah) yang pertama, tapi tidak di depan kata yang kedua. Susunan dari kata benda itu, yaitu jika didahului kata sandang, menunjuk kepada identitas, kepribadian, sedangkan sebuah kata benda sebutan (predikat) tanpa kata sandang di depannya (seperti susunan kalimat itu dalam bahasa Yunani) menunjuk kepada sifat seseorang. Jadi ayat itu tidak mengatakan bahwa Firman (Yesus) sama dengan Allah yang ada bersamanya tetapi, sebaliknya, bahwa Firman itu seperti allah, ilahi, suatu allah” - Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab, hal 431.
Saksi-Saksi Yehuwa menambahkan: Bulletin of the John Rylands Library di Inggris menyatakan bahwa menurut teolog Katolik Karl Rahner, meskipun THEOS digunakan dalam ayat-ayat seperti Yohanes 1:1 untuk menyebutkan Kristus, dalam ayat-ayat tersebut THEOS tidak pernah digunakan sedemikian rupa sehingga menyatakan Yesus sama dengan Dia yang di tempat lain dalam Perjanjian Baru disebut sebagai HO THEOS, yaitu, Allah Yang Paling tinggi. Dan bulletin menambahkan: Jika para penulis Perjanjian Baru menganggap sangat penting agar orang-orang yang setia mengakui Yesus sebagai Allah, mengapa pengakuan semacam ini tidak ada sama sekali dalam Perjanjian Baru? - Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?, hal 28,29.
Bantahan / tanggapan:
a) Pemutar-balikkan oleh Saksi Yehuwa.
Yoh 1:1 ini sebetulnya merupakan salah satu ayat yang sangat kuat untuk membuktikan keilahian Yesus. Kata Firman di sini jelas menunjuk kepada Yesus (bdk. Yoh 1:14 yang mengatakan bahwa Firman itu telah menjadi manusia), dan Yoh 1:1 itu mengatakan Firman (atau Yesus) itu adalah Allah.
Tetapi Saksi-Saksi Yehuwa memutar-balikkan terjemahan dari ayat, yang seharusnya menunjukkan keilahian Yesus ini, menjadi ayat yang mendukung pandangan mereka, bahwa Yesus adalah suatu allah.
Dan ini pemutar-balikkan terjemahan semacam ini mereka lakukan terhadap hampir semua ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Yesus, seperti Filipi 2:5-7 Titus 2:13 Ibrani 1:8 dan sebagainya, yang akan kita pelajari belakangan (dalam jilid II).
b) Komentar saya tentang ajaran Saksi Yehuwa bahwa Yesus adalah suatu allah.
1. Sebetulnya, istilah a god / suatu allah ini adalah istilah omong kosong ciptaan mereka sendiri, yang mungkin mereka sendiri tidak mengerti artinya.
Kalau saudara berdebat dengan Saksi-Saksi Yehuwa tentang hal ini, tanyakan kepada mereka: Apakah suatu allah itu? Ia Allah atau bukan? Atau, apakah Ia adalah allah kecil atau setengah allah?
Perlu diingat bahwa Kitab Suci tidak pernah membicarakan hal seperti ini. Kitab Suci memang membicarakan dewa-dewa / allah-allah kafir, tetapi Kitab Suci juga mengatakan bahwa mereka sebetulnya tidak ada / tidak mempunyai existensi (1Korintus 8:4-6). Dengan demikian Kitab Suci memberikan batasan yang sangat keras antara Allah dan bukan Allah. Atau sesuatu / seseorang itu adalah Allah (sungguh-sungguh dan sepenuhnya), atau ia sama sekali bukan Allah! Tidak ada sesuatu / seseorang yang bisa disebut allah kecil, setengah allah dsb.
Dan penatua Saksi Yehuwa yang berdiskusi dengan saya, setelah saya desak dengan kata-kata di atas, akhirnya mengaku bahwa Yesus sama sekali bukan Allah. Lalu saya bertanya lagi: Kalau begitu mengapa Kitab Suci menyebut Yesus sebagai Allah?. Ia menjawab: Karena Yesus yang paling dekat dengan Allah. Tetapi, apakah orang yang paling dekat dengan presiden harus disebut sebagai suatu presiden?
Kalau saudara berdebat dengan Saksi-Saksi Yehuwa dan dengan desakan seperti di atas mereka tetap tidak mau mengaku bahwa bagi mereka Yesus sama sekali bukan Allah, maka serang mereka dengan point no 2 dan no 3 di bawah ini.
2. Kepercayaan / ajaran akan adanya Allah besar dan allah kecil ini mirip dengan kepercayaan dari agama-agama kafir / non Kristen (seperti agama-agama Romawi dan Yunani kuno dan agama Hindu) yang mempercayai banyak dewa, dimana dewa yang satu lebih kuat / besar / hebat dari dewa yang lain.
Dan memang istilah a god (= suatu allah) itu mungkin hanya bisa ada artinya dalam polytheisme (= kepercayaan terhadap banyak dewa / allah), karena dalam kepercayaan ini ada dewa yang besar dan kecil, dan ada dewa yang tertinggi. Yang tertinggi ini yang mungkin harus disebut the God (= Sang Allah / Dewa), sedangkan yang lain masing-masing disebut a god (= suatu allah / dewa). Tetapi dalam monotheisme (= kepercayaan kepada satu Allah), pembedaan the God (= Sang Allah) dengan a god (= suatu allah), merupakan suatu omong kosong.
Beberapa kutipan yang juga menganggap theologia seperti itu sebagai polytheisme:
Walter Martin: the Watchtower ... make Jesus a second god and thus introduce polytheism into Christianity [= Menara Pengawal ... membuat Yesus allah yang kedua dan dengan demikian memasukkan polytheisme ke dalam kekristenan] - The Kingdom of the Cults, hal 69.
Robert M. Bowman Jr. mengutip kata-kata Bruce Metzger: It must be stated quite frankly that, if the Jehovahs Witnesses take this translation seriously, they are polytheists. ... such a rendering is a frightful mistranslation (= Harus dinyatakan dengan terus terang bahwa jika Saksi-Saksi Yehuwa mengambil terjemahan ini dengan serius, mereka adalah orang-orang yang berpegang pada polytheisme. ... terjemahan seperti itu merupakan terjemahan salah yang menakutkan) - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 83.
Philip Schaff mengutip kata-kata Athanasius yang menyerang Arianisme dengan cara yang sama: Arianism teaches two gods, an uncreated and a created, a supreme and a secondary god, and thus far relapses into heathen polytheism. ... Athanasius charges the Arians with dualism and heathenism (= Arianisme mengajarkan dua allah, satu allah tidak diciptakan dan satu allah diciptakan, satu allah yang tertinggi dan satu allah sekunder, dan jatuh kembali ke dalam polytheisme kafir. ... Athanasius menuduh pengikut-pengikut Arianisme dengan dualisme dan kekafiran) - History of the Christian Church, vol III, hal 648-649.
Jadi, kepercayaan Saksi Yehuwa tentang suatu allah itu membuat Saksi Yehuwa menjadi satu golongan dengan agama-agama kafir. Saksi Yehuwa menuduh bahwa banyak ajaran Kristen yang berasal dari kepercayaan kafir, misalnya ajaran tentang Allah Tritunggal, tentang jiwa yang tidak bisa mati, tentang neraka, dan sebagainya, tetapi sebetulnya ini seperti maling teriak maling, karena ajaran Saksi Yehuwa sendirilah yang berbau kepercayaan kafir.
3. Pandangan Saksi Yehuwa tentang Yesus sebagai suatu allah / allah kecil ini juga bertentangan dengan:
Keluaran 20:3 - Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu.
Lucunya, Saksi-Saksi Yehuwa justru menggunakan Kel 20:3 ini untuk menyerang doktrin Allah Tritunggal (Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?, hal 13). Tetapi serangan itu justru menjadi bumerang yang berbalik menghantam diri mereka sendiri, karena anggapan mereka bahwa Yesus adalah suatu allah yang betul-betul terpisah dari Allah / Yehuwa, jelas menunjukkan bahwa mereka mempunyai allah lain! Ini berbeda dengan kekristenan yang benar, yang sekalipun menganggap bahwa Yesus adalah Allah, dan bahwa Ia adalah pribadi yang berbeda dengan Bapa, tetapi pada saat yang sama mempercayai bahwa Yesus dan Bapa mempunyai hanya satu hakekat, dan karena itu Yesus bukanlah allah / Allah lain! Bdk. Yoh 10:30 - Aku dan Bapa adalah satu.
Yesaya 44:6 - Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari padaKu”.
Yesaya 45:5 - “Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. Aku telah mempersenjatai engkau, sekalipun engkau tidak mengenal Aku.
Yes 43:10 - Kamu inilah Saksi-SaksiKu, demikianlah firman TUHAN, dan hambaKu yang telah Kupilih, supaya kamu tahu dan percaya kepadaKu dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia. Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi”.
Walter Martin: if there has been no god formed before or after Me (Jehovah speaking in Isaiah 43:10), then it is impossible on that ground alone, namely Gods declaration, for any other god (a God included) to exist [= jika tidak ada allah dibentuk sebelum atau sesudah Aku (Yehovah yang berbicara dalam Yesaya 43:10), maka adalah mustahil berdasarkan pernyataan Allah ini saja, untuk adanya allah lain apapun / manapun (termasuk suatu Allah)] - The Kingdom of the Cults, hal 89.
Walter Martin: we find that Jehovah declares in Isaiah 44:6 that He alone is ... the only God, ... Since Jehovah is the only God, then how can the LOGOS be a god, a lesser god than Jehovah, as Jehovahs Witnesses declare in John 1:1? ... However, despite the testimony of Scripture that ... before me there was no God formed, neither shall there be after me (Isaiah 43:10), the a god fallacy is pursued and taught by Jehovahs Witnesses in direct contradiction to Gods Word [= kita mendapati bahwa Yehovah menyatakan dalam Yes 44:6 bahwa Ia saja yang adalah ... satu-satunya Allah, ... Karena Yehovah adalah satu-satunya Allah, maka bagaimana LOGOS bisa adalah suatu allah, allah yang lebih kecil / rendah dari pada Yehovah, seperti yang dinyatakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa dalam Yoh 1:1? ... Tetapi, sekalipun ada kesaksian dari Kitab Suci bahwa ... sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi (Yes 43:10), pemikiran yang keliru tentang suatu allah terus diikuti dan diajarkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa dalam suatu kontradiksi langsung dengan Firman Allah] - The Kingdom of the Cults, hal 91.
Lagi-lagi dalam hal ini, kalau kekristenan mengakui Yesus sebagai Allah, itu tidak bertentangan dengan ayat-ayat seperti Yesaya 43:10 44:6 45:5, karena kekristenan mempercayai bahwa Yesus (sebagai Allah) tidak dicipta, dan sekalipun kekristenan mempercayai Yesus sebagai Allah, tetapi pada saat yang sama juga mempercayai kesatuan Yesus dengan Bapa (dan dengan Roh Kudus), sehingga kekristenan tetap mempercayai adanya hanya satu Allah.
Tetapi Saksi-Saksi Yehuwa yang menganggap Yesus sekedar sebagai suatu allah, yang dicipta oleh Bapa / Yehuwa, dan yang betul-betul berbeda dan terpisah secara total dari Allah, jelas bertentangan dengan ayat-ayat dalam Yesaya tersebut.
c) Yesus berulangkali disebut the God (HO THEOS / TOU THEOU) dalam Kitab Suci.
Saksi-Saksi Yehuwa mengutip kata-kata bodoh dari suatu buletin / seorang Teolog Katolik bernama Karl Rahner, yang mengatakan bahwa Yesus tidak pernah disebut HO THEOS (= ‘the God). Kata-kata ini bodoh, tetapi kebodohan seperti ini banyak sekali, karena bukan hanya buletin / teolog itu saja yang menyatakan kata-kata bodoh itu.
Tidak peduli berapa banyak orang yang mengatakan kata-kata itu, tetapi kata-kata itu jelas bodoh dan salah, karena dalam Kitab Suci ada 7 atau 8 ayat yang secara explicit menyebut Yesus dengan sebutan Allah, dan dalam bahasa Yunaninya menggunakan definite article (= kata sandang tertentu), sehingga secara hurufiah seharusnya diterjemahkan ‘the God.
Catatan: saya mengatakan 7 atau 8 ayat, karena satu ayat yaitu 2Tes 1:12 diperdebatkan terjemahannya. Kalau ayat itu dihitung, ada 8 ayat yang menyatakan bahwa Yesus adalah ‘the God. Kalau ayat itu tidak dihitung, hanya ada 7 ayat yang menyatakan Yesus sebagai ‘the God.
Ayat-ayat itu adalah:
1. Yoh 20:28 - Tomas menjawab Dia: Ya Tuhanku dan Allahku!.
2. Kis 20:28 - Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri.
Ayat ini salah terjemahan karena kata Anak (yang saya coret itu), sebetulnya tidak ada. Dengan demikian kata Nya jelas menunjuk kepada kata Allah (yang saya garis bawahi), dan sekaligus kata itu pasti menunjuk kepada Yesus (karena ada kata darah). Karena itu jelas bahwa ayat ini menyatakan Yesus sebagai Allah. Bandingkan dengan KJV di bawah ini.
KJV: Take heed therefore unto yourselves, and to all the flock, over the which the Holy Ghost hath made you overseers, to feed the church of God, which he hath purchased with his own blood (= Karena itu perhatikanlah dirimu sendiri, dan seluruh kawanan, di atas mana Roh Kudus telah menjadikan kamu penilik, untuk memberi makan gereja Allah, yang telah dibeliNya dengan darahNya sendiri).
Catatan: NIV dan NASB menterjemahkan seperti KJV. RSV = Kitab Suci Indonesia, tetapi pada catatan kakinya memberikan terjemahan seperti KJV/NIV/NASB.
B. B. Warfield: though God as such has no blood, yet Jesus Christ who is God has blood because He is also man. He can justly speak, therefore, when speaking of Jesus Christ, of His blood as the blood of God (= sekalipun Allah tidak mempunyai darah, tetapi Yesus Kristus yang adalah Allah mempunyai darah, karena Ia juga adalah manusia. Karena itu ia dengan benar bisa berbicara, pada waktu berbicara tentang Yesus Kristus, tentang darahNya sebagai darah Allah) - The Person and Work of Christ, hal 63.
3. Titus 2:13 - dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan [Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita] Yesus Kristus (tanda kurung dari saya).
4. Ibrani 1:8 - Tetapi tentang Anak Ia berkata: TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat kebenaran.
5. 2Petrus 1:1 - Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan [Allah dan Juruselamat kita], Yesus Kristus” (tanda kurung dari saya).
2Pet 1:1 (NASB): ... by the righteousness of our God and Savior, Jesus Christ [= oleh kebenaran Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus].
Jadi di sini Yesus disebut dengan istilah Allah dan Juruselamat kita.
6. 1Yohanes 5:20 - Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal.
7. Wahyu 1:7-8 - (7) Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Dan semua bangsa di bumi akan meratapi Dia. Ya, amin. (8) Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa..
8. 2Tesalonika 1:12 - sehingga nama Yesus, Tuhan kita, dimuliakan di dalam kamu dan kamu di dalam Dia, menurut kasih karunia Allah kita dan Tuhan Yesus Kristus”.
NIV memberikan catatan kakinya yang memberikan terjemahan alternatif, yaitu: our God and Lord, Jesus Christ (= Allah dan Tuhan kita, Yesus Kristus). Dalam terjemahan ini, Yesus Kristus disebut baik dengan kata Allah maupun Tuhan.
Catatan: 1Tes 1:12 ini diperdebatkan penterjemahannya, dan akan saya bahas dalam jilid II.
Ke 7-8 ayat ini secara explicit menyebut Yesus sebagai Allah, dan dalam ke 7-8 ayat ini, kata Allah dalam bahasa Yunaninya menggunakan definite article.
Untuk kata Allah dalam:
1. Yoh 20:28 digunakan kata bahasa Yunani HO THEOS.
2. Kis 20:28 digunakan kata bahasa Yunani TOU THEOU.
3. Tit 2:13 digunakan kata bahasa Yunani TOU THEOU.
4. Ibr 1:8 digunakan kata bahasa Yunani HO THEOS.
5. 2Pet 1:1 digunakan kata bahasa Yunani TOU THEOU.
6. 1Yoh 5:20 digunakan kata bahasa Yunani HO THEOS.
7. Wah 1:8 digunakan kata bahasa Yunani HO THEOS.
8. 2Tes 1:12 digunakan kata bahasa Yunani TOU THEOU.
Dimana kata TOU dan HO adalah definite article / kata sandang tertentu. Karena itu jelaslah bahwa dalam ketujuh / kedelapan ayat di atas, kita tidak bisa menterjemahkan a god, dan secara hurufiah seharusnya diterjemahkan ‘the God.
Catatan: Jangan bingung mengapa kata Allah dalam bahasa Yunani kadang-kadang menggunakan THEOU, kadang-kadang THEOS, dan kadang-kadang THEON (seperti dalam Yoh 1:1 - kata Allah yang pertama adalah TON THEON). Ini sama seperti dalam bahasa Inggris dimana kata he bisa berubah menjadi him atau his sesuai dengan posisinya dalam kalimat. Dalam bahasa Yunani, bukan hanya kata ganti orang yang bisa berubah seperti itu, tetapi juga setiap kata benda, nama orang, dan bahkan kata Allah, Tuhan, dsb. semua berubah-ubah sesuai dengan posisinya / letaknya dalam kalimat. Definite article-nyapun berubah-ubah mengikuti perubahan dari kata-kata tersebut.
Jadi, kalau Yoh 1:1c diterjemahkan the Word was a god’ (= Firman itu adalah suatu allah), seperti dalam NWT / TDB, itu akan bertentangan dengan ke 7-8 ayat di atas. Bagaimana mungkin Kitab Suci di bagian yang satu menyebut Yesus sebagai a god dan di bagian-bagian yang lain menyebut Yesus sebagai the God?
Saya ingin mengingatkan akan hukum penafsiran dari Saksi-Saksi Yehuwa yang mengatakan: Dua hal dapat membantu kita mengerti Alkitab dengan benar. Pertama, pertimbangkan ikatan kalimat (ayat-ayat di sekitarnya) dari suatu pernyataan. Kemudian, bandingkan ayat-ayat dengan pernyataan-pernyataan lain dalam Alkitab yang membahas pokok yang sama. Dengan cara demikian, kita membiarkan Firman Allah sendiri membimbing pikiran kita, dan penafsirannya bukan dari kita sendiri tetapi dari Alkitab. Itulah cara yang dipakai dalam publikasi-publikasi Watch Tower” - Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab, hal 48.
Mengapa teori yang bagus ini tidak mereka terapkan dalam penterjemahan / penafsiran dari Yoh 1:1c ini? Mengapa mereka menterjemahkan / menafsirkan Yoh 1:1c ini sedemikian rupa sehingga menyatakan Yesus sebagai a god / suatu allah, dan dengan demikian bertentangan dengan 7-8 ayat lain dalam Kitab Suci yang menunjukkan Yesus sebagai the God?
d) Allah (Bapa / YAHWEH) disebut a God (= suatu Allah) dalam beberapa ayat versi KJV, RSV, NIV maupun NWT.
1. Kej 16:13b (RSV): Thou art a God of seeing (= Engkau adalah seorang / suatu Allah penglihatan).
NWT: You are a God of sight (= Engkau adalah seorang / suatu Allah dari penglihatan).
TDB: “Allah yang melihat.
Jadi di sini TDB menyimpang dari NWT, karena kalau TDB menuruti NWT, TDB seharusnya menterjemahkan ‘seorang / suatu Allah yang melihat. Dan ini terus dilakukan oleh TDB terhadap semua ayat-ayat di bawah ini, dimana NWT menggunakan kata-kata a God untuk Allah (Bapa / YAHWEH).
2. Ul 32:4b (KJV): for all his ways are judgment: a God of truth and without iniquity (= karena semua jalanNya adalah adil: suatu / seorang Allah dari kebenaran dan tanpa kesalahan).
NWT: “For all his ways are justice. A God of faithfulness, with whom there is no injustice” (= Karena semua jalanNya adalah keadilan. Seorang / suatu Allah dari kesetiaan, pada siapa tidak ada ketidak-adilan).
TDB: “Allah yang setia.
3. 1Sam 2:3b (KJV): let not arrogancy come out of your mouth: for the LORD is a God of knowledge (= janganlah kecongkakan keluar dari mulutmu: karena TUHAN adalah seorang / suatu Allah dari pengetahuan).
NWT: “Let nothing go forth unrestrained from YOUR mouth, For a God of knowledge Jehovah is” (= Janganlah apapun keluar tanpa dikekang dari mulutmu, Karena Yehovah adalah seorang / suatu Allah dari pengetahuan).
TDB: Yehuwa adalah Allah pengetahuan.
