LATIHLAH DIRIMU BERIBADAH:1 TIMOTIUS 4:7-8
Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th.
LATIHLAH DIRIMU BERIBADAH:1 TIMOTIUS 4:7-8. “(1 Timotius 4:7) Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah. (4:8) Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.”(1 TIMOTIUS 4:7-8)
PENGANTAR:
Rasul Paulus selama berada di dalam penjara di Roma pada masa penahannya yang pertama, disitu ia didampingi oleh beberapa muridnya yang setia, khusus Timotius (bandingkan Filipi 1:1; Kolose 1:1; Filemon 1). Timotius mungkin menjadi orang percaya kepada Kristus sewaktu perjalanan misi Paulus yang pertama. Hukuman penjara yang pertama yang dialami Paulus (Kisah Para Rasul 28:1-30) rupanya berakhir dengan kebebasannya pada tahun 62 M (2 Timotius 4:16-17). Setelah kebebasan itu rasul Paulus awalnya berniat untuk pergi ke Spanyol (Roma 15:24,28) tetapi ia menunda rencana itu. Ia memilih mengunjungi lebih dahulu jemaat-jemaat di wilayah Timur. Rasul Paulus membawa serta Timotius dalam perjanalanan misinya yang kedua dan ketiga mengunjungi jemaat-jemaat di Asia Kecil.
Selesai perkunjungan ini Paulus meninggalkan Timotius di Efesus (1 Timotius 1:3) dengan tugas untuk melanjutkan pembinaan jemaat-jemaat disana, khususnya dalam menanggulangi ajara-ajaran sesat. Paulus sendiri melanjutkan perjalanannya ke Makedonia untuk mengunjungi jemaat-jemaat di wilayah ini.
Dari Makedonia inilah ia menulis surat 1 Timotius kepada Timotius (tahun 63 M), sesudah peristiwa-peristiwa yang tercantum dalam Kisah Para Rasul pasal yang terakhir. Memang rasul Paulus bermaksud mengunjungi Timotius lagi dalam waktu dekat (1 Timotius 3:14), tetapi beleum kunjungannya tersebut ia menulis surat untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada Timotius tentang cara menata jemaat di Efesus yang baru berdiri dan bertumbuh tersebut, serta melawan ajaran-ajaran sesat yang ada di Efesus yang berusaha melemahkan Injil. Surat ini memberikan kesan bahwa rasul Paulus memang menyiapkan Timotius sebagai generasi penerus pelayanannya.
EKSPOSISI TEKS 1 TIMOTIUS 4:7-8
Eksposisi Bagian 1: Salah satu tugas cukup berat yang diemban Timotius dalam pelayanannya di Efesus, seperti yang telah dijelaskan di atas, adalah melawan ajaran-ajaran sesat yang muncul di jemaat Efesus. Ajaran sesat yang berwujud senkretisme ini merupakan perpaduan dari unsur-unsur Gnostik dan unsur-unsur agama Yahudi (1 Timotius 4:1-7a).
Isi ajaran sesat ini adalah pantangan-pantangan yang berat (unsur-unsur agama Yahudi) dan pengetahuan yang tinggi (unsur-unsur Gnostik) yang memberikan kesan yang serius betapa berbahayannya ajaran sesat ini. Perlu diketahui bahwa Timotius pada saat itu relatif muda dan tidak mempunyai kuasa rasuli (Bandingkan 1 Timotius 4:12), karena itulah rasul Paulus memberikan jaminan untuk menguatkan Timotius bahwa ia sudah dididik (Yunani “entrephó” yang berarti “diberi makan”) dalam soal-soal pokok iman dan dalam ajaran sehat yang Paulus sendiri ajarkan kepadaNya untuk diteruskan kepada jemaat (1 Timotius 4:6).
Dengan kualifikasi Timotius yang diakui oleh Rasul Paulus ini maka diharapkan jemaat di Efesus bisa mengandalkan kepemimpinan Timotius, dan Timotius sendiri bisa menunjukkan bahwa ia adalah “seorang pelayan Kristus Yesus yang baik”.
Eksposisi bagian 2. Pada pasal 4:1-7, rasul Paulus menyebut secara spesifik ciri ajaran sesat yang ada di jemaat Efesus, yaitu :
(1) Melarang orang nikah. Ini adalah dualisme gnostik yang mempertentangkan antara rohani dan materi dan menganggap seks dan nikah sebagai dosa badani. Ajaran sesat ini menawarkan pantangan nikah dan kehidupan selibat sebagai jalan untuk melepaskan diri dari daya tarik seks untuk mencapai tarap hidup yang lebih tinggi.
