KESIAPAN UNTUK MENJADI MURID KRISTUS : LUKAS 9:57 - 62

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.
KESIAPAN UNTUK MENJADI MURID KRISTUS : Lukas 9:57 - 62KESIAPAN UNTUK MENJADI MURID KRISTUS : Lukas 9:57 - 62. Lukas 9:57-62 - “(57) Ketika Yesus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: ‘Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.’ (58) Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’ (59) Lalu Ia berkata kepada seorang lain: ‘Ikutlah Aku!’ Tetapi orang itu berkata: ‘Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.’ (60) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.’ (61) Dan seorang lain lagi berkata: ‘Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.’ (62) Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.’”.

Dari 3 kasus ini, kasus pertama dan kedua juga diceritakan oleh Matius.

Matius 8:18-22 - “(18) Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingiNya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. (19) Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepadaNya: ‘Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.’ (20) Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’ (21) Seorang lain, yaitu salah seorang muridNya, berkata kepadaNya: ‘Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.’ (22) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.’”.

Lenski: “It seems evident that the three brief incidents which now follow are grouped together because of their similarity, not because they occurred in close succession or even during a certain period of time.” [= Kelihatannya jelas bahwa tiga kejadian singkat yang berikut sekarang ini dikelompokkan bersama-sama karena kemiripan mereka, bukan karena mereka terjadi dalam urut-urutan yang dekat atau bahkan dalam suatu periode waktu tertentu.].

Kalau dalam kontext sebelumnya (Lukas 9:52-56) Lukas membicarakan orang-orang Samaria yang menolak Yesus, maka di sini ia membicarakan orang-orang yang mau mengikut Yesus.

I. Howard Marshall: “From the theme of opposition to Jesus Luke turns to his attitude to would-be disciples, three of whom express their willingness to follow him while he is on his way to Jerusalem but misunderstand the degree of self-sacrifice involved; to each of them Jesus indicates the stringent nature of discipleship. Those who would follow him wherever he goes must be ready to share the homeless lot of the Son of man, to place discipleship above the claims of family and duty, and to persevere to the end. The commitment required is absolute, and goes beyond that of a pupil to a rabbinic teacher (Hengel, Nachfolge, 3-17), or of an Elisha to Elijah.” [= Dari thema oposisi terhadap Yesus Lukas berbalik pada sikapNya terhadap calon-calon murid, tiga di antaranya menyatakan kemauan mereka untuk mengikuti Dia sementara Ia ada dalam perjalananNya ke Yerusalem, tetapi salah mengerti tentang tingkat pengorbanan diri sendiri yang terlibat; kepada masing-masing dari mereka Yesus menunjukkan sifat / hakekat yang keras / ketat dari kemuridan. Mereka yang mau mengikuti Dia kemanapun Ia pergi harus siap untuk ikut mengalami nasib tanpa rumah dari Anak Manusia, menempatkan kemuridan di atas klaim dari keluarga dan kewajiban, dan untuk bertekun sampai akhir. Komitmen yang dituntut adalah mutlak, dan melampaui komitmen dari seorang pelajar kepada seorang guru / rabi (Hengel, Nachfolge, 3-17), atau dari seorang Elisa kepada Elia.] - ‘The Gospel of Luke’ (Libronix).

Leon Morris (Tyndale): “This paragraph is located simply ‘along the road’. As Jesus journeyed some people announced their readiness to follow him. They were clearly well-intentioned, but had not realized the nature of the demands the kingdom makes.” [= Paragraf ini terjadi dalam perjalanan. Pada waktu Yesus berjalan beberapa orang mengumumkan kesiapan mereka untuk mengikuti Dia. Mereka jelas bermaksud baik, tetapi tidak / belum menyadari sifat / hakekat dari tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh Kerajaan itu.].

William Hendriksen (tentang Lukas 9:57-62): “Christ’s firm determination to go to Jerusalem, there to die for all those who would place their trust in him, is here contrasted with the weak, conditional commitment (?) of three would-be followers. It is as if Jesus were saying, ‘My own determination to accomplish the task assigned to me, whatever the cost, must be an example to all my followers.’” [= Keputusan / ketetapan hati yang teguh dari Kristus untuk pergi ke Yerusalem, mati di sana bagi semua mereka yang percaya kepadaNya, di sini dikontraskan dengan komitment (?) yang lemah / bersyarat dari tiga calon pengikut. Seolah-olah Yesus berkata, ‘Keputusan / ketetapan hatiKu untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadaKu, apapun ongkosnya, harus menjadi teladan bagi semua pengikut-pengikutKu’.] - hal 559.

Catatan: tanda tanya (?) itu memang ada dalam buku aslinya. Mungkin maksud Hendriksen adalah bahwa komitmen 3 orang itu patut dipertanyakan.

I) Panggilan Yesus untuk mengikut Dia.

Lukas 9: 59a: “Lalu Ia berkata kepada seorang lain: ‘Ikutlah Aku!’”.

Matius 4:19 - “Yesus berkata kepada mereka: ‘Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.’”.

Matius 9:9 - “Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: ‘Ikutlah Aku.’ Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia.”.

Matius 19:21 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.’”.

Yohanes 1:43 - “Pada keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea. Ia bertemu dengan Filipus, dan berkata kepadanya: ‘Ikutlah Aku!’”.

‘Ikut Yesus’ pasti melibatkan ‘iman / percaya’, tetapi ‘ikut Yesus’ lebih luas dari pada sekedar ‘beriman / percaya kepada Yesus’. Dalam panggilan / perintah untuk percaya tidak ada persyaratan, tetapi dalam panggilan / perintah untuk ikut Yesus, ada persyaratan! Di bawah ini saya memberikan komentar-komentar dari para penafsir, dan juga ayat-ayat, yang menunjukkan bahwa ikut Yesus memang ada syarat-syaratnya!

Adam Clarke kelihatannya menyamakan antara ‘ikut Yesus’, dan ‘menjadi murid Yesus’.

Adam Clarke (tentang Matius 4:19): “‘Follow me.’ Come after me, ‎DEUTE ‎‎OPISOO ‎‎MOU‎. Receive my doctrines, imitate me in my conduct - in every respect be my disciples.” [= ‘Ikutlah Aku’. Datanglah di belakangku, DEUTE OPISOO MOU. Terimalah ajaran-ajaranKu, tirulah Aku dalam tingkah lakuKu - dalam setiap segi jadilah murid-muridKu.].

Catatan:

1. DEUTE = ‘come’ / datanglah; OPISOO = ‘behind’ / belakang (Bible Works 8).

2. Kata Yunani DEUTE ada dalam bentuk present imperative, kata perintah bentuk present, yang merupakan suatu perintah yang harus ditaati terus menerus.

Adam Clarke (tentang Mat 9:9): “‘Follow me.’ That is, become my disciple.” [= ‘Ikutlah Aku’. Artinya, jadilah muridKu.].

Pulpit Commentary (tentang Lukas 14:25-35): “Vers. 25–35. - The qualifications of his real disciples. Two short parables illustrative of the high price such a real disciple must pay if he would indeed be his.” [= Ay 25-35. - Persyaratan dari murid-muridNya yang sejati / sungguh-sungguh. Dua perumpamaan singkat tentang harga yang tinggi yang harus dibayar oleh seorang murid yang sejati / sungguh-sungguh, kalau ia memang adalah milikNya.].

Bandingkan dengan:

Yesaya 55:1 - “Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran!”.

Roma 3:24 - “dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.”.

Keselamatan oleh / melalui iman memang gratis / cuma-cuma, tetapi menjadi murid / ikut Yesus harus membayar harga!

J. Vernon McGee: “In this section we see three applicants who want to become disciples of the Lord Jesus. Notice this is not giving the way of salvation. The question, ‘… what must I do to be saved?’ (Acts 16:30), is not asked here. Rather this is what is required to become a follower, a disciple of Christ.” [= Dalam bagian ini kita melihat tiga calon yang ingin menjadi murid dari Tuhan Yesus. Perhatikan bahwa ini tidak memberikan jalan keselamatan. Pertanyaan, ‘... apa yang harus aku lakukan untuk diselamatkan?’ (Kis 16:30), tidak ditanyakan di sini. Tetapi ini adalah apa yang dituntut untuk menjadi seorang pengikut, seorang murid dari Kristus.] - Libronix.

Kis 16:30-31 - “(30) Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?’ (31) Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’”.

Matthew Henry (tentang Matius 4:18-22): “Peter and Andrew straightway left their nets (v. 20); and James and John immediately left the ship and their father (v. 22); and they all followed him. Note, Those who would follow Christ aright, must leave all to follow him. Every Christian must leave all in affection, set loose to all, must hate father and mother (Luke 14:26), must love them less than Christ, must be ready to part with his interest in them rather than with his interest in Jesus Christ; but those who are devoted to the work of the ministry are, in a special manner, concerned to disentangle themselves from all the affairs of this life, that they may give themselves wholly to that work which requires the whole man.” [= Petrus dan Andreas segera meninggalkan jala mereka (ay 20); dan Yakobus dan Yohanes segera meninggalkan perahu dan ayah mereka (ay 22); dan mereka semua mengikuti Dia. Perhatikan, Mereka yang mau mengikuti Kristus dengan benar, harus meninggalkan semua untuk mengikuti Dia. Setiap orang Kristen harus meninggalkan semua orang yang dikasihinya, melepaskan mereka semua, harus ‘membenci’ bapa dan ibu (Luk 14:26), harus mengasihi mereka kurang dari pada Kristus, harus siap berpisah dengan perhatiannya kepada mereka dari pada perhatiannya kepada Yesus Kristus; tetapi mereka yang membaktikan diri pada pekerjaan pelayanan, secara khusus, memikirkan untuk melepaskan diri mereka sendiri dari urusan-urusan kehidupan ini, supaya mereka bisa memberikan diri mereka sepenuhnya pada pekerjaan itu yang menuntut seluruh manusia (seluruh diri kita).].

Bdk. Matius 16:24 - “Lalu Yesus berkata kepada murid-muridNya: ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”.

Calvin (tentang Mat 16:24): “He lays down a brief rule for our imitation, in order to make us acquainted with the chief points in which he wishes us to resemble him. It consists of two parts, ‘self-denial’ and a voluntary ‘bearing of the cross.’ ‘Let him deny himself.’ This self-denial is very extensive, and implies that we ought to give up our natural inclinations, and part with all the affections of the flesh, and thus give our consent to be reduced to nothing, provided that God lives and reigns in us. We know with what blind love men naturally regard themselves, how much they are devoted to themselves, how highly they estimate themselves. But if we desire to enter into the school of Christ, we must begin with that folly to which Paul (1 Corinthians 3:18) exhorts us, ‘becoming fools, that we may be wise;’ and next we must control and subdue all our affections.” [= Ia menyatakan suatu peraturan singkat untuk kita tiru, untuk membuat kita akrab dengan pokok-pokok utama dalam mana Ia menginginkan kita untuk menyerupai Dia. Itu terdiri dari dua bagian, ‘penyangkalan diri’ dan suatu ‘pemikulan salib’ yang sukarela. ‘Hendaklah ia menyangkal dirinya sendiri’. Penyangkalan diri ini sangat luas, dan menunjukkan secara implicit bahwa kita harus menyerahkan kecondongan-kecondongan alamiah kita, dan berpisah dengan semua perasaan / keinginan daging, dan dengan demikian setuju untuk direndahkan sampai nihil, asalkan Allah hidup / tinggal dan bertakhta di dalam kita. Kita tahu dengan cinta buta yang bagaimana orang-orang secara alamiah memikirkan diri mereka sendiri, betapa banyak mereka membaktikan kepada diri mereka sendiri, betapa dengan tinggi mereka menilai diri mereka sendiri. Tetapi jika kita ingin untuk masuk ke dalam sekolah dari Kristus, kita harus mulai dengan kebodohan itu pada mana Paulus (1Kor 3:18) menasehati kita, ‘menjadi orang-orang bodoh, supaya kita bisa menjadi berhikmat’; dan selanjutnya kita harus mengendalikan dan menundukkan semua perasaan-perasaan / kesenangan-kesenangan kita.].

Matthew Henry (tentang Matius 16:24-28): “Christ, having shown his disciples that he must suffer, and that he was ready and willing to suffer, here shows them that they must suffer too, and must be ready and willing. It is a weighty discourse that we have in these verses. I. Here is the law of discipleship laid down, and the terms fixed, upon which we may have the honour and benefit of it, v. 24. He said this to his disciples, not only that they might instruct others concerning it, but that by this rule they might examine their own security. Observe, 1. What it is to be a disciple of Christ; it is to come after him. When Christ called his disciples, this was the word of command, ‘Follow me.’ A true disciple of Christ is one that doth follow him in duty, and shall follow him to glory. He is one that comes after Christ, not one that prescribes to him, as Peter now undertook to do, forgetting his place. A disciple of Christ comes after him, as the sheep after the shepherd, the servant after his master, the soldiers after their captain; he is one that aims at the same end that Christ aimed at, the glory of God, and the glory of heaven: and one that walks in the same way that he walked in, is led by his Spirit, treads in his steps, submits to his conduct, and ‘follows the Lamb, whithersoever he goes,’ Rev 14:4.” [= Kristus, setelah menunjukkan kepada murid-muridNya bahwa Ia harus menderita, dan bahwa Ia siap dan mau / rela untuk menderita, di sini menunjukkan kepada mereka bahwa mereka juga harus menderita, dan harus siap dan mau / rela. Apa yang kita dapatkan dalam ayat-ayat ini merupakan suatu pembicaraan yang berat. I. Di sini dinyatakan hukum dari pemuridan, DAN SYARAT-SYARAT DITENTUKAN, pada mana kita bisa mendapatkan kehormatan dan manfaat darinya, ay 24. Ia mengatakan ini kepada murid-muridNya, bukan hanya supaya mereka bisa mengajar orang-orang lain tentang hal itu, tetapi supaya oleh peraturan ini mereka bisa memeriksa keamanan / keyakinan diri mereka sendiri. Perhatikan, 1. Apa itu menjadi murid Kristus; itu adalah datang di belakangNya. Pada waktu Kristus memanggil murid-muridNya, ini adalah perintahNya, ‘Ikutlah Aku’. Seorang murid sejati dari Kristus adalah seseorang yang mengikut Dia dalam kewajiban, dan akan mengikut Dia pada kemuliaan. Ia adalah seseorang yang datang di belakang Kristus, bukan seseorang yang mengarahkan Dia, seperti Petrus sekarang berusaha lakukan (Mat 16:22), melupakan tempatnya / kedudukannya. Seorang murid dari Kristus datang di belakangNya, seperti domba di belakang gembala, pelayan di belakang tuannya, tentara di belakang kapten / komandan mereka; ia adalah seseorang yang membidik pada tujuan yang sama yang Kristus bidik, kemuliaan Allah, dan kemuliaan surga: dan seseorang yang berjalan di jalan yang sama yang Ia jalani, dibimbing oleh RohNya, menginjak / melangkah dalam langkah-langkahNya, tunduk pada bimbinganNya, dan ‘mengikuti Anak Domba, kemanapun Ia pergi’, Wahyu 14:4.].

Pulpit Commentary (tentang Matius 4:19): “Ver. 19. - ‘Follow me;’ come ye after me (Revised Version); δεῦτε ὀπίσω μου. There is no thought of continuous following from place to place (ἀκολουθεῖν), but of immediate detachment from the present sphere of their interest and of attachment to Jesus as their leader.” [= Ay 19. - ‘Ikutlah Aku’; datanglah kamu di belakangKu (Revised Version); δεῦτε ὀπίσω μου / DEUTE OPISO MOU. Di sana tak ada pemikiran tentang tindakan mengikut terus menerus dari tempat ke tempat (ἀκολουθεῖν / AKOLOUTHEIN), tetapi tentang perpisahan / pemutusan segera / langsung dari ruang lingkup kepentingan mereka sekarang ini dan tentang tindakan mengikatkan diri kepada Yesus sebagai pemimpin mereka.].

Catatan: memang yang penting bukan ikut secara jasmani, tetapi secara rohani / hati.

Barnes’ Notes (tentang Matius 16:24-28): “‘Let him, deny himself.’ That is, let him surrender to God his will, his affections, his body, and his soul. Let him not seek his own happiness as the supreme object, but be willing to renounce all, and lay down his life also, if required.” [= ‘Hendaklah ia menyangkal dirinya sendiri’. Artinya, hendaklah ia menyerahkan kepada Allah kemauan / kehendaknya, perasaan / keinginannya, tubuhnya, dan jiwanya. Hendaklah ia tidak mengusahakan KEBAHAGIAANNYA SENDIRI sebagai tujuan tertinggi / terutama, tetapi mau / rela menyerahkan / menolak semuanya, dan menyerahkan nyawanya juga, jika dibutuhkan / dituntut.].

William Hendriksen (tentang Matius 16:24): “By doing justice to the tenses of the verbs in the original verse 24 may be paraphrased as follows: ‘If anyone wishes to be (counted as) an adherent of mine, he must once and for all say farewell to self, decisively accept pain, shame, and persecution for my sake and in my cause, and must then follow and keep on following me as my disciple.’” [= Dengan memperlakukan secara adil tensa-tensa dari kata-kata kerja dalam bahasa aslinya, ay 24 bisa dituliskan dengan kata-kata sendiri sebagai berikut: ‘Jika siapapun ingin untuk menjadi (diperhitungkansebagai) seorang pengikutKu, ia harus sekali dan selamanya mengucapkan selamat tinggal kepada diri sendiri, dengan ketegasan menerima rasa sakit, rasa malu, dan penganiayaan demi Aku dan dalam perkaraKu, dan lalu harus mengikut dan terus mengikut Aku sebagai muridKu’.].

Bdk. Matius 16:24 - “Lalu Yesus berkata kepada murid-muridNya: ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”.

Catatan: kata ‘menyangkal’, dan ‘memikul’ dalam bahasa Yunani ada dalam bentuk aorist imperative, sedangkan ‘mengikut’ ada dalam present imperative.

William Hendriksen (tentang Mat 16:24): “To deny oneself means to renounce the old self, the self as it is apart from regenerating grace. A person who denies himself gives up all reliance on whatever he is by nature, and depends for salvation on God alone. He no longer seeks to promote his own predominantly selfish interests but has become wrapped up in the cause of promoting the glory of God in his own and in every life, and also in every sphere of endeavor. The best commentary on Matt. 16:24 is Gal. 2:20: ‘I have been crucified with Christ; and it is no longer I who lives, but Christ who lives in me; and that (life) which I now live in flesh I live in faith, (the faith) which is in the Son of God, who loved me and gave himself up for me.’ Denying self means subjecting oneself to Christ’s discipline.” [= Menyangkal diri sendiri berarti menyerahkan / menolak diri sendiri yang lama, diri sendiri sebagaimana itu terpisah dari kasih karunia yang melahirbarukan. Seseorang yang menyangkal dirinya sendiri menyerahkan semua ketergantungan pada apapun adanya dia secara alamiah, dan tergantung untuk keselamatan kepada Allah saja. Ia tidak lagi berusaha untuk memajukan / meningkatkan kepentingan egoisnya sebagai yang terpenting, tetapi telah menjadi sepenuhnya ditenggelamkan dalam perkara untuk memajukan kemuliaan Allah dalam kehidupannya sendiri dan dalam setiap kehidupan, dan juga dalam setiap ruang lingkup dari usaha. Penafsiran yang terbaik tentang Mat 16:24 adalah Gal 2:20: ‘Aku telah disalibkan dengan Kristus; dan bukan aku lagi yang hidup, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku; dan kehidupan itu yang sekarang aku jalani dalam daging aku jalani dalam iman, (iman) yang ada dalam Anak Allah, yang telah mengasihi aku dan telah menyerahkan diriNya untuk aku’. Menyangkal diri sendiri berarti menundukkan diri sendiri pada pendisiplinan Kristus.].

William Hendriksen (tentang Matius 16:24): “The expression ‘take up his cross’ refers to the cross that is suffered because of union with Christ. One ‘follows’ Christ by trusting in him, walking in his footsteps (I Peter 2:21), obeying his commandments out of gratitude for salvation through him, and being willing even to suffer in his cause. Only then, when he is willing and ready to do this can he truly be Christ’s disciple, his adherent.” [= Ungkapan ‘memikul salibnya’ menunjuk pada salib yang diderita karena persatuan dengan Kristus. Seseorang ‘mengikut’ Kristus dengan mempercayai Dia, berjalan dalam langkah-langkahNya (1Petrus 2:21), mentaati perintah-perintahNya karena rasa terima kasih untuk keselamatan melalui Dia, dan bahkan rela menderita dalam perkaraNya. Hanya pada saat itu, pada waktu ia mau dan siap untuk melakukan ini ia bisa menjadi murid Kristus, pengikutNya.].

1Petrus 2:21 - “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya.”.

Catatan:

• bagian yang saya beri garis bawah tunggal menunjukkan bahwa ‘mengikut’ lebih luas dari ‘percaya’.

• bagian yang saya beri garis bawah ganda menunjukkan bahwa itu memang merupakan persyaratan untuk ikut Yesus.

Barclay (tentang Mat 16:24): “They must ‘deny themselves.’ Ordinarily we use the word self-denial in a restricted sense. We use it to mean giving up something. For instance, a week of self-denial may be a week when we do without certain pleasures or luxuries in order to contribute to some good cause. But that is only a very small part of what Jesus meant by self-denial. To deny oneself means in every moment of life to say no to self and yes to God. To deny oneself means finally, once and for all to dethrone self and to enthrone God. ... The life of constant self-denial is the life of constant assent to God.” [= Mereka harus ‘menyangkal diri mereka sendiri’. Biasanya kita menggunakan kata ‘penyangkalan diri’ dalam suatu arti yang terbatas. Kita menggunakan kata itu dalam arti menyerahkan sesuatu. Misalnya, satu minggu penyangkalan diri bisa merupakan satu minggu dimana kita melakukan / menjalani tanpa kesenangan-kesenangan atau kemewahan-kemewahan tertentu untuk bisa memberi sumbangsih pada suatu perkara yang baik. Tetapi itu hanyalah suatu bagian kecil dari apa yang Yesus maksudkan dengan penyangkalan diri. Menyangkal diri sendiri berarti dalam setiap saat dari kehidupan untuk berkata ‘tidak’ kepada diri sendiri dan ‘ya’ kepada Allah. Menyangkal diri sendiri berarti secara tak berubah, sekali dan untuk selamanya, menurunkan diri sendiri dari takhta dan menaikkan Allah ke takhta. ... Kehidupan dari penyangkalan diri yang terus menerus adalah kehidupan dari persetujuan / penerimaan yang terus menerus kepada Allah.].

Barclay (tentang Mat 16:24): “They must ‘take up a cross.’ That is to say, they must take up the burden of sacrifice. The Christian life is the life of sacrificial service. Christians may have to abandon personal ambition to serve Christ; it may be that they will discover that the place where they can render the greatest service to Jesus Christ is somewhere where the reward will be small and the prestige non-existent. They will certainly have to sacrifice time and leisure and pleasure in order to serve God through the service of others.” [= Mereka harus ‘memikul salib’. Artinya, mereka harus memikul beban pengorbanan. Kehidupan Kristen adalah kehidupan dari pelayanan yang bersifat pengorbanan. Orang-orang Kristen bisa harus meninggalkan AMBISI PRIBADI untuk melayani Kristus; merupakan sesuatu yang memungkinkan bahwa mereka akan mendapati bahwa tempat dimana mereka bisa memberikan pelayanan yang terbesar kepada Yesus Kristus adalah tempat dimana upahnya kecil dan penghormatannya tidak ada. Mereka pasti harus mengorbankan waktu dan waktu senggang dan kesenangan untuk melayani Allah melalui pelayanan kepada orang-orang lain.].

Pulpit Commentary (tentang Matius 16:24): “If a man follows Jesus, it must be by his own free-will, and he must voluntarily renounce everything that might hinder his discipleship, denying himself even in things lawful that he may approach the likeness of his Master.” [= Jika seseorang mengikut Yesus, itu harus oleh kehendak bebasnya, dan ia harus dengan sukarela menolak segala sesuatu yang bisa menghalangi pemuridannya, menyangkal dirinya sendiri, BAHKAN DALAM HAL-HAL YANG SAH / DIIJINKAN OLEH HUKUM, supaya ia bisa mendekati keserupaan dengan Tuannya.].

Pulpit Commentary (tentang Matius 16:24): “Ver. 24. - The great condition. The heart-searching truths of this verse are too often neglected in popular presentations of the gospel. We have a Christianity made easy as an accommodation to an age which loves personal comfort. Not only is this unfaithful to the truth, no part of which we have any right to keep back; it is most foolish and shortsighted. It prepares for a surprising disappointment when the inevitable facts are discovered; and it does not really attract. A religion of sweetmeats is sickening. ... Christ sets the example of the higher and truer method; he does not shun to set before us the dangers and difficulties of the Christian course. If we meet with them we cannot say we have not been warned.” [= Ay 24. - Syarat yang besar. Kebenaran-kebenaran yang menyelidiki hati dari ayat ini terlalu sering diabaikan dalam penyajian populer dari injil. Kita mempunyai kekristenan yang dibuat jadi mudah sebagai suatu penyesuaian dengan suatu jaman yang mencintai kenyamanan pribadi. Bukan hanya hal ini merupakan ketidak-setiaan pada kebenaran, karena tak ada bagian yang berhak kita tahan; tetapi itu juga adalah paling tolol dan picik. Hal itu mempersiapkan untuk suatu kekecewaan yang mengejutkan pada waktu fakta-fakta yang tak terelakkan didapati; dan itu tidak betul-betul menarik. Suatu agama dari makanan yang enak / manis adalah menjijikkan. ... Kristus memberikan contoh dari metode yang lebih tinggi dan lebih benar; Ia tidak menghindari untuk memberikan di depan kita bahaya-bahaya dan kesukaran-kesukaran dari jalan Kristen. Jika kita bertemu dengan mereka kita tidak bisa berkata bahwa kita belum diperingatkan.].

Matius 10:37-38 - “(37) Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu. (38) Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiKu.”.

Lukas 14:26 - “‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu.”.

William Hendriksen (tentang Lukas 14:26): “When an alien wishes to become a citizen of the United States of America he must renounce allegiance to his native land and take an oath of loyalty to the country of his choice. This does not mean that he cannot continue to think highly of the nation to which he has said Farewell, but it does mean that from now on he must serve ‘the land of the free and the home of the brave.’ Even far more absolute and unconditional must be the loyalty which citizens of the kingdom of God sustain toward their heavenly country and its ‘Lord of lords and King of kings.’ If a person is unwilling to tender that unconditional devotion, then, says Jesus, ‘he cannot be my disciple.’” [= Pada waktu seorang asing ingin menjadi seorang warga negara dari Amerika Serikat, ia harus menyerahkan / menolak kesetiaan / kewajiban terhadap negara asalnya dan bersumpah setia pada negara pilihannya. Ini tidak berarti bahwa ia tak bisa melanjutkan untuk berpikir / menilai tinggi tentang bangsa terhadap mana ia telah mengatakan ‘Selamat tinggal’, tetapi itu berarti bahwa sejak saat ini dan seterusnya ia harus melayani ‘negara dari orang-orang bebas dan rumah bagi orang-orang berani’. Bahkan jauh lebih mutlak dan tak bersyarat kesetiaan yang warga negara dari kerajaan Allah harus pelihara / pertahankan terhadap negara surgawi mereka dan ‘Tuhan dari segala Tuhan dan Raja dari segala Raja’nya. Jika seseorang tidak mau memberikan pembaktian tak bersyarat itu, maka, kata Yesus, ‘ia tidak bisa menjadi muridKu’.].

Catatan: kata-kata yang saya garis-bawahi dikutip oleh William Hendriksen dari lagu kebangsaan Amerika Serikat.

William Hendriksen (tentang Matius 10:37): “To belong to Christ is a privilege so inestimable that no other relationship can replace it. It is a duty so imperative that no other obligation is more binding. See Acts 5:29. If the choice is between a parent or Christ, the parent’s wish, no matter how ardent, should be rejected; if between a child or Christ, the child’s wish, no matter how vehement must be overridden. This must be done out of predominating love for Christ. Those who refuse this supreme loyalty to Jesus are ‘not worthy’ of him, that is, not deserving of belonging to him and being honored by him.” [= Menjadi milik Kristus merupakan suatu hak yang begitu tak ternilai sehingga tak ada hubungan lain yang bisa menggantikannya. Merupakan suatu kewajiban yang begitu penting / mendesak sehingga tak ada kewajiban yang lain yang lebih mengikat / merupakan kewajiban. Lihat Kis 5:29. Jika pilihannya adalah antara orang tua atau Kristus, keinginan orang tua, tak peduli betapa hangat /sungguh-sungguhnya, harus ditolak; jika antara seorang anak atau Kristus, keinginan anak, tak peduli betapa penuh semangatnya, harus disingkirkan. Ini harus dilakukan dari kasih yang mendominasi untuk Kristus. Mereka yang menolak kesetiaan tertinggi kepada Yesus ini ‘tidak layak’ bagiNya, artinya, tidak layak menjadi milikNya dan dihormati olehNya.].

Kis 5:29 - “Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: ‘Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.”.

Lukas 14:33 - “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu.”.

Calvin (tentang Luk 14:33): “‘So then every one of you.’ This clause shows what is meant by the ‘calculation of expenses,’ with which Christ enjoins his followers to begin: it is to lead them to consider that they must ‘forsake all.’ In vain do persons who are delighted with an easy, indolent life, and with exemption from the cross, undertake a profession of Christianity. Those persons are said to ‘forsake all’ who prefer Christ so greatly, both to their own life, and to all the wishes of the flesh, that nothing deters them from the right course.” [= ‘Jadi / maka setiap orang dari kalian’. Anak kalimat ini menunjukkan apa yang dimaksudkan dengan ‘perhitungan ongkos’ (ay 28), dengan mana Kristus memerintahkan pengikut-pengikutNya untuk mulai: itu harus membimbing mereka untuk mempertimbangkan bahwa mereka harus ‘meninggalkan semua’. Sia-sia orang yang senang dengan suatu kehidupan yang mudah, malas / tak menyebabkan rasa sakit, dan dengan dibebaskan dari salib, memulai suatu pengakuan tentang kekristenan. Orang-orang itu dikatakan ‘meninggalkan segala sesuatu’ yang lebih memilih Kristus dengan begitu lebih besar, baik dari hidup mereka sendiri, maupun dari semua keinginan-keinginan daging, sehingga tak ada apapun menghalangi mereka dari jalan yang benar.].

