POLA KEPEMIMPINAN YESUS KRISTUS

POLA KEPEMIMPINAN YESUS KRISTUS
POLA KEPEMIMPINAN YESUS KRISTUS. Pemahaman tentang kepemimpinan merupakan hal yang penting. Jhon C. Maxwell berpendapat, bahwa: “Setiap orang membicarakannya, hanya sedikit yang memahaminya. Kebanyakan orang menginginkannya; hanya sedikit yang mencapainya.”[1] peneliti sependapat dengan statemen tersebut di atas. 

Merupakan suatu gagasan yang sangat tepat berkaitan dengan sejauh atau sedalam apa sebenarkan pemahaman tentang hakekat kepemimpinan yang sebenarnya, sehingga dalam prakteknya tidak ditemukan hasil-hasil yang diharapkan dari kepemimpinan itu sendiri. Itulah sebabnya, betapa penting memiliki pemahaman tentang hakekat kepemimpinan dengan baik, tepat dan benar. 

Kepemimpinan merupakan instrumen untuk mencapai tujuan dari sebuah organisasi.[2] Dengan adanya kepemimpinan maka ada kekuatan yang menggerakkan (faktor manusia) ke arah tujuan yang telah direncanakan. Jadi kepemimpinan adalah suatu proses dimana pemimpin mempengaruhi, menentukan, mengarahkan, dan memberdayakan anggota-anggota melalui kerjasama. untuk melakukan sesuatu yang diyakini harus dilakukan. 

Secara Praktis, menurut Yakob Tomatala dalam tulisannya mendefinisikan kepemimpinan dapat dipahami dari beberapa pandangan, yaitu:[3] Kepemimpinan adalah seni bekerja (tahu, mau dan aktif bekerja) bersama dan melalui orang lain. Kepemimpinan juga didefinisikan sebagai seni pemenuhan kebutuhan orang yang dipimpin dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. 

Dan kepemimpinan juga dapat didefinisikan sebagai seni mempengaruhi dan menggerakan orang untuk bekerja sama secara terkoordinasi, dimana semua orang bergerak untuk melakukan tugasnya dengan baik berdasarkan program yang telah dicanangkan dalam kinerja keorganisasian secara menyeluruh. 

Menurut Charles J. Keating, “Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau kelompok orang untuk tujuan bersama.” Penekanan Carles pada “seorang pemimpin kekuatannya terdapat pada pengaruh.” [4] 

Sedangkan , John R. Mott menyatakan bahwa: “Seorang pemimpin adalah seorang mengenal jalan dan berjalan terus ke depan serta dapat menarik orang lain mengikuti dia.”[5] ini yang berarti kekuatannya terletak pada bagaimana pemimpin mempunyai visi yang kuat sehingga membuat orang-orang yang dipimpinnya mengikuti jejaknya. 

Adapun, Lord Montgomery mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan dan kehendak untuk mengarahkan orang laki-laki dan perempuan untuk satu tujuan bersama, dan watak yang menimbulkan kepercayaan.[6] Disini kekuatan seorang pemimpin dalam memberi kenyakinan atau suatu harapan yang pasti bagi pengikutnya. Adapun kepemimpinan pada umumnya difahami orang Kristen dapat dijabarkan dari dua perspektif, yang diantaranya adalah: kepemimpinan perspektif umum dan kepemimpinan perspektif Alkitab. 

1. Kepemimpinan Persepektif Umum 

Pemimpin dan kepemimpinan dapat dikatakan seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Dimana disepanjang jaman selalu menjadi bahan pembicaraan yang tidak pernah usang dan selalu terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. 

Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Kemudian, pemimpin juga disebut sebagai suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. 

Pemimpin harus mampu memberi pengaruh terhadap orang – orang yang dipimpin. Artinya, dapat memberi dampak untuk mengikuti apa yang menjadi tujuan dan mencapai harapan. Di samping itu, pemimpin juga harus mempunyai wawasan yang luas dalam menangkap segala sesuatu, yang kemudian diterjemahkan dan diteruskan kepada bawahannya dalam bentuk gambaran-gambaran riil dari suatu pencapaian tujuan. Charles J. Keating, “Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau kelompok orang untuk tujuan bersama.”[7] 

Dan John R. Mott menyatakan bahwa: “Seorang pemimpin adalah seorang mengenal jalan dan berjalan terus ke depan serta dapat menarik orang lain mengikuti dia. Pendapat keduanya memperkuat pendapat para pakar lainnya, supaya dalam kepemimpinan tersebut; pemimpin membawa semua orang yang dipimpinannya memiliki pemahaman yang sama untuk bersatu dan bekerja bersama mencapai tujuan. Bahkan mampu membuat orang- orang yang ada dibawahnya mempunyai kepercayaaan yang kuat akan pemimpinnya, seperti ”[8] 

Lord Montgomery mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan dan kehendak untuk mengarahkan orang laki-laki dan perempuan untuk satu tujuan bersama, dan watak yang menimbulkan kepercayaan.[9] Jadi dapat disimpulkan definisi kepemimpinan berdasarkan perspektif umum adalah suatu proses yang ditentukan oleh kemampuan seorang pemimpin untuk mempengaruhi sebanyak mungkin orang, demi tercapainya sebuah tujuan. 

2. Kepemimpinan Perspektif Alkitab 

Pada prinsipnya, kepemimpinan Kristen memiliki kesamaan dengan kepemimpinan umum, yaitu sebuah proses terencana yang dinamis. Yang membedakan dalam konteks kepemimpinan kristiani ada pada proses dan dinamikanya karena kepemimpinan tersebut merupakan rencana dan campur tangan Tuhan. Dalam Kepemimpinan Kristen, seluruh kegiatan kepemimpinan berdasarkan pada kehendak Allah dan dalam pencapaiannya adalah dilakukan sesuai dengan tujuan Allah. 

Definisi kepemimpinan perspektif Alkitab dapat dipahami dari beberapa pandangan tokoh kepemimpinan Kristen, di antaranya adalah: Dr. Yakob Tomatala, yang mengatakan bahwa kepemimpinan Kristen adalah “suatu proses terencana yang dinamis dalam konteks pelayanan Kristen yang di dalamnya oleh campur tangan Allah, Ia memanggil bagi diri-Nya seorang pemimpin untuk memimpin umatnya guna mancapai tujuan Allah.[10] Disini dijelaskan bahwa; Tuhan dengan rencanaNya menunjuk seseorang untuk memimpin sesuai dengan kehendakNya. 