(2) Melarang orang makan-makanan yang diciptakan Allah yang dianggap mengandung dosa bendawi. Pantangan ini merupakan unsur-unsur tradisi agama Yudaisme.
Ajaran sesat ini menawarkan pantangan makan dan askestik sebagai jalan untuk melepaskan diri dari belenggu-belenggu bendawi yang dianggap mengandung dosa. Rasul Paulus mengkategorikan ajaran-ajaran sesat tersebut di atas sebagai takhayul dan dongeng yang harus dijauhi (1 Timotius 4:7a).
Kata “takhayul” dalam ayat ini adalah kata Yunani “bebólos” yang berarti “cerita-cerita yang sama sekali tidak suci atau cerita-cerita yang tercemar”. Kata tersebut dalam 1 Timotius 6:20 dan 2 Timotius 2:16 dihubungkan dengan “pembicaraan yang kosong”.
Sedangkan kata “dongeng” adalah terjemahan dari kata Yunani “muthos” yang berarti “cerita-cerita isapan jempol yang bersifat turun temurun dari para wanita tua”. Terhadap takhayul dan dongeng tersebut rasul Paulus memerintahkan Timotius untuk menjauhinya. Kata “jauhilah” dalam bahasa Yunani adalah “paraitou” yang berarti “menjauh, mengusir, atau menolak”, merupakan kata kerja yang ditulis dalam bentuk perintah.
Eksposisi bagian 3. Setelah memberikan perintah untuk menjauhi ajaran-ajaran sesat tersebut, sebaliknya rasul Paulus memberikan nasihat kepada Timotius agar “latihlah dirimu beribadah” (1 Timotius 4:7b).
Kata “beribadah” dalam ayat tersebut adalah kata Yunani “eusebeiau”, merupakan kata yang dalam seluruh Perjanjian Baru hanya dipakai oleh Rasul Paulus dan rasul Petrus. Kata “beribadah” dalam ayat ini tidaklah sama dengan kata “kebaktian” atau yang berkaitan dengan liturgi kebaktian, sebab jika yang dimaksud menunjuk kepada ibadah dalam pengertian kebaktian atau liturgi kebaktian maka kata yang dipakai adalah kata Yunani “latruo” atau “proskuneo”.
Kata “eusebeiau” dalam ayat ini berarti “kesalehan” atau “kehidupan yang saleh menurut ajaran agama”, atau lebih tepatnya “kesalehan yang ditunjukkan dengan ketaatan kepada Injil di dalam seluruh bidang kehidupan”. Kesalehan seperti yang diajarkan oleh Rasul Paulus kepada Timotius dan jemaat pada saat itu adalah kehidupan yang berkenan kepada yaitu hidup yang merupakan penghayatan iman dalam kata-kata dan perbuatan.
Hal ini sesuai dengan nasihat rasul Paulus dalam ayat berikutnya agar Timotius menjadi “teladan dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1 Timotius 4:12b). Kata “teladan” ini dalam ayat ini berasal dari kata Yunani “tufos” yang berarti “model, gambar, ideal, atau pola”, yang mengandung pengertian bahwa Timotius harus menjadi teladan dalam perkataan dan tindakan.
Selanjutnya, kata Yunani “latihlah” dalam 1 Timotius 4:7b tersebut di atas berasal dari kata Yunani “gumnaze”, merupakan kata kerja perintah aktif. Kata “gumnaze” ini merupakan kata yang berhubungan dengan kedisiplinan yang dimiliki oleh seorang atlet. (Dari kata inilah kita mendapatkan istilah “gym” yaitu latihan fisik yang berhubungan dengan kesimetrisan bentuk otot dan tubuh).
Kita tahu bahwa salah satu ciri khas yang melekat pada diri seorang atlet adalah disiplin, khususnya disiplin dalam latihan, disiplin dalam hal makanan, dan disiplin dalam hal istirahat. Seorang atlit yang baik memiliki jadwal latihan yang teratur, sistematis, dan terstruktur. Ia juga tidak boleh memakan makanan sembarangan dan meminum minuman yang sembarangan, tatapi ia harus memakan makanan yangsehat yang mengandung gizi dan vitamin yang cukup bagi kebutuhan tubuhnya.
