MEMBENTUK KARAKTER KRISTEN YANG TANGGUH (MATIUS 7:17-18)
Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th.
MEMBENTUK KARAKTER KRISTEN YANG KUAT.“Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-18).
PENDAHULUAN
Dr. Tim La Haye dalam bukunya yang berjudul You and Your Family, memberikan diagram silsilah dua orang yang hidup pada abad 18. Yang pertama adalah Max Jukes, seorang penyelundup alkohol yang tidak bermoral. Yang kedua adalah Dr. Jonathan Edwards, seorang pendeta yang saleh dan pengkhotbah kebangunan rohani.
Jonathan Edwards ini menikah dengan seorang wanita yang mempunyai iman dan filsafat hidup yang baik. Melalui silsilah kedua orang ini ditemukan bahwa dari Max Jukes terdapat 1.026 keturunan : 300 orang mati muda, 100 orang dipenjara, 190 orang pelacur, 100 orang peminum berat. Dari Dr. Edwards terdapat 729 keturunan : 300 orang pengkhotbah, 65 orang profesor di universitas, 13 orang penulis, 3 orang pejabat pemerintah, dan 1 orang wakil presiden Amerika. Dan, kisah ini mengantarkan kita pada pembahasan yang sangat penting, yaitu tentang karakter Kristen.
Dari diagram tersebut dapat dilihat bahwa kebiasaan, keputusan dan nilai-nilai dari generasi terdahulu sangat mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli psikologi dan pendidikan pada umumnya yang menyatakan bahwa lingkungan dan agen yang banyak mempengaruhi pembentukan karakter, iman, dan tata nilai seseorang adalah keluarga asal (the family of origin). (Sijabat, B.S., 2008. Membesarkan Anak Dengan Kreatif. Penerbit Andi: Yogyakarta, hal. 17-18). Dengan kata lain, keluarga asal dianggap paling berperan dan berharga dengan berbagai dinamika dan kondisi apa pun dalam membentuk karakter dan kebiasaan seseorang.
APAKAH KARAKTER KRISTEN ITU?
Tema tentang karakter adalah bahasan yang penting, tetapi jarang dibicarakan dan telah diabaikan, bahkan di kalangan Kristen sekalipun. Dua kemungkinan alasan pengabaian ajaran ini adalah : (1) Bahasan ini dianggap kurang menarik dibanding dengan tema doktrinal lainnya; (2) Tidak semua orang suka membahas karakter karena ini menyangkut wilayah “kepribadian” seseorang yang dianggap tidak boleh diusik. Puluhan buku teologi yang pernah saya baca tidak mencantumkan tema ini sebagai bahasan penting seperti tema-tema doktrinal lainnya.
Akibat dari pengabaian ini banyak orang Kristen yang tidak mengetahui ajaran dari tema yang sangat penting ini, padahal Jerry C. Wofford telah mengamati bahwa “bagi seorang pemimpin gereja, tidak ada atribut yang lebih penting ketimbang karakter”.
Selanjutnya Wofford menjelaskan, “Dalam pengajaran-Nya Yesus sangat menekankan karakter para murid-Nya. Surat Paulus kepada Timotius dan Titus juga berbicara mengenai karakter pemimpin gereja. Karakter itu meliputi kualitas seperti: integritas, kemurnian moral, kelemah-lembutan dan kesabaran. Kualitas kepemimpinan dibahas di seluruh Perjanjian Baru.
Unsur karakter Kristen sangat penting sehingga Yesus mengambil waktu khusus untuk mengajarkannya kepada mereka yang akan memimpin gereja mula-mula” (Wofford, J.C, 2001., Kepemimpinan Kristen Yang Mengubahkan, terj, Penerbit ANDI: Yokyakarta, hal 115-116). Tragisnya, akibat ketidaktahuan ini, banyak orang Kristen tidak bertumbuh dalam karakter Kristen yang baik, dan lebih buruk lagi, tetap merasa bertumbuh padahal stagnan!
1. Pengertian Karakter Kristen
W.J.S Poerwadarminta menyebutkan karakter sebagai, “tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya” (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta). Karakter adalah istilah psikologis yang menunjuk kepada “sifat khas yang dimiliki oleh individu yang membedakannya dari individu lainnya”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Baru, Pustaka Phoenix: Jakarta).
Yakob Tomatala mendefinisikan karakter sebagai, “hakikat, sifat, dan ekspresi kepribadian seseorang yang dinyatakan melalui pembicaraan serta perilaku dalam lingkungan atau konteks di mana ia hidup”. (Tomatala, Yakob., 2003. Pemimpin Yang Handal: Pengembangan Sumber Daya Manusia Kristen Menjadi Pemimpin Yang Kompeten. Penerbit YT Leadership Foundation: Jakarta, hal. 41).
Jadi, pada dasarnya karakter adalah sifat-sifat yang melekat pada kepribadian seseorang. Sedangkan Kristen adalah sebutan bagi seseorang yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran-ajaran-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, karakter Kristen disebut juga sifat-sifat Kristen, yaitu kualitas rohani yang dimiliki seorang Kristen.