Lukas 14:28 - “Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?”.

KJV: ‘counteth the cost’ [= menghitung ongkosnya].

Calvin (tentang Lukas 14:33): “It would be absurd to insist on a literal interpretation of the phrase, as if no man were a disciple of Christ, till he threw into the sea all that he possessed, divorced his wife, and bade farewell to his children. Such idle dreams led foolish people to adopt a monastic life, as if those who intend to come to Christ must leave off humanity. Yet no man truly forsakes all that he possesses till he is prepared at every instant to leave all, gives himself free and unconstrained to the Lord, and, rising above every hindrance, pursues his calling. Thus the true self-denial which the Lord demands from his followers does not consist so much in outward conduct as in the affections; so that every one must employ the time which is passing over him without allowing the objects which he directs by his hand to hold a place in his heart.” [= Merupakan sesuatu yang menggelikan untuk berkeras pada suatu penafsiran hurufiah dari ungkapan itu seakan-akan tak seorangpun adalah seorang murid Kristus, sampai ia membuang ke laut semua yang ia miliki, menceraikan istrinya, dan mengucapkan selamat tinggal kepada anak-anaknya. Mimpi-mimpi tak bernilai / sia-sia seperti itu membimbing orang-orang tolol untuk memilih suatu kehidupan biara, seakan-akan mereka yang bermaksud untuk datang kepada Kristus harus meninggalkan kemanusiaan. Tetapi tak seorangpun meninggalkan semua yang ia miliki sampai ia siap pada setiap saat untuk meninggalkan semua, memberikan dirinya sendiri dengan bebas dan tanpa paksaan kepada Tuhan, dan, naik di atas setiap halangan, mengejar panggilannya. Jadi penyangkalan diri yang sejati yang Tuhan tuntut dari pengikut-pengikutNya tidak terdiri begitu banyak dalam tingkah laku lahiriah seperti dalam perasaan / kasih; sehingga setiap orang harus menggunakan waktu yang melewatinya tanpa mengijinkan obyek-obyek yang ia perintah / arahkan dengan tangannya untuk menempati suatu tempat dalam hatinya.].

Catatan: saya tak terlalu mengerti arti dari bagian yang saya beri garis bawah ganda.
KESIAPAN UNTUK MENJADI MURID (1)

II) Tanggapan dari tiga orang dan jawaban Yesus.

A) Orang pertama (Lukas 9: 57-58).
Lukas 9: 57-58: “(57) Ketika Yesus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: ‘Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.’ (58) Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’”.

1) Dalam Injil Matius dikatakan bahwa orang pertama ini adalah seorang ahli Taurat.
Matius 8:19-20 - “(19) Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepadaNya: ‘Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.’ (20) Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’”.

2) Kata-kata orang ini sebetulnya benar; orang yang percaya / ikut Yesus harus mau ikut Dia kemanapun Ia pergi.

Wahyu 14:4 - “Mereka adalah orang-orang yang tidak mencemarkan dirinya dengan perempuan-perempuan, karena mereka murni sama seperti perawan. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu KE MANA SAJA IA PERGI. Mereka ditebus dari antara manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu.”.

3) Tetapi bagaimanapun, pasti ada kesalahan dalam diri ahli Taurat ini!
Boleh dikatakan semua penafsir mempunyai pandangan bahwa ia pasti mempunyai kesalahan. Mengapa / dari mana para penafsir menyalahkan orang ini, padahal kalau dilihat kata-katanya, kelihatannya ia adalah orang yang sungguh-sungguh mau ikut Yesus? Dari jawaban Yesus dalam Lukas 9: 58.

Lukas 9: 58: “Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’”.

Jawaban seperti ini tidak mungkin diberikan oleh Yesus kalau Ia tidak melihat sesuatu yang buruk / salah dalam diri ahli Taurat ini, pada saat ia berkata bahwa ia mau ikut Yesus kemanapun Yesus pergi.

4) Kalau begitu, lalu apa kesalahan orang pertama ini?
Ada beberapa kemungkinan yang diberikan oleh para penafsir tentang kesalahan orang pertama ini:

a) Semangatnya membuatnya membuat janji dengan begitu mudah, yang pada masa kesukaran akan sukar untuk ditepati.

R. C. Sproul: “As the Lord and his disciples traveled to Jerusalem a man said to Jesus, ‘I will follow you wherever you go’ (Luke 9:57). How often we have heard and made such professions. It is easy to make promises in the flush of joy and enthusiasm, but not so easy to keep them in difficult times.” [= Pada waktu Tuhan dan murid-muridNya berjalan ke Yerusalem seseorang berkata kepada Yesus, ‘Aku akan mengikuti Engkau kemanapun Engkau pergi’ (Luk 9:57). Betapa sering kita telah mendengar dan membuat pengakuan-pengakuan seperti itu. Adalah mudah untuk membuat janji-janji dalam semangat dari sukacita dan antusiasme, tetapi tidak begitu mudah untuk menjaga / menepati mereka dalam masa-masa sukar.] - Libronix.

Penerapan: bandingkan dengan janji-janji yang diberikan pada saat KKR, atau pada saat pacaran!

b) Matthew Henry dan beberapa penafsir lain, mengatakan bahwa orang ini ingin mengikut Kristus tetapi ia tidak lebih dulu menghitung ongkosnya.

Bdk. Lukas 14:25-33 - “(25) Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalananNya. Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: (26) ‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. (27) Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu. (28) Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya [KJV: ‘counteth the cost’ {= menghitung ongkosnya}], kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? (29) Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, (30) sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya. (31) Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? (32) Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian. (33) Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu.”.

Matthew Henry: “Here is one that is extremely forward to follow Christ immediately, but seems to have been too rash, hasty, and inconsiderate, and not to have set down and counted the cost.” [= Di sini ada seseorang yang sangat ingin untuk mengikut Kristus dengan segera, tetapi kelihatannya terlalu tergesa-gesa, cepat-cepat, dan tanpa pertimbangan, dan duduk dan menghitung ongkosnya.].

Pulpit Commentary: “These three men are types of classes whose representatives we need not go far to seek. 1. There is the hasty disciple. (Ver. 57.) ‘Lord, I will follow thee whithersoever thou goest.’ There is no discernment of what is implied in the ‘whither-soever.’ There is no counting of the cost. He is the man of impulse and fresh warm feeling, who has ‘received some word of Jesus with joy, yet has no root in himself.’ The ‘I will’ stands forth in its own strength, which is but weakness. Observe how the Lord deals with him. He does not reject the offer made; only he sends the man to prayer and self-review, giving him, in one far-reaching sentence, to see what in his rashness he had been undertaking. ‘Follow me whither-soever I go? Knowest thou not that I am the poorest of all; that, in my Father’s world, I am the One despised and rejected. No throne, no royalties, no kingdom as thou conceivest of a kingdom? The fox has its hole, the bird has its nest, the Son of man hath not where to lay his head. Think, then, on that to which thou wouldst pledge thyself.’ A word still called for! The will which is eager to follow is sometimes slow to receive the Law of the spirit of the life which is in Christ Jesus.” [= Tiga orang ini adalah jenis-jenis dari golongan-golongan yang wakil-wakilnya kita tak perlu pergi jauh untuk mencari. 1. Di sana ada murid yang tergesa-gesa. (Lukas 9: 57). ‘Tuhan, aku akan mengikut Engkau kemanapun Engkau pergi’. Di sana tidak ada pengertian tentang apa yang terlibat dalam kata ‘kemanapun’. Di sana tidak ada perhitungan tentang ongkosnya. Ia adalah orang dari dorongan hati yang tiba-tiba dan perasaan hangat yang segar, yang ‘telah menerima beberapa firman dari Yesus dengan sukacita, tetapi tidak mempunyai akar dalam dirinya sendiri’ (bdk. Mat 13:5-6,20-21). Kata-kata ‘Aku mau’ menunjukkan kekuatannya sendiri, yang hanyalah kelemahan (bdk. Matius 26:41). Perhatikan bagaimana Tuhan menangani dia. Ia tidak menolak tawaran yang dibuat; hanya mengarahkan orang itu pada doa dan melakukan pemeriksaan diri, memberi dia, dalam satu kalimat yang jauh jangkauannya, untuk melihat apa yang telah ia janjikan dalam ketergesa-gesaan. "Mengikut Aku kemanapun Aku pergi? Tidak tahukah kamu bahwa Aku adalah orang yang paling miskin dari semua; bahwa, dalam dunia BapaKu, Aku adalah ‘Yang dihina dan ditolak’. Tak ada takhta, tak ada status / otoritas raja, tak ada kerajaan sebagaimana yang engkau mengerti tentang suatu kerajaan? Rubah mempunyai liangnya, burung mempunyai sarangnya, Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya. Jadi, renungkan hal pada mana engkau sendiri telah berjanji". Suatu kata-kata yang tetap dibutuhkan! Kehendak yang sangat ingin untuk mengikut kadang-kadang lambat untuk menerima hukum dari Roh kehidupan yang ada dalam Kristus Yesus.] - hal 252.

J. C. Ryle: “the person who made this offer was evidently speaking without thought. He had never considered what discipleship involved. He had never counted the cost. ... He must not suppose that everything would be plain sailing in Christ’s service. Was he prepared for this? Was he ready to endure hardness (see 2 Timothy 2:3)? If not, he had better withdraw his offer to be a disciple. Our Lord would have no one enlisted under false pretenses. He does not want us to be ignorant that we have deadly enemies - the world, the flesh, and the Devil - and that many will hate us, slander us, and persecute us if we become his disciples. He does not wish to discourage us, but he does want us to know the truth.” [= Orang yang membuat tawaran ini jelas sedang berbicara tanpa berpikir. Ia tidak pernah mempertimbangkan apa ongkos dari kemuridan. Ia tidak pernah menghitung ongkosnya. ... Ia tidak boleh menganggap bahwa segala sesuatu akan merupakan pelayaran yang mulus dalam pelayanan Kristus. Apakah ia siap untuk ini? Apakah ia siap untuk menahan kesukaran / hal-hal yang keras (2Tim 2:3)? Jika tidak, ia lebih baik menarik kembali tawarannya untuk menjadi seorang murid. Tuhan kita tidak mau seorangpun terdaftar di bawah khayalan-khayalan palsu. Ia tidak ingin kita tidak tahu bahwa kita mempunyai musuh-musuh yang mematikan - dunia, daging, dan Iblis / setan - dan bahwa banyak orang akan membenci kita, memfitnah kita, dan menganiaya kita jika kita menjadi murid-muridNya. Ia tidak ingin mengecilkan hati kita, tetapi Ia ingin kita mengetahui kebenarannya.] - Libronix.
2Tim 2:3 - “Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus.”.

I. Howard Marshall: “The man is willing to follow Jesus literally where he goes (22:33). The thought is of belonging to the close group of disciples who accompanied Jesus on his travels rather than to the wider group who were not called to be with him in this way. ... But Jesus bids the man count the cost. As the Son of man he experiences rejection and homelessness, and (it is implied) his followers must be prepared for the same experience.” [= Orang ini mau mengikuti Yesus kemanapun Ia pergi (22:33). Pemikirannya adalah termasuk dalam kelompok yang dekat dari murid-murid yang menyertai Yesus dalam perjalananNya dan bukannya kelompok yang lebih besar yang tidak dipanggil untuk bersama dengan Dia dengan cara ini. ... Tetapi Yesus meminta orang itu untuk menghitung ongkosnya. Sebagai Anak Manusia Ia mengalami penolakan dan keadaan tak punya rumah, dan (itu dinyatakan secara implicit) para pengikutNya harus siap untuk pengalaman yang sama.] - ‘The Gospel of Luke’ (Libronix).

Lenski: “From the reply of Jesus we see that this man is too ready, his offer too complete. It resembles that of Peter recorded in John 13:36, 37; Luke 22:33. He is like the seed on stony ground that grew quickly but lacked root to withstand the hot sun. He is an idealist, enthusiastic, of sanguine temperament. He is superficial and does not count the cost. He sees the soldiers on parade, the fine uniforms and the glittering arms, and is eager to join but forgets the exhausting marches, the bloody battles, the graves, perhaps unmarked. It is less cruel to disillusion such a man than to let him rush in and go down in disappointment.” [= Dari jawaban Yesus kita melihat bahwa orang ini ‘terlalu siap’, tawaran / usulnya terlalu lengkap / sempurna. Itu menyerupai tawaran / usul Petrus yang dicatat dalam Yoh 13:36,37; Luk 22:33. Ia seperti benih di tanah berbatu yang tumbuh dengan cepat tetapi tak mempunyai akar untuk menahan matahari yang panas (Mat 13:5-6,20-21). Ia seorang idealist, antusias, bertemperamen sanguinis. Ia dangkal / bersifat lahiriah dan tidak menghitung ongkosnya (Luk 14:28). Ia melihat parade / tentara berbaris, seragam yang bagus dan senjata yang berkilau, dan sangat ingin untuk bergabung tetapi melupakan tindakan berbaris yang menghabiskan tenaga, pertempuran-pertempuran yang berdarah, kuburan-kuburan yang mungkin tidak ditandai. Adalah tidak terlalu kejam untuk menghancurkan idealisme dari orang seperti itu, dari pada membiarkannya untuk melakukan hal itu tanpa persiapan dan jatuh dalam kekecewaan.].

Yohanes 13:36-37 - “(36) Simon Petrus berkata kepada Yesus: ‘Tuhan, ke manakah Engkau pergi?’ Jawab Yesus: ‘Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku.’ (37) Kata Petrus kepadaNya: ‘Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagiMu!’”.

Lukas 22:33 - “Jawab Petrus: ‘Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!’”.

Bdk. Matius 13:5-6,20-21 - “(5) Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. (6) Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. ... (20) Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. (21) Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.”.

William Hendriksen (tentang Lukas 9:57-58): “Therefore let the scribe figure the cost before he builds the tower. Let him consider that permanent discipleship implies struggle and warfare. ... To be sure, there are glorious rewards for all true followers of the Lord, but it is ever the way of the cross that leads home (Matt. 10:24; Luke 14:26; John 16:33; II Tim. 3:12; Heb. 13:13).” [= Karena itu hendaklah ahli Taurat itu menghitung ongkosnya sebelum ia membangun menara. Biarlah ia mempertimbangkan bahwa kemuridan yang permanen melibatkan pergumulan dan peperangan. ... Memang pasti, di sana ada upah / pahala yang mulia bagi semua pengikut Tuhan, tetapi jalan saliblah yang selalu membimbing ke rumah (Matius 10:24; Lukas 14:26; Yohanes 16:33; 2Tim 3:12; Ibr 13:13).].
Mat 10:24-25 - “(24) Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. (25) Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya.”.
Lukas 14:26 - “‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu.”.
Yohanes 16:33 - “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.’”.
2Tim 3:12 - “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya,”.
Ibrani 13:13 - “Karena itu marilah kita pergi kepadaNya di luar perkemahan dan menanggung kehinaanNya.”.

Saya sendiri ingin menambahkan beberapa ayat:

1Petrus 4:12 - “Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu.”.

2Korintus 1:8-9a - “(8) Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. (9a) Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati.”.

Dan kalau mau text yang panjang, baca seluruh Ibr 11, tentang pahlawan-pahlawan iman, dan penderitaan-penderitaan mereka!

Tetapi bagaimana dengan ayat di bawah ini?
Matius 11:30 - “Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKupun ringan.’”.
Ini akan saya bahas, kalau saya membahas Luk 10:21-22. Untuk sekarang ini cukuplah kalau saya katakan bahwa kita tak bisa menafsirkan Mat 11:30 sehingga menabrak ayat-ayat yang banyak itu.

William Barclay (tentang Mat 8:18-22): “No sooner had the scribe undergone this reaction than Jesus told him that the foxes have their lairs and the birds of the sky have a place in the trees to rest, but the Son of Man has no place on earth to lay his head. It is as if Jesus said to this man: ‘Before you follow me - think what you are doing. Before you follow me - count the cost.’ Jesus did not want followers who were swept away by a moment of emotion, which quickly blazed and just as quickly died. He did not want those who were carried away by a tide of mere feeling, which quickly flowed and just as quickly ebbed. He wanted disciples who knew what they were doing. He talked about taking up a cross (Matthew 10:38). He talked about setting himself above the dearest relationships in life (Luke 14:26); he talked about giving away everything to the poor (Matthew 19:21). He was always saying: ‘Yes, I know that your heart is running out to me, but - do you love me enough for that?’” [= Segera setelah ahli Taurat ini melewati tanggapan ini Yesus memberitahunya bahwa rubah mempunyai liang / sarang dan burung-burung di langit mempunyai suatu tempat di pohon-pohon untuk beristirahat, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat di bumi untuk meletakkan kepalaNya. Itu adalah seakan-akan Yesus berkata kepada orang ini: ‘Sebelum engkau mengikuti Aku - pikirkan apa yang engkau sedang lakukan. Sebelum engkau mengikuti Aku - hitunglah ongkosnya’. Yesus tidak menginginkan pengikut-pengikut yang ditenggelamkan oleh suatu saat emosionil, yang dengan cepat berkobar dan dengan sama cepatnya mati / padam. Ia tidak menginginkan mereka yang terbawa oleh suatu pasang dari semata-mata perasaan, yang dengan cepat mengalir / meningkat dan dengan sama cepatnya surut. Ia menginginkan murid-murid yang mengetahui apa yang mereka sedang lakukan. Ia berbicara tentang pemikulan salib (Mat 10:38). Ia berbicara tentang meletakkan diriNya sendiri di atas hubungan-hubungan yang paling dikasihi / dihargai dalam kehidupan (Lukas 14:26); Ia berbicara tentang memberikan segala sesuatu kepada orang-orang miskin (Matius 19:21). Ia selalu berkata: ‘Ya, Aku tahu bahwa hatimu sedang lari dengan cepat kepadaKu, tetapi - apakah engkau mengasihi Aku secara cukup untuk itu?’].

c) Ia ingin ikut Yesus karena ingin mendapatkan keuntungan duniawi.

Barnes’ Notes (tentang Matius 8:19-20): “It is not improbable that this man had seen the miracles of Jesus, and had formed an expectation that by following him he would obtain some considerable worldly advantage. Christ, in reply to his professed purpose to follow him, proclaimed his own poverty, and dashed the hopes of the avaricious scribe.” [= Bukannya tidak mungkin bahwa orang ini telah melihat mujijat-mujijat dari Yesus, dan telah membentuk suatu pengharapan bahwa dengan mengikuti Dia ia akan mendapatkan beberapa keuntungan duniawi yang besar. Kristus, dalam menjawab tujuan yang diakuinya untuk mengikuti Dia, menyatakan kemiskinanNya, dan menghancurkan pengharapan-pengharapan dari si ahli Taurat yang tamak.].

Bandingkan ini dengan Simon tukang sihir dalam Kis 8!

William Hendriksen (tentang Luk 9:57-58): “As to the first aspirant, what he says to Jesus is a remarkable declaration indeed, especially coming, as Matthew states, from a scribe. ... As a group the scribes were generally hostile to Jesus (Luke 5:21, 30; 6:7; 9:22; 11:53, 54; 15:2; 19:47; 20:1, 2, 19, 46; 22:2, 66–71; 23:10). Moreover, the scribes were themselves teachers; yet this teacher acknowledges Jesus as his teacher and so addresses him. Finally, of his sincerity there can be no doubt. At the particular moment when he uttered his promise he actually meant it: he wanted to be a constant follower of Jesus. There is something very attractive about the words, ‘I will follow you wherever you go.’ ... Nevertheless, as Christ’s answer clearly indicates, this man’s intentions were not altogether honorable. He saw crowds, miracles, enthusiasm, etc. It seemed so good to be closely associated with the One who was in the very center of all this action. So, he wanted to be Christ’s disciple, but he failed to understand the implications of discipleship, namely, self-denial, sacrifice, service, suffering!” [= Berkenaan dengan pemohon yang pertama, apa yang ia katakan kepada Yesus memang merupakan suatu pernyataan yang menyolok / luar biasa, khususnya karena itu datang, seperti Matius nyatakan, dari seorang ahli Taurat. ... Sebagai suatu kelompok ahli-ahli Taurat pada umumnya bersikap bermusuhan terhadap Yesus (Luk 5:21,30; 6:7; 9:22; 11:53,54; 15:2; 19:47; 20:1,2,19,46; 22:2,66–71; 23:10). Lebih lagi, ahli-ahli Taurat sendiri adalah guru-guru; tetapi guru ini mengakui Yesus sebagai gurunya dan menyebutNya demikian. Terakhir, tentang ketulusannya di sana tak ada keraguan. Pada saat khusus / tertentu pada waktu ia mengucapkan janjinya, ia betul-betul memaksudkannya: ia ingin untuk menjadi seorang pengikut konstan dari Yesus. Di sana ada sesuatu yang sangat menarik tentang kata-kata, ‘Aku akan mengikut Engkau kemana saja Engkau pergi’. ... Tetapi bagaimanapun, seperti yang jawaban Kristus tunjukkan secara jelas, maksud orang ini tidaklah sepenuhnya terhormat. Ia melihat kumpulan orang banyak, mujijat-mujijat, semangat, dsb. Kelihatannya begitu bagus untuk berhubungan / terlibat secara dekat dengan Orang yang ada di tengah-tengah dari semua tindakan ini. Jadi, ia ingin menjadi murid Kristus, tetapi ia gagal untuk mengerti hal-hal yang terlibat dalam kemuridan, yaitu, penyangkalan diri, pengorbanan, pelayanan, penderitaan!].

Ilustrasi: orang yang mau menaklukkan Mount Everest, membayangkan dirinya sampai di puncak, menancapkan bendera di puncak, menikmati keindahan pemandangan di puncak, membuat foto-foto selfie di puncak yang nantinya bisa ia pamerkan kepada seadanya orang, membayangkan bahwa pada waktu pulang ia akan disambut dan dielu-elukan oleh banyak orang, bahkan mungkin akan menghadap presiden untuk mendapatkan penghormatan, masuk koran / TV, dan sebagainya. Tetapi ia tak pernah mempertimbangkan apa yang harus ia siapkan, baik barang-barang maupun fisiknya, dan kesukaran dan penderitaan, dan bahkan resiko / bahaya apa yang harus ia alami, sebelum ia bisa sampai ke puncak Mount Everest!

Calvin kelihatannya mempunyai pandangan yang sama dengan Albert Barnes. Tetapi kelihatannya Calvin juga menambahkan hal-hal yang termasuk dalam point b) di atas.

Calvin (tentang Mat 8:19): “Whence arose the great readiness of the scribe to prepare himself immediately to accompany Christ, but from his not having at all considered the hard and wretched condition of his followers? We must bear in mind that he was a scribe, who had been accustomed to a quiet and easy life, had enjoyed honor, and was ill-fitted to endure reproaches, poverty, persecutions, and the cross. He wishes indeed to follow Christ, but dreams of an easy and agreeable life, and of dwellings filled with every convenience; whereas the disciples of Christ must walk among thorns, and march to the cross amidst uninterrupted afflictions. The more eager he is, the less he is prepared. He seems as if he wished to fight in the shade and at ease, neither annoyed by sweat nor by dust, and beyond the reach of the weapons of war. There is no reason to wonder that Christ rejects such persons: for, as they rush on without consideration, they are distressed by the first uneasiness of any kind that occurs, lose courage at the first attack, give way, and basely desert their post. Besides, this scribe might have sought a place in the family of Christ, in order to live at his table without expense, and to feed luxuriously without toil. Let us therefore look upon ourselves as warned, in his person, not to boast lightly and at ease, that we will be the disciples of Christ, while we are taking no thought of the cross, or of afflictions; but, on the contrary, to consider early what sort of condition awaits us. The first lesson which he gives us, on entering his school, is to ‘deny ourselves, and take up his cross,’ (Matthew 16:24.)” [= Dari mana muncul kesiapan yang begitu besar dari ahli Taurat ini untuk segera mempersiapkan dirinya sendiri untuk menyertai Kristus, kecuali dari tidak adanya pertimbangan sama sekali keadaan sukar / berat dan buruk dari pengikut-pengikutNya? KITA HARUS MENGINGAT BAHWA IA ADALAH SEORANG AHLI TAURAT, YANG TELAH TERBIASA PADA SUATU KEHIDUPAN YANG TENANG DAN MUDAH, TELAH MENIKMATI PENGHORMATAN, DAN TIDAK COCOK UNTUK MENAHAN CELAAN-CELAAN, KEMISKINAN, PENGANIAYAAN DAN SALIB. Ia memang ingin untuk mengikut Kristus, tetapi ia bermimpi tentang suatu kehidupan yang mudah dan menyenangkan, dan tentang tempat tinggal yang penuh dengan setiap kenyamanan; sedangkan murid-murid Kristus harus berjalan di antara duri-duri, dan berbaris pada salib di tengah-tengah penderitaan yang terus menerus. Makin ia ingin cepat-cepat, makin ia kurang siap. Ia kelihatan seakan-akan ingin untuk bertempur di bawah bayang-bayang dan dengan santai, tak diganggu oleh keringat atau oleh debu, dan berada di luar jangkauan dari senjata-senjata perang. Di sana tidak ada alasan untuk heran bahwa KRISTUS MENOLAK ORANG-ORANG SEPERTI INI: karena, pada waktu mereka tergesa-gesa tanpa pertimbangan, mereka akan menderita oleh ketidak-nyamanan pertama dari jenis apapun yang terjadi, kehilangan keberanian pada serangan pertama, mundur / ambruk, dan secara hina meninggalkan posisi dimana mereka ditempatkan. Disamping, ahli Taurat ini bisa telah mencari suatu tempat dalam keluarga Kristus, supaya bisa hidup dari mejaNya tanpa biaya, dan untuk makan secara mewah tanpa jerih payah. Karena itu, hendaklah kita melihat kepada diri kita sendiri sebagai diperingatkan dalam diri orang ini, untuk tidak bermegah dengan enteng dan mudah, bahwa kita akan menjadi murid-murid Kristus, sedangkan / pada waktu kita tidak mempunyai pemikiran tentang salib, atau penderitaan-penderitaan; tetapi, sebaliknya, untuk mempertimbangkan dari awal jenis keadaan yang bagaimana yang menantikan kita. Pelajaran pertama yang Ia berikan kepada kita, pada waktu memasuki sekolahNya, adalah ‘menyangkal diri kita sendiri, dan memikul salibNya’, (Mat 16:24).].

Catatan: Saya ingin mengomentari 2 bagian yang saya cetak dengan huruf besar dan beri warna hijau.
1. Bagian yang pertama, itu tidak mutlak. Paulus juga berasal dari kalangan seperti itu, tetapi ia bisa menjadi murid / pengikut Kristus!
2. Bagian yang kedua itu kurang tepat. Kristus tidak menolak orang itu, tetapi lebih cocok kalau dikatakan bahwa Kristus menyuruh orang itu mempertimbangkan niatnya lebih dulu, menghitung ongkosnya, dan sebagainya.

Calvin (tentang Matius 8:20): “‘Foxes have holes.’ The Son of God describes by these words what was his condition while he lived on the earth, but, at the same time, informs his disciples what sort of life they must be prepared to expect. And yet it is strange that Christ should say, that he had not a foot of earth on which he could ‘lay his head,’ while there were many godly and benevolent persons, who would willingly receive him into their houses. But this was spoken, it ought to be observed, as a warning to the scribe, not to expect an abundant and rich hire, as if he had a wealthy master, while the master himself receives a precarious subsistence in borrowed houses.” [= ‘Rubah mempunyai liang’. Anak Allah menggambarkan dengan kata-kata ini bagaimana keadaanNya pada waktu Ia hidup di bumi / dunia, tetapi, pada saat yang sama, memberi informasi kepada murid-muridNya jenis kehidupan yang bagaimana yang mereka harus siap untuk harapkan. Tetapi adalah aneh bahwa Kristus berkata, bahwa Ia tidak mempunyai satu kaki dari bumi / dunia pada mana Ia bisa ‘meletakkan kepalaNya’, sedangkan di sana ada banyak orang-orang saleh dan baik, yang mau menerima Dia di dalam rumah mereka. Tetapi harus diperhatikan, bahwa ini diucapkan sebagai suatu peringatan kepada ahli Taurat itu, untuk tidak mengharapkan upah / bayaran yang berlimpah-limpah dan kaya / banyak, seakan-akan ia mempunyai seorang tuan yang kaya, sedangkan tuan itu sendiri menerima hal-hal untuk bertahan hidup yang tergantung pada kebaikan orang dalam rumah-rumah yang dipinjam.].

Lenski: “Jesus neither accepts nor declines his offer. His reply strikes the heart of the matter: the man must see what his offer involves, not in idealism, but in sober, sane realism. Jesus illuminates the way on which he leads his disciples, and this way is not bordered with roses.” [= Yesus tidak menerima ataupun menolak tawarannya. JawabanNya memukul pokok / inti dari persoalannya: orang itu harus melihat apa yang terlibat dalam tawarannya, bukan dalam idealisme, tetapi dalam realisme yang sadar dan waras. Yesus menerangi jalan pada mana Ia membimbing murid-muridNya, dan jalan ini bukannya dibatasi dengan bunga-bunga mawar.].

Catatan: ini perlu diingat dan dicamkan oleh semua orang kristen yang dalam memberitakan Injil, hanya memberitakan enak-enaknya saja!!! Dan juga oleh orang Kristen yang mendengar ajaran semacam itu, dan mempercayainya! Bandingkan dengan ajaran tentang ‘rapture’, yang mengatakan bahwa orang percaya sudah diangkat SEBELUM masa kesukaran besar!

Leon Morris (Tyndale): “Animals and birds have their places of habitation, ‘but the Son of man has nowhere to lay his head.’ This is an incidental glimpse of the cost of the incarnation. And it shows that the follower of Jesus must not reckon on luxurious living.” [= Binatang-binatang dan burung-burung mempunyai tempat tinggal mereka, ‘tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya’. Ini adalah suatu kilasan yang terjadi tentang harga dari inkarnasi. Dan itu menunjukkan bahwa pengikut Yesus tidak boleh memperhitungkan kehidupan yang mewah.].

Komentar saya: alangkah ‘sesuainya’ kata-kata Leon Morris ini dengan ajaran dari Theologia Kemakmuran!!! Tentu saja saya mengucapkan ini secara sarkastik!

