DARI IMAN KEPADA IMAN (FROM FAITH TO FAITH)
Pdt. DR. Stephen Tong.
Dalam dunia ini banyak faktor yang membedakan umat manusia: kaya-miskin, cerdas-bodoh, dan sebagainya. Namun di dalam kekekalan, manusia hanya dibagi menjadi dua golongan: kaum beriman dan kaum yang tidak beriman. Tetapi bukankah setiap orang beragama disebut orang beriman, maka yang mana? Sebagaimana ditulis oleh seorang penyair: “Aku tidak tahu mengapa ada iman timbuil di dalam hatiku.”
Melalui buku ini kita akan disadarkan bahwa Kristus-lah Pemula dan Penyempurna iman di dalam hidup kita. Dengan pengertian ini, seluruh hidup rohani kita sebagai musafir di dalam dunia yang fana ini menjadi berarti di dalam kekekalan. Hanya karena iman yang dikaruniakan di dalam hidup kita, maka hidup musafir kita ini berlainan dengan mereka yang menuju kebinasaan. Kita memiliki hidup yang berasal dari iman yang menuju kepada iman/DARI IMAN KEPADA IMAN. Dan hanya melalui iman ini, kita mengalahkan dunia.
DARI IMAN KEPADA IMAN (FROM FAITH TO FAITH)– Apa arti ungkapan ini? Ini merupakan bahasa Alkitab yang dapat disejajarkan dengan frasa “dari anugerah kepada anugerah”, “dari kemuliaan kepada kemuliaan”, “dari kekuatan kepada kekuatan”, yang mengajak kita untuk menikmati proses hidup yang berkelimpahan menurut wahyu Tuhan. Konsep “dari iman kepada iman” akan menjadi tidak terlalu sulit dimengerti melalui pembahasan di dalam buku DARI IMAN KEPADA IMAN ini. Kiranya Tuhan memberkati setiap pembaca.
Jakarta, April 2004
Pdt. DR. Stephen Tong.
PENDAHULUAN :
Jika kita meneliti seluruh Kitab Suci, konsep unik Kekristenan ini diungkapkan dengan begitu singkat dan jelas hanya satu kali saja, yaitu di dalam Roma 1:17 ini. Melalui kalimat yang sangat ringkas: “Dari iman kepada iman”, kita akan berusaha menggali sedalam-dalamnya semua prinsip yang terkandung di dalam Kitab Suci berkenaan dengan kehidupan Kristen. Setelah Paulus mengungkapkan tema “dari iman kepada iman”, ia langsung melanjutkan dan menghubungkannya dengan suatu tema yang sudah terungkap dalam Perjanjian Lama, yaitu “orang benar akan hidup oleh iman.” Hal ini sudah tersembunyi di dalam kekekalan dan diwahyukan di dalam sejarah, dan diungkapkan di dalam Kitab-kitab Nabi yang penting. Cetusan kalimat yang pendek ini mulai terungkap dalam tulisan Habakuk (Habakuk 2:4), seorang nabi yang tidak terlalu terkenal – bahkan banyak orang yang sudah puluhan tahun menjadi Kristen pun masih sulit menemukan Kitab Habakuk dalam Alkitab. Kalimat penting ini kemudian dicetuskan kembali dalam Kitab Roma oleh Rasul Paulus, lalu dikonfirmasikan di dalam Kitab Ibrani. Kita juga melihat bahwa seluruh Kitab Suci diterangi oleh kesinambungan prinsip ini, yaitu “orang benar akan hidup oleh iman”, atau dengan kata lain, “dengan iman kita beroleh hidup.”
Kini kita akan melihat beberapa butir topik yang sangat besar dan sangat penting, yang menjiwai seluruh kehidupan Kristen berdasarkan ayat yang telah kita baca ini. Studi seperti ini merupakan studi yang sangat bersifat momentum, karena bukan sekedar mempelajari hal-hal yang sederhana, tetapi sesuatu yang seharusnya berkaitan dan merubah hidup kita. Oleh karena itu, kita harus sungguh-sungguh berdoa supaya ketika kiita mempelajari prinsip-prinsip yang sedemikian penting dari ayat ini, Roh Kudus bekerja menerangi hati dan pikiran kita sehingga kita bisa bertumbuh di dalam Tuhan.
Di sini Paulus berkata bahwa ia mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil. Mengapa demikian? Karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan; menyelamatkan setiap orang yang percaya. Maka orang benar hidup dan bisa hidup karena berdasarkan atau melalui iman kepercayaannya kepada Tuhan. Jadi apa maksudnya “dari iman kepada iman”? Beriman berarti percaya, dan orang yang percaya berarti orang yang beriman. Mengapa tidak cukup satu kali saja? Karena iman atau percaya ini yang membawa seseorang kepada keselamatan dan hidup. Dengan percaya orang diterima oleh Allah dan berkenan kepada Allah (Ibrani 11:6). Dengan percaya, orang menjadi anak-anak Allah; dengan percaya, orang menerima Roh Kudus; dan orang yang percaya akan menerima firman Tuhan (Yohanes 11).
Prinsip percaya ini cukup diwujudkan dan diungkapkan dalam satu ayat, namun di sini Paulus mengatakan: “bertolak dari iman dan memimpin kepada iman.” Di sini klata “iman” muncul dua kali secara bersamaan. Apakah Paulus menggunakan dua kali kata “iman” karena pikun atau kehabisan kata-kata? Tidak! Paulus sedang mengungkapkan suatu rahasia yang belum pernah tertulis dalam Perjanjian Lama oleh nabi-nabi yang lain dan tidak diungkapkan oleh rasul-rasul yang lain. Paulus sendiri hanya satu kali menuliskan untaian kata ini, setelah ia sendiri jelas melihat relasi dua kali pemunculan kata “iman” ini. Sekalipun di dalam pasal 3, muncul kembali konsep yang sama, tetapi tidak diletakkan dalam satu kalimat ringkas seperti di sini. Apa yang ingin diungkapkan oleh Paulus dan diajarkan kepada jemaat di sepanjang sejarah? Marilah kita bersama-sama mempelajari rahasia agung ini.
BAB I : DARI IMAN KEPADA IMAN (FROM FAITH TO FAITH)
IMAN SEBAGAI FONDASI (1)
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.” (Roma 1:16-17)
Surat Roma bukan merupakan surat cinta dari seseorang kepada seorang yang lain. Surat Roma juga bukan surat darurat di mana seseorang yang dalam kesulitan sedang mencari pertolongan orang lain, atau seperti motivasi kita yang menulis surat pada masa kini. Surat Roma adalah sebuah kitab pengupasan prinsip, rencana, dan kuasa Allah di sepanjang sejarah tentang bagaimana Kristus menyelamatkan dunia ini. Maka surat ini mengandung prinsip yang melintasi zaman dan melampaui semua kebudayaan. Kitab ini juga mengandung prinsip-prinsip yang dimiliki oleh iman Kristen, yang sangat berbeda dibandingkan dengan semua agama di dunia.
Karena sedemikian agung, maka kita perlu berlutut di hadapan Tuhan untuk meminta pertolongan Roh Kudus untuk membuka pikiran kita, menggugah telinga rohani kita, dan membongkar hati kita sehingga kita mampu menampung hal ini. Kini kita ingin melihat berbagai dimensi yang kaya dari ayat yang kita baca di atas.
(1) KRISTEN : Agama yang berlandaskan iman.
Agama Kristen berbeda dari semua agama secara kualitatif, bukan secara kuantitatif. Perbedaan yang ada antara Kekristenan dan semua agama lain bukan terletak pada fakta bahwa agama ini lebih baik, lebih banyak, lebih dekat, lebih mayoritas. Bukan demikian! Semua agama tidak bisa terlepas dari usaha dan inisiatif menusia untuk menegakkan jasa manusia yang memadai supaya dapat diterima oleh Allah. Inilah dasar atau fondasi semua agama di luar Kristus. Di dalam Kristus, yang dituntut justru adalah peniadaan jasa. “Mengusahakan jasa” dan “meniadakan jasa” merupakan dua hal yang bersifat antithesis dan mengandung perbedaan yang bersifat kualitatif. Kualitas Kekristenan adalah kualitas penuh di dalam Kristus, sedangkan kualitas agama-agama lain adalah kualitas dari penegakan jasa manusia sampai manusia memiliki cukup syarat untuk diterima oleh Tuhan Allah.
Sekitar 700 tahun sebelum Paulus menulis ayat ini, nabi-nabi sudah memiliki pemikiran demikian. Yesaya 64:6 mengungkapkan: “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor.” Segala sesuatu yang terbaik dari manusia tak lebih bagaikan daun yang layu, yang lenyap karena kejahatannya, dan kemudian dilenyapkan oleh angin. Berarti jasa baik apa pun yang mungkin dicapai oleh manusia, tidak dapat memperkenan Allah.
Katolikisme, setelah berjalan berartus-ratus tahun, tetap tidak melihat bahwa sola gracia (hanya anugerah) merupakan salah satu prinsip iman Kristen yang paling penting. Mereka memikirkan perlunya kerja sama antara anugerah Allah dan jasa perbuatan manusia. Pemikiran demikian ditolak oleh Martin Luther dan Yohanes Calvin. Teologi Reformed dengan jelas mengembalikan iman Kristen ke tulang sumsum Kekristenan dan hanya berpegang pada koridor iman Kristen saja, tanpa mau berkompromi dengan pemikiran lain. Teologi Reformed berusaha menegakkan beton di dalam diri setiap orang Kristen, di dalam jiwa dan kerohanian kita, sehingga kita dapat memiliki pengertian iman Kristen yang setepat mungkin seperti yang diajarkan Kitab Suci.
Jika mungkin bagi kita untuk bisa mempunyai syarat yang cukup dalam memperkenan Allah, lalu untuk apa Kristus harus mati diatas kayu salib? Jika manusia bisa menumpuk jasa perbuatan baik untuk bisa memperkenan Allah, maka kita tidak perlu lagi beriman kepada Yesus Kristus. Memang pengertian yang salah terhadap Teologi Reformed bisa menimbulkan pola hidup yang tidak bertanggung jawab. Ada orang yang berpikir bahwa jika ajaran Reformed tentang sola gracia memang benar, yaitu bahwa saya diselamatkan hanya oleh anugerah tanpa perlu berbuat baik, maka karena sudah diselamatkan, saya tidak perlu berbuat baik lagi dan bisa hidup sesuka hati saya. Orang-orang seperti ini berpikir bahwa iman kepada Kristus sudah cukup dan boleh berbuat sembarangan. Ini adalah akibat sampingan dan bukan pengertian yang benar dari sola gracia. Ini adalah akibat dari salah pengertian terhadap iman Kekristenan. Itu sebabnya, seratus tahun setelah terjadinya Reformasi Martin Luther di Jerman, kondisi kehidupan orang Kristen di sana begitu bobrok moralnya dan rusak perilakunya, karena mereka salah mengerti tentang konsep anugerah dan dibenarkan oleh iman. Hal ini juga terjadi pada zaman sekarang, bahkan akan terjadi pada zaman yang akan datang. Dan ini harus kita cegah. Iman Kristen yang baik dan benar harus tetap berada di dalam dunia.
Paulus berkata “dari iman kepada iman” untuk menegaskan bahwa tidak ada syarat, juga tidak ada suatu jasa atau perbuatan baik dari manusia yang dapat membuat kita memenuhi tuntutan hukum Allah dan berkenan kepada-Nya. Tidak ada suatu moralitas atau etika yang memadai, dan juga tidak ada amal atau sedekah kita yang bisa membuat kita cukup syarat untuk memperkenan hati Tuhan Allah. Jangan kita berpikir bahwa dengan menolong orang miskin kita dapat diterima di sorga, seolah-olah Tuhan Allah kekurangan uang untuk menolong orang lain, sehingga Tuhan memandang tindakan kita itu sebagai jasa yang harus diperhitungkan untuk membawa kita ke sorga.
Sebaliknya, ketika seorang beriman berkata bahwa iman saja sudah cukup, sehingga tidak perlu lagi berbuat baik, tidak perlu memiliki moralitas yang tinggi, tidak perlu menolong orang lain, maka sebenarnya pemikiran ini sudah mempunyai benih yang baik untuk bertumbuh, namun mati sebelum berbuah. Dari suatu buah kita dapat memakan daging buahnya, dan dari bijinya kita mendapatkan benih untuk di tanam. Biji dan benih itu untuk ditanam agar bertumbuh dan berbuah lagi, sehingga kita bisa kembali memakan buahnya, tetapi jangan memakan bijinya, sehingga ada benih yang bisa ditanam lagi untuk kembali menghasilkan buah. Ini namanya sirkulasi hidup. Allah membuat buah yang enak dan lunak untuk dimakan, tetapi biji yang keras tidak untuk dimakan. Benih Injil merupakan iman, tetapi iman itu tidak boleh mati di dalam, sebaliknya harus menghasilkan buah di luar. Jadi, jika kita mengatakan “bukan karena jasa, saya diselamatkan oleh Tuhan”, lalu dengan apa kita diselamatkan? Dengan iman! Iman kepada siapa? Jawabannya ialah: iman kepada jasa Kristus. Ini suatu pengertian yang benar: melalui iman kepercayaan kepada Kristus kita diselamatkan. Maka jasa yang dilihat oleh Allah bukanlah jasa Saudara dan saya, tetapi jasa penebusan Kristus yang merangkul dan menaungi kita. Barangsiapa berada di dalam anugerah Kristus, ia berada di dalam anugerah keselamatan. Barangsiapa di dalam Kristus, ia berada di dalam pemeliharaan yang kekal, yaitu rencana penebusan Tuhan Allah, karena darah Yesus membungkus dia, kematian Yesus membawa dia kembali kepada Tuhan Allah. Iman di dalam Kristus, itulah pengertian keselamatan yang sejati.
Tetapi jika Saudara mengatakan bahwa Saudara sudah beriman dan mendapatkan keselamatan di dalam Kristus, sehingga boleh berbuat semaunya, itu justru menunjukkan bahwa Saudara belum berada di dalam Kristus! Karena orang yang benar-benar sudah berada di dalam Kristus, ia bagaikan benih yang sudah memiliki hidup, yang bertumbuh dan berbuah. Itu sebabnya, orang Kristen yang sejati pasti mempunyai kelakuan yang baik. Tetapi orang yang mempunyai kelakuan yang baik belum tentu seorang Kristen yang sejati. Orang Kristen sejati terjadi karena ia diselamatkan, sehingga ia bisa menghasilkan etika yang tinggi. Orang yang menolak Kristus, lalu membanggakan etika yang mereka anggap tinggi berdasarkan prinsip mereka sendiri, tidak diselamatkan oleh Tuhan Allah. Inilah prinsip yang penting dari iman Kristen, yang sangat berbeda secara kualitatif dari agama-agama lain. Inilah yang kita sebut dengan The Uniqueness of Christianity (Keunikan Kekristenan).
Keunikan Kekristenan berdasarkan iman kepada Kristus, bukan berdasarkan penegakan jasa kita sehingga kita bisa diterima oleh oleh Tuhan sebagai syarat untuk memperoleh keselamatan. Di sini kita melihat bagaimana konsep “dari iman kepada iman” menjadi prinsip dasar yang merupakan fondasi Kekristenan. Bukan dengan uang, bukan dengan jasa, bukan dengan kebajikan, melainkan dengan iman. Bukan dengan kontribusi manusia, bukan dengan iman yang tertuju kepada diri sendiri, melainkan iman yang tertuju kepada Yesus Kristus. Kembali perlu ditegaskan perbedaan kualitatif antara iman Kristen yang sejati dengan agama-agama lain, yaitu agama-agama yang menegakkan upaya jasa manusia untuk mendapatkan keselamatan, sedangkan iman Kristen meniadakan jasa manusia di dalam mendapatkan keselamatan.
Pemahaman bahwa jika Saudara berpuasa, maka Saudara sedang menumpuk jasa di hadapan Tuhan, bahwa Saudara menjadi semakin dekat dengan Tuhan, dan semakin berkenan kepada Tuhan, merupakan pemahaman agama-agama manusia. Agama Kristen justru menegaskan bahwa puasa bukannya menjadikan manusia dekat dengan Tuhan, sebaliknya puasa adalah pengakuan bahwa ia tidak mempunyai kekuatan apa-apa dan tidak bisa bersandar pada siapa pun, kecuali memohon belas kasihan dan anugerah Allah. Melalui puasa ia menghindarkan diri dari kemegahan semu yang ada di dalam dunia ini. Dengan berpuasa ia menyadari betapa lemahnya dia, sehingga ia harus banyak berdoa dan bersandar kepada Tuhan, karena sadar tanpa itu ia tidak mungkin bisa hidup benar di dunia ini. Jika sebagai seorang Kristen Saudara berpuasa untuk mencari berkat Allah atau mencari keuntungan bagi diri sendiri, atau untuk menonjolkan diri, bahwa Saudara lebih suci daripada orang lain, maka itu puasa yang tidak benar. Tetapi jika puasa adalah suatu peniadaan jasa diri sendiri, suatu pengakuan bahwa diri kita tidak memiliki apa-apa, tidak mampu dan lemah, sehingga kita hanya bersandar kepada Tuhan, maka itulah puasa yang benar. Ini yang membedakan puasa Kristen dari puasa agama lain. Inilah keunikan iman Kristen yang membedakannya dari semua agama yang lain.
(2) Empat Presuposisi Iman Yang Salah
“Dari iman kepada iman” berarti, untuk datang klepada Tuhan, tidak ada perantara lain, kecuali berdasarkan iman kepercayaan itu sendiri, yang kemudian membawa kepada iman yang selanjutnya. Metode ini sangat penting dalam iman Kristen. Di dalam apologetika saya, saya telah membandingkan metode ini dengan berbagai metode yang dipakai manusia dengan otak mereka yang sudah jatuh ke dalam dosa tetapi menganggap diri pandai. Jikalau Saudara membaca bagian akhir Roma 1, Saudara akan mendapati orang-orang yang menganggap dirinya pandai, namun sebenarnya adalah orang yang sangat bodoh. Orang yang bodoh selalu menganggap diri tidak bodoh, sehingga dia bisa terus bodoh. Orang yang pandai selalu merasa diri kurang pandai, sehingga ia selalu bisa lebih pandai lagi. Orang yang tidak mengerti kalimat ini, lebih bodoh lagi. Orang yang merasa dirinya pandai, menilai diri sengan standar yang berada di bawah dirinya. Ini adalah suatu prinsip dasar dan ukuran yang tidak benar. Seseorang mengatakan, “Tinggi saya 2 meter”, tetapi ternyata ia menggunakan ukuran yang salah. Jika kemudian ia mengatakanbahwa ia lebih tinggi lagi, karena sekarang tingginya menjadi 3 meter, itujelas menunjukkan ia menggunakan ukuran yang salah. Ukuran yang salah tidakboleh dijadikan patokan. Ketika seseorang mengukur dengan menggunakan ukuranyang salah ia akan beranggapan seluruh dunia salah, padahal yang salah adalahpengukurnya. Prinsip dasar itu begitu penting. Jika prinsip dasar ini sudah digerogoti, diselewengkan atau dirusakkan, lalu prinsip dasar yang salah inidipakai untuk mengukur, maka semua hasilnya akan salah. Itu sebabnya. Melalui “dari iman kepada iman” kita mendapatkan prinsip dasar yang benar untuk datangkepada Tuhan Allah.
Kita melihat begitu banyak orang yang memiliki presuposisi yang dibangun berdasarkan pemikiran atau rasio manusia yang sudah dirusak oleh dosa. Presuposisi ini dibangun dengan asumsi bahwa manusia menentukan segala sesuatu berdasarkan kriteria yang dia bangun. Ia akan mengatakan: “Jika engkau menginginkan saya percaya kepada Allah, coba tolong tunjukkan atau perlihatkan Allah itu kepada saya.” Ia beranggapan kalau ia bisa melihat Allah, maka ia akan percaya. Ada rekan yang menganggap prinsip atau presuposisi ini sudah benar, lalu mengejek orang Kristen dengan berkata: “Omong kosong, tiap minggu mendengar khotbah tetapi tidak pernah melihat Allah. Lebih baik ke kelenteng, masih bisa kelihatan Toa Pek Kong. Kalau di agama-agama masih ada patung-patung yang bisa dilihat, di gereja hanya kelihatan kipas angin dan speaker, tetapi pendetanya teriak-teriak tentang Allah. Coba tunjukkan mana Allah orang Kristen, baru saya mau percaya.Tunjukkan Yesus, dan kalau saya sudah melihatnya, maka saya akan percaya.” Itu sebabnya banyak orang berbondong-bondong pergi ke Lourdes, atau salah satu bukit di Filipina, di mana dikatakan Maria pernah menampakkan diri di situ. Lalu orang beranggapan itulah iman. “Karena saya telah melihat dengan mata kepala saya sendiri. Mana mungkin saya tidak percaya kalau sudah melihat sendiri?”
Pada saat ini, saya tidak akan berbicara tentang ada atau tidaknya mujizat, karena kalau masuk ke dalam pembicaraan itu, kita akan keluar dari topik utama, sehingga akan membuat pembicaraan tidak terfokus. Kita percaya Allah itu hidup dan kita percaya Allah bisa melakukan mujizat. Kita percaya bahwa tanda ajaib yang benar dari Allah bisa dipertanggungjawabkan, dan mujizat masih tetap ada hingga masa kini. Tetapi saya ingin mengajak Saudara memikirkan apakah iman harus ditegakkan di atas dasar seperti itu (di atas dasar mujizat, pengalaman, penglihatan, dll)? Kepercayaan Kristen tidak didirikan di atas dasar mimpi atau mujizat, tidak juga didasarkan pada penglihatan-penglihatan mata fisik yang ada pada kita. Tidak diragukan bahwa kemungkinan itu bisa terjadi, tetapi iman harus didasarkan di atas iman!