Oswald Sander dalam tulisannya mengatakan bahwa: Kepemimpinan dalam perspektif Alkitab adalah sebuah campuran antara sifat-sifat alamiah dan rohaniah. Sifat alamiah yang bukan timbul begitu saja, melainkan diberikan oleh Allah, dan oleh karena itu sifat-sifat ini akan mencapai efektifitasnya yang tertinggi jika digunakan di dalam melayani Allah dan untuk kemulianNya.[11] 

Sedangkan Oswald melihat dari dua sisi yang saling terkait dalam diri seseorang untuk digunakan dalam suatu pelayanan secara efektif. Robert Clinton mendefinisikan kepemimpinan yaitu: “Kepemimpinan (Kristen) ialah suatu proses terencana yang dinamis yang di dalamnya seorang pemimpin dengan kapasitas dan tanggungjawab pemberian Allah memimpin (menggerakkan) suatu kelompok orang atau para bawahan ke arah tujuan Allah yang menguntungkan pemimpin dan bawahan.”[12] 

Kepemimpinan Yesus Kristus. 

Di dalam kehidupan kita sehari-hari, sering kita jumpai orang-orang yang begitu antusias untuk menjadi seorang pemimpin. Banyak dari mereka yang pada akhirnya dapat menjadi seorang pemimpin yang di segani dan di hormati. Namun tidak jarang pula ada orang-orang yang ‘berhasil’ menjadi pemimpin, tetapi tidak menjadi panutan bagi orang-orang yang di pimpinnya. Dari depan mereka tampak di takuti dan di hormati, tetapi tanpa di sadari orang-orang yang di pimpinnya mengejek dari belakang. Hal ini di sebabkan orang-orang tersebut tidak mengerti bagaimana seharunya menjadi seorang pemimpin. 

Seorang pemimpin pasti menjadi contoh bagi setiap orang yang di pimpinnya. Yang menjadi tolok ukur keteladanan seorang pemimpin adalah apakah dia memberikan contoh yang baik kepada orang-orang yang di pimpinnya. Apa yang menjadi harapan serta apa yang di katakannya kepada bawahan sudah di lakukan oleh dirinya terlebih dahulu. Ada istilah istilah ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’. 

Di dalam ilmu kepemimpinan, hal ini pun berlaku, artinya profil seorang pemimpin dapat terlihat dari prilaku orang-orang yang di pimpinnya dan sebaliknya. Sebagai contoh, apabila seorang pemimpin suka berbuat semena-mena pada bawahannya, maka pada suatu saat, ketika si bawahan menjadi seorang pemimpin, ia pun akan cenderung berbuat semena-mena pada orang lain. Tetapi sebaliknya, bila seorang pemimpin memiliki sifat yang rendah hati pada bawahannya, maka bawahan itu pun cenderung memiliki sifat yang rendah hati pada orang lain. 

Dalam bukunya, “Kepemimpinan Yesus Sang Almasih” Dr. Anthony D’souza mengatakan: “Jika para pemimpin ingin menunjukkan kepemimpinan yang sejati dan melakukan sesuatu yang sungguh berbeda, mereka harus belajar menghadirkan cara kepemimpinan Yesus.” Pernyataan tersebut merupakan sebuah kalimat yang menarik bagi kelompok kami dan menjadi alasan utama pemilihan buku ini sebagai materi yang cocok untuk dibahas bersama. Sosok Yesus merupakan sosok pemimpin yang ideal.[13] 

Dalam kepemimpinan Yesus menunjukkan model yang berbeda dengan kepemimpinan pada umumnya. Yesus memberi keteladanan hidup, ini merupakan ciri khusus yang tidak sama dengan pemimpin manapun, yaitu Dia memberikan hidup sepenuhnya demi keselamatan dan keberhasilan semua pengikutNya. 


Kitab injil mencatat dengan baik mengenai pola kepemimpinan yang dimiliki oleh Yesus. Pola kepemimpinan yang agung dapat dipelajari dari keteladanan hidup yang Yesus telah tunjukan dalam tigasetengah tahun masa pelayanan-Nya di bumi. Disamping keteladanan hidup, beberapa kali juga Yesus berbicara langsung mengenai topik kepemimpinan. 

Menurut Keneth Boa terdapat dua diantara banyak pengajaran-Nya mengandung prinsip-prinsip kepemimpinan yang tidak dapat ditawar lagi. Prinsip pertama, setelah memilih duabelas murid, Yesus menyatakan persyaratan bagi mereka yang bercita-cita sebagai pemimpin. Yesus mengatakan bahwa kualifikasi untuk seorang pemimpin adalah kedalaman rohani para pemimpin itu (Lukas 6: 39-49). 

Dalam teks iniYesus sedang menekankan bahwa pengajaran pertama tentang kepamimpinan adalah karakter. [14] Pelajaran kedua adalah saat menjelang akhir hidup-Nya keduabelas murid berdebat tentang siapa yang terbesar diantara mereka. Yesus menghentikan perselisihan tersebut dengan pengajaran tentang kepemimpinan yang melayani. 

Yesus memulai dengan menunjukan bahwa pemimpin didunia memimpin secara otoriter, tetapi tidak demikian dengan murud-murid-Nya. Para murid harus memimpin dengan prinsip melayani. Kemudian Yesus menutupnya dengan memberikan contoh bahwa “Anak manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani”. 

Disamping pengajaran tersebut, kita dapat melihat pola kepemimpinan Yesus melalui bagaimana cara Dia menjalani kehidupan di muka bumi ini. 

Adapun pola pemimpinan Yesus yang nampak dalam kehidupannya adalah sebagai berikut: 

1. Miliki Prinsip Yang Kuat dan Tetap 

Yesus tahu siapa dia dan mengapa dia ada di dunia ini. Pemimpin yang mengenal diri sendiri dan menemukan alasan keberadaan di dunia akan cenderung menjadi pemimpin yang kuat dan tangguh. Sedangkan pemimimpin yang tidak mengenali diri sendiri dan alasan keberadaannya didunia akan cenderung tidak percaya diri, lemah dan mudah terobang ambingkan dengan banyak pendapat. Dari hal ini dapat berarti bahwa Yesus bisa memimpin dari dalam kekuatan sendiri bukan dari ketidakpastian atau kelemahan. 

Yesus bertindak dari prinsip dasar atau kebenaran yang tetap, bukan bertindak dengan membuat peraturan yang berubah-ubah setiap saat. Dengan demikian, gaya kepemimpinannya tidak hanya benar, tapi juga konstan. Hal ini sangatlah penting. Seorang pemimpin harus memiliki peraturan yang patent, dan tidak berubah-ubah dalam jangka waktu yang pendek. 

Prinsip yang berubah-ubah dari seorang pemimpin pada dasarnya merugikan pemimpin itu sendiri. Dengan perubahan yang selalu terjadi dalam kurun waktu yang singkat akan membangun rasa tidak percaya kepada pemimpin. Disamping itu sang pemimpin akan seperti direndahkan karena dianggap tidak berkopeten dalam membuat keputusan. Hal ini akan menimbulkan kebingungan pada bawahan dan rawan dengan konflik antar sesama bawahan, atau antara bawahan dengan atasan. 