Bdk. Matius 13:7,22 - “(7) Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. ... (22) Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.”.

David Gooding: “Those who start out to follow Christ on the road to glory, must be prepared to give up the idea of this world as their home; they become travellers, restlessly moving on, using life’s lodging-houses on the way, but with no place to settle down this side of heaven.” [= Mereka yang mulai mengikut Kristus di jalan menuju kemuliaan, harus siap untuk menyerahkan gagasan tentang dunia ini sebagai rumah mereka; mereka menjadi orang yang bepergian, bergerak tanpa henti, menggunakan rumah-rumah sewaan dari kehidupan di jalan, tetapi tanpa tempat untuk memulai suatu kehidupan yang stabil / mapan pada sisi ini dari surga.] - hal 194.

Matthew Henry: “He glories in his condescension towards us, not only to the meanness of our nature, but to the meanest condition in that nature, to testify his love to us, and to teach us a holy contempt of the world and of great things in it, and a continual regard to another world. Christ was thus poor, to sanctify and sweeten poverty to his people; the apostles had not certain dwelling-place (1 Cor 4:11), which they might the better bear when they knew their Master had not;” [= Ia bermegah dalam perendahanNya kepada kita, bukan hanya pada kehinaan dari hakekat kita, tetapi pada keadaan yang paling hina dari hakekat itu, untuk menyaksikan kasihNya kepada kita, dan untuk mengajar kita SUATU KEJIJIKAN YANG KUDUS TENTANG DUNIA INI DAN TENTANG HAL-HAL BESAR DI DALAMNYA, dan SUATU PERHATIAN YANG TERUS MENERUS PADA DUNIA YANG LAIN. Kristus adalah begitu miskin, untuk menguduskan dan memaniskan kemiskinan bagi umatNya; rasul-rasul tidak mempunyai tempat tinggal yang pasti (1Kor 4:11), yang bisa mereka pikul dengan lebih baik pada waktu mereka tahu Tuan mereka tidak mempunyainya;].

Lukas 16:13-15 - “(13) Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.’ (14) Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia. (15) Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.”.

1Korintus 4:11 - “Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara,”.
KJV: ‘have no certain dwellingplace;’ [= tak mempunyai tempat tinggal yang pasti].
RSV/NIV/NASB: ‘homeless’ [= tanpa rumah].

d) Lenski memberikan penerapan yang lebih luas dari pada sekedar mempertimbangkan suatu kehidupan yang sukar dalam mengikut Yesus.

Lenski: “It would be too narrow a view to think that Jesus wanted this scribe merely to forsake his easy life for a hard one. Jesus uses his homelessness merely as an illustration of the path his followers must walk by choosing the spiritual instead of the carnal, the life with eternal purposes instead of the temporal, heavenly treasures instead of earthly wealth.” [= Merupakan suatu pandangan yang terlalu sempit untuk berpikir bahwa Yesus menginginkan ahli Taurat ini SEMATA-MATA untuk meninggalkan kehidupannya yang mudah untuk suatu kehidupan yang sukar / berat. Yesus menggunakan keadaanNya yang tidak mempunyai rumah semata-mata sebagai suatu ilustrasi tentang jalan yang harus dijalani oleh para pengikutNya DENGAN MEMILIH YANG ROHANI DARI PADA YANG BERSIFAT DAGING, KEHIDUPAN DENGAN TUJUAN-TUJUAN KEKAL DARI PADA YANG BERSIFAT SEMENTARA, HARTA SURGAWI DARI PADA KEKAYAAN DUNIAWI.].

5) Kita harus belajar sesuatu dari sikap Yesus yang tidak cepat-cepat menerima orang itu sebagai pengikutNya.

Pulpit Commentary (tentang ay 61-62): “How eager we are to secure followers, how pleased and proud to add to our ranks! Especially when a cause is yet young are we desirous of making converts and counting new disciples. At this time the cause of Christianity was very far from being an assured success; yet Jesus did not hurry to be successful, to crowd his Church. He said to the scribe - not an ordinary disciple - ‘Foxes have holes,’ etc. (Matt. 8:19, 20; ver. 58). He risked the attachment of another (ver. 60); and again of this man (text). ... It is never well to hurry even good issues; we should only work with right instruments, content to wait for the result.” [= Betapa inginnya kita untuk memastikan pengikut-pengikut, betapa menyenangkan dan bangga untuk menambahkan pada posisi /ranking kita! Khususnya pada waktu suatu kondisi masih muda kita ingin untuk membuat petobat-petobat dan menghitung murid-murid yang baru. Pada saat ini (pada abad pertama itu) kondisi dari kekristenan masih sangat jauh dari keadaan sukses yang pasti; tetapi Yesus tidak tergesa-gesa untuk menjadi sukses, untuk memenuhi GerejaNya. Ia berkata kepada ahli Taurat itu - bukan seorang murid biasa - ‘Rubah mempunyai liang’, dst. (Mat 8:19-20; ay 58). Ia meresikokan ikutnya orang yang lain (ay 60); dan lagi tentang orang ini (text / ay 61-62). ... TIDAK PERNAH BENAR / BIJAKSANA UNTUK TERGESA-GESA BAHKAN DALAM PERSOALAN-PERSOALAN YANG BAIK; KITA HARUS BEKERJA HANYA DENGAN ALAT-ALAT / CARA-CARA YANG BENAR, PUAS UNTUK MENUNGGU HASILNYA.] - hal 264-265.
Catatan: saya tidak pasti bagaimana menterjemahkan kata ‘cause’ yang dipakai di sini. Free Dictionary memberikan salah satu arti, yang menurut saya paling cocok dengan kalimatnya, sebagai berikut: ‘a person, event, or condition, that is responsible for an action or result’ [= seseorang, peristiwa, atau kondisi, yang bertanggung-jawab untuk suatu tindakan atau hasil], dan dalam terjemahan saya, saya singkat hanya sebagai ‘kondisi’. Mungkin juga bisa diterjemahkan sebagai ‘perkara’.

William Barclay: “It may well be that we have done great hurt to the Church by letting people think that church membership need not make so very much difference. We ought to tell them that it should make all the difference in the world. We might have fewer people; but those we had would be really pledged to Christ.” [= Bisa saja bahwa kita telah melakukan luka yang besar kepada Gereja dengan membiarkan orang-orang berpikir bahwa keanggotaan gereja tidak perlu membuat perbedaan yang begitu besar. Kita harus memberitahu mereka bahwa itu membuat semua perbedaan di dunia /perbedaan yang sangat besar. Kita bisa mempunyai lebih sedikit orang; tetapi mereka yang kita punyai akan sungguh-sungguh terikat / membaktikan diri kepada Kristus.].

Bdk. 2Timotius 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”.

6) Matthew Henry menggunakan kata-kata Yesus ini untuk memberitakan Injil!
Matthew Henry: “We may look upon this, (1.) As setting forth the very low condition that our Lord Jesus was in, in this world. He not only wanted the delights and ornaments that great princes usually have, but even such accommodations for mere necessity as the foxes have, and the birds of the air. See what a depth of poverty our Lord Jesus submitted to for us, to increase the worth and merit of his satisfaction, and to purchase for us a larger allowance of grace, ‘that we through his poverty might be rich,’ 2 Cor 8:9.” [= Kita bisa melihat pada hal ini, (1.) Sebagai menunjukkan keadaan yang sangat rendah dalam mana Tuhan Yesus berada, dalam dunia ini. Ia bukan hanya kekurangan hal-hal yang menyenangkan dan hiasan-hiasan / sumber-sumber kehormatan / kebanggaan yang biasanya dimiliki oleh pangeran-pangeran yang agung, tetapi bahkan akomodasi yang tak lebih dari kebutuhan seperti yang dimiliki oleh rubah, dan burung-burung di udara. Lihatlah kedalaman dari kemelaratan yang bagaimana yang Tuhan kita Yesus alami untuk kita, untuk meningkatkan nilai dan jasa dari pemuasanNya, dan untuk membeli bagi kita suatu jumlah yang lebih besar dari kasih karunia yang diijinkan, ‘supaya kita melalui kemiskinanNya bisa menjadi kaya’, 2Korintus 8:9.].
2Korintus 8:9 - “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya.”.
Catatan: kalau kita membaca kontextnya, mulai 2Korintus 8:1, jelas bahwa kata ‘kaya’ bagi kita itu, bukan kaya secara jasmani, tetapi secara rohani! Jadi, 2Kor 8:9 sama sekali tak mendukung Theologia Kemakmuran!

7) Bagaimana hasil akhirnya? Apakah ahli Taurat ini jadi mengikut Kristus?

William Hendriksen (tentang Lukas 9:57-58): “Whether this scribe ever became a steadfast follower is not recorded. After all, that is not nearly as important as is the lesson itself.” [= Apakah ahli Taurat ini pernah menjadi seorang pengikut yang setia tidak dicatat (dalam Alkitab). Bagaimanapun, itu sedikitpun tidak sepenting pelajaran itu sendiri.].

Lenski (tentang Lukas 9:58): “Did this scribe follow Jesus? We are not told. If you had been in that scribe’s position, what would you have done?” [= Apakah ahli Taurat ini mengikuti Yesus? Kita tidak diberitahu. Seandainya engkau berada di posisi dari ahli Taurat itu, apa yang akan engkau lakukan?].

Contoh-contoh lain yang mirip adalah dalam kasus Yunus (Yun 4:1-11), dan juga kasus anak sulung (Lukas 15:25-32). Alkitab tak menceritakan reaksi Yunus maupun anak sulung.

Yun 4:1-11 - “(1) Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati Yunus, lalu marahlah ia. (2) Dan berdoalah ia kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkanNya. (3) Jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada hidup.’ (4) Tetapi firman TUHAN: ‘Layakkah engkau marah?’ (5) Yunus telah keluar meninggalkan kota itu dan tinggal di sebelah timurnya. Ia mendirikan di situ sebuah pondok dan ia duduk di bawah naungannya menantikan apa yang akan terjadi atas kota itu. (6) Lalu atas penentuan TUHAN Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak melampaui kepala Yunus untuk menaunginya, agar ia terhibur dari pada kekesalan hatinya. Yunus sangat bersukacita karena pohon jarak itu. (7) Tetapi keesokan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah datanglah seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu. (8) Segera sesudah matahari terbit, maka atas penentuan Allah bertiuplah angin timur yang panas terik, sehingga sinar matahari menyakiti kepala Yunus, lalu rebahlah ia lesu dan berharap supaya mati, katanya: ‘Lebih baiklah aku mati dari pada hidup.’ (9) Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus: ‘Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?’ Jawabnya: ‘Selayaknyalah aku marah sampai mati.’ (10) Lalu Allah berfirman: ‘Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. (11) Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?’”.

Lukas 15:25-32 - “(25) Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. (26) Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. (27) Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. (28) Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. (29) Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. (30) Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. (31) Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. (32) Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.’”.

Kita harus memikirkan apa reaksi kita kalau kita adalah Yunus, atau anak sulung itu, dan dalam Lukas 9 ini, kalau kita adalah si ahli Taurat itu!

KESIAPAN UNTUK MENJADI MURID (2)

B) Orang kedua (Lukas 9: 59-60).
Lukas 9: 59-60: “(59) Lalu Ia berkata kepada seorang lain: ‘Ikutlah Aku!’ Tetapi orang itu berkata: ‘Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.’ (60) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.’”.

Matius 8:21-22 - “(21) Seorang lain, yaitu salah seorang muridNya, berkata kepadaNya: ‘Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.’ (22) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.’”.

1) Lukas vs Matius.
Dalam Injil Lukas, kasus kedua ini didahului oleh panggilan Yesus, ‘Ikutlah Aku’. Sedangkan dalam Matius orang kedua itu, yang sudah disebut sebagai ‘salah seorang muridNya’, yang berinisiatif untuk ikut Yesus, dan baru pada jawabanNya ada panggilan ‘Ikutlah Aku’.
I. Howard Marshall menganggap Matius yang benar, dan Lukas menggeser panggilan Yesus ‘Ikutlah Aku’ itu ke depan, sehingga permulaan pembicaraan itu tak terlihat terlalu mendadak. Kalau ini benar, maka mungkin murid itu tadinya sudah ikut Yesus dalam arti seperti banyak orang ikut Yesus, dan sekarang dipanggil untuk ikut dalam arti seperti 12 orang yang ikut Yesus terus menerus.

2) Adam Clarke mengatakan bahwa Clemens menganggap bahwa orang ini adalah Filipus!!
Yohanes 1:43 - “Pada keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea. Ia bertemu dengan Filipus, dan berkata kepadanya: ‘Ikutlah Aku!’”.

Adam Clarke (tentang Yoh 1:43): “Clemens Alexandrinus mentions it as a thing universally acknowledged that it was this apostle who, when commanded by our Lord to follow him, said, Let me first go and bury my father, Matt 8:21-22.” [= Clemens Alexandrinus menyebutnya sebagai sesuatu yang diakui secara universal bahwa itu adalah rasul ini yang, pada waktu diperintahkan oleh Tuhan kita untuk mengikut Dia, berkata, ‘Ijinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku’, Matius 8:21-22.].

Adam Clarke (tentang Mat 8:21): “‘Another of his disciples.’ This does not mean any of the twelve, but one of those who were constant hearers of our Lord’s preaching; the name of disciple being common to all those who professed to believe in him, John 6:66.” [= ‘Seorang muridNya yang lain’. Ini tidak berarti yang manapun dari 12 murid, tetapi satu dari mereka yang merupakan pendengar konstan dari khotbah Tuhan kita; sebutan ‘murid’ merupakan sebutan umum bagi semua orang yang mengaku percaya kepada Dia, Yoh 6:66.].

Yohanes 6:66 - “Mulai dari waktu itu banyak murid-muridNya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.”.

3) Orang ini minta ijin untuk menguburkan bapanya lebih dulu; ada beberapa penafsiran tentang kematian bapa dari orang ini.

a) Bapanya memang sudah mati.
Sebetulnya pandangan yang manapun yang dipilih, tak akan terlalu mengubah arti dari bagian ini. Tetapi kalau dipilih pandangan ini, ajaran itu akan terlihat lebih keras dan lebih ditekankan lagi.

Pulpit Commentary: “The second case is an invitation to the individual by Jesus himself. It is a case of bereavement, and Jesus seizes on it to secure a disciple. He knew that the best thing this broken-heart could do would be to become a herald of his kingdom. The bereaved one naturally enough asks leave to go and bury his father, but Jesus assures him that there are sufficient dead hearts at home to pay due respect to his father’s remains, and the formalities of the funeral may only change his promptitude into delay and neglect; and so he urges him to become a preacher at once.” [= Kasus kedua adalah suatu undangan kepada seorang individu oleh Yesus sendiri. Itu adalah suatu kasus dari kehilangan orang yang dicintai, dan Yesus menggunakannya untuk meneguhkan / melindungi seorang murid. IA TAHU BAHWA HAL YANG TERBAIK YANG HATI YANG HANCUR INI BISA LAKUKAN ADALAH DENGAN MENJADI SEORANG PEMBERITA DARI KERAJAANNYA. Orang yang kehilangan orang yang dicintai itu secara cukup wajar meminta ijin untuk pergi dan menguburkan bapanya, tetapi Yesus meyakinkan dia bahwa di sana ada cukup ‘hati-hati yang mati’ (dead hearts) di rumah untuk melakukan penghormatan yang seharusnya terhadap mayat bapanya, dan FORMALITAS DARI PENGUBURAN HANYA BISA MENGUBAH KESEGERAANNYA MENJADI PENUNDAAN DAN PENGABAIAN; sehingga Ia mendesaknya untuk menjadi seorang pengkhotbah / pemberita dengan segera.] - hal 270.

Bandingkan dengan kasus Elia yang pada waktu ada dalam keadaan depresi dan ingin mati, justru disuruh pelayanan oleh Tuhan!
1Raja 19:15-16 - “(15) Firman TUHAN kepadanya: ‘Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik, dan setelah engkau sampai, engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram. (16) Juga Yehu, cucu Nimsi, haruslah kauurapi menjadi raja atas Israel, dan Elisa bin Safat, dari Abel-Mehola, harus kauurapi menjadi nabi menggantikan engkau.”.

Pulpit Commentary: “In this case the Master was the Summoner. Something he read in this man’s heart, or words he had heard him speak, moved the Redeemer’s great love, so he gave him a special call. This was a very different character from the last. Whereas that seeker for work from Jesus was impulsive, and even thoughtless in his enthusiasm, one who would begin to act without counting the cost, this one was over cautious, cold and calculating to an ungenerous excess; yet there was evidently sterling stuff in the character, for Jesus argues and remonstrates with him; there was, too, much gold mingled with the earth of that man’s disposition, for the Lord lightly to let it go. It is thus that the Spirit pleads still with the selfishness which disfigures many a noble and devoted servant of high God. He seems to say, ‘My call is too imperative to yield to any home duties, however orderly and respectable.’ During the official days of mourning (in the case of a funeral, these were seven) the impression now made by his summoning words would have worn off. It is noticeable that the home duties, which Jesus suggested should give place to other red more imperative claims, were in connection with the dead. It was not the living father who was to be left to hirelings, only the inanimate corpse. It was rather a society call than a home or family duty which was to give place to work for the Master. St. Chrysostom makes some quaint, but strikingly practical, remarks here. ‘He might need, if he went to the funeral, to proceed, after the burial, to make inquiry about the will, and then about the distribution of the inheritance, and all the other things that followed there upon; and thus waves after waves of things coming in upon him in succession might bear him very far away from the harbour of truth. For this cause, doubtless, the Saviour draws him, and fastens him to himself.’” [= Dalam kasus ini Sang Tuan adalah yang memanggil. Sesuatu Ia baca dalam hati orang ini, atau kata-kata yang telah Ia dengar orang itu katakan, menggerakkan kasih yang besar dari sang Penebus, sehingga Ia memberinya suatu panggilan khusus. Ini merupakan seorang karakter yang berbeda dari yang sebelumnya. Kalau pencari pekerjaan / pelayanan dari Yesus itu adalah seorang yang impulsif (menuruti dorongan hati yang tiba-tiba), dan bahkan tak berpikir dalam keantusiasannya, maka orang yang ini terlalu hati-hati, dingin dan menghitung sampai pada suatu keseganan yang berlebihan; tetapi di sana jelas ada urusan uang dalam karakter ini, karena Yesus berargumentasi dan keberatan dengan dia / menegur dia; juga di sana ada terlalu banyak emas bercampur dengan dunia dari kecenderungan orang ini, karena Tuhan dengan lembut menahannya. Demikianlah Roh tetap meminta berkenaan dengan keegoisan yang merusak banyak pelayan yang mulia dan berbakti dari Allah yang maha tinggi. Ia kelihatannya berkata, ‘PanggilanKu terlalu mendesak untuk menyerah pada kewajiban rumah tangga apapun, betapapun sesuainya dengan sistim dan betapapun terhormatnya’. Dalam sepanjang hari-hari resmi dari perkabungan (dalam kasus penguburan, hari-hari itu adalah tujuh hari) kesan yang sekarang ada oleh kata-kata panggilanNya akan sudah berkurang perlahan-lahan. Patut diperhatikan bahwa kewajiban-kewajiban rumah tangga, yang Yesus usulkan harus menyerahkan tempat pada tuntutan-tuntutan lain yang lebih mendesak, adalah kewajiban yang berhubungan dengan orang mati. Bukan bapa yang masih hidup yang harus ditinggal bersama dengan orang-orang upahan, tetapi hanya mayat yang tak mempunyai kehidupan. Itu lebih merupakan suatu panggilan sosial dari pada suatu kewajiban rumah tangga atau keluarga yang harus memberikan tempatnya pada pekerjaan untuk sang Tuan. Santo Chrysostom membuat suatu pernyataan / komentar yang kuno, tetapi praktis dan hidup, di sini. ‘Ia bisa wajib, jika ia pergi ke penguburan, untuk melanjutkan, setelah penguburan, untuk membuat penyelidikan tentang surat wasiat, dan lalu tentang pembagian dari warisan, dan semua hal-hal lain yang mengikuti setelahnya; dan demikianlah gelombang demi gelombang dari hal-hal itu datang kepadanya berturut-turut, bisa menyeret dia sangat jauh dari pelabuhan kebenaran. Karena alasan ini, tak diragukan, sang Juruselamat menariknya, dan meneguhkannya pada diriNya sendiri’.] - hal 246.

Leon Morris (Tyndale): “The second man was called by Jesus. In response he asked leave first to bury his father. Some hold that, had the father been a corpse at home, the man would probably not have been with Jesus at all; he would have been occupied with duties connected with the funeral. On this view his request was to stay at home until his father died. This might have meant an indefinite delay and the affairs of the kingdom cannot be put off. But the words have an even greater urgency if the father was dead. The Jews counted proper burial as most important; to leave the father unburied ‘was something scandalous to a Jew’ (Marshall). The duty of burial took precedence over the study of the law, the temple service, the killing of the Passover sacrifice, the observance of circumcision and the reading of the Megillah (Megillah 3b). But the demands of the kingdom are more urgent still. Jesus could not wait until the man got through all that burial meant. So he says, ‘Leave the dead to bury their own dead.’ Jesus has called the man. He is to ‘proclaim the kingdom of God.’ Let those without spiritual insight perform the duties they can do so well; burial is very much in keeping for the spiritually dead. But the man who has seen the vision must not deny or delay his heavenly calling.” [= Orang kedua dipanggil oleh Yesus. Sebagai tanggapan ia meminta ijin untuk lebih dulu menguburkan bapanya. Sebagian orang berpandangan bahwa seandainya bapanya telah mati di rumah, orang itu mungkin tidak akan berada bersama Yesus sama sekali; ia akan telah disibukkan dengan kewajiban-kewajiban berhubungan dengan penguburan. Pada pandangan ini permintaannya adalah untuk tinggal di rumah sampai bapanya mati. Ini bisa berarti suatu penundaan tak terbatas dan urusan-urusan dari kerajaan tidak bisa ditunda. TETAPI KATA-KATA ITU MEMPUNYAI SIFAT MENDESAK YANG BAHKAN LEBIH BESAR JIKA BAPANYA MEMANG SUDAH MATI. Orang-orang Yahudi memperhitungkan penguburan yang benar sebagai paling / sangat penting; meninggalkan bapa tidak terkubur ‘merupakan sesuatu yang bersifat skandal bagi seorang Yahudi’ (Marshall). Kewajiban penguburan harus diprioritaskan / didahulukan di atas pembelajaran hukum Taurat, pelayanan Bait Allah, pembunuhan korban Paskah, ketaatan tentang penyunatan dan pembacaan dari Megillah (Megillah 3b). Tetapi tuntutan dari kerajaan tetap lebih mendesak. Yesus tidak bisa menunggu sampai orang itu melalui semua yang diartikan sebagai penguburan. Jadi Ia berkata, ‘Biarkan orang mati menguburkan orang mati mereka sendiri’. Yesus telah memanggil orang itu. Ia harus ‘memberitakan kerajaan Allah’. Biarlah mereka yang tak mempunyai pengertian rohani melaksanakan kewajiban-kewajiban yang bisa mereka lakukan dengan begitu baik; penguburan sangat cocok untuk orang yang mati secara rohani. Tetapi orang yang telah melihat penglihatan tidak boleh menolak atau menunda panggilan surgawinya.].
Catatan: ‘megillah’ berarti ‘scroll’ [= gulungan], dan biasanya digunakan berkenaan dengan kitab Ester yang dibacakan pada hari raya Purim.

Lenski: “He has just received word of his father’s death. The Jews generally buried without delay; if there was time enough, on the same day, at least on the next. So the delay was not to be a long one. ... He is asking something that seems perfectly proper to him. Permission ‘first’ to bury his father in no way means that he asks for permission to take care of his father until the latter dies. If the father were still living, the man would not now be asking to go to him until he as a son could bury him after his death, and that delay would have been indefinite indeed.” [= Ia baru menerima berita tentang kematian bapanya. Orang-orang Yahudi biasanya menguburkan tanpa penundaan; jika di sana ada waktu yang cukup, maka penguburan dilakukan pada hari yang sama, setidaknya pada hari berikutnya. Jadi penundaan itu bukanlah suatu penundaan yang lama. ... Ia sedang meminta sesuatu yang kelihatannya tepat secara sempurna bagi dia. Ijin ‘pertama-tama’ menguburkan bapanya sama sekali tidak berarti bahwa ia meminta ijin untuk memelihara bapanya sampai bapanya mati. Seandainya bapanya tetap masih hidup, orang itu tidak akan meminta SEKARANG untuk pergi kepadanya sampai ia sebagai seorang anak bisa menguburkan dia setelah kematiannya, dan penundaan seperti itu memang akan tak terbatas.].

Lenski: “The sentimentality connected with dead relatives is still so strong today that this word of Jesus’ sounds harsh to our ears. What Jesus says is that the man is to let the spiritually dead bury their own physically dead. When one who is spiritually dead, though he be a close relative, comes to his end, the matter of putting his body into the grave is something that need not exercise us greatly. The idea is not that the disciples are forbidden to attend funerals of this kind. But they are really only secular affairs, which people whose lives are wholly devoted to such affairs can attend to without us when supreme spiritual affairs claim our attention; compare Matt. 12:48.” [= Perasaan sentimentil yang berkenaan dengan keluarga yang mati tetap begitu kuat saat ini sehingga kata-kata Yesus ini kedengarannya keras bagi telinga kita. Apa yang Yesus katakan adalah bahwa orang itu harus membiarkan orang mati secara rohani menguburkan orang mati secara fisik mereka. Pada waktu seseorang adalah mati secara rohani, sekalipun ia adalah seorang keluarga dekat, sampai pada akhirnya / mati, persoalan memasukkan mayatnya ke dalam kuburan merupakan sesuatu yang tidak perlu sangat menguatirkan kita. Gagasannya bukanlah bahwa murid-murid dilarang untuk menghadiri /mengurusi penguburan-penguburan dari jenis ini. Tetapi mereka sesungguhnya hanyalah urusan-urusan sekuler, yang bisa dihadiri / diurusi oleh orang-orang yang hidupnya dibaktikan sepenuhnya pada urusan-urusan seperti itu, tanpa kita pada waktu urusan-urusan rohani yang tertinggi / terbesar menuntut perhatian kita; bandingkan dengan Matius 12:48.].

Matius 12:46-50 - “(46) Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibuNya dan saudara-saudaraNya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. (47) Maka seorang berkata kepadaNya: ‘Lihatlah, ibuMu dan saudara-saudaraMu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.’ (48) Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepadaNya: ‘Siapa ibuKu? Dan siapa saudara-saudaraKu?’ (49) Lalu kataNya, sambil menunjuk ke arah murid-muridNya: ‘Ini ibuKu dan saudara-saudaraKu! (50) Sebab siapapun yang melakukan kehendak BapaKu di sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu.’”.

Sebetulnya bahkan urusan-urusan dalam gerejapun ada banyak yang kurang penting sehingga tidak seharusnya ditangani oleh pendeta. Bandingkan dengan pendeta-pendeta yang kesibukannya dipenuhi dengan bezoek, rapat, dsb, sehingga tidak ada waktu untuk belajar / mengajar.

Bdk. Kis 6:1-4 - “(1) Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. (2) Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: ‘Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. (3) Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu, (4) dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman.’”.

Lenski: “Christless associations make one of their great objects ‘to bury their own dead’ and might thus fittingly take this word of Jesus as their motto. Our great concern is with the heavenly life and with him who bestows it. When the opportunity to work for the interest of this higher life has passed, our spiritual obligation ends. The soul of this man’s father had gone beyond his son’s reach; let him attend to his own soul by following Jesus. Moreover, he has another great obligation, one by which Jesus would honor him especially: ‘But thou go away and proclaim abroad (διά in the verb) the kingdom of God.’ A double spiritual obligation beckons this man, one regarding his own soul and one regarding the souls of others whom he can reach by following the call that Jesus would soon extend to him, to go out with other disciples to proclaim the kingdom.” [= Persekutuan / hubungan tanpa Kristus membuat salah satu obyek mereka yang besar ‘menguburkan orang mati mereka sendiri’ dan dengan demikian bisa secara cocok mengambil kata-kata Yesus ini sebagai motto mereka. Perhatian / kepedulian kita yang besar adalah dengan kehidupan surgawi dan dengan Dia yang memberikannya. Pada waktu kesempatan untuk bekerja untuk kepentingan dari kehidupan yang lebih tinggi ini berakhir, kewajiban rohani kita berakhir. Jiwa dari bapa orang ini telah pergi melampaui jangkauan dari anaknya; biarlah dia mengurusi jiwanya sendiri dengan mengikuti Yesus. Lebih lagi, ia mempunyai kewajiban besar yang lain, satu kewajiban dengan mana Yesus menghormati dia secara khusus: ‘Tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah secara luas (kata Yunani DIA dalam kata kerja) kerajaan Allah’. Suatu kewajiban rohani ganda memanggil orang ini, yang satu berkenaan dengan jiwanya sendiri dan yang lain berkenaan dengan jiwa-jiwa dari orang-orang lain yang bisa ia jangkau dengan mengikuti panggilan yang Yesus segera perluas kepada dia, untuk keluar bersama murid-murid yang lain untuk memberitakan kerajaan.].
Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘beritakanlah dimana-mana’ adalah διάγγελλε (DIANGELLE). Jadi memang kata kerja itu mengandung kata Yunani DIA.

Lenski: “The harshness thus fades except for the sentimentality of the worldly-minded who are great on odorous flowers and meaningless words for the dead while they blink at the harsh reality of death itself and of that which is worse, spiritual death and eternal damnation. The manly, bracing words of Jesus are better. The best balm for this son was to follow Jesus and to prepare for the work that Jesus had in store for him. Did he stay with Jesus? Would you have stayed if you had been in his shoes?” [= Dengan demikian kekerasan itu pudar / hilang kecuali untuk perasaan sentimentil dari orang yang berpikiran duniawi yang menonjol / sangat ahli tentang bunga-bunga yang berbau khusus dan kata-kata tak berarti untuk orang mati, sedangkan mereka mengabaikan realita yang keras dari kematian itu sendiri dan yang lebih buruk dari itu, kematian rohani dan penghukuman kekal. Kata-kata yang berani dan menguatkan dari Yesus adalah lebih baik. Balsem yang terbaik untuk anak laki-laki ini adalah mengikuti Yesus dan untuk mempersiapkan bagi pekerjaan yang Yesus simpan bagi dia. Apakah ia tinggal bersama Yesus? Apakah engkau akan tinggal seandainya engkau berada di tempatnya?].

