KHOTBAH 2 RAJA-RAJA 2:19-25 (ELISA MENYEHATKAN AIR DI YERIKHO)

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.
KHOTBAH 2 RAJA-RAJA 2:19-25 (ELISA MENYEHATKAN AIR DI YERIKHO)
Bisnis
KHOTBAH 2 RAJA-RAJA 2:19-25 (ELISA MENYEHATKAN AIR DI YERIKHO). 2 Raja-Raja 2:19-25 . 2 Raja-raja 2:19-25 - “(19) Berkatalah penduduk kota itu kepada Elisa: ‘Cobalah lihat! Letaknya kota ini baik, seperti tuanku lihat, tetapi airnya tidak baik dan di negeri ini sering ada keguguran bayi.’ (20) Jawabnya: ‘Ambillah sebuah pinggan baru bagiku dan taruhlah garam ke dalamnya.’ Maka mereka membawa pinggan itu kepadanya. (21) Kemudian pergilah ia ke mata air mereka dan melemparkan garam itu ke dalamnya serta berkata: ‘Beginilah firman TUHAN: Telah Kusehatkan air ini, maka tidak akan terjadi lagi olehnya kematian atau keguguran bayi.’ (22) Demikianlah air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa. (23) Elisa pergi dari sana ke Betel. Dan sedang ia mendaki, maka keluarlah anak-anak dari kota itu, lalu mencemoohkan dia serta berseru kepadanya: ‘Naiklah botak, naiklah botak!’ (24) Lalu berpalinglah ia ke belakang, dan ketika ia melihat mereka, dikutuknyalah mereka demi nama TUHAN. Maka keluarlah dua ekor beruang dari hutan, lalu mencabik-cabik dari mereka empat puluh dua orang anak. (25) Dari sana pergilah ia ke gunung Karmel dan dari sana pula kembalilah ia ke Samaria.”.

I) Mujijat penyehatan air (2 Raja-raja 2: 19-22).

1) Ini terjadi di kota Yerikho.
Kata-kata ‘kota itu’ dalam 2 Raja-raja 2:19 menunjuk pada kota Yerikho yang dibicarakan dalam 2 Raja-raja 2: 18nya.

Kota ini dihancurkan dan dikutuk pada jaman Yosua (Yosua 6:26), tetapi lalu dibangun kembali oleh Hiel pada jaman Ahab, dengan mengorbankan anak sulung dan anak bungsunya (1Raja Raja 16:34).

Selanjutnya 2 Raja-raja 2: 19 mengatakan: ‘Letaknya kota ini baik’.
Kota ini terletak pada suatu dataran yang luas, yang dilalui sebuah sungai, banyak pohon kormanya [Ul 34:3 (RSV): ‘the city of palm trees’ {= kota pohon palm}] dan pohon aranya (Lukas 19:4), bunga-bungaan yang harum dan tumbuh-tumbuhan lainnya.

2) Problem di kota Yerikho itu.
2 Raja-raja 2: 19: ‘airnya tidak baik dan di negeri ini sering ada keguguran bayi.’.
Entah dari mana kata-kata ‘keguguran bayi’ itu bisa muncul, karena sebetulnya terjemahannya tidak seperti itu.

KJV: ‘the water is naught, and the ground barren’ [= airnya tak berharga, dan tanahnya tandus / mandul].
RSV/NASB: ‘the water is bad, and the land is unfruitful’ [= airnya jelek, dan tanahnya tidak berbuah].
NIV: ‘the water is bad and the land is unproductive’ [= airnya jelek dan tanahnya tidak produktif].

Kesalahan yang sama terjadi pada 2 Raja-raja 2: 21b.
2 Raja-raja 2: 21b: ‘maka tidak akan terjadi lagi olehnya kematian atau keguguran bayi.’.
KJV: ‘there shall not be from thence any more death or barren land’ [= mulai saat ini tidak akan terjadi lagi kematian atau tanah yang tandus / mandul].
RSV: ‘henceforth neither death nor miscarriage shall come from it’ [= mulai saat ini tidak ada kematian atau keguguran yang datang dari air itu]. Ini juga merupakan terjemahan yang salah.
NIV: ‘Never again will it cause death or make the land unproductive’ [= Tidak akan pernah lagi air ini menyebabkan kematian atau membuat tanahnya tidak produktif].
NASB: ‘there shall not be from there death or unfruitfulness any longer’ [= dari sana tidak akan ada kematian atau ketidak-berbuahan lagi].