Begitu banyak pemimpin sekuler saat ini seperti bunglon; mereka mengubah warna dan pandangan mereka agar sesuai dengan situasi - yang hanya cenderung membingungkan rekan kerja dan pengikut sedangkan dia sendiri tidak dapat memastikan apa yang akan dicapai. Ini juga salah satu tindakan yang harus dihindari seorang pemimpin. Pemimpin yang selalu berubah-ubah prinsip hanya untuk menyelamat posisi jabatanya justru cenderung kehilangan jabatan. 

Mereka yang berpegang teguh pada kekuasaan dengan mengorbankan prinsip seringkali akhirnya melakukan pelanggaran hampir dalam semua hal untuk mengabadikan kekuatan mereka. Setiap pelanggaran yang dilakukan untuk mempertahankan posisi justru hanya akan menjantuhkan diri pemimpin itu sangat dalam. Bahkan hal itu dapat mengambil kehormatan yang dimiliki semula. Tentu saja karena ini terjadi karena pemimpin tidak dapat menjaga kehormatannya. Dimana dia rela menurunkan kualitas kehidupannya demi mempertahankan jabatan, atau kedudukan yang telah dimilikinya. 

Yesus Kristus berkata beberapa kali, “Mari, ikuti aku.” Dia adalah suatu contoh pemimpin yang mendorong pengikutnya untuk melakukan apa yang Dia lakukan, daripada melakukan apa yang hanya Dia katakan.demikian juga hendaknya seorang pemimpin. Pemimpin yang baik bukan hanya dituntut untuk bisa mengajar, melaikan juga harus dapat memberikan teladan nyata dari setiap pengajarannya. 

Tidak dapat disanggah bahwa kecemerlangan bawaan Yesus Kristus akan memungkinkan-Nya untuk tampil memukau di hadapan para murid. Tetapi hal itu akan mengakibatkan Dia berjalan meninggalkan pengikut-Nya jauh di belakang. Jika menilik dari pola kepemimpinan Yesus, maka Dia terlihat untuk memilih berjalan bersama dan bekerja dengan orang-orang yang layani. Dia tidak menciptakan kepemimpinan yang terpisah oleh jarak yang sangat jauh dari pengikut-Nya. Yesus berhasil membangun kepemimpinan yang berbaur dengan orang-orang yang dilayaninya. 

Pada saat kebanyakan para pemimpin membuat jarak untuk menjaga reputasi posisi dan kedudukannya, Yesus justru tidak takut untuk membangun persahabatan yang erat dengan orang-orang yang di pimpin-Nya. Dia tidak takut kedekatan bawahannya dengan Dia akan mengecewakan pada perjalanan waktu. Ia membuka diri untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin terjadi akibat kedekatannya. 

Sikap Yesus ini memberikan pengajaran kepada kita bahwa pengaruh kepemimpinan sejati tidak dapat mengangkat orang lain kecuali pemimpin tersebut mau untuk hidup bersama dan melayani mereka yang dipimpinnya. 

Yesus menjaga dirinya bajik, dan karena itulah, kedekatannya dengan orang-orang membiarkan mereka menyentuh ujung pakaiannya, kebajikan bisa mengalir darinya. (Lihat Markus 5: 24-34 ). 

2. Memahami Orang Lain 

Yesus adalah pemimpin yang mendengarkan orang-orang yang dibawahnya. Karena Dia mengasihi orang lain dengan kasih yang sempurna, Dia mendengarkan tanpa merendahkan diri orang lain yang menjadi lawan bicaranya. Ini adalah pembelajaran berharga bagi seorang pemimpin. Menjadi pemimpin tidak berarti dia harus selalu didengarkan, tapi dia juga mau memberi diri untuk mendengarkan suara dari arus bawah yang dia pimpin. Kesediaan pemimpin untuk mendengar suara bawahannya akan membangun rasa percaya diri dan rasa dipedulikan yang diperlukan oleh bawahannya. 

Hal ini sangat berbeda dengan pola kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin-pemimpin agama Yahudi pada masa itu. Pemimpin agama Yahudi pada waktu itu kebanyakan mereka tidak dapat berbaur dengan orang-orang yang ada dibawahnya. Mereka sangat terpisah, eksklusif, dan terpisah jauh dengan orang dalam kehidupan. 

Keteladanan pola kepemimpinan Yesus kedua disini, seorang pemimpin adalah pemimpin yang terpanggil dan terbeban. Stevri menjelaskan “Beban terhadap kondisi umat Tuhan yag sangat memprihatinkan dan menyedihkan mendorong seseorang untuk melayani dengan penuh arah, energy dan focus.”[15] Beban juga membangkitkan semangat atau energy untuk berjuang sekalipun harus melewati banyak rintangan yang manjadi tantangan. Ada beban untuk membangun, beban untuk memajukan, beban untuk memperbaiki, dan beban untuk membebaskan sesuai dengan kondisi umat yang dipimpin. 

Suasana dalam kepemimpinanpun akan lebih terasa ringan dan tidak tertekan saat bawahan menyadari bahwa mereka memiliki pemimpin yang bersedia mendengarkan keluh kesah mereka. Secara emosional ini sangat efektif untuk membangun suasana yang kondusif antara pimpinan dan orang-orang yang dipimpin. Pola kepemimpinan tidak terjadi dibawah tekanan. Kepemimpinan akan terasa begitu nyaman karena pemimpin dapat membaur dengan orang-orang yang dibawahnya. 

Seorang pemimpin besar tidak hanya mendengarkan orang lain, tetapi juga memiliki kepekaan untuk dapat mendengarkan suara dari hati nuraninya dan bisikan Tuhan. Yesus diceritakan dalam kitab injil turut merasakan pergumulan yang dirasakan oleh orang-orang yang dilayani-Nya. Ia pernah masgul dengan kematian Lazarus, berbelaskasihan terhadap 5000 orang, kepada orang sakit dan masih banyak lagi lainya yang menunjukan beban yang mendalam yang dimiliki Yesus kepada jiwa-jiwa. 

Tindakan Yesus yang menunjukan kepekaan untuk memahami keadaan orang lain juga dapat dilihat dari bagaimana ia menegur orang-orang yang bertindak salah. Ketika Petrus menarik pedangnya dan memukul hamba Imam Besar, memotong telinga kanannya, Yesus berkata, “Masukkan pedang itu ke dalam sarungnya” (Yohanes 18:11 AYT versi). Tanpa marah atau gelisah, Yesus dengan tenang menyembuhkan telinga pelayan itu (lihat Lukas 22:51 ). Penolakannya terhadap tidakan Petrus sangatlah lembut, namun tegas. 

