TEOLOGI SALIB: MAKNA UCAPAN YESUS “τετελεσται TETELESTAI”(SUDAH SELESAI)

Pdt.Samuel T. Gunawan,M.Th.
TEOLOGI SALIB: MAKNA UCAPAN YESUS “τετελεσται TETELESTAI”(SUDAH SELESAI)
gadget, otomotif, bisnis
.“(Yohanes 19:28) Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia -- supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci --: “Aku haus!” (19:29) Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka mencucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus. (19:30) Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: Sudah selesai.Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya” (Yohanes 19:28-30).

PENDAHULUAN: 

Perkataan Yesus “Aku haus” dan “sudah selesai” dalam ayat di atas adalah dua dari tujuh perkataan yang diucapkan Yesus di atas kayu salib menjelang kematiannya. Tuhan Yesus membuat tujuh pernyataan ketika Ia berada di kayu salib yang oleh para teolog dan ahli Alkitab dikenal dengan sebutan “tujuh perkataan Yesus di atas kayu salib”. Ketujuh perkataan itu secara berurutan adalah sebagai berikut: 

(1) Yesus berdoa memohon pengampunan bagi mereka yang menyalibkan Dia (Lukas 23:34); 

(2) Yesus berjanji kepada penyamun yang disalibkan disebelah kanan-Nya bahwa ia akan bersama Yesus di dalam Firdaus (Lukas 23:39-43); 

(3) Yesus berbicara kepada ibuNya dan kepada Yohanes murid yang dikasihiNya (Yohanes 19:25-27); 

(4) Yesus berbicara kepada Bapa-Nya (Matius 27:45-49); 

(5) Yesus berkata “Aku haus” (Yohanes 19:28); 

(6) Yesus berkata “sudah selesai” (Yohanes 19:30); 

(7) Yesus berseru menyerahkan roh-Nya (Lukas 23:46). 

Jadi perkataan Yesus “Aku haus” dan “sudah selesai” tersebut adalah perkataanNya kelima dan keenam yang diucapkannya disalib tepat sebelum kematianNya. 

Ketika Yesus berkata “Aku haus”, mereka segera memberikaNya anggur asam. Anggur asam itu tidak sepenuhnya menghilangkan dahagaNya, tetapi anggur tersebut memampukanNya untuk mengucapkan seruan kemenangan dengan suara yang keras “sudah selesai” atau dalam bahasa Yunani “τετελεσται - tetelestai”. 

Ucapan Yesus “sudah selesai” ini (ayat 30) sama dengan kata “telah selesai” yang dipakai oleh Yohanes di ayat 28, ketika ia mengatakan, “.. karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia ...”. Disini Yesus tidak mengatakan “saya telah selesai!”. Yesus bisa saja menggunakan aorist, etelesthe, dan hanya mengatakan “tugasnya telah dikerjakan”. Tetapi kenyataannya tidak demikian, sebab Yesus benar-benar mengatakan “sudah selesai!”, sebab Ia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepadaNya; karya keselamatan telah diselesaikan. 

MEMAHAMI TELESTAI MENURUT GRAMATIKA YUNANI

Kata Yunani tetelestai (τετελεσται) yang diterjemahkan “sudah selesai” dalam AITB dan “it is finished” dalam KJV, berasal dari kata kerja teleô (τελεω) yang artinya “mencapai tujuan akhir, menyelesaikan, menjadi sempurna”. Kata ini menyatakan keberhasilan akhir dari sebuah tindakan. Di dalam gramatika Yunani, kata ini menggunakan bentuk perfect passive indicative tense. 

Kata “te” yang ditempatkan di depan kata di depan kata “teleô” merupakan pengulangan yang menunjukan kalimat sempurna (perfect tense) dalam gramtika Yunani, sedangkan akhiran “(s)tai” menandai subyek kalimat dalam hal ini orang ketiga tunggal. Sehingga, menurut gramatika Yunani kata tetelestai ini menyatakan sesuatu yang telah selesai, telah dilengkapi, disempurnakan, diselesaikan. 

Tetapi ini bukan hanya sekedar selesai begitu saja, melainkan selesai dan dampaknya akan terasa untuk masa-masa selanjutnya. Tensa bentuk lampau dari kata kerja ‘tetelestai’ dapat diterjemahkan ‘hal itu akan tetap selesai’, artinya pekerjaan itu untuk selamanya selesai dan akibat dari selesainya pekerjaan itu terus berlaku. 

Namun kala dari verbanya, yaitu “perfect”, menyatakan bahkah lebih banyak dari apa yang Yesus katakan, ada pengharapan untuk anda dan saya. Perfect tense Yunani tersebut menggambarkan kegiatan yang telah sepenuhnya selesai namun memiliki konsekuensi sepenuhnya di masa selanjutnya. Ini berbicara tentang aksi yang telah selesai di masa lalu dengan hasilnya yang tetap berlanjut di masa sekarang. 