Untuk kedua bagian ini terjemahan NIV/NASB cukup baik.

Jadi problem kota Yerikho pada saat itu adalah air yang jelek, yang mengakibatkan tanah yang tandus dan tak berbuah dan bahkan menyebabkan kematian.

3) Cara Elisa menyehatkan air di kota Yerikho (2 Raja-raja 2: 20-22).
2 Raja-raja 2: 20-22: “(20) Jawabnya: ‘Ambillah sebuah pinggan baru bagiku dan taruhlah garam ke dalamnya.’ Maka mereka membawa pinggan itu kepadanya. (21) Kemudian pergilah ia ke mata air mereka dan melemparkan garam itu ke dalamnya serta berkata: ‘Beginilah firman TUHAN: Telah Kusehatkan air ini, maka tidak akan terjadi lagi olehnya kematian atau keguguran bayi.’ (22) Demikianlah air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa.”.

a) Elisa melemparkan garam ke mata air, dan airnya lalu menjadi sehat (2 Raja-raja 2: 20-21). Garam seharusnya justru merusak air dan tanah. Ia sengaja menggunakan garam untuk menunjukkan bahwa semua itu merupakan mujijat dari Tuhan. Bandingkan dengan Yesus yang menyembuhkan mata orang buta dengan tanah dan air liur (Yohanes 9:6), padahal sebetulnya orang yang tidak butapun akan ‘menjadi buta’ kalau matanya diberi tanah.

b) Dari 2 Raja-raja 2: 22 terlihat bahwa yang dihasilkan bukan hanya manfaat yang bersifat sementara tetapi manfaat yang menetap.

Keil & Delitzsch: “But if this miracle was adapted to show to the people the beneficent character of the prophet’s ministry, the following occurrence was intended to prove to the despisers of God that the Lord does not allow His servants to be ridiculed with impunity.” [= Tetapi jika mujijat ini disesuaikan untuk menunjukkan kepada bangsa itu sifat dermawan dari pelayanan sang nabi, kejadian selanjutnya dimaksudkan untuk membuktikan kepada para pencemooh Allah bahwa Tuhan tidak membiarkan orang mempermainkan pelayan-pelayanNya tanpa hukuman.] - hal 299.

II) Hukuman bagi pencemooh (2 Raja-raja 2: 23-25).

1) Elisa meninggalkan Yerikho dan pergi ke kota Betel (2 Raja-raja 2: 23a).
2 Raja-raja 2: 23a: “Elisa pergi dari sana ke Betel.”.

Kota Betel merupakan salah satu pusat penyembahan anak lembu (1Raja 12:28-33 13:1-32), dan karenanya seorang nabi Tuhan tidak disambut dengan baik di sini.

Matthew Poole: “Beth-el, which was the mother city of idolatry, 1Kings 12:28,29; … , where the prophets planted themselves, that they might bear witness against it, and dissuade the people from it; though, it seems, they had but small success there.” [= Betel, yang merupakan pusat penyembahan berhala, 1Raja-Raja 12:28-29; …, dimana nabi-nabi menempatkan diri mereka sendiri, supaya mereka bisa memberi kesaksian yang menentangnya, dan meminta supaya bangsa itu tidak menyembah berhala lagi; sekalipun kelihatannya mereka hanya mendapatkan sedikit keberhasilan di sana.] - hal 719.

2) Muncul sekelompok ‘anak’ (2 Raja-raja 2: 23b).
2 Raja-raja 2: 23b: “Dan sedang ia mendaki, maka keluarlah anak-anak dari kota itu, lalu mencemoohkan dia serta berseru kepadanya: ‘Naiklah botak, naiklah botak!’”.

2 Raja-raja 2: 23b menyebutkan ‘anak-anak’.
KJV: ‘little children’ [= anak-anak kecil].
RSV: ‘small boys’ [= anak-anak kecil].