BAB I : DARI IMAN KEPADA IMAN (FROM FAITH TO FAITH)
IMAN SEBAGAI FONDASI (2)
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.” (Roma 1:16-17)
Apakah maksudnya ketika dikatakan bahwa iman harus didasarkan di atas iman? Di sini Paulus menyatakan satu ungkapan yang sangat agung dan penting, yaitu “dari iman kepada iman.” Ketika bertemu dengan dia di sorga nanti, saya akan menanyakan mengapa ia hanya satu kali menuliskan ungkapan ini. Mungkin dia akan menjawab saya dengan mengatakan bahwa Roh Kudus hanya menggerakkan dia satu kali. Banyak orang ketika membaca ayat ini, melewatkannya begitu saja. Seolah-olah suatu ayat yang begitu sederhana dan mudah dimengerti, atau bahkan dianggap tidak memiliki pengertian yang penting di dalamnya. Mungkin Saudara bisa menjadi penafsir Kitab Suci semaunya. Tetapi walaupun Paulus hanya sekali menulis hal ini di sini, ia ingin menekankan bahwa sangat penting bagi seseorang untuk beriman, dasarnya adalah iman, dan bukan yang lain. Beriman kepada Tuhan, tidak didasarkan pada apa yang kelihatan; kita beriman bukan karena sudah melihat dulu. Beriman kepada Tuhan bukan didasarkan pada pengalaman atau hal-hal yang lain. Di sini kita akan melihat empat kesalahan metode iman yang mungkin timbul di dalam dunia agama, mengenaikeallahan dan keimanan kepada Dia.
a. Iman Berdasarkan Penglihatan : “Jika saya melihat, saya akan percaya.”
Kalau saya bisa melihat Allah, maka saya akan percaya kepada Allah. Ini berarti iman itu dibangun di atas penglihatan atau apa yang bisa kita lihat secara kasat mata. Maka apa yang tidak bisa saya lihat, tidak akan bisa saya percayai. Jika saya tidak bisa melihat Allah, maka saya tidak akan percaya kepada Allah itu. Ini adalah butir pertama yang paling sering kita akan hadapi dan dengar pada saat kita mengabarkan Injil. Sebelum kita menjadi orang Kristen, kita sendiri begitu sulit menjadi orang Kristen.Tetapi setelah kita menjadi orang Kristen, kita begitu ingin orang lain cepat-cepat menjadi orang Kristen. Lalu pada saat kita ingin membawa mereka mengenal Kekristenan, kita merasa begitu sulit untuk membawa mereka menjadi Kristen. Kita melihat mereka begitu keras, tidak mau mendengar dan tidak mau percaya kepada apa yang kita katakan. Ia akan mengatakan bahwa apa yang engkau mau percaya silahkan saja, tetapi jangan paksa saya untuk percaya, karena pengalamanmu bukan pengalamanku.
Ketika kita memberitakan Injil, kita akan menghadapi hambatan pertama, yaitu ia minta kita menunjukkan Allah kepadanya, karena ia tidak mau menerima teori kita. Waktu terjadi seperti itu, kita bisa tergoda untuk berdoa kepada Tuhan dan meminta Tuhan menyatakan diri kepadanya.Tetapi Tuhan Yesus berkata kepada Thomas: “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” (Yohanes 20:29b). Orang-orang yang membangun imannya berdasarkanpengalaman dan penglihatan, tidak akan berani mengkhotbahkan ayat ini. Orang yang telah menegakkan iman di atas penglihatan, tidak berani mengombinasikan dan menyelaraskan seluruh pengertian Alkitab secara lengkap dan teliti, karena mereka minta kalau boleh Kitab Suci diubah supaya Allah menyatakan kuasa yang bisa mereka lihat agar mereka bisa percaya. Dalam konsep mereka, Allah yang harus menyatakan kuasa-Nya, memperlihatkan diri-Nya dan menyatakan wujud-Nya,mendemonstrasikan kemuliaan-Nya, sehingga semua orang melihat. Dan setelah mereka melihat, maka mereka akan percaya. Tetapi Tuhan diam.
Orang Kristen seringkali berpikir sebaiknyaTuhan Allah tidak terlalu kaku, khususnya di dunia yang semakin sulit untuk menginjili, biarlah orang melihat Tuhan, maka pasti mereka akan percaya. Tetapi kalau orang memaksa seperti itu, nanti yang muncul bukanlah Allah yang sejati, tetapi allah yang lain. Celaka! Akhirnya hal itu membuat orang Kristen merasa pergi ke gereja tidak terlalu penting, tetapi ke Lourdes itu lebih penting; atau membaca dan mengerti Alkitab itu tidak terlalu penting, tetapi ke tempat di mana di situ pernah ada pengalaman penglihatan adalah hal yang lebih penting. Akhirnya engkau menyembah tempat itu atau peristiwa itu. Maka iman mereka mulai bergeser dari Allah kepada suatu tempat atau peristiwa tertentu. Ini merupakan suatu bahaya yang luar biasa. Sekalipun mujizat ada, itu hanya untuk memberitahukan kepada kita bahwa Allah masih bekerja dan hal super-natural tidak boleh diabaikan. Sampai tahap ini kita harus berhenti. Jika di suatu tempat pernah terjadi (dan andaikata memang benar terjadi), hal itumengajar kita bahwa hal-hal super-natural tidak boleh diabaikan, dan berhenti di situ. Namun bukan berarti dengan adanya hal super-natural maka iman kita akan menjadi beres.
Jika Saudara pergi ke Montreal di Kanada, coba Saudara sempatkan untuk pergi ke sebuah gereja yang sangat besar di atas bukit, yang bernama St. Joseph. Di dalam gereja itu ada satu sudut yang didalamnya terdapat lebih dari seratus pasang tongkat yang pernah dipakai untukmenopang orang yang timpang, yang katanya disembuhkan oleh Yusuf, yaitu ayah jasmani dari Tuhan Yesus ketika di dunia. Mereka begitu percaya bahwa Yusuf yang kemudian menikah dengan Maria yang menjadi ibu Tuhan Yesus, mempunyai kuasa yang begitu besar, sehingga jika berdoa di gereja tersebut, dengan lilin-lilin yang dipasang, dan memberikan persembahan di situ, maka orang yang timpang ketika pulang sudah tidak perlu memakai tongkat lagi. Lalu tongkat-tongkat itu digantungkan di sudut gereja itu, sampai saya lihat sendiri ada lebih dari seratus pasang. Ada mujizat, maka mereka percaya kepadaTuhan Allah. Saya percaya Tuihan bisa memakai cara apa pun yang dikehendaki-Nya untuk membawa engkau selangkah demi selangkah mengenal Dia. Namun kita jangan lupa bahwa Tuhan Yesus berkata bahwa kita tidak boleh beriman karena melihat, tetapi karena firman. Jangan beriman karena mujizat, apalagi karena mencari“roti”, tetapi hendaknya kita beriman kepada Roti Hidup, yaitu Kristus sendiri. Iman harus diutujukan kepada Kristus, bukan kepada kekuatan yang pernah dinyatakan oleh Kristus.
Jikalau Saudara beriman karena melihat sesuatu dan itu merupakan landasan iman bagi Saudara, maka itu disebut: “dari penglihatan kepada iman.” Dimulai dari apa yang kita lihat, baru kemudian membawa kita kepada kepercayaan. Tetapi Alkitab mengajarkan “dari iman kepada iman.” Silahkan cari dan bandingkan semua kaset atau buku di Indonesia yang membicarakan ayat ini, dan kita akan melihat betapa banyak orang yang tidakmempedulikan kedalaman ayat ini, sehingga meloloskannya dari penafsiran yang teliti dan mendalam. Kita justru ingin agar Saudara semua bisa lebih mendalam mengerti kekayaan dan keunikan iman Kristen. Metode “dari iman kepada iman” merupakan metode yang tidak pernah dilalaikan oleh Kitab Suci, dan metode yang kokoh ini menggugurkan presuposisi “dari penglihatan kepada iman.” Semua yang pernah engkau lihat biarlah itu menjadi tanda super-natural yang memang mungkin terjadi, tetapi segeralah kembali kepada firman. Jika engkau terus membanggakan apa yang engkau lihat, lalu engkau terus bersaksi tentang apa yang engkau lihat, akhirnya seumur hidupimanmu tidak akan maju. Tetapi jika engkau kembali kepada firman, maka pertumbuhan yang stabil dan menyeluruh di dalam iman Kristen bisa terjadi di dalam hidupmu.
Jika orang mengatakan bahwa ia baru bisa beriman setelah melihat, berapa besarkah ia bisa mempercayai matanya bahwa ia sudah melihat Allah? Bagaimana ia bisa mengetahui bahwa yang ia lihat itu adalah Allah? Dan seberapa besar iman orang yang telah melihat Allah dan kuasa-Nya? Salah satu contoh yang penting untuk ini bisa kita lihat dalam peristiwa kebangkitan Lazarus. Dalam peristiwa ini, Yesus mendemonstrasikan keilahian dan kuasa kebangkitan yang Ia miliki untuk membuktikan bahwa Dia adalah Allah. Seharusnya, setiap orang yang melihat peristiwa itu tersungkur dan percaya kepada Yesus, yang adalah Allah yang berinkarnasi. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Musuh-musuh Yesus berkomplot untuk membunuh Yesus. Di sini kita melihat kegagalan melihat. Mereka sudah melihat, tetapi mereka tidak bisa melihat. Itu sebabnya, Alkitab tidak percaya bahwa jika seseorang sudah melihat ia akan percaya. Itu suatu asumsi yang mustahil. Kalau seseorang bisa percaya, itu karena Tuhan Allah memberikan benih iman ke dalam hatinya. Sehingga setelah melihat, ia dibawa dari melihat kepada firman yang merupakan benih iman, dan membawanya beriman kepada Tuhan Allah.
b. Iman Berdasarkan Pengalaman : “Jika saya mengalami, saya akan percaya.”
Prinsip kedua yang salah akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa, adalah iman yang dibangun berdasarkan pengalaman. Mereka yang tidak percaya berdalih, “Saya tidak mengalami apa-apa; jika saya mengalami maka saya akan percaya.” “Saya tidak akan percaya, jika saya tidak mengalami apa-apa.” Kalimat-kalimat ini muncul dari suatu konsep yang salah di dalam beriman. Pemikiran ini seolah-olah tidak terlalu salah, namun jika iman didasarkan pada pengalaman, maka iman Saudara akan disetir dan diarahkan oleh pengalaman. Ketika Saudara berkata, “Jika saya mengalami, saya akan beriman; Jika saya tidak mengalami, saya tidak akan beriman,” itu berarti iman Saudara didasarkan pada fondasi pengalaman. Akibatnya, jika pengalaman Saudara berubah, seluruh sendi iman Saudara pun akan goncang. Mungkin Saudara mengatakan: “Saya mengalami begitu baiknya Tuhan kepadaku, saya sungguh merasakan hal itu, oleh karena itu saya percaya.” Segera setelah percaya kepada Yesus, saya mengalami keuntungan tiga kali lipat. Saya mengalami kuasa menjadi OKB (Orang Kaya Baru). Setelah itu saya terus untung luar biasa,sehingga semakin makmur dan kaya. Namun, beberapa tahun kemudian pengalaman itu tidak terulang lagi. Pengalaman kejayaan masa lampau itu tidak terjadi lagi. Maka Saudara mulai berpikir bahwa apa yang dulu Saudara alami hanyalah suatu kebetulan, sehingga sebenarnya tidak ada kaitannya dengan iman, hanya saja Saudara menganggap itu sebagai anugerah Tuhan. Saudara juga berpikir: “Apalagi dulu, pemerintah begitu mudah memberikan fasilitas keuangan, sehingga saya bisa mendapatkan banyak keuntungan darinya. Tetapi sekarang semua peraturan keuangan begitu ketat dan saya sulit untuk mendapatkan keuntungan seperti dulu.” Maka, Saudara akhirnya berdoa lagi, dan kini konsep iman Saudara berubah. Saudara mulai berpikir bahwa Tuhan ini adalahTuhan yang angin-anginan, yang tidak konsisten, yang berubah-ubah, terkadang memberi berkat, terkadang mempersulit orang. Maka, mungkin Saudara mulai berpikir, bagaimana kalau pindah ke kelenteng saja. Lalu, setelah Saudara pindah ke kelenteng, Saudara menjadi kaya lagi. Lalu Saudara mulai berpikir, kalau begitu tuhan yang ini lebih baik ketimbang Tuhan yang itu. Beberapa tahun kemudian, Saudara bangkrut lagi, lalu pindah lagi ke agama lain.
Di sini kita melihat, jika agama dan iman Saudara didirikan di atas dasar pengalaman, sebenarnya Saudara bukan sedang berbakti kepada Allah, tetapi sedang bersembah sujud pada pengalaman yang terjadi oleh anugerah. Itu bukan Kekristenan yang Alkitabiah. Kekristenan dari sejak permulaan menyatakan kepada kita bahwa orang yang mengikut Yesus, bisa dibunuh dengan pedang, dipenggal kepalanya, dipenjara, atau dipaku terbalik di kayu salib. Tetapi Alkitab juga menyatakan bahwa semua pengalaman seperti itu sama sekali tidak mempengaruhi iman kepercayaan mereka kepada Tuhan Yesus Kristus.
Mengapa saya harus dengan keras menyatakan hal ini? Karena kita harus menyeimbangkan ketimpangan yang sedang terjadi di zaman ini. Jika kita tidak mengerjakan pembangunan iman seperti ini dengan setia, Kekristenan akan berubah sifat di tengah tantangan dan arus zaman ini. Zaman ini adalah zaman yang sangat membahayakan, zaman di mana konsep Kekristenan sedang mau dicampur-adukkan dengan berbagai filsafat dan pemikiran manusia. Banyak orang mengaku Kristen, tetapi yang dikerjakan adalah kebatinan, mistik, dan paham new age, yang samasekali bukan Kristen. Bahkan mereka merasa seolah-olah mereka adalah orang Kristen yang baik dan memiliki iman yang lebih unggul.
Benarkah metode “dari pengalaman menuju iman”? Tidak! Alkitab tidak pernah mengajarkan kita untuk membangun iman diatas dasar pengalaman. Iman ditegakkan di atas dasar iman. Mengapa iman harus didasarkan atas iman? Karena jika iman yang pertama merupakan dasar, iman berikutnya merupakan pertumbuhan. Lalu dari mana datangnya iman yang pertama itu? Hal ini akan kita bahas di bab-bab berikutnya. Kita perlu secara perlahan-lahan dan teliti mengerti firman Tuhan. Mengapa ketika mempelajari tentang Einstein kita harus membuka banyak kamus dan tafsiran fisika, dan setelah mempelajarinya, akhirnya kita baru sadar bahwa ternyata kita tidak cukup pandai untuk mengerti Einstein. Tetapi ketika kita belajar Alkitab kita mau instan, cepat, dan dalam tiga bulan sudah mau menjadi pendeta? Orang yang ingin menjadi dokter, harus belajar ilmu kedokteran selama bertahun-tahun, baru akhirnya bisa lulus menjadi dokter; tetapi kemudian selama beberapa bulan belajar teologi, ia mengatakan sekarang ia sudah tidak lagi menjadi seorang dokter, melainkan sudah menjadi pendeta. Ini bukan pendeta, tetapi pendusta! Akhir-akhir ini, Kekristenan banyak dirusak oleh pendusta-pendusta demikian, dimana mereka sendiri tidak mempelajari Alkitab dengan baik, namun berani sembarangan menafsirkan Alkitab dengan bertamengkan kepenuhan Roh Kudus. Ini justru adalah ajaran setan, bukan dari Tuhan.
Bukan dari pengalaman kepada iman, tetapi dari iman kepada iman., Kita percaya kepada Tuhan, karena Tuhan memberikan cahaya firman-Nya ke dalam hati kita, sehingga Ia menyatakan segala kuasa dan karya-Nya yang di dalamnya mengandung iman yang pertama, yang membawa kita kepada iman kepada Kristus.
Pada saat ini kita sebenarnya bisa mendengar orang sedang berbicara bahasa Inggris dengan fasih di tempat di mana kita berada. Mungkin Saudara mengatakan, “Mana mungkin?” Nah, silahkan Saudara menyalakan televisi atau radio Saudara dan menyetel gelombang dari BBC maka ada siaran dari Inggris dalam televisi Saudara, yang ditangkap dari gelombang yang berjalan atau berada di dalam ruangan di mana Saudara berada. Tanpa televisi atau radio, kita tidak bisa menangkap suara tersebut, tetapi itu bukan berarti suara tersebut tidak ada. Hanya saja, telinga kita tidak mampu mengambil pengalaman tersebut, karena telinga kita terbatas, mata kita terbatas, dan perasaan kita pun terbatas. Jika kita mengatakan kita baru mau percaya kalau telah melihat, maka kita telah memperilah mata kita. Lalu Saudara berani mengatakan bahwa Saudara hanya mau percaya kepada Allah berdasarkan pengalaman Saudara. Itu bagaikan seorang anak kecil yang membawa sebaskom air laut dan berkata bahwa ia telah membawa samudra ke rumahnya. Kita harus menyadari bahwa bagaimana pun besarnya pengalaman kita, pengalaman itu tetap terlalu kurang untuk bisamenyatakan diri Allah. Saya sudah berkhotbah 35 tahun, tetapi saya tetap mengatakan kepada Saudara bahwa itu masih terlalu kurang. Nanti kalau kita sudah di sorga, kita akan menyadari betapa kayanya kebenaran firman Tuhan dan yang bisa kita gali dari firman Tuhan mungkin beribu-ribu kali lebih kaya dan lebih dalam dari apa yang telah kita lakukan selama ini. Itu sebabnya, kalau orang yang tidak mengerti, lalu berani sembarangan berkhotbah atau sembarangan beriman, itu sungguh sangat disayangkan.
Saya bukan ingin menakut-nakuti Saudara atau membuat Saudara rendah diri. Sekalipun apa yang Saudara ketahui itu sedikit, jika itu benar, silahkan katakan, tidak perlu takut. Tetapi sekalipun Saudara mengetahui banyak, jika tanpa prinsip yang benar, sedikit pun jangan Saudara katakan. Kegiatan-kegiatan yang banyak tidak otomatis membawa orang kepada kebenaran, tetapi hanya akan membuat orang memiliki pengetahuan yang tidak tentu benar.
c. Iman Berdasarkan Bukti : “Jika ada buktinya, saya akan percaya.”
Pemahaman ketiga yang salah adalah mendasarkan iman di atas bukti. Jika Saudara dapat membuktikan adanya Allah, maka saya mau percaya. Jika Saudara meneliti perkembangan abad ke-20 di dalam lingkup Filsafat Linguistik, Saudara akan mengetahui bahwa setiap istilah yang dipakai manusia, selalu mengandung unsur subyektivitas yang berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Dua orang berkelahi dan berseteru dengan sengit, karena ternyata keduanya menggunakan istilah yang sama, namun dengan pengertian yang berbeda.
Istilah esensi (essence) yang dipakai oleh Immanuel Kant dalam bukunya Critiques of the Pure Reason, samasekali berbeda dengan istilah yang sama yang dipakai oleh Baruch Spinoza, seorang filsuf di Amsterdam, sekitar 200 tahun yang lalu. Meskipun kedua filsuf besar ini menggunakan istilah yang sama, tetapi istilah esensi dalam buku Kant identik dengan istilah substansi dalam pemikiran Spinoza. Sebaliknya, istilah esensi dalam pemikiran Spinoza adalah substansi dalam pemikiran Kant. Orang yang belajar filsafat lalu merasa mengerti, kemudian mempersamakan istilah esensi dari Kant dengan istilah yang sama dari Spinoza, akan mendapatkan kesimpulan yang salah. Ini menunjukkan orang ini belum cukup belajar mengenal kedua tokoh besar tersebut.
Demikian juga di dalam gereja banyak orang menggunakan istilah yang sama, tetapi pengertian mereka jauh berbeda satu dengan yang lain. Sekalipun sama-sama berkata-kata tentang Roh Kudus, tetapi apa yang sering dikhotbahkan oleh gereja-gereja saat ini tentang Roh Kudus sangat jauh berbeda dari apa yang diajarkan dalam Alkitab. Roh Kudus yang dinyatakan di dalam Alkitab adalah Roh Kudus yang memimpin manusia masuk ke dalam kebenaran, memberikan kepada manusia hidup baru, menyebabkan timbulnya pertobatan yang sejati, dan menjadi Roh Kebenaran yang tinggal di dalam hati manusia sehingga membuat dia lebih dekat dengan Kristus. Roh Kudus dalam banyak gereja yang lain adalah roh yang mengakibatkan terjadinya tubuh gemetar, ucapan-ucapan yang aneh, menyebabkan orang terjatuh-jatuh, bahkan tertawa-tawa. Mereka mengatakan kalau tidak jatuh berarti tidak ada Roh Kudus; atau kalau tidak tertawa – seperti kerasukan – berarti tidak ada Roh Kudus. Itu sebabnya, setiap terminologi (istilah) yang kita pakai, harus kita mengerti dengan tepat artinya. Kalau tidak, kita hanya menganggap itu sesuatu yang benar tanpa kita mengetahui apa dasarnya bahwa itu benar.
Jika orang mengatakan, “Coba buktikan Allah!” Bagaimana Allah bisa dibuktikan? Jika Allah bisa dibuktikan, berarti bukti itu bisa melingkupi atau menguasai Allah. Jika bukti bisa melingkupi Allah, maka Allah akan menjadi lebih kecil dari bukti, dan bukti menjadi lebih besar dan lebih tinggi kedudukannya dari Allah. Manusia terlalu sembrono, ketika ia berani mengatakan bahwa kalau tidak bisa membuktikan Allah , maka ia tidak mau percaya.