Artinya, Yesus sepenuhnya telah menyelesaikan tugasNya dengan sempurna, namun dampak dari apa yang Yesus selesaikan itu masih terus berlangsung. Paul Enns menyatakan, “Karya Kristus sesuai dengan tujuanNya datang ke dunia, digenapkan dalam Yohanes 19:30. Setelah enam jam di atas kayu salib Yesus berseru ‘sudah selesai!’ (Yunani: Tetelestai). Yesus tidak mengatakan ‘saya telah selesai!’, tetapi ‘sudah selesai!’. 

Ia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepadaNya; karya keselamatan telah diselesaikan. Tensa bentuk lampau darai kata kerja ‘tetelestai’ dapat diterjemahkan ‘hal itu akan tetap selesai’, artinya pekerjaan itu untuk selamanya selesai dan akibat dari selesainya pekerjaan itu terus berlaku”.[1] 

Sementara itu William D. Mounce menjelaskan “tetelestai” itu demikian, “τετελεσται,sudah selesai (Yohanes 19:30). Satu kata rangkuman kehidupan dan kematian Yesus ini mungkin merupakan pernyataan tunggal yang paling penting dalam seluruh Alkitab. Kata ini berarti “menyelesaikan”, “membawa kepada kesempurnaan”. 

Yesus telah mengerjakan sepenuhnya pekerjaan Allah Bapa yang telah mengirimnya untuk melakukan itu. Paulus membahas fakta ini dalam Roma 5, bahwa keselamatan kita itu pasti karena kematian Kristus secara total mengalahkan sepenuhnya efek dosa Adam. Namun kala dari verbanya, yaitu “perfek”, menyatakan bahkah lebih banyak dari apa yang Yesus katakan. Ada pengharapan untuk anda dan saya. 

Karena Yesus sepenuhnya telah menyelesaikan tugasnya, efek yang terus berlangsung adalah bahwa anda dan saya ditawarkan anugerah keselamatan secara cuma-cuma agar kita bisa bersamaNya selamanya”.[2] Perlu ditambahkan, bahwa tetelestai adalah kata yang biasa diucapkan oleh seorang pemahat sewaktu ia selesai memahat sebuah patung. Sambil mengamati kembali hasil karyanya sang pemahat akan berulang-ulang berkata “tetelestai”. Artinya yang dikehendakinya tercapai secara tuntas.[3] 

Dalam budaya pada waktu itu, hanya seorang seniman yang benar-benar telah menyelesaikan karyanya dengan sempurna yang boleh berkata “tetelestai” karena melalui kata tersebut ia hendak menggambarkan hasil akhir dari karyanya yang sempurna. Jika seorang seniman saja menggunakan kata ini untuk menunjukkan karyanya yang sudah tuntas dan sempurna, lebih lagi dengan pernyataan Yesus ini. 

Kata tetelestai yang diucapkan Yesus tepat sebelum kematianNya ini melebihi suatu fakta. Ini adalah kebenaran yang harus diketahui oleh orang-orang percaya. Karya Kristus di kayu salib itu sudah tuntas, genap, sempurna dan permanen (tak dapat diubah). Tidak perlu ada ruang bagi perdebatan atau argumen tentang kebenaran ini. Tetelestai ini merupakan seruan kemenangan Yesus di kayu salib. 

MAKNA TEOLOGIS TETELESTAI (sudah selesai)

Pertanyaan pentingnya adalah: apa yang sebenarnya yang sudah diselesaikan Yesus di kayu salib melalui kematianNya? Yesus berkata, “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya” (Yohanes 17:4). Kata Yunani untuk “pekerjaan” dalam ayat ini adalah “ergon” yang berarti “tugas atau perbuatan yang dituntut untuk dilaksanakan”. Kristus juga mengatakan kepada murid-muridNya , “sama seperti Bapa telah mengutus Aku,..” (Yohanes 2O:21). 

Kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa Yesus diutus untuk menyelesaikan suatu tugas. Karena itu kita langsung teringat pada kata “misi”. Istilah “misi” atau “mission (Inggris)” berasal dari kata Latin “missio” yang berarti “mengutus”, hampir sama dengan kata dalam bahasa Yunani “apostello”, yang artinya “mengutus”.[4] Kata “apostello” muncul sebanyak 135 kali dalam seluruh Perjanjian Baru, di mana sebanyak 123 kali digunakan dalam Kitab Injil dan Kisah Para rasul.[5] George W. Peter, seorang pakar misiologi mengatakan, “kata kerja ‘apostello’ mengandung arti pengutusan seorang duta dengan satu tugas khusus. Karenanya kata itu dipakai untuk misi dari anak Allah, dan untuk rasul-rasulNya.”[6] 

Sebagai Anak, Kristus telah diutus oleh Bapa ke dalam dunia dengan satu tugas khusus, karena itu Ia disebut dengan sebutan “Rasul” (Apostle). Penulis Kitab Ibrani dengan jelas mengatakan demikian, “Sebab itu, hai saudara-saudara yang kudus, yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi, pandanglah kepada Rasul dan Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus” (Ibrani 3:1). Jadi, Allah telah mengutus Kristus ke dalam dunia melalui inkarnasiNya untuk melaksanakan tugas khusus, yaitu misi pendamaian. 

Injil Yohanes menyebut Yesus dengan gelar “Anak Domba Allah” (Yohanes 1:29,36). Pada sebutan pertama, gelar ini diperjelas dengan keterangan tambahan “yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29). Gelar itu memberitahukan kita betapa pentingnya misi Yesus itu. 