2. Pembentukan Karakter
Setiap pribadi dikenali melalui sifat-sifat (karakter) yang khas baginya. Pembentukan pribadi mencakup kombinasi dari beberapa unsur yang tidak mungkin dapat dihindari, yaitu unsur hereditas, unsur lingkungan, dan kebiasaan.
(1) Unsur hereditas adalah unsur-unsur yang dibawa (diwariskan) dari orang tua melalui proses kelahiran, seperti keadaan fisik, intelektual, emosional, temperamen dan spiritual;
(2) Unsur lingkungan mempunyai peranan dan pengaruh yang besar dalam membentuk karakter dari pribadi seseorang. Unsur lingkungan di sini meliputi lingkungan keluarga, lingkungan tradisi dan budaya, serta lingkungan alamiah (tempat tinggal);
(3) Unsur kebiasaan adalah suatu tindakan atau tingkah laku yang terus menerus dilakukan menjadi suatu keyakinan atau keharusan. Kebiasaan-kebiasaan ini akan turut membentuk karakter seseorang.
Secara umum ketiga unsur tersebut membentuk pribadi seseorang. Tetapi, ada lagi satu unsur yang membedakan orang Kristen dari yang bukan Kristen, yaitu unsur regenerasi atau kelahiran baru, yang bersifat radikal dan supranatural. Justru unsur regenerasi ini sangat menentukan dalam pembentukan karakter Kristen, karena tanpa regenerasi ini kita gagal menyenangkan Allah.
PENTINGNYA KARAKTER KRISTEN
Alasan penting mengapa kita perlu mengajarkan dan menampilkan karakter Kristen adalah:
(1) Kemerosotam moral. Karena saat ini sudah begitu luas kalangan yang merasakan terjadinya kemerosotan moral. Pengajaran karakter adalah suatu perlawanan terhadap kemerosotan moral dan terhadap etika modern yang rasionalistik yang dipengaruhi oleh pencerahan dan individualistik;
(2) Bahaya Pluralisme. Dalam zaman globalisasi dari postmodern saat ini kita semakin menyadari berbagai aturan moral yang berbeda dari berbagai budaya yang berbeda. Saat ini kita hidup di suatu zaman perjumpaan global dan keragaman budaya, dan itu membutuhkan kemampuan untuk beradaptasi;
(3) Pudarnya semangat keteladanan. Karakter dibentuk oleh orang-orang lain yang menjadi model atau mentor yang kita ikuti. Orang tua, guru, pembina, pelatih yang menjadi model atau teladan bagi kita turut membentuk karakter kita.
Dengan dituntun atau mengikuti dan meneladani para pembina atau sosok lain yang layak diteladani kita belajar mengenali dan mewujudkan berbagai disposisi, kebiasaan, dan keterampilan emosional dan intelektual yang dinyatakan oleh berbagai kebajikan. Sayangnya, kebanyakan teori etika individualistik dan rasionalistik modern kurang memperhatikan pengaruh-pengaruh ini, atau dengan kata lain semangat untuk mewarisi keteladanan kebenaran ini semakin memudar.
Kita mengetahui bahwa identitas orang Kristen dikenal lewat dua kualitas transformatif yang secara metaforis dinyatakan sebagai “garam” dan “terang” dunia (Matius 5:13,14). Kedua metafora ini mengacu kepada “perbedaan” dan “pengaruh” yang harus dimanifestasikan murid-murid Yesus kepada dunia ini.
Kedua metafora ini dapat diartikan sebagai “penetrating power of the Gospel” yang harus dinyatakan oleh murid-murid Yesus yang sudah lebih dahulu mengalami transformasi. Implikasi dari penegasan ini cukup serius, yaitu bahwa orang Kristen secara harus memikul beban moral dari metafora-metafora ini secara konsisten dan konsekuen. Lebih jauh, implikasi ini bukan sekedar penegasan, tetapi merupakan sebuah panggilan bagi orang Kristen untuk melibatkan diri dan memberi solusi dalam masalah-masalah dunia ini tanpa harus menjadi duniawi.
Tetapi, pengaruh kurangnya karakter yang baik merupakan aspek yang dapat merusak kesaksian Kristen. Jika garam menjadi tawar maka ia tidak berguna (Matius 5:13). Dan jika terang disembunyikan di bawah gantang maka ia tidak dapat menerangi semua orang (Matius 5:15). Karena itu Kristus menegaskan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik (kalá erga)dan memuliakan Bapamu yang di sorga” (Matius 5:16).
Kata Yunani “kalá erga” atau yang diterjemahkan “perbuatan yang baik” menunjuk kepada perbuatan baik dalam pengertian moral, kualitas dan manfaat. Dengan demikian, perbuatan baik adalah cermin dari kualitas karakter seseorang.
Karena itu, pentingnya karakter hidup Kristen dijelaskan oleh Stephen Tong sebagai berikut, “Hal ini merupakan tugas dan fungsi akhir dari pendidikan Kristen”. Selanjutnya Stephen Tong menjelaskan, “Kita sebagai orang Kristen, selain memberikan hidup kepada orang-orang yang kita didik, selain kita mengharapkan mereka memiliki hidup di dalam (inward life) yang sudah dilahirkan kembali, mereka juga membentuk karakter diluar (outward character).