Suatu pagi Saudara berjalan di tepi pantai, dan Saudara heran, mengapa di pagi buta seperti ini sudah ada telapak kaki yang berada di pantai. Telapak kaki itu cukup besar dan lebar-lebar jarak jarinya.Telapak yang satu berjari lima, yang lain berjari empat. Lalu Saudara mengatakan bahwa jejak telapak kaki di pasir itu membuktikan bahwa tadi ada orang yang berjalan menyusuri pantai, dan kemungkinan satu jari kakinya dipotong atau terpotong. Ketika melihat jarak jari kakinya yang lebar, Saudara menyimpulkan bahwa orang itu jarang memakai sepatu. Saudara mulai membuat argumentasi berdasarkan bukti-bukti (evidensi) yang ada. Saudara menyusun cerita Saudara berdasarkan bukti-bukti dari jejak telapak kaki yang ada. Tetapi jika ini diargumentasikan, sebenarnya semua itu tidak ada artinya sama sekali, karena yang ada hanyalah fenomena belaka, bukan barang bukti itu sendiri. Tanda jejak kaki tidak sama dengan kaki. Maka ini bukanlah bukti. Tanda tidak sama dengan bukti. Tidak ada barang bukti yang ditinggalkan. Kalau pada saat Saudara berjalan menelusuri jejak itu, lalu menemukan sepucuk pistol tergeletak disitu, maka pistol itu adalah barang bukti. Jejak kaki itu hanya menandakan bahwa tadi ada orang yang lewat, tetapi tidak bisa memberikan bukti apa pun. Disini kita melihat bagaimana pengalaman-pengalaman kita terlalu kecil untuk menjadi suatu bukti. Maka sangatlah tidak mungkin kalau kita meminta bukti dulu, baru kita bisa percaya.
d. Iman Berdasarkan Logika : “Jika masuk akal, saya akan percaya.”
Orang-orang ini beralasan bahwa kalau cukup logis barulah mereka mau percaya. Pola ini biasanya dipegang oleh anak-anak muda yang berusia antara 16 hingga 20 tahun. Ini adalah format dari remaja dan pemuda,di mana mereka merasa otak mereka sedang bertumbuh dan bekerja dengan hebat, dan merasa lebih pandai daripada orang lain. Saya sudah SMA, berarti Sekolah Menengah Atas, bukan lagi Taman Kanak-kanak. Apalagi kalau sudah universitas, mereka akan merasa diri mereka begitu pandai, bahkan lebih pandai dari siapa pun. Lalu mereka mulai berdebat dengan setiap orang. Mereka berargumen : kalau logis baru saya bisa percaya. Mana mungkin ada Allah, mari kita diskusikan dan lihat apakah logis kalau kita percaya kepada Allah.
Ketika saya berusia 17 tahun, logika saya tidak kalah dibandingkan dengan teman-teman sebaya saya. Saya sudah membaca banyak buku filsafat; saya mempelajari tentang Karl Marx, Stalin, Kierkegaard; tentang konsep Dialektika-materialisme, Komunisme, Ateisme, dan Eksistenmsialisme, lalu saya mengajak banyak orang untuk berdebat. Pendeta-pendeta terdiam ketika saya ajak berdebat. Banyak pendeta takut kalau diadakan forum tanya jawab, apalagi harus menjawab pertanyaan saya. Ketika saya bertanya, dia mengatakan, “Ya, nanti Tuhan yang akan menjawab kamu.” Lalu mereka menuduh saya kurang beriman. Dalam hati, saya katakan: “Kamu yang tidak mampu menjawab, mengapa mengatakan saya kurang beriman?” Bahkan ada orang Kristen yang mengatakan: “Setan, keluar dari pikiranmu! Ke gereja adalah untuk berbakti, bukan bertanya-tanya terus.” Saya menengok ke kanan dan ke kiri, dan tidak ada setan di situ, berarti ia sedang mengatakan bahwa sayalah setannya. Maka saya keluar dari gereja. Hampir saja saya tidak kembali lagi ke gereja seumur hidup saya. Saya hampir menjadi orang yang melawan gereja. Mengapa? Karena pendeta tidak mau menjawab pertanyaan saya. Coba buktikan, coba debat, coba lakukan pengujian rasional! Nah, kalian tidak bisa menjawab! Maka saya merasa cukup alasan untuk tidak perlu percaya kepada Allah. Saat ini banyak orang yang sangat menekankan logika berpandangan bahwa Kekristenan tidak mengerti apa-apa.
Beberapa waktu yang lalu, ada seseorang dari RRC datang ke Indonesia. Ketika diajak ke gereja dia menolak, karena dia menganggap agama Kristen sudah terlalu kuno dan tidak cocok lagi bagi pergumulan di abad ke-20. Dalam konsep kebanyakan orang komunis, agama itu tidak ilmiah, tidak logis, dan tidak mampu menghadapi perdebatan. Agama itu tidak mau mernggunakan rasio, agama itu hanya sebuah takhayul dan omong kosong. Namun, saya yang begitu sulit menjadi orang Kristen, akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri untuk melayani perdebatan orang-orang yang memiliki rasio yang kuat dan berintelektualitas tinggi. Satu per satu mereka harus ditundukkan untuk mengenal Injil. Memang, kita meyakini bahwa bukan dengan perdebatan rasional manusia menjadi percaya, melainkan melalui rasio dan argumentasi kita membawa mereka kepada Firman dan memperhadapkan mereka kepada Firman. Saya harap Saudara tidak salah mengerti.Jika Saudara menjadi Kristen karena mengalami kesembuhan, saya tidak menyangkal atau menentang kesembuhan yang Saudara alami dan yang membawa Saudara menjadi Kristen, tetapi yang saya mau tekankan ialah jangan menyandarkan diri dan iman Saudara pada kesembuhan itu, melainkan kepada Firman. Kalau ada orang yang berdebat dengan Saudara dan akhirnya Saudara memenangkan mereka dan membawa mereka percaya kepada Tuhan, saya tidak menyangkal atau menentang langkah itu. Saya tidak menganggap rasio itu tidak penting. Tetapi yang saya tekankan ialah kita harus membawa dia kepada Firman, bukan hanya rasio dan logika saja. Rasio harus tunduk kepada firman Tuhan.
Kita telah melihat kesalahan empat metode yang dipakai dunia untuk menjadi landasan pencarian iman. Keempat metode ini ditolak oleh Alkitab. Begitu banyak orang Kristen yang tidak memahami hal ini, sehingga mereka pun menggunakan metode-metode yang salah ini sebagai landasan iman mereka. Saya akan mengajak Saudara untuk secara serius mendalami Kitab Suci agar Saudara dapat mengerti kebenaran firman Tuhan dan melihat satu per satu perbedaan antara kebenaran firman Tuhan dan apa yang diajarkan oleh dunia. Dan setelah itu, saya hanya bisa berdoa dan memohon anugerah Tuhan agar Saudara bisa sungguh-sungguh percaya dan beriman sesuai dengan firman Tuhan.
Mengetahui tidak sama dengan percaya. Sekalipun kita sudah membaca Kitab Suci dan mengetahui bahwa Tuhan Yesus sudah membangkitkan Lazarus, sangat mungkin Saudara akan tetap mengatakan bahwa Saudara sudah tahu bahwa Lazarus bangkit, dan semua orang juga akan bangkit pada akhir zaman, tetapi itu tidak begitu saja membawa Saudara percaya kepada Kristus. Tahu bukan berarti percaya. Untuk dapat percaya, kita membutuhkan iman yang berasal dari Tuhan Allah sendiri. Yesus menjawab Marta dengan berkata : “Jikalau engkau beriman, engkau akan melihat kemuliaan Allah.” Kalau kita berkata : “Jikalau saya mengerti, saya akan melihat kemuliaan Allah.” Yesus juga akan menjawab,”Bukan demikian!” Yesus mengajar:“Jikalau engkau beriman, engkau akan melihat kemuliaan Allah.”
Pada saat kami memulai Gereja Reformed Injili Indonesia, kami memulai dengan pengertian ini. Secara keuangan, kami tidak memiliki apa-apa; secara kekuatan massa, kami juga tidak mempunyai apa-apa; semua dimulai dari nol. Tetapi kami memulai dengan iman. Kami melihat bahwa jika memang Tuhan yang menghendaki dan memerintahkan kami untuk melakukan hal ini, semua akan kembali menyatakan kemuliaan Allah. Ini adalah prinsip Alkitab “dari iman kepada iman.” Iman tidak boleh didasarkan pada pengalaman, sebaliknya pengalaman harus didasarkan pada iman. Iman seringkali akan membawa kita berjalan di padang belantara, namun karena percaya maka kita melintasinya. Karena percaya kita melihat Laut Kolsom terbuka; karena iman kita melihat Sungai Yordan terbelah. Iman memimpin pengalaman.
Mengapa gereja saat ini menjadi begitukacau, dan pengajaran begitu simpang siur tidak keruan? Itu terjadi karena begitu banyak orang mau menegakkan iman hanya di atas pengalaman mereka. “Karena saya mengalami hal ini, maka saya percaya,” lalu mengajarkan pengalaman itu kepada orang lain dan mengajak orang lain untuk percaya kepada pengalaman tersebut, lalu beriman kepada pengalaman tersebut. Semua orang diminta untuk mempunyai pengalaman yang sama. Akibatnya, tidak ada tempat bagi firman. Mereka masuk kepada pemahaman “dari pengalaman kepada iman.” Tetapi Alkitab tidak mengajarkan hal demikian, melainkan: “dari iman kepada iman.”
Alkitab juga menolak pandangan yang mengatakan kalau orang sudah mengerti, ia pasti akan percaya (“dari rasio kepada iman”). Tetapi Paulus berkata, “Aku tahu kepada siapa aku percaya.” (2Timotius 1:12). Itu berarti percaya dulu baru mengetahui/mengerti. Maka, kepercayaan yang berdasarkan pengetahuan akan sangat berbeda dengan pengetahuanyang berdasarkan kepercayaan. Silahkan diskusikan perbedaan kedua hal ini. Bukankah kita mau mengerti dulu, setelah belajar dan mengerti, baru kita percaya? Atau sebenarnya kita percaya dulu baru bisa mengerti? Kaitan antara iman dan pengetahuan/pengertian begitu erat, semakin beriman semakin kita tahu/mengerti lebih baik. Makin banyaktahu/mengerti, makin kuat imannya. Putaran ini akan terus berjalan dalam pertumbuhan kita. Kembali kita melihat kesalahan pemikiran “dari rasio kepada iman”.
Alkitab memberikan prinsip yang sama sekali terbalik, yaitu karena beriman, maka umat Allah memperoleh bukti tentang kebenaran (Ibrani 11:1-3). Iman melahirkan bukti, bukannya bukti melahirkan iman. Di dalam ketiga ayat dalam kitab Ibrani ini kita melihat bahwa : “dari iman kepada bukti”, “dari iman kepada saksi”, dan “dari iman kepada pengertian.” Kalau kita tidak memperhatikan hal ini, mungkin kita akan melewatkan pengertian yang penting dalam ayat-ayat ini. Iman itu sendiri adalah bukti, bukan setelah ada bukti baru beriman. Pendapat yang mengatakan perlu bukti dulu baru bisa beriman adalah salah, karena Alkitab menegaskan bahwa iman itu sendiri adalah bukti. Iman itu sendiri adalah bukti dari hal-hal yang tidak kelihatan (Ibrani 11:1). Kalau mereka beriman kepada Allah, maka mereka mendapatkan saksi (Ibrani 11:2), yang dalam istilah aslinya adalah bukti. Dan setelah kita beriman, kita baru bisa mengerti (Ibrani 11:3). Jadi pengertian baru ada setelah iman. Iman yang menjadi penyebab adanya pengertian dan pengetahuan, bukan sebaliknya.
(3) KRISTUS PEMULA DAN PENYEMPURNA IMAN
Di dalam Ibrani 12:1-2, diungkapkan bahwa seluruh aspek iman berpusat pada Kristus, yang memulai dan yang menyempurnakan iman kita. Ini dimengerti sebagai “dari iman kepada iman.” Pribadi yang membentuk dan yang menciptakan iman awal dalam diri kita, dan yang memimpin iman kita menuju kesempurnaan adalah Yesus Kristus. Dari iman kepada iman dikerjakan oleh Tuhan Allah. Dengan demikian, orang yang beriman kepada Allah harus beriman dengan memandang kepada Kristus. Jika tidak demikian, maka iman Saudsara yang tanpa Kristus tidak mungkin disempurnakan, sehingga “dari iman kepada iman” tidak mungkin terjadi di dalam hidup Saudara. Dan pada akhirnya, Saudara tidak mungkin bertemu dengan Dia di dalam kemuliaan. Kristus adalah yang mengadakan iman dalam Saudara dan Kristus juga yang akan menggenapi iman Saudara.
BAB II : DARI IMAN KEPADA IMAN (FROM FAITH TO FAITH)
IMAN DALAM SIFAT PERWAKILAN
“Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam (‘di dalam Adam’), demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus (‘di dalam Kristus’).” (1 Korintus 15:22)
Kita telah melihat dalam bab sebelumnya, bahwa ketika manusia mau beriman, mereka justru berpegang pada presuposisi yang melawan Allah, yang seharusnya mereka imani. Manusia mau melihat dulu atau mau mengalami dulu baru percaya. Mereka juga mau membuktikan dulu dan memikirkan dulu sampai jelas, baru mau beriman. Presuposisi-presuposisi yang salah ini telah menggerogoti manusia selama berartus-ratus tahun, sehingga manusia sulit beriman dengan baik. Dan untuk menyambut orang-orang demikian, dan agar gereja tidak kehilangan massa, maka muncullah penginjil-penginjil yang mengkompromikan kebenaran iman yang sejati dengan mencoba membuat berbagai pameran kuasa untuk menunjukkan bahwa Tuhan itu berkuasa, agar orang mau percaya. Tetapi orang percaya ditetapkan oleh Allah berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab, yang berbeda dari jalan-jalan yang dibuat oleh Kekristenan yang tidak benar.
Pemikiran “dari iman kepada iman” merupakan prinsip yang begitu ketat dan berkesinambungan di dalam seluruh Alkitab, dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Orang-orang di dunia mempunyai presuposisi yang salah, yaitu jika metode atau bentuk yang dipakai sesuai dengan kemauan saya (manusia), maka itu akan membuat saya mudah percaya. Tetapi argumentasi ini tidak sepenuhnya benar. Ada orang yang kepadanya sudah ditunjukkan mujizat sebanyak mungkin dan sehebat mungkin, tetap dia tidak mau percaya. Jangan kita beranggapan bahwa jika kita mnemakai mujizat, maka orang akan beriman. Tuhan Yesus banyak melakukan mujizat, bahkan sampai membangkitkan Lazarus yang sudah empat hari meninggal. Namun, reaksi orang-orang bukannya menjadi percaya, melainkan membentuk suatu komplotan untuk membunuh Yesus. Mereka tidak beriman, maka berapa pun banyaknnya mujizat ditunjukkan, mereka tetap tidak akan beriman. Jikalau Tuhan tidak berkenan memberikan anugerah kepada seseorang, Dia akan membiarkan orang itu menganggap dirinya pandai dan menganggap presuposisinya benar dan dia dikucilkan dari anugerah Tuhan. Jika “Allah kita adalah api yang menghanguskan” (Ibrani 12:29), maka ketika Allah mau memberikan anugerah, di situlah iman diberikan kepada manusia. Pemahaman “dari iman kepada iman” melawan semua presuposisi dunia yang salah.
1. ADAM DAN KRISTUS
Kini pengertian “dari iman kepada iman” akan kita lihat dari aspek relasi kedua perwakilan hidup manusia di dalam sejarah. Pengertian ini hampir bisa dikatakan sulit untuk Saudara dapatkan dari berbagai buku Kristen yang ada. Pertama-tama, seluruh umat manusia diwakili oleh satu orang yang melawan kehendak Allah, yaitu Adam. Dan kedua, seluruh umat manusia diwakili oleh satu orang manusia yang membalikkan situasi pemberontakan kepada Allah menjadi sikap berbalik dan datang kepada Allah, yaitu Yesus Kristus. Dengan demikian, dalam pandangan Allah, seluruh umat manusia di sepanjang sejarah hanya memiliki dua wakil saja. Allah mengenal semua manusia hanya melalui kedua wakil (perwakilan) ini.
Allah mengenal Adam sebagai ciptaan-Nya yang pertama, yang di dalamnya diciptakan seluruh umat manusia di dalam sejarah, karena Adam adalah perwakilan manusia yang pertama. Kedua, Allah mengenal Kristus sebagai utusan-Nya, sebagai wakil manusia yang di dalamnya manusia mendapatkan keselamatan melalui ketaatan-Nya. Maka kini kita akan melihat representasi Kristus. Adam mewakili seluruh umat manusia, termasuk Saudara dan saya, Kristus juga mewakili seluruh umat manusia, termasuk Saudara dan saya. Kelompok yang pertama saya sebut sebagai Arus Hidup Adam (The Stream of Life in Adam); dan kelompok yang kedua saya sebut sebagai Arus Hidup Kristus (The Stream of Life in Christ).
Jika kita memperhatikan Alkitab di dalam bahasa Yunaninya, kita akan menemukan bahwa kata “di dalam Adam” (en tö Adam) dan “di dalam Kristus” (en tö Christö; 1 Korintus 15:22), merupakan dua kubu di mana Allah mengenal manusia. Allah tidak mengenal eksistensi di luar golongan ini. Jika di luar Adam, pasti di dalam Kristus; yang di luar Kristus, pasti di dalam Adam. Barangsiapa masih di dalam Adam, dia belum mendapatkan dan menikmati anugerah keselamatan di dalam Kristus. Barangsiapa di dalam Kristus, ia sudah dikeluarkan dari kerusakan yang diakibatkan oleh pemberontakan yang dilakukan di dalam arus hidup Adam.
Di sini kita melihat dua kubu, yaitu kubu Adam dan kubu Kristus. Kubu pertama adalah kubu yang dicipta, sedangkan kubu kedua adalah kubu dari Pencipta yang masuk ke dalam dunia ciptaan. Kubu pertama adalah kubu dari manusia yang dicipta menurut peta dan teladan Allah, sedangkan kubu kedua adalah kubu dari Allah yang empunya peta dan teladan itu sendiri, yang masuk ke dalam dunia untuk memberikan teladan yang sempurna menjadi manusia. Kedua kubu ini merupakan representasi yang begitu unik dan begitu hebat, dan yang diakui oleh Tuhan Allah. Hanya dalam dua kubu ini saja seluruh umat manusia mendapatkan perwakilan mereka.
2. TAMAN EDEN : PERWAKILAN PEMBERONTAKAN
Apa perbedaan kedua kubu ini? Antara Adam sebagai perwakilan umat manusia dan Kristus sebagai perwakilan umat manusia, terdapat perbedaan yang sangat besar. Adam adalah manusia yang dicipta, dan dia dicipta menurut peta dan teladan Allah. Karena itu, semua potensi yang paling hebat, yang melampaui semua makhluk, melampaui semua binatang yang dicipta oleh Allah, ada di dalam diri dia yang disebut manusia. Tetapi potensi-potensi ini sendiri mengandung bahaya yang tersembunyi. Pengertian ini merupakan paradoks yang ditetapkan oleh Allah ketika Ia menciptakan segala sesuatu di bawah manusia.
Pada saat Allah menciptakan manusia, paradoks ini ada di dalam hidup yang melampaui semua makhluk yang lain. Manusia dicipta dengan memiliki rasio. Jika rasio dipergunakan dengan baik, maka rasio akan membawa manusia mengerti dan kembali kepada kebenaran. Jika rasio tidak baik-baik digunakan, akan menjadi akal budi yang rusak, yang akan menghancurkan dan merusak segala sesuatu yang teratur. Di sini kita melihat sifat rasio yang memiliki potensi yang indah, bijaksana, dan positif, tetapi juga mnemiliki potensi yang korup, merusak, dan negatif. Ini namanya paradoks di dalam dunia ciptaan, dan Allah memang mencipta manusia demikian adanya.
Demikian juga, sifat-sifat lain yang ada di dalam diri manusia, yang dicipta menurut peta dan teladan Allah, juga mengandung kecenderungan yang sama, yaitu baik atau jahat. Jika anak Saudara cantik, kecantikan itu merupakan suatu kebahagiaan besar, tetapi juga penuh kebahayaan. Jika anakmu pandai, maka kepandaian itu merupakan kebahagiaan, tetapi juga kebahayaan besar. Kesehatan dan tubuh yang kuat,. Bisa menjadikan dia seorang atlet yang baik, tetapi bisa juga menjadi penjahat yang kejam. Kebahagiaan sekaligus kebahayaan adalah suatu paradoks kehidupan.
Sifat-sifat di atas diwakili oleh Adam. Ketika Adam, menggunakan kapasitasnya dengan respons yang tidak sewajarnya terhadap Tuhan Allah, maka ia telah menyalah-gunakan sifat perwakilannya di hadapan Tuhan Allah. Itu sebabnya, ketika Adam harus taat kepada Allah – di mana Allah mengatakan jangan memakan buah pohon pengetahuan baik dan jahat – ia justru tidak mau tunduk dan melawan Allah, ia telah berdosa. Adam berpikir, “Mengapa saya harus menjadi orang yang ditundukkan seperti boneka? Saya tidak mau menjadi pengikut, saya mau menjadi orang yang merdeka, yang mandiri, yang tidak diatur oleh siapa pun. Saya merasa perlu memiliki otoritas dan hak absolut yang tidak dikuasai oleh siapa pun juga.”
Pada saat Adam mengambil keputusan demikian, ia telah melanggar hukum. Ia telah melawan Tuhan dan tidak taat kepada Allah. Akibat dari ketidak-taatan dan pemberontakan Adam ini, ia telah menjadikan semua orang yang berada di bawah perwakilannya menjadi “anak-anak pemberontak”. Semua orang yang berada di bawah arus hidup Adam disebut oleh Tuhan sebagai anak-anak pemberontak. Di dalam Efesus 2:1-10 dengan jelas kita disebut sebagai anak-anak murtad, anak-anak durhaka, anak-anak yang patut dimurkai oleh Tuhan Allah, anak-anak yang memberontak kepada Tuhan, anak-anak yang berjalan di dalam kegelapan dan menuruti nafsu di dalam diri, yang membawa kita taat kepada penguasa-penguasa kerajaan angkasa. Dan ketika kita melihat realitas yang ada, kita mendapati bahwa semua keturunan Adam mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu menjadi anak-anak pemberontak dan melawan Allah.