Selain itu, ia juga harus memiliki jadwal istirahat yang cukup sehingga kondisi fisik mereka tetap baik dan sehat. Jadi ketika rasul Paulus mengatakan “latihlah dirimu beribadah” (1 Timotius 4:7b) maka yang ia maksudkan ialah agar Timotius giat mendisiplin dirinya untuk hidup yang ditunjukkan dalam ketaatan kepada Injil diseluruh bidang kehidupnnya.
Eksposisi bagian 4. Selanjutnya, rasul Paulus menjelaskan kepada Timotius mengapa melatih diri beribadah itu penting dalam 1 Timotius 4:8. Pertama-tama, rasul Paulus menjelaskan bahwa “sōmatikŏs gumnasia pros oligon” atau yang diterjemahkan “latihan badani itu terbatas gunanya”.
Walaupun kata “gumnasia” yang digunakan rasul Paulus sangat berhubungan dengan atletik yang umumnya dipakai pada saat itu. Tetapi arti frase “latihan badani terbatas gunanya” dalam ayat tersebut tidak ada kaitannya dengan latihan atletik olah raga tertentu. Disini arti kata diharus ditafsirkan berdasarkan konteksnya.
Konteks ayat ini adalah latihan badani yang berhubungan dengan pantangan-pantangan yang digambarkan Paulus dalam ayat sebelumnya sebagai cara untuk melatih tubuh melawan dosa. Bila rasul Paulus melawan pantangan nikah dan pantangan makan seperti yang diajarkan ajaran sesat (1 Timotius 4:3), hal itu disebabkan karena pantangan-pantangan tersebut berlawanan dengan Firman Allah. Tetapi menurut rasul Paulus ada juga pantangan-pantangan yang baik (Roma 13:14; 1 Korintus 7:5; 8:13).
Sifat pantangan sebagai suatu latihan badani nampak sangat jelas di dalam 1 Korintus 9:25-27) dan latihan ini dipraktekkan oleh rasul Paulus. Namun pantangan-pantangan tersebut sekalipun baik, menurut rasul Paulus terbatas gunanya karena menekankan sisi negatif, yaitu menjauhkan diri dari berbuat dosa.
Selanjutnya, rasul Paulus menunjukkan bahwa latihan badani sedikit saja manfaatnya jika dibandingkan dengan manfaat dari latihan beribadah yang berguna dalam segala hal. Latihan beribadah adalah latihan untuk kehidupan yang berkenan kepada Allah, baik dalam iman maupun perbuatan sehari-hari. Ini adalah perbuatan yang positif. Tidak hanya menjauhi yang jahat (negatif), melainkan melakukan yang baik (positif).
Itu sebabnya rasul Paulus mengatakan “latihlah dirimu beribadah” dan menghubungkan manfaat ibadah dengan alasan karena “ibadah itu berguna dalam segala hal”. Latihan beribadah ini adalah untuk hidup yang berkenan kepada Allah. Jadi disini rasul Paulus membandingkan kegunaan yang tidak terbatas dari “eusebeiau” (beribadah kepada Allah), bahwa ibadah itu berguna dalam “pros panta” atau “segala hal, segala sesuatu, atau segalanya”, yang berbeda dengan latihan badani yang bersifat “pros oligon” atau “sedikit kegunaannya”.
Manfaat ibadah itu lebih jauh dan lebih besar lagi disebutkan rasul Paulus karena “mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang” (ayat 8). Jadi akibat dari hidup yang beribadah adalah berkat-berkat yang besar dan luas jangkauan yang dapat kita rasakan sekarang ini (Bandingkan Roma 14:17; Galatia 5:22) dan untuk masa yang akan datang(Filipi 3:20-21; Bandingkan 1 Yohanes 3:2-3).
APLIKASI 1 TIMOTIUS 4:7-8
Aplikasi Bagian 1: Setiap orang Kristen seharusnya terdididik dalam ajaran dasar iman Kristen dan ajaran yang sehat. Ajaran yang sehat dalam kekristenan dikaitkan dengan kesalehan yang ditunjukkan dengan ketaatan kepada Yesus Kristus dan Injil di dalam seluruh bidang kehidupan. Karena itu kita harus memiliki komitmen untuk belajar dan diajar dalam gereja lokal yang mengutamakan ajaran Alkitab yang sehat secara eksposisi dan penerapannya yang tepat dalam kehidupan.
Aplikasi Bagian 2: Setiap orang Kristen harus berani dengan tegas menolak ajaran sesat yang bertentangan dengan ajaran dasar iman Kristen dan ajaran yang sehat. Karena itulah maka setiap orang Kristen harus mempersiapkan diri menghadapi pengajar sesat atau ajaran sesat yang berusaha menyusup masuk di dalam komunitas atau persekutuan gereja lokal.