Hidup ini merupakan pekerjaan Roh Kudus melalui firman yang kita kabarkan, melalui Injil yang kita tegaskan sebagai pusat iman, kita melahirkan mereka melalui kuasa Injil dan Firman oleh Roh Kudus di dalam kuasa Allah. Setelah itu kita mendidik mereka di dalam karakter Kristen”. (Tong, Stephen, 2010, Arsitek Jiwa II, Cetakan Ketujuh, Penerbit Momentum: Jakarta, hal 25-26).
KERUSAKAN TOTAL DAN KETIDAKMAMPUAN TOTAL MANUSIA
Manusia telah mati secara rohani sehingga memerlukan kelahiran kembali atau hidup baru secara rohani. Akibat dari dosa pertama Adam dan Hawa, citra Allah dalam diri manusia telah tercoreng dan mengakibatkan dosa masuk dan menjalar kepada setiap manusia (Roma 3:10-12, 23; 5:12). Adam dan Hawa telah membuat dosa menjadi aktual pada saat pertama kalinya di Taman Eden, sejak saat itu natur dosa telah diwariskan kepada semua manusia (Roma 5:12; 1 Korintus 15:22).
Manusia telah rusak total (total depravity), tetapi ini bukanlah berarti (1) bahwa setiap orang telah menunjukkan kerusakannya secara keseluruhan dalam perbuatan, (2) bahwa orang berdosa tidak lagi memiliki hati nurani dan dorongan alamiah untuk berhubungan dengan Allah, (3) bahwa orang berdosa akan selalu menuruti setiap bentuk dosa, dan (4) bahwa orang berdosa tidak lagi mampu melakukan hal-hal yang baik dalam pandangan Allah maupun manusia.
Tetapi yang dimaksud dengan kerusakan total adalah (1) kerusakan akibat dosa asal menjangkau setiap aspek natur dan kemampuan manusia: termasuk pikiran, hati nurani, kehendak, hati, emosinya dan keberadaannya secara menyeluruh (2 Korintus 4:4, 1 Timotius 4:2; Roma 1:28; Efesus 4:18; Titus 1:15), dan (2) secara natur, tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak untuk berhadapan dengan Allah yang benar (Roma 3:10-12).
Selain mengakibatkan kerusakan total pada manusia, dosa juga mengakibatkan ketidakmampuan total (total inability), yaitu bahwa : (1) Orang yang belum lahir baru tidak mampu melakukan, mengatakan, atau memikirkan hal yang sungguh-sungguh diperkenan Allah, yang sungguh-sungguh menggenapi hukum Allah; (2) Tanpa karya khusus dari Roh Kudus, orang yang belum lahir baru tidak mampu mengubah arah hidupnya yang mendasar, dari dosa mengasihi diri sendiri menjadi kasih kepada Allah.
Perlu ditegaskan bahwa ketidakmampuan total bukanlah berarti orang yang belum lahir baru sesuai naturnya tidak mampu melakukan apa yang baik dalam pengertian apa pun. Ini berarti, orang yang belum lahir baru masih mampu melakukan bentuk-bentuk kebaikan dan kebajikan tertentu. Tetapi perbuatan baik ini tidak di gerakan oleh kasih kepada Allah dan tidak pula dilakukan dengan ketaatan yang sukarela pada kehendak Allah
Jadi, manusia dalam natur lamanya yang berdosa tidak menyadari dan tidak mampu menanggapi hal-hal rohani dari Allah. Manusia tidak mampu melakukan apa pun untuk mengubah natur maupun keadaan keberdosaannya (Roma 3:9-20). Maka jelaslah bahwa manusia memerlukan suatu perubahan yang radikal dan menyeluruh yang memampukannya untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Regenerasi adalah solusi yang disediakan Allah bagi manusia.
REGENERASI SEBAGAI PONDASI DARI KARAKTER KRISTEN
Regenerasi adalah perubahan yang radikal dan seketika yang diperlukan untuk memampukan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Regenerasi merupakan suatu perubahan radikal dari kematian rohani menjadi kehidupan rohani yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
Kita tidak memiliki peran apa pun dalam kelahiran baru ini; sepenuhnya merupakan tindakan Allah. Sebab jika kita telah mati secara rohani, bagaimana mungkin orang mati dapat bekerja-sama dengan Allah untuk menghidupkan dirinya sendiri (Efesus 2:5)? (Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 121-146).
1. Natur Regenerasi
Berdasarkan pengertian di atas ada tiga natur dari regenerasi, yaitu:
(1) Regenerasi merupakan perubahan yang terjadi secara seketika, bukan suatu proses bertahap seperti pengudusan yang progresif. Paulus mengatakan, “telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih karunia kamu diselamatkan -” (Efesus 2:5). Di sini, kata kerja yang diterjemahkan “menghidupkan (synezoopoiesen)”, memakai bentuk aorist tense yang berarti tindakan yang seketika atau sekejap;
(2) Regenerasi merupakan perubahan yang supernatural (adikodrati). Kelahiran baru bukan merupakan peristiwa yang dapat dilaksanakan oleh manusia (Yohanes 3:6). Kelahiran baru sepenuhnya merupakan tindakan Allah. Secara khusus merupakan karya Roh Kudus.