Di dalam peristiwa dan realitas di atas, kita melihat adanya mutasi (perubahan, atau perpindahan) dosa sebagai status di dalam diri Adam kepada keturunan yang dilahirkan dari perwakilan (representasi) ini. Ketika Adam sebagai wakil umat mansuia berdosa, maka semua keturunannya akan mendapatkan mutasi sifat dosa. Di dalam teologi, ini dikenal dengan sebutan dosa asal (the original sin). Saya tahu bahwa banyak orang intelektual abad ke-20 menolak doktrin dan realitas dosa asal ini. Mereka menganggap itu tidak benar. Mereka mengerti dosa asal sebagai hal di mana Allah akan menghakimi seseorang karena dosa orangtuanya. Saya harap kita tidak salah mengerti tentang doktrin dosa asal.
Teologi Reformed tidak mengatakan melalui tindakan atau kegiatan seksual, dosa diturunkan oleh orangtua kepada anaknya. Tidak demikian! Itu bukan ajaran Alkitab yang dimengerti oleh Teologi Reformed, khususnya oleh Calvinisme. Calvin dan kita melihatnya sebagai suatu representasi. Sekitar 1500 tahun yang lalu, bapa Gereja Augustinus mengatakan bahwa manusia mewariskan dosa melalui kegiatan atau tindakan seksualitas. Akibatnya, Gereja Roma Katolik menganggap seks sebagai hal yang najis. Kalau orang tidak menikah ia bisa lebih suci dari orang yang menikah, karena tidak menurunkan dosa. Kalau orang tidak menikah dan tidak melakukan hubungan seks, maka ia akan lebih suci karena tidak mendapatkan pencemaran-pencemaran akibat hubungan seks. Tetapi di dalam Teologi Reformed kita mendapatkan pemahaman yang jauh lebih mendalam, yaitu bahwa dosa turun kepada keturunan kita, bukan akibat seks dan pernikahan, melainkan dalam kaitannya dengan sifat perwakilan Adam. Oleh karena itu, semua yang dicipta di dalam Adam ikut menjadi orang berdosa.
Dalam teologi Augustinus, salah satu bukti bahwa anak-anak memiliki dosa asal adalah karena anak-anak kecil harus dibaptiskan, dan itu membuktikan bahwa anak-anak kecil memerlukan penebusan dari Tuhan. Alasan kedua dari enam alasan Augustinus adalah jika anak-anak tidak memiliki dosa asal, maka tidak ada anak yang dilahirkan cacat. Mengapa ada anak yang dilahirkan buta, ada yang dilahirkan timpang, atau ada anak yang dilahirkan dengan kekurangan organ-organ penting tertentu, sehingga tidak lama setelah dilahirkan ia harus mati. Cacat pada bayi membuktikan bahwa sejak kecil mereka sudah berdosa. Kalau bayi-bayi ini tidak berdosa lalu Allah memberi mereka dilahirkan dalam keadaan cacat, bukankah itu akan menyatakan Allah tidak adil. Semua teologi besar dalam sejarah sudah mencoba memikirkan hal-hal yang penting. Memang kita perlu memikirkan kembali, apakah itu sesuai dengan Alkitab. Tetapi pikiran-pikiran dari orang-orang yang agung seperti ini, satu kali saja muncul sulit dihapus dari sejarah.
Apakah anak-anak itu berdosa atau tidak? Jika dikatakan anak-anak tidak berdosa, apakah artinya anak-anak tidak berdosa? Jika dikatakan anak-anak itu berdosa, apakah artinya anak-anak itu berdosa? Apakah sifat dosa yang ada pada mereka merupakan sifat warisan atau sifat perbuatan diri sendiri sebelum mereka mengetahui apa-apa? Allah mengatakan, “Bisakah Aku tidak mencintai seratus dua puluh ribu anak di kota Niniwe yang belum bisa membedakan tangan kanan dari tangan kiri.” (Yunus 4:11). Di sini kita melihat bahwa anak-anak memang belum bisa membedakan karena belum mempunyai kemampuan pembedaan. Pada saat demikian, cinta Tuhan turun ke atas diri mereka. Itu memberi pengertian bahwa Tuhan tidak akan menghakimi anak-anak yang sendirinya belum berbuat dosa. Kalau anak-anak belum memiliki kemampuan bahkan untuk membedakan tangan kanan dari tangan kiri, bagaimana bisa dihakimi oleh Tuhan? Demikian pula, kita melihat bahwa Allah yang adil mengetahui bahwa anak-anak itu tidak bersalah.
Namun, dalam ayat-ayat yang lain, Daud mengatakan bahwa “sejak dalam kandungan ibuku, aku telah berdosa” (Mazmur 51:7). Apakah artinya? Apakah kita mau mempertentangkan Alkitab? Atau kita sudah mengerti bahwa Alkitab adalah satu keutuhan yang ditunjang oleh semua bagian dan merupakan kebenaran yang utuh? Buku dari kedua murid Karl Barth di Tübingen School dan di Basel University, Swiss, mempertentangkan ayat Alkitab yang satu dengan ayat yang lainnya. Saya sangat kuatir melihat teolog-teolog seperti ini. Saya melihat bahwa Allah memberikan Kitab Suci yang di dalamnya mengandung paradoks, tetapi bukannya kontradiksi. Itu berarti, pada saat turunnya dosa turunan, itu bukan karena keturunan itu sendiri yang berbuat dosa, tetapi karena status yang diwakili oleh orang berdosa.
Pada waktu Kaisar Hirohito menyerah dan menghentikan perlawanan Perang Dunia II yang dicetuskan oleh orang Jerman di Eropa dan orang Jepang di Asia Pasifik, maka ia dipaksa meninggalkan Tokyo, naik ke kapal induk Amerika Serikat dan dipaksa menanda-tangani penyerahan kekuasaan. Ia menandatangani surat penyerahan kekuasaan itu dengan diawasi oleh Jenderal MacArthur dari Amerika Serikat, yang merupakan jenderal dari pasukan Sekutu di Asia. Ketika ia menandatangani surat tersebut, itu bukan atas kemauannya. Itu sangat mempermalukan dirinya sebagai kaisar besar Jepang dan mempermalukan seluruh bangsa Jepang, yang menganggap diri lebih kuat dari bangsa apa pun di Asia, bahkan berani menantang Amerika Serikat di Hawaii. Apakah setelah penanda-tanganan surat penyerahan itu ada orang Jepang yang boleh mengatakan: “Ya, itu kan Hirohito yangmemberikan tanda tangan, tapi saya tidak ikut memberikan tanda tangan. Jadi yang menyerah cuma Hirohito seorang saja, saya tidak ikut menyerah.” Tidak bisa! Pada saat Kaisar Hirohito menandatangani surat itu, ia merepresentasikan seluruh negara Jepang. Di sini kita melihat bahwa sistem perwakilan adalah prinsip yang dimengerti secara umum oleh semua manusia di dunia ini. Hirohito memiliki kapasitas sebagai wakil atau representasi dari seluruh bangsa Jepang. Adam juga memiliki kapasitas sebagai representasi seluruh umat manusia. Maka ketika Adam berontak, seluruh umat manusia juga turut menjadi umat pemberontak bersamanya.
Pengertian di atas membawa kita kepada satu pertanyaan yang serius, yaitu bukankah itu tidak adil, karena semua orang dilahirkan dalam status berdosa dan harus binasa? Kita harus mengingat bahwa Allah tidak mengadili anak-anak karena mereka memiliki status dosa asal yang diwariskan. Dan seluruh Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa Allah mengadili manusia karena perbuatan mereka sendiri, bukan perbuatan orang lain.
Di dalam Roma 2:6, firman Tuhan mengatakan: “Ia akan membalas (menghakimi) setiap orang menurut perbuatannya.” Dalam versi yang lain dikatakan: “Ia akan menghakimi setiap orang menurut perbuatan baik atau jahat yang ia lakukan.” Dengan demikian, Allah akan menghakimi seseorang bukan berdasarkan status dosa asalnya, melainkan berdasarkan perbuatannnya.
Kalau demikian, apa pengertian status dosa asal yang diwariskan kepada kita oleh nenek moyang kita? Kita melihat bahwa mereka yang menerima Kristus di dalam pertobatan mendapatkan penebusan Kristus yang meliputi semua aspek dosa, termasuk dosa asal, sehingga mereka akan diselamatkan. Namun, bagi anak-anak, khususnya bayi-bayi yang belum mengerti pertimbangan moral dan sebelum berbuat dosa atas kemauan mereka sendiri, sekalipun secara status memiliki dosa asal, saya percaya secara otomatis darah Yesus Kristus akan menebus status dosa asal mereka. Dengan demikian kita melihat hubungan antara Adam dan kita: from sin to sin (dari dosa kepada dosa). Ini merupakan bentuk relasi yang pertama. Dosa apa? Dosa ketidak-taatan menuju ke dosa ketidak-taatan. Ini merupakan representasi di dalam Adam, yang mewakili kita, sehingga timbul suatu relasi antara Adam dan kita, yaitu relasi “dari dosa kepada dosa”.
3. TAMAN GETSEMANI : PERWAKILAN KETAATAN
Kristus satu-satunya yang taat mutlak kepada Allah. Maka Tuhan Allah melihat di dalam Kristus suatu kelompok yang taat, suatu umat yang taat kepada Dia, dan inilah anak-anak ketaatan. Di dalam ayat yang kita baca, kita melihat bahwa Kristus telah belajar taat, dan belajar menderita, dan supaya menjadi sempurna.
Dari perwakilan ini kita melihat tiga prinsip penting yang merupakan tiga jalan untuk berada di bawah perwakilan Kristus, yaitu: (1) ketaatan; (2) belajar menderita; dan (3) menjadi sempurna. Jika kita mau menjadi orang yang sempurna, tidak ada cara lain selain berani menderita, lalu belajar ketaatan. Di sinilah kesulitan manusia.
Orang yang belajar biola, ia sedang belajar salah satu alat musik yang paling sulit, karena ia akan menjadi tidak seimbang dalam banyak hal. Tinggi badan kanan akan menjadi lebih tinggi dari kiri, juga tangan kanan akan memiliki gerakan yang lebih lincah, tetapi tangan kiri yang lebih kaku. Jari kiri menjadi sangat dinamis, tetapi jari kanan menjadi kaku. Jika orang bermain piano, posisi tubuh dan kelincahan tangan kanan dan kirinya akan sama dan seimbang. Tetapi, walaupun biola adalah alat yang paling sulit dipelajari, justru biola-lah yang dapat memberikan suara yang paling mendekati suara manusia. Ketika tuts piano dipukul dengan keras, nada yang terdengar tampak gagah sekali. Tetapi sulit untuk bisa mengekspresikan perasaan sekuat biola. Musik yang paling indah memerlukan sengsara yang paling besar. Mau menjadi orang yang mulia, harus menerima kepahitan yang hebat. Mau sukses besar harus didisiplin dengan sangat keras. Tanpa mau taat tidak pernah akan jadi. Kalau mau mudah, belajar saja organ; sebentar tekan sana, tekan sini, lalu bisa berbunyi seperti satu orkestra. Tetapi orang yang mengerti musik akan mengerti bahwa itu adalah suara tiruan, bagaimana pun suara organ tidak bisa seperti suara aslinya, dan semua menjadi sangat mekanis. Dalam permainan organ, kalau satu keras, semua akan ikut keras. Tidak bisa suara biolanya keras, suara drumnya lembut, lalu semakin keras (crescendo), dan biola menjadi semakin lembut (decrescendo), lalu terompet dari lembut menjadi keras.
Beberapa hari yang lalu, saya membaca ada anak berusia empat tahun yang sudah masuk universitas. Memang sepertinya terlihat ada anak genius, tetapi di lain pihak tidak ada anak kecil genius. Ada anak kecil, pada usia tiga tahun sudah menggubah musik, yaitu Wolfgang Amadeus Mozart. Tetapi tidak ada anak kecil yang mengerti bahwa kalau ada yang meninggal jangan terlalu bersusah hati. Mereka tidak mengerti hal-hal seperti itu. Anak mengerti dan bisa membuat syair, itu mungkin. Tetapi anak mengerti bagaimana jiwa orang tua, itu hampir mustahil, karena untuk itu dibutuhkan pengalaman-pengalaman kepahitan. Kita tidak akan pernah melihat ada seorang tua yang sedang menangis sedih, lalu seorang anak kecil membelai sambil mengatakan, “Jangan terlalu sedih, memang kehidupan manusia itu seperti begini, penuh kesusahan dan penderitaan.” Tidak ada kejeniusan dalam hal moral, demikian juga dalam hal spiritual. Dalam kedua hal tersebut, terlalu sulit bagi seseorang untuk menjadi genius.
Dalam Alkitab kita melihat hanya ada satu manusia yang sungguh-sungguh sempurna. Dan manusia itu sebenarnya adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia. Dia adalah Yesus Kristus. Dia menjadi representasi seluruh umat. Yesus dilahirkan di sebuah palungan, di kandang binatang yang begitu hina dan kotor. Dia rela hidup begitu menderita. Ia bahkan rela menderita sampai mati di Golgota. Dari Bethlehem sampai ke Golgota, perjalanan hidup-Nya adalah perjalanan yang penuh duri, hidup di dalam lembah-lembah kekelaman dan tempat-temnpat yang berbahaya. Dari Bethlehem sampai ke Golgota, Dia telah menyatakan diri sebagai wakil umat manusia untuk menyatakan bagaimana manusia harus hidup untuk memperkenan hati Tuhan Allah.
Sebagaimana kita seharusnya hidup dan menyatakan diri di hadapan Allah, demikianlah Kristus hidup sebagai satu-satunya perwakilan yang sah, sehingga jika Tuhan Allah melihat dari sorga kepada dunia ini, Ia akan mengatakan: “Lihatlah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.” Allah demikian terharu dan tergerak hati-Nya, sehingga Ia beberapa kali harus membuka tabir sorga dan mengungkapkan perkenanan-Nya atas Anak-Nya yang tunggal. Yesus Kristus mengungkapkan kepada murid-murid-Nya, bagaimana seharusnya hidup sebagai orang yang berkenan kepada Allah. Allah begitu sungguh-sungguh menunjuk kepada Kristus yang adalah wakil arus hidup yang berkenan kepada Allah.
Karya ketaatan Kristus yang mutlak menjadikan seluruh umat manusia memiliki pengharapan. Apa yang telah hilang dari diri kita di dalam Adam, bisa kita dapatkan kembali di dalam Kristus. Apa yang kita hancurkan oleh Adam, hanya mungkin disempurnakan kembali oleh Kristus. Apa yang kita rusak di dalam arus hidup Adam, hanya mungkin dipulihkan di dalam ketaatan Kristus. Ia menaati seluruh perintah Allah, sehingga Ia tidak menghalangi sedikit pun apa yang telah direncanakan oleh Allah di dalam hidup seluruh umat manusia yang diwakili-Nya. Itu sebabnya, kita harus mengerti arti “dari iman kepada iman” jika kita mau mengerti perjalanan hidup yang berdasarkan pada iman yang dimulai di dalam Kristus dan digenapkan juga di dalam Kristus.
Permulaan iman yang diberikan kepada kita oleh Yesus Kristus adalah “dari iman kepada iman” yang didasarkan pada ketaatan diri-Nya. Adam boleh disebut sebagai bapa orang yang tidak beriman dan yang tidak taat. Sementara Yesus Kristus disebut sebagai Bapa orang beriman dan yang taat.
BAB III : DARI IMAN KEPADA IMAN (FROM FAITH TO FAITH)
MUTASI KARYA KRISTUS (1)
“Tetapi pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu mereka pergi ke kubur membawa rempah-rempah yang telah disediakan mereka. Mereka mendapati batu sudah terguling dari kubur itu, dan setelah masuk mereka tidak menemukan mayat Tuhan Yesus. Sementara mereka berdiri termangu-mangu karena hal itu, tiba-tiba ada dua orang berdiri dekat mereka memakai pakaian yang berkilau-kilauan. Mereka sangat ketakutan dan menundukkan kepala, tetapi kedua orang itu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea.” (Lukas 24:1-6)
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman." (Roma 16-17)
“Yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan.” (Roma 3:22)
“Yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan.” (Roma 4:25)
“Jadi segala sesuatu yang melambangkan apa yang ada di sorga haruslah ditahirkan secara demikian, tetapi benda-benda sorgawi sendiri oleh persembahan-persembahan yang lebih baik dari pada itu. Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita. Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diri-Nya sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri. Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya. Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia.” (Ibrani 9:23-28)
Kita harus dengan ketat berpegang pada presuposisi kita, suatu presuposisi Kristen yang sangat berbeda dengan semua presuposisi lainnya, yaitu “dari iman kepada iman.” Manusia ingin datang kepada Tuhan dengan rasio menuju kepada iman. Pemikiran agama seperti ini ditolak oleh Alkitab. Manusia yang berusaha datang dari pengalaman menuju kepada iman, juga ditolak oleh Alkitab. Manusia yang memakai bukti untuk mendatangkan iman, juga ditolak oleh Alkitab. Demikian juga Alkitab menolak usaha manusia yang mau mendatangkan iman dengan penglihatan matanya. Alkitab dengan tegas menyatakan prinsip yang tepat: “dari iman kepada iman”.
Alkitab melawan semua pra-anggapan yang dihasilkan oleh manusia yang menggunakan rasio yang telah tercemar oleh dosa. Alkitab menekankan “dari iman kepada iman.” Dan kini kita akan melihat kaitan antara pengertian “dari iman kepada iman” dan kebangkitan Tuhan Yesus. Dari pra-anggapan yang sudah ditolak, kita melihat bahwa kekuatan iman menjadi titik tolak kehidupan Kristen. Tuhan Yesus berkata: “Jika engkau beriman, engkau akan melihat kemuliaan Allah.” (Yohanes 11:40). Yesus Kristus menyatakan ini kepada Marta yang percaya bahwa kebangkitan hanya akan terjadi pada hari kiamat, tetapi Tuhan Yesus ingin menekankan bahwa saat itu juga ada kebangkitan. Jika kita betul-betul beriman, kita akan melihat kuasa dan kemuliaan Tuhan dinyatakan.
1. MATI DAN BANGKIT BESERTA KRISTUS
Di manakah mujizat Allah yang terbesar? Pada zaman ini muncul banyak orang yang mau memperkenalkan kuasa Kristus melalui mujizat-mujizat yang dipaksakan oleh manusia agar manusia mau datang kepada Tuhan. Tetapi saya mengatakan kepada Saudara bahwa kebangkitan Kristus adalah suatu mujizat yang terbesar di dalam dunia. Ketika Herodes menginginkan Yesus menunjukkan mujizat (tanda), karena ia berpikir Yuhan Yesus pasti takut kepadanya, karena ia memiliki kuasa untuk menentukan hidup dan matinya Tuhan Yesus. Yesus mengatakan kepada Herodes bahwa ia tidak berhak melihat tanda atau mujizat apa pun dari sorga kecuali atas kehendak Bapa di sorga (Lukas 23:8-9). Yesus Kristus menegaskan suatu prinsip, yaitu bahwa hak untuk mendapat hidup dan tanda bukan pada orang yang mempunyai kuasa politik atau kuasa militer, tetapi ada pada Allah, Sumber dari semua kuasa politik dan militer. Karena itu, Yesus Kreistus berkata kepada Pilatus, ”Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas. Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya.” (Yohanes 19:11).
Di dalam aspek natural, mujizat Allah yang besar adalah menjadikan apa yang tidak ada menjadi ada (creatio-ex-nihilo). Tetapi mujizat yang terbesar adalah mengubah yang dari mati menjadi hidup. Itulah kebangkitan (resurrection). Inilah dua pekerjaan Tuhan yang besar sekali, yaitu creation (penciptaan) dan resurrection (kebangkitan). Allah yang dipercayai Abraham adalah Allah yang melakukan kedua pekerjaan yang besar ini. Allah yang dipercayai Abraham adalah Allah yang bisa menciptakan apa yang tidak ada menjadi ada. Allah yang dipercayai Abraham juga adalah Allah yang membangkitkan orang yang mati menjadi hidup. Kedua hal ini menjadi dasar iman, yang menjadikan Abraham bisa disebut sebagai “bapa orang beriman”.
Sarah, kandungannya sudah mati. Ia telah berusia sembilan puluh tahun dan tidak mungkin melahirkan anak. Tetapi Allah menyatakan kuasa-Nya sehingga ia bisa melahirkan anak. Ini suatu perwujudan kuasa Allah yang mencipta dari tidak ada menjadi ada, tetap di setiap zaman, sehingga rahim yang tidak mungkin mempunyai anak, bisa melahirkan anak. Dari suatu nihilo menjadi existence. Inilah karya penciptaan dari Tuhan Allah.
Ketika Abraham harus mempersembahkan Ishak, anaknya yang tunggal, di atas gunung, ia percaya penuh bahwa Allah sanggup membangkitkan orang mati sehingga hidup kembali, karena dari anak inilah akan ada keturunan yang dijanjikan Allah, bukan dari anak yang lain. Ketika Abraham harus membunuh anaknya sendiri, di dalam hatinya ada suatu iman yang percaya bahwa Allah sanggup membangkitkan orang yang sudah mati. Itulah kebangkitan yang hanya dimungkinkan oleh Tuhan Allah. Di dalam Roma 4:17, dituliskan bahwa yang dipercaya oleh Abraham mempunyai urutan yang begitu ajaib, yaitu melihat terlebih dahulu Allah yang membangkitkan orang dari kematian, baru melihat Allah yang mencipta dari ketiadaan. Maka di sini kita melihat bahwa Abraham memiliki iman kepada Allah Sang Penebus lebih daripada Allah Sang Pencipta.
Banyak orang yang percaya Allah ada dan percaya bahwa dunia ini dicipta oleh-Nya, tetapi mereka tidak bisa melanjutkan iman mereka ke dalam wilayah keselamatan, yang mempercayai Allah yang menebus. Tetapi Abraham di dalam iman kepercayaan yang membawa dia sampai mendapat atribut “bapa orang beriman” memiliki titik berat pada Allah yang membangkitkan orang mati menjadi hidup. Di sini kita melihat dan menggabungkan Abraham sebagai kaum Injili yang murni. Ia mempercayai Injil. Ia mengetahui bahwa dari mati kepada kebangkitan dan hidup adalah hal yang dapat dikerjakan oleh Tuhan Allah.