4. 1Sam 17:46b (KJV): that all the earth may know that there is a God in Israel (= supaya seluruh bumi tahu bahwa ada suatu / seorang Allah di Israel).
NWT: “and people of all the earth will know that there exists a God belonging to Israel” (= dan bangsa-bangsa dari seluruh bumi akan tahu bahwa ada seorang / suatu Allah kepunyaan Israel).
TDB: ada Allah bagi Israel.
5. Neh 9:17b (KJV): but thou art a God ready to pardon, gracious and merciful (= tetapi Engkau adalah seorang / suatu Allah yang siap untuk mengampuni, penuh kasih karunia dan belas kasihan).
NWT: “But you are a God of acts of forgiveness, gracious and merciful” (= Tetapi Engkau adalah seorang / suatu Allah dari tindakan pengampunan, penuh kasih karunia dan belas kasihan).
TDB: engkau adalah Allah yang mengampuni.
6. Maz 5:5a (Psalm 5:4a - KJV): For thou art not a God that hath pleasure in wickedness (= Karena Engkau bukanlah seorang / suatu Allah yang senang dengan kejahatan).
NWT: For you are not a God taking delight in wickedness (= Karena Engkau bukanlah seorang / suatu Allah yang senang dengan kejahatan).
TDB: Karena engkau bukanlah Allah yang senang akan kefasikan.
7. Maz 58:12b (Psalm 58:11b - KJV): verily he is a God that judgeth in the earth (= sesungguhnya Ia adalah seorang / suatu Allah yang menghakimi di bumi).
NWT: Surely there exists a God that is judging in the earth (= Pastilah ada seorang / suatu Allah yang sedang menghakimi di bumi).
TDB: Sesungguhnya ada Allah yang bertindak sebagai hakim di bumi.
8. Maz 68:21a (Psalm 68:20a - NIV): Our God is a God who saves (= Allah kita adalah seorang / suatu Allah yang menyelamatkan).
NWT: The (true) God is for us a God of saving acts [= Allah yang (benar) bagi kita adalah seorang / suatu Allah dari tindakan-tindakan penyelamatan].
TDB: Bagi kita, Allah yang benar adalah Allah yang menyelamatkan.
9. Maz 86:15a (KJV): But thou, O Lord, art a God full of compassion (= Tetapi Engkau, Ya Tuhan, adalah seorang / suatu Allah dari perasaan simpati / kasihan).
NWT: But you, O Jehovah, are a God merciful dan gracious (= Tetapi Engkau, Ya Yehovah, adalah seorang / suatu Allah yang penuh belas kasihan dan kasih karunia).
TDB: Tetapi engkau, oh, Yehuwa, adalah Allah yang berbelas kasihan dan murah hati.
8. Maz 99:8 (KJV): Thou answeredst them, O LORD our God: thou wast a God that forgavest them, ... (= Engkau menjawab mereka, Ya TUHAN Allah kami: Engkau adalah seorang / suatu Allah yang mengampuni mereka, ...).
NWT: O Jehovah our God, you yourself answered them. A God granting pardon you proved to be to them, ... (= Ya Yehovah Allah kami, Engkau sendiri menjawab mereka. Engkau terbukti sebagai seorang / suatu Allah yang mengampuni bagi mereka, ...).
TDB: Bagi mereka, engkaulah Allah yang mengaruniakan pengampunan.
9. Yes 30:18b (KJV): for the LORD is a God of judgment (= karena TUHAN adalah seorang / suatu Allah dari penghakiman).
NWT: For Jehovah is a God of judgment (= Karena Yehovah adalah seorang / suatu Allah penghakiman).
TDB: Karena Yehuwa adalah Allah keadilan.
10. Yes 45:15 (KJV): Verily thou art a God that hidest thyself, O God of Israel, the Saviour (= Sesungguhnya Engkau adalah seorang / suatu Allah yang menyembunyikan diriMu sendiri, ya Allah Israel, sang Juruselamat).
NWT: Truly you are a God keeping yourself concealed, the God of Israel, a Savior (= Sesungguhnya Engkau adalah seorang / suatu Allah yang menjaga diriMu sendiri tersembunyi, sang Allah Israel, seorang Juruselamat).
TDB: engkaulah Allah yang tetap membuat dirimu tersembunyi.
11. Yer 23:23 (KJV): Am I a God at hand, saith the LORD, and not a God afar off? (= Apakah Aku adalah seorang / suatu Allah yang dekat, kata TUHAN, dan bukan seorang / suatu Allah yang jauh?).
NWT: Am I a God nearby, is the utterance of Jehovah, and not a God far away? (= Apakah Aku seorang / suatu Allah yang dekat, adalah ucapan dari Yehovah, dan bukan seorang / suatu Allah yang jauh?).
TDB: Apakah Aku hanya Allah yang dekat, demikianlah ucapan Yehuwa, dan bukan Allah yang jauh?.
12. Yer 51:56b (NIV): ‘For the LORD is a God of retribution; he will repay in full’ (= Karena TUHAN adalah seorang / suatu Allah pembalasan; Ia akan membalas / membayar kembali dengan penuh).
NWT: for Jehovah is a God of recompenses. Without fail he will repay (= karena Yehovah adalah seorang / suatu Allah pembalasan. Tanpa gagal Ia akan membayar kembali).
TDB: sebab Yehuwa adalah Allah pembalasan.
13. Daniel 2:28a,47b (KJV): (28a) But there is a God in heaven that revealeth secrets, ... (47b) your God is a God of gods [= (28a) Tetapi ada seorang / suatu Allah di surga yang menyatakan rahasia-rahasia, ... (47b) Allahmu adalah seorang / suatu Allah dari allah-allah].
NWT: (28a) However there exists a God in the heavens who is a Revealer of secrets, ... (47b) the God of you men is a God of gods [= (28a) Tetapi ada seorang / suatu Allah di surga yang adalah seorang yang menyatakan rahasia-rahasia, ... (47b) Allahmu orang-orang adalah seorang / suatu Allah dari allah-allah].
TDB: (28a) ada Allah Penyingkap rahasia ... (47b) Allahmu adalah Allah segala allah.
14. Mikha 7:18 (KJV): Who is a God like unto thee (= Siapa yang adalah seorang / suatu Allah seperti Engkau).
NWT: Who is a God like you, ... (= Siapa yang adalah seorang / suatu Allah seperti Engkau, ...).
TDB: Siapakah Allah seperti engkau, ....
15. Mark 12:27 / Luk 20:38.
Luk 20:38 (KJV): For he is not a God of the dead, but of the living: for all live unto him (= Karena Ia bukanlah suatu Allah dari orang mati, tetapi dari orang hidup: karena semua hidup bagi Dia).
Luk 20:38 (NWT): “He is a God, not of the dead, but of the living, for they are all living to him.” (= Ia bukanlah suatu Allah dari orang mati, tetapi dari orang hidup, karena mereka semua hidup bagi Dia).
Catatan:
Kata Yunani yang dipakai adalah THEOS (tanpa kata sandang tertentu). Mark 12:27 juga demikian, dan di sana NWT juga menterjemahkan a God (= suatu Allah).
Baik dalam Mark 12:27 maupun Luk 20:38, TDB menyimpang dari NWT, karena TDB tidak menterjemahkan a God ini sebagai suatu Allah, tetapi sebagai Allah.
Robert M. Bowman Jr.: Particularly startling are Mark 12:27 and Luke 20:38, parallel passages in which Jesus calls the true God a God. ... Jehovah, then, is a God, according to the JWs own translation! (= Mengejutkan secara khusus adalah Mark 12:27 dan Luk 20:38, text-text yang paralel dimana Yesus menyebut Allah yang benar sebagai suatu Allah. ... Maka, Yehovah adalah suatu Allah menurut terjemahan dari Saksi-Saksi Yehuwa sendiri!) - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 48.
Tetapi ternyata dalam ayat paralelnya dalam Injil Matius, yaitu Mat 22:32, dalam bahasa Yunaninya digunakan definite article / kata sandang tertentu di depan kata THEOS (HO THEOS), sehingga di sini baik KJV maupun NWT menterjemahkan the God (= sang Allah).
Catatan: ada textual problem dalam ayat ini, karena ada manuscripts yang mengatakan HO THEOS, dan ada yang hanya THEOS.
Kalau NWT menterjemahkan Mark 12:27 dan Luk 20:38 sebagai a God (= suatu Allah), tetapi menterjemahkan ayat paralelnya, yaitu Mat 22:32 dengan the God (= sang Allah), bukankah mereka mengindentikkan a God (= suatu Allah) dengan the God (= sang Allah)? Lalu mengapa mereka menterjemahkan Yoh 1:1c sebagai a god (= suatu allah) dan menafsirkannya sebagai allah kecil, yang lebih rendah dari Yehuwa?
16. 1Kor 14:33a (NIV): ‘For God is not a God of disorder but of peace (= Karena Allah bukanlah seorang / suatu Allah dari kekacauan tetapi dari damai).
NWT: For God is (a God) not of disorder, but of peace [= Karena Allah adalah (seorang / suatu Allah) bukan dari ketidak-teraturan, tetapi dari damai].
TDB: Karena Allah bukanlah Allah kekacauan, tetapi Allah kedamaian.
Lagi-lagi TDB menterjemahkan berbeda dengan NWT.
Catatan: memang dalam 1Korintus 14:33 ini NWT meletakkan kata a God (= suatu / seorang Allah) itu dalam tanda kurung, karena sebetulnya kata-kata itu memang tidak ada dalam bahasa aslinya. Tetapi tetap terlihat dari ayat ini bahwa mereka tidak keberatan untuk menyebut Bapa / YAHWEH dengan sebutan a God (= suatu / seorang Allah), tetapi tetap menganggapnya sebagai Allah yang sebenarnya, bukan sebagai allah kecil, bersifat ilahi, dan sebagainya.
Catatan:
Karena ayat-ayat Perjanjian Lama menggunakan bahasa Ibrani dan karena itu tidak menggunakan kata THEOS, dan karena dalam 1Kor 14:33 sebetulnya kata a God (= seorang / suatu Allah) itu tidak ada, maka dalam bagian ini serangan terkuat kita adalah dengan menggunakan Mark 12:27 / Luk 20:38, dan dengan membandingkan dengan paralelnya, yaitu Mat 22:32.
Bagian ini bisa kita gunakan untuk menyerang terjemahan TDB yang berbeda dengan NWT. Mengapa dalam penterjemahan Yoh 1:1c, pada waktu NWT menterjemahkan a god, TDB menterjemahkan suatu allah, sedangkan dalam semua ayat di atas ini tidak demikian?
e) Peraturan E. C. Colwell tentang bagian ini.
Ditinjau dari sudut tatabahasa / gramatika bahasa Yunani kalimat itu terjemahannya memang The Word was God (= Firman itu adalah Allah), bukan The Word was a god (= Firman itu adalah suatu allah), dan juga bukan The Word was divine (= Firman itu bersifat ilahi).
1. Terjemahan ini didasarkan pada peraturan yang dikeluarkan oleh E. C. Colwell (seorang sarjana bahasa Yunani) tentang hal ini, dan peraturan tersebut saya kutip dari Leon Morris di bawah ini.
Leon Morris (NICNT): The difficulty about the construction is the absence of the article with qeoj. ... The true explanation of the absence of the article appears to be given by E. C. Colwell, who has shown that in the New Testament definite nouns which precede the verb regularly lack the article (JBL, LII, 1993, pp. 12-21). On this verse he comments: The absence of the article does not make the predicate indefinite or qualitative when it precedes the verb; it is indefinite in this position only when the context demands it. The context makes no such demand in the Gospel of John (op. cit., p. 21) [= Kesukaran dari konstruksi ini adalah tidak adanya kata sandang (tertentu) dengan qeoj. ... Penjelasan yang benar tentang tidak adanya kata sandang (tertentu), tampaknya diberikan oleh E. C. Colwell, yang telah menunjukkan bahwa dalam Perjanjian Baru kata-kata benda yang tertentu yang mendahului kata kerja biasanya tidak mempunyai kata sandang (JBL, LII, 1993, hal 12-21). Tentang ayat ini ia berkomentar: Tidak adanya kata sandang tidak membuat predikatnya tidak tertentu atau bersifat kwalitet pada waktu predikat itu mendahului kata kerja; predikat itu tidak tertentu dalam posisi ini hanya pada waktu kontextnya menuntut hal itu. Kontextnya tidak menuntut seperti itu dalam Injil Yohanes (op. cit., hal 21)] - hal 77, footnote.
Catatan:
a. Kata regularly (yang saya cetak dengan huruf besar) bisa diterjemahkan secara tetap atau biasanya. James Hope Moulton, Grammar of the New Testament Greek’, vol III, hal 182, menggunakan kata ‘usually’ (= biasanya). Karena itu, kata itulah yang saya pilih dalam menterjemahkan kata ‘regularly’ di sini.
b. Dalam bahasa Yunani anak kalimat yang dipersoalkan ini (Yoh 1:1c) berbunyi:
θεὸς ἦν ὁ λόγος
THEOS EN HO LOGOS = Firman itu adalah Allah
Allah adalah Firman
( ( (
predikat k.k. subyek
Kata benda HO LOGOS (the Word / sang Firman) adalah subyeknya, kata EN (was / adalah) adalah kata kerjanya (k.k.), dan kata benda THEOS (God / Allah) adalah predikatnya. Jadi di sini, predikatnya, yang berupa kata benda, mendahului kata kerjanya, yaitu EN. Jadi, berdasarkan peraturan Colwell ini maka tidak adanya kata sandang tertentu sebelum kata THEOS, tidak membuat kata ini menjadi tidak tertentu (a god / suatu allah), dan juga tidak membuat kata ini menjadi kata yang bersifat kwalitet (divine / bersifat ilahi). Jadi terjemahan yang benar adalah tetap menterjemahkannya sebagai kata benda, yaitu God / Allah. Dengan demikian terjemahan yang benar menurut perumusan / hukum yang diberikan oleh Colwell adalah: The Word was God (= Firman itu adalah Allah).
c. Contoh lain: Mark 15:39 - Waktu kepala pasukan yang berdiri berhadapan dengan Dia melihat matiNya demikian, berkatalah ia: Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!.
Saya hanya menyoroti bagian yang saya garis bawahi saja.
Yunani: οὗτος ὁ ἄνθρωπος υἱὸς θεοῦ ἦν
HOUTOS HO ANTHROPOS HUIOS THEOU EN
This the man Son of God was
Ini sang orang Anak (dari) Allah adalah
( ( (
subyek predikat kata kerja
Kata benda HO ANTHROPOS (= the man / orang), atau HOUTOS HO ANTHROPOS (= this man / orang ini) adalah subyeknya, kata EN (= was / adalah) adalah kata kerjanya, dan kata benda HUIOS THEOU (= Son of God / Anak Allah) adalah predikatnya. Jadi, di sini predikatnya juga mendahului kata kerjanya. Maka berdasarkan peraturan Colwell, kata HUIOS THEOU tidak memerlukan kata sandang tertentu untuk menjadi tertentu. Karena itu tetap diterjemahkan ‘the Son of God (menggunakan definite article / kata sandang tertentu).
KJV/RSV/NIV/NASB/NKJV/ASV: ‘the Son of God.
Catatan: RSV dan NASB pada catatan kakinya memberikan terjemahan alternatif yaitu ‘a son of God. Tetapi saya berpendapat bahwa ini merupakan terjemahan yang salah.
Sekarang, bagaimana Saksi-Saksi Yehuwa menterjemahkan Markus 15:39 ini?
NWT: Gods Son; TDB: Putra Allah.
NWT menterjemahkan demikian mungkin untuk menghindari penggunaan definite article. Tetapi mengapa mereka tidak menterjemahkan ‘a Son of God (= seorang Anak / Putra Allah)? Kalau menurut rumusan mereka, bukankah seharusnya mereka menterjemahkan ‘a Son of God (= seorang Anak / Putra Allah)? Mengapa mereka menterjemahkan Yoh 1:1c sebagai a god (= suatu allah), tetapi tidak menterjemahkan bagian ini sebagai a Son of God (= seorang Putra / Anak Allah)?
d. Contoh lain lagi: 1Yohanes 1:5 - Dan inilah berita, yang telah kami dengar dari Dia, dan yang kami sampaikan kepada kamu: Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan”.
Perhatikan bagian yang saya garis bawahi saja.
Yunani: ὁ θεὸς φῶς ἐστιν
HO THEOS PHROS ESTIN
the God light is
sang Allah terang adalah
Kata benda HO THEOS (= the God / sang Allah) adalah subyeknya, kata ESTIN (= is / adalah) adalah kata kerjanya, dan kata benda PHROS (= light / terang) adalah predikatnya. Jadi di sini predikatnya juga mendahului kata kerjanya. Maka berdasarkan peraturan Colwell, sekalipun kata PHROS tidak mempunyai kata sandang tertentu, tetap tidak diterjemahkan a light (= suatu terang), ataupun bersifat terang, tetapi diterjemahkan light (= terang).
KJV/RSV/NIV/NASB/NKJV/ASV: God is light.
Bahkan NWT juga menterjemahkan: God is light. Mengapa mereka tidak menterjemahkan God is a light (= Allah adalah suatu terang)? Atau mengapa mereka tidak menterjemahkan Allah bersifat terang?
2. Peraturan dari E. C. Colwell ini diketahui dan disebutkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa dalam buku Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?, hal 28.
Tetapi dalam buku itu, hal 28, mereka lalu menambahkan kata-kata ini:
Jadi ia (Colwell) pun mengakui bahwa bila ikatan kalimat menuntut hal itu, para penterjemah dapat menyisipkan kata sandang tidak tentu (Indefinite article) di depan kata benda dalam susunan kalimat sejenis ini. Apakah ikatan kalimatnya menuntut kata sandang tidak tentu dalam Yohanes 1:1? Ya, karena bukti dari seluruh Alkitab menunjukkan bahwa Yesus bukan Allah Yang Mahakuasa. Jadi, yang harus membimbing penerjemah dalam hal-hal seperti itu bukan peraturan tata bahasa dari Colwell yang meragukan, tetapi ikatan kalimatnya.
Catatan: definite article / kata sandang tertentu dalam bahasa Inggris diterjemahkan the, sedangkan indefinite article / kata sandang tidak tertentu diterjemahkan a.
Kata-kata Saksi-Saksi Yehuwa di atas ini merupakan sesuatu yang menggelikan dan bodoh, atau merupakan suatu usaha penipuan terhadap orang-orang yang kurang teliti. Mengapa saya katakan demikian? Karena Saksi-Saksi Yehuwa ingin membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah Yang Mahakuasa dengan menggunakan Yoh 1:1. Tetapi pada waktu mereka menafsirkan Yoh 1:1 itu, mereka menafsirkan ayat itu berdasarkan asumsi / anggapan mereka bahwa seluruh Alkitab mengajarkan bahwa Yesus bukanlah Allah Yang Mahakuasa. Ini merupakan kebodohan dari orang yang sengaja membutakan dirinya sendiri!
3. Contoh-contoh yang diberikan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.
Saksi-Saksi Yehuwa juga memberikan beberapa contoh dimana pada saat ikatan kalimatnya menuntut hal itu, maka dalam penterjemahannya diberikan kata sandang tidak tertentu, yaitu:
a. Mark 6:49 - Ketika mereka melihat Dia berjalan di atas air, mereka mengira bahwa Ia adalah hantu, lalu mereka berteriak-teriak”.
Yunani: φάντασμά ἐστιν
PHANTASMA ESTIN
ghost it is
hantu itu adalah
Kata ‘hantu’ dalam bahasa Yunaninya tidak menggunakan definite article / kata sandang tertentu, dan terletak di depan kata kerjanya, tetapi banyak Kitab Suci bahasa Inggris yang menterjemahkan ‘a ghost (= suatu hantu) - Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?, hal 27. RSV/NIV/NASB: ‘a ghost; KJV: ‘a spirit.
b. Yoh 8:44 - Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”.
Yunani: ἐκεῖνος ἀνθρωποκτόνος ἦν
EKEINOS ANTHROPOKTONOS EN
that murderer was
itu pembunuh adalah
Yunani: ψεύστης ἐστὶν
PHEUSTES ESTIN
liar he is
pendusta ia adalah
Kata ‘pembunuh’ (ANTHROPOKTONOS) dan ‘pendusta’ (PHEUSTES) dalam bahasa Yunaninya tidak menggunakan definite article / kata sandang tertentu, dan terletak di depan kata kerjanya (EN dan ESTIN), tetapi banyak Kitab Suci bahasa Inggris yang menterjemahkan ‘a murderer (= seorang pembunuh) dan ‘a liar (= seorang pendusta) - Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?, hal 28.
c. Dengan cara yang sama dalam Yoh 6:70 Yudas Iskariot disebut ‘a devil (= seorang setan); dan dalam Yoh 9:17 Yesus disebut ‘a prophet (= seorang nabi).