J. C. Ryle: “The second of our Lord’s sayings is addressed to one whom He invited to follow Him. The answer He received was a very remarkable one. ‘Lord,’ said the man, ‘suffer me first to go and bury my father.’ - The thing he requested was in itself harmless. But the time at which the request was made was unseasonable. Affairs of far greater importance than even a father’s funeral demanded the man’s immediate attention. There would always be plenty of people ready and fit to take charge of a funeral. But there was at that moment a pressing want of laborers to do Christ’s work in the world. And hence the man’s request drew from our Lord the solemn reply, - ‘Let the dead bury their dead, but go thou and preach the kingdom of God.’” [= Kata-kata Yesus yang kedua ditujukan kepada seseorang yang Ia undang untuk mengikuti Dia. Jawaban yang Ia terima merupakan suatu jawaban yang layak diperhatikan. ‘Tuhan’, kata orang itu, ‘ijinkanlah aku pergi dahulu untuk menguburkan bapaku’. - Hal yang ia minta dalam dirinya sendiri merupakan sesuatu yang tidak berbahaya / tidak salah. Tetapi saat pada mana permintaan itu dibuat adalah tidak tepat. Urusan-urusan yang jauh lebih penting bahkan dari penguburan seorang bapa menuntut perhatian langsung / segera dari orang ini. Di sana selalu ada banyak orang yang siap dan cocok untuk bertanggung-jawab tentang sebuah penguburan. Tetapi di sana pada saat itu ada suatu kebutuhan yang mendesak dari pekerja-pekerja untuk melakukan pekerjaan Kristus di dunia. Dan karena itu permintaan orang itu menarik dari Tuhan kita jawaban yang keramat / kudus, - ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati mereka, tetapi pergilah engkau dan beritakanlah kerajaan Allah’.] - Libronix.

J. C. Ryle: “Let us learn, from this saying, to beware of allowing family and social duties to interfere with our duty to Christ. Funerals, and marriages, and visits of courtesy, and the like, unquestionably are not in themselves sinful. But when they are allowed to absorb a believer’s time, and keep him back from any plain religious duty, they become a snare to his soul. That the children of the world, and the unconverted, should allow them to occupy all their time and thoughts is not wonderful. They know nothing higher, and better, and more important. ‘Let the dead bury their dead.’ - But the heirs of glory, and children of the King of kings, should be men of a different stamp. They should declare plainly, by their conduct, that the world to come is the great reality which fills their thoughts. They should not be ashamed to let men see that they have no time either to rejoice or to sorrow like others who have no hope. (1 Thess. 4:13.) Their Master’s work waits for them, and their Master’s work must have the chief place in their hearts.” [= Hendaklah kita belajar, dari kata-kata ini, untuk hati-hati dalam mengijinkan kewajiban-kewajiban keluarga dan sosial mencampuri kewajiban kita kepada Kristus. Penguburan-penguburan, dan PERNIKAHAN-PERNIKAHAN, dan kunjungan-kunjungan kesopanan, dan sebagainya, dalam diri mereka sendiri jelas bukanlah dosa. Tetapi pada waktu mereka diijinkan untuk mengambil / menghabiskan waktu dari seorang percaya, dan menahan dia dari kewajiban agamawi yang jelas apapun, mereka menjadi suatu jerat bagi jiwanya. Bahwa anak-anak dari dunia, dan orang-orang yang belum bertobat, mengijinkan mereka untuk memenuhi seluruh waktu dan pikiran mereka, bukanlah sesuatu yang mengherankan. Mereka tidak mengetahui apapun yang lebih tinggi, dan lebih baik, dan lebih penting. ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati mereka’. - Tetapi pewaris-pewaris dari kemuliaan, dan anak-anak dari Raja atas segala raja, haruslah merupakan orang-orang dari suatu kwalitas / ciri-ciri yang berbeda (bdk. Ro 12:2). MEREKA HARUS MENYATAKAN SECARA JELAS, OLEH TINGKAH LAKU MEREKA, BAHWA DUNIA YANG AKAN DATANG MERUPAKAN SUATU REALITA YANG BESAR YANG MEMENUHI PIKIRAN MEREKA. Mereka tidak boleh malu untuk membiarkan orang-orang melihat bahwa MEREKA TIDAK MEMPUNYAI WAKTU atau untuk bersukacita atau bersedih seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. (1Tes 4:13). Pekerjaan dari Tuan mereka menunggu mereka, dan pekerjaan dari Tuan mereka harus mendapat tempat terutama dalam hati mereka.] - Libronix.
Roma 12:2 - “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”.
1Tes 4:13 - “Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan.”.

J. C. Ryle: “‘First to go and bury my father.’ There is probably more implied in this expression than at first sight appears. It means something more than merely attending the funeral of a deceased parent. Theophylact and Pellican think that it means, ‘to take care of a father until he is dead,’ and that it implies a wish to attend upon an aged father during all the infirmities of his latter days, until he was released by death. Heinsius thinks that there is a reference to the many tedious and superstitious practices of the Jews in connection with deaths and funerals, such as a seven days’ lamentation before the burial of a father, and a year’s special mourning after his funeral. There is some probability in both these opinions.” [= ‘Pertama-tama pergi dan menguburkan bapaku’. Di sana mungkin tersirat lebih banyak dalam ungkapan ini dari pada yang terlihat pada pandangan pertama. Itu berarti sesuatu yang lebih dari semata-mata menghadiri penguburan dari orang tua yang mati. Theophylact dan Pellican berpikir bahwa itu berarti ‘memelihara seorang bapa sampai ia mati’, dan itu secara implicit menunjukkan suatu keinginan untuk mengurusi seorang bapa yang sudah tua dalam semua kelemahan-kelemahan dari hari-hari akhirnya, sampai ia dibebaskan oleh kematian. Heinisius berpikir bahwa di sana ada suatu referensi pada banyak praktek-praktek yang berjalan secara lambat dan bersifat tahyul dari orang-orang Yahudi berhubungan dengan kematian dan penguburan, seperti suatu ratapan selama 7 hari SEBELUM penguburan seorang bapa, dan suatu perkabungan selama 1 tahun setelah penguburannya. Di sana ada kemungkinan dalam kedua pandangan ini.] - Libronix.
Catatan: tentang ratapan selama 7 hari SEBELUM penguburan itu, saya kira tidak benar. Banyak penafsir yang mengatakan bahwa tradisi Yahudi adalah mengubur orang mati pada hari itu juga. Atau paling lambat pada hari berikutnya. Ini akan saya bahas belakangan.

William Hendriksen (tentang Luk 9:59): “While the first aspirant offered to follow Jesus, this man is asked by Jesus to follow. He evidently belonged to that large group of people that had been impressed by the words and works of Jesus. ... In the wider sense of the term he was therefore a disciple of Jesus. His desire is to become a disciple in the more narrow sense, a steady follower, one who belongs to the inner circle. However, he does not seem to be quite ready to take this step immediately. ... His father has just died. So this aspirant asks Jesus to allow him first to go home and bury his father. According to custom, burial generally took place very soon after death (John 11:1, 14, 17; Acts 5:5, 6, 10). In Israel giving an honorable burial to the dead was considered a duty and a kindness (Mic. 6:8) that ranked higher than any other service requiring attention. Filial piety obliged a son to attend to this bestowal of the final act of devotion. Cf. Gen. 25:9; 35:29; 49:28–50:3; 50:13, 14, 26; Josh. 24:29, 30; etc. According to the rabbis, providing a decent burial for one’s dear one took precedence over almost everything else, including attending religious services, studying the law, etc. It is not surprising therefore that Jesus was asked by this man for permission to first bury his father. On the surface the request for delay seemed to be reasonable.” [= Sementara calon yang pertama menawarkan untuk mengikut Yesus, orang ini diminta oleh Yesus untuk mengikut. Ia jelas termasuk dalam kelompok besar orang-orang itu yang telah dibuat berkesan oleh kata-kata dan pekerjaan-pekerjaan Yesus. ... Karena itu, dalam arti yang lebih luas dari istilah itu, ia adalah seorang murid Yesus. Keinginannya adalah untuk menjadi seorang murid dalam arti yang lebih sempit, seorang pengikut tetap, seseorang yang termasuk dalam lingkaran dalam. Tetapi ia tidak kelihatan sebagai cukup siap untuk mengambil langkah pertama dengan segera. ... Bapanya baru saja mati. Jadi calon ini meminta Yesus untuk mengijinkan dia untuk pulang ke rumah dulu dan menguburkan bapanya. Menurut tradisi / kebiasaan, penguburan biasanya terjadi sangat cepat setelah kematian (Yoh 11:1,14,17; Kis 5:5,6,10). Di Israel memberikan suatu penguburan yang terhormat kepada orang mati dianggap sebagai suatu kewajiban dan suatu kebaikan (Mikha 6:8) yang lebih tinggi tingkatnya dari pada pelayanan lain apapun yang membutuhkan perhatian. Kesalehan yang berhubungan dengan orang tua mewajibkan seorang anak untuk menghadiri pemberian tindakan pembaktian akhir ini. Bdk. Kej 25:9; 35:29; 49:28-50:3; 50:13,14,26; Yos 24:29,30; dsb. Menurut rabi-rabi, menyediakan suatu penguburan yang cukup baik untuk orang yang dikasihi harus diprioritaskan atas hampir segala sesuatu, termasuk menghadiri kebaktian agamawi, belajar hukum Taurat, dsb. Karena itu tidak mengherankan bahwa Yesus diminta oleh orang ini untuk mengijinkan untuk lebih dulu menguburkan bapanya. DI PERMUKAAN, permintaan untuk penundaan itu kelihatannya cukup masuk akal.].

Mikha 6:8 - “‘Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?’”. Saya berpendapat ayat ini tidak cocok sama sekali.

Kejadian 25:7-10 - “(7) Abraham mencapai umur seratus tujuh puluh lima tahun, (8) lalu ia meninggal. Ia mati pada waktu telah putih rambutnya, tua dan suntuk umur, maka ia dikumpulkan kepada kaum leluhurnya. (9) Dan anak-anaknya, Ishak dan Ismael, menguburkan dia dalam gua Makhpela, di padang Efron bin Zohar, orang Het itu, padang yang letaknya di sebelah timur Mamre, (10) yang telah dibeli Abraham dari bani Het; di sanalah terkubur Abraham dan Sara isterinya.”.

Kejadian 35:29 - “Lalu meninggallah Ishak, ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya; ia tua dan suntuk umur, maka Esau dan Yakub, anak-anaknya itu, menguburkan dia.”.

Yos 24:29-30 - “(29) Dan sesudah peristiwa-peristiwa ini, maka matilah Yosua bin Nun, hamba TUHAN itu, ketika berumur seratus sepuluh tahun. (30) Lalu ia dikuburkan di daerah milik pusakanya, di Timnat-Serah yang di pegunungan Efraim, di sebelah utara gunung Gaas.”.

Saya berpendapat ayat terakhir ini tak cocok, karena tak dikatakan bahwa anak-anak Yosua menguburkan bapanya.

William Hendriksen (tentang Lukas 9:60): “What Jesus means is clear enough, namely, ‘Let those who are spiritually dead tend to the funeral of one who belongs to their own company.’ The question might be asked, however, ‘Why did not Jesus consent to this request, especially since this aspirant, having performed his functions in connection with the funeral of his father, could then immediately return, to be with Jesus?’ Various possibilities occur to the mind: 1. As customarily conducted, funeral ceremonies were not exactly conducive to spiritual growth and edification. They were noisy affairs, often characterized by excessive and hypocritical mourning. See Matt. 9:23, 24; Mark 5:38-40; Luke 8:52, 53: vociferous wailing suddenly changes into derisive laughter. Jesus wanted to spare the man this agony. He wanted him to receive a blessing for himself and to be a blessing to others by spending much time with the Savior, so that, thus strengthened in the faith, this ‘disciple’ would be able to ‘proclaim the kingdom of God,’ as Jesus orders him to do. 2. As the parallel passage (Matt. 8:18) indicates, Jesus had already issued the order to leave and was about to embark. If this man wanted to be in Christ’s immediate company he must therefore join right now. Others could attend to the funeral. 3. The fact that Jesus is sovereign Lord, and that following him means doing whatever he commands, without any qualification, condition, or reservation, must be deeply impressed upon the mind and heart of this man (cf. John 15:14). Jesus knew that the aspirant was the kind of individual who stood in special need of being reminded of this. 4. Jesus wishes to teach him that in the kingdom of heaven the ties pertaining to earthly family life are superseded by those that knit together the members of the heavenly or spiritual family (cf. Luke 8:19-21 and see N.T.C. on Eph. 3:14, 15).” [= Apa yang Yesus maksudkan adalah cukup jelas, yaitu, ‘Biarlah mereka yang mati secara rohani mengurusi penguburan dari orang yang termasuk dalam kelompok mereka sendiri’. Tetapi bisa ditanyakan pertanyaan ini, ‘Mengapa Yesus tidak menyetujui permohonan ini, khususnya karena calon ini, setelah melaksanakan upacara-upacaranya berhubungan dengan penguburan bapanya, lalu bisa segera kembali, untuk bersama dengan Yesus?’ Bermacam-macam kemungkinan bisa dipikirkan: 1. Sebagaimana diatur secara tradisi, upacara-upacara penguburan sama sekali tidak memberikan sumbangsih pada pertumbuhan dan pendidikan rohani. Mereka adalah urusan-urusan yang ribut / mengeluarkan banyak suara, sering digambarkan oleh PERKABUNGAN YANG BERLEBIHAN DAN BERSIFAT MUNAFIK. Lihat Mat 9:23,24; Mark 5:38-40; Luk 8:52,53: ratapan yang keras yang tiba-tiba berubah menjadi tawa (tertawa) yang bersifat mengejek. Yesus ingin / mau menjaga orang ini dari penderitaan / pergumulan ini. Ia mau orang ini menerima suatu berkat bagi dirinya sendiri dan menjadi berkat bagi orang-orang lain dengan menghabiskan banyak waktu bersama sang Juruselamat, sehingga, dikuatkan seperti itu dalam iman, ‘murid’ ini bisa ‘memberitakan kerajaan Allah’, seperti yang Yesus perintahkan ia untuk lakukan. 2. Seperti text paralelnya (Mat 8:18) tunjukkan, Yesus telah mengeluarkan perintah untuk pergi dan sudah mau naik kapal / perahu. Jika orang ini mau untuk berada dalam kumpulan yang dekat dari Kristus, maka ia harus bergabung sekarang juga. Orang-orang lain bisa menghadiri penguburan. 3. Fakta bahwa Yesus adalah Tuhan yang berdaulat, dan bahwa mengikuti Dia berarti melakukan apapun yang Ia perintahkan, tanpa persyaratan, kondisi, atau perkecualian, harus berkesan secara mendalam pada pikiran dan hati dari orang ini (bdk. Yoh 15:14). Yesus tahu bahwa calon itu adalah jenis orang yang berada dalam kebutuhan khusus untuk diingatkan tentang hal ini. 4. Yesus ingin untuk mengajar dia bahwa dalam kerajaan surga hubungan-hubungan berkenaan dengan kehidupan keluarga duniawi digantikan oleh hubungan-hubungan yang mempersatukan bersama-sama anggota-anggota dari keluarga surgawi atau rohani (bdk. Luk 8:19-21 dan lihat N.T.C. tentang Ef 3:14,15).].

Mat 9:23-24 - “(23) Ketika Yesus tiba di rumah kepala rumah ibadat itu dan melihat peniup-peniup seruling dan orang banyak ribut, (24) berkatalah Ia: ‘Pergilah, karena anak ini tidak mati, tetapi tidur.’ Tetapi mereka menertawakan Dia.”. Mark 5:38-40 dan Luk 8:52-53 adalah text-text paralelnya, jadi tak perlu saya berikan di sini, karena kurang lebih sama.

Matius 8:18 - “Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingiNya, Ia menyuruh bertolak ke seberang.”.
Ayat ini persis mendahului cerita ini dalam Injil Matius.

Yoh 15:14 - “Kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”. Saya berpendapat ayat ini tak cocok untuk digunakan.

Lukas 8:19-21 - “(19) Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepadaNya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak. (20) Orang memberitahukan kepadaNya: ‘IbuMu dan saudara-saudaraMu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau.’ (21) Tetapi Ia menjawab mereka: ‘IbuKu dan saudara-saudaraKu ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.’”.

Barclay (tentang Mat 9:18-19,23-26): “There was wailing for the dead. In a house of grief, an incessant wailing was kept up. The wailing was done by professional wailing women.” [= Di sana ada ratapan untuk orang mati. Dalam sebuah rumah kesedihan, suatu ratapan yang tanpa henti dipertahankan. Ratapan dilakukan oleh perempuan-perempuan peratap profesional.].
Saya yakin ini yang dikatakan oleh William Hendriksen sebagai ‘perkabungan yang berlebihan dan bersifat munafik’.

KESIAPAN UNTUK MENJADI MURID (3)

Lukas 9:57-62 - “(57) Ketika Yesus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: ‘Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.’ (58) Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’ (59) Lalu Ia berkata kepada seorang lain: ‘Ikutlah Aku!’ Tetapi orang itu berkata: ‘Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.’ (60) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.’ (61) Dan seorang lain lagi berkata: ‘Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.’ (62) Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.’”.

b) Bapanya belum mati.
Alasan memegang pandangan ini adalah sebagai berikut: kalau bapanya memang sudah mati, ia pasti tidak bersama Yesus pada saat itu. Ia harus berada di rumah duka. Karena penguburan pada saat itu di sana, dilakukan pada hari yang sama, atau selambat-lambatnya, pada hari sesudahnya (kalau matinya sudah mendekati sore hari).

Fred H. Wight: “Burial follows death quickly. The burial of the dead in the East takes place soon after death, usually the same day.” [= Penguburan mengikuti kematian dengan cepat. Penguburan orang mati di Timur terjadi segera setelah kematian, biasanya pada hari yang sama.] - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 144.

International Standard Bible Encyclopedia (Revised Edition) tentang ‘burial’: “In the Orient burial takes place, if possible, within twenty-four hours after death.” [= Di Timur penguburan terjadi, jika mungkin, dalam 24 jam setelah kematian.] - PC Study Bible 5.

Di bawah ini adalah dua contoh dari Alkitab, dimana jelas terlihat kalau penguburan dilakukan pada hari yang sama.

Yohanes 11:3-7,17 - “(3) Dan Lazarus yang sakit itu adalah saudaranya. Kedua perempuan itu mengirim kabar kepada Yesus: ‘Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit.’ (4) Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: ‘Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan.’ (5) Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus. (6) Namun setelah didengarNya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada; (7) tetapi sesudah itu Ia berkata kepada murid-muridNya: ‘Mari kita kembali lagi ke Yudea.’ ... (17) Maka ketika Yesus tiba, didapatiNya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur.”.

Kis 5:5-10 - “(5) Ketika mendengar perkataan itu rebahlah Ananias dan putuslah nyawanya. Maka sangatlah ketakutan semua orang yang mendengar hal itu. (6) Lalu datanglah beberapa orang muda; mereka mengapani mayat itu, mengusungnya ke luar dan pergi menguburnya. (7) Kira-kira tiga jam kemudian masuklah isteri Ananias, tetapi ia tidak tahu apa yang telah terjadi. (8) Kata Petrus kepadanya: ‘Katakanlah kepadaku, dengan harga sekiankah tanah itu kamu jual?’ Jawab perempuan itu: ‘Betul sekian.’ (9) Kata Petrus: ‘Mengapa kamu berdua bersepakat untuk mencobai Roh Tuhan? Lihatlah, orang-orang yang baru mengubur suamimu berdiri di depan pintu dan mereka akan mengusung engkau juga ke luar.’ (10) Lalu rebahlah perempuan itu seketika itu juga di depan kaki Petrus dan putuslah nyawanya. Ketika orang-orang muda itu masuk, mereka mendapati dia sudah mati, lalu mereka mengusungnya ke luar dan menguburnya di samping suaminya.”.

Proses yang lama dalam penguburan Yakub (Kej 50:1-13) mungkin merupakan tradisi Mesir, atau itu disebabkan oleh ketaatan Yusuf terhadap pesan Yakub, untuk dikuburkan di tanah Kanaan (Kej 50:5).

Kej 50:1-13 - “(1) Lalu Yusuf merebahkan dirinya mendekap muka ayahnya serta menangisi dan mencium dia. (2) Dan Yusuf memerintahkan kepada tabib-tabib, yaitu hamba-hambanya, untuk merempah-rempahi mayat ayahnya; maka tabib-tabib itu merempah-rempahi mayat Israel. (3) Hal itu memerlukan empat puluh hari lamanya, sebab demikianlah lamanya waktu yang diperlukan untuk merempah-rempahi, dan orang Mesir menangisi dia tujuh puluh hari lamanya. (4) Setelah lewat hari-hari penangisan itu, berkatalah Yusuf kepada seisi istana Firaun: ‘Jika kiranya aku mendapat kasihmu, katakanlah kepada Firaun, (5) bahwa ayahku telah menyuruh aku bersumpah, katanya: Tidak lama lagi aku akan mati; dalam kuburku yang telah kugali di tanah Kanaan, di situlah kaukuburkan aku. Oleh sebab itu, izinkanlah aku pergi ke sana, supaya aku menguburkan ayahku; kemudian aku akan kembali.’ (6) Lalu berkatalah Firaun: ‘Pergilah ke sana dan kuburkanlah ayahmu itu, seperti yang telah disuruhnya engkau bersumpah.’ (7) Lalu berjalanlah Yusuf ke sana untuk menguburkan ayahnya, dan bersama-sama dengan dia berjalanlah semua pegawai Firaun, para tua-tua dari istananya, dan semua tua-tua dari tanah Mesir, (8) serta seisi rumah Yusuf juga, saudara-saudaranya dan seisi rumah ayahnya; hanya anak-anaknya serta kambing domba dan lembu sapinya ditinggalkan mereka di tanah Gosyen. (9) Baik kereta maupun orang-orang berkuda turut pergi ke sana bersama-sama dengan dia, sehingga iring-iringan itu sangat besar. (10) Setelah mereka sampai ke Goren-Haatad, yang di seberang sungai Yordan, maka mereka mengadakan di situ ratapan yang sangat sedih dan riuh; dan Yusuf mengadakan perkabungan tujuh hari lamanya karena ayahnya itu. (11) Ketika penduduk negeri itu, orang-orang Kanaan, melihat perkabungan di Goren-Haatad itu, berkatalah mereka: ‘Inilah perkabungan orang Mesir yang amat riuh.’ Itulah sebabnya tempat itu dinamai Abel-Mizraim, yang letaknya di seberang Yordan. (12) Anak-anak Yakub melakukan kepadanya, seperti yang dipesankannya kepada mereka. (13) Anak-anaknya mengangkut dia ke tanah Kanaan, dan mereka menguburkan dia dalam gua di ladang Makhpela yang telah dibeli Abraham dari Efron, orang Het itu, untuk menjadi kuburan milik, yaitu ladang yang di sebelah timur Mamre. (14) Setelah ayahnya dikuburkan, pulanglah Yusuf ke Mesir, dia dan saudara-saudaranya dan semua orang yang turut pergi ke sana bersama-sama dengan dia untuk menguburkan ayahnya itu.”.

Kej 47:28-31 - “(28) Dan Yakub masih hidup tujuh belas tahun di tanah Mesir, maka umur Yakub, yakni tahun-tahun hidupnya, menjadi seratus empat puluh tujuh tahun. (29) Ketika hampir waktunya bahwa Israel akan mati, dipanggilnyalah anaknya, Yusuf, dan berkata kepadanya: ‘Jika aku mendapat kasihmu, letakkanlah kiranya tanganmu di bawah pangkal pahaku, dan bersumpahlah, bahwa engkau akan menunjukkan kasih dan setia kepadaku: Janganlah kiranya kuburkan aku di Mesir, (30) karena aku mau mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangku. Sebab itu angkutlah aku dari Mesir dan kuburkanlah aku dalam kubur mereka.’ Jawabnya: ‘Aku akan berbuat seperti katamu itu.’ (31) Kemudian kata Yakub: ‘Bersumpahlah kepadaku.’ Maka Yusufpun bersumpah kepadanya. Lalu sujudlah Israel di sebelah kepala tempat tidurnya.”.

Kej 49:29-33 - “(29) Kemudian berpesanlah Yakub kepada mereka: ‘Apabila aku nanti dikumpulkan kepada kaum leluhurku, kuburkanlah aku di sisi nenek moyangku dalam gua yang di ladang Efron, orang Het itu, (30) dalam gua yang di ladang Makhpela di sebelah timur Mamre di tanah Kanaan, ladang yang telah dibeli Abraham dari Efron, orang Het itu, untuk menjadi kuburan milik. (31) Di situlah dikuburkan Abraham beserta Sara, isterinya; di situlah dikuburkan Ishak beserta Ribka, isterinya, (32) dan di situlah juga kukuburkan Lea; ladang dengan gua yang ada di sana telah dibeli dari orang Het.’ (33) Setelah Yakub selesai berpesan kepada anak-anaknya, ditariknyalah kakinya ke atas tempat berbaring dan meninggallah ia, maka ia dikumpulkan kepada kaum leluhurnya.”.

Dalam kelompok yang mempercayai bahwa bapa orang ini belum mati ini ada 2 pandangan lagi:

1. Bapanya sedang sekarat / hampir mati, atau setidaknya bapanya sudah tua.

R. C. Sproul: “If this man’s father were already dead he would probably have been at the house mourning; more likely he meant his father was near death.” [= Seandainya bapa orang ini sudah mati, ia mungkin sudah berada di rumah perkabungan; lebih mungkin ia memaksudkan bapanya sudah dekat dengan kematian.] - Libronix.

Bible Knowledge Commentary: “The man’s reply that he first wanted to go and bury his father has been variously interpreted. Some maintain that the man’s father was dead already. It would seem strange if that was the case for he would certainly have been engaged in the burial procedure already. It is more likely that the man’s father was ready to die. His request was to let him wait just a little while before following Jesus. Perhaps the man also wanted to receive the inheritance from his father’s estate.” [= Jawaban orang ini bahwa ia mau pergi dahulu dan menguburkan bapanya telah ditafsirkan secara berbeda-beda. Sebagian mempertahankan bahwa bapa orang ini memang sudah mati. Kelihatannya aneh kalau itu adalah kasusnya, karena ia pasti akan sudah terlibat dalam prosedur penguburan. Adalah lebih memungkinkan bahwa bapa orang ini siap untuk mati. Permintaannya adalah untuk membiarkan dia untuk menunggu sedikit waktu sebelum mengikut Yesus. Mungkin orang ini juga ingin untuk menerima warisan dari milik bapanya.].

Matthew Henry: “The excuse he made: ‘Lord, suffer me first to go and bury my father. I have an aged father at home, who cannot live long, and will need me while he does live; let me go and attend on him until he is dead, and I have performed my last office of love to him, and then I will do any thing.’ ... We are tempted to defer the doing of that which we know to be our duty, and to put if off to some other time. When we have got clear of such a care and difficulty, when we have despatched such a business, raised an estate to such a pitch, then we will begin to think of being religious; and so we are cozened out of all our time, by being cozened out of the present time. ... We are tempted to think that our duty to our relations will excuse us from our duty to Christ. It is a plausible excuse indeed: ‘Let me go and bury my father, - let me take care of my family, and provide for my children, and then I will think of serving Christ;’ whereas the kingdom of God and the righteousness thereof must be sought and minded in the first place.” [= Alasan / dalih yang ia buat: ‘Tuhan, ijinkanlah aku pergi dahulu dan menguburkan bapaku. Aku mempunyai seorang bapa yang sudah tua di rumah, yang tidak bisa hidup lama, dan membutuhkan aku sementara ia masih hidup; biarkan aku pergi dan mendampingi / merawatnya sampai ia mati, dan aku telah melaksanakan tugas kasih terakhirku kepadanya, dan lalu aku akan melakukan apapun’. ... Kita dicobai untuk menunda pelaksanaan dari hal yang kita tahu merupakan kewajiban kita, dan menundanya ke lain waktu. Pada waktu kita telah membereskan suatu pemeliharaan / perhatian dan kesukaran seperti itu, pada waktu kita telah menyelesaikan urusan seperti itu, menyelesaikan pembangunan suatu tanah (?), maka kita mulai berpikir tentang menjadi relijius; dan demikianlah kita disimpangkan / ditipu dari semua waktu kita, dengan ditipu tentang waktu yang sekarang ini. ... Kita dicobai untuk berpikir bahwa kewajiban kita kepada keluarga kita akan memberi alasan / dalih bagi kita untuk bebas dari tugas / kewajiban kita bagi Kristus. Itu memang merupakan suatu dalih yang kelihatannya sah: ‘Biarkanlah aku pergi dan menguburkan bapaku, - biarkanlah aku mengurus keluargaku, dan memelihara anak-anakku, dan lalu aku akan berpikir untuk melayani Kristus’; sedangkan kerajaan Allah dan kebenarannya harus dicari dan dipikirkan di tempat pertama.].
Matius 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu.”.
Bdk. Mat 6:25-34 - “(25) ‘Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? (26) Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? (27) Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? (28) Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, (29) namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. (30) Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? (31) Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? (32) Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. (33) Tetapi carilah DAHULU Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (34) Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.’”.
Mat 6:33 (KJV): ‘But seek ye first the kingdom of God, and his righteousness; and all these things shall be added unto you.’ [= Tetapi carilah pertama-tama / lebih dulu kerajaan Allah dan kebenarannya; dan semua hal-hal ini akan ditambahkan kepadamu.].