Di dalam kebaktian Jumat Agung, saya mengajak jemaat memikirkan “Pengalihan, Gerak, dan Kuasa Dosa yang mematikan dari Kita ke Kayu Salib”. Ini disebut sebagai mutasi balik. Kita melihat pengalihan dan gerak dari Adam kepada kita adalah “dari dosa kepada dosa”. Kita berdosa karena Adam adalah representasi seluruh umat manusia yang terdiri dari darah dan daging. Maka manusia yang diciptakan oleh Allah di dalam Adam, semuanya diciptakan oleh Allah di dalam aliran hidup yang sama; dengan demikian, Adam menjadi wakil kita, dan karena itu status dosa yang diwakili olehnya, diteruskan kepada semua manusia. Itu sebabnya, pengalihan dan gerak status dosa dari Adam kepada kita disebut “dari dosa kepada dosa”. Ini yang di kenal dalam Teologi Reformed sebagai dosa asal (original sin). Dan dosa asal ini tidak bersangkut paut atau berhubungan langsung dengan hubungan seksual, tetapi merupakan sifat representatif (perwakilan) yang menyebabkan dosa Adam tiba kepada kita masing-masing. Akibatnya, seluruh umat manusia secara status disebut sebagai orang berdosa. Hanya di dalam Kristus mutasi ini bisa dibalik.
Di dalam Kristus selesailah status dosa yang kita terima sebagai keturunan Adam. Ketika kita datang kepada Kristus, yang telah menderita sengsara dan mati di kayu salib untuk menanggung hukuman Tuhan Allah mengganti Saudara dan saya, maka dosa yang menggerakkan kematian pada diri kita ditanggung oleh-Nya. Maka kuasa penggerak yang mematikan kita sekarang berada di dalam diri Yesus Kristus. Itu artinya, Dia menanggung dosa kita. Kuasa dosa yang selama ini membawa kita kepada kematian, kini dialihkan kepada salib Kristus. Kristus begitu rela menanggung hukuman, menanggung mutasi (gerakan) kuasa dosa yang mematikan diri Saudara dan saya ke dalam diri-Nya sendiri.
Dalam 1 Petrus 2:24 dikatakan bahwa di dalam tubuh-Nya, Kristus telah menanggung dosa kita. Semua tubuh sudah diperalat oleh jiwa yang memberontak menjadi alat atau instrumen kejahatan untuk melawan Tuhan Allah. Tubuh satu-satunya di sepanjang sejarah yang menjadi instrumen untuk menyatakan kebenaran ilahi hanyalah tubuh Yesus Kristus. Di dalam tubuh kita, kita jatuh; di dalam tubuh kita, kita tercemar; di dalam tubuh kita, kita melampiaskan hawa nafsu; di dalam tubuh kita, kita diperalat oleh setan; di dalam tubuh kita, kita menyerahkan anggota tubuh – tangan, kaki, mata, telinga – menjadi budak ketidak-adilan.
Yesus Kristus memiliki tubuh yang dari ujung rambut sampai telapak kaki, seluruhnya taat kepada Tuhan Allah yang mengutus Dia. Yesus Kristus menjadi Adam yang kedua atau Adam yang terakhir untuk mewakili Saudara dan saya, agar menyatakan ketaatan total di hadapan Tuhan Allah.
Kita telah membicarakan ketaatan Kristus di hadapan Tuhan Allah sebagai sumber ketaatan-ketaatan yang lain. Adam, sebagai manusia pertama, telah memberontak kepada Tuhan Allah, sehingga menjadi manusia pertama yang berdosa. Dan dosanya diperhitungkan kepada kita sebab dia adalah wakil kita. Demikian pula Kristus, sebagai perwakilan yang kedua, ketaatan-Nya diperhitungkan kepada kita masing-masing, jika kita beriman kepada Dia. Ketaatan Kristus akan berlaku dan diakui oleh Tuhan Allah sebagai suatu kebajikan yang kita terima. Di dalam iman kepada Kristus, ketaatan Kristus kepada Allah sebagai wakil kita masing-masing menyebabkan kita diperkenan oleh Tuhan Allah.
Maka kita telah melihat yang pertama adalah “dari dosa kepada dosa” (from sin to sin) atau “dari ketidak-taatan menuju ketidak-taatan” (from disobedience to disobendience) dan kemudian kita melihat “dari ketaatan kepada ketaatan” (from obedience to obedience) sebagai suatu mutasi di dalam Kristus. Kristus menjadi representasi kita di hadapan Allah. Di dalam Roma 3, kita melihat bahwa dari yang disebut sebagai “dari ketaatan kepada ketaatan” inilah kita mengenal pengertian “dari iman kepada iman”.
2. PARADOKS IMAN : DARI IMAN KEPADA IMAN (FROM FAITH TO FAITH)
Dari Roma 4:25 kita melihat bahwa karya Kristus dibagi menjadi dua bagian: (1) diserahkan karena pelanggaran kita; dan (2) dibangkitkan oleh Tuhan Allah karena pembenaran kita. Di sini Kristus secara aktif menaklukkan diri-Nya kepada rencana Allah, dan secara pasif menyerahkan diri-Nya untuk ditawan dan digantung di kayu salib menjadi penebus manusia. Ini merupakan suatu paradoks yang sangat besar.
Dengan dibunuhnya Tuhan Yesus di kayu salib, manusia berpikr bahwa mereka sudah menang. Mereka berhasil menangkap Tuhan Yesus dan mereka merasa telah berhasil memakukan dan membunuh Yesus. Tetapi di fase rohani yang lain, yang hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang percaya kepada Yesus, bahwa jika Yesus tidak rela menyerahkan nyawa-Nya, pasti tidak ada seorang pun yang bisa merebutnya dari tangan-Nya. Tetapi kalimat ini ditambah dengan penegasan bahwa jika Yesus telah rela menyerahkan nyawa-Nya, maka Ia pun berhak untuk menerimanya kembali. Allah adalah inisiator segala sesuatu. Ia tidak pernah bersifat pasif. Ia aktif. Tetapi ketika Allah menyatakan diri dalam keadaan yang sepertinya pasif, maka di dalamnya terkandung suatu sifat paradoks yang luar biasa dalamnya. Sifat paradoks ini perlu kita mengerti dengan benar.
Pada saat Tuhan Yesus ditangkap, mereka pikir mereka menang. Tetapi jangan berpikir bahwa mereka telah sukses. Ketika mereka berhasil membunuh Tuhan Yesus, jangan berpikir bahwa mereka telah berhasil mencapai tujuan mereka. Ketika orang Farisi merasa menang, karena saingan agama mereka telah berhasil dipakukan di kayu salib, mereka tidak mengetahjui apa yang sesungguhnya sedang terjadi di belakang layar. Suatu drama kosmis (the cosmic drama) yang sedang berlangsung selalu menyatakan sesuatu yang berbeda dari fenomena dunia (worldly phenomenon). Drama kosmis di belakang layar selalu menyatakan kehendak Allah, sementara fenomena dunia hanya menampilkan kemauan manusia belaka.
Ketika Tuhan Yesus dipaku di kayu salib, orang berpikir bahwa Ia telah kalah dan tidak berdaya untuk melepaskan diri dari tangan manusia berdosa. Tetapi Alkitab mengatakan kepada kita bahwa yang sebenarnya tidak demikian. Allah telah menetapkan untuk meremukkan Dia, dan Yesus Kristus mengatakan bahwa Ia datang untuk menggenapkan rencana Bapa. Di sini kita melihat bahwa Allah Bapa berinisiatif dan Allah Anak juga berinisiatif. Seorang hamba Tuhan, Pendeta H.F.Tan (Tan Hoi Fa), mengatakan bahwa orang-orang Israel dan para pemimpin agama Yahudi merasa mereka sudah “menang”, tetapi tiga hari kemudian, harus ditambah “is” menjadi “menangis”. Mereka tidak tahu bahwa di situlah justru rahasia kemenangan Kristus, melalui kekalahan dan kematian, terjadilah kebangkitan. Ini suatu paradoks besar menuju kepada kesuksesan yang luar biasa. Itu sebabnya Roma 4:25 mengatakan bahwa:
Yesus diserahkan karena pelanggaran kita,
dan Yesus dibangkitkan karena pembenaran kita.
Inilah kalimat paralel yang menjadi syair yang indah luar biasa. Yesus diserahkan (ke dalam kematian) dan dibangkitkan kembali. Yesus diserahkan, sepertinya pasif, tidak berdaya, dan seolah-olah Dia gagal. Itu terjadi justru karena pelanggaran kita. Di dalam Alkitab bahasa Inggris atau Ibrani, kalimat-kalimat yang dipakai untuk melukiskan tentang dosa mempunyai banyak ragam, seperti: pelanggaran, kelalaian, dosa, kesalahan, kecemaran, dsb. Yesus diserahkan karena semua hal itu. Kalimat selanjutnya mengatakan bahwa Yesus dibangkitkan karena pembenaran kita.
a. Mutasi iman
Ketika Tuhan Yesus dipaku di kayu salib, Ia sedang menanggung dosa kita, dan kuasa pergerakan dosa yang membawa kematian sedang ditimpakan kepada-Nya. Ia mati untuk pelanggaran kita. Mengapa dibutuhkan pengalihan seperti ini? Karena penghakiman Allah tidak mungkin ditanggung oleh siapa pun kecuali kuasa Allah sendiri yang bisa menanggung penghakiman Allah sendiri. Keadilan manusia tidak ada yang sanggup atau cukup untuk disesuaikan dengan tuntutan keadilan Allah dalam menutupi pelanggaran dosa manusia. Ini ajaran tentang pemuasan tuntutan keadilan Allah yang diungkapkan dengan begitu indah oleh Anselmus, seorang bapa Gereja abad pertengahan.
Kita memang tidak menerima semua pikiran Anselmus, tetapi salah satu pemikirannya yang sedemikian unggul adalah ia telah melihat dari ayat-ayat Alkitab bahwa Allah yang suci tidak bisa bertoleransi dengan dosa. Allah yang maha-adil harus menuntut keadilan terhadap setiap pelanggaran. Allah yang merupakan Hakim Tertinggi harus menghukum setiap dosa di mana pun itu terjadi. Itu sebabnya, di manakah tempat untuk melunaskan penghakiman Allah yang sedemikian dahsyat? Di manakah tempat untuk memuaskan tuntutan keadilan Allah tersebut? Satu-satunya hanyalah di atas kayu salib.
Pada saat Tuhan Yesus Kristus dipaku di atas kayu salib, Dia sedang menggantikan Saudara dan saya. Dia menggantikan orang-orang yang telah memberontak terhadap Tuhan Allah dan telah berada di bawah kutuk hukum Allah dan harus menerima penghakiman dari Yang Mahatinggi. Dia diceraikan, dibuang, dan dipisahkan oleh Allah dari Allah. Di saat itulah Ia berseru dengan nyaring: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46). Jawabannya adalah: karena dosa kita ada pada Yesus Kristus. Dosa kita telah ditanggungkan ke atas-Nya, sehingga Allah pun harus berpaling dari Anak-Nya yang terkasih. Tidak ada hal istimewa! Bukan karena Yesus adalah Anak Allah, maka Ia boleh dan berhak berdosa.
Maka, Saudara jangan pernah sekali-kali berpikir bahwa karena Saudara adalah orang Kristen yang sudah lama, atau majelis gereja, atau hamba Tuhan sekalipun, maka Saudara mempunyai hak istimewa untuk boleh berbuat sembarangan dengan Tuhan Allah. Atau berharap mendapatkan uang lebih banyak dari Tuhan Allah. Tidak ada hak istimewa di hadapan Tuhan Allah. Saat ini, gereja banyak dirusak oleh orang-orang yang menyalah-gunakan hak istimewa yang mereka anggap ada pada mereka. Gereja dirusak karena orang Kristen sendiri tidak menjalankan prinsip keadilan dari Tujan Allah. Prinsip ini dengan jelas menyatakan bahwa sekalipun Tuhan Yesus Kristus adalah Anak, Ia tetap tidak mendapatkan tak istimewa. Ia tetap harus menderita, belajar taat, bahkan taat sampai mati di kayu salib, baru Ia menjadi sempurna. Ia tidak diberi hak istimewa.
Saat Kristus menerima penghakiman karena menanggung dosa Saudara dan saya, itu merupakan hal yang sangat menakutkan. Menakutkan karena itu merupakan gambaran neraka yang kita lihat di atas Golgota. Pengertian Teologi Reformed berbeda dari pengertian Teologi Lutheran dan Katolik. Lutheran dan Katolik mempunyai pandangan yang mirip dalam hal ini. Mereka berpandangan bahwa selama tiga hari Tuhan Yesus mati, sebelum Dia bangkit, Ia pergi ke akhirat, tempat orang-orang yang sudah mati, untuk mengumumkan momen atau peristiwa yang sudah dinanti-nantikan di dalam Perjanjian Lama, menurut apa yang dijanjikan Tuhan melalui para nabi. Maka kerygma kemenangan itu diumumkan di sana dan dibawa oleh orang-orang itu ke sorga kelak. Saya rasa pandangan dan pengertian ini mempunyai nilai yang luar biasa, dan kita harus menghargainya.
Tetapi Teologi Reformed melihat hal ini jauh lebih mendalam, yaitu pada waktu Yesus dipaku di kayu salib, saat itu Ia sudah direndahkan, sehingga kita sudah melihat keadaan neraka di kayu salib. Apa artinya neraka? Neraka berarti dipisahkan dari Allah untuk selama-lamanya. Neraka berarti terlepas dari Sumber Hidup dan selama-lamanya berada di bawah hukuman Allah. Di Golgota, melalui teriakan Yesus, kita melihat gambaran neraka yang sangat jelas. “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Inilah teriakan dari Allah Anak, yang secara substansi adalah Oknum Kedua Allah Tritunggal, harus dipisahkan secara demikian dari Allah Bapa, apalagi Saudara dan saya. Adakah hal yang membuat Saudara berhak mendapatkan hak istimewa? Apakah karena Saudara anak pendeta atau Saudara seorang majelis yang berjasa besar dalam gereja, maka Saudara berhak mendapatkan hak istimewa dan boleh berbuat sembarangan? Jawabnya: Sekali-kali tidak!
Anak Allah yang tunggal, pada saat harus menanggung dosa Saudara dan saya, harus dibuang dari hadapan Allah Bapa. Keadilan Allah dan tuntutan penghakiman Allah baru selesai ketika Yesus mati menanggung dosa manusia. Alkitab mengatakan bahwa Dia diserahkan karena pelanggaran-pelanggaran kita. Jikalau kita tidak cinta Tuhan, maka patutlah kita dijatuhi kutukan. Tetapi jika kita cinta Tuhan, maka kita dikenal oleh Tuhan dan mendapatkan penebusan. Allangkah besar perbedaan antara orang yang mengenal cinta Tuhan dan mereka yang tidak mencintai Tuhan. Alangkah besar perbedaan antara mereka yang sudah mengerti dan mencintai Tuhan dengan mereka yang tidak. Kasih kepada Kristus tidak terlepas dari pengertian Saudara terhadap pengorbanan Kristus yang telah diserahkan untuk pelanggaran-pelanggaran kita.
BAB III : DARI IMAN KEPADA IMAN (FROM FAITH TO FAITH)
MUTASI KARYA KRISTUS (2)
“Tetapi pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu mereka pergi ke kubur membawa rempah-rempah yang telah disediakan mereka. Mereka mendapati batu sudah terguling dari kubur itu, dan setelah masuk mereka tidak menemukan mayat Tuhan Yesus. Sementara mereka berdiri termangu-mangu karena hal itu, tiba-tiba ada dua orang berdiri dekat mereka memakai pakaian yang berkilau-kilauan. Mereka sangat ketakutan dan menundukkan kepala, tetapi kedua orang itu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea.” (Lukas 24:1-6)
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman." (Roma 16-17)
“Yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan.” (Roma 3:22)
“Yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan.” (Roma 4:25)
“Jadi segala sesuatu yang melambangkan apa yang ada di sorga haruslah ditahirkan secara demikian, tetapi benda-benda sorgawi sendiri oleh persembahan-persembahan yang lebih baik dari pada itu. Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita. Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diri-Nya sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri. Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya. Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia.” (Ibrani 9:23-28)
b). Mutasi Pembenaran
“Ia bangkit untuk pembenaran kita”. Di sini kita melihat satu topik yang sangat penting, yaitu mutasi keadilan Kristus kepada kita. Tepat seperti yang dikatakan oleh Martin Luther: “I pit my sin and the burden of sins on the cross and from the cross God gives me righteousness.” (Aku meletakkan dosaku dan semua beban dosaku ke atas salib, dan dari salib Allah memberikan pembenaran kepadaku). Di sini mutasi pembenaran dari Kristus kepada kita, telah menjadi fakta.
Jikalau Adam berdosa, maka semua yang berada di bawah perwakilannya juga akan berdosa sebagai akibat dia memiliki status sebagai wakil (representasi) seluruh umat manusia. Demikian juga ketika Kristus taat, semua orang yang berada di dalam Kristus juga memiliki status yang taat, karena Kristus juga memiliki status sebagai wakil (representasi) seluruh umat-Nya. Puji Tuhan.
Inilah yang diberitakan oleh Alkitab. Inilah rahasia yang bisa kita mengerti dan terima hanya dari Alkitab, yaitu sebagaimana Adam tidak taat, maka semua yang berada di dalam Adam diperhitungkan sebagai anak durhaka yang murtad. Demikian juga, karena Kristus taat mutlak, maka semua yang berada di dalam Kristus disebut anak ketaatan di hadapan Tuhan Allah.
Tidak ada konsep di dalam agama atau etika manusia, atau bahkan budaya apa pun yang mampu menggenapkan hal ini. Ini juga tidak mungkin digenapkan oleh filsafat, oleh politik, bahkan oleh pendidikan, atau oleh apa pun yang ada di dalam kebudayaan manusia. Yesus Kristus satu-satunya representasi, karena kebangkitan-Nya membuktikan bahwa Dia sudah memenuhi seluruh tuntutan hukum Allah dengan sempurna. Dia satu-satunya penangggung dosa manusia. Dia sudah selesai berperang dengan dosa. Dia sudah selesai melunaskan hutang dosa. Dia juga sudah selesai mematahkan kuasa kegelapan, dan menjauhkan serta menghentikan murka Tuhan Allah kepada umat-Nya. Inilah Pendamaian. Inilah rekonsiliasi. Dan di dalam teologi, ini disebut sebagai propisiasi.
Apakah propisiasi itu? Propisiasi paling sedikit memiliki dua arti, yaitu: (1) menghentikan murka Allah; dan dengan sendirinya (2) meng-hentikan kita dari jalan kebinasaan. Dengan menghentikan kita dari murka Allah, manusia tidak perlu terus menuju kepada kebinasaan, tidak menuju ke neraka. Kekuatan propisiasi hanya berada di dalam Yesus Kristus. Karena Dia telah menanggung dosa, maka Ia telah menerima hukuman yang sepatutnya diterima oleh Saudara dan saya, menggantikan status Saudara dan saya. Dan kini Ia menghentikan kemarahan Tuhan, dan membawa kita kembali kepada Tuhan. Jika kita bisa mengerti dengan baik, topik ini harus kita pegang menjadi landasan iman kita yang kokoh. Injil yang sejati seringkali diselewengkan. Banyak orang membangun iman dengan segala hal yang duniawi, seperti kemakmuran, kesuksesan, kenikmatan, dan lain-lain. Iman kita justru dibangun di atas karya Kristus, yang di dalamnya terkandung rencana Allah yang sedemikian limpah.
Karena kebangkitan Kristus kita diberi kebenaran. Pembenaran itu hanya dilakukan melalui kebangkitan. Di sini kita melihat satu kebenaran, yaitu Kristus bukan hanya menjadi teladan kjita yang terbesar melalui pengorbanan-Nya. Kristus juga bukan sekadar menjadi teladan kita yang terbaik dibandingkan dengan semua tokoh filsafat dan pendiri agama. Tetapi Dia juga betul-betul menang atas kuasa dosa. Tidak mungkin ada ajaran yang seagung ini. Tidak mungkin kita menjatuhkan prinsip Alkitab ini untuk berkompromi dengan semua pikiran dan agama dunia. Ada keunikan dan ada finalitas yang tertinggi pada diri-Nya, yang tak mungkin tertandingi oleh siapa pun yang pernah dan yang akan lahir di dunia ini. Tidak ada agama yang pernah mengajarkan kemenangan atas kematian. Agama tidak mengajarkan adanya kebangkitan bagi semua orang yang terhisap di dalam kuasa kematian., dan yang melaluinya mereka boleh dibenarkan. Semua itu hanya ada di dalam Yesus Kristus.
c. Mutasi Kehidupan
Yesus mati karena pelanggaran kita dan Yesus bangkit karena pembenaran kita. Untuk mendalami topik ini kita perlu melihat Roma 3:22, “Karena iman kepada Kristus, maka keadilan Allah telah dikaruniakan kepada mereka yang percaya (beriman).” Di dalam satu ayat ini, kata “iman” dipergunakan dua kali (satu kali diterjemahkan sebagai “iman” dan satu kali diterjemahkan sebagai ”percaya”). Seolah-olah terlalu berlebihan. Allah memberikan kebenaran kepada mereka yang beriman kepada Kristus, dan pengertian ini sepertinya diulang dua kali. Pengertian dari ayat ini sebenarnya merupakan pendalaman dan perluasan dari Roma 1:17, “dari iman kepada iman”.
Iman yang kita arahkan kepada iman Kristus, yang telah membenarkan kita, mengakibatkan timbulnya iman kepercayaan yang sejati di dalam diri kita masing-masing. Jikalau ketaatan Kristus menjadi sumber ketaatan dan merupakan peresmian ketaatan semua orang yang ada di dalam Kristus, maka iman Kristus juga menjadi dasar dan sumber iman bagi semua yang ada di dalam Kristus.
Perhatikanlah kalimat ini: “Saya percaya bahwa jikalau saya percaya kepada Yesus Kristus, saya akan diselamatkan.” Di dalam kalimat ini kata “percaya” keluar dua kali. Ini artinya, jikalau saya percaya, kepercayaan ini diarahkan pada iman kita dalam Kristus, maka kita akan diselamatklan. Kepercayaan kepada sistem kepercayaan ini, merupakan tanggung jawab kita masing-masing. Ketika kita taat kepada Kristus, kita taat kepada Roh Kudus, maka kita di selamatkan.