Aplikasi 3: Setiap orang Kristen harus mendisiplin dirinya dengan baik sehingga dapat menjalankan kehidupan yang saleh dalam perkataan dan perbuatan. Secara positif ia harus melakukan hal-hal baik yang mendukung pertumbuhan rohaninya dan secara negatif ia harus membuang hal-hal yang bisa menghambat pertumbuhan rohaninya.
Aplikasi 4. Paulus tidak menyangkal pentingnya latihan badani, tetapi ia hendak menyatakan bahwa jauh lebih penting melatih diri beribadah. Jika latihan badani yang dilakukan membawa keuntungan bagi fisik kita, maka jauh lebih bermanfaat jika kita melakukan latihan rohani yang akan membawa keuntungan tak terbatas bagi kehidupan dan pertumbuhan spiritual kita. Melatih diri beribadah akan membawa keuntungan bagi kehidupan kita karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang. Karena itu, bukanlah suatu kerugian bila kita memiliki disiplin rohani yang baik, tetapi justru membawa keuntungan yang besar dan luas jangkauannya bagi diri kita.
CATATAN TAMBAHAN UNTUK EKSPOSISI BAGIAN 4.
Beberapa penafsir Alkitab telah melakukan kekeliruan penafsiran ketika menarik kesimpulan bahwa “sōmatikŏs gumnasia” atau “latihan badani” yang Paulus maksudkan dalam 1 Timotius 4:8 adalah sama dengan olah raga atau aktivitas atletik tertentu. Penafsiran yang salah ini pada umumnya dikarenakan penafsir terjebak pada etimologi kata “gumnasia” yang digunakan Paulus dalam ayat tersebut.
Memang benar bahwa kata “gumnasia” yang digunakan oleh rasul Paulus berhubungan dengan atletik yang umumnya dipakai pada saat itu, tetapi arti frase “latihan badani” dalam ayat tersebut tidak ada kaitannya dengan latihan atletik olah raga tertentu. Karena itu disini arti kata seharusnya ditafsirkan berdasarkan konteksnya. Mengapa? Konteks biasanya mengacu pada makna yang hendak diberikan penulis kitab kepada pembacanya, maka dengan memperhatikan konteks penafsir akan menangkap maksud penulis terhadap arti kata atau frase. Jadi konteks itu berguna karena menolong pembaca dan penafsiran mengerti makna yang dimaksudkan penulis kitab dalam suatu teks.
Bila dipahami dengan benar, sekali lagi, frase “latihan badani” dalam 1 Timotius 4:8 tidak berkaitan dengan olah raga tertentu, tetapi latihan badani yang berhubungan dengan pantangan-pantangan yang digambarkan Paulus dalam ayat sebelumnya sebagai cara untuk melatih tubuh melawan dosa. Bila rasul Paulus melawan pantangan nikah dan pantangan makan seperti yang diajarkan ajaran sesat (1 Timotius 4:3), hal itu disebabkan karena pantangan-pantangan tersebut berlawanan dengan Firman Allah.
Tetapi menurut rasul Paulus ada juga pantangan-pantangan yang baik (Roma 13:14; 1 Korintus 7:5; 8:13). Sifat pantangan sebagai suatu latihan badani nampak sangat jelas di dalam 1 Korintus 9:25-27) dan latihan ini dipraktekkan oleh rasul Paulus. Namun pantangan-pantangan tersebut sekalipun baik, menurut rasul Paulus terbatas gunanya karena menekankan sisi negatif, yaitu menjauhkan diri dari berbuat dosa. (lihat penjelasan pada Eksposisi Bagian 4 di atas).
BACA JUGA: 3 TAFSIRAN: TETAPLAH KERJAKAN KESELAMATANMU
Kesalahan tafsir karena mengabaikan konteks ketika menafsirkan arti ini dalam eksegesis dikenal dengan istilah “reduksi yang tidak sah”. Perlu diketahui bahwa Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani Koine yang jauh berbeda dengan bahasa Yunani modern. Maka seringkali, kata atau frase yang sama, yang muncul dalam bagian-bagian yang berbeda dalam Alkitab, digunakan dalam arti yang berbeda sesuai dengan konteks penggunaannya di dalam sebuah bagian atau perikop.