(3) Regenerasi merupakan perubahan yang radikal. Istilah radikal berasal kata Latin “radix” yang berarti “akar”, sehingga regenerasi merupakan suatu perubahan pada akar natur kita.
Dengan demikian regenerasi berarti:
(a) penanaman (pemberian) kehidupan rohani yang baru, karena pada dasarnya manusia telah mati secara rohani (Efesus 2:5; Kolose 2:13; Roma 8:7-8). Manusia yang telah mati secara rohani tidak mungkin dapat bekerja sama dengan Allah untuk menghidupkan dirinya sendiri, karena regenerasi merupakan tindakan Allah dan manusia hanya menerimanya;
(b) perubahan yang total yaitu perubahan mempengaruhi seluruh keberadaan kepribadian, yaitu pikiran, hati nurani, kehendak, emosi. Alkitab menyebutnya sebagai pemberian “hati yang baru” (Yehezkiel 36:26).
Hati menurut Alkitab adalah inti rohani dari satu pribadi, pusat dari seluruh aktivitas; sumber yang darinya mengalir semua pengalaman mental dan spiritual, berpikir, merasakan, menghendaki, mempercayai, dan sebagainya (Bandingkan dengan Amsal 4:23; Matius 15:18-19).
2. Regenerasi sebagai Awal dari Seluruh Proses Pembaharuan
Dapat dikatakan bahwa regenerasi adalah awal dari seluruh proses pembaharuan dalam kehidupan seorang Kristen. Karena regenerasi merupakan pemberian hidup yang baru, maka artinya regenerasi merupakan awal dari proses-proses pembaharuan hidup. Dengan demikian, orang yang lahir baru telah mengalami langkah pertama dari pembaharuan.
Proses-proses pembaharuan hidup yang mengikuti regenerasi itu bersifat progresif dan disebut “pengudusan yang dinamis”. Paulus mengingatkan “..karena kamu telah menanggalkan (apekdysamenoi) manusia lama (palaion anthropos) serta kelakuannya, dan telah mengenakan (endysamneoi) manusia baru (kainon anhtropos) yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya” (Kolose 3:9-10).
Dalam ayat ini Paulus bukan bermaksud memberitahu orang-orang percaya di Kolose bahwa mereka sekarang atau setiap hari harus menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru berulang-ulang kali, tetapi Paulus menegaskan bahwa mereka telah mengalaminya pada saat regenerasi dan telah melakukannya perubahan ini ketika mereka di saat konversi menerima dengan iman apa yang telah dikerjakan Kristus bagi mereka.
Kata Yunani “apekdysamenoi (menanggalkan)” dan “endysamneoi (mengenakan)” menggunakan bentuk aorist tense yang mendeskripsikan kejadian seketika. Jadi Paulus sedang merujuk kepada apa yang telah dilakukan orang percaya di Kolose ini di masa yang lalu.
Lalu apakah yang dimaksud Paulus dengan frase “terus menerus diperbaharui”? Walaupun orang-orang percaya adalah pribadi-pribadi baru, akan tetapi mereka belum mencapai kesempurnaan yang tanpa dosa; mereka masih harus bergumul melawan dosa. Pembaharuan ini merupakan proses seumur hidup. frase ini menjelaskan kepada kita bahwa setelah lahir baru kita harus terus menerus mengalami proses pengudusan mencakup pengudusan pikiran, kehendak, emosi, dan hati nurani.
Alkitab menyebutnya dengan istilah “pengudusan”, yang bersifat dinamis bukan statis, yang progresif bukan seketika; yang memerlukan pembaharuan, pertumbuhan dan transformasi terus menerus (1 Tesalonika 5:23; Ibrani 10:14; 2 Petrus 3:18).
Selanjutnya, Paulus dalam Efesus 4:23 mengingatkan orang percaya “supaya kamu dibaharui (ananeousthai) di dalam roh dan pikiranmu”. Bentuk infinitif “ananeousthai” yang diterjemahkan dengan “dibaharui” adalah bentuk present tense yang menunjuk kepada suatu proses yang berkelanjutan.
Jadi, orang-orang percaya yang telah lahir baru dan menjadi ciptaan baru di dalam Kristus masih diperintahkan untuk mematikan perbuatan-perbuatan daging dan segala sesuatu yang berdosa di dalam diri mereka berupa keinginan-keinginan daging (Roma 8:13; Galatian 5:19-21; Kolose 3:5), serta menyucikan diri dari segala sesuatu yang mencemari tubuh dan roh (2 Korintus 7:1).