Matthew Henry: “Christ’s answer to it (v. 60): ‘Let the dead bury their dead. Suppose (which is not likely) that there are none but the dead to bury their dead, or none but those who are themselves aged and dying, who are as good as dead, and fit for no other service, yet thou hast other work to do; go thou, and preach the kingdom of God.’ Not that Christ would have his followers or his ministers to be unnatural; our religion teaches us to be kind and good in every relation, to show piety at home, and to requite our parents. But we must not make these offices an excuse from our duty to God. If the nearest and dearest relation we have in the world stand in our way to keep us from Christ, it is necessary that we have a zeal that will make us forget father and mother, as Levi did, Deut 33:9. This disciple was called to be a minister, and therefore must not entangle himself with the affairs of this world, 2 Tim 2:4. And it is a rule that, whenever Christ calls to any duty, we must not consult with flesh and blood, Gal 1:15,16. No excuses must be admitted against a present obedience to the call of Christ.” [= Jawaban Kristus terhadapnya (ay 60): ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati mereka’. Seandainya (yang kemungkinannya kecil) di sana tidak ada seorangpun kecuali orang mati untuk menguburkan orang mati mereka, atau tak ada seorangpun kecuali mereka yang dirinya sendiri sudah tua dan sekarat, yang hampir mati, dan tak cocok untuk pelayanan yang lain, tetapi engkau mempunyai pekerjaan lain untuk dilakukan; pergilah engkau, dan beritakanlah kerajaan Allah’. Bukan bahwa Kristus menginginkan pengikut-pengikutNya atau pelayan-pelayanNya bersikap tidak wajar; agama kita mengajar kita untuk baik dalam setiap hubungan, menunjukkan kesalehan di rumah, dan membalas budi orang tua kita. Tetapi kita tidak boleh membuat kewajiban-kewajiban ini sebagai suatu dalih / alasan dari kewajiban kita kepada Allah. Jika hubungan / keluarga yang paling dekat dan paling dikasihi yang kita punyai di dunia ini menghalangi jalan kita dari Kristus, adalah perlu bahwa kita mempunyai suatu semangat yang akan membuat kita melupakan bapa dan ibu, seperti yang Lewi telah lakukan, Ul 33:9. Murid ini dipanggil untuk menjadi seorang pelayan, dan karena itu tidak boleh melibatkan dirinya sendiri dengan urusan-urusan dari dunia ini, 2Tim 2:4. Dan merupakan suatu peraturan bahwa, kapanpun Kristus memanggil pada kewajiban apapun, kita tidak boleh berkonsultasi dengan daging dan darah, Gal 1:15,16. Tak ada alasan-alasan / dalih-dalih yang boleh diakui / diterima terhadap / menentang suatu ketaatan sekarang pada panggilan dari Kristus.].

Ul 33:8-9 - “(8) Tentang Lewi ia berkata: ‘Biarlah Tumim dan UrimMu menjadi kepunyaan orang yang Kaukasihi, yang telah Kaucoba di Masa, dengan siapa Engkau berbantah dekat mata air Meriba; (9) yang berkata tentang ayahnya dan tentang ibunya: aku tidak mengindahkan mereka; ia yang tidak mau kenal saudara-saudaranya dan acuh tak acuh terhadap anak-anaknya. Sebab orang-orang Lewi itu berpegang pada firmanMu dan menjaga perjanjianMu;”.

Catatan: Tentang Ul 33:9 bandingkan dengan Kel 32:27-28, yang terjadi setelah penyembahan anak lembu emas oleh bangsa Israel, dan juga bandingkan dengan Bil 25:7-8, yang terjadi setelah bangsa Israel jatuh dalam perzinahan dengan orang-orang Moab / Midian.

Kel 32:25-28 - “(25) Ketika Musa melihat, bahwa bangsa itu seperti kuda terlepas dari kandang - sebab Harun telah melepaskannya, sampai menjadi buah cemooh bagi lawan mereka - (26) maka berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan itu serta berkata: ‘Siapa yang memihak kepada TUHAN datanglah kepadaku!’ Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi. (27) Berkatalah ia kepada mereka: ‘Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Baiklah kamu masing-masing mengikatkan pedangnya pada pinggangnya dan berjalanlah kian ke mari melalui perkemahan itu dari pintu gerbang ke pintu gerbang, dan biarlah masing-masing membunuh saudaranya dan temannya dan tetangganya.’ (28) Bani Lewi melakukan seperti yang dikatakan Musa dan pada hari itu tewaslah kira-kira tiga ribu orang dari bangsa itu.”.

Bil 25:1-15 - “(1) Sementara Israel tinggal di Sitim, mulailah bangsa itu berzinah dengan perempuan-perempuan Moab. (2) Perempuan-perempuan ini mengajak bangsa itu ke korban sembelihan bagi allah mereka, lalu bangsa itu turut makan dari korban itu dan menyembah allah orang-orang itu. (3) Ketika Israel berpasangan dengan Baal-Peor, bangkitlah murka TUHAN terhadap Israel; (4) lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Tangkaplah semua orang yang mengepalai bangsa itu dan gantunglah mereka di hadapan TUHAN di tempat terang, supaya murka TUHAN yang bernyala-nyala itu surut dari pada Israel.’ (5) Lalu berkatalah Musa kepada hakim-hakim Israel: ‘Baiklah masing-masing kamu membunuh orang-orangnya yang telah berpasangan dengan Baal-Peor.’ (6) Kebetulan datanglah salah seorang Israel membawa seorang perempuan Midian kepada sanak saudaranya dengan dilihat Musa dan segenap umat Israel yang sedang bertangis-tangisan di depan pintu Kemah Pertemuan. (7) Ketika hal itu dilihat oleh Pinehas, anak Eleazar, anak imam Harun, bangunlah ia dari tengah-tengah umat itu dan mengambil sebuah tombak di tangannya, (8) mengejar orang Israel itu sampai ke ruang tengah, dan menikam mereka berdua, yakni orang Israel dan perempuan itu, pada perutnya. Maka berhentilah tulah itu menimpa orang Israel. (9) Orang yang mati karena tulah itu ada dua puluh empat ribu orang banyaknya. (10) TUHAN berfirman kepada Musa: (11) ‘Pinehas, anak Eleazar, anak imam Harun, telah menyurutkan murkaKu dari pada orang Israel, oleh karena ia begitu giat membela kehormatanKu di tengah-tengah mereka, sehingga tidaklah Kuhabisi orang Israel dalam cemburuKu. (12) Sebab itu katakanlah: Sesungguhnya Aku berikan kepadanya perjanjian keselamatan yang dari padaKu (13) untuk menjadi perjanjian mengenai keimaman selama-lamanya bagi dia dan bagi keturunannya, karena ia telah begitu giat membela Allahnya dan telah mengadakan pendamaian bagi orang Israel.’ (14) Nama orang Israel yang mati terbunuh bersama-sama dengan perempuan Midian itu ialah Zimri bin Salu, pemimpin salah satu puak orang Simeon, (15) dan nama perempuan Midian yang mati terbunuh itu ialah Kozbi binti Zur; Zur itu adalah seorang kepala kaum - yaitu puak - di Midian.”.

Kalau saudara percaya pandangan yang mengatakan bahwa orang Kristen tidak boleh fanatik, maka baca dan renungkan ayat-ayat di atas ini sekali lagi!

2Tim 2:4 - “Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya.”.
KJV: ‘No man that warreth entangleth himself with the affairs of this life; that he may please him who hath chosen him to be a soldier.’ [= Tak seorangpun yang berperang melibatkan dirinya sendiri dengan urusan-urusan dari kehidupan ini; supaya ia bisa menyenangkan Dia yang telah memilihnya menjadi seorang tentara / prajurit.].

Galatia 1:15-17 - “(15) Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya, (16) berkenan menyatakan AnakNya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia; (17) juga aku tidak pergi ke Yerusalem mendapatkan mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku, tetapi aku berangkat ke tanah Arab dan dari situ kembali lagi ke Damsyik.”.
Lukas 9: 16b (KJV): ‘immediately I conferred not with flesh and blood:’ [= segera aku tidak berkonsultasi dengan daging dan darah:].

Adam Clarke (tentang Mat 8:21): “Bury my father: probably his father was old, and apparently near death; but it was a maxim among the Jews, that, if a man had any duty to perform to the dead, he was, for that time, free from the observance of any other precept or duty. The children of Adam are always in extremes; some will rush into the ministry of the Gospel without a call, others will delay long after they are called; the middle way is the only safe one: not to move a finger in the work till the call be given, and not to delay a moment after.” [= Menguburkan bapaku: mungkin bapanya sudah tua, dan kelihatannya dekat dengan kematian; tetapi merupakan suatu kebenaran umum / prinsip dasar di antara orang-orang Yahudi, bahwa, jika seseorang mempunyai kewajiban apapun untuk dilakukan terhadap orang mati, pada saat itu ia bebas dari ketaatan terhadap perintah atau kewajiban yang lain. Anak-anak / keturunan Adam selalu ada dalam keadaan extrim; sebagian masuk cepat-cepat ke dalam pelayanan Injil tanpa panggilan, yang lain menunda lama setelah mereka dipanggil; jalan yang di tengah adalah satu-satunya jalan yang aman: tidak menggerakkan suatu jaripun dalam pekerjaan sampai panggilan diberikan, dan tidak menunda sesaatpun setelah panggilan diberikan.].

Adam Clarke (tentang Mat 8:22): “‘Let the dead bury their dead.’ ... Leave the spiritually dead to bury their natural dead. All the common offices of life may be performed by any person; to preach the glad tidings of the kingdom of God is granted but to a few, and to these only by a special call; these should immediately abandon worldly concerns and employments, and give themselves wholly up to the work of the ministry.” [= ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati mereka’. ... Tinggalkanlah / biarkanlah orang mati secara rohani menguburkan orang mati secara jasmani mereka. Semua tugas-tugas umum dari kehidupan bisa dilakukan oleh seadanya orang; memberitakan kabar baik dari kerajaan Allah dianugerahkan hanya kepada sedikit orang, dan kepada orang-orang ini hanya oleh suatu panggilan khusus; orang-orang ini harus segera meninggalkan kepentingan-kepentingan dan pekerjaan-pekerjaan / aktivitas-aktivitas duniawi, dan menyerahkan diri mereka sendiri sepenuhnya pada pekerjaan pelayanan.].

I. Howard Marshall: “It is possible that the father was old and on the point of death, rather than that he had already died, but in both cases Jesus’ command is rigorous and goes against both Jewish teaching and the ethic of the early church (1 Tim. 5:8); the urgency of the task of preaching the gospel could not be clearer.” [= Adalah mungkin bahwa bapa itu sudah tua dan hampir mati, dari pada bahwa ia sudah mati, tetapi dalam kedua kasus perintah Yesus adalah sangat keras dan bertentangan dengan baik ajaran Yahudi maupun etika dari gereja mula-mula (1Tim 5:8); sifat mendesak dari tugas pemberitaan Injil tidak bisa lebih jelas.] - ‘The Gospel of Luke’ (Libronix).
1Tim 5:8 - “Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman.”.
Saya berpendapat ayat ini tak cocok, karena ini berbicara berkenaan dengan keluarga yang masih hidup, bukan yang sudah mati.

I. Howard Marshall: “The request is for permission to go away first of all and bury his father. ... Burial of the dead was a religious duty that took precedence over all others, including even study of the Law. Priests, who were not normally allowed to touch dead bodies, could do so in the case of relatives (Lv. 21:1-3). To assist in burying a person who had no claims on one as a relative was a work of love which carried great reward from God both in this life and in the next world. It follows that the burial of a father was a religious duty of the utmost importance ... To leave it undone was something scandalous to a Jew.” [= Permintaannya adalah untuk ijin untuk pertama-tama dari semua pergi dan menguburkan bapanya. ... Penguburan orang mati merupakan suatu kewajiban agamawi yang diprioritaskan atas semua yang lain, bahkan termasuk pembelajaran hukum Taurat. Imam-imam, yang dalam keadaan normal tidak diijinkan untuk menyentuh orang mati, bisa melakukan demikian dalam kasus kematian dari keluarga (Im 21:1-3). Membantu dalam penguburan seseorang yang bukan keluarga merupakan suatu pekerjaan kasih yang membawa pahala yang besar dari Allah, baik dalam kehidupan ini dan dalam dunia yang akan datang. Karena itu penguburan dari seorang bapa merupakan suatu kewajiban agama yang paling penting. ... Membiarkan itu tidak dilakukan merupakan sesuatu yang bersifat skandal bagi seorang Yahudi.] - ‘The Gospel of Luke’ (Libronix).

Im 21:1-3 - “(1) TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Berbicaralah kepada para imam, anak-anak Harun, dan katakan kepada mereka: Seorang imam janganlah menajiskan diri dengan orang mati di antara orang-orang sebangsanya, (2) kecuali kalau yang mati itu adalah kerabatnya yang terdekat, yakni: ibunya, ayahnya, anaknya laki-laki atau perempuan, saudaranya laki-laki, (3) saudaranya perempuan, yang masih perawan dan dekat kepadanya karena belum mempunyai suami, dengan mereka itu bolehlah ia menajiskan diri.”.

I. Howard Marshall: “the meaning is simply ‘Let the (spiritually) dead bury the (physically) dead’; ... The implications are important. Those who do not follow Jesus are regarded as spiritually dead (cf. 15:24, 32; Jn. 5:25; Rom. 6:13; Eph. 2:1; 5:14). They have missed the life associated with the kingdom. The metaphor, however, should not be pressed in terms of the later Christian development. Second, the duty of following Jesus is placed above the most stringent of human duties.” [= artinya hanyalah ‘Biarlah orang mati (secara rohani) menguburkan orang mati (secara jasmani)’; ... Implikasinya /artinya secara implicit adalah penting. Mereka yang tidak mengikuti Yesus dianggap sebagai orang mati secara rohani (bdk. 15:24,32; Yoh 5:25; Ro 6:13; Ef 2:1; 5:14). Mereka gagal mencapai kehidupan yang berhubungan dengan kerajaan. Tetapi kiasan ini tidak boleh ditekankan dalam periode dari perkembangan Kristen belakangan. Kedua, kewajiban mengikut Yesus ditempatkan di atas kewajiban-kewajiban manusia yang paling keras / ketat.] - ‘The Gospel of Luke’ (Libronix).
Catatan: saya tidak setuju dengan kata-kata yang saya beri garis bawah ganda dan beri warna ungu. Dia mau menganulir / membatalkan kata-kata Yesus???

David Gooding: “It is perhaps unlikely that the man’s father was already dead and that the man was asking for a two-hour delay in order to attend the funeral. It is more likely that the father was getting elderly and that the man with his Jewish sense of the religious duty of giving parents an honoured burial, was asking Christ for permission to delay following him until his father died (and, perhaps, also until he inherits his father estate).” [= Mungkin sangat kecil kemungkinannya bahwa bapa orang ini sudah mati dan bahwa orang ini sedang meminta penundaan 2 jam untuk menghadiri penguburan. Adalah lebih mungkin bahwa bapa itu sudah tua dan bahwa orang itu dengan pengertian / perasaan Yahudinya tentang kewajiban agamawi tentang memberi orang tua suatu penguburan yang terhormat, sedang meminta ijin Kristus untuk menunda mengikuti Dia sampai bapanya mati (dan, mungkin juga sampai ia mewarisi tanah / milik bapanya).].

David Gooding: “Now it is a fact explicity stated by Christ (see Mt. 15:3-9) that the care of elderly parents is a God-given duty which may not be put aside under any religious pretext whatsoever. If, therefore, anyone accepts Christ as Lord, Christ will direct him to fulfil this duty to his parents. But our man was making two mistakes. He asked permission to fulfil what he felt was a prior duty before becoming a follower of Christ. There can, of course, be no prior duty. If Jesus is God’s Son, our first duty is toward him. A man who considers that he has a prior duty to fulfil before he is free to become a follower of Christ, has no concept of who Christ is. And secondly, the man was not asking permission to look after his elderly father, but to bury him. In asking to delay following Christ until he had buried his father, the man showed he had no concept of the urgency and importance of the task to which Christ was calling him. That task was to ‘go and proclaim the kingdom of God’ (see 9:60).” [= Merupakan suatu fakta yang dinyatakan secara explicit oleh Kristus (lihat Mat 15:3-9) bahwa pemeliharaan terhadap orang tua yang sudah tua adalah suatu kewajiban yang diberikan oleh Allah, yang tidak boleh disingkirkan di bawah kepura-puraan / dalih agamawi apapun. Karena itu, jika siapapun menerima Kristus sebagai Tuhan, Kristus akan mengarahkan dia untuk memenuhi kewajiban kepada orang tuanya. Tetapi orang kita ini sedang membuat dua kesalahan. Ia meminta ijin untuk memenuhi apa yang ia rasakan merupakan suatu kewajiban lebih dulu / lebih penting sebelum menjadi seorang pengikut Kristus. Di sana tentu saja tidak bisa ada kewajiban yang lebih dulu / lebih penting. Jika Yesus adalah Anak Allah, kewajiban pertama kita adalah terhadap Dia. Seorang manusia yang menganggap bahwa ia mempunyai suatu kewajiban lebih dulu / lebih penting untuk dipenuhi sebelum ia bebas untuk menjadi seorang pengikut Kristus, tidak mempunyai pengertian tentang siapa Kristus itu. Dan kedua, orang itu bukan meminta ijin untuk memelihara bapanya yang sudah tua, tetapi untuk menguburkan dia. Dalam meminta untuk menunda mengikuti Kristus sampai ia telah menguburkan bapanya, orang itu menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai pengertian tentang sifat mendesak dan penting dari tugas pada mana Kristus sedang memanggilnya. Tugas itu adalah untuk ‘pergi dan memberitakan kerajaan Allah’ (lihat 9:60).].

Mat 15:3-9 - “(3) Tetapi jawab Yesus kepada mereka: ‘Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? (4) Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. (5) Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri. (7) Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: (8) Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. (9) Percuma mereka beribadah kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.’”.

David Gooding: “People at large - his father included - desperately needed to hear that message: their eternal salvation depended on hearing it and on responding to its urgent call. It would be a very curious way of fulfilling his duty as a son to his father, to delay of becoming a preacher of the gospel until his father was dead and buried.” [= Orang-orang pada umumnya - termasuk bapanya - sangat membutuhkan untuk mendengar berita itu: keselamatan kekal mereka tergantung pada pendengaran tentang hal itu dan pada tanggapan terhadap panggilannya yang mendesak. Merupakan suatu jalan yang sangat aneh dari pemenuhan kewajibannya sebagai seorang anak kepada bapanya, untuk menunda untuk menjadi seorang pemberita injil sampai bapanya mati dan dikuburkan.].

David Gooding: “Moreover, Christ pointed out to the man that spiritually dead unbelievers could perform the task of burying his father when he died; but spiritually dead unbelievers could not preach the gospel to him or anybody else. ... A surgeon does not waste his time cleaning his patient’s boots.” [= Selanjutnya / lebih lagi, Kristus menunjukkan kepada orang itu bahwa orang-orang tidak percaya yang mati secara rohani bisa melaksanakan tugas penguburan bapanya pada waktu ia mati; tetapi orang-orang tidak percaya yang mati secara rohani tidak bisa memberitakan Injil kepadanya atau kepada siapapun juga. ... Seorang ahli bedah tidak menghabiskan / membuang waktunya membersihkan sepatu bot pasiennya.].

David Gooding: “The man’s sense of duty towards his father, therefore, was false - false even to his father’s deepest need. It was a sense of duty imposed not by the requirements of God’s law or by the gospel, but by the social and religious conventions of the world. The claims of discipleship to Christ demanded that it be disregarded.” [= Karena itu, perasaan kewajiban orang ini terhadap bapanya adalah salah - salah bahkan sampai pada kebutuhan terdalam bapanya. Itu merupakan suatu perasaan kewajiban yang dibebankan bukan oleh tuntutan hukum Taurat Allah atau oleh injil, tetapi oleh persetujuan umum sosial dan agamawi dari dunia. Tuntutan kemuridan kepada Kristus menuntut bahwa hal itu diabaikan.].

Pulpit Commentary: “As the hasty disciple passes out of sight, lo! another appears, he who may be called the dilatory. Notice the difference between the two. In the former, the initiative is taken by the man; in the latter, the initiative is taken by Jesus, with the short, peremptory, ‘Follow me.’ The one has no misgivings; the other desires to follow but has not courage enough to express his convictions. And the mind is not decided. Secretly there is the attraction to the Lord, but there is also the home, the aged father, the circle in the quiet village. No; he is nearly, but not quite, ready. It is on him that the Lord looks. He sees him trembling at the word that is working in his soul, and forth comes the calling, empowering, ‘Follow!’ Was it not so natural (ver. 59), ‘Lord, suffer me first to go and bury my father’? And will not he whose commandment is, ‘Honour thy father and mother,’ at once consent? No; the Lord’s need, the Lord’s call, sets the private and domestic claims aside. Hence the enigmatical reply of ver. 60. ‘Thou hast neighbours, brethren, who have not received the life that is pulsing in thee; to them may be left such a charge as that which thou hast named. But thou, with that life in thee, hast something else to do. Life must live; go thou, the living, and fulfil the living man’s charge - preach the kingdom of God.’” [= Ketika murid yang tergesa-gesa itu sudah tak terlihat, lihatlah! seorang lain muncul, ia yang bisa disebut orang yang lambat bergerak / suka menunda. Perhatikan perbedaan di antara keduanya. Dalam kasus yang terdahulu, inisiatif dilakukan oleh orang itu; dalam kasus yang belakangan inisiatif dilakukan oleh Yesus, dengan suatu perintah singkat, ‘Ikutlah Aku’. Yang satu tidak mempunyai keraguan; yang lain ingin mengikut tetapi tidak mempunyai keberanian yang cukup untuk menyatakan keyakinannya. Dan pikirannya belum memutuskan. Secara diam-diam di sana ada ketertarikan kepada Tuhan, tetapi di sana juga ada rumah, BAPA YANG TUA, lingkungan dalam desa yang tenang. Tidak; ia hampir, tetapi tidak cukup, siap. Adalah kepadanya Tuhan memandang. Ia melihatnya gemetar pada firman yang sedang bekerja dalam jiwanya, dan keluar panggilan yang berotoritas, ‘Ikutlah!’ Tidakkah itu merupakan sesuatu yang wajar / alamiah (ay 59), ‘Tuhan, ijinkan aku pergi dahulu dan menguburkan bapaku?’ Dan akankah Ia yang memerintahkan, ‘Hormatilah ayahmu dan ibumu’, segera menyetujuinya? Tidak; kebutuhan Tuhan, panggilan Tuhan, menyingkirkan tuntutan-tuntutan pribadi dan rumah tangga / keluarga. Karena itu ada jawaban yang membingungkan dalam ay 60. ‘Engkau mempunyai tetangga / sesama, saudara-saudara, yang belum menerima kehidupan yang sedang berdenyut di dalam engkau; kepada mereka bisa ditinggalkan kewajiban / tanggung jawab seperti yang telah engkau sebutkan. Tetapi engkau, dengan kehidupan itu dalam engkau, mempunyai sesuatu yang lain untuk dilakukan. Kehidupan harus hidup / terus berjalan; pergilah engkau, orang yang hidup, dan penuhilah kewajiban / tanggung jawab orang hidup - beritakanlah kerajaan Allah’.].

Calvin (tentang Mat 8:21): “‘Lord, permit me to go first and bury my father.’ We have said, that the scribe was rejected by Christ as a follower, because he made his offer without consideration, and imagined that he would enjoy an easy life. The person whom Christ retains had an opposite fault. He was prevented from immediately obeying the call of Christ by the weakness of thinking it a hardship to leave his father. It is probable that his father was in extreme old age: for the mode of expression, ‘Permit me to bury,’ implies that he had but a short time to live. ... But he does not refuse the calling: he only asks leave for a time to discharge a duty which he owes to his father. The excuse bears that he looked upon himself as at liberty till his father’s death.” [= ‘Tuhan, ijinkanlah aku untuk pergi dahulu dan menguburkan bapaku’. Kami telah mengatakan, bahwa sang ahli Taurat ditolak oleh Kristus sebagai seorang pengikut, karena ia membuat tawarannya tanpa pertimbangan, dan membayangkan / mengkhayalkan bahwa ia akan menikmati suatu kehidupan yang mudah. Orang yang Kristus tahan ini mempunyai kesalahan yang bertentangan. Ia dicegah dari mentaati secara langsung panggilan dari Kristus oleh kelemahan dari memikirkannya sebagai suatu kesukaran untuk meninggalkan bapanya. Adalah mungkin bahwa bapanya ada dalam keadaan sangat tua: karena cara pengungkapan, ‘Ijinkanlah aku untuk menguburkan’, secara implicit menunjukkan bahwa ia mempunyai hanya sedikit waktu untuk hidup. ... Tetapi ia tidak menolak panggilan itu: ia hanya meminta ijin untuk suatu waktu untuk melaksanakan suatu kewajiban yang ia punyai terhadap bapanya. Alasan / dalih itu menunjukkan bahwa ia melihat kepada dirinya sendiri sebagai bebas sampai kematian bapanya.].

Calvin (tentang Mat 8:21): “From Christ’s reply we learn, that children should discharge their duty to their parents in such a manner that, whenever God calls them to another employment, they should lay this aside, and assign the first place to the command of God. Whatever duties we owe to men must give way, when God enjoins upon us what is immediately due to himself. All ought to consider what God requires from them as individuals, and what is demanded by their particular calling, that earthly parents may not prevent the claims of the highest and only Father of all from remaining entire.” [= Dari jawaban Kristus kita belajar, bahwa anak-anak harus melaksanakan kewajiban / tanggung jawab mereka kepada orang tua mereka dengan cara sedemikian rupa sehingga, kapanpun Allah memanggil mereka pada pekerjaan / aktivitas yang lain, mereka harus menyingkirkan ini, dan memberikan tempat pertama pada perintah Allah. Kewajiban-kewajiban apapun yang kita punyai terhadap manusia harus tunduk / memberi jalan, pada waktu Allah memerintahkan kepada kita apa yang secara langsung dituntut / diharapkan bagi diriNya sendiri. Semua orang harus mempertimbangkan apa yang Allah tuntut dari mereka sebagai individu-individu, dan apa yang dituntut oleh panggilan khusus mereka, sehingga orang tua duniawi tidak boleh mencegah keutuhan dari tuntutan-tuntutan dari ‘Bapa yang tertinggi dan satu-satunya dari semua’.].

Calvin (tentang Mat 8:22): “‘Allow the dead to bury their dead.’ By these words Christ does not condemn burial: for it would have been shameful and cruel to throw away the bodies of the dead unburied, and we know that the custom of burying originated in a divine command, and was practiced by the saints, in order to strengthen the hope of the last resurrection. He intended only to show, that what ever withdraws us from the right course, or retards us in it, deserves no other name than ‘death.’ Those only live, he tells us, who devote all their thoughts, and every part of their life, to obedience to God; while those who do not rise above the world, - who devote themselves to pleasing men, and forget God, - are like ‘dead men,’ who are idly and uselessly employed in taking care of the dead.” [= ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati mereka’. Dengan kata-kata ini Kristus tidak mengecam penguburan: karena merupakan hal yang memalukan dan kejam untuk membuang mayat-mayat dari orang mati tanpa dikubur, dan kita tahu bahwa tradisi / kebiasaan penguburan berasal usul dari suatu perintah ilahi, dan dipraktekkan oleh orang-orang kudus, untuk menguatkan pengharapan tentang kebangkitan terakhir. Ia hanya bermaksud untuk menunjukkan, bahwa apapun yang menarik kita dari jalan yang benar, atau menunda kita di dalam jalan itu, tidak layak mendapatkan nama lain selain ‘kematian’. Mereka hanya hidup, Ia memberitahu kita, yang membaktikan semua pikiran mereka, dan setiap bagian dari kehidupan mereka, pada ketaatan kepada Allah; sedangkan mereka yang tidak naik di atas dunia, - yang membaktikan diri mereka sendiri untuk menyenangkan manusia, dan melupakan Allah, - adalah seperti ‘orang mati’, yang secara malas dan secara tak berguna dipekerjakan dalam mengurus orang mati.].

Calvin (tentang Lukas 9:60): “‘But go thou and proclaim the kingdom of God.’ Matthew has only the words, ‘Follow me:’ but Luke states more fully the reason why he was called, which was, that he might be a minister and preacher of the Gospel. Had he remained in a private station, there would have been no absolute necessity for leaving his father, provided he did not forsake the Gospel on his father’s account. But the preaching of the Gospel does not allow him to remain at home, and therefore Christ properly takes him away from his father. While the amazing goodness of Christ appears in bestowing so honorable an office on a man who was still so weak, it deserves our notice, that the fault which still cleaved to him is corrected, and is not overlooked and encouraged.” [= ‘Tetapi engkau pergilah, dan beritakanlah kerajaan Allah’. Matius hanya mempunyai kata-kata, ‘Ikutlah Aku’: tetapi Lukas menyatakan secara lebih penuh alasan mengapa ia dipanggil, yang adalah supaya ia bisa menjadi seorang pelayan dan pengkhotbah / pemberita dari Injil. Seandainya ia tetap ada dalam suatu tempat / posisi pribadi, di sana tak ada keharusan mutlak untuk meninggalkan bapanya, asalkan ia tidak meninggalkan Injil karena bapanya. Tetapi pemberitaan Injil tidak mengijinkan dia untuk tetap tinggal di rumah, dan karena itu Kristus secara benar mengambil dia dari bapanya. Sementara kebaikan yang mengherankan dari Kristus terlihat dalam pemberian suatu tugas yang begitu terhormat kepada seseorang yang tetap begitu lemah, layak kita perhatikan, bahwa kesalahan yang tetap melekat kepadanya dikoreksi, dan bukannya diabaikan dan dikuatkan.].

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Mat 8:21-22): “This disciple did not, like the former, volunteer his services, but is called by the Lord Jesus, not only to follow, but to preach Him. And he is quite willing; only, he is not ready just yet. ‘Lord, I will; but’ - ‘There is a difficulty in the way just now; but that once removed, I am Thine.’ What now is this difficulty? Was his father actually dead - lying a corpse - having only to be buried? Impossible. As it was the practice, as noticed on Luke 7:12, to bury on the day of death, it is not very likely that this disciple would have been here at all if his father had just breathed his last; nor would the Lord, if He was there, have hindered him discharging the last duties of a son to a father.” [= Murid ini, tidak seperti murid yang terdahulu, yang secara sukarela menawarkan pelayanannya, tetapi dipanggil oleh Tuhan Yesus, bukan hanya untuk mengikut, tetapi untuk memberitakan Dia. Dan ia cukup mau; hanya, ia belum siap. ‘Tuhan, aku mau, TETAPI’ - ‘Di sana ada suatu kesukaran di jalan sekarang ini; tetapi sekali itu disingkirkan, aku adalah milikMu’. Sekarang apa kesukarannya ini? Apakah bapanya betul-betul mati - berbaring sebagai suatu mayat - hanya perlu untuk dikuburkan? Mustahil. Karena merupakan praktek pada saat itu, seperti diperhatikan dalam Luk 7:12, untuk menguburkan pada hari kematian, adalah sangat kecil kemungkinannya bahwa murid ini berada di sini seandainya bapanya baru saja menghembuskan nafas terakhirnya; juga Tuhan, seandainya Ia ada di sana, tidak akan menghalanginya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban terakhirnya dari seorang anak kepada seorang bapa.].