Karena Yesus mengasihi para pengikutnya, dia dapat menyesuaikan diri dengan mereka, untuk terus terang dan terus terang bersama mereka. Dia kadang-kadang menegur Petrus karena dia mencintainya, dan Petrus sebagai orang hebat, ia dapat tumbuh dari teguran ini. Ada sebuah ayat yang indah dalam kitab Amsal yang harus kita ingat: "Telinga yang mendengar teguran hidup di antara orang bijak. "Ia yang menolak pengajaran membenci jiwanya sendiri, tetapi orang yang mendengar teguran mendapat pengertian." ( Amsal 15: 31-32 ). 

Ini adalah criteria pemimpin yang bijak atau pengikut bijak yang dapat mengatasi “teguran hidup.” Petrus dapat melakukan ini karena dia tahu bahwa Yesus mengasihi dia, dan karena itu Yesus dapat menempatkan Petrus berada dalam posisi yang sangat tinggi atau tanggung jawab di kerajaan . 

Yesus melihat dosa itu salah, tetapi juga bisa melihat dosa mengalir dari kebutuhan yang dalam dan tidak terpenuhi dari pihak orang berdosa. Hal ini memungkinkan dia untuk mengutuk dosa tanpa mengutuk individu tersebut. Para pemimpin Kristen juga bisa menunjukkan cinta-Nya kepada orang lain, bahkan juga ketika dia dipanggil untuk memperbaiki kehidupan orang lain. Kita harus bisa melihat cukup dalam kehidupan orang lain untuk melihat penyebab dasar kegagalan dan kekurangan mereka. 

3. Kepemimpinan Tanpa Pamrih 

Kepemimpinan Juruselamat tidak mementingkan diri sendiri. Dia menempatkan kepentingan diri dan kebutuhan-Nya sendiri sebagai prioritas kedua dan yang utama adalah melayani orang lain sebagai panggilan tugas, dengan tanpa lelah, penuh kasih, dan secara efektif. Begitu banyak masalah di dunia saat ini yang muncul dari keegoisan dan keterpusatan diri. Disaat seseorang terlalu banyak membuat tuntutan hidup dan menjadikan orang lain sebagai pemenuhan tuntutan mereka. Ini adalah kebalikan dari prinsip dan praktik kepemimpinan yang sempurna, dari Yesus dari Nazaret. 

Kepemimpinan Yesus menekankan pentingnya untuk tidak membedakan orang lain, tanpa berusaha mengendalikannya. Dia peduli dengan kebebasan para pengikutnya untuk memilih. Bahkan pada saat-saat yang begitu penting, harus memilih secara sukarela untuk melewati Getsemani dan bertahan di kayu salib di Kalvari. 

Dia mengajarkan kita bahwa tidak akan ada pertumbuhan tanpa kebebasan nyata. Sekalipun posisi Yesus memungkinkan untuk mempengaruhi seseorang dengan kuasanya, namun pada kenyataannya Dia tidak pernah menggunakan kuasa-Nya untuk memanipulasi kepentingan-Nya kepada orang lain. Yesus pernah membiarkan 5000 orang lebih meninggalkan-Nya sekalipun kepada mereka Yesus pernah member makan mereka semua dengan mengubah lima roti dua ikan. Ia juga tidak memaksakan Yudas untuk tidak menjual diri-Nya sekalipun pada dasarnya Yesus sanggup melakukannya. 

Yesus membuat perbedaan yang significant antara pola kepemimpinan-Nya dengan kepemimpinan kebanyakan orang. Ketika banyak pemimpin menggunakan charisma dalam dirinya untuk memanipulasi orang, Yesus memilih memakai karisma dalam diri-Nya untuk mendorong orang mengikuti-Nya tanpa paksa. Dia berfokus bukan kepada kebutuhan-Nya, melainkan kebutuhan orang lain yang mengikutiNya. Kepemimpinan-Nya tidak memaksa banyak orang menjadi pengikut-Nya, tetapi mengutamakan seseorang harus mengikuti Dia secara suka rela. 

Salah satu masalah dengan kepemimpinan manipulatif adalah bahwa hal itu tidak muncul dari cinta orang lain, tetapi dari kebutuhan untuk menggunakannya. Pemimpin seperti itu berfokus pada kebutuhan dan keinginan mereka sendiri dan bukan pada kebutuhan orang lain. Ia hanya peduli dengan diri sendiri dan bukan kebutuhan orang-orang yang dipimpinnya. 

Tipe pemimpin seperti ini biasanya akan mengukur kepemimpinannya berdasarkan untung dan rugi. Jika dia merasa diuntungkan dengan orang yang dipimpinnya, maka ia akan cenderung bertahan. Namun jika ia menemukan kepemimpinannya merugikan dirinya, ia cenderung mudah untuk meninggalkan kepemimpinannya. Dasar kepemimpinannya bukanlah kasih melainkan materi. Sangat berbeda degan pola kepemimpinan yang Yesus Tunjukan. 

Kepemimpinan tanpa pamrih memiliki ciri tindakan itu didasarkan pada kebutuhan perbaikan ke depan, bukan keinginan pribadi. Pemimpin akan berbuat berdasarkan kebutuhan kekinian dari yang dipimpin, bukan keinginan pribadi yang sedang digumuli. Seorang pemimpin harus memikirkan kondisi makro dan jangka panjang, tanpa pernah berpikir tentang popularitas dan elektabilitas dirinya. Dan inilah yang Yesus Telah ajarkan. 

Yesus memiliki perspektif yang luas tentang masalah yang akan dihadapi jauh kedepan oleh manusia. Dia dapat menghitung dengan seksama semua dampak positif dan dampak negative dari ajarannya secara panjang lebar. Ia tidak hanya mempertimbangkan pada setiap orang yang mendengarnya saat ini, namun juga pada mereka yang akan membaca ajarannya 2.000 tahun kemudian. 

Seringkali, para pemimpin bergegas menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dengan berusaha menghentikan penderitaan saat ini, dan dengan demikian menciptakan lebih banyak lagi kesulitan dan rasa sakit di kemudian hari. Mereka mencari aman atas keberlangsungan hidupnya, dan mengabaikan kepentingan dari generasi-generasi penerusnya. 

Tidak jarang terdengar alasan “yang penting dalam masa saya baik-baik saja, kalau terjadi dimasalah di masa yang akan dating tidaklah menjadi masalah yang harus dibesar-besarkan.” Ini merupakan tindakan tidak bertanggung jawab dan cuci tangan terhadap masalah. Pemimpin demikian hanya peduli terhadap kepentingannya, dibandingkan dengan orang-orang yang dipimpinnya. 

4. Tanggung jawab 

Yesus tahu bagaimana melibatkan murid-muridnya dalam proses kehidupan. Dia memberi mereka hal penting dan spesifik untuk dilakukan demi perkembangan mereka. Disaat kecenderungan pemimpin lainnya telah berusaha untuk menjadi sangat mahir dengan mengetahui bahwa mereka telah mencoba melakukan semuanya sendiri, yang menghasilkan sedikit pertumbuhan pada orang lain. Yesus mempercayai pengikutnya cukup untuk membagikan karya-Nya kepada mereka sehingga mereka dapat bertumbuh. Itulah salah satu pelajaran terbesar dari kepemimpinannya. 