W. Hall Harris mengatakan, “Bahwa misi itu berkaitan dengan pendamaian sangat sejalan dengan penghapusan dosa dan juga dengan pernyataan-pernyataan lain di bagian selanjutnya dalam Injil Yohanes : ‘Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkanNya oleh Dia’ (Yohanes 3:17); dan ‘kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kau katakan, tetapi sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia’ (Yohanes 4:42)”.[7] 

TEOLOGI SALIB: MAKNA UCAPAN YESUS “τετελεσται TETELESTAI”(SUDAH SELESAI)
Millard J. Erickson menjelaskan tentang maksud pengutusan Yesus ke dalam dunia ini demikian, “Yesus cukup menyadari bahwa Ia diutus oleh Bapa, dan bahwa Ia harus melakukan pekerjaan Sang Bapa. Dia menyatakan dalam Yohanes 10:36 bahwa Bapa telah mengutusNya ke dalam dunia ini. 

Dalam Yohanes 3:38 Yesus mengatakan, ‘Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendakKu, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku’. Rasul Yohanes juga dengan jelas menghubungkan pengutusan oleh Bapa dengan karya penebusan dan pendamaian Anak, ‘Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia’ (Yohanes 3:17). 

Jelas bahwa maksud kedatangan Kristus adalah untuk mengadakan pendamaian, dan Allah Bapa ikut terlibat dalam karya tersebut. Yang dimaksud dengan menekankan bahwa kedatangan Anak adalah karena diutus oleh Bapa ialah untuk menjelaskan bahwa karya Anak tidaklah terlepas dari, atau tidak bertentangan dengan, apa yang dilakukan Bapa.”[8] Kapan misi itu selesai? Ketika disalib sebelum kematiaNyaYesus berkata “sudah selesai” (Yohanes 19:30). Paul Enns mengatakan, “bagaimana Kristus mencapai (menyelesaikan) pendamaian? Melalui kematianNya (Roma 5:10). 

Karena Kristus adalah Allah, kematianNya tak ternilai hargaNya, menyediakan pendamaian bagi dunia. Hal ini signifikan karena kematian Kristus menjadikan dunia bisa diselamatkan”.[9] Jadi, kematian Kristus bertujuan untuk memenuhi rencana Allah yang dinubuatkan (1 Korintus 15:3). Kematian Kristus bukanlah kebetulan tetapi adalah rencana dan maksud kekal Allah untuk misi penyelamatan manusia berdosa melalui pendamaian di kayu salib. 

Adapun makna pendamaian yang telah selesai dilakukan oleh Kristus dalam kematianNya itu sendiri tidaklah dapat ditangkap dalam satu atau dua kalimat atau pernyataan, namun makna dasarnya dapat dan harus dipusatkan pada beberapa gagasan yang sangat mendasar, yaitu : 

(1) menanggung dosa manusia dan memuaskan murka Allah; 

(2) pengorbanan yang telah selesai dan penebusan yang lunas dibayar lunas; 

(3) Menjadi pengganti bagi kita; 

(4) Menghancurkan pekerjaan Iblis; 

(5) Memberikan penyediaan total bagi kita.

MENANGGUNG DOSA DUNIA DAN MEMUASKAN MURKA ALLAH 

Manusia yang memberontak dan melawan Allah telah menjadi budak dosa. Allah begitu murka kepada manusia berdosa. Karena itu, Kristus datang untuk menjadi pendamai manusia dengan Allah. Kematian dikayu salib disatu sisi bertujuan untuk menanggung dosa dunia, semantara disisi lain untuk memuaskan dan meredakan murka Allah. Jadi puncak penderitaan Kristus bukanlah pada waktu ia didera atau saat Ia memikul kayu salib, ataupun saat paku-paku menghujam kedua pergelangan tangan dan kakinya. 

Puncak penderitaannya di kayu salib ialah ketika Ia berseru memanggil Allah BapaNya, “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46). Dari kekekalan sampai kekekalan, Yesus Kristus selalu bersama dengan Allah Bapa. Tetapi pada peristiwa di kayu salib, Allah Bapa memalingkan wajahNya dari Sang Putra. Mengapa? Karena pada saat itulah Yesus harus menanggung seluruh dosa manusia dan menerima murka Allah atas diriNya. Penderitaan karena wajah Bapa dipalingkan dariNya merupakan penderitaan yang jauh lebih berat daripada semua penderitaan yang telah dialamiNya. 

Kita ingatk ketika di Taman Getsemani sebelum ditangkap untuk disalibkan Yesus mengalami stress tingkat tinggi sampai keringatNya bercampur dengan darah. Mengapa Yesus sampai mengalami stress tingkat tinggi ini? Jawabannya “cawan” yang akan diberikan kepadaNya (Markus 14:36; Lukas 22:42). Ketika di taman Getsemani itu, Yesus tahu bahwa Ia akan meminum cawan, yaitu murka Allah yang begitu hebat atas dosa manusia. 