Lukas 7:12 - “Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu.”.
Catatan: Menurut saya ayat ini tidak menunjukkan bahwa penguburan dilakukan pada hari dari kematian, karena tak diketahui kapan anak dari janda itu mati.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Mat 8:21-22): “No doubt it was the common case of a son having a frail or aged father, not likely to live long, whose head he thinks it his duty to see under the ground before he goes abroad. ‘This aged father of mine will soon be removed; and if I might but delay until I see him decently interred, I should then be free to preach the kingdom of God wherever duty might call me.’” [= Tak diragukan itu merupakan kasus umum dari seorang anak yang mempunyai seorang bapa yang lemah atau sudah tua, rasanya tak akan hidup lama, yang ia pikir sebagai kewajibannya untuk melihat / memastikan dirinya ada di bawah tanah (dikubur) sebelum ia pergi dari rumah / berkeliling. ‘Bapaku yang tua ini akan segera mati; dan jika aku bisa menunda sampai aku melihat / memastikan dia dikuburkan secara benar / terhormat, maka pada saat itu aku akan bebas untuk memberitakan kerajaan Allah kemanapun kewajiban memanggilku’.].

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Mat 8:21-22): “This view of the case will explain the curt reply, ‘Let the dead bury their dead: but go thou and preach the kingdom of God.’ Like all the other pardoxical sayings of our Lord, the key to it is the different senses - a higher and a lower - in which the same word ‘dead’ is used: ‘There are two kingdoms of God in existence upon earth; the kingdom of nature, and the kingdom of grace: To the one kingdom all the children of this world, even the most ungodly, are fully alive; to the other, only the children of light: The reigning irreligion consists not in indifference to the common humanities of social life, but to things spiritual and eternal: Fear not, therefore, that your father will in your absence be neglected, and that when he breathes his last there will not be relatives and friends ready enough to do to him the last offices of kindness.” [= Pandangan ini dari kasus itu akan menjelaskan jawaban yang kasar, ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati mereka: tetapi engkau pergilah dan beritakanlah kerajaan Allah’. Seperti semua kata-kata yang lain yang bersifat paradox dari Tuhan kita, kuncinya kepada hal itu adalah arti-arti yang berbeda - yang lebih tinggi dan yang lebih rendah - dalam mana kata yang sama ‘orang mati’ digunakan: ‘Di sana ada dua kerajaan Allah yang ada di bumi; kerajaan alamiah, dan kerajaan kasih karunia: Bagi kerajaan yang satu semua anak-anak dari dunia ini, bahkan yang paling jahat, hidup sepenuhnya; bagi kerajaan yang lain, hanya anak-anak terang: Bertahtanya sikap bermusuhan terhadap agama terdiri bukan dalam sikap acuh tak acuh terhadap kemanusiaan yang umum dari kehidupan sosial, tetapi pada hal-hal rohani dan kekal: Karena itu, jangan takut, bahwa dalam ketidak-hadiranmu bapamu akan diabaikan, dan bahwa pada waktu ia menghembuskan nafas yang terakhir di sana akan tidak ada keluarga dan teman-teman yang cukup siap untuk melakukan kepadanya tugas kebaikan yang terakhir.].

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Mat 8:21-22): “Your wish to discharge these yourself is natural, and to be allowed to do it a privilege not lightly to be foregone. But the Kingdom of God lies now all neglected and needy: Its more exalted character few discern; to its paramount claims few are alive; and to ‘preach’ it fewer still are qualified and called: But thou art: The Lord therefore hath need of thee: Leave, then, those claims of nature, high though they be, to those who are dead to the still higher claims of the kingdom of grace, which God is now erecting upon earth - ‘Let the dead bury their dead: but go thou and preach the kingdom of God.’ And so have we here the genuine; but procrastinating or entangled disciple.” [= Keinginanmu untuk melaksanakan sendiri hal-hal ini merupakan sesuatu yang bersifat alamiah / wajar, dan untuk diijinkan untuk melakukannya merupakan suatu hak yang tidak secara ringan / mudah didahulukan. Tetapi Kerajaan Allah sekarang berada dalam keadaan yang sepenuhnya diabaikan dan membutuhkan: Hanya sedikit orang yang memperhatikan / mengenali karakternya yang lebih tinggi; hanya sedikit orang yang hidup untuk tuntutan-tuntutannya yang sangat penting / tinggi otoritasnya; dan untuk ‘memberitakan’nya lebih sedikit lagi yang memenuhi syarat dan dipanggil: Tetapi engkau dipanggil: Karena itu Tuhan membutuhkan engkau: Maka tinggalkan tuntutan-tuntutan alamiah itu, betapapun tingginya mereka, kepada mereka yang mati terhadap tuntutan-tuntutan yang lebih tinggi dari kerajaan kasih karunia, yang Allah sekarang sedang dirikan di bumi - ‘Hendaklah orang mati menguburkan orang mati mereka: tetapi engkau pergilah dan beritakanlah kerajaan Allah’. Jadi di sini kita mempunyai murid, yang asli / sungguh-sungguh, tetapi suka menunda secara tak perlu dan terlibat / terjerat dalam kesukaran-kesukaran.].

KESIAPAN UNTUK MENJADI MURID (4)

Lukas 9:57-62 - “(57) Ketika Yesus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: ‘Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.’ (58) Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’ (59) Lalu Ia berkata kepada seorang lain: ‘Ikutlah Aku!’ Tetapi orang itu berkata: ‘Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.’ (60) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.’ (61) Dan seorang lain lagi berkata: ‘Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.’ (62) Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.’”.

2. Bapanya masih sehat, dan dia mau menunggu sampai bapanya mati dulu, baru dia mau ikut Yesus.

Jewish New Testament Commentary (tentang Matius 8:21-22): “‘First let me go and bury my father.’ Don’t suppose this would-be TALMID is traveling around with Yeshua while his father’s corpse is waiting at home, stinking in the sun. The father is not dead yet! If he had been, the son would have been at home, sitting SHIV‘AH (see Yn 11:19-20&N). The son wishes to go home, live in comfort with his father till his death perhaps years hence, collect his inheritance and then, at his leisure, become a disciple.” [= ‘Ijinkanlah aku pergi dahulu dan menguburkan bapaku’. Jangan menganggap calon murid ini sedang berjalan-jalan / bepergian keliling bersama Yesus pada waktu mayat bapanya sedang menunggu di rumah, berbau busuk dalam sinar matahari. Bapanya belum mati! Seandainya ia telah mati, anak itu sudah akan berada di rumah, duduk berkabung selama 1 minggu (lihat Yoh 11:19-20). Anak itu ingin pulang, hidup dalam kenyamanan bersama bapanya sampai kematiannya mungkin bertahun-tahun dari sekarang, mengumpulkan warisannya dan lalu, pada waktu luangnya, menjadi seorang murid.].

Catatan:
Kata Ibrani TALMID = murid.
Kata Ibrani SHIV’AH = perkabungan selama 1 minggu. Kalau mau lebih terperinci lihat ini: https://en.wikipedia.org/wiki/Shiva_(Judaism)
Yoh 11:17,19-20 - “(17) Maka ketika Yesus tiba, didapatiNya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur. ... (19) Di situ banyak orang Yahudi telah datang kepada Marta dan Maria untuk menghibur mereka berhubung dengan kematian saudaranya. (20) Ketika Marta mendengar, bahwa Yesus datang, ia pergi mendapatkanNya. Tetapi Maria tinggal di rumah.”.

Jewish New Testament Commentary (tentang Mat 8:21-22): “Let the spiritually dead, those concerned with the benefits of this world, including inheritances, remain with each other in life and eventually bury their own physically dead. The true TALMID must get his priorities straight.” [= Biarlah orang mati secara rohani, mereka yang senang dengan keuntungan-keuntungan dari dunia ini, termasuk warisan-warisan, tinggal bersama satu dengan yang lain dalam kehidupan dan akhirnya menguburkan orang mati secara jasmani mereka sendiri. Murid yang benar / sejati harus mengerti dengan benar /membuat jelas prioritas-prioritasnya.].
Catatan: TALMID = murid.

J. Vernon McGee (tentang Lukas 9:59-60): “This verse has been greatly misunderstood. Jesus was not forbidding this boy to attend the funeral of his father. Rather, the boy is saying that he would have to take care of his father until he died. After his father was gone, he would be free to follow Jesus.” [= Ayat ini telah sangat disalah-mengerti. Yesus bukan melarang anak ini menghadiri penguburan bapanya. Tetapi anak itu berkata bahwa ia harus mengurus / memelihara bapanya sampai ia mati. Setelah bapanya pergi / mati, ia bebas untuk mengikut Yesus.] - Libronix.

J. Vernon McGee (tentang Matius 8:21-22): “Dr. Adam Smith, who was quite an authority on the Middle East, has written several helpful books. He tells of one incident where he wanted to hire an Arab guide. He explained where he wished to go and was told of a young man in a certain village who would be an excellent guide. Dr. Smith went to the village and asked the young man to be his guide and was told, ‘I first have to bury my father.’ And there, in front of his hut, sat the old gentleman as hale and hardy as you please. What the young Arab really meant was that he could not leave because he would have to care for his father until he died. The father was the son’s responsibility.” [= Dr. Adam Smith, yang adalah seorang sumber yang cukup diterima tentang informasi ahli tentang Timur Tengah, telah menulis beberapa buku yang menolong / berguna. Ia menceritakan tentang satu kejadian dimana ia ingin menyewa seorang pembimbing (guide) Arab. Ia menjelaskan kemana ia ingin pergi dan diberitahu tentang seorang muda di suatu desa tertentu yang adalah seorang guide yang bagus sekali. Dr. Smith pergi ke desa itu dan meminta orang muda itu untuk menjadi guide-nya dan diberitahu, ‘Aku harus lebih dulu menguburkan bapaku’. Dan di sana, di depan rumah kecilnya, duduk seorang laki-laki sesehat dan sekuat yang kamu inginkan. Apa yang orang Arab muda itu sebetulnya maksudkan adalah bahwa ia tidak bisa pergi karena ia harus mengurus / memelihara bapanya sampai ia mati. Bapa adalah tanggung jawab anak.] - Libronix.

J. Vernon McGee (tentang Lukas 9:60): “When it comes to discipleship, human affection takes second place to His will. When a conflict arises between human affections and Christ, He claims the first place.” [= Pada waktu itu berkenaan dengan kemuridan, perasaan / kasih manusia mengambil tempat kedua setelah kehendakNya. Pada waktu muncul konflik antara perasaan / kasih manusia dan Kristus, Ia menuntut tempat pertama.] - Libronix.

William Barclay (tentang Lukas 9:57-62): “Jesus’ words to the second man sound harsh, but they need not be so. In all probability the man’s father was not dead, and not even nearly dead. His saying most likely meant, ‘I will follow you after my father has died.’ The story is told of a very brilliant young Arab who was offered a scholarship to Oxford or Cambridge. His answer was, ‘I will take it after I have buried my father.’ At the time his father was not much more than forty years of age. The point Jesus was making is that in everything there is a crucial moment; if that moment is missed the thing most likely will never be done at all. The man in the story had stirrings in his heart to get out of his spiritually dead surroundings; if he missed that moment he would never get out. Psychologists tell us that every time we have a fine feeling, and do not act on it, the less likely we are to act on it at all. The emotion becomes a substitute for the action. Take one example - sometimes we feel that we would like to write a letter, perhaps of sympathy, perhaps of thanks, perhaps of congratulations. If we put it off until tomorrow, it will in all likelihood never be written. Jesus urges us to act at once when our hearts are stirred.” [= Kata-kata Yesus kepada orang kedua ini terdengar keras, tetapi kata-kata itu tak perlu diartikan seperti itu. Sangat mungkin bapa orang itu belum mati, dan bahkan tidak dekat dengan kematian. Kata-katanya sangat mungkin berarti, ‘Aku akan mengikut Engkau setelah bapaku telah mati’. Suatu cerita diceritakan tentang seorang Arab muda yang sangat pandai yang ditawari bea siswa ke Oxford atau Chambridge. Jawabannya adalah, ‘Aku akan mengambilnya setelah aku telah menguburkan bapaku’. Pada saat itu bapanya baru berumur 40 tahun lebih sedikit. Hal yang ditekankan oleh Yesus adalah bahwa dalam segala sesuatu di sana ada saat yang penting /menentukan; jika saat itu luput, hal itu sangat mungkin tidak akan pernah dilakukan sama sekali. Orang dalam cerita ini mempunyai perasaan berkobar-kobar yang kuat dalam hatinya untuk keluar dari lingkungannya yang mati secara rohani; jika ia meluputkan saat itu ia tidak akan pernah keluar. Ahli-ahli Psikologi memberitahu kita bahwa setiap kali kita mempunyai suatu perasaan yang bagus, dan tidak melakukan berdasarkannya, sangat kecil kemungkinannya kita akan pernah melakukan berdasarkannya. Emosi menjadi suatu pengganti untuk tindakan. Ambillah suatu contoh - kadang-kadang kita merasa bahwa kita ingin menulis sebuah surat, mungkin tentang simpati, mungkin tentang terima kasih, mungkin tentang pengucapan selamat. Jika kita menundanya sampai besok, sangat mungkin itu tidak akan pernah dituliskan. Yesus mendesak kita bertindak dengan segera pada waktu hati kita digerakkan.].


William Barclay (tentang Mat 8:18-22): “BUT there was another man who wished to follow Jesus. He said he would follow Jesus, if he was first allowed to go and bury his father. Jesus’ answer was: ‘Follow me and leave the dead to bury their own dead.’ At first sight, that seems a hard saying. To the Jews, it was a sacred duty to ensure decent burial for a dead parent. When Jacob died, Joseph asked permission from Pharaoh to go and bury his father: "My father made me swear an oath; he said, ‘I am about to die. In the tomb that I hewed out for myself in the land of Canaan, there you shall bury me.’ Now therefore let me go up, so that I may bury my father; then I will return" (Genesis 50:5). Because of the apparently stern and unsympathetic character of this saying, different explanations have been given of it. It has been suggested that in the translation into Greek of the Aramaic which Jesus used, there has been a mistake; and that Jesus is saying that the man can well leave the burying of his father to the official buriers. There is a strange verse in Ezekiel 39:15: ‘As the searchers pass through the land, anyone who sees a human bone shall set up a sign by it, until the buriers have buried it in the Valley of Hamon-gog.’ That seems to imply a kind of official called a burier; and it has been suggested that Jesus is saying that the man can leave the burial to these officials. That does not seem a very likely explanation. It has been suggested that this is indeed a hard saying, and that Jesus is saying bluntly that the society in which this man is living is dead in sin, and he must get out of it as quickly as possible, even if it means leaving his father still unburied; that nothing, not even the most sacred duty, must delay his embarkation on the Christian way. But the true explanation undoubtedly lies in the way in which the Jews used this phrase - ‘I must bury my father’ - and in the way in which it is still used in this part of the world. The German theologian Hans Wendt quotes an incident related by a Syrian missionary, M. Waldmeier. This missionary was friendly with an intelligent and rich young Turk. He advised him to make a tour of Europe at the close of his education, so that his education would be completed and his mind broadened. The Turk answered: ‘I must first of all bury my father.’ The missionary expressed his sympathy and sorrow that the young man’s father had died. But the young Turk explained that his father was still very much alive, and that what he meant was that he must fulfil all his duties to his parents and to his relatives before he could leave them to go on the suggested tour; that, in fact, he could not leave home until after his father’s death, which might not happen for many years. That is undoubtedly what the man in this gospel incident meant. He meant: ‘I will follow you some day, when my father is dead, and when I am free to go.’ He was in fact putting off his following of Jesus for many years to come.” [= Tetapi di sana ada seorang lain yang ingin mengikut Yesus. Ia berkata ia mau / akan mengikut Yesus, jika ia diijinkan untuk lebih dulu pergi dan menguburkan bapanya. Jawaban Yesus adalah: ‘Ikutlah Aku dan biarkanlah orang mati menguburkan orang mati mereka’. Pada pandangan pertama, itu kelihatan sebagai suatu kata-kata yang keras. Bagi orang-orang Yahudi, merupakan suatu kewajiban keramat untuk memastikan penguburan yang layak bagi orang tua yang mati. Pada saat Yakub mati, Yusuf meminta ijin dari Firaun untuk pergi dan menguburkan bapanya: "Bapaku menyuruhku bersumpah; ia berkata, ‘Aku akan mati. Dalam kubur yang aku gali untuk diriku sendiri di tanah Kanaan, di sanalah kamu akan menguburkan aku’. Karena itu biarlah aku pergi, sehingga aku bisa menguburkan bapaku; lalu aku akan kembali" (Kej 50:5). Karena karakter yang kelihatannya keras dan tak bersimpati dari kata-kata ini, penjelasan-penjelasan yang berbeda telah diberikan tentangnya. Telah diusulkan bahwa dalam penterjemahan ke bahasa Yunani dari bahasa Aramaik yang digunakan oleh Yesus, di sana ada suatu kesalahan; dan bahwa Yesus sedang berkata bahwa orang itu bisa dengan baik menyerahkan penguburan bapanya kepada tukang-tukang kubur resmi. Di sana ada suatu ayat yang aneh dalam Yeh 39:15 (LAI): ‘Kalau mereka menjelajahinya dan seorang menjumpai sepotong tulang manusia, maka ia harus meletakkan batu di sampingnya sebagai tanda sampai tukang-tukang kubur menguburkannya di Lembah khalayak Ramai Gog.’ Itu kelihatannya menunjukkan secara implicit sejenis petugas yang disebut tukang kubur; dan telah diusulkan bahwa Yesus sedang berkata bahwa orang itu bisa menyerahkan penguburan kepada petugas-petugas ini. Itu tidak kelihatan sebagai suatu penjelasan yang memungkinkan. Telah diusulkan bahwa ini memang merupakan suatu kata-kata yang keras, dan bahwa Yesus sedang berkata dengan blak-blakan bahwa masyarakat dalam mana orang itu sedang hidup adalah mati dalam dosa, dan ia harus keluar darinya secepat mungkin, bahkan jika itu berarti meninggalkan bapanya tetap tidak terkubur; bahwa tak ada apapun, bahkan tidak kewajiban yang paling keramat, boleh menunda pemberangkatannya pada jalan Kristen. Tetapi penjelasan yang benar tak diragukan terletak dalam cara dengan mana orang-orang Yahudi menggunakan ungkapan ini - ‘Aku harus menguburkan bapaku’ - dan dengan cara dalam mana itu tetap digunakan dalam bagian dunia ini. Ahli Theologia Jerman Hans Wendt mengutip suatu kejadian yang diceritakan oleh seorang misionaris di Syria, M. Waldmeier. Misionaris ini berteman dengan seorang Turki yang pandai, muda, dan kaya. Ia menasehatinya untuk membuat suatu tour keliling Eropah pada akhir dari pendidikannya, sehingga pendidikannya akan dilengkapi dan pikirannya diperluas. Orang Turki itu menjawab: ‘Aku harus lebih dulu dari semua, menguburkan bapaku’. Si misionaris menyatakan simpati dan kesedihannya bahwa bapa orang muda itu telah mati. Tetapi orang Turki muda itu menjelaskan bahwa bapanya masih tetap hidup, dan bahwa apa yang ia maksudkan adalah bahwa ia harus memenuhi semua kewajiban-kewajibannya kepada orang tuanya dan kepada keluarganya sebelum ia bisa meninggalkan mereka untuk pergi pada tour yang diusulkan; bahwa sebenarnya, ia tidak bisa meninggalkan rumah sampai setelah kematian bapanya, YANG MUNGKIN / BISA TIDAK TERJADI UNTUK BANYAK TAHUN / WAKTU YANG LAMA. Itu tak diragukan merupakan apa yang orang dalam kejadian injil ini maksudkan. Ia memaksudkan: ‘Aku akan mengikut Engkau suatu hari, pada waktu bapaku sudah mati, dan pada waktu aku bebas untuk pergi’. Sebenarnya ia sedang menunda untuk ikut Yesus selama banyak tahun yang akan datang.].

The Biblical Illustrator: “It was an Eastern proverb, ‘When I have buried my father I will do so-and-so.’” [= Merupakan suatu pepatah Timur, ‘Pada waktu aku telah menguburkan bapaku aku akan melakukan ini dan itu’.].

Saya paling condong pada pandangan ini, yaitu bahwa bukan saja bapa orang itu belum mati, tetapi bahkan dekat dengan kematianpun tidak. Penafsiran ini membuat kata-kata Yesus sama sekali tidak kelihatan extrim.

c) Tak peduli bapanya sudah mati atau belum.
Sebetulnya ini bukan merupakan pandangan dari para penafsir ini. Ini hanya menunjukkan bahwa dalam memberikan penafsiran mereka tidak memberi komentar apapun apakah bapa orang ini sudah mati atau belum.

Barnes’ Notes (tentang Mat 8:21): “‘Suffer me first to go and bury my father.’ This seemed to be a reasonable request, as respect for parents, living or dead, is one of the first duties of religion. But the Saviour saw that in his circumstances there might be danger, if he was thus permitted to go, that he would not return to him: and he commanded him, therefore, to perform the more important duty - the duty of attending to the salvation of his soul even at the risk of the apparent neglect of another duty. The first duty of man is religion, and everything else should be made subordinate to that.” [= ‘Ijinkanlah aku pergi dahulu dan menguburkan bapaku’. Ini kelihatannya merupakan suatu permintaan yang masuk akal, karena hormat untuk orang tua, hidup ATAU MATI, adalah satu dari kewajiban-kewajiban pertama dari agama. Tetapi sang Juruselamat melihat bahwa dalam keadaannya di sana bisa ada bahaya, jika ia diijinkan untuk pergi seperti itu, bahwa ia tidak akan kembali kepadaNya: dan karena itu Ia memerintahkannya untuk melaksanakan kewajiban yang lebih penting - kewajiban untuk mengurus keselamatan jiwanya bahkan dengan resiko kelihatannya mengabaikan kewajiban yang lain. Kewajiban pertama dari manusia adalah agama, dan segala sesuatu yang lain harus disekunderkan terhadap itu.].
Catatan: saya tidak tahu dari mana Barnes mendapatkan bahwa hormat kepada orang tua yang mati merupakan kewajiban agama.

Barnes’ Notes (tentang Matius 8:22): “‘Let the dead bury their dead.’ The word ‘dead’ is used in this passage in two different senses. It is apparently a paradox, but is suited to convey the idea very distinctly to the mind. The Jews used the word ‘dead’ often to express indifference toward a thing; or, rather, to show that that thing has no ‘influence’ over us. Thus, to be dead to the world; to be dead to the law (Rom. 7:4); to be dead to sin (Rom. 6:11), means that the world, law, and sin have not influence or control over us; that we are free from them, and act ‘as though they were not.’ A body in the grave is unaffected by the pomp and vanity, by the gaiety and revelry, by the ambition and splendor that may be near the tomb. So people of the world are dead to religion. They see not its beauty, hear not its voice, are not won by its loveliness. This is the class of people to which the Saviour refers here. Let people, says he, who are uninterested in my work, and who are ‘dead in sin’ (Eph 2:1), take care of the dead. Your duty is now to follow me.” [= ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati mereka’. Kata ‘mati’ digunakan dalam text ini dalam dua arti yang berbeda. Itu jelas merupakan suatu paradox, tetapi cocok untuk menyampaikan gagasan dengan sangat jelas pada pikiran. Orang-orang Yahudi sering menggunakan kata ‘mati’ untuk menyatakan sikap acuh tak acuh terhadap sesuatu; atau, lebih tepat, untuk menunjukkan bahwa hal itu tidak mempunyai ‘pengaruh’ atas kita. Jadi, mati bagi / terhadap dunia; mati bagi / terhadap hukum Taurat (Ro 7:4); mati bagi / terhadap dosa (Ro 6:11), berarti bahwa dunia, hukum Taurat, dan dosa tidak mempunyai pengaruh atau kendali atas kita; bahwa kita bebas dari mereka, dan bertindak ‘seakan-akan mereka tidak ada’. Suatu mayat dalam kuburan tidak terpengaruh oleh kemegahan dan kesia-siaan, oleh kesenangan dan pesta yang ribut, oleh ambisi dan kemegahan yang mungkin dekat dengan kuburan itu. Demikianlah orang-orang dunia mati terhadap agama. Mereka tidak melihat keindahannya, tidak mendengar suaranya, tidak dimenangkan oleh keindahan / kasihnya. Ini adalah golongan orang-orang pada mana sang Juruselamat menunjuk di sini. Biarlah orang-orang, kataNya, yang tidak tertarik dalam pekerjaanKu, dan yang ‘mati dalam dosa’ (Ef 2:1), mengurus orang mati. Kewajibanmu sekarang adalah mengikut Aku.].

The Bible Exposition Commentary: “Jesus is not suggesting here that we dishonor our parents, but only that we not permit our love for family to weaken our love for the Lord. We should love Christ so much that our love for family would look like hatred in comparison (Luke 14:26).” [= Yesus tidak sedang mengusulkan di sini supaya kita tidak menghormati orang tua kita, tetapi hanya supaya kita tidak mengijinkan kasih kita untuk keluarga melemahkan kasih kita untuk Tuhan. Kita harus mengasihi Kristus begitu besar sehingga kasih kita untuk keluarga akan terlihat sebagai kebencian dalam perbandingan (Luk 14:26).].


Lukas 14:26 - “‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu.”.

4) Orang ini terlalu tidak siap.

William Hendriksen (tentang Lukas 9:57-58): “As has been shown, the would-be follower mentioned in verses 57, 58 was ‘too ready’ to become one of Christ’s constant disciples. The next aspirant is ‘too unready:’” [= Seperti telah ditunjukkan, calon pengikut yang disebutkan dalam ay 57,58 adalah ‘terlalu siap’ untuk menjadi salah seorang dari pengikut konstan Kristus. Pemohon yang selanjutnya adalah ‘terlalu tidak siap’:].

Lenski: “The scribe offered to follow Jesus, this man is bidden to follow him. This is hardly his first following. Jesus is leaving, and this man, who is already a disciple, is asked to go along and to continue in Jesus’ company as a disciple. This seems to be the proper view because Jesus wants him to proclaim the kingdom, which he asks of no one who has not been sufficiently instructed in advance. While the scribe was overready and had to be cautioned, this man wants to delay and to join Jesus later.” [= Ahli Taurat itu menawarkan untuk mengikut Yesus, orang ini diminta untuk mengikut Dia. Ini tidak mungkin merupakan tindakan mengikutnya yang pertama. Yesus sedang meninggalkan, dan orang ini, yang sudah adalah seorang murid, diminta untuk pergi bersama-sama dan terus ada dalam kelompok Yesus sebagai seorang murid. Ini kelihatannya merupakan pandangan yang benar karena Yesus menghendaki dia untuk memberitakan kerajaanNya, yang tak akan Ia minta dari orang yang belum diajar secara cukup sebelumnya. Sementara ahli Taurat itu terlalu siap dan harus diperingatkan, orang ini ingin menunda, dan bergabung dengan Yesus belakangan.].

Catatan: memang Matius 8:21 mengatakan orang ini sudah adalah seorang murid.
Matius 8:21 - “Seorang lain, yaitu salah seorang muridNya, berkata kepadaNya: ‘Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.’”.

KESIAPAN UNTUK MENJADI MURID (5)

Lukas 9:57-62 - “(57) Ketika Yesus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: ‘Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.’ (58) Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’ (59) Lalu Ia berkata kepada seorang lain: ‘Ikutlah Aku!’ Tetapi orang itu berkata: ‘Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.’ (60) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.’ (61) Dan seorang lain lagi berkata: ‘Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.’ (62) Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.’”.

C) Orang ketiga (Lukas 9: 61-62).
Lukas 9: 61-62: “(61) Dan seorang lain lagi berkata: ‘Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.’ (62) Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.’”.

1) Kita soroti Lukas 9: 61-nya saja lebih dulu, sekalipun dalam pembahasannya / penafsirannya kita tidak bisa tidak melibatkan Lukas 9: 62-nya.

Lukas 9: 61: “Dan seorang lain lagi berkata: ‘Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.’”. Ini seperti NIV (‘to my family’).
KJV: ‘And another also said, Lord, I will follow thee; but let me first go bid them farewell, which are at home at my house.’ [= Dan seorang lain juga berkata, Tuhan, aku akan mengikut Engkau; tetapi ijinkanlah aku pergi dahulu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka, yang ada di rumahku.].
RSV: ‘Another said, ‘I will follow you, Lord; but let me first say farewell to those at my home.’’ [= Seorang lain berkata, ‘Aku akan mengikut Engkau, Tuhan; tetapi ijinkanlah aku pergi dahulu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka yang ada di rumahku.].
NASB: “And another also said, ‘I will follow You, Lord; but first permit me to say good-bye to those at home.’” [= Dan seorang lain lagi juga berkata, ‘Aku akan mengikut Engkau, Tuhan; tetapi ijinkanlah aku pergi dahulu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka di rumah.].

KJV/RSV/NASB memberikan terjemahan yang lebih hurufiah. Sekalipun orang-orang yang ada di rumahnya itu mungkin sekali adalah keluarganya, tetapi bisa saja ada orang-orang lain, seperti teman-teman mereka dan sebagainya.

a) Sepintas lalu, kelihatannya permintaan orang ini wajar-wajar saja. Dalam kasus Elisa, waktu ia mau mengikuti Elia, ia juga minta ijin untuk pamitan / mencium keluarganya, dan kelihatannya Elia tak keberatan dengan hal itu.