3. Peranan Regenerasi dalam Pembentukan Karakter Kristen
Regenerasi merupakan misteri karena merupakan karya Allah semata-mata dan kita tidak pernah dapat melihat dan merasakan; kita tidak pernah tahu persis kapan regenerasi itu terjadi. Kita hanya dapat mengamati efek-efek dari regenerasi itu saja; dan mengamati bukti-bukti dari perubahan yang terjadi. Berikut ini akibat-akibat dari regenerasi.
(1) Memampukan seseorang untuk bertobat dan percaya. Pada saat seseorang dilahirkan baru maka ia dimampukan bertobat dari dosa-dosanya dan percaya kepada Kristus untuk keselamatannya. Seseorang dapat memberi respon di dalam pertobatan dan iman hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan yang baru kepadanya.
Bertobat dan percaya disebut dengan istilah perpalingan (convertion). Bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dari dosa-dosa dan iman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44).
(2) Perubahan atau transformasi. Kelahiran baru oleh Roh Kudus mengakibatkan perubahan. Kelahiran baru ini tidak disadari atau tidak dirasakan saat terjadi, tetapi dapat diamati lewat kepekaan baru terhadap hal-hal rohani, arah hidup yang baru, serta kemampuan untuk hidup benar dan menaati Allah.
Perubahan ini meskipun tidak disadari, menghasilkan hati (kardia) yang diubahkan yang memimpin kepada karakter yang diubahkan dan kemudian menghasilkan hidup yang diubahkan (2 Korintus 5:17). Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa setelah lahir baru kita harus terus menerus mengalami proses pengudusan mencakup pengudusan pikiran, kehendak, emosi, dan hati nurani. Alkitab menyebutnya dengan istilah “pengudusan” (1 Tesalonika 5:23; Ibrani 10:14; 2 Petrus 3:18).
(3) Pembaharuan pikiran. Paulus dalam Roma 12:2 mengatakan “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”.
Kata Yunani “nous” yang digunakan di sini berarti “akal budi atau pikiran”. Pembaharuan nous adalah syarat untuk bisa mengenal dan melakukan kehendak Allah. Apa yang diyakini oleh pikiran (nous) akan mempengaruhi perilaku (behavior) seseorang (Roma 12:1-21).
Pembaharuan akal budi (nous) akan menghasilkan perubahan perilaku (behavior transformation). Yang dimaksud dengan perilaku(behavior) ialah karakter, sikap, perbuatan atau tindakan seseorang yang dapat dilihat (visible), diamati (observable), dan dapat diukur (measurable). Jadi, perubahan perilaku akan teraktualisasi dalam sikap, tindakan dan perbuatan karena telah mengalami pembaharuan nous ( Efesus 4:17-32).
(4) Menghasilkan buah Roh. Regenerasi oleh Roh Kudus mengakibatkan kita mampu menghasilkan buah Roh Kudus (Galatia 6:22-23). Buah Roh Kudus disini ditulis dalam bentuk tunggal yaitu kata Yunani “karpos”. Walaupun buah Roh itu satu (bentuknya), tetapi majemuk (sifatnya). Kesatuan dan banyak segi dari buah Roh ini mencerminkan integritas dan keharmonisan. Dengan kata lain buah Roh Kudus hanya satu, tetapi memiliki sembilan rasa. Buah Roh Kudus berasal dari dalam dan tidak ditambah dari luar. Ini adalah hasil kehidupan baru saat orang percaya dilahirkan kembali oleh Roh Kudus.
MEMBANGUN KARAKTER KRISTEN
Kelemahan atau kecacatan karakter merupakan tanda pada gangguan kepribadian (personality disorder). Para psikolog dan praktisi kesehatan jiwa mengenali sepuluh jenis gangguan kepribadian, yaitu:
(1) Paranoid, polanya adalah orang tidak mudah percaya dan selalu curiga;
(2) Skizoid, yaitu orang mengalami keterpisahan secara sosial dan emosi yang terkungkung;
(3) Skizopital, yaitu orang yang biasanya mengalami gannguan pikiran, perilaku eksentrik, dan kapasitas yang kurang untuk berhubungan dekat;
(4) Antisosial, biasanya terdapat pada pola sikap tidak peduli, dan pelanggaran atas hak orang lain;
(5) Borderline, biasanya ditandai dengan ketidakstabilan dalam hubungan, gambar diri, suasana hati, dan sikap yang impulsif dramatis;
(6) Histrionik, polanya adalah emosi yang berlebihan dan mencari perhatian;
(7) Narsistik, polanya ditunjukkan oleh adanya rasa sombong, haus pujian, dan kurangnya empati;
(8) Avoidant, biasanya dicirikan oleh adanya hambatan sosial, perasaan tidak mampu, dan kepekaan yang berlebihan terhadap kritik;
(9) Dependent, pada masalah ini terdapat kebutuhan yang sangat besar akan perhatian, sikap patuh, perilaku bergantung, dan takut kan perpisahan;
(10) Obsesif Kompulsif, biasanya ditandai dengan kesenangan akan keteraturan, kesempurnaan, dan kontrol sebagai ganti fleksibilitas, keterbukaan, dan efisiensi (Lazarus, Arnold A & Clifford N. Lazarus., 2005. Staying Sane in a Crazy World. Terjemahan, Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta, hal. 297-299).