Karena itulah Yesus tidak meminta Allah Bapa untuk menyingkirkan salib (penderitaan), melainkan cawan (murka Allah) itu. Namun kehendak Allah harus terjadi bahwa Yesus harus meminum cawan murka Allah itu. Seluruh murka Allah yang ditimpakan kepada manusia inilah yang ditanggung oleh Yesus. Dan itu telah ditanggungnya ketika 3 jam di atas kayu salib tepat ketika ia berkata: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Matius 27:46). 

Kristus telah meredakan murka Allah (propisiasi) melalui penyalibanNya (Roma 3:25). Demikian mengerikannya dosa-dosa manusia itu sehingga Allah Bapa pun memalingkan mukaNya dari Putra TunggalNya. KasihNyalah yang menyebabkan Dia rela menanggung semua derita itu, semua karena kasihNya saja. Lalu, apakah ada penderitaan dan kematian lain dengan siksaan dan perubahan bentuk tubuh yang sangat buruk seperti yang dilamai Yesus? Rasanya sulit untuk dibayangkan. 

Tetapi sekalipun ada yang demikian, tidak ada manusia yang pernah harus menderita dalam cara yang baru saja digambarkan di atas, sementara pada waktu yang sama memikul sendiri beban semua dosa, pemberontakan, dan pelanggaran seluruh umat manusia. Dengan cara ini, “beban” yang dipakukan ke salib itu jauh lebih berat dari pada beban satu manusia. Beban di salib yang ditanggung Yesus, yaitu dosa dan pemberontakan manusia, lebih berat ketimbang penderitaanNya sendiri. 

Propisiasi berarti bahwa kematian Kristus secara penuh memuaskan semua tuntutan kebenaran Allah terhadap orang berdosa. Karena Allah adalah kudus dan benar, maka Ia tidak dapat mengabaikan dosa; melalui karya Yesus Kristus, Allah telah dipuaskan dan standar kebenaranNya telah dipenuhi.mPropisiasi berarti seorang berdosa yang melawan Allah dijauhkan dari murka karena Allah telah dipuaskan oleh suatu pembayaran. 

Itu berarti murka Allah diredakan karena telah disediakan pengganti yang setimpal yang menanggung murka itu. Melalui kematianNya, Yesus bukan hanya membatalkan penanggungan murka Allah kepada orang berdosa, tetapi Dia menanggung murka tersebut dengan mengalihkanya kepada diriNya sendiri. Murka Allah itu bukan ditiadakan, tetapi telah dipuaskan oleh kematian Kristus. Jadi propisiasi adalah tindakan yang tertuju pada Allah, yaitu dengan meredakan murka atau mengalihkan murka Allah dengan korban tebusan. 

Kata Ibrani yang dipakai untuk menjelaskan propisiasi adalah “khapar” yang berarti “menutupi”, merupakan kata yang menyangkut upacara menutupi dosa dalam Perjanjian Lama (Imamat 4:35; 10:17). Sedangkan kata kerja Yunani “hilaskomai” artinya “untuk mempropisiasikan”, muncul dua kali di Perjanjian Baru (Lukas 18:13; Ibrani 2:7); Kata bendanya muncul tiga kali dalam Perjanjian Baru, yaitu “hilasmos” (1 Yohanes 2:2; 4:10) dan “hilasterion” di Roma 3:25). 

PENGORBANAN YANG TELAH SELESAI DAN PENEBUSAN YANG LUNAS DIBAYAR 

Penulis Kitab Ibrani menyatakan bahwa tubuh Kristus dipersembahkan satu kali sebagai korban (Ibrani 10:5-18). Pengorbanan Kristus adalah ekspresi tertinggi dari kasih Allah. Kita keliru ketika berpikir bahwa Allah mengasihi kita karena Kristus Kristus telah mati untuk kita. Ini tidak benar, Allah tidak mengasihi kita karena Kristus telah mati untuk kita. melainkan Kristus mati bagi kita karena Allah mengasihi kita (Yohanes 3:16). Karena kasihNya yang besar kepada kita Allah telah memberikan pemberian terbesar (the greatest gift). 

Perhatikanlah, kata Yunani yang terjemahkan dengan “mengaruniakan” dalam Yohanes 3:16 adalah “edoken”, yaitu kata kerja aktif yang berarti “memberikan, menyerahkan, atau mengorbankan”. Saat Kristus diberikan kepada kita, Kristus diberikan sebagai korban untuk menghapus dosa dunia. Yohanes Pembaptis berkata, “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29). Allah mengorbankan AnakNya sendiri merupakan demonstrasi tertinggi kasihNya bagi manusia. Rasul Paulus menyatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Roma 5:8). 

Ketika kita masih berdosa, Kristus mati bagi kita! Kita yang berdosa adalah kita yang penuh kesombongan, egois, kepahitan, penuh dendam, gosip, memfitnah, memandang rendah, penuh kebencian, hujat, serakah, sumpah serapan, iri hati, tidak adil berdusta, menipu, mencuri, membunuh, memperkosa, dan seterusnya. Ketika kita masih berdosa itulah Kristus telah mati untuk kita. Bahkan dalam keadaan jatuh kita sebagai orang berdosa dengan hati memberontak tehadap Dia, Allah memilih mengasihi kita dengan kasihNya yang tak bersyarat (Bandingkan Eesus 1:4). Ekspresi kasihNya yang pertama dan tertinggi adalah pengorbanan Kristus di kayu salib bagi kita. Salib adalah pengingat konstan bahwa Allah mengasihi kita! 

