BAGAIMANA MEMILIH GEREJA YANG COCOK ?

BAGAIMANA MEMILIH GEREJA YANG COCOK ?
BAGAIMANA MEMILIH GEREJA YANG COCOK ?. Pertanyaan ini menarik, yaitu bagaimana memilih gereja yang cocok. Di Indonesia pertanyaan ini akan sulit dijawab, khususnya oleh mereka yang belum bergereja di Indonesia sebelumnya. Banyak khotbah yang tidak bermutu (tidak kalah banyak yang liberal dan sempalan) tidak relevan, tidak sistematis, dan bertele-tele. 

Liturginya yang kaku sehingga kita bored to death atau yang terlalu rock n’roll sambil berjingkrak-jingkrak. Orang-orangnya dingin kayak es di Antartica dan bersikap loe-loe gue-gue. Belum lagi banyak gereja yang malah bermasalah, ke gereja bukannya dapat berkat malah bingung dan frustasi. Mengapa gereja lebih amburadul seperti ini? Walhasil, iman kita pun stagnant, kering, dan miskin. 

Tidak sedikit orang yang nyeletuk dan bilang, buat apa kita ke gereja beribadah? Di rumah bisa Bible Study sendiri, buat fellowship dengan rekan-rekan seiman lain, menyembah Tuhan dengan lebih sungguh-sungguh. Mungkin iman kita malah bisa bertumbuh karena tidak terkontaminasi oleh polusi-polusi iman di gereja. Jadi pertanyaannya, apakah kita masih perlu gereja? Kalau perlu, kenapa? Kalau tidak, terus bagaimana? 

Bagi umat Kristen menemukan sebuah Gereja yang “cocok” sering merupakan pengalaman yang cukup membingungkan. Mereka harus memilih salah satu dari sekian Gereja yang ada. Ada di antara mereka yang dibesarkan dengan tradisi Gereja tertentu, wajar bila ingin menemukan Gereja yang sama. Ada pula yang mencari doktrin sama, minimal doktrin inti. Yang lain ingin mendengarkan pengkhotbah menarik dan dinamis. Sedang sebahagian lagi ingin mendapatkan kegiatan dan pelayanan untuk anak-anak serta remaja. 

Bagi yang senang menyanyi mungkin bertanya-tanya: “Apakah paduan suaranya bagus sehingga kita dapat bergabung?” Bagi yang belum punya kendaraan tentu akan mencari Gereja yang jaraknya dekat dengan tempat tinggal mereka. Tidak pula terluput anak-anak muda pasti mencari Gereja yang dapat menampung dan menyalurkan selera kepemudaan mereka, ingin mengetahui bagaimana kegiatan pemudanya dan sebagainya lagi! 

Memang semuanya itu perlu, namun bila kita mempelajari ajaran Alkitab tentang Gereja, maka kita pasti akan mempunyai evaluasi yang lain! Di dalam Alkitab Perjanjian Baru, istilah yang digunakan untuk menyebut “Gereja” atau “Jemaat” adalah EKKLESIA, yang berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu EK (ke luar) dan KALEO (memanggil), sehingga EKKLESIA berarti “himpunan orang-orang yang dipanggil keluar”. 

Istilah tersebut diadaptasi Alkitab menjadi “himpunan orang-orang percaya sepanjang zaman yang dipanggil ke luar dari dunia dan menjadi pengikut Kristus”, inilah Gereja yang rohani dan sebenarnya. Itulah sebabnya di dalam Alkitab kita tidak menemukan Denominasi Gereja, yang ada hanya Gereja menurut geografi seperti Gereja di Efesus atau Galatia. Namun Gereja bukan sekadar “himpunan orang-orang percaya”, Alkitab melukiskan pula Gereja sebagai: 

Tubuh Kristus (Roma 12, 1Korintus 12 dan Efesus 4). Gereja pada hakekatnya bukanlah organisasi melainkan adalah suatu organisme yang hidup dan Kristus sebagai Kepalanya. Di dalam tubuh ini terjadi hubungan hidup antara pribadi orang-orang percaya dengan Kristus, dan melalui Kristus dengan semua orang percaya. Tubuh rohani ini sebagaimana tubuh kita mempunyai anggota-anggota tubuh dengan fungsi-fungsi tertentu. Di dalamnya kita menemukan tiap orang percaya ditempatkan Tuhan dengan diberi karunia masing-masing demi kesejahteraan bersama dan pertumbuhan Jemaat (1Petrus 4:10, 1Korintus 12:7). 