Kadang, perbedaan arti, walaupun kata atau frase yang digunakan itu sama, bisa menjadi begitu variatif, sehingga penafsir tidak dapat hanya mengandalkan sebuah leksikon atau kamus bahasa Yunani untuk menentukan maksud penggunaannya dalam bagian tertentu. Selain itu, pada kenyataannya kata-kata dalam bahasa Yunani biasanya memiliki lebih dari satu arti. Itulah sebabnya, adalah bijak untuk mengingat bahwa leksikon bahasa Yunani memiliki peran penting sebatas memberitahukan kepada kita pilihan-pilihan arti dari sebuah kata. Dan tugas seorang penafsir adalah menyelidiki konteks penggunaannya dalam sebuah perikop untuk menentukan pilihan arti yang mana yang cocok dengan konteksnya.
WAWASAN EKSEGESIS
Saat melakukan eksegesis gramatikal yang berhubungan dengan leksiologi, tiga terminologi ini, yaitu: etimologi, diakronik, dan sinkronik penting untuk dimengerti. Etimologis dikaitkan dengan penelitian akar kata dari sebuah kata benda atau kata kerja. Penyelidikan ini bermanfaat walau pun tidak banyak membantu, karena arti kata tertentu dalam konteks tertentu sering kali berbeda jauh dari arti dasar yang terdapat pada akar katanya.
Diakronik adalah penelitian historis terhadap penggunaan kata yang bersangkutan baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Sinkronik adalah penelitian untuk menyelidiki maksud penggunaan kata yang bersangkutan dalam sebuah teks. Ini adalah penyelidikan yang sangat disarankan. Artinya, kata dalam sebuah teks kalimat lebih ditentukan oleh konteks penggunaannya dalam kalimat tersebut ketimbang sejarah penggunaannya maupun etimologinya.
Baca Juga: Pelayanan Penuh Waktu
Konteks itu berguna menolong penafsir mengerti makna yang dimaksudkan penulis dalam suatu teks. Konteks terdekat dari suatu teks yaitu sebelum sebelum dan sesudahnya merupakan konteks yang paling berharga yang disediakan penulis kitab agar pembaca dan penafsir menangkap makna tulisannya. Sebagai contoh, kebingungan dapat terjadi bila penafsir tidak memperhatikan secara cermat konteksnya. Rasul Paulus dalam Efesus 2:8 dan Yakobus dalam Yakobus 2:17 menggunakan kata Yunani “ergon” atau yang diterjemahkan dengan kata “perbuatan atau pekerjaan”. Namun, penafsir akan salah mengerti bila menganggap bahwa rasul Paulus dan Yakobus menggunakan pengertian yang sama saat menggunakan kata “ergon”” tersebut.
PENUTUP:
Rasul Paulus menyatakan bahwa kita tidak diselamatkan karena perbuatan-perbuatan (Efesus 2:8) dan Yakobus menyatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Pertanyaannya: Apakah Paulus dan Yakobus bertentangan ? Jawabannya tidak! Jika kita memahami konteks penggunaan kata “ergon” yang berbeda artinya bagi Paulus maupun Yakobus.
Ketika Paulus menyebut diselamatkan bukan karena “perbuatan atau pekerjaan (ergon)”, maka yang ia maksudkan menunjuk kepada keinginan seseorang untuk memperoleh perkenan dan keselamatan melalui usaha menaaati hukum Taurat dengan kekuatan sendiri dan bukan melalui iman pada anugerah Tuhan. Sedangkan ketika Yakobus menggunakan kata perbuatan (ergon), maka yang ia maksudkan menunjuk kepada perbuatan-perbuatan yang bersumber dari iman sejati dan kehidupan yang telah diselamatkan.
Kata “ergon” dalam Yakobus menunjuk kepada kualitas dasar dari kehidupan seseorang yang dinyatakaan dengan perilakunya. Tindakan atau perbuatan seseorang mencerminkan fakta bahwa iman sejati ada di dalam perbuatan-perbuatan itu. Justru disini kita melihat keharmonisan dalam Kitab Suci bahwa Paulus dan Yakobus saling melengkapi.
Dengan demikian hubungan antara iman dan perbuatan adalah bahwa seseorang diselamatkan karena anugerah oleh iman dan bahwa setelah diselamatkan ia harus aktif mengerjakan keselamatan itu di dalam kehidupannya dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan atau hal-hal yang dikerjakan (Filipi 2:12-13; Efesus 2:10, Yunani “Agatha”). Perbuatan-perbuatan itu merupakan tanda apakah iman itu benar-benar hidup (Yakobus 2:14-17) dan tanda ketaatan iman kepada Allah (Yakobus 2:18-20).