Pengorbanan Kristus tersebut memberika suatu pembayaran yang lunas kepada Allah untuk memuaskan keadilan Allah. Karena itu, kita menolak ajaran yang menyatakan bahwa penebusan merupakan pembayaran kepada Iblis. Kata penebusan bukanlah ajaran yang hanya khas Perjanjian Baru. Faktanya, pada KJV kata “redeem” (tebus) dengan berbagai variasinya muncul sebanyak 139 dalam Perjanjian Lama, dan hanya 22 kali dalam Perjanjian Baru.[10] Kata penebusan berasal dari kata Yunani “agorazo” yang berarti “membeli dari pasar”. Seringkali kata ini berhubungan dengan penjualan budak dipasar. Kata “agorazo” ini digunakan untuk menggambarkan orang percaya yang dibeli dari pasar budak dosa dan dibebaskan dari ikatan dosa. Harga pembayaran untuk kebebasan orang percaya dan pembebasan dari dosa adalah kematian Kristus (1 Korintus 6:20; 7:23; Wahyu 5:9; 14:3,4).[11] 

Tiga kata Yunani lainnya untuk menjelaskan tentang penebusan adalah : 

(1) exagorazo, yang berarti “membayar harga, menebus, membeli dari pasar, mengambil alih dari kuasa pihak lain”. Kata ini digunakan dua kali berhubungan dengan Kristus menebus atau melepaskan orang percaya dari kutuk dan kuasa hukum Taurat (Galatia 3:13; 4:5); 

(2) lutro, yang berarti “membebaskan melalui pembayaran tebusan”. Kata kerjanya muncul tiga kali dalam Lukas 24:21; Titus 2:14; 1 Petrus 1:18-19. 

Sedangkan kata benda “lutron” digunakan dua kali dalam Matius 20:28; Markus 10:45 (tebusan), dan kata benda “lutrosis digunakan tiga kali dalam Lukas 1:16; 2:38; Ibrani 9:12 (kelepasan); 

(3) apolutrosis, yang berarti “kelepasan yang terjadi karena pembayaran tebusan”. Digunakan sembilan kali berkenanan dengan penebusan dari dosa (Lukas 21:28; Roma 3:24; 1 Korintus 1:30; Efesus 1:7, 14; 3:30; Kolose 1:14; Ibrani 9:15).[12] 

Jadi, Alkitab menunjukkan keadaan manusia yang pada dasarnya telah berada di bawah kuasa dosa, dan dari keadaan tersebut ia tidak berdaya membebaskan dirinya. Untuk membebaskan manusia, suatu tebusan dibayar. Kristus membayar tebusan yang diperlukan itu dengan kematianNya sendiri.

MENJADI PENGGANTI BAGI KITA 

Kematian Kristus disebut sebagai korban pengganti. Kata Inggris “vicarious” berarti “dilaksanakan dengan cara mengadakan subsitusi (menggantikan)”.[13] Doktrin penggantian ini penting sebab berhubungan dengan pemuasan yang sempurna atas tuntutan kebenaran dari Allah yang kudus melalui pembayaran yang sempurna dari Kristus untuk dosa. Atas dasar inilah Allah dapat mendeklarasikan orang berdosa yang percaya sebagai orang yang benar dan menerima mereka dalam persekutuan tanpa ada kompromi dari pihakNya. Semua dosa orang percaya ditanggung oleh Kristus, yang sepenuhnya menebus mereka dan membayar untuk mereka melalui kematianNya.[14] 

Ada dua preposisi (kata depan) Yunani yang menekankan sifat korban pengganti dari kematian Kristus, yaitu : 

(1) preposisi “anti” yang mempunyai arti “persamaan, penukaran, atau pengganti”. Kata “anti” tidak pernah mempunyai arti yang lebih luas dari “demi” atau “atas nama”; 

(2) preposisi “huper” yang mempunyai arti “untuk kepentingan” dan juga kadangkala diberarti “pengganti”.[15] Contoh penggunaan preposisi “anti” terdapat dalam Matius 20:28; Markus 1045, sedang contoh penggunaan preposisi “huper” (Galatia 3:13; 1 Timotius 2:6; 2 Korintus 5:1; 1 Petrus 3:18).[16] Ada lagi ayat Alkitab, selain yang disebutkan sebelumnya di atas, yang menekankan korban penggantian Kristus bagi manusia (Yesaya 53:5; 1 Petrus 2:24; 2 Korintus 5:21). 