Dengan demikian sepatutnyalah tiap anggota Jemaat memanfaatkan karunia yang dimiliki untuk saling melayani dengan penuh sukacita, bukan dengan terpaksa, membanding-banding berat ringannya pelayanan ataupun bersungut-sungut. Melalui berbagai pelayanan yang demikian pastilah masing-masing pribadi maupun Jemaat secara keseluruhan dapat bertumbuh menuju kedewasaan Kristus serta dapat menarik lebih banyak anggota-anggota baru kepada Kristus dan bergabung dengan Gereja kita. 

Keluarga (Efesus 3:14-19, 1Tesalonika 2:7-13. Sifat keluarga dalam Gereja bukan hanya dinyatakan dengan menggunakan sebutan-sebutan keluarga seperti “Saudara dan Saudari”. Khusus bila kita memperhatikan panggilan seseorang di Amerika, maka hanya di dalam lingkungan Kristen sajalah kita menemukan sebutan “Brothers and Sisters”. Namun keluarga juga menyatakan hubungan intim sesama anggota keluarga dengan Allah sebagai Bapa. 

Berulang-ulang Alkitab menganjurkan agar kita saling-mengasihi serta membangun hubungan pribadi yang intim dengan saling menerima dan mendorong, membagi suka duka, menasihati dan memperbaiki, mengampuni dan memperhatikan; sehingga melaluinya dunia mengenal bahwa kita adalah pengikut-pengikut Kristus yang sejati. Tidak diragukan lagi apabila Gereja ingin memenuhi tuntutan Alkitab maka Gereja haruslah menjadi suatu Komunikasi Kasih, bergandengan tangan menyaksikan kasih Kristus dan melakukan perbuatan-perbuatan baik secara bersama. 

Gereja Yang Menyembah Allah Tritunggal 

Sekalipun kita harus berdatangan dari berbagai tempat, bahkan kota-kota yang jauh sekalipun, namun di Jemaat ini kita dengan gembira bersama anak-anak Tuhan lainnya sebagai anggota keluarga Allah menyembah Sang Bapa. Kasih terhadap sesama. Seperti telah diungkapkan di atas, marilah kita mewujudkan kasih terhadap sesama anggota keluarga Allah dan kepada dunia ini, bukan hanya dengan perkataan tetapi dengan perbuatan nyata. 

Injil Kristus Diberitakan 

Misi Gereja yang utama haruslah memberitakan Injil Kristus, untuk itulah Gereja berada dan hadir di tengah dunia ini! Gereja dan orang Kristen yang tidak memberitakan Injil adalah Gereja dan orang Kristen yang mati. 

Layani Tuhan Dengan Sukacita 

Tidak sedikit anak Tuhan yang setia melayani Tuhan, namun disertai sungut-sungut dan banyak kritikan. Gereja kita menghendaki agar setiap pengerja kita melayani dengan sukacita, karena pelayanan adalah salah satu wujud ucapan syukur kita kepada Tuhan yang telah menebus kita. 

Andalkan Kuasa Doa 

Gereja kita dapat bertumbuh bukan karena kemampuan manusia melainkan karena anugerah dan kuasa Tuhan, agar anugerah dan kuasa Tuhan tetap berlanjut maka kita harus tekun dalam doa pribadi maupun bersama. Hanya melalui doa kuasa Tuhan akan disalurkan ke dalam dan melalui Gereja-Nya kepada dunia. 

Beberapa hari setelah pengiriman Newsletter terakhir Edisi Juli yang lalu, seorang rekan yang membaca tulisan “Gereja Yang Bagaimana?”, menelpon dan memberi komentar. Rekan tersebut mempunyai kesan bahwa tulisan tersebut masih belum selesai, perlu dilanjutkan supaya lengkap. Memang benar kesan rekan tersebut sebab masih sebagian dari tulisan tersebut yang belum dimuat berhubung ruang yang tidak mengizinkan. 