Pemimpin yang baik tidak hanya berfokus kepada pengembangan dirinya sendiri. Pemimpin yang bertanggungjawab juga mendorong orang yang menjadi bawahannya mengalami pertumbuhan dengan baik. 

Jika kita menyikat orang lain untuk melihat tugas yang dilakukan dengan lebih cepat dan efektif, tugas itu bisa dilakukan dengan baik, tapi tanpa pertumbuhan dan perkembangan pengikut yang sangat penting. Karena Yesus tahu bahwa hidup ini adalah tujuan dan bahwa kita telah ditempatkan di planet ini untuk melakukan dan tumbuh, pertumbuhan kemudian menjadi salah satu tujuan dan kehidupan yang hebat. Kami dapat memberikan umpan balik korektif kepada orang lain dengan cara yang penuh kasih dan membantu saat terjadi kesalahan. 

Yesus tidak takut untuk membuat tuntutan dari orang-orang yang dipimpinnya. Kepemimpinannya tidak merendahkan atau lembut. Dia memiliki keberanian untuk memanggil Peter dan yang lainnya untuk meninggalkan jaring ikan mereka dan mengikutinya, tidak setelah musim memancing atau setelah penangkapan berikutnya, tapi sekarang! hari ini! Yesus membiarkan orang tahu bahwa dia percaya kepada mereka dan kemungkinan mereka, dan karena itu dia bebas untuk membantu mereka meregangkan jiwa mereka dalam pencapaian baru. 

Begitu banyak kepemimpinan sekuler merendahkan dan, dalam banyak hal, menghina umat manusia karena memperlakukan orang seolah-olah mereka akan dimanjakan dan dikurung selamanya. Yesus percaya kepada para pengikutnya, tidak sendirian untuk apa adanya, tetapi untuk apa mereka memiliki kemungkinan untuk menjadi. Sementara yang lain melihat Peter sebagai nelayan, Yesus dapat melihatnya sebagai pemimpin agama yang kuat - berani, kuat - yang akan meninggalkan jejaknya pada banyak umat manusia. Dalam mencintai orang lain, kita dapat membantu mereka tumbuh dengan membuat tuntutan yang masuk akal namun nyata dari mereka. 

Yesus memberi orang kebenaran dan tugas yang sesuai dengan kapasitas mereka. Dia tidak membebani mereka dengan lebih dari yang bisa mereka kelola, tapi memberi mereka cukup untuk meregangkan jiwa mereka. Yesus prihatin dengan dasar-dasarnya dalam sifat manusia dan dalam membawa perubahan yang langgeng, tidak hanya perubahan kosmetik. 

5. Akuntabilitas 

Yesus mengajarkan kepada kita bahwa kita bertanggung jawab tidak hanya untuk tindakan kita tetapi juga untuk pikiran kita sendiri. Hal ini sangat penting mengingat kita. Kita hidup di zaman yang menekankan "asuransi tanpa kesalahan" - dan "tidak salah" juga pada perilaku manusia lainnya. Akuntabilitas tentu saja tidak mungkin dilakukan tanpa prinsip yang tetap. Seorang pemimpin yang baik akan ingat bahwa dia bertanggung jawab kepada Tuhan dan juga orang-orang yang dipimpinnya. Dengan menuntut pertanggungjawaban atas dirinya sendiri, dia berada dalam posisi yang lebih baik, oleh karena itu, untuk melihat bahwa orang lain bertanggung jawab atas perilaku dan kinerjanya. Orang cenderung tampil di set standar oleh pemimpin mereka. 

6. Penggunaan Waktu yang Bijak 

Yesus juga mengajarkan kepada kita betapa pentingnya menggunakan waktu kita dengan bijak. Ini tidak berarti tidak pernah ada waktu luang, karena harus ada waktu untuk kontemplasi dan pembaharuan, tapi tidak boleh ada waktu yang terbuang. Bagaimana kita mengatur waktu sangat penting, dan kita bisa menjadi manajer waktu yang baik tanpa panik atau waspada. Waktu tidak bisa didaur ulang. Sesaat sudah berlalu, itu benar-benar hilang. Tirani trivia terdiri dari mengantar orang-orang dan momen-momen yang sangat penting. Minutia memegang sandera penting, dan membiarkan terlalu banyak tirani terus berlanjut. Manajemen waktu yang bijaksana benar-benar manajemen yang bijaksana dari diri kita sendiri. 

7. Kepemimpinan sekuler 

Orang-orang yang paling kita cintai, kagumi, dan hormati saat para pemimpin keluarga manusia begitu kita pandangi karena mereka mewujudkan, dalam banyak hal, kualitas yang dimiliki Yesus dalam hidupnya dan kepemimpinannya. 

Sebaliknya, pemimpin-pemimpin dalam sejarah yang paling tragis dalam dampaknya terhadap umat manusia adalah tragis karena mereka kekurangan hampir semua kualitas Manusia Galilea. Dimana Yesus tidak mementingkan diri sendiri, mereka egois. Dimana Yesus peduli dengan kebebasan, mereka khawatir dengan kontrol. 

Dimana Yesus peduli dengan pelayanan, mereka peduli dengan status. Dimana Yesus memenuhi kebutuhan asli orang lain, mereka hanya peduli dengan kebutuhan dan keinginan mereka sendiri. Dimana Yesus peduli dengan perkembangan murid-muridnya, mereka berusaha untuk memanipulasi manusia. Dimana Yesus dipenuhi dengan belas kasihan yang diimbangi oleh keadilan, mereka begitu sering dipenuhi dengan kekerasan dan ketidakadilan. 

Mungkin kita semua tidak akan menjadi contoh kepemimpinan yang sempurna, tapi kita semua bisa melakukan upaya serius untuk mendekati cita-cita besar itu. 

8. Potensi kami 

Salah satu ajaran besar Manusia Galilea, Tuhan Yesus Kristus, adalah bahwa Anda dan saya membawa kemungkinan besar kepada kita. Dalam mendesak kita untuk menjadi sempurna sebagaimana Bapa di Surga kita sempurna, Yesus tidak mengejek kita atau menggoda kita. Dia mengatakan kepada kita sebuah kebenaran yang kuat tentang kemungkinan dan potensi kita. Ini adalah kebenaran yang hampir terlalu memukau untuk direnungkan. Yesus, yang tidak dapat berbohong, berusaha untuk mengisyaratkan kita untuk bergerak lebih jauh di sepanjang jalan menuju kesempurnaan. 

Kita belum sempurna seperti Yesus, tapi kecuali jika kita bisa melihat kita berjuang dan memperbaiki, mereka tidak akan dapat melihat kita misalnya, dan mereka akan melihat kita kurang sepenuhnya sepenuhnya tentang hal-hal yang harus dilakukan. 