[Konsep ”dari iman kepada iman” (from faith to faith), yaitu kita beriman kepada suatu kepercayaan yang benar di dalam Kristus, harus dibedakan dari konsep “beriman ke dalam iman” (faith ini faith), yaitu kita mempercayai apa yang kita sendiri yakini, seperti “saya beriman bahwa saya akan kaya”. “Saya akan kaya” adalah suatu keyakinan diri dan bukan keyakinan pada ketaatan Kristus. Ini yang dikenal sebagai Faith Movement (Gerakan Iman), di mana kita diajar untuk beriman kepada keyakinan diri kita sendiri. Iman Kristen yang sejati mengajar kita untuk taat kepada kehendak Kristus, dengan menyangkal diri kita sendiri.]
Ketika Roh Kudus menyodorkan keselamatan kepada kita, janganlah kita menolak. Jikalau Roh Kudus bekerja menggerakkan hati kita, biarlah kita melembutkan hati kita, bagaikan tanah yang sudah dibajak, yang siap menerima benih yang ditanam di dalamnya. Ketika Roh Kudus berkata-kata di dalam hati kita, hendaknya kita tidak mengeraskan hati dan mengatakan “tidak” kepada-Nya. Inilah artinya kita beriman kepada iman yang muncul di dalam Kristus. Seluruh Alkitab secara konsisten memberikan kebenaran iman ini kepada kita.
Walaupun orang Israel disebut sebagai orang beriman, namun kita melihat mereka justru mengeraskan hati dan tidak mau beriman kepada sistem iman yang telah Tuhan tanamkan di dalam hati mereka. Di dalam Roma 2 dikatakan, bahwa orang Israel mempunyai kelebihan yang khusus, yaitu kepada mereka diberikan sistem iman yang kudus. Sistem iman sudah diberikan kepada orang Israel dan sistem kepercayaan sudah dikaruniakan ke dalam diri mereka. Tetapi mereka tidak mau percaya dan tidak mau taat pada sistem kepercayaan ini. Inilah yang disebut sebagai mengeraskan hati dan tidak mau taat kepada gerakan Roh Kudus. Di dalam Surat Ibrani dikatakan, “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara Tuhan, janganlah mengeraskan hati.” Berarti kepercayaan kepada sistem kepercayaan ini, dan iman kepada sistem iman ini, adalah “iman kepada iman” yang dibicarakan di dalam Roma 4 ini. Puji Tuhan!
“Dari iman kepada iman” bukan sekadar perjalanan kepercayaan atau kehidupan saja, melainkan juga mutasi dosa dan keadilan. Dari iman kepada iman Kristus, menjadikan iman kita sedemikian kokoh, karena bersumber pada induk iman yang kokoh. Ketaatan kita pun boleh disandarkan pada ketaatan Kristus kepada Bapa. Iman di dalam Kristus merupakan sistem iman yang saya percaya, dan inilah iman yang sesungguhnya di mana manusia boleh diselamatkan.
Dalam ungkapan Martin Luther, pengertian “iman di dalam iman” ini disebut sebagai “penerimaan terhadap penerimaan” (the acceptance of the acceptance). Ini merupakan suatu konsep yang begitu dalam dari iman Kristen, di mana kita menerima penerimaan Allah. Kita percaya dan kita mau menerima apa yang Allah telah lakukan terlebih dahulu bagi kita, yaitu Ia mau menerima kita. Pertama kali membaca buku Martin Luther, saya sangat mengagumi pikirannya yang luar biasa ini. Begitu banyak aspek agung dan mendalam yang diungkapkannya. Ia juga mengungkapkan konsep “The Hiddenness of God” (Ketersembunyian Allah), yang tidak banyak dikupas oleh para teolog Kristen. Sistem pemikiran Martin Luther begitu jelas. Ia mengungkapkan “penerimaan terhadap penerimaan” suatu konsep ganda di dalam penerimaan, juga “iman terhadap iman” yang merupakan konsep ganda di dalam mengerti iman Kristen, dan termasuk juga “ketaatan terhadap ketaatan”.
Apa pengertian “penerimaan terhadap penerimaan” yang sesunguhnya? Martin Luther berkata bahwa orang-orang yang percaya dan menerima Yesus Kristus, adalah orang-orang yang terlebih dahulu menerima sesuatu, yaitu “menerima bahwa kita sudah diterima oleh Allah”. Saya sebenarnya adalah orang yang sudah melarikan diri dari Allah, tetapi Allah mau menerima saya. Saya sebenarnya adalah orang yang sudah sedemikian rusak, tetapi Tuhan tetap mau menerima saya. Saya sebenarnya orang yang sedemikian remeh dan hina, tetapi Tuhan masih mau menerima dan menghargai saya. Saya begitu najis, saya begitu murtad, Ia masih mau mencari dan menyelamatkan saya. Saya begitu jahat dan saya begitu memberontak, tetapi Tuhan bahkan rela mengorbankan Anak-Nya yang tunggal untuk disalib menebus dosa saya. Saya sulit sekali menerima sistem kepercayaan seperti ini. Saya sulit mengerti ada penerimaan yang sedemikian luar biasa. Salah satu alasan mengapa orang-orang tidak menerima Tuhan ialah karena mereka sulit menerima sitem yang diterapkan oleh Tuhan ini. Sistem iman yang Tuhan tetapkan adalah sistem iman yang tidak lagi memakai sistem jasa manusia, tetapi memakai iman. Inilah sistem dari Tuhan Allah. Inilah sistem iman yang harus kita percayai. Semua yang dikerjakan oleh Tuhan Allah, seringkali dianggap tidak masuk akal oleh manusia. Semua yang dikerjakan oleh Tuhan Allah juga seringkali dianggap anti-intelektual.
Sulit bagi kita untuk bisa percaya bahwa ada seorang yang sudah tua renta masih bisa mempunyai anak. Kita juga sulit percaya kalau ada seorang gadis yang masih perawan bisa melahirkan anak. Kita tidak bisa percaya ada orang yang sudah mati tiga hari bisa bangkit. Ini semua sistem yang dikerjakan oleh Tuhan Allah, yang supra-rasional dan supra-empirikal (melampaui akal dan melampaui semua pengalaman). Ini merupakan pekerjaan yang supra-eksperimental dan supra-intelektual. Pada saat kita mengatakan: “Tuhan, saya percaya kepada sistem yang Engkau berikan kepadaku”, kepercayaan ini dimengerti sebagai “dari iman kepada iman”
Saya sangat berharap Saudara bisa mengerti rahasia besar dari kebenaran firman Tuhan ini, dan Saudara berada di dalam prinsip-prinsip yang paling dasar dari Alkitab, sehingga Saudara bisa mengembalikan Kekristenan kepada Alkitab. Selama berpuluh-puluh tahun saya melayani, seringkali saya merasa kecewa melihat begitu banyak orang yang dikacaukan oleh berbagai ajaran. Tetapi saya berharap di usia tua saya, saya masih boleh melihat ada sekelompok orang yang mau belajar, mau setia, dan mau bersungguh-sungguh mengembalikan Kekristenan kepada kebenaran Firman Tuhan. Saya boleh melihat orang-orang yang mau berjuang keras dengan segenap hati untuk hidup “dari iman kepada iman”. Saya sendiri telah memakai waktu lebih dari sepuluh tahun untuk memikirkan ayat yang sangat penting ini.
Sistem kepercayaan yang diberikan oleh Allah melampaui semua dalil dan sistem iman yang ada di dalam dunia. Sistem kepercayaan ini dianggap melawan pikiran manusia, tetapi sebenarnya merupakan sistem kepercayaan yang melampaui dan berada di luar kapasitas pikiran manusia. Sekitar 350 tahun yang lalu di Inggris, John Locke (1632-1704), mengatakan bahwa kita harus membedakan antara tiga kategori pemikiran, yaitu : (1) hal-hal yang rasional; (2) kontra-rasional (irrasional); dan (3) yang supra-rasional. Ada hal-hal yang supra-rasional, yang melampaui rasio manusia. Dan pada saat berhadapan dengan hal-hal demikian, manusia seringkali beranggapan bahwa dirinya begitu hebat, bahkan paling hebat, sehingga mencampur-adukkan antara yang supra-rasional dan yang irrasional. Saya tidak berani berbuat demikian. Saya hanya bisa mengatakan: “Tuhan, jikalau otak dan kemampuan rasio saya sangat terbatas, saya mau dengan iman menjangkau hal-hal yang melampaui rasio saya. Saya mau menyetujui sistem iman-Mu yang melampaui rasioku.”
Saya percaya penuh, Yesus Kristus betul-betul mati untuk menebus dosa kita, dan Yesus Kristus betul-betul bangkit untuk pembenaran kita. Yesus Kristus memberikan kepada kita kemungkinan yang dianggap tidak mungkin oleh manusia, yaitu melalui kebangkitan-Nya, Ia mengalahkan kematian. Jika di atas kita telah membahas bahwa di atas kayu salib, dosa – yang menggerakkan kematian di dalam diri kita – telah dialihkan kepada Kristus, maka itu adalah pekerjaan Roh Kudus. Dan kini Roh Kudus, yang telah membangkitkan Kristus, boleh mengalihkan kebenaran – yang hanya berada di dalam Allah dan di dalam Kristus tersebut – kepada Saudara dan saya. Oleh karena iman, kini kita dibenarkan. Oleh karena iman inilah, saya dan Saudara telah diterima oleh Allah. Itu bukan karena kebaikan kita, karena kalau hal itu dituntut dari kita, maka kita semua akan masuk ke neraka, karena tidak ada seorang pun dari kita yang cukup syarat untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kebaikan Allah. Tuntutan keadilan Allah diberikan kepada kita, melalui Yesus yang mati. Dan di dalam Dia kita diberikan kebenaran, yang dimutasikan kepada kita. Dengan demikian Kristus telah mewakili diri kita, dengan ketaatan-Nya yang mutlak kita boleh menerima ketaatan yang demikian.
Pada suatu ketika, saya pernah mendengarkan suatu khotbah. Penginjil atau pengkhotbah itu melontarkan satu pertanyaan kepada jemaat, dan kini pertanyaan itu akan saya lontarkan kembali kepada Saudara: “Seseorang ada di ladang, dan tiba-tiba ia melihat angin yang keras meniup ke arah dirinya, dan ternyata ladang itu telah terbakar di bagian belakangnya. Jika tidak ada sesuatu yang terjadi, maka dalam waktu yang singkat ia akan terbakar karena terkepung oleh api di ladang tersebut. Bagaimanapun cepatnya ia berusaha berlari, tidak mungkin ia bisa lari lebih cepat dari tiupan angin tersebut. Apa yang harus dilakukannya?” Saat itu saya cukup terkesan dengan cerita atau pertanyaan itu. Setelah beberapa menit, tidak ada jemaat yang menjawab, ia memberitahukan jawabannya: orang itu harus cepat-cepat membakar ladang di depannya. Karena tiupan angin yang keras, maka api didepannya itu akan cepat berjalan ke depan, dan dengan demikian, ia bisa berlari menginjak ladang yang telah hangus terbakar, mengikuti api yang berjalan cepat ke depan, sampai ia lolos dari kepungan api tersebut. Saya kagum pada penginjil yang pandai ini. Kalau api itu sudah membakar habis bagian di depan orang itu, maka tidak ada yang bisa terbakar lagi, sehingga orang itu bisa selamat berdiri di bekas tempat yang terbakar tadi. Dan juga api yang dibelakangnya akan berhenti sampai di tempat yang sudah terbakar itu, karena memang tidak ada lagi yang bisa terbakar.
Demikianlah cara Tuhan menyelamatkan Saudara dan saya. Jika kita berada di wilayah ladang yang subur yang sedang terbakar itu, di wilayah dosa, di wilayah Adam, maka akhirnya Saudara akan mati. Tetapi jika Saudara masuk ke dalam wilayah Kristus yang sudah diadili, sudah dihukum, dan sudah dimatikan; jika Saudara menginjakkan kaki Saudara di sana, maka Saudara akan selamat. Kita bisa selamat, karena Kristus sudah pernah mati bagi kita. Kristus sudah diadili menurut penghakiman Allah yang paling keras, sehingga Ia sah menanggung dosa kita. Oleh karena itu, tenanglah kita yang ada di dalam Kristus. Pada waktu api itu tiba, kita bisa tetap tenang, karena Kristus sudah pernah diadili. Puji Tuhan!
Saya sangat bersyukur kepada Tuhan, karena sejak kecil saya sudah mengikuti kebaktian-kebaktian yang penting. Sekalipun saya belum bisa mengerti sepenuhnya, saya tidak berjalan-jalan atau ribut di dalam kebaktian. Saya berusaha duduk dengan tenang dan mendengarkan firman. Itu menyebabkan saya boleh mendapatkan pelajaran dan api dari para pengkhotbah dan penginjil, seperti John Sung, Andrew Gih, dan pengklhotbah-pengkhotbah lain, yang pernah saya dengar khotbahnya. Saat ini banyak pemuda-pemudi yang pandai, mempunyai pengetahuan teologi yang banyak, mempunyai gelar yang tinggi, tetapi tidak memiliki api Roh Kudus yang boleh memimpin zaman. Kita harus mengerti bahwa ada mutasi, pengalihan kebenaran dari Kristus, yang diberikan kepada Saudara dan saya, ketika kita beriman di dalam Kristus (Roma 3:22).
3. IMAN KEKAL DI DALAM KRISTUS
Kini kita akan masuk ke dalam pergumuilan yang seringkali dipertanyakan kepada orang percaya. Dalam hal ini, sebagai seorang Reformed, kita harus memposisikan diri bukan sebagai seorang rasionalis, tetapi kita harus tetap bersikap rasional.
Jika Kristus sudah menanggung doisa kita dan dihukum di kayu salib, bagaimana Ia bisa kemudian menjadi suci kembali dan diselamatkan? Pertanyaan ini pernah dilontarkan kepada saya pada tanun 1965 oleh seorang anak berusia sebelas tahun. Anak ini melihat bahwa Yesus sudah menanggung semua dosa kita, sehingga dosa setiap orang dipindahkan kepada Yesus. Setiap tahun, setiap waktu, dosa orang-orang percaya ditimpakan kepada Yesus, Itu berarti sekian lama, semakin banyak dosa yang ditanggung oleh Yesus. Lalu, kapan dan bagaimana Yesus bisa suci kembali? Saya pikir, anak ini sangat luar biasa. Mungkin banyak orang yang sudah berpuluh-puluh tahun menjadi majelis gereja, tidak bisa menjawab pertanyaan seperti ini, bahkan tidak pernah bisa berpikir demikian. Itu sebabnya, banyak orang menghina Kekristenan, dan menganggap Kekristenan sedemikian dangkal, sehingga kalau diberikan pertanyaan-pertanyaan yang sedikit sulit kekristenan akan terbungkam.
Saya sangat bersyukur untuk adanya anak-anak seperti ini, dan saya tahu kalau Alkitab terkadang tidak memberikan kepada kita cukup jawaban, sementara ada anak-anak kecil yang begitu tajam memikirkan pertanyaan teologis dengan motivasi yang murni. Saya menjawab dia dengan menanyakan apakah ia tahu “angka tak terhingga” (∞). Dia menjawab bahwa dia kurang mendalami, tetapi dia tahu adanya angka itu dari kakaknya. Lalu saya bertanya: “Kalau 1+1+1+1+....hasilnya berapa?” Dia menjawab: “Banyak satu.” “Dan kalau seribu ditambah seribu ditambah seribu.....jadi berapa?” Dia menjawab: “Banyak ribu”. Saya bertanya lagi: “Kalau yang terbatas ini ditambah terus, bisakah menjadi tidak terbatas?” Dia menjawab: “Tidak bisa, kecuali yang terbatas itu ditambah yang tidak terbatas, baru bisa menjadi tak terbatas.” Kalau terbatas ditambah terbatas ditambah terbatas, hasilnya akan tetap terbatas. Kalau terbatas ditambah terus sampai tak terbatas, baru bisa tak terbatas. Tetapi apakah terbatas bisa terus ditambah tak terbatas? Dia menjawab bahwa dia tidak tahu. Lalu saya tanya, apakah yang tidak terbatas itu ada? Dia juga jawab tidak tahu. Namun, dia mengatakan, tanda angkanya itu ada, yaitu seperti angka delapan yang diputar itu (∞). Jika berpuluh-puluh juta ditambah berpuluh-puluh juta dan ditambah terus apakah bisa menjadi tidak terbatas? Jawabnya: “Tidakl mungkin”. Yang terbatas, bagaimanapun juga tetap terbatas, yang tidak terbatas tetap tidak terbatas.
Pada saat berusia delapan tahun, saya pernah berpikir, sebenarnya seberapa besarkah alam semsta ini? Kalau diukur pakai meteran, berapa panjangnya? Lalu saya berpikir, kalau pakai pesawat, saya membawa meteran, maka apakah suatu saat saya akan sampai di pojok atau di titik akhir? Kalau memang suatu saat saya terbentur di ujung, berapa jaraknya? Apakah alam semesta ini ada ujungnya? Kalau ada ujungnya, lalu kalau pesawat itu menerobos, menerobos ke mana? Dan batas itu dibuat dari apa? Apakah dari karton, atau kertas, atau dari semen atau besi. Dari sejak kecil saya sangat ingin mengetahui semua itu.
Kalau kita mengatakan bahwa alam semsta ini tidak ada batasnya, mengapa bisa diukur. Kalau bisa diukur, berarti ada batasnya. Tetapi kalau ada batasnya, di mana batas itu? Kalau menerobos batas, batas itu apa dan di luar batas itu ada apa? Dulu saya kira, kalau saya besar dan pandai nanti, maka saya akan mengerti. Tetapi ternyata sampai sekarang, saya tetap tidak bisa mengerti. Dan kini, saya mendapat pertanyaan dari anak kecil berusia sebelas tahun, yang juga sedemikian tajam. Jikalau Yesus menanggung dosa begitu banyak orang, bagaimana Yesus bisa selamat? Kapan dan bagaimana bisa Dia disucikan?
Jawaban seperti ini harus kita temukan kembali di dalam Alkitab. Mungkin kita akan bertanya, di mana ada ayat yang bisa menjawab pertanyaan demikian? Masalahnya, ketika kita membaca Alkitab, seringkali kita tidak berdoa dan minta hikmat Tuhan. Kita baru membaca Alkitab sedikit, namun bukannya mempelajarinya dengan lebih teliti dan sungguh-sungguh, kita justru berhenti membaca lalu banyak mendengarkan cerita-berita dari kaset yang berisi kesaksian-kesaksian yang tidak keruan, yang membuat iman kita kacau. Justru kaset-kaset seperti itu yang diulang-ulang, sehingga pikiran kita dipenuhi dongeng-dongeng manusia.
Kiranya kita mulai mengerti dua hal ini: (1) Yang tidak terbatas, dibagi berapa pun besarnya angka yang terbatas, hasilnya tetap tidak terbatas. (2) Yang tidak terbatas, dikurangi berapa pun besarnya angka yang terbatas, hasilnya tetap tidak terbatas. Jadi, kekekalan ketika dikurangi berjuta-juta, tetap adalah kekekalan, tidak pernah terjadi perubahan apa pun dalam dirinya. Dan kekekalan dibagi berjuta-juta-juta-juta berapa pun juga, tetap adalah kekekalan. Inilah ketidak-terbatasan (infinity).
Maka kini, ketika kita membicarakan tentang Yesus Kristus, yang harus kita bicarakan bukan sekadar berapa banyak sengsara-Nya, berapa banyak luka-Nya, berapa banyak dosa yang harus ditanggung-Nya. Tetapi yang perlu diketahui adalah “siapakah Yesus Kristus,” sehingga Ia bisa menanggung dosa manusia. Untuk ini, kita akan melihat dua bagian ayat Alkitab yang penting.
Yang pertama, ialah 2 Timotius 1:9-10. “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan (menyatakan) hidup yang tidak dapat binasa.”
Yesus bukan mendatangkan, tetapi menyatakan hidup yang tidak dapat binasa, hidup yang tidak dapat rusak. Inilah arti kalimat tersebut. Hidup yang kekal adalah hidup yang tak terhingga, hidup yang tidak dapat rusak. Inilah kualitas hidup Kristus yang dinyatakan melalui kebangkitan-Nya. Kertas yang utuh bisa digunting dan dipisahkan menjadi dua bagian. Tetapi air tidak bisa dipisahklan dengan pisau atau gunting. Ketika kita iris, dia akan tetap utuh kembali. Ketika kita gunting, ia akan kembali lagi. Ini dikarenakan sifat air berbeda dari sifat kertas yang bisa sobek. Jika kita kembali melihat kehidupan, kita juga melihat dua wilayah. Wilayah hidup yang bisa patah, yang bisa berhenti, yang bisa rusak, yang bisa binasa; dan yang kedua, wilayah hidup yang tidak bisa habis, yang tidak bisa binasa, yang tidak bisa dipatahkan dan tidak bisa rusak. Inilah wilayah hidup yang kekal dan immortal (tidak bisa rusak atau binasa).
Inilah bedanya Allah dengan semua ciptaan. Ini juga perbedaan hakiki antara Yesus dan semua pemimpin agama, karena semua pemimpin agama adalah ciptaan yang akhirnya harus binasa dan tubuhnya bisa rusak dan habis. Kristus adalah Oknum Kedua dari Allah Tritunggal yang tidak berdosa dan mempunyai sifat hidup yang tidak mungkin rusak, yang datang ke dalam dunia. Itulah sebabnya, ayat ini mempunyai makna yang begitu dalam, yaitu setelah mematahkan kuasa maut, Yesus menyatakan suatu hidup yang tidak dapat rusak, yang tidak dapat binasa.
Bagian kedua dari ayat yang berkenaan dengan hal ini adalah Ibrani 7:15-16. “Dan hal itu jauh lebih nyata lagi, jikalau ditetapkan seorang imam lain menurut cara Melkisedek, yang menjadi imam bukan berdasarkan peraturan-peraturan manusia, tetapi berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa.”