1Raja 19:19-21 - “(19) Setelah Elia pergi dari sana, ia bertemu dengan Elisa bin Safat yang sedang membajak dengan dua belas pasang lembu, sedang ia sendiri mengemudikan yang kedua belas. Ketika Elia lalu dari dekatnya, ia melemparkan jubahnya kepadanya. (20) Lalu Elisa meninggalkan lembu itu dan berlari mengikuti Elia, katanya: ‘Biarkanlah aku mencium ayahku dan ibuku dahulu, lalu aku akan mengikuti engkau.’ Jawabnya kepadanya: ‘Baiklah, pulang dahulu, dan ingatlah apa yang telah kuperbuat kepadamu.’ (21) Lalu berbaliklah ia dari pada Elia, ia mengambil pasangan lembu itu, menyembelihnya dan memasak dagingnya dengan bajak lembu itu sebagai kayu api; ia memberikan daging itu kepada orang-orangnya, kemudian makanlah mereka. Sesudah itu bersiaplah ia, lalu mengikuti Elia dan menjadi pelayannya.”.
Ay 20b (KJV): ‘And he said unto him, Go back again: for what have I done to thee?’ [= Dan ia berkata kepadanya, Kembalilah lagi, karena apa yang telah aku lakukan kepadamu?’].

Lalu mengapa orang ini tidak diijinkan oleh Yesus untuk melakukan hal yang sama, yang kelihatannya wajar-wajar saja itu?

Matthew Henry: “This seemed reasonable; it was what Elisha desired when Elijah called him, ‘Let me kiss my father and my mother;’ and it was allowed him: but the ministry of the gospel is preferable, and the service of it more urgent than that of the prophets; and therefore here it would not be allowed.” [= Ini kelihatannya masuk akal; itu adalah apa yang Elisa inginkan pada waktu Elia memanggilnya, ‘Biarlah aku mencium ayahku dan ibuku’; dan itu diijinkan baginya: tetapi pelayanan injil lebih bernilai, dan pelayanan darinya lebih mendesak dari pada pelayanan nabi-nabi; dan karena itu di sini itu tidak diijinkan.].
Saya tidak setuju dengan Matthew Henry dalam hal ini, karena pelayanan nabi-nabi maupun pelayanan dari Yesus semua juga dilakukan bagi Allah, sehingga kita tidak bisa membedakannya seperti itu.

Menurut saya, alasannya adalah karena Yesus bisa melihat ke dalam hati orang itu, dan Ia melihat sesuatu yang berbeda antara hati Elisa dan hati orang itu.

Secara sama, dalam Alkitab ada orang-orang yang mempertanyakan nubuat Tuhan, dan tidak dihukum (Lukas 1:34-35). Tetapi ada orang-orang yang melakukan hal yang sama dan dihukum (Luk 1:18-20). Ada orang-orang yang meminta tanda, dan ia dipersalahkan (Mat 12:38-39), sedangkan orang-orang lain meminta tanda, dan diberikan tanda itu (Hakim 6:36-40).

Lukas 1:34-35 - “(34) Kata Maria kepada malaikat itu: ‘Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?’ (35) Jawab malaikat itu kepadanya: ‘Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.”.

Lukas 1:18-20 - “(18) Lalu kata Zakharia kepada malaikat itu: ‘Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya.’ (19) Jawab malaikat itu kepadanya: ‘Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu. (20) Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya.’”.

Mat 12:38-39 - “(38) Pada waktu itu berkatalah beberapa ahli Taurat dan orang Farisi kepada Yesus: ‘Guru, kami ingin melihat suatu tanda dari padaMu.’ (39) Tetapi jawabNya kepada mereka: ‘Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.”.

Hakim 6:36-40 - “(36) Kemudian berkatalah Gideon kepada Allah: ‘Jika Engkau mau menyelamatkan orang Israel dengan perantaraanku, seperti yang Kaufirmankan itu, (37) maka aku membentangkan guntingan bulu domba di tempat pengirikan; apabila hanya di atas guntingan bulu itu ada embun, tetapi seluruh tanah di situ tinggal kering, maka tahulah aku, bahwa Engkau mau menyelamatkan orang Israel dengan perantaraanku, seperti yang Kaufirmankan.’ (38) Dan demikianlah terjadi; sebab keesokan harinya pagi-pagi ia bangun, dipulasnya guntingan bulu itu dan diperasnya air embun dari guntingan bulu itu, secawan penuh air. (39) Lalu berkatalah Gideon kepada Allah: ‘Janganlah kiranya murkaMu bangkit terhadap aku, apabila aku berkata lagi, sekali ini saja; biarkanlah aku satu kali lagi saja mengambil percobaan dengan guntingan bulu itu: sekiranya yang kering hanya guntingan bulu itu, dan di atas seluruh tanah itu ada embun.’ (40) Dan demikianlah diperbuat Allah pada malam itu, sebab hanya guntingan bulu itu yang kering, dan di atas seluruh tanah itu ada embun.”.

Semua itu karena Tuhan bisa melihat perbedaan dalam hati mereka, yang kita tidak bisa melihatnya.

Adam Clarke: “‎This person seems to have had in view the case of Elisha, who made a similar request to the Prophet Elijah, 1 Kings 19:19-20, which request was granted by the prophet; but our Lord, seeing that this person had too much attachment to the earth, and that his return to worldly employments, though for a short time, was likely to become the means of stifling the good desires which he now felt, refused to grant him that permission.” [= Orang ini kelihatannya mempunyai dalam pandangannya kasus Elisa, yang membuat suatu permohonan yang mirip kepada nabi Elia, 1Raja 19:19-20, dan permohonan itu dikabulkan oleh sang nabi; tetapi Tuhan kita, melihat bahwa orang ini mempunyai terlalu banyak ikatan dengan bumi / dunia, dan bahwa kembalinya ia pada pekerjaan-pekerjaan duniawi, sekalipun hanya untuk waktu yang singkat, sangat mungkin untuk menjadi cara /jalan dari halangan yang kuat terhadap keinginan-keinginan baik yang sekarang ia rasakan, menolak untuk mengabulkannya memberi ijin itu.].

The Biblical Illustrator: “You will say, what harm in this request? Elijah granted it to Elisha (1 Kings 19:21). ... If two men do the same thing, it followeth not that they do it with the same mind. Things may be the same as to the substance or matter of the action, yet circumstances may be different. Christ knew this man’s heart, and could interpret the meaning of his desire to go home first.” [= Kamu akan berkata, apa kesalahan / kejahatan dalam permintaan ini? Elia mengabulkannya bagi Elisa (1Raja 19:21). ... Jika dua orang melakukan hal yang sama, tidak berarti bahwa mereka melakukannya dengan pikiran yang sama. Hal-hal bisa sama berkenaan dengan substansi dari tindakan itu, tetapi keadaan-keadaan bisa berbeda. Kristus mengetahui hati orang ini, dan bisa menafsirkan arti dari keinginannya untuk pulang lebih dulu.].

J. C. Ryle: “‘Bid … farewell.’... It is probable, that, like the expression, ‘bury my father,’ more is implied than appears. Had the desire to bid farewell been like the simple wish of Elisha, ‘to kiss his father and mother,’ when Elijah called him, our Lord would hardly have said what He did. (1 Kings 19:20.) It is evident at any rate that our Lord saw the man’s heart was more at his home than at his work.” [= ‘Mengucapkan ... selamat tinggal’. ... Adalah mungkin, bahwa, seperti ungkapan ‘menguburkan bapaku’, secara implicit ada lebih banyak dari pada kelihatannya. Seandainya keinginan untuk mengucapkan selamat tinggal adalah seperti keinginan sederhana / tanpa tambahan apa-apa dari Elisa, ‘untuk mencium ayah dan ibunya’, pada waktu Elia memanggilnya, Tuhan kita tidak mungkin telah mengatakan apa yang Ia katakan. (1Raja 19:20). Adalah jelas bahwa apapun kasusnya Tuhan kita melihat hati orang itu lebih banyak berada di rumahnya dari pada di pekerjaan / pelayanannya.] - Libronix.

William Hendriksen (tentang Luk 9:61): “What could be wrong with that request? Was it not altogether reasonable? However, we have already taken note of the fact that also in connection with the second aspirant, on the surface the request seemed moderate, yet was rejected. In order to arrive at a reasonable interpretation of these rejected requests we should take account of the fact that Jesus was able to see what we cannot see. He was able to search hearts and to read minds (Luke 5:20, 22; 6:8; John 1:47; 2:25; 21:17). He knew that for this particular person it would be dangerous first to go home. His priorities had not as yet been well established. He had not as yet reached the ideal mentioned in Col. 1:18, ‘that in all things he (Christ) might have the pre-eminence.’ In a sense this man reminds us of the first aspirant, for in both cases the would-be follower volunteers his allegiance by saying, ‘I will follow you.’ Jesus knows, however, that this third aspirant, on reaching ‘the folks at home,’ would fall an easy prey to their fervent and emotional pleas to stay home and not to join Jesus and his company.” [= Apa yang bisa salah dengan permohonan itu? Bukankah itu sepenuhnya masuk akal? Tetapi, kita telah memperhatikan fakta bahwa juga berhubungan dengan pemohon yang kedua, di permukaannya permohonan itu kelihatannya bersifat moderat / tidak berlebihan, tetapi ditolak. Supaya bisa sampai pada suatu penafsiran yang masuk akal dari permohonan-permohonan yang ditolak ini kita harus memperhatikan fakta bahwa Yesus bisa melihat apa yang kita tidak bisa lihat. Ia bisa menyelidiki hati dan membaca pikiran (Lukas 5:20,22; 6:8; Yoh 1:47; 2:25; 21:17). Ia tahu bahwa untuk orang tertentu ini adalah berbahaya untuk pulang lebih dahulu. Prioritas-prioritasnya belum diteguhkan dengan baik. Ia belum mencapai keadaan ideal yang disebutkan dalam Kol 1:18, ‘bahwa dalam segala sesuatu Ia (Kristus) bisa mendapatkan keutamaan’. Dalam arti tertentu orang ini mengingatkan kita tentang pemohon pertama, karena dalam kedua kasus calon pengikut menawarkan secara sukarela kesetiaannya dengan mengatakan, ‘Aku akan mengikut Engkau’. Tetapi Yesus tahu bahwa pemohon ketiga ini, pada saat mencapai ‘orang-orang di rumah’, akan jatuh sebagai mangsa yang empuk bagi permohonan-permohonan yang sungguh-sungguh dan emosional untuk tetap tinggal di rumah dan tidak bergabung dengan Yesus dan kelompokNya.].

b) Kesalahan dari permintaan ini:

1. Adanya kata ‘tetapi’!
Hanya satu kata, tetapi sangat membedakan, dan sangat membahayakan!

Pulpit Commentary: “II. THE MAN OF INDECISION AT THE POINT OF DIVERGENCE. He says not, simply and absolutely, ‘I will;’ he says, ‘I will follow thee; but,’ etc. One word more, but how much less in fact and in truth?” [= II. ORANG DENGAN KETIDAK-MAMPUAN UNTUK MEMUTUSKAN PADA TITIK PERSIMPANGAN. Ia tidak berkata, secara sederhana dan secara mutlak, ‘Aku mau’; ia berkata, ‘Aku mau / akan mengikut Engkau; tetapi’, dst. Lebih banyak satu kata, tetapi betapa jauh lebih sedikit / kurangnya dalam fakta dan dalam kebenaran?].

The Biblical Illustrator: “Sermon to young men: - A noble resolution frustrated by a ‘but’! A life full of promise and of hope broken off by a ‘but’! A crown lost, a kingdom forfeited, an eternity marred by a ‘but’! A ‘but’ was this man’s ruin, and it may be also yours. I take it in this way, that each one present who is not following Christ may write in his or her own objection. 1. It is possible that with some of you the worldly life seems preferable on the score of pleasure. 2. Or you perhaps say: ‘At present I am so absorbed in business that I have no time to follow Christ.’ 3. Or perhaps that which has kept you back is fear of the reproach or the scorn of others. 4. Or you have formed an intention to follow Christ, but not now. ‘Let me first go,’ dec. Any excuse that will save you from immediate decision! What, think you, is peopling the regions of the lost? Is it crime? No. It is simple neglect of the gospel. Satan asks no more than that you should neglect it. He seeks not that you shall blaspheme it, or that you shall disbelieve it, or that you shall neglect and despise it. He only asks that you will neglect it. If you will only say, ‘Lord, I will follow Thee, but’ that is all he wants.” [= Khotbah kepada orang-orang muda: - Suatu keputusan yang mulia digagalkan / dicegah dari keberhasilan oleh suatu kata ‘tetapi’! Suatu kehidupan yang menjanjikan dan penuh dengan pengharapan dihentikan oleh suatu kata ‘tetapi’! Suatu mahkota hilang, sebuah kerajaan hilang / dikalahkan, suatu kekekalan dirusak oleh suatu kata ‘tetapi’! Suatu kata ‘tetapi’ adalah kehancuran orang ini, dan itu juga bisa merupakan kehancuranmu. Saya menerimanya seperti ini, bahwa setiap orang yang hadir yang tidak sedang mengikuti Kristus bisa menuliskan keberatannya sendiri. 1. Adalah mungkin bahwa bagi beberapa dari kamu kehidupan duniawi kelihatan lebih menarik / lebih dipilih pada nilai dari kesenangan. 2. Atau mungkin kamu berkata: ‘Pada saat ini aku begitu terlibat dalam bisnis sehingga aku tidak mempunyai waktu untuk mengikut Kristus’. 3. Atau mungkin apa yang telah menahan kamu adalah rasa takut tentang celaan atau ejekan dari orang-orang lain. 4. Atau kamu telah membentuk suatu maksud untuk mengikut Kristus, tetapi tidak sekarang. ‘Ijinkanlah aku pergi dulu’, dst. Alasan apapun yang bisa membebaskan kamu dari keputusan langsung / segera! Menurutmu, apa yang mengisi / memenuhi daerah dari orang-orang yang terhilang? Apakah kejahatan / tindakan kriminil? Tidak. Itu adalah semata-mata suatu pengabaian terhadap injil. Iblis tidak meminta lebih dari supaya kamu mengabaikannya. Ia tidak berusaha supaya kamu menghujatnya, atau supaya kamu tidak percaya kepadanya, atau supaya kamu mengabaikan dan menghina / merendahkannya. Ia hanya meminta supaya kamu mengabaikannya. Jika saja kamu berkata, ‘Tuhan, aku akan mengikuti Engkau, tetapi’, maka itu adalah semua yang ia inginkan.].

Pulpit Commentary: “Ver. 61. - Decision and indecision. ‘Lord, I will follow thee; but,’ etc. Two trains may leave the same platform and travel for a while along the same lines, and they may look as if they would reach the same terminus; but one of them diverges slightly to the right and the other to the left, and then the further they go the greater is the distance that separates them. Two children born under the same roof, brought up under the same religious conditions, are baptized into the same faith, receive the same doctrines, are affected by the same influences; - they should reach the same home. But they do not. One makes a resolution to serve God outright, unconditional, without reserve; he says simply, deliberately, ‘I will follow thee;’ but the other makes a resolution under reserve, with conditions attached - he says, ‘Lord, I will follow thee; but,’ etc. The one of these two goes on, goes up, in the direction of piety, zeal, devotedness, sacred joy, holy usefulness; the other goes down in that of hesitation, oscillation between wisdom and folly, and finally of impenitence and spiritual failure.” [= Ay 61. - Keputusan dan keragu-raguan. ‘Tuhan, aku mau mengikut Engkau; tetapi’, dst. Dua kereta api bisa meninggalkan tempat / peron yang sama dan berjalan untuk sementara pada jalur yang sama, dan mereka bisa kelihatan seakan-akan mereka akan mencapai akhir / tujuan yang sama; tetapi satu dari mereka menyimpang sedikit ke kanan dan yang lain ke kiri, dan lalu makin jauh mereka pergi makin besar jarak yang memisahkan mereka. Dua anak dilahirkan di bawah atap yang sama, dibesarkan di bawah sikon agamawi yang sama, dibaptis ke dalam iman yang sama, menerima doktrin / ajaran yang sama, dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang sama; - mereka seharusnya mencapai rumah yang sama. Tetapi mereka tidak mencapai rumah yang sama. Satu membuat suatu keputusan untuk melayani Allah sepenuhnya, tanpa syarat, tanpa sikap menahan diri / mengamankan diri; ia berkata dengan sederhana, dengan sukarela / sadar, ‘Aku akan mengikut Engkau’; tetapi yang lain membuat suatu keputusan dengan sikap menahan diri / mengamankan diri, dengan syarat-syarat yang dilekatkan - ia berkata, ‘Tuhan, aku akan mengikut Engkau; TETAPI’, dst. Satu dari mereka berdua maju terus, naik, dalam arah dari kesalehan, semangat, pembaktian, sukacita yang kudus, kebergunaan yang kudus; yang lain turun dalam arah dari keragu-raguan, keadaan terombang-ambing antara hikmat dan kebodohan, dan akhirnya keadaan tak bertobat dan kegagalan rohani.].

2. Ia menunda untuk ikut Yesus, dan itu membahayakan jiwanya sendiri.

The Biblical Illustrator: “This man wished to follow Christ, but there was something of more urgent necessity that must first be attended to. What folly, to put off attention to concerns of soul. Life is uncertain. Every delay is a step towards final impenitence.” [= Orang ini ingin untuk mengikut Yesus, tetapi di sana ada sesuatu dari kebutuhan yang lebih mendesak yang harus diurus lebih dulu. Betul-betul suatu kebodohan, untuk menunda perhatian berkenaan dengan jiwa. Hidup adalah tidak pasti. Setiap penundaan adalah suatu langkah menuju ketidak-bertobatan yang terakhir.].

3. Ada yang ia pentingkan lebih dari Yesus, yaitu keluarganya / teman-temannya.

J. C. Ryle: “Let it be noted in the whole passage, that both in the second and third cases the grand fault manifestly was the desire to do something ‘first,’ (59, 61 verses) before doing Christ’s work.” [= Hendaklah diperhatikan dalam seluruh text, bahwa baik dalam kasus kedua dan ketiga kesalahan besar secara jelas adalah keinginan untuk melakukan sesuatu ‘pertama-tama’, (ay 59,61) sebelum melakukan pekerjaan Kristus.] - Libronix.

The Biblical Illustrator: “Let us beware of the ensnaring influence of worldly connections, and of every inordinate affection; for these, rather than grosser evils, are the ordinary impediments to our salvation” [= Hendaklah kita waspada tentang pengaruh yang BERSIFAT MENJERAT dari hubungan-hubungan duniawi, dan tentang setiap perasaan / kasih YANG BERLEBIHAN; karena hal-hal ini, lebih dari pada kejahatan-kejahatan yang lebih menjijikkan, merupakan halangan-halangan yang biasa / umum bagi keselamatan kita.].

Mengapa hal-hal ini bisa lebih berbahaya dari kejahatan-kejahatan yang menjijikkan? Karena dalam kasus dari kejahatan yang besar, kita langsung menyadari bahwa itu adalah dosa. Tetapi dalam kasus dari hubungan-hubungan duniawi, itu terlihat sebagai sesuatu yang ‘tidak bersalah’!

The Biblical Illustrator: “This request had something of a backward look in it; it indicated somewhat of a desire to trim between Christ and his kindred; at least there was a positive danger in it to the discipleship he had just avowed; for, once away from the Master’s side and among his own unbelieving kindred, he would be beset by them as to the step he was taking; he would be expostulated with and warned against it, and threateningly dissuaded from it; tears, entreaties, influences of all sorts would be brought to bear on him to turn him from his intent and keep him at home as he was wont to be. And then, perchance, his mind would waver, and his resolution become shaken, and his faith fail, or be much unfitted for the high calling of the gospel. This danger the Lord Jesus keenly perceived, and clearly points out: and, while not forbidding him from doing as he desired, yet warns him to beware: ‘No man,’ etc., as if He said, ‘No man who follows Me can at the same time turn towards the world; if he do so he will fail in his following, perhaps in the way of it, certainly in the work of it. Such trimming is treason to Me, and shows those pursuing it unfit for My kingdom and work.’” [= Permintaan ini mempunyai sesuatu tentang melihat ke belakang di dalamnya; itu menunjukkan suatu keinginan sampai pada suatu tingkat tertentu untuk menyeimbangkan antara Kristus dan keluarganya; sedikitnya di sana ada suatu bahaya yang positif di dalamnya bagi pemuridan yang baru saja ia akui / nyatakan; karena, sekali terpisah dari sisi Tuan / Gurunya dan berada di antara keluarganya sendiri yang bukan orang percaya, ia akan diserang / ditekan / ditakut-takuti oleh mereka berkenaan dengan langkah yang sedang ia ambil; ia akan didebat dan diperingati terhadap hal itu, dan ditahan secara mengancam dari hal itu; air mata, permohonan-permohonan, pengaruh-pengaruh dari semua jenis akan dibawa untuk membebaninya untuk membalikkan dia dari maksudnya dan menjaganya tetap di rumah seperti biasa. Maka mungkin, pikirannya akan terombang-ambing, dan keputusannya menjadi goyah, dan imannya menurun, atau menjadi tidak cocok untuk panggilan yang tinggi dari injil. Bahaya ini disadari oleh Tuhan Yesus, dan ditunjukkan secara jelas: dan, sekalipun tidak melarangnya untuk melakukan apa yang ia inginkan, tetapi memperingatinya untuk waspada: ‘Tak seorangpun’, dst., seakan-akan Ia berkata, ‘Tak seorangpun yang mengikuti Aku bisa pada saat yang sama berbalik kepada dunia; jika ia melakukan demikian ia akan gagal dalam tindakan mengikutnya, mungkin dalam jalan itu, dan pasti dalam pekerjaan darinya. Penyeimbangan seperti itu adalah pengkhianatan terhadap Aku, dan menunjukkan bahwa mereka yang mengikutinya tidak layak untuk kerajaan dan pekerjaanKu’.].

Pulpit Commentary (tentang ay 61): “III. THE GREATNESS AND SADNESS OF HIS MISTAKE. ... 3. No man is waiting for God; but God is waiting for many halting and hesitating human souls. Behold, he stands at the door and knocks! ... If it is hard to find time, then for a purpose so supreme as this time must be made; if evil friendships are in the way, they must be made to stand out of the way. The voice that speaks from heaven is commanding; the case of our eternal destiny is critical in the very last degree.” [= III. BESARNYA DAN MENYEDIHKANNYA KESALAHANNYA. ... 3. Tak ada orang yang menunggu Allah; tetapi Allah sedang menunggu untuk banyak jiwa manusia yang berhenti dan ragu-ragu. Lihatlah, Ia berdiri di depan pintu dan mengetuk! ... Jika adalah sukar untuk menemukan waktu, maka untuk suatu tujuan yang begitu penting seperti ini, waktu harus dibuat / diadakan; JIKA PERSAHABATAN YANG JAHAT ADA DI JALAN, MEREKA HARUS DIBUAT MINGGIR DARI JALAN. Suara yang berbicara dari surga sedang memerintahkan; kasus dari tujuan kekal kita sangat penting dalam tingkat yang terakhir.] - hal 264.

The Biblical Illustrator: “I remark, that many surrender their religious impressions because, like this man in the text, they do not want to give up their friends and connections. The probability is that the majority of your friends are not true Christians.” [= Saya memperhatikan, bahwa banyak orang menyerahkan pengaruh / hasil agamawi mereka karena, seperti orang dalam text ini, mereka tidak mau menyerahkan teman-teman dan hubungan-hubungan mereka. Kemungkinannya adalah bahwa mayoritas dari teman-temanmu bukanlah orang-orang Kristen sejati.].

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Mat 8:21-22): “our Lord’s warning is not against bidding them farewell which were at home at his house, but against the probable fatal consequences of that step; lest the embraces of earthly relationship should prove too strong for him, and he should never return to follow Christ.” [= peringatan Tuhan kita bukanlah terhadap pamitan kepada mereka yang ada di rumah, tetapi terhadap konsekwensi-konsekwensi fatal yang memungkinkan dari langkah itu; supaya jangan pelukan-pelukan dari hubungan-hubungan duniawi terbukti terlalu kuat bagi dia, dan ia tidak pernah kembali untuk mengikut Kristus.].

Lenski: “With καί we are pointed to still another person who is somewhat like the other two. He is ready to start following Jesus but adds a request which is really a condition. He asks permission first to bid farewell to those in his house, namely his relatives; ... This request also sounds reasonable and innocent. But when this man gets back among his people, tells them of his intention to follow Jesus, and starts to bid them all farewell, will he be able to resist their pleading to stay with them and to give up Jesus? All honor to friendship and love, but humanly noble affections may prevent us from entering the kingdom. Matt. 10:37.” [= Dengan kata KAI kita diarahkan kepada seorang lain lagi yang mirip seperti dua yang lain. Ia siap untuk mulai mengikut Yesus tetapi menambahkan suatu permohonan yang sebetulnya adalah suatu syarat. Ia minta ijin untuk lebih dulu mengucapkan selamat tinggal kepada mereka yang ada di rumahnya, yaitu keluarganya; ... Permohonan ini juga kedengarannya masuk akal dan tidak bersalah. Tetapi pada waktu orang ini kembali di antara orang-orangnya / keluarganya, memberitahu mereka tentang maksudnya untuk mengikut Yesus, dan mulai mengucapkan selamat tinggal kepada mereka semua, akankah ia mampu untuk menahan permohonan mereka untuk tinggal dengan mereka dan menyerahkan / meninggalkan Yesus? Semua orang menghormat pada persahabatan dan kasih, tetapi perasaan-perasaan manusia yang mulia bisa menghalangi kita dari memasuki kerajaan. Mat 10:37.].

Matius 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu.”.

Matthew Henry: “‎Now that which was amiss in this is, ... That he was willing to enter into a temptation from his purpose of following Christ. To go and bid them farewell that were at home at his house would be to expose himself to the strongest solicitations imaginable to alter his resolution; for they would all be against it, and would beg and pray that he would not leave them. Now it was presumption in him to thrust himself into such a temptation. Those that resolve to walk with their Maker, and follow their Redeemer, must resolve that they will not so much as parley with their tempter.” [= Sekarang apa yang salah dalam hal ini adalah, ... Bahwa ia mau masuk ke dalam suatu pencobaan dari tujuannya mengikut Kristus. Pergi dan mengucapkan selamat tinggal kepada mereka yang ada di rumahnya akan membuka dirinya sendiri pada permohonan / desakan yang terkuat yang bisa dibayangkan untuk mengubah keputusannya; karena mereka semua akan menentangnya, dan akan memohon dan meminta dengan sangat supaya ia tidak akan meninggalkan mereka. Merupakan suatu kesombongan dalam dia untuk memaksakan dirinya ke dalam pencobaan seperti itu. Mereka yang memutuskan untuk berjalan dengan Pencipta mereka, dan mengikuti Penebus mereka, HARUS MEMUTUSKAN BAHWA MEREKA TIDAK AKAN BERDISKUSI BEGITU BANYAK DENGAN PENCOBA MEREKA.].

Bandingkan dengan sikap Paulus dalam Gal 1:15-17 - “(15) Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya, (16) berkenan menyatakan AnakNya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia; (17) juga aku tidak pergi ke Yerusalem mendapatkan mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku, tetapi aku berangkat ke tanah Arab dan dari situ kembali lagi ke Damsyik.”.

David Gooding: “The lesson taught to the third would-be disciple shows that a follower of Christ must be prepared to break decisively the pull of family affection. A soldier called to fight to protect his nation and family must be prepared to leave his family and go off to the front.” [= Pelajaran yang diajarkan kepada calon murid yang ketiga menunjukkan bahwa seorang pengikut dari Kristus harus siap untuk memutuskan dengan tegas tarikan dari perasaan kasih keluarga. Seorang tentara dipanggil untuk berperang untuk melindungi bangsa dan keluarganya harus siap untuk meninggalkan keluarganya dan pergi ke garis depan.].

David Gooding: “Our third disciple wanted to delay following Christ until he had gone home and said goodbye to his family. But saying goodbye according to the social customs of the time would have meant a succession of farewell dinner parties day after day, always putting off the time of departure until tomorrow (see, for instance, Jdg. 19:3-8), and making it ever more difficult to leave.” [= Murid ketiga kita ingin menunda untuk mengikut Kristus sampai ia pulang ke rumah dan mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya. Tetapi mengucapkan selamat tinggal menurut kebiasaan sosial dari jaman itu bisa berarti suatu pesta-pesta makan malam yang berturut-turut hari demi hari, selalu menunda saat kepergian sampai besok (lihat sebagai contoh, Hak 19:3-8), dan membuatnya selalu lebih sukar untuk meninggalkan.].

Hak 19:3-10 - “(3) Berkemaslah suaminya itu, lalu pergi menyusul perempuan itu untuk membujuk dia dan membawanya kembali; bersama-sama dia bujangnya dan sepasang keledai. Ketika perempuan muda itu membawa dia masuk ke rumah ayahnya, dan ketika ayah itu melihat dia, maka bersukacitalah ia mendapatkannya. (4) Mertuanya, ayah perempuan muda itu, tidak membiarkan dia pergi, sehingga ia tinggal TIGA HARI lamanya pada ayah itu; mereka makan, minum dan bermalam di sana. (5) Tetapi pada hari yang keempat, ketika mereka bangun pagi-pagi dan ketika orang Lewi itu berkemas untuk pergi, berkatalah ayah perempuan muda itu kepada menantunya: ‘Segarkanlah dirimu dahulu dengan sekerat roti, kemudian bolehlah kamu pergi.’ (6) Jadi duduklah mereka, lalu makan dan minumlah keduanya bersama-sama. Kata ayah perempuan muda itu kepada laki-laki itu: ‘Baiklah putuskan untuk tinggal bermalam dan biarlah hatimu gembira.’ (7) Tetapi ketika orang itu bangun untuk pergi juga, mertuanya itu mendesaknya, sehingga ia tinggal pula di sana bermalam. (8) Pada hari yang kelima, ketika ia bangun pagi-pagi untuk pergi, berkatalah ayah perempuan muda itu: ‘Mari, segarkanlah dirimu dahulu, dan tinggallah sebentar lagi, sampai matahari surut.’ Lalu makanlah mereka keduanya. (9) Ketika orang itu bangun untuk pergi, bersama dengan gundiknya dan bujangnya, berkatalah mertuanya, ayah perempuan muda itu, kepadanya: ‘Lihatlah, matahari telah mulai turun menjelang petang; baiklah tinggal bermalam, lihat, matahari hampir terbenam, tinggallah di sini bermalam dan biarlah hatimu gembira; maka besok kamu dapat bangun pagi-pagi untuk berjalan dan pulang ke rumahmu.’ (10) Tetapi orang itu tidak mau tinggal bermalam; ia berkemas, lalu pergi. Demikian sampailah ia di daerah yang berhadapan dengan Yebus - itulah Yerusalem -; bersama-sama dengan dia ada sepasang keledai yang berpelana dan gundiknya juga.”.