Masing-masing dari kita memiliki lebih banyak kesempatan untuk berbuat baik dan menjadi lebih baik daripada yang pernah kita gunakan. Peluang ini ada di sekitar kita. Apapun ukuran lingkaran pengaruh efektif kita saat ini, jika kita ingin meningkatkan kinerja kita sedikit pun, lingkaran itu akan diperbesar. Ada banyak individu yang menunggu untuk disentuh dan dicintai jika kita cukup peduli untuk memperbaiki performa kita. 

Kita harus ingat bahwa manusia yang kita temui di tempat parkir, kantor, lift, dan di tempat lain adalah bagian dari umat manusia yang Tuhan telah berikan kepada kita untuk kita cintai dan layani. Tidak akan ada gunanya berbicara tentang persaudaraan umum umat manusia jika kita tidak dapat menganggap mereka yang ada di sekitar kita sebagai saudara dan saudari kita. 

Jika contoh kemanusiaan kita tampak tidak menyenangkan atau sangat kecil, kita perlu mengingat perumpamaan yang Yesus berikan kepada kita di mana dia mengingatkan kita bahwa kebesaran tidak selalu merupakan masalah ukuran atau skala, tapi kualitas kehidupan seseorang. Jika kita melakukannya dengan baik dengan bakat kita dan dengan peluang di sekitar kita, ini tidak akan luput dari perhatian Allah. Dan bagi mereka yang melakukannya dengan baik dengan peluang yang diberikan, semakin banyak yang akan diberikan! 

Tulisan suci berisi banyak studi kasus yang luar biasa dari para pemimpin yang, tidak seperti Yesus, tidak sempurna namun masih sangat efektif. Itu akan membuat kita semua baik jika kita membacanya - dan sering membacanya. Kita lupa bahwa tulisan suci memberi kita pengalaman berabad-abad dalam kepemimpinan, dan, yang lebih penting lagi, prinsip-prinsip tetap yang harus dihadapi kepemimpinan sejati jika ingin berhasil. Tulisan suci adalah buku petunjuk untuk calon pemimpin. 

9. Pemimpin yang sempurna 

Saya tidak meminta maaf karena telah memberikan sesuatu dari pencapaian Yesus Kristus kepada mereka yang mencari kesuksesan sebagai pemimpin. 

Jika kita benar-benar sukses, inilah pola kita. Semua kualitas kematangan, kekuatan, dan keberanian yang menakjubkan, sempurna, dan indah ditemukan dalam diri seseorang ini. Sebagai gerombolan besar yang bermuka masam, yang dipersenjatai dengan gigi, datang untuk menangkapnya, dia menghadap mereka dengan teguh dan berkata, "Siapa yang mencari kamu?" 

Massa, terkejut, menggumamkan namanya, "Yesus dari Nazaret.""Akulah dia," jawab Yesus dari Nazaret dengan bangga dan berani - dan dengan kekuatan: tentara-tentara itu "mundur, dan jatuh ke tanah." 

Kedua kalinya dia berkata, "Siapa yang mencari kamu?" Dan ketika mereka menamainya, dia berkata, "Saya telah mengatakan kepada Anda bahwa saya adalah dia: jika Anda mencari saya, biarkan [murid-muridnya] pergi." ( Yohanes 18: 4-8 ). 

Mungkin yang paling penting yang bisa saya katakan tentang Yesus Kristus, yang lebih penting daripada yang telah saya katakan, adalah bahwa dia hidup. Dia benar-benar mewujudkan semua kebajikan dan atribut yang tertulis dalam kitab suci. Jika kita bisa mengetahui hal itu, kita kemudian mengetahui realitas sentral tentang manusia dan alam semesta. 

Jika kita tidak menerima kebenaran dan kenyataan itu, maka kita tidak akan memiliki prinsip-prinsip yang tetap atau kebenaran transenden yang dapat digunakan untuk menjalani hidup kita dalam kebahagiaan dan pelayanan. Dengan kata lain, kita akan merasa sangat sulit menjadi pemimpin penting kecuali jika kita mengenali realitas pemimpin yang sempurna, Yesus Kristus, dan biarlah ia menjadi terang yang dengannya kita melihat jalannya! 

Implementasi Pola kepemimpinan Yesus Kristus

Implementasi adalah penerapan atau pelaksanaan. Artinya kepemimpinan Yesus Kristus yang dijelaskan panjang lebar dalam Kitab Injil dapat diterapkan dalam tindakan-tindakan oleh para gembala sidang sekarang ini, yang telah dipercayakan Tuhan umat tebusanNYA untuk terus melakukan pemuridan dan pengkaderan dalam mempersiapkan pemimpin masa depan. Implimentasi yang dilakukan oleh seorang gembala sidiang yang berkehendak untuk melahirkan dan mempersiapkan generasi penerus, harus menciptakan kepemimpinan yang dapat diteladani antara lain: 

1. Seorang Pemimpin Harus Memiliki Rasa Tanggung Jawab (Ibrani 13:17) 

Banyak orang berpikir bahwa menjadi seorang pemimpin itu menyenangkan, karena hanya tinggal memerintah bawahan untuk melakukan ini dan itu. Tetapi seorang pemimpin yang baik memiliki rasa tanggung jawab pada saat mengerjakan apa pun, dan dia tidak akan memiliki sikap ‘asal perintah.’ Bahkan, seringkali seorang pemimpin harus berdiri di depan untuk menjadi ‘tameng’ saat terjadi kesalahan tindakan. Bagi seorang gembala sidang, tanggung-jawab menjadi bagian utama dalam pelaksanaan proses penggembalaan jemaat. Disini, gembala sidang dalam seluruh kegiatan pelayanan penggembalaan mempersiapkan segala sesuatunya, sebagai wujud tanggung jawabnya menjadi pemimpin gereja. 

2. Kepemimpinan Berarti Mengesampingkan Kepentingan Pribadi (II Tim. 2:4) 

Seorang pemimpin harus sadar bahwa di pundaknya terletak kepentingan banyak orang, maka dari itu seorang pemimpin yang baik tidak boleh semata-mata bekerja hanya untuk kepentingan pribadinya. Bahkan, tidak jarang kepentingan pribadi seorang pemimpin yang baik harus di korbankan untuk kepentingan orang lain / pelayanan penggembalaannyang di pimpinnya. Pemimpin dengan kesadaran diri dan kerelaan hati memberikan hidupnya untuk mengabdi pada Tuhan sebagai Tuannya, dan mengurusi kehidupan spiritual umat Tuhan, bahkan memberikan pelayanan secara menyeluruh sebagai konsekuensinya. 