Oleh karena itu selain dari perwujudan Gereja sebagai Tubuh Kritus di mana tiap anggota Jemaat memanfaatkan karunia yang dimiliki untuk saling melayani dengan penuh sukacita serta saling mengasihi sebagai sesama anggota Keluarga Allah, maka dalam tulisan ini saya akan melanjutkannya pemikiran mengenai Gereja yang bagaimana yang patut kita pilih untuk bergabung di tanah perantauan ini. Untuk bergabung dengan sesuatu Gereja hendaknya kita memperhatikan pula aspek-aspek yang lebih prinsipil. 

Salah satu aspek yang sangat perlu kita perhatikan adalah: Adakah dalam Gereja tersebut mengakui Alkitab Perjanjian Lama dan Baru adalah Firman Allah yang sempurnya sebagai dasar iman dan pedoman hidup bergereja serta penuntun dalam kehidupan Anggota Jemaat. Karena bila kita mempelajari Sejarah Gereja sejak abad permulaan hingga sekarang maka tidak dapat dihindari bahwa berbagai jenis ajaran yang tidak berdasarkan Firman Allah dengan tanpa sadar sering masuk ke dalam Gereja.

Latar belakang yang biasanya mempengaruhi ajaran tersebut antara lain adalah: 
Tradisi dari agama atau kepercayaan lama, yang sering membuat kita merasa bersalah bila ditinggalkan. 

Filsafat yang menganggap intelek lebih “tinggi” dari Firman Allah sehingga menolak semua catatan Alkitab yang tidak dapat diterima intelek. 

Budaya kontemporer yang menuntut Gereja untuk berkompromi dengan mengikuti zaman. Sehingga memasukkan “budaya” atau “kebiasaan” sekuler ke dalam Gereja agar dianggap up-to date. 
Pengalaman mistik yang mengutamakan pengalaman subyektif lebih dari Kebenaran Alkitab yang obyektif. Sehingga yang menjadi dasar imannya adalah “pengalaman pribadi” lebih dari Firman Allah itu sendiri. 

Keunggulan doktrin (Doctrinal Superiority) yang memegang dengan kukuh dan kaku ajaran salah seorang tokoh teologia yang dianggap paling unggul, tanpa memberi keluasan kepada Roh Kudus untuk mengadakan pembaruan. Yang selalu diunggulkan adalah ajaran sang teolog dan bukannya Firman Allah. 

Hendaknya kita menyadari bahwa hanya Gereja yang menjadikan Firman Allah sebagai dasar dan pusat pelayanan mimbar pada tiap kebaktian umum serta dipelajari dalam persekutuan atau sekolah minggu yang dapat memupuk dan membina iman yang teguh dalam kehidupan anggota Jemaatnya agar lebih mengenal dan setia mengasihi, mengikuti dan melayani Tuhan di tengah gelombang hidup dunia yang telah jatuh ke dalam dosa ini. 

Mengingat pentingnya peran Firman Allah dalam pertumbuhan dan kehidupan Jemaat maka salah satu keunikan pelayanan mimbar Gereja kita dalam membina pengenalan tiap anggota Jemaat terhadap Firman Allah adalah setiap tahun membahas salah satu kitab dari Alkitab melalui mimbar kebaktian umum. Dengan harapan agar melaluinya kita makin berakar dalam Firman Allah serta mengintegrasikan kebenaran Firman Tuhan tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan konsisten. Jadi bukan hanya menjadi penghias kebaktian atau bahan pelajaran semata-mata, melainkan sanggup pula mengubah hidup kita menuju kepada kedewasaan Kristus! 

Di samping aspek di atas kita perlu juga mengetahui apakah Gereja tersebut adalah Gereja yang meninggikan Kristus atau hal-hal lain karena tidak sedikit Gereja yang lebih menonjolkan hiburan lebih dari pembinaan atau yang bertolak belakang yaitu yang memegang ajaran ortodoks tertentu secara kaku dan dingin tanpa dinamika baru. 

Kotbah dan ceramah yang dipusatkan pada “potensi” yang dimiliki manusia seperti kebanyakan seminar New Age, lebih dari pemusatan pada Allah, sehingga orang-orang yang belum percaya tidak lagi konfrontir dengan dosa-dosanya agar menerima Kristus sebagai Juruselamat melainkan merasa nyaman dengan “potensi” yang ada pada dirinya. Keadaan tersebut tentu menyebabkan tidak sedikit orang yang “menganggap dan merasa” dirinya telah diselamatkan, namun yang sebenarnya belum! 