Berapa banyak orang Kristen telah bertindak bodoh karena tidak membangun karakter yang kuat sehingga mereka menjadi lemah. Kita dikejutkan oleh laporan berita mengenai pemimpin-pemimpin yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atau penyelenggara negara yang ditangkap polisi karena berusaha melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya supaya ia bisa bebas berhubungan dengan kekasihnya.
Atau para orang tua yang melaporkan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum guru terhadap anak-anak mereka. Ironisnya, beberapa dari mereka adalah orang-orang Kristen! Akibatnya, orang Kristen dihina dan diejek, dan perilaku yang buruk dari beberapa orang Kristen ini dijadikan tolok ukur untuk menuduh bahwa Kekristenan penuh dengan kemunafikan. Meskipun tuduhan tersebut tidak benar, sekali lagi, pengaruh kurangnya karakter merupakan aspek penting yang merusak kesaksian Kristen.
Karena itu, Pemazmur mengingatkan kita “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mamur 90:12). Pada saat seseorang menjadi cukup dewasa untuk menyadari betapa singkatnya hidup ini, maka ia mulai sadar betapa berharganya seandainya ia telah belajar lebih awal untuk menjadi bijaksana dalam kehidupan.
Paulus menasihati, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan” (Efesus 5:15-17).
Jika kita berusaha sungguh-sungguh untuk memiliki hikmat dari Allah, kita akan lebih mampu meningkatkan kualitas diri, mengembangkan karakter dan nilai-nilai yang mengalir dari hidup baru yang telah ditanamkan Allah dalam kita. Karakter kita akan menjadi karakter yang saleh sehingga orang lain senang melihatnya, dan memuliakan Allah (Matius 5:16).
1. Meneladani Karakter Allah
Studi tentang karakter seharusnya dimulai dari Allah, karena hanya Allah saja yang memiliki karakter yang sempurna. Karena itu beberapa teolog lebih suka memberi judul “Kesempurnaan Allah” ketika membahas tentang sifat-sifat Allah dalam buku teologi mereka. Kesempurnaan Allah ialah totalitas dari sifat-sifat atau karakter Allah sebagaimana dinyatakan Alkitab. Seluruh sifat (karakter) Allah menyatakan kesempurnaan Allah!
Para teolog sepakat bahwa ada beberapa karakteristik yang hanya dimiliki oleh Allah saja. Para teolog menyebutnya sebagai karakter Allah yang tidak dapat dikomunikasikan dan melekat hanya pada Allah. Sedangkan beberapa karakteristik lainnya ditularkan kepada manusia yang diciptakan secitra dengan Allah. Para teolog menyebutnya sebagai karakter yang dapat dikomunikasikan. (Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal 229-241).
Siapa orang yang kita kagumi akan mempengaruhi hidup kita. Bisa jadi kualitas umum pada orang yang kita kagumi tersebut adalah karakter atau sifat-sifat yang ada padanya. Jika kita mengagumi orang yang berkualitas, bukankah seharusnya jauh lebih baik kita mengagumi kesempurnaan Allah yang hidup, yang dari pada-Nya segala kebenaran, kebaikan, dan keindahan berasal? Sekilas, karakter Allah yang luar biasa, indah dan mengagungkan itu terungkap dalam Keluaran 34:6-7 berikut, “Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat”.
Ketika Allah menyatakan diri-Nya kepada Musa sebagai Allah yang penuh dengan kemurahan dan belas kasihan, yang tidak lekas marah, yang berlimpah-limpah kasih setia-Nya, dan yang tetap mengasihi beribu-ribu keturunan serta yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa, maka Allah menyatakan dengan sangat jelas bahwa karakter pribadi-Nya adalah standar yang mutlak: Dengan standar tersebut semua sifat ditetapkan.
Allah tidak bertanggung jawab terhadap siapa pun, dan tidak ada standar lain yang lebih tinggi yang harus diikuti-Nya. Karakter-Nya yang kekal dan tanpa kompromi adalah standar yang tak dapat berubah yang kemudian memberikan arti terdalam dari kasih, kemurahan hati, kesetiaan, dan kesabaran. (Boa, Kenneth, Sid Buzzell & Bill Perkins, 2013. Handbook To Leadership, terj. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih: Jakarta, hal. 18).
2. Membangun Karakter Allah di dalam Kita
Beberapa dari karakter Kristen yang disebutkan dalam Alkitab harus dikembangkan dan ditampilkan oleh setiap orang Kristen, yaitu : integritas (Titus 1:7-9), kerendahan hati (Matius 5:1-7; Markus 10:14-15; 1 Timotius 3:6), kasih dengan segala karakteristiknya (Matius 22:37-39; 1 Korintus 13), melayani dan menolong (Lukas 10:25-37), kekuatan dan kebenaran batiniah (Lukas 11:37-53; 12:15; Yohanes 16:33), hubungan yang erat dengan Kristus (1 Timotius 6:11; 2 Timotius 2:22; Yohanes 15:1-8), sukacita (Yohanes 17:13), kekudusan (Yohanes 17:16; 2 Timotius 2:22), damai ( 2 Timotius 2:22), sabar dan tekun (1 Timotius 6:11; 2 Timotius 3:10), lemah lembut (1 Tomotius 6:11; 2 Timotius 2:25), penguasaan diri (1 Timotius 3:2; Titus 1:8), tidak tamak dan tidak suka bertengkar (1 Timotius 3:2-3; 6:10-11), serta kualitas lainnya dalam 2 Petrus 1:5-8, seperti : kebajikan, pengetahuan, ketekunan, dan kesalehan.