3. Seorang Pemimpin Harus Lebih Memiliki Sikap Melayani (Lukas 22 : 26) 

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kepemimpinan penggembalaan jemaat adalah kepemimpinan hamba, maka jabatan bukanlah kekuasaan, tetapi kesediaan diri untuk melayani. Sekalipun mempunyai otoritas untuk memimpin jemaat, seluruh pelaksanaan tanggung jawab didasari dengan penghambaan diri untuk melayani. Sehingga, semakin tingginya jabatan seorang gembala untuk memimpin, bukan senakin ringan tanggung jawabnya, tetapi semakin banyak pula apa yang harus dilakukannya. Ini berarti semakin beragam pula kepentingan pelayanan penggembalaaan yang harus di pikirkan dan di layaninya. 

4. Memiliki Nilai Kesetiaan Yang Sangat Tinggi (Ibrani 12:3, Filipi 2:5–8) 

Keteladanan yang diberikan oleh Yesus Kristus sebagai Gembala Agung adalah kesetiaan dalam melaksanakan tugas dari BapaNya. Ia rela menanggung penderitaan yang hebat sampai akhir hidupnya di kayu salib. Jika seorang gembala sidang ingin menunjukkan bahwa dirinya benar-benar seorang pemimpin, adalah dengan membuktikan kesetiaannya dalam menanggung semua beban dan menghadapi kesukaran apapun tetap bertahan, teguh, dan tangguh. 

Jadi, ukuran kesetiaan gembala sidang dalam kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting. Apabila seorang pemimpin mengharapkan adanya loyalitas dari orang-orang yang di pimpinnya, maka dia pun harus terlebih dahulu memiliki kesabaran dan kesetiaan untuk memimpin. Timbal balik kesetiaan antara pimpinan dengan bawahan dapat di ukur dari seberapa jauh mereka saling memberikan dukungan saat keadaan baik atau pun buruk. 

Dukungan tersebut dapat di realisasikan baik secara material atau pun moral. Yesus bertahan di salib (Roma 12:2-3). Sehingga ketekunan-Nya memperlihatkan sikap yang perlu dimiliki orang Kristen khususnya para rasul atau pelayan-pelayan gereja dalam melaksanakan tugas pelayanannya. Ketekunan diperlukan untuk bisa mengatasi perlawanan dan tantangan yang bakal datang. 

5. Memiliki Kerendahan Hati (Matius 11:29) 

Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Filipi mengatakan, bahwa Ketika Yesus Kristus didalam dunia dalam wujud sebagai manusia,” ”ia merendahkan dirinya dan taat sampai mati, ya, mati pada tiang siksaan.” (Filipi 2:8) hal ini nyata benar, dimana dari sejak masa kanak-kanak. Ia dibesarkan oleh orang tua yang tidak sempurna tetap dengan rendah hati ”terus tunduk kepada mereka”. (Lukas 2:51) 

Menjadi pemimpin yang rendah hati dan mengedepankan kesederhanaan adalah landasan bagi keberhasilan yang penuh makna. Memang tidak mudah untuk selalu rendah hati dan memiliki mentalitas melayani dari hati. Apalagi kalau sudah memiliki kedudukan yang tinggi dengan tanggungjawab yang besar! bisa terjebak pada dorongan untuk kepentingan nafsu duniawi dan egoisme pribadi semata, pasti akan mementingkan kepentingan sendiri dan keinginannya justru dilayani bukan melayani. 

Seorang pemimpin penggembalaan yang rendah hati dalam bekerja ia akan senantiasa berpikir bagaimana dapat mensejahterakan jemaat yang dipimpinnya. Pemimpin yang baik dapat menjadi teladan dan menginspirasi anggotanya untuk mengembangkan nilai-nilai pelayanan dari dalam hati. Sehingga anggota organisasipun dalam bekerja juga berpikir bagaimana bisa memberikan layanan terbaik, memberikan kontribusi terbaik melalui peran pekerjaannya dalam organisasinya. Karena setiap orang yang melayani dengan ikhlas berarti telah berpartisipasi menebar rahmat ke seluruh alam. Itulah tugas terhormat seorang pemimpin. 

Jadi, Menjadi seorang pemimpin yang rendah hati memerlukan kesadaran diri yang tinggi dan pengenalan diri yang dalam, untuk melakukan transformasi diri dengan mengubah pusat diri yang sebelumnya egoisme dan hawa nafsu, diganti dengan kebeningan hati nurani. Saat pemimpin sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa di hadapan Tuhan yang adalah segalanya, di sanalah ia memiliki kerendahan hati. Karena kerendahan hati hanya dapat dimiliki oleh seorang pemimpin jika ia tahu jelas siapa Allah dan siapa dirinya di hadapan-Nya. 

6. Seorang Pemimpin Bukan ‘Superior’ (Efesus 5:21) 

Banyak pemimpin yang pada awal proses kepemimpinannya rendah hati kemudian berubah menjadi tinggi hati. Hal ini seringkali terjadi karena kuasa yang dilekatkan pada diri para pemimpin tersebut tatkala mereka diberi kepercayaan untuk memimpin orang lain (mempengaruhi, mengajar, memotivasi, memberdayakan, dan sebagainya). 

Gembala Sidang menjadi pemimpin jemaat dalam gereja, karena Allah yang mengijinkan, karena Allah yang memberi panggilan, karena Allah yang memberi kemampuan. Artinya, apa yang dimiliki, semua karena anugerah. Maka, tidak ada alasan untuk menjadi tinggi hati dan sombong. Sebab, yang paling menakutkan dari kesombongan adalah bahwa Allah bukan saja membenci dosa tersebut, namun secara aktif menentangnya. 

Ia tidak berdiam diri terhadap orang sombong, namun berinisiatif melawannya. "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (1 Petrus 5:5) "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan, sungguh ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5) 

Pemimpin yang baik tidak bersifat kaku dan arogan, tetapi dia memiliki karakter yang mudah di bentuk dan mau diproses untuk menjadi lebih baik melalui lingkungan sekitarnya, termasuk oleh bawahan. Saat seorang pemimpin melakukan kesalahan, dia harus berani untuk mengakui kesalahannya, dan tanpa ragu meminta maaf, walaupun dengan meminta maaf itu ia harus mengorbankan harga dirinya. 

7. Seorang Pekerja Keras (Titus 2:7-8) 

Arti kerja keras bukanlah dalam arti yang sebenarnya yakni bahwa kita harus benar-benar bekerja dengan keras, bukan seperti itu. Kerja keras itu menunjukkan semangat yang menyala dan kemauan untuk memberi batasan pada diri kita sendiri yang sebenarnya bisa kita langgar. Batasan ini yang menjadi tolak ukur bahwa apakah benar kita bisa keras pada diri kita sendiri atau tidak. 