Terjemahan-terjemahan di atas ini menimbulkan problem bagi banyak orang, karena mereka berpikir bagaimana Elisa, atau bahkan Tuhan sendiri, bisa begitu kejam terhadap anak-anak kecil (yang mereka bayangkan berusia 6-7 tahun), sehingga menghukum mereka dengan hukuman mati. Bukankah anak-anak kecil belum bisa bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan? Untuk itu perlu diketahui bahwa kata Ibrani yang digunakan di sini adalah NAAR, yang sekalipun bisa menunjuk kepada ‘anak’, tetapi bisa juga menunjuk kepada ‘pemuda’ atau bahkan ‘orang yang sudah dewasa’.

Pulpit Commentary: “These were not, as the text might lead us to infer, ‘little children’ of six or seven years of age, but ‘young lads,’ boys and young men, who had come to the age of responsibility.” [= Mereka ini bukanlah, seperti textnya mengarahkan kita untuk membuat kesimpulan, ‘anak-anak kecil’ yang berusia 6 atau 7 tahun, tetapi ‘anak-anak muda’, anak-anak laki-laki dan orang-orang muda, yang telah mencapai usia dimana mereka bisa bertanggung jawab.] - hal 40.

Pulpit Commentary: “‘Little children’ is an unfortunate translation, raising quite a wrong idea of the tender age of the persons spoken of. … NAARIM KETANAIM would be best translated ‘young lads’ – boys, that is, from twelve to fifteen.” [= ‘Anak-anak kecil’ merupakan terjemahan yang patut disayangkan, menimbulkan gagasan yang salah tentang usia dari orang yang dibicarakan. … NAARIM KETANAIM terjemahan terbaiknya adalah ‘anak-anak muda’ – anak-anak laki-laki, yaitu yang berusia dari 12 sampai 15 tahun.] - hal 23.

Catatan: Kata Ibrani yang dipakai seharusnya adalah NEARIM KETANNIM, bukan NAARIM KETANAIM.

Tentang kata-kata NEARIM KETANNIM ini, Adam Clarke mengatakan bahwa:
a) Kata NAAR, yang merupakan bentuk tunggal dari kata NEARIM, bisa menunjuk kepada anak, orang muda, pelayan, dan bahkan seorang tentara atau orang yang sudah bisa berperang. Kata ini digunakan untuk menunjuk kepada Ishak dalam Kej 22:5,12 (‘anak’). Perhatikan bahwa Ishak bisa memikul kayu bakar dalam 2 Raja-raja 2: 6, dan ini pasti menunjukkan bahwa ia sudah cukup besar. Kata ini juga digunakan untuk menunjuk kepada Yusuf pada waktu ia berusia 39 tahun (Kej 41:12 - ‘seorang muda’), dan juga digunakan dalam 1Raja-Raja 20:14 (‘orang-orang muda’) untuk menunjuk kepada orang yang sudah bisa berperang.
b) Kata KATON yang merupakan bentuk tunggal dari KETANNIM, berarti ‘muda’ (sebagai lawan kata dari ‘tua’).

Karena itu, dibandingkan dengan terjemahan Kitab Suci Indonesia, KJV, RSV, saya lebih memilih terjemahan NIV/NASB.
NIV: ‘youths’ [= pemuda-pemuda].
NASB: ‘young lads’ [= anak-anak muda].

Selanjutnya kalau kita melihat 2 Raja-raja 2: 24, maka di situ digunakan kata ‘anak’ yang berbeda yaitu YALAD. Tetapi kata inipun bisa menunjuk kepada anak ataupun pemuda.


Matthew Poole: “Forty and two children: this Hebrew word signifies not only young children, but those also who are grown up to maturity, as Gen. 32:22; 34:4; 37:30; Ruth 1:5.” [= Empat puluh dua anak-anak: kata Ibrani ini tidak hanya berarti anak-anak muda, tetapi juga mereka yang telah bertumbuh menjadi dewasa / matang, seperti Kej 32:22; 34:4; 37:30; Rut 1:5.] - hal 719.