Karakter yang dipaparkan dalam ayat-ayat tersebut di atas memang sangat mengagumkan, tetapi juga kita akui memang terlalu tinggi. Daya pesonanya membuat banyak orang Kristen terpana bagaikan memandang gunung yang menjulang tinggi dalam kemegahannya sehingga tertarik untuk mengukur ketinggiannya, namun menyadari betapa kita terikat di bumi dan tidak memiliki peralatan untuk mendakinya.
Kita merindukan sifat-sifat ini tercermin dalam hidup kita dan kita sangat mendambakannya, tetapi apakah mungkin kita mencapainya? Jika hanya mengandalkan usaha pada manusia saja maka upaya itu akan sia-sia. Namun, Dalam Kristus kita telah diperkenankan mendapat kuasa ilahi-Nya dan telah dikaruniai keistimewaan yang tidak terbayangkan untuk ikut ambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 1:3-4; 2 Korintus 5:17). Kita tidak hanya menerima hakikat (hidup) baru dalam Kristus (Roma 6:6-13), tetapi kita juga didiami oleh Roh Kudus, yang kehadiran-Nya dalam diri kita memampukan kita mewujudkan kualitas-kualitas karakter seperti Kristus.
BACA JUGA: NABI PALSU PENYESAT: MATIUS 7:15-23
Perubahan atau transformasi rohani dan karakter yang benar berlangsung dari dalam keluar, bukan dari luar ke dalam. Iman, kasih, pengetahuan, kesalehan, ketekunan, kesetiaan, penguasaan diri, dan lainnya sebagainya, mengalir dari kehidupan Kristus yang telah ditanamkan dalam diri kita saat kita lahir baru. Saat kita mengembangkan dan membuat sifat-sifat itu menjadi semakin nyata di dalam kehidupan kita, maka kita tidak hanya menjadi kesaksian hidup bagi orang lain tetapi juga menyenangkan hati Tuhan. Sangat menakjubkan apa yang dapat dilakukan Allah bagi orang-orang yang menginginkan pribadinya bertumbuh dan karakternya berkembang.
Kabar baiknya ialah, “Allah ingin kita berkembang sepenuhnya”. Ia menebus kita untuk keperluan itu, Ia ingin kita bertumbuh dan dewasa (sempurna) sama seperti Bapa surgawi kita sempurna (Bandingkan Matius 5:48). Rasul Paulus mengajarkan hal yang sama dalam Efesus 4:13-15, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”.
MENGEMBANGKAN KARAKTER KRISTEN YANG TANGGUH SEBAGAI PROSES SEUMUR HIDUP
Satu hal yang pasti, karakter tidak pernah terbentuk secara instan, apalagi dalam satu malam. Membangun karakter memerlukan waktu dan sikap dasar yaitu kesediaan untuk belajar dan berubah. Banyak orang menginginkan untuk mampu secepat-cepatnya mengatasi masalah dalam memperbaiki karakter. Mereka menginginkan semacam formula ajaib yang dapat secara seketika mengubah karakter mereka.
Seseorang bisa saja mendapatkan teknik mudah dan cepat, yang memberikan solusi sementara, seperti yang ditawarkan dalam banyak buku yang ditulis para ahli saat ini. Itu memang membantu, tetapi itu tidak dapat membentuk karakter yang kokoh. Pada dasarnya, karakter yang kokoh dibentuk di atas landasan pengalaman, disiplin diri, dan dedikasi. Jika seseorang hanya memiliki pencitraan atau rekayasa dan bukan keaslian karakter yang kokoh, maka tantangan-tantangan kehidupan akan segera menghancurkan solusi-solusi yang sementara itu.
Karakter adalah sebuah kekuatan yang tidak kelihatan. Karakter bertumbuh melalui proses dan ujian. Karakter yang baik menghasilkan buah-buah yang unggul dan berkualitas Buah-buah yang bermanfaat bagi kehidupan kita dan orang lain. Buah-buah dari karakter antara lain: Integritas menghasilkan kewibawaan, tanggung jawab menghasilkan kedewasaan, kejujuran menghasilkan kepercayaan, ketulusan menghasilkan persahabatan, iman menghasilkan kekuatan, ketekunan menghasilkan pengharapan, dan lain sebagainya. (Ezra, Yakoep., 2006. Succes Througgh Character. Penerbit Andi : Yogyakarta, hal. 13-14).
Tuhan Yesus berkata, “Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-18).