David Gooding: “There is no denying that to put our hand to the plough of service in the kingdom of God is to face some sacrifice of the joys of family life, which may well increase as the plough advances. If when the going gets tough, we look back and hanker after the easier life we have left behind, we shall get our eyes off the goal we were supposed to be aiming at, our drive will falter, our efficiency will be impaired, our sense of direction will become confused and our ploughing may cease altogether.” [= Tidak disangkal bahwa meletakkan tangan kita pada bajak dari pelayanan dalam kerajaan Allah berarti menghadapi suatu pengorbanan dari sukacita-sukacita dari kehidupan keluarga, yang bisa meningkat pada waktu bajak berjalan maju. Jika pada waktu kondisi di bawah kaki menjadi sukar / berat, kita menoleh ke belakang dan rindu akan kehidupan yang mudah yang telah kita tinggalkan di belakang, kita akan melepaskan pandangan mata kita dari tujuan yang seharusnya kita tuju, jalan kita akan terhuyung-huyung, ke-efisien-an kita akan rusak, pengertian kita tentang arah akan menjadi bingung dan pembajakan kita bisa berhenti sama sekali.].

Pulpit Commentary: “A third case is that of one who is ready to follow Christ, but wishes to bid those at home farewell. Our Lord tells him the danger of looking back. The farewells at home might have resulted in a farewell for ever to Jesus.” [= Kasus ketiga adalah kasus tentang seseorang yang siap untuk mengikut Yesus, tetapi ingin untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka yang ada di rumah. Tuhan kita memberitahunya bahaya dari melihat ke belakang. PENGUCAPAN SELAMAT TINGGAL DI RUMAH BISA MENGHASILKAN SUATU UCAPAN SELAMAT TINGGAL UNTUK SELAMA-LAMANYA KEPADA YESUS.] - hal 265.
KESIAPAN UNTUK MENJADI MURID KRISTUS (6)

Lukas 9:57-62 - “(57) Ketika Yesus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: ‘Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.’ (58) Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’ (59) Lalu Ia berkata kepada seorang lain: ‘Ikutlah Aku!’ Tetapi orang itu berkata: ‘Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.’ (60) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.’ (61) Dan seorang lain lagi berkata: ‘Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.’ (62) Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.’”.

4. Ini menunjukkan adanya keengganan untuk berpisah dengan hal-hal duniawi.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Matius 8:21-22): “From the warning given against ‘looking back,’ it is evident that this man’s discipleship was not yet thorough, his separation from the world not entire. It is not a case of going back, but of looking back; and as there is here a manifest reference to the case of ‘Lot’s wife’ (Gen 19:26; and see the note at Luke 17:32), we see that it is not actual return to the world that we have here to deal with, but a reluctance to break with it.” [= Dari peringatan yang diberikan terhadap ‘melihat ke belakang’, adalah jelas bahwa kemuridan orang ini belum mutlak / lengkap / sepenuhnya, pemisahannya dengan dunia tidak sepenuhnya. Itu bukanlah suatu kasus mundur /kembali, tetapi melihat ke belakang; dan karena di sini ada suatu hubungan yang jelas dengan kasus dari ‘istri Lot’ (Kej 19:26; dan lihat catatan pada Luk 17:32), kita melihat bahwa bukanlah sungguh-sungguh suatu tindakan kembali kepada dunia yang kita tangani di sini, tetapi suatu keengganan untuk berpisah dengannya.].

Kejadian 19:26 - “Tetapi isteri Lot, yang berjalan mengikutnya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam.”.

Lukas 17:32 - “Ingatlah akan isteri Lot!”.

Calvin (tentang Lukas 9:61): “‘And another said.’ Matthew does not mention this third person. It appears that he was too strongly attached to the world, to be ready and prepared to follow Christ. True, he offers to join the family of Christ, but with this reservation, ‘after he has bid farewell to those who are in his house;’ that is, after he has arranged his business at home, as men are wont to do when preparing for a journey. This is the true reason why Christ reproves him so severely: for, while he was professing in words that he would be a follower of Christ, he turned his back upon him, till he had despatched his worldly business.” [= ‘Dan seorang lain berkata’. Matius tidak menyebutkan orang ketiga ini. Kelihatan bahwa ia secara terlalu kuat terikat / melekat pada dunia, untuk bisa siap dan disiapkan untuk mengikuti Kristus. Memang, ia menawarkan untuk bergabung dengan keluarga Kristus, tetapi dengan syarat yang membatasi ini, ‘setelah ia mengucapkan selamat tinggal kepada mereka yang ada di rumahnya’; artinya, setelah ia mengatur bisnis / urusan / kesibukannya di rumah, seperti orang-orang biasa lakukan pada waktu mempersiapkan untuk suatu perjalanan. Ini adalah alasan yang benar mengapa Kristus menegur dia dengan begitu keras: karena, sementara ia sedang mengakui dalam kata-kata bahwa ia mau / akan menjadi seorang pengikut Kristus, ia membelakangi Dia, sampai ia telah mengatur bisnis / urusan / kesibukan duniawinya.].

Tidak selalu keluarga termasuk dalam ‘dunia’, tetapi pada waktu keluarga diutamakan lebih dari Tuhan, itu menjadi ‘hal duniawi’ / ‘keduniawian’!

c) Hal yang seharusnya ia lakukan.

1. Membandingkan secara benar antara hal-hal yang ada di belakang (bernilai / bersifat sementara) dengan hal-hal yang ada di depan (bernilai / bersifat kekal).
Tentu saja membandingkan secara benar antara kedua hal ini harus dengan pikiran yang Alkitabiah!

The Biblical Illustrator: “With respect to the disproportion that is between the things that tempt us to look back, and those things that are set before us. (a) The things that tempt us to look back are the pleasures of sin and the profits of the world. Both are but a temporary enjoyment (Heb 11:25). (b) The things that are before you are God and heaven; reconciliation with God, and the everlasting fruition of Him in glory.” [= Berkenaan dengan ketidak-proporsionalan yang ada di antara hal-hal yang mencobai kita untuk melihat ke belakang, dan hal-hal yang diletakkan di depan kita. (a) Hal-hal yang mencobai kita untuk melihat ke belakang adalah kesenangan-kesenangan dari dosa dan keuntungan-keuntungan dari dunia. Keduanya hanyalah merupakan penikmatan sementara (Ibr 11:25). (b) Hal-hal yang ada di depanmu adalah Allah dan surga; pendamaian dengan Allah, dan penyempurnaan kekal dari Dia dalam kemuliaan.].

Ibrani 11:24-25 - “(24) Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, (25) karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa.”.

2. Maju dalam kekudusan.

The Biblical Illustrator: “When men are discouraged in His service by troubles and difficulties, and so, after a forward profession, all cometh to nothing - ‘If any man draw back, My soul shall have no pleasure in him’ (Heb 10:38). The former is looking back, and this is drawing back. The one arises out of the other; all their former zeal and courage is lost, they are affrighted and driven out of their profession, and relapse into the errors they have escaped. ... Farther progress in holiness is the one thing that we should mind, and that above all other things.” [= Pada waktu orang-orang menjadi kecil hati dalam pelayananNya karena problem-problem dan kesukaran-kesukaran, dan karenanya, setelah suatu pengakuan yang sungguh-sungguh / bersemangat, semua menjadi nihil - ‘Jika siapapun mengundurkan diri, jiwaKu tidak berkenan kepadanya’ (Ibr 10:38). Pertama-tama adalah melihat ke belakang, dan ini adalah / sama dengan mengundurkan diri. Yang satu muncul dari yang lain; semua semangat dan keberanian mereka yang dahulu hilang, mereka ditakut-takuti dan dibalikkan dari pengakuan mereka, dan kembali ke dalam kesalahan-kesalahan dari mana mereka tadinya telah lolos. ... Kemajuan lebih jauh dalam kekudusan adalah satu-satunya hal yang harus ada dalam pikiran kita, dan itu harus ada dalam pikiran kita di atas semua hal yang lain.].

Ibrani 10:38 - “Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’”.

Bdk. Filipi 3:13 - “Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,”.

2) Lukas 9: 62: “Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.’”.

a) Jawaban Yesus ini menunjukkan bahwa pelayanan merupakan suatu keharusan dalam kita mengikut Kristus!

The Biblical Illustrator: “The figure of the plough points out the fact to us that labour for Christ is the law of the kingdom.” [= Gambaran / kiasan tentang bajak menunjukkan fakta kepada kita bahwa jerih payah bagi Kristus adalah hukum dari kerajaan.].

1Korintus 9:16 - “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.”.

Hakim 5:23 - “‘Kutukilah kota Meros!’ firman Malaikat TUHAN, ‘kutukilah habis-habisan penduduknya, karena mereka tidak datang membantu TUHAN, membantu TUHAN sebagai pahlawan.’”.

Yeremia 48:10 - “Terkutuklah orang yang melaksanakan pekerjaan TUHAN dengan lalai, dan terkutuklah orang yang menghambat pedangNya dari penumpahan darah!”.

b) Panggilan Tuhan (baik untuk ikut dan / atau untuk melayani) tidak bisa menunggu!

Bible Knowledge Commentary: “Jesus’ words underscore the fact that His message of the kingdom of God was more important than anything else - even family members. The message and the Messiah cannot wait.” [= Kata-kata Yesus menggaris-bawahi fakta bahwa berita dari kerajaan AllahNya lebih penting dari apapun juga - bahkan anggota-anggota keluarga. Berita (Injil) dan sang Mesias tidak bisa menunggu.].

c) Dari kata-kata Yesus ini kita bisa melihat bahwa ongkos dari ‘menjadi murid’ itu sangat tinggi! Kalau untuk selamat / masuk surga, kita hanya perlu percaya Yesus dengan benar. Tetapi untuk ikut Yesus / menjadi murid, kita harus mau membayar ongkos, dan ongkosnya tinggi!

J. Vernon McGee: “Friend, the cost of discipleship is high. It demands all we have to give. The apostle Paul wrote, ‘Brethren, I count not myself to have apprehended: but this one thing I do, forgetting those things which are behind, and reaching forth unto those things which are before, I press toward the mark for the prize of the high calling of God in Christ Jesus’ (Phil. 3:13–14).” [= Sahabat, harga / ongkos dari kemuridan adalah tinggi / mahal. Itu menuntut semua yang kita miliki untuk diberikan. Sang rasul Paulus menulis, ‘Saudara-saudara, aku tidak menganggap diriku sendiri telah menangkap: tetapi inilah satu hal yang aku lakukan, melupakan hal-hal itu yang ada di belakangku, dan mencapai / menjangkau pada hal-hal itu yang ada di depan, aku mengerahkan tenaga menuju sasaran untuk hadiah dari panggilan yang tinggi dari Allah dalam Kristus Yesus’ (Fil 3:13-14 KJV).] - Libronix.

Filipi 3:13-14 - “(13) Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, (14) dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.”.

Bdk. Lukas 14:26-27,33 - “(26) ‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. (27) Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu. ... (33) Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu.”.
Catatan: kata ‘membenci’ di sini harus diartikan ‘kurang mengasihi mereka dibandingkan dengan mengasihi Yesus’ (bdk. Matius 10:37-38).

d) Tak ada orang bisa membajak dengan melihat ke belakang!
Orang mengikut dan / atau melayani Tuhan membutuhkan konsentrasi!
Pikiran yang terbagi, baik dalam hal sekuler maupun rohani, adalah buruk.

Bible Knowledge Commentary: “Jesus’ servants should not have divided interests, like a farmer who begins plowing and looks back.” [= Pelayan-pelayan Yesus tidak boleh mempunyai perhatian / kepentingan / kesenangan yang terbagi, seperti seorang petani yang mulai membajak dan melihat ke belakang.].

William Hendriksen (tentang Lukas 9:62): “This man’s heart was divided. He should stop following the example of the Israelites (I Kings 18:21), and instead should follow in Paul’s footsteps (Phil. 3:13, 14). Then, by God’s grace and power, he will be ‘fit’ for the kingdom of God, ‘very useful to the Master’ (II Tim. 2:21).” [= Hati orang ini terbagi. Ia harus berhenti mengikuti teladan / contoh dari bangsa Israel (1Raja 18:21), dan alih-alih harus mengikuti langkah-langkah kaki Paulus (Fil 3:13-14). Maka, oleh kasih karunia dan kuasa Allah, ia akan ‘cocok / layak’ untuk kerajaan Allah, ‘sangat berguna bagi sang Tuan’ (2Tim 2:21).].

1Raja-raja 18:21 - “Lalu Elia mendekati seluruh rakyat itu dan berkata: ‘Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia.’ Tetapi rakyat itu tidak menjawabnya sepatah katapun.”.

2Timotius 2:21 - “Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.”.

Lenski: “The answer of Jesus is axiomatic and at the same time figurative: ‘No one who has just put his hand to a plow,’ etc. This is a general truth and cannot be denied. This man is usually pictured as looking back while plowing and thus drawing crooked furrows; and we are told that the old, primitive, wooden plows required special care in handling. Looking back is also pictured as looking to past joys, etc. But this man is not at all fit for the kingdom. The aorist ἐπιβαλών refers to a beginner who is for the first time setting his hand to a plow. And the present participle βλέπων indicates, not an occasional glance backward, but constant looking ‘to the rear.’ This man is not an expert who can plow, as it were, with his eyes shut; not a plowman who merely draws a crooked or shallow furrow. This is a man who is starting to learn to plow and makes a joke of himself by attempting to make the plow go in one direction while he keeps his eyes in the opposite direction. Jesus intends the humor in the figure. It does not matter at what that is behind him this man looks; the fact itself is enough. This man is unfit for the kingdom because he can never learn to plow in this way.” [= Jawaban Yesus bersifat pepatah dan pada saat yang sama bersifat simbolis: ‘Tak seorangpun yang baru saja meletakkan tangannya pada suatu bajak’, dst. Ini merupakan suatu kebenaran umum dan tidak bisa disangkal. Orang ini biasanya digambarkan sebagai melihat ke belakang pada saat sedang membajak dan dengan demikian mendapatkan jalur-jalur yang berkelok-kelok / tidak lurus; dan kami diberitahu bahwa bajak-bajak kayu yang tua / kuno, primitif, membutuhkan perhatian khusus dalam penanganan. Melihat ke belakang juga digambarkan sebagai melihat pada sukacita-sukacita yang lalu, dsb. Tetapi orang ini sama sekali tidak cocok / layak untuk kerajaan itu. Bentuk aorist / lampau ἐπιβαλών (EPIBALON) menunjuk pada seorang pemula yang untuk pertama kalinya meletakkan tangannya pada suatu bajak. Dan bentuk present participle βλέπων (BLEPON) menunjukkan, bukan suatu pandangan ke belakang yang kadang-kadang, tetapi terus menerus memandang ke belakang. Orang ini bukanlah seorang ahli yang bisa membajak, seakan-akan dengan mata tertutup; bukan seorang pembajak yang semata-mata mendapatkan suatu jalur yang bengkok atau dangkal. Ini adalah seseorang yang sedang mulai belajar untuk membajak dan membuat dirinya sendiri menjadi suatu lelucon dengan mencoba untuk membuat bajak itu bergerak ke satu arah sementara ia tetap mengarahkan matanya pada arah yang berlawanan. Yesus memaksudkan suatu humor dalam simbol itu. Tak jadi soal pada hal yang ada di belakang apa orang ini memandang; fakta itu sendiri sudah cukup. Orang ini tidak cocok untuk kerajaan karena ia tidak pernah bisa belajar membajak dengan cara ini.].
Ilustrasi: nyetir mobil dengan main HP.

The Biblical Illustrator: “to look back, implies that divided state of mind, and that irresoluteness of purpose which are a virtual abandonment of the end proposed, and are, therefore, fatal to success. We are thus taught that a wavering and undetermined state of mind in religion is as fatal as it is in any other pursuit, that it can never form that character which qualifies for the kingdom of God.” [= Melihat ke belakang, secara implicit menunjukkan suatu keadaan yang terbagi, dan tidak adanya keputusan tentang tujuan, yang sebetulnya adalah suatu tindakan meninggalkan dari tujuan yang dianjurkan /dinyatakan, dan karenanya merupakan sesuatu yang fatal bagi kesuksesan. Karena itu kita diajar bahwa suatu keadaan pikiran yang terombang-ambing dan tidak tertentu dalam agama sama fatalnya dengan dalam pengejaran lain apapun, sehingga itu tidak pernah bisa membentuk karakter itu yang memenuhi syarat bagi kerajaan Allah.].

The Biblical Illustrator: “One whose interest is half in front and half behind him will be only a half-way man in anything to which he may set his hand. All good work requires concentration.” [= Seseorang yang perhatiannya berada setengah di depan dan setengah di belakangnya akan menjadi hanya seorang setengah jalan dalam apapun pada mana ia meletakkan tangannya / mengerjakannya. Semua pekerjaan yang baik membutuhkan konsentrasi.].

J. C. Ryle: “We learn from this saying that it is impossible to serve Christ with a divided heart. If we are looking back to anything in this world we are not fit to be disciples. Those who look back, like Lot’s wife, want to go back. Jesus will not share His throne with any one, - no, not with our dearest relatives. He must have all our heart, or none. No doubt we are to honor father and mother, and love all around us. But when love to Christ and love to relatives come in collision, Christ must have the preference. We must be ready, like Abraham, if needs be, to come out from kindred and father’s house for Christ’s sake. We must be prepared in case of necessity, like Moses, to turn our backs even on those who have brought us up, if God calls us, and the path is plain. Such decided conduct may entail sore trials on our affections. It may wring our hearts to go contrary to the opinions of those we love. - But such conduct may sometimes be positively necessary to our salvation, and without it, when it becomes necessary, we are unfit for the kingdom of God. The good soldier will not allow his heart to be entangled too much with his home. If he daily gives way to unmanly repinings about those he has left behind him, he will never be fit for a campaign. His present duties - the watching, the marching, the fighting, - must have the principal place in his thoughts. So must it be with all who would serve Christ. They must beware of softness spoiling their characters as Christians. They must endure hardness, as good soldiers of Jesus Christ. (2 Tim. 2:3.)” [= Kita belajar dari kata-kata ini bahwa adalah mustahil untuk melayani Kristus DENGAN HATI YANG TERBAGI. Jika kita melihat ke belakang untuk apapun dalam dunia ini, kita tidak cocok untuk menjadi murid-murid. Mereka yang melihat ke belakang, seperti istri Lot, ingin kembali. Yesus tidak akan membagi takhtaNya dengan siapapun, - tidak, tidak dengan keluarga kita yang paling kita sayangi. Ia harus mendapatkan seluruh hati kita, atau tidak sama sekali. Tak diragukan bahwa kita harus menghormati ayah dan ibu, dan mengasihi semua orang di sekeliling kita. Tetapi pada waktu kasih kepada Kristus dan kasih kepada keluarga bertabrakan, Kristus harus lebih dipilih / mendapatkan prioritas. Kita harus siap, seperti Abraham, jika diperlukan, untuk keluar dari rumah keluarga dan bapa demi Kristus. Kita harus siap dalam kasus kebutuhan darurat, seperti Musa, untuk memungkuri bahkan mereka yang telah membesarkan kita, jika Allah memanggil kita, dan jalannya jelas. Tingkah laku yang diputuskan dengan teguh seperti itu bisa memberikan pencobaan-pencobaan yang menyakitkan pada perasaan kita. Itu bisa memuntir hati kita untuk berjalan bertentangan dengan pandangan-pandangan dari mereka yang kita kasihi. - Tetapi tingkah laku seperti itu kadang-kadang bisa dibutuhkan secara positif untuk keselamatan kita, dan tanpa itu, pada waktu itu dibutuhkan, kita tidak layak untuk kerajaan Allah. Prajurit yang baik tidak akan mengijinkan hatinya terlibat / terbelit terlalu banyak dengan rumahnya. Jika setiap hari ia menyerah / menuruti keinginan-keinginan yang tidak pantas tentang mereka yang telah ia tinggalkan di belakangnya, ia tidak akan pernah cocok untuk suatu operasi militer. Kewajiban-kewajibannya sekarang ini - berjaga-jaga, berbaris, bertempur, - harus mendapatkan tempat utama dalam pikiran-pikirannya. Demikianlah seharusnya dengan semua orang yang mau melayani Kristus. Mereka harus berhati-hati dengan kelembutan / sikap menyerah yang merusak karakter mereka sebagai orang-orang Kristen. Mereka harus menahan kekerasan / hal yang berat, sebagai prajurit-prajurit yang baik dari Yesus Kristus. (2Timotius 2:3).] - Libronix.

2Timotius 2:3 - “Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus.”.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Matius 8:21-22): “As plowing requires an eye intent on the furrow to be made, and is marred the instant one turns about, so will they come short of salvation who prosecute the work of God with a distracted attention, a divided heart. The reference may be chiefly to ministers; but the application at least is general.” [= Seperti membajak membutuhkan / menuntut suatu mata yang diarahkan pada jalur yang akan dibuat, dan langsung dirusak pada saat seseorang berpaling ke belakang, demikian juga mereka akan gagal mencapai keselamatan yang memulai pekerjaan Allah dengan suatu perhatian yang terpecah / tak berkonsentrasi, suatu hati yang terpecah / terbagi. Hubungannya mungkin terutama dengan pendeta-pendeta; tetapi penerapannya sedikitnya bersifat umum.].

Pulpit Commentary (tentang ay 61-62): “We must have that spirit of self-surrender which will make us willing to give up to our Lord all that he asks us to part with; we must be whole-hearted, single-eyed. We must be work men that have the hand on the plough and the eye on the field. We must be thorough in all that we do for him, contributing all our strength and energy in his cause. And there is every reason why we should be. 1. Our Master is worthy of the very best we can bring to him. 2. The sinful, suffering world around us is crying for our pity and our help. 3. It is well worth our while to do our utmost. In full-hearted service is the present recompense of sacred joy as we warm to our work and spend ourselves in it, while in the future there await us those ‘many cities,’ that enlarged sphere of influence which will reward the faithful followers of their Lord. - C.” [= Kita harus mempunyai roh penyerahan diri yang akan membuat kita mau untuk menyerahkan kepada Tuhan kita SEMUA YANG IA MINTA KITA TINGGALKAN; kita harus sepenuh hati, dengan memusatkan perhatian. Kita harus menjadi pekerja-pekerja yang meletakkan tangan pada bajak dan mengarahkan mata pada ladang. Kita harus sepenuhnya dalam semua yang kita lakukan untuk Dia, menyerahkan semua kekuatan dan energi kita dalam perkaraNya. Dan di sana ada setiap alasan mengapa kita harus seperti itu. 1. Tuan kita layak mendapatkan yang terbaik yang bisa kita bawa kepadaNya. 2. Dunia yang berdosa dan menderita di sekitar kita sedang menangis / meminta untuk belas kasihan kita dan pertolongan kita. 3. Adalah layak / pantas / sepadan mencurahkan waktu kita untuk melakukan hal-hal terbaik yang bisa kita lakukan. Dalam pelayanan yang dilakukan dengan sepenuh hati, pada saat ini ada kompensasi / upah dari sukacita yang kudus pada saat kita menjadi bersemangat pada pekerjaan kita dan menghabiskan diri kita sendiri di dalamnya, sedangkan di masa yang akan datang di sana menanti kita ‘banyak kota-kota’ itu, yang memperbesar ruang lingkup dari pengaruh yang akan memberi upah /pahala kepada pengikut-pengikut yang setia dari Tuhan mereka. - C.] - hal 265.

Bdk. Kolose 3:23 - “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”.

Saya tak pasti bagian yang saya beri garis bawah ganda itu menunjuk pada apa, tetapi mungkin menunjuk pada text ini:

Lukas 19:16-19 - “(16) Orang yang pertama datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina. (17) Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota. (18) Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina. (19) Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota.”.

e) ‘tidak layak’ atau ‘tidak cocok’.

Lenski: “Εὔθετος, ‘well-placed,’ ‘suitable,’ ‘fit,’ does not refer to moral, meritorious fitness or self-adaptation on the sinner’s part for entering the kingdom but to the unfitness of inward opposition, the attachment to the world which often persists in spite of the gracious drawing of Jesus and the gospel and will not be overcome.” [= Εὔθετος (EUTHETOS), ‘penempatan yang baik’, ‘cocok’, tidak menunjuk pada kecocokan atau penyesuaian diri sendiri secara moral dan layak mendapatkan upah / pahala di pihak orang berdosa untuk masuk kerajaan itu, tetapi menunjuk pada ketidak-cocokan dari oposisi di dalam / batin, ikatan / kasih kepada dunia yang sering begitu bertahan sekalipun ada tarikan yang penuh kasih karunia dari Yesus dan injil dan tidak akan / tidak mau dikalahkan.].

Lenski: “It makes little difference to what part of the worldly life the heart looks back with longing and is unable to tear itself away, the effect is always the same: not fit for the kingdom. The man who could not give up his worldly friends completely when he stood in the presence of Jesus and those friends were absent could far less give up those friends when he was again standing in their presence and Jesus was absent. That thing has been tried often enough. ‘This one thing I do, forgetting those things which are behind, and reaching forth unto the things which are before, I press toward the mark of the prize of the high calling of God in Christ Jesus,’ Phil. 3:13, 14; Hos. 10:2. Did this man follow Jesus after hearing his word? What would you have done in his place?” [= Tak ada perbedaan ke bagian mana dari kehidupan duniawi hati melihat ke belakang dengan kerinduan / keinginan dan tidak mampu untuk memisahkannya, efek / hasilnya tetap sama: tidak layak untuk kerajaan itu. Orang yang tidak bisa menyerahkan sahabat-sahabat duniawinya sepenuhnya pada waktu ia berdiri dalam kehadiran Yesus dan absennya sahabat-sahabat itu, lebih-lebih tidak bisa menyerahkan sahabat-sahabat itu pada waktu ia berdiri dalam kehadiran mereka dan Yesusnya absen. Hal itu telah diuji cukup sering. ‘Inilah satu hal yang aku lakukan, melupakan hal-hal itu yang ada di belakang, dan mencapai / menjangkau pada hal-hal yang ada di depan, aku mengerahkan tenaga menuju sasaran dari hadiah dari panggilan yang tinggi dari Allah dalam Kristus Yesus’, Fil 3:13,14; Hos 10:2. Apakah orang ini mengikut Yesus setelah mendengar firmanNya? Apa yang kamu lakukan seandainya kamu ada di tempatnya?].
Catatan: Yesus itu Allah, sehingga Ia maha ada. Karena itu dalam arti sebenarnya Ia tidak mungkin absen. Tetapi mungkin yang Lenski maksudkan dengan ‘dalam kehadiran Yesus’ adalah pada waktu kita ada di gereja. Sedangkan pada waktu ‘Yesusnya absen’ kita ada di dunia / di luar gereja.

Hosea 10:2 - “Hati mereka licik, sekarang mereka harus menanggung akibat kesalahannya: Dia akan menghancurkan mezbah-mezbah mereka, akan meruntuhkan tugu-tugu berhala mereka.”.
KJV: ‘Their heart is divided’ [= Hati mereka terbagi].

Calvin (tentang Lukas 9:62): “‘He who, after having put his hand to the plough, shall look back, is unfit for the kingdom of God.’ We must carefully inquire what this declaration of Christ means. They are said to ‘look back,’ who become involved in the cares of the world, so as to allow themselves to be withdrawn from the right path; particularly, when they plunge themselves into those employments which disqualify them to follow Christ.” [= ‘Ia yang setelah meletakkan tangannya pada bajak, dan melihat ke belakang, tidak layak untuk kerajaan Allah’. Kita harus dengan hati-hati / teliti menyelidiki apa arti dari pernyataan Kristus ini. Mereka dikatakan ‘melihat ke belakang’, yang menjadi terlibat dengan perhatian /kepentingan dari dunia, SEHINGGA MENGIJINKAN DIRI MEREKA SENDIRI UNTUK DITARIK DARI JALAN YANG BENAR; secara khusus, pada waktu mereka menceburkan diri mereka sendiri ke dalam pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan mereka tidak memenuhi syarat / membuat mereka tidak layak untuk mengikut Kristus.].

Bdk. Matius 16:24 - “Lalu Yesus berkata kepada murid-muridNya: ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”.

f) Melihat ke belakang membuat kita murtad!

The Biblical Illustrator: “The metaphor or similitude. Taken from ploughmen, who cannot make straight furrows if they look back. So, to look back, after we have undertaken Christ’s yoke and service, rendereth us unfit for the kingdom of God. Putting our hands to the plough is to undertake Christ’s work, or to resolve to be His disciples. Looking back denotes a hankering of mind after the world, and also a return to the worldly life. For, first we look back, and then we go back.” [= Kiasan atau perumpamaannya. Diambil dari orang yang membajak, yang tidak bisa membuat jalur bajak yang lurus jika ia melihat ke belakang. Maka, melihat ke belakang, setelah kita memikul kuk dan pelayanan Kristus, membuat kita tidak cocok / layak untuk kerajaan Allah. Meletakkan tangan kita pada bajak berarti memulai pekerjaan Kristus, atau memutuskan untuk menjadi murid-muridNya. Melihat ke belakang menunjukkan suatu pikiran yang sangat rindu pada dunia, dan juga suatu tindakan kembali pada kehidupan duniawi. Karena pertama-tama / mula-mula kita melihat ke belakang, dan lalu kita berbalik / kembali.].

The Biblical Illustrator: “As the first look to Christ and the first step towards the Cross are encouraging and hopeful, so the first look away from the Saviour and the first step aside from the path of duty are discouraging, dangerous, appalling. Apostasy is thus reached by an accelerating motion.” [= Sebagaimana pandangan pertama kepada Kristus dan langkah pertama menuju Salib bersifat menyemangati dan berpengharapan, demikian juga pandangan pertama menjauh dari sang Juruselamat dan langkah pertama dari jalan kewajiban bersifat mengecilkan hati, berbahaya, menakutkan. Jadi kemurtadan dicapai oleh suatu gerakan yang makin lama makin cepat.].

Kejadian 19:26 - “Tetapi isteri Lot, yang berjalan mengikutnya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam.”.

Penutup.

Maukah dan sudahkah saudara ikut Yesus dengan sungguh-sungguh / segenap hati? Tuhan memberkati saudara sekalian.

KESIAPAN UNTUK MENJADI MURID KRISTUS (7)
-AMIN-

Next Post Previous Post