Catatan: Kata YALAD ini digunakan dalam:
1. Kejadian 32:22 untuk menunjuk kepada anak-anak Yakub. Tetapi agak sukar untuk melihat usia anak-anak Yakub di sini.
2. Kejadian 34:4 (yang dipakai di sini adalah bentuk feminine / perempuannya dan diterjemahkan ‘gadis’) untuk menunjuk kepada Dina yang sudah cukup dewasa.
3. Kejadian 37:30 untuk menunjuk kepada Yusuf yang berusia 17 tahun.
4. Rut 1:5 untuk menunjuk kepada Mahlon dan Kilyon yang sudah menikah.

3) Para pemuda / remaja itu ‘mencemoohkan’ Elisa (2 Raja-raja 2: 23b).

a) ‘Mencemoohkan’ (2 Raja-raja 2: 23b).
Matthew Poole: “Mocked him, with great petulancy and vehemency, as the conjugation of the Hebrew verb signifies; deriding both his person and his ministry, and that from a profane contempt of the true religion, and a passionate love to that idolatry which they knew he opposed.” [= Mengejek /mencemoohkan dia, dengan kekurang-ajaran dan semangat yang besar, seperti ditunjukkan oleh penafsiran kata kerja Ibraninya; mengejek baik dirinya maupun pelayanannya, dan itu ditimbulkan dari kejijikan yang kotor terhadap agama yang benar, dan dari kasih yang berkobar-kobar kepada penyembahan berhala yang mereka tahu ditentang olehnya.] - hal 719.

Dari sini kita bisa melihat bahwa para pemuda ini, karena tinggal di kota yang merupakan pusat penyembahan berhala, terpengaruh secara sangat negatif olehnya. Bandingkan dengan Lot dan keluarganya yang memilih untuk tinggal di Sodom! Karena itu hati-hatilah dalam memilih tempat tinggal, atau sekolah dimana saudara menyekolahkan anak saudara!

b) ‘Naiklah’ (2 Raja-raja 2: 23b).
Ada yang berpendapat bahwa kata ‘naiklah’ berarti ‘naiklah ke surga seperti Elia, supaya kami tidak diganggu lagi olehmu’.

Matthew Poole: “Go up; go up into heaven, whither thou pretended that Elijah is gone. Why didst not thou accompany thy friend and master to heaven? Oh that the same Spirit would take thee up also, that thou mightest not trouble us nor our Israel, as Elijah did!” [= Naiklah, naiklah ke surga, kemana engkau menganggap Elia naik. Mengapa engkau tidak menemani temanmu dan tuanmu ke surga? O, semoga Roh yang sama akan mengangkatmu juga, supaya engkau tidak mengganggu kami atau Israel, seperti yang dilakukan oleh Elia!] - hal 719.

c) ‘Botak’.
Keil & Delitzsch: “It was rather as a natural defect, for Elisha, who lived for fifty years after this (ch. 13:14), could not have been bald from age at that time.” [= Itu lebih merupakan cacat alamiah, karena Elisa, yang hidup 50 tahun setelah ini (pasal 13:14), tidak mungkin botak karena usia pada saat itu.] - hal 299.

Penerapan: Mengejek seseorang karena bentuk lahiriahnya adalah sesuatu yang jahat! Misalnya ‘cebol’, ‘kero’, ‘pesek’, ‘pengkor’, dsb.

d) Hati-hati dengan kepandaian mengejek.
Kalau kepandaian mengejek ini digunakan dengan benar, bisa berguna, misalnya seperti yang dilakukan oleh Elia dalam 1Raja-Raja 18:27 dan oleh Mikha dalam 1Raja-raja 22:15. Tetapi kalau digunakan secara salah ini menjadi dosa.

e) Pulpit Commentary: “Their sin was a disrespect towards old age, combined, perhaps, with disrespect for the prophetical order, to which they may have known from his dress that Elisha belonged.” [= Dosa mereka adalah sikap tidak hormat kepada orang tua, mungkin dikombinasikan dengan sikap tidak hormat kepada kedudukan nabi, dan mereka bisa mengetahui bahwa Elisa termasuk golongan nabi dari pakaiannya.] - hal 24.