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bekerja keras. Ia memiliki etos kerja yang dapat memberikan contoh langsung kepada orang-orang yang dipimpinnya. Secara sederhana, etos kerja adalah semua kebiasaan baik yang berkaitan dengan tanggung jawab, ketekunan, semangat, dan sebagainya. Ciri-ciri seorang pekerja keras: 

i) Pantang menyerah, pekerja keras itu memiliki sifat yang pantang menyerah. Tidak diterima kerja di perusahaan satu, dia bakal melamar ke ratusan perusahaan lainnya. Dia tidak akan menyerah sampai dia benar-benar mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. 

ii) Selalu bersungguh-sungguh, tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan. Semuanya dia kerjakan dengan sungguh-sungguh demi mendapat hasil yang maksimal. Tidak peduli ada bos yang mengawasi atau tidak, dia tetap akan bekerja dengan sungguh-sungguh. 

iii) Memanfaatkan waktu, mampu memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Sekali dia memiliki waktu luang, dia akan memanfaatkannya untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai. Dia tidak akan membuang-buang waktu hanya untuk bermalas-malasan. 

iv) Ulet, tekun, rajin, dan disiplin. Orang yang masuk sebagai pekerja keras itu memiliki sifat yang ulet, tekun, rajin, dan disiplin. Karena dengan keempat sifat tersebutlah orang pekerja keras itu terlihat berbeda dibanding pekerja lainnya. Apakah kamu sudah ulet, tekun, rajin, dan disiplin? 

v) Tidak mengeluh, orang pekerja keras tidak akan mengeluhkan pekerjaannya. Dia tetap bersyukur dengan apa yang sudah didapat. Jika memang merasa kurang, dia lebih memilih mencari pekerjaan tambahan untuk menutupi kekurangan tersebut. Mengeluh tidak ada gunanya! 

Di sinilah dapat disimpulkan, bahwa menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah. Kadang ia harus bekerja keras di luar batas kemampuannya. Jam kerjanya mungkin lebih dari 24 jam, karena setelah bekerja ia masih harus memikul tanggung jawab sebagai seorang pemimpin, di mana saja dan kapan saja. Itulah sebabnya sebagai seorang pemimpin tidak berbicara tentang teori -teori tertentu, atau tips-tips tertentu, tetapi tetapi justru harus mampu mempraktekkan teori-teori yang di milikinya terlebih dahulu agar dapat di ikuti oleh orang lain / bawahan. 

8. Menjadi Motivator Yang Baik (Yesaya 50:4) 

Adakalanya orang yang di pimpin mengalami demotivasi, atau penurunan motivasi, karena suatu hal atau yang lain, sedangkan motivasi dalam pekerjaan sangat berpengaruh bagi kelangsungan suatu organisasi. Maka dari itu seorang pemimpin yang baik harus siap untuk memotivasi dan meningkatkan kembali gairah dan optimisme orang-orang yang di pimpinnya kapan saja mereka membutuhkannya. Tidak ada istilah ‘penurunan motivasi’ di dalam kamus seorang pemimpin yang baik. Dalam proses kepemimpinan, motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam, karena memimpin adalah memotivasi. 

Seorang pemimpin harus bekerja bersama-sama dengan orang lain atau bawahannya, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan. Sebab keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan bergantung pada bagaimana pemimpin dapat menciptakan motivasi terhadap orang yang dipimpin melalui gaya kepemimpinan yang dibangun dalam dirinya. Sehingga pengikut yang termotivasi akan berusaha mencapai tujuan secara sukarela dan selanjutnya. 

9. Pemimpin Bekerja Team (Mazmur 133) 

Bekerja bersama merupakan bagian penting dari kepemimpinan . Tanpa adanya kebersamaaan dalam satu team yang baik, maka tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin tidak akan berhasil dengan baik. Bekerja team adalah bekerja bersama-sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan yang sama pula. Bekerja bersama ini membutuhkan banyak keahlian, agar bisa berjalan dengan baik dan lancar. Keahlian diterapkan untuk pencapaian tujuan bersama. 

Seorang pemimpin yang baik harus dapat lebih memandang orang-orang yang di pimpinnya sebagai rekan kerja dalam tim, dari pada memandang mereka semata-mata sebagai ‘bawahan’. Pemimpin harus mampu menyatukan seluruh jiwa, hati, dan pikiran mereka untuk kemajuan orang lain, melalui penghargaan, kepercayaan, kemauan untuk mendengarkan, dan kepekaan hati nurani, maka seorang pemimpin akan dihargai. 

Dengan pemahaman dan kesadaran tersebut diatas, seorang pemimpin yang baik tidak akan melakukan segala sesuatunya sendiri, melainkan membutuhkan bantuan dari orang lain, termasuk orang-orang yang di pimpinnya. 

KESIMPULAN: 

Dari penjelasan panjang lebar tentang pola kepemimpinan Yesus Kristus menurut Kitab Injil dan Implementasinya dalam kepemimpinan gembala sidang mempersiapkan pemimpim masa depan, ada beberapa poin penting yang dapat dicatat, yaitu: Betapa pentingnya para gembala memiliki pemahaman yang benar tentang kepemimpinan Yesus Kristus sebagaimana diceritakan dalam Kitab Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes). 

Pemahaman yang dimiliki mempunyai peranan dan pengaruh yang besar dalam mempersiapkan pemimpin masa depan. Para Gembala sangat perlu memiliki motifasi dan semangat yang tinggi dalam mempersiapkan pemimpin masa depan. Arif Wicaksono, M.Th

[1]Jhon C. Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan di dalam Diri Anda (Jakarta: Binarupa Aksara, 1995), 1. 

[2]Yakob Tomatala, Kepemimpinan yang Dinamis (Gandum Mas: Malang, 1997), 16. 

[3]Ibid., 32-35. 

[4]Charles J. Keating. Kepemimpinan: Teori dan Pengembangannya (Yogyakarta: Kanisius. 1996), 9. 

[5]M. H. Meyers. MAF Leadership Resource Note Book (California, 1989), 9. 

[6]J. Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1974), 20. 

[7]Charles J. Keating. Kepemimpinan: Teori dan Pengembangannya (Yogyakarta: Kanisius. 1996), 9. 

[8]M. H. Meyers. MAF Leadership Resource Note Book (California, 1989), 9. 

[9]J. Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1974), 20. 

[10]Yakob Tomatala, 29. 

[11]J. Oswald Sanders, 2. 

[12]Richard Sessoms, Kepemimpinan Kristen dalam abad XXI: Makalah (Jakarta. 1997), 1. 

[13]Anthony D’Souza, Kepemimpinan Yesus Sang Almasih. 

[14] Keneth Boa, Sid Buzzell, Bill perkins, Kepemimpinan Ilahi dalam rupa insani(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2015), 13. 

[15] Stevri Indra Lumintang, Theologi Kepemimpinan Kristen: Theokrasi ditengah Sekularisasi Gereja Masa Kini (Jakarta: Geneva Insani Indonesia, 2017),265.POLA KEPEMIMPINAN YESUS KRISTUS
-AMIN-
Next Post Previous Post