Dengan demikian yang dimaksud dengan korban penggantian (substitusi) adalah bahwa Kristus mati bagi orang berdosa dan atau kematianNya menggantikan orang berdosa menanggung hukuman yang seharusnya ditanggung oleh orang berdosa yang percaya kepadaNya. Kesalahan orang berdosa yang percaya diperhitungkan kepadaNya secara demikian sehingga Ia mewakili mereka menanggung hukuman mereka.[17] 

Namun, ada orang yang mengganggap bahwa jika Kristus mati sebagai pengganti, tentu semua orang secara otomatis akan selamat. Ini merupakan pemikiran yang keliru. Mengapa? Karena kematian Kristus sebagai korban pengganti memiliki dua aspek, yaitu : 

(1) Kristus mati bagi orang berdosa (preposisi Yunani “huper”); dan 

(2) Kristus mati menggantikan orang berdosa yang percaya (preposisi Yunani “anti”). Aspek yang pertama menghubungan kematian Kristus dengan manfaatnya yang bersifat universal bagi orang-orang berdosa, sedangkan aspek yang kedua menghubungkan kematian Kristus sebagi pengganti orang berdosa yang percaya kepadaNya.[18] 

Jadi, Seperti kata Sir Robert Anderson, “bahwa Kristus mati bagi manfaat dari orang berdosa (huper) dan bukan sebagai ganti orang berdosa (anti) karena huper terutama selalu digunakan dalam pemberitaan Injil kepada mereka yang bukan orang-orang yang diselamatkan. Hanya setelah orang berdosa menerima dengan iman kematian Kristus bagi dirinya, barulah ia menerima aspek penggantian (anti) dari kematian Kristus itu”.[19]


Kematian Yesus Kristus merupakan hukuman yang bertujuan menggantikan kita (Yesaya 53:4-6;). Paling sedikit ada tujuh hal yang digantikan Yesus bagi kita pada kematianNya dikayu salib: 

(1) Dia dihukum supaya kita diampuni (Matius 26:28; Efesus 1:7); 

(2) Dia dijadikan dosa oleh dosa kita supaya kita dibenarkan oleh kebenaranNya (Roma 3:24,28; 5:9); 
(3) Ia menderita kesakitan supaya kita menerima kesembuhanNya (Matius 8:17); 

(4) Ia menanggung ketertolakan kita supaya kita diterima oleh Allah; 

(5) Ia dijadikan kutuk supaya kita menerima berkat (Galatia 3:13,26); 

(6) Ia dihina supaya kita menerima kemuliaanNya; dan 

(7) Ia mati supaya kita menerima kehidupanNya.

MENGHANCURKAN PEKERJAAN IBLIS (KOLOSE 2:15; IBRANI 2:14-16; 1 YOHANES 3:5-8). 

Dibalik pemberontakan manusia ada campur tangan Iblis. Kristus datang untuk menaklukan Iblis dan menghancurkan pekerjaan Iblis serta mengembalikan otoritas manusia yang semula dalam kemenganNya di kayu salib. Sekali lagi, merupakan suatu kesalahan jika kita berpikir bahwa Yesus mati untuk membayar penebusan kepada Iblis. Teori penebusan Kristus sebagai pembayaran yang dilakukan Kristus kepada Iblis untuk membebaskan manusia yang diperbudak oleh Iblis adalah teori yang salah. Yesus mati bukan untuk membayar tebusan kepada Iblis, tetapi justru untuk menghancurkan pekerjaan Iblis. 

Merupakan hal yang salah jika menganggap Iblis, dan bukannya Allah, yang menuntut pembayaran untuk dosa, yang juga berarti mengabaikan tuntutan keadilan Allah sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab. Tidak ada dasar alkitabiah bagi pandangan bahwa orang-orang berdosa itu berhutang kepada Iblis. Sebaliknya, dalam Alkitab kita diajarkan bahwa hanya Allah yang menuntut pembayaran untuk dosa, karena itu pembayaran hanya dilakukan Kristus kepada Allah.

Kematian Kristus di kayu salib nampaknya bukan hanya merupakan suatu tontonan yang mengerikan, tetapi juga suatu penghinaan dan penolakan yang besar yang dilakukan manusia terhadapNya. Sehingga mungkin saja Iblis berpikir bahwa ia telah menggagalkan rencana penyelamatan Allah melaui kematian Kristus di salib. Namun ternyata hari Jumat Agung itu menjadi hari yang paling menentukan dan bersejarah di dalam sejarah penyelamatan Allah, karena pada waktu itu Iblis telah melakukan suatu kesalahan besar dengan menghasut orang-orang untuk menyalibkan Yesus. 

Justru di kayu salib itu Yesus mengalahkan Iblis dan menghancurkan pekerjaanNya (1 Yohanes 3:8). Di kayu salib itu Kristus memberikan “Pukulan Hebat Di kepala (PHD)” si ular tua, yaitu Iblis. Di kayu salib itu ketika Yesus mati bagi dosa-dosa kita (1 Korintus 15:1-4), rohNya turun ke alam maut di mana Ia mengalahkan Iblis dalam alam rohani (Efesus 4:8-9). Yesus telah mengalahkan setan sepenuhnya, permanen, selamanya dan tidak dapat dibatalkan (Kolose 2:15). 

Sejak saat itu, tidak ada yang Iblis dapat lakukan lagi untuk mengubah fakta bersejarah ini. Satu-satunya yang dapat dilakukan Iblis saat ini adalah menipu manusia untuk berpaling dari Injil kepada injil lain, filsafat manusia dan ajaran setan-setan. Itulah sebabnya jika kita berusaha melawan Iblis diluar dasar salib, kita akan dikalahkan. Tetapi jika kita melawannya dengan berdiri di atas karya salib Kristus, kita akan menang.