4) Tindakan Elisa: mengutuk mereka dalam nama Tuhan (2 Raja-raja 2: 24a).
2 Raja-raja 2: 24a: “Lalu berpalinglah ia ke belakang, dan ketika ia melihat mereka, dikutuknyalah mereka demi nama TUHAN.”.

a) ‘demi nama Tuhan’.
Matthew Poole: “In the name of the Lord; not from any carnal or revengeful passion, but by the motion of God’s Spirit, and by God’s command and commission, as appears by God’s concurrence with him;” [= Dalam nama Tuhan; bukan dari nafsu daging atau balas dendam, tetapi oleh dorongan Roh Allah, dan oleh perintah dan pemberian otoritas Allah, seperti terlihat dari persetujuan Allah dengannya;] - hal 719.

b) Akibatnya kutukan Elisa ini.
Muncul 2 ekor beruang dari hutan yang mencabik-cabik 42 orang pemuda remaja tersebut (2 Raja-raja 2: 24b).
Ay 24b: “Maka keluarlah dua ekor beruang dari hutan, lalu mencabik-cabik dari mereka empat puluh dua orang anak.”.

Ini mengajar kita bahwa tindakan mengejek hamba Tuhan bukanlah dosa yang bisa diremehkan.

Bdk. 2Tawarikh 36:16 - “Tetapi mereka mengolok-olok utusan-utusan Allah itu, menghina segala firmanNya, dan mengejek nabi-nabiNya. Oleh sebab itu murka TUHAN bangkit terhadap umatNya, sehingga tidak mungkin lagi pemulihan.”.

c) Beberapa komentar tentang peristiwa ini.

1. Satu penafsir (Pulpit Commentary, hal 24) mengatakan bahwa dari sudut pandang kristen, tindakan Elisa ini tidak dapat dibenarkan, karena orang kristen tidak boleh mengutuk siapapun. Tetapi dalam Perjanjian Lama, kita bisa mengerti bahwa seorang yang baru menjadi nabi, perlu membela kehormatan / kewibawaan jabatannya dengan melakukan hal ini. Juga perlu diingat bahwa dalam Perjanjian Lama ada kasus yang harus dikutuki (bdk. Ul 27:14-26).

Catatan: perlu diingat bahwa dalam Gal 1:6-9 dan 1Kor 16:22 Rasul Paulus mengutuk orang yang memberitakan Injil yang berbeda / Injil yang lain dan juga orang yang tidak mengasihi Tuhan! Jadi, Perjanjian Baru tidak secara mutlak melarang orang mengutuk!

2. Adam Clarke: “had it proceeded from a wrong disposition of the prophet, no miracle would have been wrought in order to gratify it.” [= andaikata itu keluar dari watak / kecondongan yang salah dari sang nabi, tidak akan ada mujijat yang dibuat untuk memuaskan / memenuhinya.] - hal 486.

3. Pulpit Commentary: “Elisha could not tell what would be the effect of his curse. It could have no effect at all excepting through the will and by the action of God. … the punishment, whatever its severity, came from God, not from the prophet, and we may be sure was just. … A severe example may have been needed under the circumstances of the time, when a new generation was growing up in the contempt of God and religion; and the sin of the lads was not a small one, but indicated that determined bent of the will against good, and preference of evil, which is often developed early, and generally goes on from bad to worse.” [= Elisa tidak bisa menceritakan apa akibat / hasil dari kutukannya. Itu bisa tidak berakibat apa-apa kecuali melalui kehendak dan oleh tindakan Allah. … hukuman itu, betapapun kerasnya, datang dari Allah, bukan dari sang nabi, dan kita bisa yakin bahwa itu adil / benar. … Contoh yang keras mungkin dibutuhkan dalam sikon saat itu, dimana suatu generasi yang baru sedang bertumbuh menjadi dewasa dalam perasaan jijik / menghina terhadap Alah dan agama; dan dosa dari para pemuda itu bukanlah dosa kecil, tetapi menunjukkan kehendak yang dibengkokkan untuk menentang kebaikan, dan lebih memilih kejahatan, yang sering berkembang pada masa muda, dan biasanya menjadi makin buruk.] - hal 24.

d) Bagian ini mengajarkan tanggung jawab pemuda / remaja.