Jawaban saya:
Di sini ayat-ayat di atas ini, kontextnya menuntut hal itu, tetapi dalam Yoh 1:1 kontextnya tidak menuntut hal itu. Perkecualian seperti ini memang ada dan sudah diberikan oleh Colwell; lihat kutipan dari Leon Morris tentang perumusan Colwell di atas, pada bagian yang saya cetak dengan huruf besar.
Dalam semua contoh yang diberikan oleh Saksi-Saksi Yehuwa di atas, kata-kata hantu, pembunuh, pendusta, setan tetap mempunyai arti yang normal. Tetapi mengapa pada saat Saksi-Saksi Yehuwa menterjemahkan Yoh 1:1c sebagai Firman itu adalah suatu allah, kata allah tahu-tahu bisa mempunyai arti sebagai allah sekunder, yang lebih rendah dari Allah yang sebenarnya? Mengapa kata allah itu bisa berubah arti dari arti normalnya?
Robert M. Bowman Jr.: A careful look at the nouns in the New Testament which are anarthrous and precede the verb and should be translated with the indefinite article reveals that the nouns never change their basic meaning as a result of being used or even translated indefinitely (= Suatu tinjauan yang seksama tentang kata-kata benda dalam Perjanjian Baru yang tidak mempunyai kata sandang tertentu dan terletak di depan kata kerja dan harus diterjemahkan dengan kata sandang tidak tertentu, menyatakan bahwa kata-kata benda itu tidak pernah berubah dari arti dasar mereka sebagai akibat dari digunakannya atau diterjemahkannya mereka secara tidak tertentu) - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 43.
Robert M. Bowman Jr.: a qualitative use of the anarthrous THEOS does not shift its meaning from God to a god. (= penggunaan kwalitatif dari kata THEOS yang tidak mempunyai kata sandang tertentu tidak menggeser artinya dari Allah menjadi suatu allah) - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 47.
Bowman lalu memberikan banyak contoh lain, yaitu:
- a God (= suatu Allah) - Mark 12:27 Lukas 20:38.
- an apparition (= seorang hantu) - Mat 14:26 Mark 6:49.
- a prophet (= seorang nabi) - Mark 11:32 Yoh 4:19; 9:17.
- a man (= seorang manusia) - Luk 5:8 Yoh 10:33 Kis 10:26 Yak 5:17.
- a woman (= seorang perempuan) - Yoh 4:19.
- a slanderer (= seorang pemfitnah) - Yoh 6:70.
- a murderer (= seorang pembunuh) - Yoh 8:44 Kis 28:4.
- a liar (= seorang pendusta) - Yoh 8:44 1Yoh 2:4.
- a beggar (= seorang pengemis) - Yoh 9:8.
- a sinner (= seorang berdosa) - Yoh 9:24,25.
- a thief (= seorang pencuri) - Yoh 10:1; 12:6.
- a hired man (= seorang upahan) - Yoh 10:13.
- a relative (= seorang keluarga) - Yoh 18:26.
- a king (= seorang raja) - Yoh 18:37.
- a vessel (= suatu alat) - Kis 9:15.
- a sweet odor (= suatu bau harum) - 2Kor 2:15.
- a babe (= seorang bayi) - Gal 4:1 Ibr 5:13.
- a debtor (= seorang yang berhutang) - Gal 5:3).
Dan Bowman lalu berkata: None of these words takes on a lesser or weakened meaning because of being used qualitatively or indefinitely. The men are men, the woman is a woman, the sinner is a sinner, the king is a king, in the usual, fullest sense of the words. ... They argue that THEOS in 1:1c means a god of a lesser deity than TON THEON, God, in 1:1b. Such shift in meaning in THEOS is inconsistent with the indefinite use of Greek nouns, as the above list demonstrates (= Tidak ada dari kata-kata ini mempunyai arti yang lebih sedikit atau arti yang diperlemah karena digunakan secara kwalitatif atau secara tidak tertentu. Orang-orang ini adalah orang, perempuan itu adalah perempuan, orang berdosa itu adalah orang berdosa, raja itu adalah raja, dalam arti biasa dan arti yang penuh dari kata-kata itu. ... Mereka (Saksi-Saksi Yehuwa) berargumentasi bahwa THEOS dalam 1:1c berarti suatu allah dengan keallahan yang lebih sedikit dari TON THEON, Allah dalam 1:1b. Pergeseran arti seperti itu dalam kata THEOS, adalah tidak konsisten dengan penggunaan kata-kata benda tidak tertentu dalam bahasa Yunani, seperti ditunjukkan oleh daftar di atas) - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 48.
Robert M. Bowman Jr.: Of the several instances of the anarthrous predicate nominative THEOS before the verb, then, not one makes THEOS mean anything less than God (Mark 12:27; Luke 20:38; John 8:54; Phil. 2:13; Heb. 11:16; cf. Rom. 8:33b), unless one counts John 1:1. In the other five clear instances of this use of THEOS, the word can only be translated God in English [= Dari beberapa contoh / kejadian dari kata THEOS yang tidak mempunyai kata sandang tertentu, dan ada dalam kasus nominatif, dan bersifat sebagai predikat, dan terletak sebelum kata kerja, maka tidak satupun yang membuat THEOS berarti apapun yang kurang dari Allah (Mark 12:27; Luk 20:38; Yoh 8:54; Fil 2:13; Ibr 11:16; bdk. Ro 8:33b), kecuali ada yang menganggap Yoh 1:1 demikian. Dalam lima contoh / kejadian lain dari penggunaan THEOS seperti ini, kata itu hanya bisa diterjemahkan God (= Allah) dalam bahasa Inggris] - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 53.
4. Contoh-contoh yang salah / tidak cocok yang diberikan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.
Robert Bowman, dalam bukunya Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 56-57, mengatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa sering sekali menggunakan Kis 28:6, dan kadang-kadang juga menggunakan Kis 12:22, untuk menunjukkan bahwa THEOS bisa diterjemahkan a god (= suatu allah). Mari kita menyoroti kedua text itu.
a. Kis 28:6 - Namun mereka menyangka, bahwa ia akan bengkak atau akan mati rebah seketika itu juga. Tetapi sesudah lama menanti-nanti, mereka melihat, bahwa tidak ada apa-apa yang terjadi padanya, maka sebaliknya mereka berpendapat, bahwa ia seorang dewa [KJV/NWT: a god (= suatu allah)]”.
Tetapi Bowman lalu mengatakan 2 hal sebagai jawaban, yaitu:
dalam Kis 28:6 ini, berbeda dengan dalam Yoh 1:1, kata THEON digunakan setelah kata kerja. Karena itu, tentu ini tidak sesuai dengan pembahasan dari Yoh 1:1 ini.
orang-orang yang mengatakan kata-kata itu jelas adalah orang-orang kafir yang menganut polytheisme, dan karena itu mereka bisa mengatakan bahwa Paulus adalah a god (= suatu allah).
b. Kis 12:22 - Dan rakyatnya bersorak membalasnya: Ini suara allah [KJV/NWT: a god (= suatu allah)] dan bukan suara manusia!.
Tentang ayat ini Bowman memberikan jawaban sebagai berikut:
dalam ayat ini kata digunakan kata THEOU, yang bukan berada dalam kasus nominatif, tetapi kasus genitif. Menurut Bowman, peraturan Colwell berlaku untuk kata benda yang termasuk kasus nominatif.
seruan / teriakan dalam ayat itu, ditujukan kepada Herodes, dan karena itu jelas lagi-lagi harus diartikan sebagai allah palsu.
Bowman lalu menambahkan bahwa dalam Perjanjian Baru, kata THEOS dalam bentuk tunggal, selalu menunjuk kepada Allah yang benar atau kepada allah palsu (Yoh 10:33 Kis 7:43 Kis 12:22 Kis 17:23 Kis 28:6 2Kor 4:4 Fil 3:19 2Tes 2:4). Dan kalau menunjuk kepada allah palsu, kontext selalu menunjukkan hal itu dengan jelas. Kata THEOS bentuk tunggal ini tidak pernah menunjuk kepada a god (= suatu allah), yang bukan Allah yang benar dan juga bukan allah yang palsu, atau yang berada di antara Allah yang benar dan allah yang palsu. Karena itu, bagaimana mungkin Saksi-Saksi Yehuwa menterjemahkan Yoh 1:1c sebagai a god (= suatu allah) dan menafsirkannya sebagai allah sekunder / kecil?
5. Ketidak-konsistenan Saksi-Saksi Yehuwa berkenaan dengan peraturan Colwell.
Sekalipun dalam bagian di atas terlihat bahwa Saksi-Saksi Yehuwa menggunakan peraturan Colwell, tetapi dalam bagian-bagian lain mereka menyerang peraturan tersebut, dan menyebutnya sebagai peraturan yang meragukan dan dibuat-buat, dan lalu menambahkan bahwa ikatan kalimat / kontextlah yang harus menentukan penterjemahan bagian akhir dari Yoh 1:1 tersebut.
Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: di sini pula ikatan kalimatnya memberikan dasar untuk pengertian yang benar. Ayat itu berbunyi: Firman itu bersama-sama dengan Allah. ... jika bagian akhir dari Yohanes 1:1 dianggap mengartikan Allah sendiri, hal ini akan bertentangan dengan ungkapan sebelumnya, yang mengatakan bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah. ... karena Yohanes 1:1 itu memperlihatkan bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah, ia tidak mungkin adalah Allah melainkan suatu allah, atau ilahi. ... Jadi, yang harus membimbing penerjemah dalam hal-hal seperti itu bukan peraturan tata bahasa dari Colwell yang meragukan, tetapi ikatan kalimatnya. Dan jelas dari banyak terjemahan-terjemahan yang menyisipkan kata sandang tidak tentu suatu dalam Yohanes 1:1 dan di ayat-ayat lain, bahwa banyak sarjana tidak menyetujui peraturan yang dibuat-buat seperti di atas, demikian juga Firman Allah - Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?, hal 26,27,28.
Dan mengenai kontext, dalam buku Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab, hal 431, Saksi-Saksi Yehuwa menambahkan bahwa terjemahan Firman (Yesus) itu adalah Allah, bertentangan dengan Yoh 1:18. Mengapa? Karena Yoh 1:18 mengatakan bahwa tidak seorangpun yang pernah melihat Allah, padahal banyak orang pernah melihat Yesus, dan karena itu Yesus pasti bukan Allah.
Jawaban saya:
a. Berkenaan dengan peraturan Colwell:
Sikap dari Saksi-Saksi Yehuwa ini betul-betul sangat tidak konsisten / plin-plan. Kalau mereka mengakui peraturan Colwell, mengapa di sini mereka menyerangnya? Kalau mereka tidak mengakuinya, mengapa tadi di atas, mereka menggunakannya?
Bahwa ada banyak sarjana yang tidak menyetujui peraturan Colwell itu, dan bahwa ada banyak terjemahan yang mendukung pandangan Saksi Yehuwa, sama sekali tidak menunjukkan bahwa Saksi Yehuwa memang benar, dan Colwell salah. Saya juga bisa mengutip banyak sarjana / penafsir / ahli theologia yang setuju dengan Colwell, dan yang setuju dengan penterjemahan yang umum dari Yoh 1:1 - Firman itu adalah Allah, seperti Calvin, William Hendriksen, Adam Clarke, Leon Morris, dsb. Juga berbagai Kitab Suci versi Inggris, seperti KJV/ASV/RSV/NIV/NASB/NKJV/NRSV menterjemahkan secara seragam, yaitu the Word was God (= Firman itu adalah Allah).
b. Berkenaan dengan kontext:
Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan bahwa jika Yoh 1:1c itu diterjemahkan Firman itu adalah Allah, maka bagian itu akan bertentangan dengan kata-kata Firman itu bersama-sama dengan Allah (Yoh 1:1b). Jadi mereka mengatakan bahwa terjemahan seperti itu tidak sesuai dengan kontextnya. Ini merupakan kata-kata yang bodoh, karena dua kalimat itu hanya akan bertentangan, bagi orang-orang yang menganut monotheisme mutlak, yang adalah doktrin yang salah. Tetapi kalau kita mempercayai doktrin Allah Tritunggal, maka 2 bagian itu justru menjadi harmonis. Bagian pertama (Yoh 1:1b) menunjukkan perbedaan pribadi, sedangkan bagian kedua (Yoh 1:1c) menekankan kesatuan hakekat.
Calvin: That there may be no remaining doubt as to Christs divine essence, the Evangelist distinctly asserts that he is God. Now since there is but one God, it follows that Christ is of the same essence with the Father, and yet that, in some respect, he is distinct from the Father [= Supaya tidak ada keraguan yang tersisa berkenaan dengan hakekat ilahi Kristus, sang Penginjil (rasul Yohanes) menegaskan dengan jelas bahwa Ia adalah Allah. Karena hanya ada satu Allah, maka kesimpulannya adalah bahwa Kristus adalah dari hakekat yang sama dengan Bapa, tetapi bahwa dalam hal tertentu, Ia berbeda (distinct) dengan Bapa] - hal 29.
Kontext justru mendukung terjemahan Firman itu adalah Allah, karena:
dalam Yoh 1:1a sudah dikatakan bahwa Firman itu ada pada mulanya, yang menunjukkan kekekalan dari Firman itu.
dan baru dalam Yoh 1:3 dikatakan bahwa Firman itu menciptakan segala sesuatu.
Tentang Yoh 1:3 ini perhatikan komentar-komentar sebagai berikut:
William Barclay: the word is not one of the created things; the word was there before creation (= firman itu bukan salah satu dari hal-hal yang diciptakan; firman itu telah ada di sana sebelum penciptaan) - hal 37.
B. B. Warfield: Thus He is taken out of the category of creatures altogether (= Maka Ia diambil keluar sama sekali dari kategori ciptaan-ciptaan) - The Person and Work of Christ, hal 53.
Adam Clarke: the Word was the creator of the world, is equivalent to the assertion, that he was GOD in the highest possible sense (= Firman adalah pencipta dari dunia / alam semesta, merupakan sesuatu yang sama dengan penegasan, bahwa Ia adalah ALLAH dari arti tertinggi yang dimungkinkan) - hal 510.
C. H. Spurgeon: Who less than God could make the heavens and the earth? (= Siapa yang kurang dari Allah bisa membuat langit dan bumi?) - A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord, vol 2, hal 217.
Bandingkan ini dengan ajaran Saksi Yehuwa yang mengatakan bahwa Yesus adalah ciptaan pertama dan langsung dari Allah Bapa, dan lalu dengan perantaraan Yesus, Bapa menciptakan segala sesuatu.
Terjemahan Firman itu adalah Allah juga tidak bertentangan dengan Yoh 1:18 - Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya. Mengapa? Karena:
kata-kata melihat Allah dalam Yoh 1:18 itu maksudnya adalah melihat Allah dengan seluruh kemuliaan dan kebesaranNya.
orang banyak yang melihat Yesus itu hanya melihat Yesus sebagai manusia, bukan Yesus sebagai Allah.
Yohanes 1:18 sebetulnya juga menunjukkan Yesus sebagai Allah. Ini terlihat dari:
sebutan Anak Tunggal Allah untuk Yesus itu seharusnya adalah satu-satunya Allah yang diperanakkan (NWT/TDB). Ini akan saya bahas belakangan dalam pembahasan doktrin The Eternal Generation of the Son.
ke-mahaada-an Yesus yang ditunjukkan oleh ayat ini. Ini akan saya bahas dalam jilid II.
f) Kata sandang dan hubungannya dengan kata Allah.
1. Berbeda dengan bahasa Inggris yang mempunyai indefinite article / kata sandang tidak tertentu (yaitu a / an), maka bahasa Yunani tidak mempunyainya.
Dana & Mantey: The Greek had no indefinite article, though TIS and EIS sometimes approximated this idiom (cf. Lk. 10:25; Mt. 8:19). [= Bahasa Yunani tidak mempunyai kata sandang tidak tertentu, sekalipun TIS dan EIS kadang-kadang sangat dekat / mirip dengan ungkapan ini (bdk. Luk 10:25; Mat 8:19)] - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 136.
2. Fungsi / kegunaan dari kata sandang tertentu dalam bahasa Yunani.
Dana & Mantey: The function of the article is to point out an object or to draw attention to it. Its use with a word makes the word stand out distinctly [= Fungsi dari kata sandang (tertentu) adalah untuk menunjukkan suatu obyek atau untuk menarik perhatian kepada obyek itu. Penggunaannya dengan suatu kata membuat kata itu menonjol secara jelas] - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 137.
3. Digunakan atau tidak digunakannya definite article / kata sandang tertentu dalam bahasa Yunani.
a. Ada atau tidaknya kata sandang tertentu dalam bahasa Yunani tidak selalu sama dengan terjemahannya dalam bahasa Inggris.
Jadi, sering terjadi dimana kata Yunani yang mempunyai kata sandang tertentu diterjemahkan ke bahasa Inggris tanpa kata sandang tertentu, seperti kata God (= Allah) yang pertama dalam Yoh 1:1b itu, yang dalam bahasa Yunaninya adalah TON THEON (= the God).
Demikian pula sebaliknya, kata Yunani yang tidak mempunyai kata sandang tertentu kadang-kadang harus diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan menggunakan kata sandang tertentu (Lihat point c. di bawah).
Dana & Mantey: It is important to bear in mind that we cannot determine the English translation by the presence or absence of the article in Greek. Sometimes we should use the article in the English translation when it is not used in the Greek, and sometimes the idiomatic force of the Greek article may best be rendered by an anarthrous noun in English (= Penting untuk diingat bahwa kita tidak bisa menentukan terjemahan bahasa Inggris dengan ada atau tidak adanya kata sandang dalam bahasa Yunaninya. Kadang-kadang kita harus menggunakan kata sandang dalam terjemahan bahasa Inggris pada waktu kata sandang itu tidak digunakan dalam bahasa Yunaninya, dan kadang-kadang kekuatan dari ungkapan dari kata sandang bahasa Yunani bisa diterjemahkan dengan paling baik oleh suatu kata benda yang tidak mempunyai kata sandang dalam bahasa Inggris) - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 150-151.
b. Kalau suatu kata benda dalam bahasa Yunani mempunyai kata sandang tertentu, maka benda itu pasti tertentu; tetapi sebaliknya, kalau suatu kata benda tidak mempunyai kata sandang tertentu, maka bendanya bisa tertentu bisa tidak.
Dana & Mantey mengutip kata-kata A. T. Robertson: Whenever the article occurs the object is certainly definite. When it is not used the object may or may not be (= Pada waktu kata sandang itu muncul, obyeknya pasti tertentu. Pada waktu kata sandang itu tidak digunakan, obyeknya bisa tertentu atau tidak tertentu) - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 137.
c. Nama-nama, dan semua kata-kata benda yang merupakan obyek tunggal, seperti kematian, kehidupan, dunia, dsb. tidak membutuhkan kata sandang tertentu untuk menjadi tertentu.
A. T. Robertson, dalam tafsirannya tentang 1Kor 3:22, mengatakan: All the words in this verse and 23 are anarthrous, though not indefinite, but definite. ... Proper names do not need the article to be definite nor do words for single objects like world, life, death.” (= Semua kata-kata dalam ayat ini dan ayat 23 tidak mempunyai kata sandang tertentu, sekalipun bukannya tidak tertentu, tetapi tertentu. ... Nama-nama yang sungguh-sungguh tidak membutuhkan kata sandang tertentu supaya menjadi tertentu, dan demikian juga dengan obyek-obyek tunggal seperti dunia, kehidupan, kematian) - Word Pictures in the New Testament, vol IV, hal 100,101.
Kata-kata A. T. Robertson ini tentu juga bisa diterapkan untuk kata Allah, karena Allah juga merupakan obyek tunggal! Jadi, kata Allah sekalipun tidak menggunakan kata sandang tertentu, tetap tertentu, dan karena itu tidak bisa diterjemahkan a god / suatu allah!
Dana & Mantey: Sometimes with a noun which the context proves to be definite the article is not used (= Kadang-kadang dengan suatu kata benda yang kontextnya membuktikan sebagai tertentu, kata sandang tertentu tidak digunakan) - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 149.
Kesimpulan: tidak adanya kata sandang tertentu sebelum kata God / Allah dalam Yoh 1:1c dalam bahasa Yunaninya, tidak membuat kata itu menjadi tidak tertentu.
4. Kata Allah (secara umum, bukan hanya dalam Yoh 1:1 ini) tidak harus mempunyai kata sandang tertentu.
Gresham Machen: “THEOS HO, a god, God (When it means God, THEOS may have the article) [= THEOS HO, suatu allah, Allah (Pada waktu itu berarti Allah, THEOS bisa mempunyai kata sandang)] - New Testament Greek For Beginners, hal 39.
Perhatikan bahwa ia menggunakan kata may (= bisa). Itu berarti tidak harus.