Kebaktian yang seharusnya menjadi wadah berhimpunnya anak-anak Tuhan untuk bersama-sama menyembah Allah sering telah berubah menjadi wadah pertemuan sosial untuk menghilangkan rasa sepi di perantauan ini atau yang hanya untuk memenuhi naluri manusiawi saja, itupun mujur apabila tidak dibumbui ngerumpi! 

Pengelolaan Jemaat dilakukan dengan gaya perusahaan dagang dengan memikirkan untung rugi materi dan financial lebih daripada gaya Kepemimpinan yang Melayani (Servant-leadership). Kepopuleran seseorang pengkhotbah telah melebihi pengenalan Jemaat terhadap Kristus yang telah mati dan menebus di pengkhotbah itu sendiri. Sehingga orang-orang yang mendengar khotbahnya tidak lagi berkomentar: “Sungguh luar biasa Kristus yang dikhotbahkan itu!” melainkan: “Sungguh hebat caranya berkhotbah!” Mujizat, kesembuhan dan hidup makmur lebih ditonjolkan lebih daripada Salib Kristus yang memberikan Keselamatan itu. 

Sekalipun kita percaya bahwa hingga sekarang ini bahkan seterusnya sampai Tuhan datang untuk kali kedua, Dia tetap berkuasa melakukan mujizat, Tuhan adalah sumber kesembuhan sekalipun hanya sementara dan tidak bersifat kekal bagi orang Kristen maupun yang bukan Kristen dan berwenang memberikan kemakmuran baik kepada yang percaya pada-Nya maupun yang tidak percaya, namun satu hal yang sangat pasti ialah bahwa tidak seorangpun dapat diselamatkan melalui mujizat, kesembuhan dan kemakmuran! 

Oleh karena itu misi utama Gereja haruslah memberitakan Yesus yang disalibkan dan menyelamatkan itu! Oleh karena itu, misi utama Gereja haruslah memberitakan Yesus yang disalibkan dan menyelamatkan itu! 

Marilah kita doakan agar setiap pengkhotbah yang melayani Mimbar Kebaktian kita selalu meninggikan Kristus dan bukan hal-hal lain sebab bukankah Tuhan Yesus berkata: “…apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang padaku.” (Yohanes 12:32). Semoga Tuhan menolong Gereja kita menjadi Gereja yang meninggikan Kristus. 

Aspek lain yang sangat penting namun selalu dilalaikan dalam Gereja adalah DOA! Jika kita ingin menilai mutu suatu Gereja maka sebaiknya kita melihat bagaimana Doa Bersama yang dilakukan Jemaat Gereja tersebut sebagaimana Gereja mula-mula yang tidak memiliki banyak fasilitas namun dapat bertumbuh dengan pesat dan benar (Kisah Para Rasul. 2:42-47). 

Sekarang keadaan sudah terbalik, bukan saja karena fasilitas makin canggih tetapi jika aktifitas lain seperti seminar-seminar keluarga, concert oleh biduan Kristen, pemutaran film Kristen dan lain sebagainya lebih banyak menarik pengunjung lebih daripada doa bersama. Itulah sebabnya kita tidak merasa heran apabila tidak sedikit Gereja yang makin sekuler, karena tidak mau bersandar kuasa doa untuk pertumbuhan Gerejanya, melainkan bergantung pada acara-acara yang menarik naluri manusiawi. 

Gereja seharusnya maju bukan bersandar pengalaman atas fasilitas melainkan dengan lutut yang berdoa, karena itulah yang paling ditakui Iblis! 

Sebagai orang yang sudah menerima Kristus, mungkin pengajaran dalam surat 1Petrus 2 (di samping surat-surat Perjanjian Baru lainnya) dapat dijadikan patokan untuk bertahan di suatu Gereja atau pindah ke Gereja lain. Pertanyaan-pertanyaan berikut perlu dijawab. Apakah di Gereja tersebut Anggota Jemaat diajarkan: 
Membuang segala kejahatan dst.? ayat 1 
Merindukan Firman Allah yang murni? ayat 2 
Memiliki hubungan hidup dari sang Batu Hidup? ayat 4 
Berpartisipasi dalam pembangunan rumah rohani? ayat 5 
Melaksanakan fungsi sebagai imam? ayat 9 
Memberitakan perbuatan-perbuatan Allah, termasuk Injil? ayat 9 
Meninggikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Batu Penjuru / Utama? ayat 4
Next Post Previous Post