Frasa “berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa” juga dapat diartikan “dengan kuasa hidup yang tidak terbatas.” Kuasa hidup yang tak terbatas ini menjadi pembeda antara status keimaman Yesus dan status semua keimaman yang lain. Semua imam keturunan Harun adalah imam-imam yang jabatannya harus dilanjutkan dari yang satu kepada yang lain, karena jabatan itu diputuskan oleh kematian. Seorang imam tidak bisa menjabat terus-menerus, karena ia akan mati, sehingga harus ada orang lain yang melanjutkan jabatan keimaman tersebut. Tetapi keimaman Yesus Kristus berbeda dengan keimaman Harun, karena berdasarkan peraturan Melkisedek, Ia memiliki status keimaman yang tidak berhenti, yang tidak bisa diputuskan oleh maut. Ini merupakan status keimaman berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa, dan yang tak terhingga. Tidak terhingga, dikurangi apa pun dan berapa besar pun yang terbatas, hasilnya tetap tak terhingga.
Pada waktu dosa Saudara dan dosa saya ada di dalam Kristus, maka Kristus harus menanggung kuasa dosa yang mematikan jiwa-Nya, karena upah dosa adalah maut. Maka kuasa kematian itu akan menggerogoti hidup Kristus dan mematikan Dia. Maut datang kepada saya karena hidup saya adalah hidup yang terbatas. Pada saat saya digerogoti oleh dosa, maka maut yang adalah upah dosa berlaku atas diri dan hidup saya. Tetapi pada saat upah dosa itu mau menggerogoti hidup Kristus, ia sedang berhadapan dengan hidup yang tidak bisa dikalahkan oleh kebinasaan. Ketika Iblis melihat Yesus rela menanggung dosa semua orang, di mana dosa itu akan mengakibatkan kematian Kristus, Iblis sangat bersuka-cita. Namun, apa yang terjadi? Justru melalui semua itu, Yesus Kristus membuktikan bahwa Ia adalah satu-satunya yang tidak bisa mati, karena Ia telah mengalahkan kuasa kematian melalui kebangkitan-Nya. Kristus malah rela menantang dan menerima kuasa kematian, sehingga Ia bisa membuktikan bahwa hidup-Nya mampu mengalahkan kuasa kematian. Itulah Injil.
Injil yang sejati bukanlah Injil yang mengatakan jika orang mau percaya kepada Yesus, nanti ia sembuh dari penyakitnya; atau kalau orang mau percaya Yesus, nanti ia kan manang undian; atau kalau percaya Yesus nanti ia akan bisa menjadi kaya. Injil yang sejati berbicara tentang pengharapan manusia berdosa untuk mendapatkan pembaruan hidup di dalam Kristus. Ketika kita menyerahkan dosa kita kepada Kristus, maka Ia yang menanggung hukuman dosa, yaitu maut di dalam diri-Nya akan memberikan kepada kita hidup yang diperbarui. Dan pembaruan yang Ia berikan kepada kita ini, di dalamnya terkandung juga keadilan dan kebenaran Allah. Itulah sebabnya, seluruh konspirasi yang berusaha untuk mematikan Yesus telah gagal total. Yang tak terbatas tetap tak terbatas, dan yang kekal tetap kekal. Ia adalah Sang Pencipta, dan Ia kekal. Ia pernah betul-betul menanggung sengsara. Ia juga pernah betul-betul tanpa hak istimewa Allah Bapa, harus menanggung penderitaan dan kematian karena dosa manusia, dan Ia pernah betul-betul dibuang oleh Allah di atas kayu salib. Namun akhirnya, di dalam status yang memiliki hidup yang tak berkebinasaan, Ia telah mengalahkan kuasa maut, kuasa dosa, kuasa kegelapan, dan kuasa Iblis. Dia bangkit kembali. Saudara tidak bisa berkata kepada matahari: “Jangan terbit!” Sebab jika Saudara berkata demikian kepadanya, matahari akan balik bertanya kepada Saudara: “Siapa engkau, dan seberapa besar kuasamu, sehingga engkau bisa mengatur aku agar tidak terbit?” Matahari pasti terbit! Demikian pula kuasa maut, kuasa militer, kuasa dosa, tidak berhak menghentikan Klristus untuk bangkit dari kematian. Dia bangkit untuk memberikan kehidupan. Dia bangkit untuk memberikan kepada manusia pengharapan akan hidup. Sudahkah Saudara menikmati pengharapan yang diberikan kepada Saudara?
BAB IV : DARI IMAN KEPADA IMAN (FROM FAITH TO FAITH)
MOMENTUM KEHIDUPAN (1)
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman." (Roma 1:16-17)
“Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.” (Roma 1:19-20) “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” (Yakobus 2:19)
Sebelumnya kita telah mempelajari tentang relasi iman kepada iman, khususnya salam membuka rahasia keselamatan yang Allah kerjakan bagi manusia, yang mutlak berbeda dari semua pemikiran dan prinsip agama-agama, yaitu “dari iman kepada iman”. Dalam seluruh kitab Roma yang penuh dengan rahasia yang dicerahkan kepada kita tentang proses keselamatan Allah dan rencana Allah bagi manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, Paulus memulai dengan suatu pendahuluan yang begitu jelas dan begitu ketat, yang berbeda dari semua prinsip agama, prinsip budaya, dan segala pemikiran filsafat yang pernah berkembang dalam sejarah umat manusia. Prinsip yang sedemikian kokoh, yang begitu dalam, dan yang merupakan sistem yang tak terterobos oleh apa pun, adalah “dari iman kepada iman”.
Kita akan melihat integrasi dari berbagai aspek yang menyatukan iman dengan kehidupan kita di hadapan Tuhan Allah.
1. IMAN : KAMBIUM PERTUMBUHAN
Di sini kita melihat iman kepercayaan yang menuju kepada iman kepercayaan berikutnya dapat dimengerti sebagai suatu peralihan iman. Ini dapat dilihat sebagai pengalihan dari iman kepercayaan yang pertama menuju ke iman keprcayaan yang kedua. Lalu, apakah artinya iman kepercayaan yang pertama itu? Hal ini kita mengerti sebagai tindakan Tuhan Allah yang sudah menanamkan semacam iman dasar (iman natural) di dalam diri setiap orang. Namun hal itu belumlah cukup. Tuhan ingin agar iman dasar itu menuju kepada iman kepercayaan yang mengaitkan kita dengan anugerah keselamatan dari Tuhan Allah.
Di sepanjang sejarah, sejak dari penciptaan, di dalam diri setiap orang, sudah tertanam suatu iman kepercayaan dasar atau iman kepercayaan natural. Maksudnya, Tuhan Allah sudah memberikan kepada setiap orang yang hidup di dunia ini, tanpa terkecuali, iman natural sebagai kepercayaan dasar yang Tuhan berikan ke dalam dirinya. Dari kalimat ini, kita melihat bahwa kepercayaan bahwa Allah itu ada, merupakan suatu gejala umum yang tidak bisa ditolak oleh siapa pun juga. Di dalam Roma 1:19-20, kita melihat bagaimana dijelaskan bahwa iman natural ada di dalam diri setiap orang. Jika ada orang yang mengatakan bahwa dia adalah seorang ateis, maka jika ia tidak bohong, pastilah ia seorang yang kurang ajar karena menekan kepercayaan adanya Allah yang sudah di tanam Allah di dalam hatinya. Maksudnya, tidak pernah ada ateis yang jujur dan tidak pernah ada ateis yang sejati, karena Tuhan sudah menanam iman natural ini di dalam hati mereka. Karena itu, tidak ada seorang pun yang sebenarnya bisa berdalih ataupun melarikan diri dari iman kepada Allah. Setiap orang harus bertanggung jawab kepada Tuhan karena Tuhan Allah sudah menanamkan iman natural tersebut di dalam hatinya.
Namun, iman natural saja belumlah cukup. Iman demikian tidak bisa mengaitkan mnanusia dengan anugerah Allah selanjutnya. Iman demikian tidak akan menjadikan kita memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan. Saya rasa, di Indonesia, mereka yang normal dan tidak mempunyai gangguan jiwa, pasti mengetahui bahwa Bapak Soeharto itu ada, dan bahwa beliau adalah presiden Republik Indonesia. [Pembahasan ini dikhotbahkan oleh Pdt. DR. Stephen Tong pada bulan April 1993]. Tetapi percaya bahwa ada Presiden Soeharto tidak sama dengan mengenal presiden Soeharto secara pribadi. Mengetahui ada Allah dan percaya bahwa Dia adalah Allah, tidak menjadikan Saudara memiliki hubungan pribadi dengan Allah. Tetrapi iman kepercayaan yang menjadikan kita mempunyai hubungan pribadi dengan Allah, bukanlah iman kepercayaan natural. Itu bukan suatu pengalaman dasar yang Tuhan berikan ketika Ia menciptakan kita masing-masing. Itu merupakan suatu karunia yang lebih besar, tahapan yang lebih lanjut, dan iman kepercvayaan yang lebih sempurna, di mana manusia dialihkan dari wilayah yang pertama menuju ke wilayah yang kedua.
Banyak orang menyadari bahwa di dalam hati mereka, mereka percaya bahwa Tuhan Allah itu ada, tetapi hidup mereka belum menjadi hidup yang takut akan Dia. Mereka tahu Allah ada, tetapi mereka bersikap seolah-olah Allah itu tidak pernah menggubris mereka. Allah itu dipandang sebagai Allah yang tidak mungkin menghakimi mereka. Mereka beranggapan di dalam kepercayaan natural mereka, Allah itu adalah Allah yang mungkin sedang tertidur, atau Allah yang sedemikian jauh dari keberadaan mereka, sehingga tidak dimungkinkan adanya relasi pribadi dengan mereka. Allah dalam kepercayaan mereka adalah Allah yang tidak lagi hadir di dalam kehidupan mereka. Kehidupan seperti ini mungkin mengakui bahwa Allah itu ada, namun keberadaan Allah yang diakuinya itu, tidak pernah mempengaruhi tingkah laku mereka. Maka, hanya percaya bahwa Allah itu ada, tidaklah cukup. Percaya bahwa ada Allah, tidak berarti memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan Allah.
Jika kita membaca Kitab Suci, kita akan menemukan bahwa setan-setan pun percaya bahwa Allah itu ada. Di dalam Yakobus 2:19 terungkap jelas bahwa setan-setan itu tidak ateis. Iblis menciptakan ateisme untuk menipu orang-orang yang bisa ia tipu, sementara ia sendiri tidak pernah menjadi ateis. Iblis percaya Allah ada. Iblis bukan saja ‘teis’ (percaya ada Allah), ia bahkan monoteis. Ia percaya bahwa Allah itu esa adanya. Iblis bukan sekadar percaya Allah yang esa, tetapi ia juga gentar. Iblis tahu bahwa Allah akan menghakimi dia. Namun, sekalipun Iblis itu ateis, ia tidak mendapat bagian dalam anugerah Tuhan Allah. Iman natural tidaklah cukup, sama seperti pencerahan natural di dalam rasio dan filsafat juga tidak cukup. Itu sebabnya, kita perlu masuk ke dalam wilayah kedua yang dikenal sebagai iman yang menyelamatkan (the saving faith).
Iman yang menyelamatkan adalah iman di dalam Yesus Kristus. Sebagaimana anugerah umum tidak menyelamatkan manusia, kecuali juga memiliki anugerah khusus, yaitu anugerah yang menyelamatkan. Demikian juga iman natuiral tidak bisa menyelamatkan, kecuali juga memiliki iman yang menyelamatkan. Di sini kita melihat anugerah yang diberikan di dalam Kristus Yesus kepada kita, merupakan suatu wilayah di mana kita harus menunjukkan iman kepercayaan kepada Yesus Kristus juga. Anugerah Allah yang umum diberikan kepada semua orang secara cuma-cuma. Kita menerima oksigen dengan gratis, kita menanam dan menuai padi dengan gratis. Untuk membeli beras, kita memang membayar sejumlah uang kepada toko beras, tetapi kita tidak membayar kepada Allah. Allah memberikan anugerah umum (common grace) kepada seluruh manusia. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata bahwa hujan turun bagi orang berdosa dan juga bagi orang baik. Matahari menyinari mereka yang suci dan juga menyinari mereka yang najis. Semua manusia sudah menerima anugerah umum Allah secara cuma-cuma. Anugerah umum diberikan tanpa tuntutan pembayaran. Namun, anugerah umum tidak menuntun manusia kembali kepada Allah dan berdamai dengan Allah. Anugerah umum tidak membuka hati manusia dan membeersihkan dosa di dalam hidup kita. Anugerah umum tidak memberikan hidup yang baru kepada seseorang untuk hidup suci di hadapan Allah. Maka anugerah umum tidaklah cukup, sama seperti iman natural tidaklah cukup. Iman natural harus memberikan kesadaran di dalam hati kita yang terdalam bahwa Allah itu ada.
Anugerah umum ataupun iman natural tidak bisa menyelamatkan manusia dan tidak bisa membawa kita pada hubungan yang hidup dan komunikasi kasih dengan Sumber Hidup. Anugerah umum dan iman manusia tidak pernah bisa menjangkau wilayah kekekalan dan spiritual. Maka kita membutuhklan pengalihan dari iman natural menuju iman kepercayaan di dalam Kristus. Inilah yang dikatakan “dari iman kepada iman”.
Kita perlu kembali menegakkan kebenaran iman yang dimulai dari firman Tuhan. Saya menegakkan mimbar yang membahas firman Tuhan dengan ketat, komprehensif, dan terintegrasi, lebih banyak dari gereja lain. Karena saya percaya bahwa hanya dengan pengertian firman yang sungguh-sungguh, barulah iman yang sejati bisa ditegakkan. Setiap mimbar gereja seharusnya menegakkan iman yang kembali kepada firman. Hamba-hamba Tuhan seharusnya setia memberitakan firman, bukan bersuara keras dan berbicara banyak demi mendapatkan lebih banyak uang, atau memakai variasi-variasi penyanyi atau pengkhotbah yang bisa menyenangkan jemaat, karena semua cara seperti itu tidak bisa menumbuhkan iman kita. Kita harus mengkhotbahkan dan memberitakan firman dengan teratur. Firman Tuhan adalah bibit untuk membentuk tenunan-tenunan yang rumit. Sesuai dan kembali kepada rencana Allah, yang membuat kita beriman dan terbentuk menjadi manusia rohani di hadapan Tuhan Allah.
Maka dari itu kita perlu rendah hati di hadapan Tuhan. Saya meminta Saudara untuk sabar dalam mempelajari firman Tuhan. Saat ini di Indonesia begitu banyak orang yang tidak mau mendengarkan pengajaran dan tidak mau sabar belajar firman Tuhan, tetapi mau cepat-cepat naik mimbar dan menonjolkan diri. Ada orang yang berpikir bahwa setelah ia menerima Tuhan, ia sudah boleh langsung menjadi hamba Tuhan dan cepat-cepar berkhotbah berkobar-kobar, yang pada akhirnya menyesatkan satu zaman. Orang-orang yang tidak mengerti merasa saya terlalu banyak mengkritik, tetapi marilah kita mengerti mengapa keadaan Kekristenan bisa menjadi sedemikian jauh dari firman dan iman yang benar. Saya mengungkapkan semua ini dengan beban yang sangat berat dalam hati saya, bukan karena suka menegur Saudara, tetapi mau mengoreksi dan mencerahkan kembali seluruh zaman di mana kita masih hidup di dalamnya, supaya kita boleh diperkenan oleh Tuhan.
Pengalihan iman ini hanya dimungkinkan oleh pekerjaan Roh Kudus. Tidaklah benar orang yang beranggapan bahwa orang-orang Reformed Injili tidak percaya dan tidak mementingkan Roh Kudus. Kita justru mengetahui dan percaya penuh bahwa adanya Alkitab adalah akibat pekerjaan Roh Kudus yang menurunkannya dari sorga ke bumi. Alkitab adalah pewahyuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus melalui para nabi dalam Perjanjian Lama dan melalui para rasul dalam Perjanjian Baru. Kita mengetahui dan mengalami kelahiran baru, yang juga merupakan pekerjaan Roh Kudus dalam hidup kita secara pribadi. Dan ini terjadi melalui firman, yang didalamnya terkandung berita tentang kematian dan kebangkitan Kristus, yang menjadi inti Injil yang dipakai Allah untuk memperanakkan kita, sehingga kita mendapatkan hidup baru dan berdamai dengan Allah. Kita percaya bahwa semua hal di atas adalah pekerjaan Roh Kudus. Tetapi kita tidak mempercayai interpretasi (penafsiran) tentang pekerjaan Roh Kudus yang tidak sesuai dengan Kitab Suci, yang membingungkan dan yang mengacaukan umat Kristen di zaman akhir ini. Inilah perbedaan kita dengan beberapa pendeta saat ini.
“Dari iman kepada iman”, dikerjakan oleh Roh Kudus. Tetapi bagaimana Roh Kudus membawa manusia dari iman natural menuju kepada iman yang menyelamatkan? Pada saat kita sudah percaya bahwa Allah itu ada, kita mempunyai ketakutan dan mempunyai perasaan keseriusan hidup yang di dalamnya terkandung pertanggung-jawaban kepada Dia. Tetapi pada saat seperti itu, belum tentu kita memiliki kesempatan mendengarkan Injil. Itu alasan mengapa kita harus berdoa supaya Roh Kudus memberikan kesempatan kepada lebih banyak orang untuk mendengarkan Injil dan mendorong kita untuk tidak menjadi orang Kristen yang egois. Kita tidak hanya mempertahankan keselamatan kita dan menyimpannya dalam hidup kita sendiri tanpa mempedulikan keselamatan orang lain. Kita perlu menyadari bahwa banyak kaum pilihan Tuhan yang masih “indekos” di luar. Banyak anak-anak Allah yang untuk sementara masih belum kembali ke dalam gereja, dan sebaliknya, banyak anak-anak Iblis yang masih “indekos” di dalam gereja.
Kita mengetahui bahwa ada orang-orang pilihan Tuhan, yang untuk suatu saat masih belum masuk ke dalam gereja. Itu sebabnya. Tuhan mau kita menjadi orang Kristen yang Injili, menjadi orang Kristen yang berapi-api dengan cinta kasih Ilahi untuk menjangkau mereka, supaya mereka menyatakan diri sebagai anak-anak Tuhan dari tengah-tengah masyarakat dan dari dunia ini.
Ada orang yang sudah mendengar khotbah saya dan bertobat sejak tiga puluh tahun yang lalu, tetapi juga ada orang yang baru tahun lalu atau bahkan minggu lalu bertobat dan dilahirkan kembali. Berarti dalam proses ini, Roh Kudus terus bekerja mengalihkan manusia dari iman natiral menuju kepada iman yang menyelamatkan; dari iman yang umum menuju kepada iman dalam Kristus yang menyelamatkan. Dan dalam pengalihan ini tidak ada metode yang lebih sehat dan lebih tepat selain daripada apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan Allah di dalam Alkitab, yaitu: mendengar firman. Banyak orang yang setelah mendengarkan khotbah baru menyadari bahwa inilah kebenaran yang telah bertahun-tahuin ia tunggu. Pada saat mereka mendengar firman, Roh Kudus menggarap hati mereka. Dan benih yang ditanam dalam hati mereka itu akhirnya memungkinkan bertumbuhnya iman yang membawa mereka percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Berkali-kali saya melihat pada saat firman diberitakan, Roh Kudus bekerja di dalam hati begitu banyak manusia, menyentuh hati mereka, karena firman itu sendiri mengandung benih iman. Saya tidak percaya Saudara bisa mempunyai iman, kecuali Saudara mendengar firman dengan baik. Saya tidak mengkuatirkan Saudara tidak akan beriman, saya hanya kuatir Saudara tidak suka menyambut firman. Janganlah pada saat mendengarkan khotbah, Saudara hanya sibuk menilai apakah orang itu pandai, banyak membaca buku, dan fasih lidah, tetapi tidak memperhatikan firman yang sedang diberitakan. Janganlah ketika mendengar khotbah, Saudara sibuk berpikir bahwa khotbah itu cocok untuk teman lain, yang sayangnya tidak datang pada saat itu, tetapi tidak mengkoreksi diri s endiri. Janganlah ketika mendengar khotbah, Saudara hanya berpikir bahwa khotbah itu bagus dan bisa dipakai untuk Saudara khotbahkan di tempat lain. Tetapi pada saat mendengar khotbah, hendaklah Saudara meneduhkan hati Saudara, dan menyalakan hati Saudara digali oleh Roh Kudus agar benih firman itu bisa ditanam dengan baik di dalamnya. Benih ini sudah mengandung iman keselamatan yang akan membawa Saudara kepada keselamatan.
Di dalam setiap firman yang diberitakan, di dalamnya sudah terdapat benih yang mengandung anugerah iman yang menyelamatkan. Janganlah heran ketika mempelajari firman Tuhan dengan tepat dan baik, iman Saudara akan ditumbuhkan. Di dalam firman yang sejati itu timbul iman yang sejati, yang mengkoreksi dan memberikan pertumbuhgan kerohanian dalam kehidupan Saudara. Akibatnya, Saudara akan menjadi lebih matang, lebih mengerti, lebih kuat, dan lebih terarah. Di dalam pemberitaan firman, Roh Kudus bekerja dengan hebat.
Para pemuda-pemudi yang mau menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan, harus secara khusus meneliti hal ini. Ketika Saudara setia mempelajari firman dan setia memberitakan firman, Saudara bisa meyakini bahwa pada saat Saudara dengan jujur memberitakannya, tidak mungkin Roh Kudus tidak bekerja. Saudara tidak butuh menunggu lama baru Roh Kudus akan turun, atau berteriak-teriak, seolah-olah dengaj teriakan yang keras Saudara bisa menggerakkan Roh Kudus. Tetapi Saudara harus menjalankan prinsip Alkitab. Roh yang sudah mewahyukan dan menurunkan Kitab Suci adalah Roh yang mau menggarap pemberitaan firman Tuhan di dalam hati manusia. Kalau Roh Kudus sudah mewahyukan Kitab Suci ke dalam kertas-kertas yang ada di dalam dunia ini, sehingga bisa menjadi pegangan bagi hidup kita, alih-alih menanamkan firman ke dalam kertas seperti ini, Roh Kudus pasti lebih suka menanamkan firman-Nya ke dalam hati manusia. Jiwa kita menjadi lembaran yang ditulisi dengan firman oleh Roh Kudus. Firman akan ditanam di dalam hati kita sampai kita beriman. Itu sebabnya, hal yang harus paling kita takuti dan yang kita kuatirkan adalah sikap tidak mau belajar atau bahkan sengaja membelokkan dan menyelewengkan pemberitaan Kitab Suci demi keuntungan kita.