Dana & Mantey mengutip kata-kata A. T. Robertson yang mengomentari kata THEOS berkenaan dengan kata sandang, dengan kata-kata sebagai berikut: “(THEOS) is treated like a proper name and may have it or not have it [= (THEOS) diperlakukan seperti nama sungguh-sungguh dan bisa mempunyai kata sandang atau tidak mempunyainya] - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 140.
Catatan: ini menjadi sama seperti kata Yunani KURIOS (= Tuhan), yang juga sering dianggap sebagai proper name (= nama sungguh-sungguh), dan lalu tidak diberi kata sandang tertentu.
Walter Martin: Omission of the article with THEOS does not mean that a god other than the one true God is meant. ... In other words, the writers of the New Testament frequently do not use the article with THEOS and yet the meaning is perfectly clear in the context, namely that the One True God is intended (= Tidak adanya kata sandang dengan THEOS tidak berarti bahwa yang dimaksudkan adalah suatu allah yang lain / berbeda dari satu-satunya Allah yang benar. ... Dengan kata lain, penulis-penulis dari Perjanjian Baru sering tidak menggunakan kata sandang dengan THEOS tetapi artinya sangat jelas dalam kontext, yaitu bahwa satu-satunya Allah yang benar yang dimaksudkan) - The Kingdom of the Cults, hal 86,86.
Catatan: ada ratusan kali penggunaan kata Allah tanpa menggunakan definite article / kata sandang tertentu dalam Perjanjian Baru.
5. Perbedaan antara kata Allah yang menggunakan kata sandang tertentu dan kata Allah yang tidak menggunakannya.
Dana dan Mantey mengatakan bahwa kata Allah (THEOS) yang tidak menggunakan kata sandang tertentu menunjukkan hakekat ilahi, sedangkan kalau menggunakan kata sandang tertentu menunjukkan kepribadian ilahi.
Dana & Mantey: without the article THEOS signifies divine essence, while with the article divine personality is chiefly in view [= tanpa kata sandang kata THEOS menunjuk kepada hakekat ilahi, sedangkan dengan kata sandang kepribadian ilahi yang kelihatan secara terutama] - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 139-140.
Ia lalu memberi contoh: dalam Yoh 1:1b - Firman itu bersama-sama dengan Allah, kata Allah menggunakan kata sandang tertentu, dan ini berarti bahwa Firman / Yesus itu mempunyai persekutuan dengan pribadi dari Bapa.
Tetapi dalam Yoh 1:1c - Firman itu adalah Allah, kata Allah tidak menggunakan kata sandang tertentu, dan ini berarti bahwa Yesus berpartisipasi dalam hakekat ilahi (A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 139-140).
Dana & Mantey menambahkan: THEOS occurs without the article ... where the Deity is contrasted with what is human, or with the universe as distinct from its Creator [= THEOS muncul tanpa kata sandang ... dimana KeAllahan dikontraskan dengan apa yang manusiawi, atau dengan alam semesta yang dibedakan dengan Penciptanya] - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 140.
Ini cocok kalau diterapkan dalam Yoh 1:1. Yesus disebut THEOS tanpa definite article / kata sandang tertentu, karena memang dalam text itu keilahianNya dikontraskan dengan segala sesuatu yang Ia ciptakan (Yoh 1:3).
6. Tidak adanya definite article / kata sandang tertentu sebelum kata Allah dalam Yoh 1:1 menunjukkan bahwa THEOS adalah predikat, dan adanya definite article sebelum kata LOGOS menunjukkan bahwa LOGOS adalah subyeknya.
Karena itu Yoh 1:1c ini tidak boleh diterjemahkan ‘Allah adalah Firman itu’, tetapi harus diterjemahkan ‘Firman itu adalah Allah’.
A. H. Strong: “In John 1:1 - θεὸς ἦν ὁ λόγος - the absence of the article shows qeoj to be the predicate (cf. 4:24 - πνεῦμα ὁ θεός). This predicate precedes the verb by way of emphasis, to indicate progress in the thought - ‘the Logos was not only with God, but was God’ ... ‘Only ὁ λόγος can be the subject, for in the whole Introduction the question is, not who God is, but who the Logos is’ (Godet)” [= Dalam Yoh 1:1 - θεὸς ἦν ὁ λόγος (THEOS EN HO LOGOS / Firman itu adalah Allah) - tidak adanya kata sandang menunjukkan qeoj sebagai predikat (bdk. 4:24 - πνεῦμα ὁ θεός / PNEUMA HO THEOS / Allah adalah Roh). Predikat ini mendahului kata kerja sebagai penekanan, untuk menunjukkan kemajuan pemikiran dari ayat itu - ‘LOGOS itu bukan hanya bersama dengan Allah, tetapi adalah Allah’ ... ‘Hanya ὁ λόγος (the Word / Firman) bisa menjadi subyek, karena dalam seluruh Pengantar / Pendahuluan (dari Injil Yohanes) pertanyaannya bukanlah siapa Allah itu, tetapi siapa LOGOS itu (Godet)] - Systematic Theology, hal 305-306.
Dana & Mantey: The article sometimes distinguishes the subject from the predicate in a copulative sentence. ... in John 1:1, καὶ θεὸς ἦν ὁ λόγος, ‘and the word was deity.’ The article points out the subject in these examples” (= Kata sandang kadang-kadang membedakan subyek dari predikatnya dalam suatu kalimat yang menggunakan kata kerja ‘to be’. ... dalam Yoh 1:1, καὶ θεὸς ἦν ὁ λόγος, ‘dan firman itu adalah keallahan’. Kata sandang itu menunjukkan subyeknya dalam contoh-contoh ini) - ‘A Manual Grammar of the Greek New Testament’, hal 148.
7. Kalau kedua kata benda itu menggunakan definite article / kata sandang tertentu.
Kalau kata Firman dan kata Allah dalam Yoh 1:1c itu kedua-duanya menggunakan definite article, maka subyek dan predikatnya bisa dibolak-balik. Jadi, kita bisa menterjemahkan Firman itu adalah Allah atau Allah itu adalah Firman. Dengan demikian terjadi pencampur-adukkan antara Firman dengan Allah, sehingga Yoh 1:1 ini akan mendukung ajaran sesat Sabellianisme.
William Barclay: John did not say that the word was HO THEOS; that would have been to say that the word was identical with God. He said that the word was THEOS - without the definite article - which means that the word was ... of the very same character and quality and essence and being as God (= Yohanes tidak mengatakan bahwa firman itu adalah HO THEOS; itu akan sama dengan mengatakan bahwa firman itu identik dengan Allah. Ia mengatakan bahwa firman adalah THEOS - tanpa kata sandang tertentu - yang berarti bahwa firman itu adalah ... dari karakter dan kwalitet dan hakekat (essence) dan keberadaan (being) yang sama dengan Allah) - hal 39.
Leon Morris (NICNT): Strachan says dogmatically, the word THEOS has no article, thus giving it the significance of an adjective. But this is too simple. How else in Greek would one say, the Word was God? And, as Westcott says, an article would equate THEOS and LOGOS, and would be pure Sabellianism. Had this been Johns meaning he could not have said the Word was with God [= Strachan berkata secara dogmatik, kata THEOS tidak mempunyai kata sandang, dan dengan demikian memberikannya arti sebagai kata sifat. Tetapi ini terlalu sederhana. Bagaimana lagi dalam bahasa Yunani seseorang akan mengatakan Firman itu adalah Allah? Dan, seperti yang dikatakan Westcott, suatu kata sandang akan menyamakan THEOS dan LOGOS, dan akan menjadi Sabellianisme yang murni. Andaikata ini arti dari Yohanes, ia tidak bisa berkata Firman itu bersama dengan Allah] - hal 77, footnote.
A. T. Robertson: And the Word was God (KAI THEOS EN HO LOGOS). By exact and careful language John denied Sabellianism by not saying HO THEOS EN HO LOGOS. That would mean that all of God was expressed in HO LOGOS and the terms would be interchangeable, each having the article [= Dan Firman itu adalah Allah (KAI THEOS EN HO LOGOS). Dengan bahasa yang tepat / seksama dan hati-hati Yohanes menyangkal Sabellianisme dengan tidak berkata HO THEOS EN HO LOGOS. Itu akan berarti bahwa seluruh Allah dinyatakan dalam HO LOGOS / the Word / Firman dan istilah-istilah itu akan bisa dibolak-balik, karena masing-masing mempunyai kata sandang] - Word Pictures in the New Testament, vol 5, hal 4.
A. H. Strong: The predicate stands emphatically first. It is necessarily without the article, inasmuch as it describes the nature of the Word and does not identify his person. It would be pure Sabellianism to say: The Word was HO THEOS. ... The Word is distinguishable from God, yet θεὸς ἦν ὁ λόγος - the Word was God, of divine nature; not ‘a God,’ which to a Jewish ear would have been abominable, nor yet identical with all that can be called God, for then the article would have been inserted (cf. 1John 3:4).” [= Predikatnya diletakkan di depan untuk menekankan. Itu harus tanpa kata sandang, karena itu menggambarkan hakekat dari Firman dan tidak memberikan identifikasi / ciri-ciri dari pribadiNya. Akan merupakan Sabellianisme yang murni untuk mengatakan: Firman itu adalah HO THEOS (sang Allah)’. ... Firman itu dibedakan dari Allah, sekalipun demikian THEOS EN HO LOGOS - Firman itu adalah Allah, dari hakekat ilahi, bukan suatu allah, yang bagi telinga Yahudi merupakan sesuatu yang menjijikkan, juga tidak identik dengan semua yang bisa disebut Allah, karena jika demikian kata sandang akan dimasukkan (bdk. 1Yoh 3:4)] - Systematic Theology, hal 306.
A. H. Strong juga memberikan contoh ayat dimana kedua kata benda menggunakan definite article / kata sandang tertentu, sehingga kedua kata benda itu menjadi betul-betul identik, dan bisa dibolak-balik, yaitu 1Yoh 3:4.
1Yoh 3:4 - Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah”.
Kata Allah sebetulnya tidak ada, dan kata dosa (TEN HAMARTIAN) maupun kata pelanggaran hukum (TEN ANOMIAN) menggunakan definite article / kata sandang tertentu. Dengan demikian dosa dan pelanggaran hukum betul-betul identik, sehingga kalimatnya bisa dibalik: pelanggaran hukum adalah dosa.
Kasus lain yang serupa adalah Luk 8:11 - Benih itu ialah firman Allah / ‘The seed is the word of God (HO SPOROS ESTIN HO LOGOS TOU THEOU). Di sini baik kata benih (HO SPOROS) maupun kata firman (HO LOGOS) mempunyai definite article / kata sandang tertentu, sehingga bisa diterjemahkan Firman Allah adalah benih.
A. T. Robertson: The article with both subject and predicate as here means that they are interchangeable and can be turned round: The word of God is the seed (= Kata sandang dengan subyek maupun predikat seperti di sini berarti bahwa mereka bisa dibolak-balik dan bisa ditukar tempatnya: Firman Allah adalah benih) - Word Pictures in the New Testament, vol 2, hal 113.
Dana & Mantey: When the article is used with the predicate, it marks its essential identity with the subject. Thus ἁμαρτία ἐστὶν ἡ ἀνομία (1Jn. 3:4) makes sin identical with lawlessness” [= Pada waktu kata sandang tertentu digunakan dengan predikat, itu menandakan keidentikannya yang hakiki dengan subyeknya. Karena itu ἁμαρτία ἐστὶν ἡ ἀνομία (1Yoh 3:4) membuat dosa identik dengan ke-tidak-ada-an hukum] - ‘A Manual Grammar of the Greek New Testament’, hal 152.
Dana & Mantey: “The article sometimes distinguishes the subject from the predicate in a copulative sentence. ... in John 1:1, καὶ θεὸς ἦν ὁ λόγος, and the word was deity. The article points out the subject ... Neither ... was the word all of God, as it would mean if the article were also used with θεὸς. ... In a convertible proposition, where the subject and predicate are regarded as interchangeable, both have the article (cf. 1Cor. 15:56)” [= Kata sandang (tertentu) kadang-kadang membedakan subyek dari predikat dalam suatu kalimat yang menggunakan kata kerja ‘to be’ (= adalah). ... dalam Yoh 1:1, καὶ θεὸς ἦν ὁ λόγος, dan Firman itu adalah Allah. Kata sandang tertentunya menunjukkan subyeknya. ... Firman bukan seluruh dari Allah, sebagaimana akan menjadi arti dari kalimat itu seandainya kata sandang tertentu juga digunakan dengan θεὸς. ... Dalam suatu ungkapan yang dapat dibalik, dimana subyek dan predikatnya dianggap bisa dibolak-balik, keduanya mempunyai kata sandang tertentu (bdk. 1Kor 15:56)] - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 148,149.
1Korintus 15:56 - “Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat”.
Baik sengat (dari) maut (TO KENTRON TOU THANATOU) maupun dosa (HE HAMARTIA) sama-sama mempunyai definite article / kata sandang tertentu , dan karena itu bisa diterjemahkan sengat (dari) maut ialah dosa atau dosa ialah sengat (dari) maut.
Demikian juga kuasa dosa (HE DUNAMIS TES HAMARTIAS) maupun hukum Taurat (HO NOMOS), sama-sama mempunyai definite article / kata sandang tertentu, sehingga bisa diterjemahkan kuasa dosa ialah hukum Taurat atau hukum Taurat ialah kuasa dosa.
Jadi, kalau dalam Yoh 1:1 digunakan kata sandang tertentu untuk Firman maupun Allah, maka bagian itu bisa diterjemahkan Firman adalah Allah maupun Allah adalah Firman. Dengan demikian Firman dan Allah betul-betul menjadi identik, dan ini salah (menimbulkan Sabellianisme). Kita boleh mengatakan Yesus adalah Allah, tetapi kita tidak boleh mengatakan Allah adalah Yesus. Mengapa? Alasannya sama seperti: kita boleh mengatakan semut adalah binatang, tetapi kita tidak boleh mengatakan binatang adalah semut.
Tetapi Saksi-Saksi Yehuwa justru mengatakan bahwa kalau Yohanes memang mau mengatakan Firman itu adalah Allah maka baik kata Firman maupun kata Allah harus menggunakan definite article / kata sandang tertentu.
Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: Penerjemah Alkitab William Barclay menyatakan: Umumnya, kecuali ada alasan khusus, kata-kata benda Yunani selalu didahului oleh kata sandang tertentu, dan dengan segera kita dapat melihat di sini bahwa THEOS kata benda untuk Allah tidak didahului oleh kata sandang tertentu. Jika sebuah kata benda Yunani tidak didahului oleh kata sandang tertentu, maka kata benda itu lebih bersifat menggambarkan dan bukan identitas, dan lebih berfungsi sebagai kata sifat dari pada kata benda. ... Andai kata Yohanes mengatakan HO THEOS EN HO LOGOS, dengan menggunakan kata sandang tertentu di depan kedua kata benda itu, maka dengan pasti ia menyamakan LOGOS dengan Allah. Namun, karena THEOS tidak didahului oleh kata sandang tertentu maka itu menjadi kata keterangan, dan lebih berfungsi sebagai kata sifat dari pada kata benda. Maka terjemahannya, yang agak kaku adalah, Firman itu segolongan dengan Allah, pada tingkat yang sama dengan Allah. ... Di sini Yohanes tidak menyamakan Firman dengan Allah. Singkatnya, ia tidak mengatakan bahwa Yesus adalah Allah. - Many Witnesses, One Lord (Grand Rapids, Mich.; cetak ulang, 1973), h. 23,24. - Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab, hal 404.
Jawaban saya:
a. Tuntutan Saksi-Saksi Yehuwa untuk memberikan kata sandang tertentu baik di depan LOGOS maupun THEOS menunjukkan ketidak-mengertian mereka tentang gramatika / tata bahasa dari bahasa Yunani, karena seperti yang sudah saya jelaskan di atas, kalau dalam Yoh 1:1c ini kedua kata benda (LOGOS dan THEOS) didahului kata sandang tertentu, maka bagian itu akan betul-betul mengidentikkan / menyamakan Allah dan Firman (Yesus), dan akan menjadi ajaran sesat Sabellianisme, yang mengajarkan bahwa Allah itu hanya satu pribadi dengan tiga perwujudan, sehingga yang berinkarnasi dan mati di kayu salib juga adalah Bapa sendiri.
b. Barclay tidak mengajarkan seperti yang dituntut oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Untuk jelasnya lihat pembahasan di bawah [point g)].
g) Cara kurang ajar dari Saksi-Saksi Yehuwa dalam melakukan pengutipan untuk mendukung ajaran mereka dalam persoalan Yoh 1:1 ini.
Dalam melakukan pengutipan / penterjemahan, Saksi-Saksi Yehuwa sering melakukan kecurangan. Ada 4 contoh yang akan saya berikan untuk menunjukkan kekurang-ajaran Saksi-Saksi Yehuwa dalam mengutip kata-kata seseorang.
Sebagai contoh pertama saya akan membahas kutipan dari William Barclay yang baru saja kita bahas di atas. Ada beberapa hal yang perlu diketahui berkenaan dengan hal ini:
1. Dalam melakukan pengutipan dari buku William Barclay yang berjudul Many Witnesses, One Lord itu Saksi-Saksi Yehuwa melakukan pengutipan sebagian, sehingga artinya menjadi berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh William Barclay sendiri. Perhatikan lagi kutipan Saksi-Saksi Yehuwa di atas, pada bagian yang mereka loncati (diberi titik-titik; yang saya lingkari). Bagian yang diloncati itu ternyata penting sekali, tetapi sengaja diloncati karena bagian itu tidak mendukung pandangan Saksi-Saksi Yehuwa.
Saya mendapatkan dari internet buku William Barclay yang berjudul Many Witnesses, One Lord yang digunakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa itu, dan saya ingin memberikan di sini kutipan yang lebih lengkap dari buku tersebut.
Barclay mengatakan: “Now normally, except for special reasons, Greek nouns always have the definite article in front of them, and we can see at once here that theos the noun for God has not got the definite article in front of it. When a Greek noun has not got the article in front of it, it becomes rather a description than an identification, and has the character of an adjective rather than of a noun. We can see exactly the same in English. If I say: James is the man, then I identify James with some definite man whom I have in mind; but, if 1 say: James is man, then I am simply describing James as human, and the word man has become a description and not an identification. If John had said ho theos en ho logos, using a definite article in front of both nouns, then he would definitely have identified the logos with God, but because he has no definite article in front of theos it becomes a description, and more of an adjective than a noun. The translation then becomes, to put it rather clumsily, The Word was in the same class as God, belonged to the same order of being as God. The only modern translator who fairly and squarely faced this problem is Kenneth Wuest, who has: The Word was as to his essence essential deity. But it is here that the NEB has brilliantly solved the problem with the absolutely accurate rendering: What God was the Word was. John is not here identifying the Word with God. To put it very simply, he does not say that Jesus was God. What he does say is that no human description of Jesus can be adequate, and that Jesus, however you are going to define it, must be described in terms of God. I know men, said Napoleon, and Jesus Christ is more than a man.” (= Umumnya, kecuali ada alasan khusus, kata-kata benda Yunani selalu didahului oleh kata sandang tertentu, dan dengan segera kita dapat melihat di sini bahwa THEOS kata benda untuk Allah tidak didahului oleh kata sandang tertentu. Pada waktu sebuah kata benda Yunani tidak didahului oleh kata sandang tertentu, maka kata benda itu lebih bersifat menggambarkan dan bukan identitas, dan lebih berfungsi sebagai kata sifat dari pada kata benda. Kita bisa melihat hal yang persis sama dalam bahasa Inggris. Jika saya berkata: James adalah orang itu, maka saya mengidentifikasi James dengan seseorang manusia tertentu yang ada dalam pikiran saya; tetapi jika saya berkata: James adalah orang, maka saya hanya menggambarkan James sebagai manusia / orang, dan kata manusia / orang menjadi suatu penggambaran dan bukan suatu pengidentifikasian. Andai kata Yohanes mengatakan HO THEOS EN HO LOGOS, dengan menggunakan kata sandang tertentu di depan kedua kata benda itu, maka dengan pasti ia menyamakan LOGOS dengan Allah. Namun, karena THEOS tidak didahului oleh kata sandang tertentu maka itu menjadi kata keterangan, dan lebih berfungsi sebagai kata sifat dari pada kata benda. Maka terjemahannya, yang agak kaku adalah, Firman itu segolongan dengan Allah, termasuk dalam tingkatan makhluk yang sama dengan Allah. Satu-satunya penterjemah modern yang secara fair / adil dan jujur menghadapi problem ini adalah Kenneth Wuest, yang menterjemahkannya: Sang Firman berkenaan dengan hakekatNya adalah keallahan secara hakiki. Tetapi di sinilah NEB telah memecahkan problem itu dengan cara yang sangat hebat dengan penterjemahan yang akurat secara mutlak: Apa adanya Allah demikianlah adanya Firman. Di sini Yohanes tidak menyamakan Firman dengan Allah. Singkatnya, ia tidak mengatakan bahwa Yesus adalah Allah. Apa yang ia katakan adalah bahwa tidak ada penggambaran manusia tentang Yesus yang bisa memadai, dan bahwa Yesus, bagaimanapun engkau akan menggambarkannya, harus digambarkan dalam istilah-istilah dari Allah. Saya mengenal manusia, kata Napoleon, dan Yesus Kristus adalah lebih dari seorang manusia).