MEMBERIKAN PENYEDIAAN TOTAL BAGI MANUSIA

Segala sesuatu yang kita butuhkan bagi masa lalu, bagi masa kini, bagi masa depan, dan bahkan bagi kekekalan telah Kristus sediakan melalui kematianNya di kayu salib. 

Bambang Wijaya, seorang pemimpin Kharismatik di Indonesia mengatakan, “Di kayu salib semua dosa kita telah diselesaikan secara tuntas. Disana semua hukuman dosa yang seharusnya ditimpakan kepada kita telah ditanggungNya secara tuntas. Hal yang kita perlukan untuk keselamatan kita telah dibayarNya secara lunas. Semua penderitaan dan kebutuhan kita telah diselesaikanNya di kayu salib”[20]. 

Sekali waktu, seorang pemuda datang kepada seorang penginjil yang bernama Alexander Wooten. Pemuda ini bertanya, “apa yang harus aku lakukan supaya dapat diselamatkan?”. Wooten menjawab, “sudah terlambat!”, sambil meneruskan pekerjaannya. Pemuda itu terkejut, dan kembali bertanya, “maksud anda sudah terlambat bagi saya untuk diselamatkan? Tidak adakah yang dapat lakukan?” Sekali lagi Wooten menjawab, “sudah terlambat! Semuanya sudah dilakukan oleh Yesus! Satu-satunya yang dapat anda lakukan adalah percaya!” 

Kata-kata Wooten ini mengingatkan kita kepada apa yang Paulus katakan kepada kepala penjara di Filipi dalam Kisah Para Rasul 16:30-33, “ Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: “Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?” Jawab mereka: “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.” Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya. Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis.


Segala yang kita perlukan hari ini, Yesus telah menyediakan solusinya melalui salib, kita hanya perlu menerimanya dengan iman. Ketika kita mengabaikan karya salib Kristus yang sudah tuntas bagi kita, hal itulah yang menyebabkan kita tidak menerima penyediaan total karya salib itu. Kita sering diajar secara salah bahwa karya salib Kristus hanya berurusan dengan penerimaan keselamatan, tetapi tidak berhubungan dengan menjalani kehidupan kita selanjutnya. 

Sampai kita memandang pada Salib, kita akan selalu mencari cara-cara lain untuk menyelesaikan masalah-masalah kita dan masalah-masalah dunia. Tidak ada cara lain, tidak ada sumber lain, yang akan membawa kita kepada kelepasan penuh dan bertahan selain salib saja. Jika memang ada, maka pengorbanan Kristus tidak akan diperlukan. Tidak ada apapun selain karya Kristus saja yang bisa menyelamatkan, menyembuhkan dan membebaskan. Melalui karya salib, Kristus telah membuat penyediaan penuh bagi semua kebutuhan kita. Karena itu jika orang percaya kekurangan sesuatu, itu karena mereka kurang pengetahuan tentang karya salib yang telah tuntas itu.

PENUTUP: 

Melalui salib, kita menerima warisan rohani kita berdasarkan Perjanjian Baru kita dengan Allah di dalam Kristus. Rasul Paulus mengatakan, “Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama. Sebab di mana ada wasiat, di situ harus diberitahukan tentang kematian pembuat wasiat itu. Karena suatu wasiat barulah sah, kalau pembuat wasiat itu telah mati, sebab ia tidak berlaku, selama pembuat wasiat itu masih hidup” (Ibrani 9:15-17). 

Melalui kematian Kristus di kayu salib, warisan rohani kita yang menjadi kehendak Allah bagi kita diaktifkan, yaitu keselamatan, kesembuhan, kelepasan, dan berkat-berkat materi. Hutang dosa kita telah dibayar lunas, sehingga kita dipindahkan dari perbudakan dosa kepada Allah. Di kayu salib telah terjadi pertukaran kemiskinan kita dengan kekayaan kekal Yesus yang dimanifestasikan secara rohani maupun jasmani. 

Rasul Paulus menuliskan, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga” (Efesus 1:3). Kehendak Allah telah ditetapkan di salib bahwa kita adalah waris bersama dengan Kristus, sepeti yang dikatakan Rasul Paulus, “Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah” (Galatia 4:7). Kita hanya perlu percaya dan menerima apa yang Yesus telah selesaikan bagi kita. 


Guillermo Maldonado, seorang pendeta dan gembala dari sebuah gereja Kharismatik internasional mengatakan, “Pada waktu Ia membuat pernyataan “sudah selesai”, setiap kutuk manusia dipatahkan. Depresi, kemiskinan, penyakit, semua kuasa dosa dan maut ditiadakan”.[21] Selanjutnya ia mengatakan, “Jika anda tahu bahwa karya Yesus sudah selesai. Anda tidak akan duduk dan menunggu, anda akan bertindak hari ini. 