Karakter Kristen dibentuk sebagai hasil perjumpaan dengan kebenaran Alkitabiah yang menembus kedalam hati. Hal itu hanya mungkin terjadi jika seseorang belajar firman Allah, merenungkan firman Allah itu dengan segala makna dan penerapannya. Merupakan fakta yang terbukti bahwa doktrin (pengajaran firman Tuhan) mempengaruhi karakter. Apa yang dipercayai seseorang sangat besar mempengaruhi perbuatannya.
Jika seseorang menerima dan mengikuti ajaran yang sehat maka ajaran itu akan menghasilkan karakter ilahi dan karakter Kristus. Paulus memberikan nasihat kepada Timotius agar “awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu” (1 Timotius 4:6,13,16). Selanjutnya Paulus berbicara tentang “ajaran yang sesuai dengan ibadah kita” (1 Timotius 6:1-3), yakni serupa dengan Allah dalam hal karakter dan kehidupan yang kudus (Conner, Kevin J., 2004. A Practical Guide To Christian Belief, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 33).
PENUTUP
Untuk melawan kekuatan dari rasionalisme, liberalisme, dan individualisme modern yang menghancurkan, beberapa pakar etika Kristen bersikeras bahwa kita perlu berfokus bukan hanya pada keputusan benar atau salah, tetapi juga pada apa yang membentuk karakter dari orang-orang yang membuat keputusan dan melakukan perbuatan. Sudah tiba saatnya orang-orang Kristen harus lebih berani dan lebih tegas lagi mengajarkan dan menampilkan citra dari karakter Kristen di mana pun mereka berada. Kita patut meneladani kaum Puritan sebelum abad pencerahan yang begitu menekankan pengajaran tentang kebajikan moral (karakter) pada abad keenam belas dan ketujuh belas.
Kaum Puritan mengakhiri monarki, menuntut pemerintah bertanggung jawab terhadap tujuannya dalam mengendalikan negara menuju keadilan, kebebasan, kedamaian, mewujudkan demokrasi, dan toleransi agama, dan mendorong terbentuknya suatu jenis baru karakter moral dan kebajikan sebagai seorang warga.
Melalui pengajaran Alkitabiah dan praktek Gereja, kaum Puritan itu mengajarkan kebajikan, disiplin, kewajiban, kerajinan, pengendalian diri, usaha yang sungguh untuk melakukan kehendak Tuhan, ketaatan yang sistematik kepada perintah-perintah Allah, devosi segenap hati untuk kebaikan bersama, kebajikan sebagai warga, dan aktivisme (Stassen, Glen & David Gushee., 2008. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini. Terjemahan, penerbit Momentum : Jakarta, hal. 51-54).
Akhirnya, saya mengajak kita merenungkan nasihat bijaksana dari C.S Lewis berikut ini, “Intinya bukanlah bahwa Allah tidak akan mengijinkan Anda masuk ke dalam dunia kekalNya jika Anda belum memiliki kualitas-kualitas karakter tertentu: intinya adalah jika orang tidak memiliki permulaan-permulaan dari kualitas-kualitas itu sedikitpun dalam diri mereka, maka tidak ada kondisi-kondisi eksternal yang memungkinkan, yang bisa menciptakan ‘surga’ bagi mereka – maksudnya, bisa membuat mereka bahagia dengan kebahagiaan yang dalam, kuat, dan tidak tergoyahkan yang dipersiapkan Allah bagi kita” (Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung, hal. 122).
DAFTAR PUSTAKA:
Boa, Kenneth, Sid Buzzell & Bill Perkins, 2013. Handbook To Leadership. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih: Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paul and The Self: Apostolic Teaching For Personal Wholeness.Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Conner, Kevin J., 2004. A Practical Guide To Christian Belief. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Ezra, Yakoep., 2006. Succes Througgh Character. Penerbit Andi : Yogyakarta.
Hearth, W. Stanley., 1997. Psikologi Yang Sebenarnya. Penerbit ANDI: Yogyakarta.
Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Lazarus, Arnold A & Clifford N. Lazarus., 2005. Staying Sane in a Crazy World. Terjemahan, Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta.
Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1. Terjemahan, penerbit ANDI Offset : Yogyakarta.
Sijabat, B.S., 2008. Membesarkan Anak Dengan Kreatif. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Sobur, Alex., 2009. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Penerbit CV. Pustaka Setia: Bandung.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tomatala, Yakob., 2003. Pemimpin Yang Handal: Pengembangan Sumber Daya Manusia Krisen Menjadi Pemimpin Yang Kompeten. Penerbit YT Leadership Foundation: Jakarta.
Tong, Stephen., 2010. Arsitek Jiwa II, Cetakan Ketujuh, Penerbit Momentum: Jakarta.
Stassen, Glen & David Gushee., 2008. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini.Terjemahan, penerbit Momentum : Jakarta.
Wofford, J.C, 2001., Kepemimpinan Kristen Yang Mengubahkan. Terjemahan, penerbit ANDI: Yokyakarta.MEMBENTUK KARAKTER KRISTEN YANG TANGGUH (MATIUS 7:17-18)
https://teologiareformed.blogspot.com/