Catatan:
bagian yang tidak saya garis-bawahi adalah bagian yang dikutip oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Sekarang perhatikan bagian terakhir dari kutipan Saksi-Saksi Yehuwa dari Barclay itu, yang berbunyi sebagai berikut: “Di sini Yohanes tidak menyamakan Firman dengan Allah. Singkatnya, ia tidak mengatakan bahwa Yesus adalah Allah”. Saya setuju dengan kalimat pertama, karena penyamaan / pengidentikkan Firman dengan Allah akan menimbulkan Sabelianisme / Modalisme. Tetapi saya tidak setuju dengan kalimat kedua, karena Yohanes memang mengatakan bahwa Yesus itu adalah Allah. Tetapi mungkin yang dimaksud oleh Barclay adalah Yohanes tidak mengatakan bahwa Yesus adalah Allah, dalam arti yang sama dengan Allah dalam Yoh 1:1b”.
bagian yang saya garis-bawahi adalah bagian yang sengaja mereka loncati.
Perhatikan bahwa bagian-bagian yang diloncati itu jelas tidak mendukung pandangan Saksi-Saksi Yehuwa, dan kalau bagian-bagian itu juga mereka kutip, khususnya berkenaan dengan:
terjemahan dari Kenneth Wuest dan N.E.B.
contoh tentang James (yang menjelaskan apa yang dimaksudkan Barclay dengan ungkapan-ungkapan bersifat menggambarkan dan berfungsi sebagai kata sifat).
kata-kata dari Napoleon dan kalimat yang mendahuluinya.
maka jelas bahwa secara keseluruhan Barclay tidak mendukung pandangan Saksi-Saksi Yehuwa.
Karena itu, secara kurang ajar, mereka membuang / meloncati bagian-bagian itu, sehingga terlihat bahwa Barclay seolah-olah mendukung pandangan mereka!
2. Pandangan Barclay tentang Yoh 1:1 / keilahian Yesus dalam buku tafsirannya.
Dalam buku tafsirannya tentang Injil Yohanes, dalam bagian tentang Yoh 1:1, William Barclay mengatakan sebagai berikut: John did not say that the word was HO THEOS; that would have been to say that the word was identical with God. He said that the word was THEOS - without the definite article - which means that the word was, we might say, of the very same character and quality and essence and being as God” (= Yohanes tidak mengatakan bahwa firman itu adalah HO THEOS; itu akan sama dengan mengatakan bahwa firman itu identik dengan Allah. Ia mengatakan bahwa firman adalah THEOS - tanpa kata sandang - yang berarti bahwa firman itu adalah, kita bisa berkata, dari karakter dan kwalitet dan hakekat dan keberadaan yang sama dengan Allah) - hal 39.
Perlu diketahui, seperti sudah saya tunjukkan di atas, bahwa baik Barclay maupun penafsir-penafsir Kristen yang lain, memang tidak setuju kalau Firman / Yesus itu diidentikkan, dalam arti dicampur-adukkan, dengan Allah. Tetapi ini tidak berarti bahwa mereka tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah. Mengatakan Yesus adalah Allah, berbeda dengan mengatakan bahwa Yesus betul-betul identik dengan Allah. Yang terakhir ini (mengidentikkan Yesus dengan Allah) akan menimbulkan ajaran Sabellianisme / Modalisme.
Karena dalam buku tafsirannya, yang saya kutip di atas (pada bagian yang saya garis bawahi), terlihat dengan jelas bahwa Barclay mempercayai bahwa Yoh 1:1c menyatakan bahwa Yesus adalah Allah. Bagaimana mungkin dalam kutipan dari Saksi-Saksi Yehuwa itu Barclay tidak mempercayai bahwa Yoh 1:1c itu memang menyatakan Yesus sebagai Allah?
3. Pada waktu saya memeriksa buku asli (bahasa Inggrisnya) dari buku Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab, yaitu Reasoning From the Scriptures, pada hal 416, ternyata seluruh pengutipan mereka dari buku William Barclay ini tidak ada, dan yang ada adalah kata-kata dari orang yang bernama Philip B. Harner dari Journal of Biblical Literature.
Saya tidak tahu manakah versi yang lebih baru dari dua buku ini:
buku bahasa Indonesia Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab (copyright 1987).
buku bahasa Inggris Reasoning From the Scriptures (1985, 1989) dari CD - Watchtower Library.
Jadi, saya tidak tahu apakah Saksi-Saksi Yehuwa mengganti kutipan dari William Barclay dengan kutipan dari Philip B. Harner, atau sebaliknya.
Tetapi setelah saya membaca buku Robert M. Bowman Jr., yang berjudul Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, saya condong untuk berpendapat bahwa mula-mula mereka memberikan kutipan dari Barclay, dan belakangan mereka menggantinya dengan kutipan dari Harner. Mengapa saya berpendapat demikian? Karena:
a. Seorang penulis internet (Let Us Reason Ministries) mengutip kata-kata Barclay dari The Expository Times, Nov. 1985, yang berbunyi sebagai berikut:
The deliberate distortion of truth by this sect is seen in their New Testament translations. John 1:1 translated: . . . the Word was a god. A translation which is grammatically impossible. It is abundantly clear that a sect which can translate the New Testament like that is intellectually dishonest (= Pemutak-balikan kebenaran secara sengaja oleh sekte ini terlihat dalam terjemahan-terjemahan Perjanjian Baru mereka. Yoh 1:1 diterjemahkan: ... Firman adalah suatu allah. Suatu terjemahan yang secara gramatika adalah mustahil. Adalah sangat jelas bahwa suatu sekte yang bisa menterjemahkan Perjanjian Baru seperti itu adalah tidak jujur secara intelektual).
b. Juga dalam dalam bukunya, Robert M. Bowman Jr. memberikan surat dari William Barclay tertanggal 26 Agustus 1977, dimana Barclay memberikan komentarnya: “The Watchtower article has, by judicious cutting, made me say the opposite of what I meant to say. What I was meaning to say, as you well know, is that Jesus is not the same as God, to put it more crudely, that he is of the same stuff as God, that is of the same being as God, but the way the Watchtower has printed my stuff has simply left the conclusion that Jesus is not God in a way that suits themselves. If they missed from their answer the translation of Kenneth Wuest and the N.E.B., they missed the whole point (= Artikel Menara Pengawal telah, dengan pemotongan yang bersifat hati-hati, membuat saya mengatakan apa yang bertentangan dengan apa yang saya maksudkan untuk mengatakan. Apa yang saya maksudkan untuk mengatakan, seperti yang engkau ketahui, adalah bahwa Yesus tidak sama dengan Allah, dan menyatakannya dengan lebih kasar / sederhana, bahwa Ia adalah dari bahan yang sama seperti Allah, bahwa Ia adalah dari keberadaan yang sama seperti Allah, tetapi cara Menara Pengawal mencetak bahan saya telah memberikan kesimpulan bahwa Yesus bukanlah Allah dalam cara yang sesuai dengan diri mereka sendiri. Jika mereka membuang dari jawaban mereka terjemahan dari Kenneth Wuest dan N.E.B., mereka membuang seluruh maksudnya) - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 79.
Catatan: Bowman mengatakan (hal 149) bahwa surat Barclay ini ditujukan kepada seseorang bernama Donald P. Shoemaker. Dan foto copy dari artikel Menara Pengawal, text dalam buku Barclay, dan surat Barclay ini, semua bisa ditemukan dalam buku Randall Watters, yang berjudul Thus Saith ... the Governing Body of Jehovahs Witnesses. Mungkin dengan dipublikasikannya buku Randall Waters, yang berisikan surat Barclay ini, dan juga dengan adanya kata-kata Barclay dalam The Expository Times, menyebabkan Saksi-Saksi Yehuwa kelihatan belangnya, sehingga mereka lalu mengganti kutipan dari Barclay itu dengan kutipan dari Philip B. Harner.
Saya masih belum selesai menunjukkan kekurang-ajaran Saksi-Saksi Yehuwa dalam mengutip. Pada waktu mengganti kutipan dari William Barclay dengan kutipan Philip B. Harner, apakah mereka mengutip kata-kata Harner secara benar?
Sebagai contoh kedua, mari kita membahas kutipan dari Philip B. Harner ini.
Kutipan Saksi-Saksi Yehuwa itu berbunyi sebagai berikut: In his article Qualitative Anarthrous Predicate Nouns: Mark 15:39 and John 1:1, Philip B. Harner said that such clauses as the one in John 1:1, with an anarthrous predicate preceding the verb, are primarily qualitative in meaning. They indicate that the logos has the nature of theos. He suggests: Perhaps the clause could be translated, the Word had the same nature as God. (Journal of Biblical Literature, 1973, pp. 85, 87) [= Dalam artikelnya (yang berjudul) Kata-kata benda tanpa kata sandang tertentu yang berfungsi sebagai predikat dan bersifat kwalitatif: Mark 15:39 dan Yoh 1:1, Philip B. Harner berkata bahwa anak kalimat seperti yang ada dalam Yoh 1:1, dengan predikat tanpa kata sandang yang mendahului kata kerja, terutama bersifat kwalitatif dalam artinya. Mereka menunjukkan bahwa sang logos mempunyai nature / hakekat / sifat dari THEOS. Ia mengusulkan: Mungkin anak kalimat itu bisa diterjemahkan, Firman mempunyai nature / hakekat / sifat yang sama dengan Allah (Journal of Biblical Literature, 1973, hal 85,87)] - CD - Watchtower Library - buku Reasoning From The Scriptures, hal 416.
Catatan: yang saya beri garis bawah tunggal akan saya jelaskan dalam point a. sedangkan yang saya beri garis bawah dobel akan saya jelaskan dalam point b.
a. Perhatikan bagian yang saya beri garis bawah tunggal itu.
Kata-kata Harner itu kalau diteruskan berbunyi: “Perhaps the clause could be translated, the Word had the same nature as God. This would be one way of representing Johns thought, which is, as I understand it, that HO LOGOS (the Word), no less than HO THEOS (the God), had the nature of THEOS [= Mungkin anak kalimat itu bisa diterjemahkan, Firman mempunyai nature / hakekat / sifat yang sama dengan Allah. Ini merupakan satu cara untuk menggambarkan pemikiran Yohanes, yang adalah, sebagaimana saya mengertinya, bahwa HO LOGOS (sang Firman), tidak kurang dari HO THEOS (sang Allah), mempunyai nature / hakekat / sifat dari THEOS] - Robert M. Bowman Jr., Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 70.
Catatan: bagian yang tidak saya garis bawahi, dipotong begitu saja oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Padahal kalau bagian itu diikutkan, pasti akan menunjukkan bahwa Harner sama sekali tidak sependapat dengan Saksi-Saksi Yehuwa.
b. Sekarang perhatikan bagian yang saya beri garis bawah dobel.
Kutipan Saksi-Saksi Yehuwa itu berbunyi sebagai berikut: Philip B. Harner said that such clauses as the one in John 1:1, with an anarthrous predicate preceding the verb, are primarily qualitative in meaning. They indicate that the logos has the nature of theos. [= Philip B. Harner berkata bahwa anak kalimat seperti yang ada dalam Yoh 1:1, dengan predikat tanpa kata sandang yang mendahului kata kerja, terutama bersifat kwalitatif dalam artinya. Mereka menunjukkan bahwa sang logos mempunyai nature / hakekat / sifat dari THEOS] - CD - Watchtower Library - buku Reasoning From The Scriptures, hal 416.
Dalam kutipan ini Harner seakan-akan mendukung pandangan bahwa Yesus itu hanya bersifat ilahi (divine), tetapi bukan Allah.
Dalam buku Saksi-Saksi Yehuwa yang berjudul Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?, hal 27, juga ada kutipan dari artikel yang ditulis oleh Harner itu, bahkan kutipannya lebih banyak, hanya saja tidak diberi nama Harner, tetapi hanya dikatakan bahwa artikel itu diambil dari Journal of Biblical Literature.
Saksi-Saksi Yehuwa mengutip dengan kata-kata sebagai berikut:
“Journal of Biblical Literature, dengan penyunting imam Yesuit Joseph A. Fitzmyer, mengomentari bahwa jika bagian akhir dari Yohanes 1:1 dianggap mengartikan Allah sendiri, hal ini akan bertentangan dengan ungkapan sebelumnya, yang mengatakan bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah. ... Journal of Biblical Literature berkata bahwa istilah-istilah yang mempunyai predikat (tanpa kata sandang) yang mendahului kata kerja, terutama mengandung arti kualitatif (menunjukkan sifat sesuatu). Seperti dikatakan Journal, ini menunjukkan bahwa LOGOS bisa disamakan dengan suatu allah. Juga dikatakan tentang Yohanes 1:1: Kekuatan kualitatif dari predikatnya begitu menonjol sehingga kata bendanya (THEOS) tidak dapat dianggap tertentu.’” - Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?, hal 27.
Catatan: bagian yang saya garis bawahi adalah bagian-bagian yang dikutip oleh Saksi-Saksi Yehuwa dari artikel Philip B. Harner dalam Journal of Biblical Literature.
Dengan kutipan dalam buku Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal? ini Saksi-Saksi Yehuwa membuat seakan-akan Harner mendukung pandangan mereka bahwa Yesus bukanlah the God / sang Allah (= tertentu) tetapi a god / suatu allah (tidak tertentu).
Jadi dengan 2 kutipan dalam point b. ini Saksi-Saksi Yehuwa membuat seakan-akan Harner mendukung pandangan mereka bahwa Yesus adalah divine (= bersifat ilahi), dan Yesus adalah a god (= suatu allah).
Sekarang, benarkah Harner mempunyai pandangan seperti itu? Pada bagian awal dari artikelnya dalam Journal of Biblical Literature itu, Harner mengatakan bahwa ada 5 cara yang bisa ditempuh oleh rasul Yohanes dalam menuliskan Yoh 1:1c itu, yaitu:
A. ho logos en ho theos.
the Word was the God
B. theos en ho logos [apa yang betul-betul dituliskan oleh Yohanes].
God was the Word
C. ho logos theos en.
the Word God was
D. ho logos en theos.
the Word was God
E. ho logos en theios.
the Word was divine
Tentang kemungkinan A, Harner mengatakan bahwa karena predikatnya mempunyai kata sandang tertentu maka kata LOGOS dan THEOS menjadi bisa dibolak-balik, dan LOGOS dan THEOS betul-betul identik, dan ini akan bertentangan dengan Yoh 1:1b (Firman itu bersama-sama dengan Allah).
Tentang kemungkinan D dan E, Harner berkata sebagai berikut:
Clause D, with the verb preceding an anarthrous predicate, would probably mean that the logos was a god or a divine being of some kind, belonging to the general category of theos but as a distinct being from ho theos. Clause E would be an attenuated form of D. It would mean that the logos was divine, without specifying further in what way or to what extent it was divine. It could also imply that the logos, being only theios, was subordinate to theos [= Anak kalimat D dengan kata kerja mendahului predikat yang mempunyai kata sandang, mungkin berarti bahwa sang LOGOS adalah suatu allah atau sejenis makhluk ilahi, termasuk dalam kategori umum dari THEOS tetapi sebagai suatu makhluk yang berbeda dengan HO THEOS. Anak kalimat E merupakan bentuk D yang diperlemah. Itu berarti bahwa sang LOGOS adalah ilahi / bersifat ilahi, tanpa menetapkan lebih jauh dalam hal apa atau sampai sejauh mana ia bersifat ilahi. Itu juga bisa menunjukkan bahwa sang LOGOS, yang hanya merupakan THEIOS (= divine / bersifat ilahi) lebih rendah dari THEOS].
Catatan: jadi menurut Harner anak kalimat D berarti bahwa Yesus adalah suatu allah; sedangkan anak kalimat E berarti bahwa Yesus itu bersifat ilahi.
Harner lalu melanjutkan: “John evidently wished to say something about the logos that was other than A and more than D and E. Clauses B and C, with an anarthrous predicate preceding the verb, are primarily qualitative in meaning. They indicate that the logos has the nature of theos. There is no basis for regarding the predicate theos as definite. This would make B and C equivalent to A, and like A they would then contradict the preceding clause of 1:1. As John has just spoken in terms of relationship and differentiation between ho logos and ho theos, he would implying B or C that they share the same nature as belonging to the reality (of?) theos. Clauses B and C are identical in meaning but differ slightly in emphasis. C would mean that the logos (rather than something else) had the nature of theos. B means that the logos has the nature of theos (rather than something else). In this clause, the form that John actually uses, the word theos is placed at the beginning for emphasis” [= Jelas bahwa Yohanes ingin mengatakan sesuatu tentang sang LOGOS yang lain dari A dan lebih dari D dan E. Anak-anak kalimat B dan C, dengan predikat yang mempunyai kata sandang dan mendahului kata kerja, terutama mempunyai arti kwalitatif. Mereka menunjukkan bahwa sang LOGOS mempunyai nature / sifat dasar / hakekat dari THEOS. Tidak ada dasar untuk menganggap predikat THEOS sebagai tertentu. Ini akan membuat B dan C identik / sama dengan A, dan seperti A mereka akan bertentangan dengan anak kalimat yang mendahului dalam Yoh 1:1. Karena Yohanes baru berbicara berkenaan dengan hubungan dan pembedaan antara HO LOGOS dan HO THEOS, ia ingin menyatakan B atau C supaya HO LOGOS dan HO THEOS sama-sama memiliki nature / sifat dasar / hakekat yang sama yang termasuk dalam realita (dari?) THEOS. Anak-anak kalimat B dan C sama artinya tetapi agak berbeda dalam penekanannya. Anak kalimat C berarti bahwa sang LOGOS (dan bukannya sesuatu yang lain) mempunyai nature / sifat dasar / hakekat dari THEOS. Anak kalimat B berarti bahwa sang LOGOS mempunyai nature / sifat dasar / hakekat dari THEOS (dan bukannya sesuatu yang lain). Dalam anak kalimat ini, bentuk yang betul-betul digunakan oleh Yohanes, kata THEOS ditempatkan pada permulaan untuk penekanan].
Catatan: bagian yang saya garis bawahi itu jelas menunjukkan bahwa Harner menentang anak kalimat D (Yesus adalah suatu allah) dan E ( Yesus itu bersifat ilahi).
Lalu hampir pada bagian akhir dari artikelnya Harner berkata (dan sekaligus menyimpulkan pandangannya sendiri): “In terms of the analysis that we have proposed, a recognition of the qualitative significance of theos would remove some ambiguity in his interpretation by differentiating between theos, as the nature that the Logos shared with God, and ho theos as the person to whom the Logos stood in relation. Only when this distinction is clear can we say of the Logos that he was God. These examples illustrate the difficulty of translating the clause accurately into English. The RSV and The Jerusalem Bible translate, the Word was God. The New English Bible has, what God was, the Word was. Good News for Modern Man has, he was the same as God. The problem with all of these translations is that they could represent clause A, in our analysis above, as well as B. ... Perhaps the clause could be translated, the Word had the same nature as God. This would be one way of representing Johns thought, which is, as I understand it, that ho logos, no less than ho theos, had the nature of theos” [= Berkenaan dengan analisa yang telah kami usulkan, suatu pengenalan tentang arti kwalitatif dari THEOS akan menyingkirkan arti ganda dalam penafsirannya dengan membedakan antara THEOS, sebagai nature / sifat dasar / hakekat yang dimiliki oleh sang LOGOS bersama dengan Allah, dan HO THEOS sebagai pribadi dengan siapa sang LOGOS mempunyai hubungan. Hanya pada waktu pembedaan ini jelas, maka kita bisa berkata tentang sang LOGOS bahwa Ia adalah Allah. Contoh-contoh ini mengilustrasikan kesukaran penterjemahan anak kalimat ini ke dalam bahasa Inggris. RSV dan Jerusalem Bible menterjemahkan Firman adalah Allah. New English Bible / NEB menterjemahkan apa adanya Allah, demikianlah adanya Firman. Good News for Modern Man menterjemahkan ia adalah sama dengan Allah. Problem dengan semua penterjemahan-penterjemahan ini adalah bahwa mereka bisa menggambarkan anak kalimat A, dalam analisa kami di atas, dan juga anak kalimat B. ... Mungkin anak kalimat itu bisa diterjemahkan, Firman mempunyai nature / hakekat / sifat yang sama dengan Allah. Ini merupakan satu cara untuk menggambarkan pemikiran Yohanes, yang adalah, sebagaimana saya mengertinya, bahwa HO LOGOS (sang Firman), tidak kurang dari HO THEOS (sang Allah), mempunyai nature / hakekat / sifat dari THEOS].