Terimalah keselamatan anda, kesembuhan anda, kelepasan anda, transformasi anda, kebehasilan anda, atau mujizat anda sekarang”.[22] Kristus telah melakukan hal-hal dimana tidak dapat dilakukan oleh siapapun selain Allah. Karena kasihNya, Ia yang tidak berdosa rela menjadi dosa karena kita, supaya kita dibenarkan olehNya (1 Korintus 5:21).[23] Ia mati di salib untuk dosa-dosa kita supaya kita diselamatkan dan oleh bilur-bilurNya kita menjadi sembuh (1 Petrus 2:22-24). 

Karena pengorbanan Kristus kita orang berdosa menjadi orang benar, yang sebenarnya mengalami kematian kekal menjadi mendapat hidup kekal, dari musuh Allah kini kita diangkat menjadi anak-anak Allah yang berhak menjadi waris bersama dengan Kristus dalam kerajaan surga. Selain itu melalui kematian Yesus di salib itu, kuasa supranatural dilepaskan yang memampukan kita untuk bebas dari cengkeraman dosa dan setan sehingga kita bisa diselamatkan, disembuhkan, dibebaskan, dan diubahkan. 

Berdasarkan inilah kita bisa mengerti mengapa rasul Paulus mengatakan kepada jemaat di Korintus bahwa ia tidak ingin mengetahui atau memberitakan apa pun kecuali salib, dan bahwa ia tidak ingin mendengar perspektif lain atau ajaran baru lainya, tetapi hanya Kristus yang disalibkan saja (1 Korintus 2:2). https://teologiareformed.blogspot.com/

[1] Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 167.

[2] Mounce, Willian D.,2001. Basic of Biblical Greek. Edisi III, terjemahan Literatur SAAT: Malang, hal. 184.

[3] Wijaya, Bambang., 2009. Unfailing Hope. Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta, hal. 161.

[4] Enos, I. Nyoman,. 2012. Penuntun Praktis Misiologi Modern. Penerbit Kalam Hidup: Bandung, hal. 23.

[5] Selain kata “apostello”, kata Yunani lainnya “pempo” juga diterjemahkan dengan “mengutus” muncul sebanyak 80 kali dalam Perjanjian Baru. Kedua kata ini dipakai untuk Kristus dan juga untuk para rasul. Ada perbedaan sedikit dalam penekanan dan kedalaman. Kata “pempo” lebih menekankan tindakan mengutus dan mengekpresikan hubungan antara pengutusan dengan yang diutus. Kata “apostello” selain mengandung gagasan tentang pengutusan yang berwibawa dengan satu misi, istilah ini juga mencakup maksud yang pasti dalam pengutusan tersebut (Peter, George W., 2006. A Biblical Theology of Missions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 302-303).

[6] Peter, George W., A Biblical Theology of Missions, hal. 303.

[7] Zuck, Roy B, ed., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terj, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 219.

[8] Erickson J. Millard., Teologi Kristen, Jilid 2,, hal. 484.

[9] Enns, Paul., 2000. Approaching God. Jilid 2 Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 124.

[10] Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology, hal. 451.

[11] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal 400.

[12] Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology, hal. 453-455.

[13] Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology, hal. 439.

[14] Ibid, hal. 285.

[15] Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 2, hal. 33.

[16] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal 400.

[17] Ibid, hal. 400.

[18] Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology, hal. 446.

[19] Ibid, hal. 446.

[20] Wijaya, Bambang., Unfailing Hope, hal. 161.

[21] Maldonado, Gullermo., Pelepasan Supranatural, hal 281.

[22] Ibid, hal. 281-282.

[23] Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa Yesus tidak berhubungan dengan dosa. Alkitab menandaskan bahwa Yesus “tidak mengenal dosa” (2 Korintus 5:21); dan bahwa Ia adalah “yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa” (Ibrani 7:26); dan bahwa “di dalam “Dia tidak ada dosa” (1 Yohanes 3:5). Pada saat memberitahukan bahwa Maria akan melahirkan Anak Allah, Gabriel menyebutkan Yesus sebagai "kudus" (Lukas 1:35). Iblis tidak berkuasa apa-apa atas diri Yesus (Yohanes 14:30); ia tak ada hak apa pun atas Anak Allah yang tidak berdosa itu. Dosalah yang membuat Iblis berkuasa atas manusia, tetapi di dalam Yesus tidak ada dosa. Alkitab menyatakan, walaupun Kristus dapat dicobai, namun Ia tidak dapat berbuat dosa sebab Ia tidak memiliki tabiat dosa (Ibrani 4:15). Sifat kemanusiaan Kristus memang dapat dicobai, tetapi sifat keilahian Kristus tidak dapat dicobai, karena Alkitab mengatakan Allah tidak dapat dicobai (Yakobus 1:13).Pencobaan-pencobaan yang datang kepada Yesus menunjukkan bahwa Ia benar-benar memiliki sifat manusia (Matius 4:1-11). Tetapi meskipun sifat kemanusiaanNya dapat dicobai, namun Kristus tidak dapat jatuh ke dalam dosa. Mengapa? Karena selain Ia tidak memiliki benih dosa di dalam diriNya, sifat kemanusiaanNya telah menyatu dengan sifat keilahianNya, dan dengan demikian kekudusanNya tersebut tidak dapat dipengaruhi atau dirusak oleh dosa dan faktor faktor duniawi lainNya. 
Next Post Previous Post