Pulpit Commentary: “The whole incident teaches in a very emphatic manner the responsibility of youth.” [= Seluruh kejadian ini mengajar dengan suatu cara yang tegas / menekankan tentang tanggung jawab dari anak muda.] - hal 41.

Pulpit Commentary lalu mengutip kata-kata Dr. Arnold: “I take this story as teaching us what I think we very much need to be taught, namely, that the faults of our youth, and those which are most natural to us at that age, are not considered by God as trifling. … You may hear grown-up people talk in a laughing manner of the faults which they committed at school, of their idleness, and their various acts of mischief, and worse than mischief. And when boys hear this, it naturally makes them think it really does not matter much whether they behave well or ill - they are just as likely to be respectable and amiable men hereafter. I would beg those who think so to attend a little to the story in the text.” [= Saya menganggap bahwa cerita ini mengajar kita apa yang saya pikir sangat perlu untuk diajarkan, yaitu bahwa kesalahan-kesalahan dari masa muda kita, dan hal-hal yang paling alamiah bagi kita pada usia itu, tidak dianggap remeh oleh Allah. … Kamu mungkin mendengar orang-orang dewasa berbicara sambil tertawa tentang kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan di sekolah, tentang kemalasan mereka, dan bermacam-macam tindakan nakal mereka, dan tindakan yang lebih buruk dari kenakalan. Dan pada waktu anak-anak mendengar ini, tentu saja itu membuat mereka berpikir bahwa sebetulnya tidak terlalu jadi soal apakah mereka berkelakuan baik atau buruk - mereka tetap bisa menjadi orang-orang yang terhormat dan ramah / menyenangkan nanti. Saya minta supaya mereka yang berpikir seperti itu memperhatikan cerita dalam text ini.] - hal 41.

Penerapan:
1. Orang tua hendaknya tidak mentertawakan dosa ataupun meremehkan dosa. Bersikaplah serius terhadap dosa anak-anak saudara, karena Tuhan juga bersikap demikian!
2. Para pemuda / remaja, janganlah remehkan dosa saudara (seperti ngerpek / nyontek, dsb) dengan menganggap bahwa semua pemuda remaja toh juga berbuat begitu.

e) Ini juga merupakan hukuman bagi orang tua dari para pemuda / remaja tersebut.
Hukuman bagi para pemuda itu sekaligus merupakan hukuman bagi para orang tua mereka. Karena mereka tidak mendidik anak-anak mereka dengan benar, maka mereka harus kehilangan anak-anak mereka.

Penerapan: para orang tua hendaklah sangat serius dalam pendidikan anak-anak!

5) Elisa lalu pergi ke gunung Karmel, lalu ke Samaria (2 Raja-raja 2: 25).
2 Raja-raja 2: 25: “Dari sana pergilah ia ke gunung Karmel dan dari sana pula kembalilah ia ke Samaria.”.


Berbeda dengan Elia yang hidup menyendiri, Elisa bergaul dengan orang banyak. Ia tinggal di ibu kota negaranya yaitu Samaria (5:9 6:32) dan menjadi penasehat raja (6:9) dan sangat dihormati oleh raja.

Pulpit Commentary: “Unlike Elijah, he is not a child of the desert, but a man of the city.” [= Berbeda dengan Elia, ia bukanlah anak padang gurun, tetapi orang kota.] - hal 39.

Perbandingan Elia dan Elisa seperti Yohanes Pembaptis dan Yesus.
Mat 11:18-19a - “(18) Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. (2 Raja-raja 2: 9) Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.”.

Dalam hal ini kita tidak bisa menyalahkan yang manapun, setiap orang mempunyai kecondongannya sendiri-sendiri.

Kesimpulan: 

Ada saat dimana Elisa melakukan pelayanan yang bersifat ‘baik hati’ / ‘menolong’, tetapi juga ada saat dimana ia melakukan tindakan yang tegas dan keras terhadap orang-orang yang brengsek. Kalau saudara melihat orang kristen lain melakukan hal seperti itu, jangan terlalu cepat menyalahkannya / menghakiminya. Orang kristen memang harus seperti itu, dan saudarapun harus seperti itu. 

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-
Next Post Previous Post