Jadi, kalau dilihat secara cukup menyeluruh, jelas bahwa Harner sama sekali tidak mendukung pandangan Saksi-Saksi Yehuwa bahwa Yesus adalah suatu allah / bersifat ilahi.
Dari 2 point di atas ini terlihat secara sangat jelas bahwa pengutipan yang dilakukan oleh Saksi-Saksi Yehuwa dari artikel Philip B. Harner dalam Journal of Biblical Literature ini juga adalah pengutipan sebagian, yang menyebabkan orang mendapatkan pengertian yang sangat berbeda dengan maksud dari Philip B. Harner sendiri.
Mungkin masih ada yang menganggap kutipan-kutipan yang saya berikan kurang jelas atau kurang menyeluruh, maka saya memberikan di bawah ini seluruh artikel Philip B. Harner yang saya dapatkan dari internet, tetapi tidak saya terjemahkan.
Journal Of Biblical Literature: Philip Harner: Qualitative Anarthrous Predicate Nouns (Edited by Joseph A. Fitzmyer, 1973, Vol 92 p. 85)
In light of this examination of John's usage we may turn to the verse in which we are especially interested, 1: 1. Our study so far suggests that the anarthrous predicate in this verse has primarily a qualitative significance and that it would be definite only if there is some specific indication of definiteness in the meaning or context. As an aid in understanding the verse it will be helpful to ask what John might have written as well as what he did write. In terms of the types of word-order and vocabulary available to him, it would appear that John could have written any of the following:
A. ho logos en ho theos
B. theos en ho logos [what John actually wrote]
C. ho logos theos en
D. ho logos en theos
E. ho logos en theios [see footnote 24]
Footnote 24: ["The word theios appears only a few times in the NT: Acts 17:27 (v. 1.), 29; Tit 1:9 (v. 1); 2 Pet 1:3, 4. It is not used in the Fourth Gospel. But presumably John could have used it, or some other word meaning "divine," if he had wished to do so.]
Clause A, with an arthrous predicate, would mean that logos and theos are equivalent and interchangeable. There would be no ho theos which is not also ho logos. But this equation of the two would contradict the preceding clause of 1: 1, in which John writes that ho logos 'nv theos. This clause suggests relationship, and thus some form of "personal" differentiation, between the two. Clause D, with the verb preceding an anarthrous predicate, would probably mean that the logos was "a god" or a divine being of some kind, belonging to the general category of theos but as a distinct being from ho theos. Clause E would be an attenuated form of D. It would mean that the logos was "divine," without specifying further in what way or to what extent it was divine. It could also imply that the logos, being only theios, was subordinate to theos.
Catatan: Bagian ini pasti salah cetak; seharusnya adalah: HO LOGOS EN PROS TON THEON (= the Word was with God / Firman itu bersama-sama dengan Allah) - Yoh 1:1b.
John evidently wished to say something about the logos that was other than A and more than D and E. Clauses B and C, with an anarthrous predicate preceding the verb, are primarily qualitative in meaning. They indicate that the logos has the nature of theos. There is no basis for regarding the predicate theos as definite. This would make B and C equivalent to A, and like A they would then contradict the preceding clause of 1:1.
As John has just spoken in terms of relationship and differentiation between ho logos and ho theos, he would implying B or C that they share the same nature as belonging to the reality theos. Clauses B and C are identical in meaning but differ slightly in emphasis. C would mean that the logos (rather than something else) had the nature of theos. B means that the logos has the nature of theos (rather than something else). In this clause, the form that John actually uses, the word theos is placed at the beginning for emphasis.
Commentators on the Fourth Gospel, as far as I know, have not specifically approached the meaning of this clause from the standpoint of the qualitative force of theos as an anarthrous predicate preceding the verb. In many cases their interpretations agree with the explanation that is given above. But consideration of the qualitative meaning of theos would lend further clarification and support to their understanding of the clause. J. H. Bernard, for example, points out that Codex L reads ho theos instead of theos. "But this," he continues, "would identify the Logos with the totality of divine existence, and would contradict the preceding clause. [J. H. Bernard, A Critical and Exegetical Commentary on the Gospel according to St. John (New York: Scribner, 1929) 1, 2.] In a similar way W. F. Howard writes that theos and ho logos are not interchangeable. Otherwise, he continues, "the writer could not say 'the Word was with God.' [W. F. Howard, The Gospel according to St. John (IB 8; New York: Abingdon-Cokesbury. 1952) 464.] Both writers, in effect, are arguing that the predicate theos cannot be regarded as definite in this clause. In terms of our analysis above this would mean that clause B should not be assimilated to clause A.
Bruce Vawter explains the meaning of the clause succinctly and lucidly: "The Word is divine, but he is not all of divinity, for he has already been distinguished from another divine Person. [B. Vawter, The Gospel according to John (JBC; Englewood Cliffs, N. J.: Prentice Hall, 1968) 422.] But in terms of our analysis it is important that we understand the phrase "the Word is divine" as an attempt to represent the meaning of clause B rather than D or E. Undoubtedly Vawter means that the Word is "divine" in the same sense that ho theos is divine. But the English language is not as versatile at this point as Greek, and we can avoid misunderstanding the English phrase only if we are aware of the particular force of the Greek expression that it represents.
In his discussion of this clause R. E. Brown regards the translation "the Word was God" as correct "for a modern Christian reader whose trinitarian background has accustomed him to thinking of 'God' as a larger concept than 'God the Father.' [R. E. Brown, The Gospel according to John, I-XII (AB 29; Garden City: Doubleday, 1966) 5.]
Yet he also finds it significant that theos is anarthrous. Later he adds, "In vs. Ic the johannine hymn is bordering on the usage of 'God' for the Son, but by omitting the article it avoids any suggestion of personal identification of the Word with the Father. And for Gentile readers the line also avoids any suggestion that the Word was a second God in any Hellenistic sense. [Brown, John, I-XII, 24.] In terms of our analysis above, Brown is arguing in effect that clause B should be differentiated from A, on the one hand, and D and E on the other . [Brown (John, I-XII, 25) also mentions the view of De Ausejo that throughout the prologue the term "Word" means Jesus Christ, the Word-become-flesh. "If this is so," he comments, "then perhaps there is justification for seeing in the use of the anarthrous theos something more humble than the use of ho theos for the Father." But if theos is qualitative in force, it is not contrasted directly with ho theos. John evidently wished to say that the logos was no less than theos, just as ho theos (by implication) had the nature of theos.]
Rudolf Bultmann's explanation of the clause also reflects an appreciation of the qualitative force of theos without specifically recognizing it as such. The clause means first, he suggests, that the Logos is equated (gleicbgesetzt) with God; "er war Gott." [R. Bultmann, Dai Evangelium der Johannes (Meyer 2; G6ttingen: Vandenhoeck & Ruprecht, 1968) 16.] Bultmann means by iliis that we must not think in terms of two divine beings, in a polytheistic or gnostic sense. [Bultmann, Johannes, 16-17.] Thus he guards against assimilating clause B to D or E. But he explains further that this equation between the two is not a simple identification (einfache Identifikation), because the Logos was pros ton theon. [Bultmann, Johannes, 17.] In this way he guards against assimilating B to clause A. Bultmann's interpretive instinct at this point is unquestionably sound. In terms of the analysis that we have proposed, a recognition of the qualitative significance of theos would remove some ambiguity in his interpretation by differentiating between theos, as the nature that the Logos shared with God, and ho theos as the "person" to whom the Logos stood in relation. Only when this distinction is clear can we say of the Logos that "he was God."
These examples illustrate the difficulty of translating the clause accurately into English. The RSV and The Jerusalem Bible translate, "the Word was God." The New English Bible has, "what God was, the Word was." Good News for Modern Man has, "he was the same as God." The problem with all of these translations is that they could represent clause A, in our analysis above, as well as B. This does not mean, of course, that the translators were not aware of the issues involved, nor does it necessarily mean that they regarded the anarthrous theos as definite because it precedes the verb. But in all of these cases the English reader might not understand exactly what John was trying to express. Perhaps the clause could be translated, "the Word had the same nature as God." This would be one way of representing John's thought, which is, as I understand it, that ho logos, no less than ho theos, had the nature of theos.
At a number of points in this study we have seen that anarthrous predicate nouns preceding the verb may be primarily qualitative in force yet may also have some connotation of definiteness. The categories of qualitativeness and definiteness, that is, are not mutually- exclusive, and frequently it is a delicate exegetical issue for the interpreter to decide which emphasis a Greek writer had in mind. As Colwell called attention to the possibility that such nouns may be definite, the present study has focused on their qualitative force. In Mark 15:39 I would regard the qualitative emphasis as primary, although there may also be some connotation of definiteness. In John 1:1 I think that the qualitative force of the predicate is so prominent that the noun cannot be regarded as definite.
In interpreting clauses of this type it is important to recall that Greek writers also had other types of word-order available. If a writer simply wished to represent the subject as one of a class, he could use an anarthrous predicate noun after the verb. If he wished to emphasize that the predicate noun was definite, he could supply the article. The availability of these other types of word-order strengthens the view that in many instances we may look primarily for a qualitative emphasis in anarthrous predicate nouns that precede the verb.
Catatan: bagian-bagian yang saya garis bawahi adalah bagian-bagian yang dikutip oleh Saksi-Saksi Yehuwa dalam buku-buku mereka.
Seorang penulis di internet mengomentari pengutipan Saksi-Saksi Yehuwa dari Philip B. Harner ini dengan kata-kata sebagai berikut:
The Watchtower extracts an isolated quote, and draws the opposite conclusion to what the author later states to be his interpretation. Even worse, Harner flatly denies that John 1:1c could be translated a god or divine (= Menara Pengawal mencabut suatu kutipan yang terisolasi, dan menarik kesimpulan yang bertentangan dengan apa yang belakangan dinyatakan oleh sang pengarang sebagai penafsirannya. Lebih buruk lagi, Harner secara tegas / mutlak menyangkal bahwa Yoh 1:1c bisa diterjemahkan suatu allah atau bersifat ilahi).
This is a satanic deliberate misrepresentation of what Philip Harner said in his article, Qualitative Anarthrous Predicate Nouns: Mark 15:39 and John 1:1. in The Journal of Biblical Literature 92, March 1993, pp 75-87 (= Ini merupakan penggambaran keliru yang bersifat sengaja dan seperti setan tentang apa yang Philip Harner katakan dalam artikelnya Qualitative Anarthrous Predicate Nouns: Mark 15:39 and John 1:1. dalam The Journal of Biblical Literature 92, March 1993, hal 75-87).
Catatan: sumber internet: Steve Rudd (www.bible.ca).
Jadi, tidak terlalu jadi soal apakah Saksi-Saksi Yehuwa mengganti kutipan dari William Barclay dengan kutipan dari Philip B. Harner, atau sebaliknya, karena telah saya tunjukkan dengan bukti yang cukup jelas, bahwa baik pengutipan dari William Barclay maupun dari Philip B. Harner, dilakukan oleh Saksi-Saksi Yehuwa dengan cara yang sama kurang ajarnya!
Sebagai contoh ketiga adalah pengutipan dari Dana & Mantey. Untuk melihat hal itu mari kita membaca kata-kata Walter Martin di bawah ini.
Walter Martin: One need only note the obvious misuse in their quotation from Dana and Mantey (the New World Translation of the Christian Greek Scriptures, pp. 774,775). Mantey clearly means that the Word was Deity in accord with the overwhelming testimony of Scripture, but the writers have dragged in the interpretation a god to suit their own purpose, which purpose is the denial of Christs Deity, and as a result a denial of the Word of God. The late Dr. Mantey publicly stated that he was quoted out of context and he personally wrote the Watchtower, declaring there is no statement in our grammar that was ever meant to imply that a god was a permissible translation in John 1:1 and it is neither scholarly nor reasonable to translate John 1:1 The Word was a god [= Seseorang hanya perlu memperhatikan penyalah-gunaan dalam kutipan mereka (Saksi-Saksi Yehuwa) dari Dana and Mantey (the New World Translation of the Christian Greek Scriptures, pp. 774,775.) Mantey secara jelas memaksudkan bahwa Firman itu adalah keAllahan sesuai dengan kesaksian Kitab Suci yang begitu banyak, tetapi penulis-penulis (Saksi Yehuwa) telah menariknya ke dalam penafsiran suatu allah untuk menyesuaikan dengan tujuan mereka sendiri, yaitu menyangkal keAllahan Kristus, dan sebagai akibatnya merupakan penyangkalan terhadap Firman Allah. Almarhum Dr. Mantey menyatakan secara terbuka bahwa ia dikutip secara out of context, dan secara pribadi ia menulis kepada Watchtower, menyatakan bahwa tidak ada pernyataan dalam tata bahasa kami yang pernah bermaksud untuk menunjukkan secara tak langsung bahwa suatu allah merupakan suatu terjemahan yang diijinkan dalam Yoh 1:1 dan tidak ilmiah / tidak cocok dengan kesarjanaan dan tidak masuk akal / logis untuk menterjemahkan Yoh 1:1 Firman itu adalah suatu allah] - The Kingdom of the Cults, hal 87.
Catatan: bagian ini dikutip oleh Walter Martin dari Michael Van Buskirk, dalam bukunya yang berjudul The Scholastic Dishonesty of the Watchtower, hal 11.
Seorang penulis internet (Let Us Reason Ministries) menambahkan kata-kata ini:
Both Dana and Mantey firmly held to the historic Christian belief in the Triune God as is evident throughout their Grammar. The late Dr. Mantey had on several occasions issued statements concerning the misquotation of his statements by the Witnesses, even writing a letter to the Watchtower headquarters in Brooklyn demanding references and quotes from his book to be removed from their publications. They ignored his request! (= Baik Dana maupun Mantey dengan teguh berpegang pada kepercayaan Kristen yang historis kepada Allah Tritunggal seperti yang nyata dari seluruh Grammar mereka. Almarhum Dr. Mantey pada beberapa peristiwa mengeluarkan pernyataan-pernyataan mengenai penyalah-kutipan dari pernyataan-pernyataannya oleh Saksi-Saksi, dan bahkan menulis sepucuk surat kepada markas besar Menara Pengawal di Brooklyn, menuntut referens-referensi dan kutipan-kutipan dari bukunya disingkirkan / dihilangkan dari publikasi-publikasi mereka. Mereka mengabaikan permintaannya!).
Sebagai contoh keempat saya akan meninjau kutipan Saksi-Saksi Yehuwa dari John J. McKenzie, S.J.
Sebetulnya kutipan ini sudah saya berikan di bagian awal pembahasan Yoh 1:1 ini. Tetapi untuk lebih jelasnya, di sini saya mengutip ulang, dan kali ini saya mengutipnya melalui buku bahasa Inggris Saksi-Saksi Yehuwa dari CD - Watchtower Library.
Saksi-Saksi Yehuwa berkata: John J. McKenzie, S.J. in his Dictionary of the Bible, says: Jn 1:1 should rigorously be translated the word was with the God [= the Father], and the word was a divine being. [= John J. McKenzie, S.J. dalam bukunya yang berjudul Dictionary of the Bible, mengatakan: Yohanes 1:1 harus diterjemahkan dengan teliti / setepat-tepatnya Firman adalah dengan / bersama Allah (= Bapa), dan Firman adalah seorang makhluk ilahi] - Reasoning From the Scriptures, hal 417.
Catatan: kata Father (= Bapa) yang diletakkan dalam tanda kurung adalah asli dari John J. McKenzie, S.J. sendiri.
Lagi-lagi Saksi-Saksi Yehuwa mengutip kata-kata seseorang dan menjadikannya sebagai dukungan terhadap ajaran mereka. Tetapi semua ini lagi-lagi merupakan kutipan sebagian, yang menyebabkan arti yang didapatkan berbeda dengan pandangan sebenarnya dari John J. McKenzie, S.J.
Robert Bowman (hal 80-81) memberikan kutipan penuh dari buku Dictionary of the Bible karangan John J. McKenzie, S.J. itu. Saya tidak memberikan seluruh kutipan itu di sini karena terlalu panjang. Saya hanya memberikan beberapa hal untuk menunjukkan kekurang-ajaran Saksi-Saksi Yehuwa dalam mengutip. Beberapa hal itu adalah:
1. Sebelum bagian yang dikutip oleh Saksi-Saksi Yehuwa itu, ada kata-kata sebagai berikut: The revelation of God in Jesus Christ does not consist merely in the prophetic word as in the OT, but in an identity between God and Jesus Christ (= Penyataan Allah dalam Yesus Kristus tidak hanya semata-mata dalam kata-kata nubuatan seperti dalam PL, tetapi dalam suatu kesamaan / kesatuan antara Allah dan Yesus Kristus).
2. Persis setelah bagian yang dikutip oleh Saksi-Saksi Yehuwa, John J. McKenzie, S.J. melanjutkan dengan mengatakan: Thomas invokes Jesus with the titles which belong to the Father, My Lord and my God (Jn. 20:28). The glory of our great God and Saviour which is to appear can be the glory of no other than Jesus (Titus 2:13) [= Tomas memanggil / menyebut Yesus dengan gelar-gelar yang adalah milik Allah, Ya Tuhanku dan Allahku (Yoh 20:28). Kemuliaan dari Allah yang besar dan Juruselamat kita yang akan muncul tidak bisa merupakan kemuliaan yang orang lain selain Yesus (Tit 2:13)].
Kedua bagian ini jelas menunjukkan bahwa John J. McKenzie, S.J. mempercayai bahwa Yesus adalah Allah.
Berkenaan dengan bagian akhir dari Yoh 1:1 itu, yang oleh John J. McKenzie, S.J. diterjemahkan sebagai and the word was a divine being” (= dan Firman itu adalah makhluk ilahi), Robert Bowman mengatakan (hal 80) bahwa dalam pandangan Saksi-Saksi Yehuwa sebetulnya hanya Allah yang bisa disebut sebagai being. Jadi terjemahan ini sebetulnya bertentangan dengan theologia Saksi-Saksi Yehuwa sendiri.
Catatan: terjemahan makhluk kadang-kadang tidak sesuai dengan arti dari kata being. Dalam theologia dan filsafat kadang-kadang kata being diberikan hanya kepada Allah, karena hanya Dia yang tidak berubah. Semua yang lain hanya bisa disebut becoming, karena semua yang lain itu berubah.
Juga Bowman menambahkan lagi (hal 81) bahwa dalam halaman yang sama dari bukunya, John J. McKenzie, S.J. menyebut YAHWEH sebagai a divine personal being (= makhluk yang bersifat pribadi dan ilahi). Karena itu, kalau dalam Yoh 1:1 Yesus disebut oleh John J. McKenzie, S.J. sebagai divine being (= makhluk ilahi), itu tidak mungkin diartikan sebagai a god (= suatu allah) seperti dalam theologia Saksi-Saksi Yehuwa, tetapi harus diartikan sebagaimana istilah itu diterapkan kepada YAHWEH.
Dari semua ini jelas terlihat bahwa John J. McKenzie, S.J. mempercayai bahwa Yesus adalah Allah, tetapi Saksi-Saksi Yehuwa mengutip sebagian dari kata-katanya, dan membuang bagian lainnya sedemikian rupa sehingga seolah-olah John J. McKenzie, S.J. mendukung pandangan mereka.
Dengan semua kekurang-ajaran dalam pengutipan yang bersifat dusta ini, bukankah tepat kalau saya mengubah nama ‘Saksi-Saksi Yehuwa’ menjadi ‘Saksi-Saksi (palsu) Yehuwa? Memang mungkin Saksi-Saksi Yehuwa rendahan / yang ada di bawah (bahkan penatua!) tidak mengetahui hal ini. Tetapi Saksi-Saksi Yehuwa yang ada di atas, yang termasuk kelompok yang terpilih, dan yang kerjanya menulis buku-buku mereka, jelas tahu tentang pengutipan yang tidak jujur, dan yang merupakan penipuan, yang mereka lakukan!
Dari sini kita belajar satu hal yang penting: Jangan mempercayai Saksi-Saksi (Palsu) Yehuwa, khususnya buku-buku mereka, pada waktu mereka mengutip dari seseorang / suatu buku. Mereka adalah Saksi-Saksi (palsu) Yehuwa dan kutipan sebagian yang mereka lakukan memberikan ½ kebenaran, yang pada hakekatnya adalah dusta secara keseluruhan!
Untuk memberikan sedikit kejelasan tentang jahatnya pemberitaan ½ kebenaran itu, saya ingin memberikan sebuah illustrasi. Seandainya suatu kali anda pergi nonton bioskop dengan istri anda, dan juga dengan seorang perempuan lain, yang katakanlah saja bernama si A, dan lalu ada seseorang yang melihat kalian bertiga nonton bioskop. Ia lalu memberitakan di luaran bahwa anda nonton bioskop bersama seorang cewek bernama A, tanpa menceritakan bahwa istri anda juga ikut nonton bersama anda. Sebetulnya apa yang ia beritakan itu tidak salah, bukan dusta, bahkan bisa dikatakan merupakan suatu kebenaran, tetapi hanya ½ kebenaran. Bagaimana pandangan orang yang mendengar berita itu? Kalau mereka mempercayai berita itu, mereka akan menganggap anda berselingkuh, dan sebagainya. Akan berbeda sekali kalau orang yang menceritakan itu menceritakan seluruh cerita, yaitu bahwa anda nonton bersama si A, tetapi juga bersama istri anda. Dalam hal itu tidak ada orang yang akan tertipu dan lalu berpikir bahwa anda berselingkuh. Dari illustrasi ini terlihat bahwa kadang-kadang memberitakan ½ kebenaran berarti memfitnah / memberitakan dusta secara keseluruhan, dan inilah yang berulang-ulang dilakukan oleh Saksi-Saksi Yehuwa!
h) Ketidak-konsistenan Saksi Yehuwa dalam menterjemahkan kasus-kasus lain yang serupa dengan Yoh 1:1 ini.
Ada 2 kelompok kasus:
1. Ayat-ayat lain yang serupa dengan Yoh 1:1.
A. T. Robertson: The subject is made plain by the article (HO LOGOS) and the predicate without it (THEOS) just as in John 4:24 PNEUMA HO THEOS can only mean God is spirit, not spirit is God. So in 1John 4:16 HO THEOS AGAPE ESTIN can only mean God is love, not love is God ... So in John 1:14 HO LOGOS SARX EGENETO, the Word became flesh, not the flesh became the Word. [= Yang mana yang adalah subyeknya dibuat jelas oleh kata sandangnya (HO LOGOS / the Word / Firman), dan predikatnya tanpa kata sandang (THEOS / God / Allah), sama seperti dalam Yoh 4:24 - PNEUMA HO THEOS, hanya bisa berarti Allah adalah Roh, bukan Roh adalah Allah. Demikian juga dalam 1Yoh 4:16 - HO THEOS AGAPE ESTIN, hanya bisa berarti Allah adalah kasih, bukan kasih adalah Allah ... Demikian juga dalam Yoh 1:14 - HO LOGOS SARX EGENETO, Firman telah menjadi daging, bukan daging telah menjadi Firman] - Word Pictures in the New Testament, vol 5, hal 4-5.
1Yoh 4:16 - Allah adalah kasih.
Kata Allah mempunyai definite article / kata sandang tertentu (HO THEOS), tetapi kata kasih (AGAPE) tidak. Karena itu diterjemahkan Allah adalah kasih.
Mengapa NWT sendiri menterjemahkan bagian ini sebagai God is love (= Allah adalah kasih), bukannya God is a love (= Allah adalah suatu kasih)?
Yoh 1:14 (NASB): And the Word became flesh (= Dan Firman itu telah menjadi daging).
Kata Firman mempunyai definite article / kata sandang tertentu (HO LOGOS), tetapi kata daging (SARX) tidak. Karena itu diterjemahkan Firman itu telah menjadi daging.
Mengapa NWT juga menterjemahkan seperti itu, dan bukannya: the Word became a flesh (= Firman itu telah menjadi suatu daging)?
Yohanes 4:24 - “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembahNya dalam roh dan kebenaran..
Dalam Yoh 4:24 ini kata Allah (subyek) didahului oleh definite article / kata sandang tertentu, tetapi kata Roh (predikat) tidak.
Tetapi mengapa tidak diterjemahkan God is a spirit (= Allah adalah suatu roh)? TDB menterjemahkan Allah adalah Roh, tetapi NWT menterjemahkan God is a Spirit (= Allah adalah suatu Roh).
Catatan: contoh yang satu ini tidak betul-betul persis, karena dalam Yoh 4:24 ini tidak ada kata kerja.
W. G. T. Shedd: The words of our Lord to the Samaritan woman, ‘God is a Spirit,’ John 4:24, although spoken for a practical purpose, are also a scientific definition. The original (πνεῦμα ὁ θεός) by its emphatic collocation of pneuma, and omission of the article, implies that God is spirit in the highest sense. He is not a spirit, but spirit itself, absolutely. The employment of the article in the English version is objectionable, because it places the deity in a class with other spiritual beings [= Kata-kata dari Tuhan kita kepada perempuan Samaria, Allah adalah suatu Roh (Yohanes 4:24 - KJV), sekalipun diucapkan untuk tujuan praktis, juga merupakan definisi ilmiah. Bahasa aslinya PNEUMA HO THEOS oleh pengaturan katanya yang menekankan kata pneuma, dan tidak adanya kata sandang, secara implicit menunjukkan bahwa Allah adalah Roh dalam arti yang tertinggi. Ia bukanlah suatu roh, tetapi roh itu sendiri, secara mutlak. Penggunaan kata sandang dalam versi bahasa Inggris tidak bisa disetujui karena itu menempatkan Allah dan satu golongan dengan makhluk-makhluk ciptaan yang lain] - Shedds Dogmatic Theology, vol I, hal 151-152.
Catatan: dari keempat terjemahan bahasa Inggris yang paling populer, hanya KJV yang menterjemahkan God is a Spirit (= Allah adalah suatu Roh), sedangkan RSV/NIV/NASB menterjemahkan God is spirit / Spirit (= Allah adalah roh / Roh). Yang dimaksud dengan the article in the English version (= kata sandang dalam versi bahasa Inggris) oleh Shedd, mungkin adalah kata a (= suatu) dalam KJV, yang merupakan indefinite article (= kata sandang tidak tertentu).
2. Ayat-ayat yang menggunakan kata Allah tanpa definite article / kata sandang tertentu.
Walter Martin mengatakan (hal 86) bahwa kalau dalam Yoh 1:1 ini kata Allah (THEOS) harus diterjemahkan a god / suatu allah karena kata itu tidak mempunyai definite article / kata sandang tertentu, maka konsekwensinya semua kata Allah (THEOS) yang tidak mempunyai definite article / kata sandang tertentu juga harus diterjemahkan a god / suatu allah. Dan dalam Kitab Suci ada banyak kasus seperti itu, seperti: Matius 5:9 Mat 6:24 Luk 1:35,78 Luk 2:40 Yoh 1:6,12,13,18a Yoh 3:2a,21 Yoh 9:16,33 Ro 1:7,17,18 1Korintus 1:30 1Kor 15:10a Fil 2:11,13 Tit 1:1 dan sebagainya. Ternyata Saksi-Saksi Yehuwa tidak melakukan itu dalam Kitab Suci mereka, karena dalam semua ayat-ayat ini (saya sudah memeriksa ayat-ayat ini satu per satu!) mereka menterjemahkan semuanya sebagai God (= Allah), bukan a god (= suatu allah).
Walter Martin: The truth of the matter is this, that Jehovahs Witnesses use and remove the articular emphasis whenever and wherever it suits their fancy regardless of grammatical laws to the contrary. In a translation as important as Gods Word, every law must be observed. Jehovahs Witnesses have not been consistent in their observance of those laws (= Kebenaran dari persoalan ini adalah ini, bahwa Saksi-Saksi Yehuwa menggunakan dan membuang penekanan kata sandang kapanpun dan dimanapun hal itu cocok dengan khayalan / kesukaan mereka tanpa peduli bahwa hukum-hukum tata bahasa menentangnya. Dalam suatu penterjemahan yang begitu penting seperti Firman Allah, setiap hukum harus diperhatikan / ditaati. Saksi-Saksi Yehuwa telah tidak konsisten dalam ketaatan mereka pada hukum-hukum itu) - The Kingdom of the Cults, hal 86.
i) Ada yang menterjemahkan Yoh 1:1 sebagai: the Word was divine (= Firman itu ilahi / bersifat ilahi), dan Saksi-Saksi Yehuwa juga mengutip versi-versi Kitab Suci yang menterjemahkannya demikian.
Untuk jelasnya saya mengutip ulang kata-kata mereka di atas. Mereka berkata: Susunan dari kata benda itu, yaitu jika didahului kata sandang, menunjuk kepada identitas, kepribadian, sedangkan sebuah kata benda sebutan (predikat) tanpa kata sandang di depannya (seperti susunan kalimat itu dalam bahasa Yunani) menunjuk kepada sifat seseorang. Jadi ayat itu tidak mengatakan bahwa Firman (Yesus) sama dengan Allah yang ada bersamanya tetapi, sebaliknya, bahwa Firman itu seperti allah, ilahi, suatu allah” - Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab, hal 431.
1. Saksi-Saksi Yehuwa mempercayai Yesus sebagai divine (= bersifat ilahi) atau sebagai a god (= suatu allah)?
Ini lagi-lagi menunjukkan ketidak-konsistenan Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka mau menterjemahkan Yohanes 1:1 itu bagaimana? Firman itu adalah suatu allah’ atau Firman itu bersifat ilahi’? Kalau dari rumusan yang mereka berikan dalam kata-kata di atas ini, mereka mengatakan bahwa Yoh 1:1 itu menunjuk kepada sifat. Jadi, seharusnya mereka menterjemahkan: Firman itu bersifat ilahi’. Tetapi anehnya, ternyata mereka menterjemahkan: Firman itu adalah suatu allah’. Padahal suatu allah jelas bukan merupakan sifat!
Juga dalam mengutip macam-macam versi Kitab Suci, terlihat ketidak-konsistenan mereka, karena mereka mengutip baik versi-versi Kitab Suci yang menterjemahkan suatu allah, maupun yang menterjemahkan bersifat ilahi.
Robert M. Bowman Jr.: To most English-speaking biblical scholars, divine usually is nothing more or less than an adjectival form of God, and does not imply inferiority but rather equality of nature as compared to God himself. The Jehovahs Witnesses, however, use divine to refer to an inferior deity [= Bagi kebanyakan ahli-ahli bahasa Alkitab yang berbicara dalam bahasa Inggris, kata divine (= ilahi / bersifat ilahi) biasanya tidak lebih atau kurang merupakan bentuk kata sifat dari God (= Allah), dan tidak menunjukkan suatu keberadaan yang lebih rendah tetapi sebaliknya, kesetaraan dari sifat dasar / hakekat pada waktu dibandingkan dengan Allah sendiri. Tetapi Saksi-Saksi Yehuwa menggunakan kata divine (= ilahi / bersifat ilahi) untuk menunjuk kepada keallahan yang lebih rendah] - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 74.
Jadi, rupanya Saksi-Saksi Yehuwa beranggapan bahwa divine (= bersifat ilahi) menunjukkan bahwa Yesus hanya mempunyai sifat-sifat ilahi, dan karena itu Ia bukan Allah, tetapi hanya suatu allah. Tetapi ini tetap merupakan penafsiran yang dipaksakan. Kalau Yesus memang mempuinyai sifat ilahi, mengapa Ia harus adalah suatu allah? Bukankah malaikat, dan manusia juga mempunyai sifat ilahi, mengingat manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah?
2. Penolakan terhadap terjemahan divine (= bersifat ilahi).
Walter Martin: It is nonsense to say that a simple noun can be rendered divine, and that one without the article conveys merely the idea of quality ... The authors of this note themselves later render the same noun THEOS as a god not as a quality. This is a self-contradiction (= Adalah omong kosong untuk mengatakan bahwa suatu kata benda biasa bisa diterjemahkan bersifat ilahi, dan kata benda tanpa kata sandang hanya menyampaikan gagasan tentang kwalitet ... Para pengarang dari catatan ini sendiri belakangan menterjemahkan kata benda THEOS itu sebagai suatu allah, bukan sebagai suatu kwalitet. Ini merupakan sesuatu yang bersifat kontradiksi terhadap diri sendiri) - The Kingdom of the Cults, hal 87.
Sesuai dengan peraturan Colwell yang sudah kita pelajari di atas, maka Leon Morris tidak menyetujui terjemahan divine (= bersifat ilahi) tersebut.
Leon Morris (NICNT): Moffatt renders, the Logos was divine ... While this English probably means much the same as does that of ARV the emphasis is different, ... John is not merely saying that there is something divine about Jesus. He is affirming that He is God, and doing so emphatically as se wee from the word order in the Greek (= Moffatt menterjemahkan: sang Logos itu ilahi / bersifat ilahi ... Sekalipun ini artinya mungkin sama seperti terjemahan dari ARV, tetapi penekanannya berbeda, ... Yohanes tidak semata-mata berkata bahwa ada sesuatu yang bersifat ilahi tentang Yesus. Ia sedang menegaskan bahwa Ia adalah Allah, dan ia melakukannya dengan begitu menekankan, seperti kita lihat dari susunan / urut-urutan katanya dalam bahasa Yunani) - hal 76-77.
Leon Morris (NICNT): “The Greek is θεὸς ἦν ὁ λόγος. The adjective ‘divine’ would be THEIOS. This word was available and it is found in the New Testament (e.g. Acts 17:29; 2Pet. 1:3). But Godet thinks that the use of this term of the Logos would denote a quasi-divinity, a condition intermediate between God and the creature. John is not affirming this, but full deity of the Logos. Abbott points out that it is more common to have an adjective than a noun in this position (1994a; he cites 6:60), which makes Johns use of the noun all the more significant [= Bahasa Yunaninya adalah θεὸς ἦν ὁ λόγος. Kata sifat ‘ilahi / bersifat ilahi’ adalah THEIOS. Kata ini tersedia dan ditemukan dalam Perjanjian Baru (contohnya Kis 17:29; 2Pet 1:3). Tetapi Godet beranggapan bahwa penggunaan dari istilah ini tentang LOGOS akan menunjukkan ‘keilahian yang hanya kelihatannya saja, suatu keadaan di antara Allah dan ciptaan. Abbott menunjukkan bahwa adalah lebih umum untuk menggunakan kata sifat dari pada kata benda dalam posisi seperti ini (1994a; ia mengutip 6:60), yang membuat penggunaan kata benda oleh Yohanes menjadi lebih penting / berarti] - hal 77, footnote.
Jadi, kalau Yohanes memang hanya mau mengatakan bahwa Firman itu bersifat ilahi, ia sebetulnya bisa menggunakan kata Yunani THEIOS, yang artinya memang divine (= bersifat ilahi). Tetapi ternyata Yohanes menggunakan kata THEOS, dan karena itu bagian ini harus diterjemahkan Firman itu adalah Allah.
3. Bagaimana dengan banyaknya ahli bahasa / penafsir yang mengatakan bahwa dalam Yoh 1:1c itu kata THEOS bersifat kwalitatif, menunjukkan karakter, nature, dsb?
a. Arti dari istilah-istilah nature, essence, character, being dalam kontext ini.
Robert M. Bowman Jr.: The terms nature, essence (and essential), character (and characteristic), and being are roughly synonymous terms as used in this context. They are all used by scholars to refer to that collection of basic properties or attributes that makes a thing what it is, that which marks out what kind of thing it is, and sets it apart from other things [= Ungkapan-ungkapan nature, essence (dan essential), character (dan characteristic), dan being kira-kira merupakan ungkapan-ungkapan yang sinonim / sama sebagaimana digunakan dalam kontext ini. Semua ungkapan-ungkapan itu digunakan oleh ahli-ahli bahasa untuk menunjuk kepada kumpulan dari sifat-sifat dasar yang membuat sesuatu sebagaimana adanya sesuatu itu, yang menunjukkan jenis dari sesuatu itu, dan memisahkannya dari hal-hal yang lain] - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 33.
b. Kata divine, deity, dan Deity.
Robert M. Bowman Jr.: The word divine indicates either that something belongs to God (or a god) or is characteristic of God (or a god), depending on who is using the term and in what context. Biblical scholars often use the term to mean that which is characteristic of God. The word deity generally refers either to the essence of God or, in a polytheistic context, to anything regarded as a god. The word Deity refers specifically to the single God of monotheism, to the being of God [= Kata divine / bersifat ilahi menunjukkan bahwa sesuatu adalah milik Allah (atau suatu allah / dewa) atau merupakan ciri dari Allah (atau suatu allah / dewa), tergantung pada siapa yang menggunakan istilah ini dan dalam kontext apa istilah ini digunakan. Ahli-ahli bahasa Alkitab sering menggunakan istilah itu untuk memaksudkan apa yang menjadi ciri dari Allah. Kata deity / keallahan pada umumnya menunjuk pada hakekat Allah atau, dalam kontext polytheisme, kepada apapun yang dianggap sebagai suatu allah / dewa. Kata Deity / keAllahan secara khusus menunjuk kepada Allah yang tunggal dari monotheisme, kepada keberadaan dari Allah] - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 34.
Catatan: perhatikan bahwa Bowman membedakan antara divine, deity, dan Deity. Kata yang terakhir ini dimulai dengan huruf besar.
Robert M. Bowman Jr.: On the difference between divine and deity, Ed. L. Miller writes: It would appear that for most part there is a difference in affirming of x that it is divine and that it is deity. It is a difference between some sort of participation in or likeness to deity and deity itself. Clearly, divine is weaker and more ambiguous a term than deity and God. [= Tentang perbedaan antara divine (= bersifat ilahi) dan deity (= keallahan), Ed. L. Miller menulis: Kelihatannya bahwa pada umumnya ada suatu perbedaan dalam penegasan tentang x bahwa itu adalah divine (= bersifat ilahi) dan bahwa itu adalah deity (= keallahan). Itu merupakan perbedaan antara sejenis partisipasi dalam keallahan atau kemiripan dengan keallahan dan keallahan itu sendiri. Jelas bahwa divine (= bersifat ilahi) lebih lemah dan lebih berarti ganda dari pada deity (= keallahan) dan God (= Allah)] - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 34.
Robert M. Bowman Jr.: In evangelical circles this is certainly true, and for this reason evangelicals tend to dismiss the rendering the Word was divine (see Goodspeed, Moffatt) as somehow a denial of the deity of Christ. However, this is not necessarily the case (although sometimes it is). For many theologians and scholars the word divine is simply an adjectival form of divinity, the old term for deity, so that in their terminology the Word was divine would mean the Word was deity or the equivalent [= Dalam lingkungan orang-orang Injili ini jelas merupakan sesuatu yang benar, dan untuk alasan ini orang-orang yang injili cenderung untuk membuang terjemahan Firman itu bersifat ilahi / divine (lihat Goodspeed, Moffatt) sebagai sesuatu yang bagaimanapun juga merupakan penyangkalan terhadap keallahan / deity dari Kristus. Tetapi ini tidak selalu / harus demikian (sekalipun kadang-kadang memang demikian). Bagi banyak ahli-ahli theologia dan ahli-ahli bahasa kata bersifat ilahi / divine sekedar merupakan bentuk kata sifat dari divinity (= keilahian), istilah kuno untuk keallahan / deity, sehingga dalam peristilahan mereka Firman adalah ilahi / bersifat ilahi / divine sama artinya dengan, atau merupakan sinonim dari, Firman adalah keallahan / deity] - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 34-35.
c. Bahwa kata THEOS dalam Yoh 1:1c dianggap sebagai bersifat kwalitatif / menunjukkan karakter, dsb, tidak berarti bahwa Yoh 1:1c harus / boleh diterjemahkan the Word was divine (= Firman itu bersifat ilahi).
Dari banyak kutipan di bawah ini dari Dana & Mantey terlihat bahwa mereka menganggap bahwa kata THEOS dalam Yoh 1:1c itu bersifat kwalitatif / menunjukkan karakter.
Dana & Mantey: there is no definite rule governing the use of the article with qeoj, so that sometimes the writers viewpoint is difficult to detect, ... But in the great majority of instance the reason for the distinction is clear. The use of THEOS in Jn. 1:1 is a good example. πρὸς τὸν θεόν points to Christ’s fellowship with the person of the Father; θεὸς ἦν ὁ λόγος emphasizes Christ’s participation in the essence of the divine nature. The former clearly applies to personality, while the latter applies to character [= tidak ada peraturan yang tertentu yang mengatur penggunaan dari kata sandang (tertentu) dengan qeoj, sehingga kadang-kadang sudut pandang dari si penulis sukar untuk dideteksi, ... Tetapi dalam kebanyakan kejadian, alasan untuk pembedaan adalah jelas. Penggunaan dari THEOS dalam Yoh 1:1 merupakan contoh yang baik. πρὸς τὸν θεόν menunjuk pada persekutuan Kristus dengan pribadi dari Bapa; θεὸς ἦν ὁ λόγος menekankan partisipasi Kristus dalam hakekat dari hakekat ilahi. Yang terdahulu secara jelas digunakan terhadap kepribadian, sementara yang terakhir digunakan terhadap karaketer / sifat] - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 140.
Dana & Mantey: The articular construction emphasizes identity; the anarthrous construction emphasizes character (= Susunan yang menggunakan kata sandang tertentu menekankan identitas; susunan yang tidak menggunakan kata sandang tertentu menekankan karakter / sifat) - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 140.
Dana & Mantey: Sometimes with a noun which the context proves to be definite the article is not used. This places stress upon the qualitative aspect of the noun rather than its mere identity. An object of thought may be conceived of from two points of view; as to identity or quality. To convey the first point of view the Greek uses the article; for the second the anarthrous construction is used (= Kadang-kadang dengan suatu kata benda yang oleh kontextnya dibuktikan sebagai tertentu, kata sandang tertentu tidak digunakan. Ini memberikan penekanan pada aspek kwalitatif dari kata benda itu dari pada sekedar identitasnya. Suatu obyek pemikiran bisa dipahami dari dua sudut pandang; berkenaan dengan identitas atau kwalitas. Untuk memberikan sudut pandang yang pertama bahasa Yunani menggunakan kata sandang tertentu; untuk yang kedua susunan tanpa kata sandang tertentu yang digunakan) - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 149.
Dana & Mantey: Anarthrous nouns without a preposition present the same stress upon the character or quality ... qualitative force is best brought out in anarthrous nouns ... this omission of the article when the writer would lay stress on the quality or character of the object (= Kata-kata benda tanpa kata sandang tertentu tanpa kata depan memberikan penekanan yang sama pada karakter atau kwalitas ... arti kwalitatif diberikan dengan terbaik dalam kata-kata benda yang tidak mempunuai kata sandang tertentu ... penghapusan kata sandang tertentu pada waktu si penulis ingin memberikan penekanan pada kwalitet atau karakter dari obyek) - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 150.
Tetapi akhirnya mereka tidak menterjemahkan Yoh 1:1c sebagai and the word was divine (= dan Firman itu bersifat ilahi), tetapi mereka menterjemahkan sebagai: and the word was deity (= dan Firman itu adalah keallahan) - A Manual Grammar of the Greek New Testament, hal 148.
d. Suatu kata benda bersifat kwalitatif ataupun tidak tertentu, tidak berarti bahwa kata benda itu berubah artinya dari arti normalnya.
Robert M. Bowman Jr.: As used by grammarians, a noun is said to be qualitative if its function in the sentence is primarily to indicate the essential qualities, characteristics, nature, or attributes of something. ... In the sentence George was a man, the word man is of cource, indefinite; it may also be qualitative or adjectival, in the sense that it functions primarily to describe the person identified by the noun George. ... this does not change the meaning of the word; in the sentences George was a man and The man you saw was George, the word man refers to the same kind of being in both cases. ... a nouns being qualitative ... alters its function in the sentence and its specific significance, but not its basic meaning” [= Sebagaimana digunakan oleh ahli-ahli tata bahasa, suatu kata benda dikatakan sebagai kwalitatif jika fungsinya dalam kalimat secara terutama menunjukkan kwalitas, karakteristik, sifat dasar / nature, atau sifat-sifat yang hakiki dari sesuatu. ... Dalam kalimat George adalah seorang manusia, kata manusia tentu saja tidak tertentu; itu juga bisa bersifat kwalitet atau menunjukkan sifat, dalam arti bahwa kata itu secara terutama menggambarkan pribadi yang ditunjukkan oleh kata benda George. ... ini tidak mengubah arti dari kata itu; dalam kalimat-kalimat George adalah seorang manusia dan Manusia yang kamu lihat adalah George, kata manusia menunjuk pada jenis makhluk yang sama dalam kedua kasus. ... suatu kata benda yang bersifat kwalitet ... berubah fungsinya dalam kalimat dan kepentingannya / apa yang ditunjukkannya secara spesifik, tetapi tidak berubah dalam arti dasarnya] - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 32.
Robert M. Bowman Jr.: qualitative ... expresses the nature or character of the subject. ... the qualitative use of a noun does not alter its basic meaning, ... To say that in John 1:1c theos is qualitative, then, does not imply that theos means anything less than it means in 1:1b. It is simply another way of saying that the Word is called God with reference to his nature, essence, or being, and does not identify the Word as a specific person (= kwalitatif ... menyatakan sifat dasar atau karakter dari subyek tertentu. ... penggunaan yang bersifat kwalitet dari suatu kata benda tidak mengubah arti dasarnya, ... Jadi, mengatakan bahwa dalam Yoh 1:1c THEOS adalah kwalitatif, tidak menunjukkan bahwa THEOS berarti apapun yang kurang dari pada arti THEOS dalam 1:1b. Itu hanya sekedar merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa Firman itu disebut Allah berkenaan dengan sifat dasar, hakekat, atau keberadaanNya, dan tidak mengidentikkan Firman dengan seorang pribadi yang spesifik) - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 42-43.
Catatan:
kata-kata terakhir yaitu tidak mengidentikkan Firman dengan seorang pribadi yang spesifik maksudnya adalah tidak mengidentikkan Firman dengan THEOS / Allah / Allah Bapa yang telah dibicarakan dalam Yoh 1:1b. Kalau Firman diidentikkan dengan Allah Bapa, maka akan menunjuk pada Sabelianisme / Modalisme.
kalau Yohanes 1:1c diterjemahkan a god atau divine, dan lalu Yesus diartikan sebagai Allah sekunder / allah kecil, itu mengubah arti dari kata THEOS.
e. Penjelasan yang terbaik tentang arti dari kwalitatif.
Setelah membaca penafsiran dari banyak ahli bahasa / penafsir, saya menganggap bahwa penjelasan William Barclay tentang arti dari kata kwalitatif adalah penjelasan yang terbaik dan terjelas.
Karena itu saya mengutip lagi kata-kata William Barclay dari bukunya Many Witnesses, One Lord, yang berbunyi sebagai berikut:
“When a Greek noun has not got the article in front of it, it becomes rather a description than an identification, and has the character of an adjective rather than of a noun. We can see exactly the same in English. If I say: James is the man, then I identify James with some definite man whom I have in mind; but, if 1 say: James is man, then I am simply describing James as human, and the word man has become a description and not an identification. ... because he has no definite article in front of theos it becomes a description, and more of an adjective than a noun. The translation then becomes, to put it rather clumsily, The Word was in the same class as God, belonged to the same order of being as God’” (= Pada waktu sebuah kata benda Yunani tidak didahului oleh kata sandang tertentu, maka kata benda itu lebih bersifat menggambarkan dan bukan identitas, dan lebih berfungsi sebagai kata sifat dari pada kata benda. Kita bisa melihat hal yang persis sama dalam bahasa Inggris. Jika saya berkata: James adalah orang itu, maka saya mengidentifikasi James dengan seseorang manusia tertentu yang ada dalam pikiran saya; tetapi jika saya berkata: James adalah orang, maka saya hanya menggambarkan James sebagai manusia / orang, dan kata manusia / orang menjadi suatu penggambaran dan bukan suatu pengidentifikasian. ... karena THEOS tidak didahului oleh kata sandang tertentu maka itu menjadi kata keterangan, dan lebih berfungsi sebagai kata sifat dari pada kata benda. Maka terjemahannya, yang agak kaku adalah, Firman itu segolongan dengan Allah, termasuk dalam tingkatan makhluk yang sama dengan Allah’).
Illustrasi tentang James ini bagus sekali. Pada waktu kita James is the man, maka adanya kata sandang menunjukkan bahwa kita mengidentifikasi / mengidentikkan James dengan seseorang yang tertentu. Tetapi pada waktu kita mengatakan James is man, maka tidak adanya kata sandang menunjukkan bahwa kita tidak mengidentifikasi, tetapi menunjukkan kwalitas dari James, yaitu, menunjukkan bahwa ia tergolong dalam golongan manusia.
Demikian juga pada saat dikatakan bahwa Firman itu adalah THEOS (tanpa kata sandang), maka maksudnya adalah menunjukkan kwalitas dari Firman itu, yaitu bahwa Firman itu tergolong dalam golongan Allah. Jadi, Firman / Yesus itu tidak termasuk golongan tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, malaikat, tetapi termasuk dalam golongan Allah!
Karena itu cocok sekali kalau Barclay paling menyetujui terjemahan dari NEB yang menterjemahkan Yoh 1:1c sebagai: What God was the Word was (= Apa adanya Allah demikianlah adanya Firman).
Jadi jelas bahwa pada waktu kata THEOS dalam Yoh 1:1c dikatakan bersifat kwalitatif, itu tetap menunjukkan Yesus sebagai Allah!
j) Komentar-komentar dari para ahli theologia / bahasa dan penafsir.
Leon Morris (NICNT): the Word was God. Nothing higher could be said. All that may be said about God may fitly be said about the Word. This statement should not be watered down. Moffatt renders, the Logos was divine (similarly Goodspeed, Schonfield, et al.). While this English probably means much the same as does that of ARV the emphasis is different, and the modern translation is no improvement. John is not merely saying that there is something divine about Jesus. He is affirming that He is God, and doing so emphatically as we see from the word order in the Greek. ... He says the Word was God, not, God was the Word. The latter would have meant that God and the Word were the same. It would have pointed to an identity. But John is leaving open the possibility that there may be more to God than the Word (clearly he thought of the Father as God, and his later references indicate a similar status for the Spirit). But when he thinks of the Word he lays it down unequivocally that nothing less than God will do for our understanding of the Word [= Firman itu adalah Allah. Tidak ada yang lebih tinggi yang bisa dikatakan. Semua yang bisa dikatakan tentang Allah bisa secara tepat dikatakan tentang Firman. Pernyataan ini tidak boleh diperlunak / diperlemah. Moffatt menterjemahkan, sang Logos adalah ilahi / bersifat ilahi (dengan cara yang serupa Goodspeed, Schonfield, dan yang lain-lain). Sementara ungkapan Inggris ini artinya mungkin sama seperti arti dari ARV, tetapi penekanannya berbeda, dan terjemahan modern tidak mengalami kemajuan. Yohanes tidak hanya sedang mengatakan bahwa ada sesuatu yang ilahi / bersifat ilahi tentang Yesus. Ia sedang menegaskan bahwa Ia adalah Allah, dan melakukannya dengan begitu menekankan seperti yang kita lihat dari susunan kata dalam bahasa Yunani. ... Ia berkata: Firman itu adalah Allah, bukannya, Allah adalah Firman. Yang terakhir ini akan berarti bahwa Allah dan Firman adalah sama. Itu akan menunjuk kepada suatu keidentikkan. Tetapi Yohanes membiarkan terbuka kemungkinan bahwa ada yang lebih pada Allah dari pada Firman (jelas ia berpikir tentang Bapa sebagai Allah, dan referensi-referensinya belakangan menunjukkan status yang serupa untuk Roh). Tetapi pada waktu ia berpikir tentang Firman, ia menentukan secara tak meragukan bahwa tidak kurang dari pada Allah akan memadai untuk pengertian kita tentang Firman] - hal 76-77,78.
Robert M. Bowman Jr.: Had John wanted to say that the Word was the first creation of God, or even simply say that the Word existed before the rest of creation, there are a number of ways he could have said so clearly and without any possibility of misunderstanding. He could have written, From the beginning, using the word APO instead of EN, as he did repeatedly in his writings in the expression AP ARCHES (John 8:44; 15:27; 1John 1:1; 2:7,13,14,24; 3:8,11; 2John 5,6). This would trace his existence back to the beginning without telling us anything about his existence before the beginning (if such existence were possible). Or he could have written, In the beginning the Word came into existence, substituting for the word EN the word EGENETO, which occurs repeatedly in the Prologue (John 1:3,6,10,14,17). This would have settled the debate forever in favor of the JW interpretation of the text, since it would be an explicit affirmation of the creation of the preincarnate Jesus. Yet John wrote none of these things. Instead he wrote what most naturally would be (and as a matter of historical record has been) interpreted as a declaration of the eternality of the Word. In the beginning the Word was; the verb was is the imperfect past tense verb EN, here unquestionably used of durative, continuing existence. To continue existing at the beginning of time is to be eternal by definition [= Seandainya Yohanes ingin mengatakan bahwa Firman adalah ciptaan pertama dari Allah, atau bahkan sekedar bahwa Firman telah ada sebelum sisa ciptaan yang lain, ada sejumlah cara dengan mana ia bisa mengatakannya dengan begitu jelas dan tanpa kemungkinan adanya salah pengertian. Ia bisa menuliskan: Dari semula / mulanya, menggunakan kata APO dan bukannya EN, seperti yang ia lakukan berulangkali dalam tulisan-tulisannya dalam ungkapan AP ARKHES (Yoh 8:44; 15:27; 1Yoh 1:1; 2:7,13,14,24; 3:8,11; 2Yoh 5,6). Ini akan mengikuti asal usul keberadaanNya sampai pada permulaan tanpa memberi tahu kita apapun tentang keberadaanNya sebelum permulaan / pada mulanya (seandainya keberadaan seperti itu memungkinkan). Atau ia bisa menulis: Pada mulanya Firman menjadi ada, dengan menggantikan kata EN dengan kata EGENETO, yang muncul berulangkali dalam Pendahuluan dari Injil Yohanes (Yohanes 1:3,6,10,14,17). Ini akan membereskan perdebatan ini selama-lamanya untuk kemenangan dari penafsiran Saksi Yehuwa tentang text ini, karena ini merupakan suatu penegasan yang explicit tentang penciptaan dari Yesus sebelum inkarnasi. Tetapi Yohanes tidak menuliskan hal-hal itu. Sebaliknya, ia menuliskan apa yang secara wajar akan (dan merupakan catatan sejarah telah) ditafsirkan sebagai suatu pernyataan tentang kekekalan dari Firman. Pada mulanya adalah Firman; kata kerja adalah adalah kata kerja dalam imperfect tense EN, di sini tidak diragukan digunakan untuk menunjuk pada suatu keberadaan yang lama dan terus menerus. Untuk terus ada pada permulaan dari waktu, menurut definisi berarti kekal] - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 23.
Robert M. Bowman Jr. mengutip kata-kata Henry Alford: THEOS must then be taken as implying God, in substance and essence - not HO THEOS, the Father, in person. It does not = THEIOS, nor is it to be rendered a God - but, as in SARX EGENETO (became flesh, John 1:14), SARX (flesh) expresses that state into which the Divine Word entered by a definite act, so in THEOS EN (was God), THEOS expresses that essence which was His EN ARCHE (in the beginning): - that He was very God. So that this first verse might be connected thus: the Logos was from eternity, - was with God (the Father), - and was Himself God [= Maka THEOS harus dianggap sebagai menunjuk kepada Allah, dalam zat dan hakekat / sifat dasar - bukan HO THEOS, sang Bapa dalam pribadi. Itu tidak sama dengan THEIOS (= divine / bersifat ilahi), juga itu tidak boleh diterjemahkan suatu Allah - tetapi, sebagaimana dalam SARX EGENETO (menjadi daging, Yoh 1:14), SARX (daging) menyatakan keadaan ke dalam mana Firman Ilahi masuk oleh suatu tindakan tertentu, demikian juga dalam THEOS EN (adalah Allah), THEOS menyatakan hakekat yang adalah milikNya EN ARKHE (pada mulanya): - bahwa Ia adalah Allah yang sebenarnya / sepenuhnya. Jadi ayat pertama ini bisa dihubungkan demikian: sang Firman ada dari kekekalan, - ada bersama Allah (sang Bapa), - dan Ia sendiri adalah Allah] - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 82-83.
Robert M. Bowman Jr. mengutip kata-kata C. H. Dodd: the meaning of THEOS EN HO LOGOS will be that the OUSIA (essence) of HO LOGOS (the Word), that which it truly is, is rightly denominated THEOS. ... That this is the OUSIA of HO THEOS (the personal God of Abraham, the Father) goes without saying. In fact, the Nicene HOMOOUSIOS TO PATRI ( of one essence with the Father) is a perfect paraphrase [= Arti dari THEOS EN HO LOGOS adalah bahwa OUSIA (hakekat) dari HO LOGOS (sang Firman), yang merupakan apa adanya yang sesungguhnya, secara benar digolongkan sebagai THEOS. ... Bahwa ini merupakan OUSIA dari HO THEOS (Allah yang bersifat pribadi dari Abraham, sang Bapa) tidak perlu dibicarakan lagi. Sesungguhnya, kata-kata dari Pengakuan Iman Nicea HOMOOUSIOS TO PATRI ( dari satu hakekat dengan sang Bapa) merupakan kata-kata lain yang sempurna] - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 83.
Catatan: Bowman mengatakan (hal 83) bahwa C. H. Dodd adalah direktur jendral dari komisi penterjemahan NEB, yang terjemahannya digunakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa (dengan singkatan NE), seakan-akan NEB mendukung mereka.
Robert M. Bowman Jr. mengutip kata-kata James Moffatt: The Word was God. ... And the Word became flesh, simply means The Word was divine. ... And the Word became human. The Nicene faith, in the Chalcedon definition, was intended to conserve both of these truths against theories that failed to present Jesus as truly God and truly man ... (= Firman adalah Allah. ... Dan Firman itu telah menjadi manusia / daging sekedar berarti Firman itu ilahi. ... Dan Firman itu telah menjadi manusia. Iman Nicea, dalam definisi Chalcedon, dimaksudkan untuk mengawetkan / memelihara kedua kebenaran ini terhadap teori-teori yang gagal untuk memperkenalkan / menunjukkan Yesus sebagai sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia) - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 83-84.
Baca Juga: 3 Ciri Khas Ajaran Saksi Yehuwa
Catatan: Moffatt sering dikutip oleh Saksi-Saksi Yehuwa karena penterjemahan The Word was divine (= Firman itu bersifat ilahi), tetapi dari kutipan di atas ini terlihat jelas bahwa sekalipun Moffatt menterjemahkan demikian, tetapi Ia mempunyai maksud yang berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Moffatt tetap mengakui Yesus sebagai sungguh-sungguh Allah, bukan sebagai allah kecil / suatu allah.
Robert M. Bowman Jr. mengutip kata-kata B. F. Westcott: The predicate (God) ... is necessarily without the article (THEOS not HO THEOS) inasmuch as it describes the nature of the Word and does not identify His Person. ... No idea of inferiority of nature is suggested by the form of expression, which simply affirms the true deity of the Word [= Predikat (Allah) ... harus tanpa kata sandang tertentu (THEOS, bukan HO THEOS) karena kata itu menggambarkan sifat dasar / hakekat dari Firman dan tidak mengidentifikasi / mengidentikkan PribadiNya. ... Tidak ada gagasan tentang keadaan lebih rendah dari sifat dasar / hakekatNya yang diusulkan oleh bentuk ungkapan itu, yang hanya menegaskan keallahan yang benar dari Firman] - Jehovahs Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John, hal 84.
k) Kesimpulan dan illustrasi.
Yoh 1:1c secara benar diterjemahkan dan Firman itu adalah Allah asal kita tahu / menyadari bahwa kata Allah dalam Yohanes 1:1c itu tidak diidentikkan dengan kata Allah dalam Yohanes 1:1b.
Para penafsir / ahli bahasa yang tidak mau menterjemahkan dan Firman itu adalah Allah, hanya melakukan itu karena takut bahwa kata Allah dalam Yohanes 1:1b disamakan / diidentikkan dengan kata Allah dalam Yoh 1:1c, bukan karena mereka setuju dengan penterjemahan Saksi-Saksi Yehuwa.
Untuk itu ada seorang penulis di internet yang memberikan ilustrasi sebagai berikut:
Yohanes 1:1 - “In the beginning was the Word, and the Word was with God, and the Word was God” (= Pada mulanya adalah Firman, dan Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah).
In the beginning was EVE, and EVE was with MAN, and EVE was MAN (= Pada mulanya adalah HAWA, dan HAWA bersama-sama dengan MAN, dan HAWA adalah MAN).
Dan ia lalu berkata: Just as man can refer specifically to male to the exclusion of female, So also God can refer to the Father to the exclusion of the Son. However, just as man can include both male and female as a class of being, (Gen 5:2 He created them male and female, and He blessed them and named them Man), so too God can include both Father and Son as a class of being, as in John 1:1 [= Sama seperti man (= orang laki-laki) bisa menunjuk secara khusus kepada orang laki-laki dengan tidak mengikutkan perempuan, demikian juga Allah bisa menunjuk kepada sang Bapa dengan tidak mengikutkan Anak. Tetapi, sama seperti man (manusia) bisa mencakup baik laki-laki dan perempuan sebagai suatu golongan makhluk, (Kej 5:2 - laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka. Ia memberkati mereka dan memberikan nama Manusia kepada mereka, pada waktu mereka diciptakan), demikian juga Allah bisa mencakup Bapa dan Anak sebagai suatu golongan makhluk, seperti dalam Yohanes 1:1].SAKSI-SAKSI YEHUWA DAN YOHANES 1:1