Ada orang yang bertanya, mengapa saya jarang sekali mengkhotbahkan tentang persembahan, khuisusnya masalah perpuluhan. Jawaban saya ialah karena itu bukan panggilan saya. Bukan berarti kita tidak boleh mengkhotbahkan topik itu. Jika di dalam eksposisi firman yang kita lakukan, kita tiba pada topik pembahasan itu, kita akan membahasnya dengan seketat dan setuntas mungkin. Tetapi jika kita mengerti bahwa di dalam Alkitab ada begitu banyak topik yasng perlu kita pelajari dan khotbahkan, lalu setiap kali kita hanya berkhotnbah tentang uang, sebenarnya apakah motivasi kita yang sesungguhnya?
Ada juga orang yang bertanya, mengapa Stephen Tong tidak mengkhotbahkan tentang akhir zaman agar orang-orang Kristen siap siaga menghadapi kedatangan Kristus. Jika Saudara sungguh-sungguh mempercayai hal itu dan sungguh-sungguh menginginkan Tuhan Yesus segera datang kembali, Alkitab mengatakan ada dua hal yang harus Saudara kerjakan, yaitu : (1) hidup suci menanti kedatangannya; dan (2) mengabarkan Injil. Karena sebelum Yesus datang, Injil harus diberitakan kepada segala bangsa. Yang harus kita jalankan, marilah kita jalankan, bukan hanya berbicara dan terus berbicara, tetapi tidak pernah melakukan apa yang harus kita lakukan seturut firman Tuhan. Marilah kita kembali kepada prinsip-prinsip firman Tuhan, lalu sisanya kita serahkan kepada Tuhan.
Mungkin setelah sekian lama anggota gereja dan pendengar saya baru mulai mengerti bagaimana saya menjalankan pelayanan saya. Tetapi itu tidak apa, karena saya sedang mempersiapkan satu generasi untuk abad ke-21, sehingga jika Tuhan Yesus belum datang, boleh disiapkan satu laskar yang sungguh-sungguh bisa mempengaruhi seluruh dunia, mulai dari Indonesia, yang saat ini masih dianggap sebagai negara dunia ketiga. Panggilan ini begitu jelas bagi saya, sehingga saya harus secara serius memberitakan firman. Firman itu sendiri adalah benih yang akan tumbuh menjadi iman yang menyelamatkan di dalam Kristus. Ketika firman diberitakan, pasti Roh Kudus bekerja. Roh Kudus tidak mungkin tidak bekerja, karena itu merupakan tujuan Roh Kudus, yaitu untuk membawa firman kepada manusia dan untuk memuliakan Kristus. Sekalipun Saudara kurang fasih lidah atau kurang berbakat dalam berbicara atau berkhotbah, namun jika Saudara begitu setia memberitakan firman, pasti suatu saat firman itu akan berbuah. Sebaliknya, celakalah mereka yang terlalu banyak berteriak-teriak tentang Roh Kudus tetapi tidak kembali kepada prinsip-prinsip Alkitab.
Kita telah menyelesaikan satu butir yang penting, yaitu poengalihan dari iman natural menuju kepada iman yang menyelamatkan. Inilah yang disebut “dari iman kepada iman”, yaitu suatu perubahan dan peningkatan secara status, mendapatkan posisi yang baru, di mana kita di bawa masuk ke dalam rencana keselamatan Allah. Orang demikian berada di dalam kuasa keselamatan Allah. Ia berada di dalam karya penebusan Yesus Kristus.
2. IMAN : KAMBIUM PEMBENARAN
Kita melihat antara iman kepada Allah dan pengertian tentang kebenaran Allah akan terus bersirkulasi dan semakin bertumbuh. “Dari iman kepada iman” yang lebih limpah, disertai pengertian kebenaran yang semakin limpah. Ini merupakan peningkatan pengertian iman di dalam kebenaran sejati yang diwahyukan oleh Tuhan Allah. Ini berarti jalinan dinamis antara iman dan pengetahuan, yang kemudian membawa pada iman yang lebih mendalam, dan bersirkulasi secara terus-menerus.
Di bagian awal, saya sudah sempat melontarkan satu pemikiran, yaitu: iman dahulu atau pengertian dahulu? Jikalau Sudara tidak mengerti hal yang sangat penting ini, maka seluruh bangunan teologi Saudara akan kacau. Saudara akan sulit mengerti kebenaran yang sejati, dan Saudara akan terjebak oleh permainan palsu filsafat manusia yang merusak.
Konfusius, dalam bukunya Ta Shue (Great Learnbing; Ajaran Besar), buku I bagian I, berkata: “Orang harus mengetahui mana yang lebih dahulu, mana yang belakangan; mana yang penting, mana yang kurang penting.” Orang yang bisa mengutamakan mana yang harus diutamakan dan tidak mengutamakan yang tidak harus diutamakan, orang tersebut sudah dekat dengan firman. Segala sesuatu ada mulanya, ada akhirnya, ada yang lebih dahulu, ada yang belakangan. Kalau orang sudah mengetahui mana yang lebih dahulu dan mana yang lebih belakangan; atau mana yang harus didahulukan dan mana yang tidak harus didahulukan, maka orang tersebut sudah dekat dengan firman.
Saya rasa, orang Kristen mengerti bahwa ia tidak boleh mengutamakan yang tidak utama, dan tidak boleh tidak mengutamakan yang utama, karena hal itu akan menyedihkan Roh Kudus. Jadi, mana yang lebih dahulu: iman atau pengertian? Dalam butir pertama sebenarnya saya sudah membukakan sedikit jawaban ini, yaitu dari iman natural menuju ke iman keselamatan. Iman natural adalah iman dan semacam pengetahuan yang sudah terlebih dahulu ditanam dalam diri kita. Orang yang datang kepada Allah harus pertama-tama percaya bahwa Allah itu ada (Ibrani 11:6). Tanpa iman awal ini tidak ada seorang pun yang bisa berkenan kepada Allah. Dan orang yang beriman kepada Allah harus percaya dulu bahwa Allah itu ada. Kepercayaan pada keberadaan Allah merupakan dasar keberanian untuk datang kepada Dia, dan selanjutnya membawa dia kepada kepercayaan bahwa pemberi anugerah adalah Allah yang ada tersebut. Jadi di sini terdapat dua aspek kepercayaan, yaitu: (a) percaya Allah ada; dan (b) percaya Allah adalah pemberi anugerah. Kedua hal ini merupakan dua aspek utama dari iman natural. Ini merupakan kepercayaan yang mendasar. Namun, kedua aspek kepercayaan dasar ini belum menunjukkan bahwa anugerah atau upah bagi mereka yang mencari Dia akan dibawa kepada aspek keselamatan.
Jadi, percaya dulu atau mengerti dulu? Percaya dulu atau mendengar dulu? Kalau saya tidak mendengar, bagaiumana saya bisa percaya? Tetapi, kalau saya tidak percaya dulu, bagaimana saya mau mendengar? Saya akan membawa Saudara kepada satu contoh yang tertulis dalam buku Augustinus sekitar 1500 tahun yang lalu. Di dalam buku tersebut ia mengungkapkan pergumulannya: “Apakah saya berdoa dulu baru mendapat anugerah Allah? Atau saya mendapat anugerah Allah dahulu baru bisa berdoa kepada Allah? Kalau saya tidak berdoa, bagaimana Tuhan memberikan anugerah kepada saya? Tetapi mengapa saya bisa berdoa kepada Allah, dan bukannya kepada dewa-dewa? Bukankah ini berarti anugerah Allah sudah mendahului, sebelum saya berdoa? Apakah anugerajh Allah yang menjadikan saya datang kepada Allah, atau, saya datang dulu kepada Allah barulah Allah memberikan anugerah kepada saya?” Hasil pemikiran Augustinus dalam topik ini sangat tajam dan sangat mempengaruhi teologi Reformed, yaitu: “Anugerah Allah mendahului respons manusia” (the grace of God is prior to human response).
Kalau bukan Allah yang memilih Saudara, tidak mungkin Saudara bisa memilih Dia. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa, “bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang telah memilih kamu..” (Yohanes 15:16). Bukan manusia yang mencari Allah, tetapi Allah yang mencari manusia. Sebelum manusia bisa memanggil Alah, Allah yang telah memanggil kita terlebih dulu dengan nama kita. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Allah kita adalah Allah Sang Inisiator. Allah kita adalah Allah yang berinisiatif, bukan Allah yang reaktif. Allah kita adalah Allah yang terlebih dahulu memberikan anugerah kepada manusia, sehingga manusia bisa datang kepada-Nya.
Jauh sebelum Saudara dan saya dilahirkan, bahkan jauh sebelum dunia ini dijadikan, seperti dikatakan Paulus, Tuhan sudah memilih kita di dalam Kristus (Efesus 1:3-4). Anugerah Allah telah mendahului iman Saudara dan anugerah Allah juga sudah mendahului respons yang bisa Saudara berikan kepada Allah. Jika Saudara bisa mengatakan “ya” kepada Allah, itu adalah hasil pekerjaan Roh Kudus, yang telah menormalisasi hati Saudara, sehingga Saudara dimampukan berespons dengan tepat dan benar kepada Allah. Manusia bisa taat kepada Tuhan, bukan karena kehebatan dan kemampuannya sendiri, tetapi sepenuhnya karena anugerah Allah telah mendahului ketaatannya.
Itulah sebabnya begitu banyak orang dari berbagai aliran Gereja Baptis, Gereja-gereja Pantekosta, dan aliran gereja yang lain tidak bisa mengerti mengapa Gereja Protestan membaptiskan anak-anak. Seluruh Sakramen ini didasarkan pada pengertian bahwa “anugerah Allah mendahului respons manusia”. Sebelum anak-anak ini bisa mengatakan “aku percaya”, maka mereka terlebih dahulu sudah harus menerima anugerah Allah. Namun dalam hal ini, kita tidak mengatakan dan menjanjikan bahwa anak yang sudah dibaptiskan pasti sudah diselamatkan. Dia hanya mengikut dan terhisap ke dalam perjanjian yang sudah dibuat oleh orangtuanya di hadapan Tuhan. Dan orangtua membawa dia kepada Tuhan sekaligus berjanji untuk mendidik dia di dalam firman, sampai suatu saat kelak ia akan beriman kembali secara pribadi, maka baptisannya itu perlu diteguhkan, dan ia menjadi orang yang dimiliki Tuhan secara sejati.
BAB IV : DARI IMAN KEPADA IMAN (FROM FAITH TO FAITH)
MOMENTUM KEHIDUPAN (2)
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman." (Roma 1:16-17)
“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Efesus 1:3-4)
Kini kita kembali kepada tema utama kita, yaitu “dari iman kepada iman”. Ketika pengertian kita dimulai dari iman, maka pengertian itu akan membawa kita kepada iman yang lebih kuat lagi, dan iman yang lebih kuat akan membawa kita kepada pengertian yang lebih banyak lagi. Putaran ini menjadi sirkulasi iman-pengetahuan yang memberikan pertumbuhan kepada kita. Ini bisa disebut sebagai lingkaran iman.
Bagaikan sebuah pohon, jika Saudara memotong melintang sebatang pohon yang besar, lalu Saudara bersihkan permukaannya, maka Saudara akan melihat lingkaran tahun di situ. Lingkaran tahun adalah lingkaran dari kecil ke besar yang menunjukkan usia pohon tersebut. Kalau keriput manusia sama sekali tidak bisa menentukan usia seseorang, tetapi dari lingkaran-lingkaran yang ada pada penampang pohon, kita akan sebera mengetahui usia pohon tersebut. Lingkaran tahun pada pohon tidak bisa menipu kita. Dari jumlah lingkaran yang ada pada penampang pohon itu, kita segera tahu berapa usia pohon itu dengan tepat. Lingkaran-lingkaran ini menggambarkan bahwa kayu tersebut bertumbuh. Pertumbuhan ini bukan dari luar ke dalam, tetapi dari dalam ke luar. Tumbuhan yang tumbuhnya dari luar adalah buatan manusia, tetapi tumbuhan yang tumbuh dari dalam adalah buatan Allah. Tumbuhan ini bukan ditempel dari luar untuk membuatnya bertambah gemuk, tetapi suatu daya dari dalam yang meluas keluar.
Jadi dasar iman yang sejati itu berasal dari dalam, yang juga bertumbuh. Pertumbuhan iman yang sejati juga bukan ditempel-tempel dari luar sehingga menjadi gemuk. Iman yang seperti ini akan luntur dan mencair nantinya. Tetapi jika pertumbuhan itu berasal dari dalam, maka pertumbuhan iman itu akan sangat stabil. Makin beriman, makin bertambah pengetahuan; makin bertambah pengetahuan, makin bisa lebih beriman lagi, demikian seterusnya.
Pertumbuhan fisik manusia suatu waktu akan berhenti dan tidak bertumbuh lagi; tetapi pertumbuhan rohani tidak pernah berhenti, jikalau pertumbuhan itu berjalan secara sehat seperti yang Tuhan tentukan. Ketika saya berusia sepuluh tahun, berat saya 25 kg. Anak saya sekarang berusia dua belas tahun, beratnya 56 kg. Saat itu saya kecil dan kurus sekali. Ketika ditanya oleh ibu saya, nanti kalau sudah besar mau jadi apa, saya menjawab ingin menjadi guru. Maka kata ibu, “Kamu begitu kecil dan kurus mau menjadi guru? Nanti kalau didorong oleh muridmu, kamu akan jatuh.” Saya dianggap terlalu kecil, tidak bertumbuh, karena sampai usia dua belas tahun masih belum memiliki tubuh yang cukup besar. Tetapi pada saat saya berusia empat belas tahun, selama satu tahun saya bertambah 12,54 cm. Ketika berusia lima belas tahun saya sudah terlihat seperti orang dewasa. Lalu pada usia enam belas tahun saya sudah 60 kg beratnya. Pada usia delapan belas tahun saya sudah mengajar sampai 40 jam per minggu. Sebelumn masuk sekolah teologi, saya sudah berkhotbah lebih dari 800 kali. Saya juga sudah mengajar ribuah murid sekolah. Itulah cara Tuhan melatih saya. Banyak anak sekarang yang baru kerja sedikit sudah mengeluh merasa lelah. Ketika berusia dua puluh tahun, saat saya masuk sekolah teologi, berat saya 55 kg. Jadi sekarang ada kemunduran besar berat badan, karena ketika berusia enam belas tahun saya sudah 60 kg.
Bilakah kita berhenti tumbuh? Ingatkah waktu Saudara sudah tidak tumbuh lagi? Betapa celaka kalau kita terus bertumbuh, karena jika kita terus bertumbuh, maka pada usia lima puluh tahun, semua pintu dan langit-langit rumah harus dirubah seluruhnya. Tubuh jasmani kita suatu saat akan berhenti bertumbuh, tidak mnenjadi lebih besar lagi. Inilah hukum pertumbuhan fisik. Tetapi tidak demikian halnya dengan kerohanian. Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa suatu saat kita akan berhenti bertumbuh secara rohani. Pertumbuhan kerohanian berjalan terus-menerus seumur hidup.
Pada suatu hari di Hong Kong, saya berkumpul dengan beberapa pendeta. Salah satu di antara mereka adalah seorang pendeta yang sudah berusia delapan puluh dua tahun. Saya bertanya kepada dia, ”Mengapa ada pendeta-pendeta yang pada waktu muda begitu baik, rindu untuk melayani Tuhan, tetapi ketika tua, ia menjadi merosot dan memanipulasi Tuhan? Ada pendeta yang waktu muda berseru minta Tuhan memakai dia, tetapi ketika tua mau memakai Tuhan. Ketika muda berseru: “Tuhan, Tuhan.” Dan ketika tua berseru: “Uang, uang.” Lalu pendeta tua itu menjawab: “Seharusnya orang menjadi tua bisa semakin bertumbuh kerohaniannya. Ia bisa semakin dekat dengan Tuhan. Tidak seharusnya kuasa itu dikurangi karena kemerosotan jasmaninya.” Saya bertanya lagi: “Mengapa demikian?” Dia menjawab: “Ketika muda kita berseru dan berkhotbah dengan suara keras dan tenaga yang kuat, tetapi ketika tua suara dan tenaga kita menjadi semakin lemah, karena himpunan udara di paru-paru kita menurun; tetapi karena pengalaman rohani cukup sehingga bisa semakin kuat kuasanya.” Jadi, di dalam pertumbuhan rohani, kita melihat bahwa kaitan antara iman dan pengetahuan akan terus berputar dan bersirkulasi semakin hari semakin kuat tanpa ada titik hentinya.
BACA JUGA: 3 CARA AGAR GEREJA BERSATU (FILIPI 2:1-11)
Jadi kembali kepada topik kita ini, kita melihat bahwa antara iman dan pengetahuan terjadi putaran yang semakin masuk ke dalam kebenaran Allah dan semakin mengokohkan iman kita. Makin mengerti kebenaran, makin tebal iman kita; dan makin tebal iman kita, makin kita mendalami kebenaran. Itulah “dari iman kepada iman”. Dan ketika kita mempelajari Alkitab, kita akan melihat bukan hanya “dari iman kepada iman” tetapi masih ada tiga hal lainnya, yaitu “dari anugerah kepada anugerah” (from grace to grace), “dari kuasa kepada kuasa” (from energy/power to energy/power), dan “dari kemuliaan kepada kemuliaan” (from glory to glory). Begitu indahnya topik-topik yang diberikan Alkitab kepada kita.
3. IMAN : KAMBIUM KENIKMATAN DALAM TUHAN
“Dari iman kepada iman” adalah suatu pertumbuhan iman di dalam mengalami kuasa dan penyertaan Tuhan. Setelah kita mendapatkan lebih banyak pengetahuan, iman kita menjadi lebih tebal; dan iman yang semakin tebal menjadikan kita semakin mengerti kebenaran. Kini kita melihat bagaimana kita mengalami penyertaan Allah secara lebih riil, mengalami pimpinan Tuhan lebih sungguh lagi, dan mengalami anugerah Tuhan dengan lebih nyata.
Aspek ini meliputi beberapa hal, yaitu: ketika kita berada di dalam kesulitan, iman kita tidak mudah dipatahkan. Iman yang lemah adalah seperti kertas yang mudah robek. Iman yang baik adalah seperti karet yang tidak mudah dipatahklan. Iman seperti ini adalah iman yang ulet dan kuat, karena penyertaan Tuhan semakin kita sadari dan kita alami secara nyata, bukan hanya sekadar argumentasi-argumentasi teologis atau perdebatan-perdebatan logika, tetapi menjadi suatu fakta. Secara fakta saya mengalami Tuhan menyertai saya. Silahkan orang ateis melawan Tuhan, saya tidak mau berdebat lagi, karena saya sudah mengalami penyertaan Tuhan dengan begitu nyata. Silahkan mereka membuat teori bahwa Allah tidak ada, tetapi saya tidak akan berkompromi, karena fakta penyertaan Tuhan bagi saya begitu riil.
Pertama kali saya mengalami pengertian ini pada usia dua puluh tahun. Saat itu saya sedang memberitakan Injil kepada seorang tukang becak di Surabaya. Pada saat itu saya sedang naik becak ke suatu jembatan yang tinggi dan gelap. Setiap kali tukang becak harus mendorong becak itu, saya ikut turun, karena hati nurani saya tidak membenarkan saya tetap duduk sementara sesama saya harus mendorong saya di atas becak. Ketika saya yurun, tukang becak itu mengatakan tidak usah, tetapi saya tetap turun dan sama-sama mendorong becak itu. Ketika sudah mulai turun, saya naik kembali ke becak dan becak meluncur turun. Tiba-tiba becak itu dihentikan oleh beberapa orang, dan mereka meminta arloji saya. Saat itu saya sedang memakai arloji yang sangat saya sayang karena bagus sekali. Bagaimana saya harus bersikap sebagai seorang Kristen? Sementara saya baru mengabarkan Injil, lalu sekarang perampok meminta arloji saya. Saya katakan kepada dia: “Sabar, saya akan berikan arloji ini kepadamu (sambil membuka arloji), tetapi saya saya perlu katakan kepadamu bahwa kamu memerlukan Tuhan Yesus, lebih daripada arloji ini.” Perampok itu membentak saya agar diam sambil mengancam dengan pisaunya. Tetapi saya katakan sekali lagi: “Engkau memerlukan Tuhan Yesus untuk mengampuni dosamu.” Perampok itu kehabisan akal. Dia mengambil arloji itu lalu lari menghilang. Ketika ia lari, sekali lagi saya berteriak: “Tuhan Yesus mencintai orang berdosa!” Setelah perampok itu pergi, saya melihat si tukang becak sedang gemetar ketakutan. Saya katakan, mengapa ia takut padahal ia tidak kehilangan apa-apa, sementara saya sendiri tidak takut. Hari itu saya betul-betul merasakan bagaimana Tuhan mencintai saya. Penyertaan-Nya begitu sungguh dan begitu nyata. Itu membuat saya semakin diyakinkan bahwa iman Kristen bukan iman yang kosong, tetapi iman yang sungguh nyata kepada Allah yang sungguh-sungguh hidup.
Pada tahun 1966, untuk kedua kalinya saya merasakan suatu perasaan yang sangat menakjubkan/ajaib. Saat itu saya memimpin sebuah kebaktian kebangunan rohani di Ujung Pandang, yang dihadiri begitu banyak orang, sampai berjubel di gereja, bahkan sampai di luar gedung. Setelah itu saya menuju ke Palopo. Jalan dari Ujung Pandang ke Palopo yang berjarak 440 km, saat itu harus dicapai dalam waktu dua hari satu malam. Jalanannya begitu rusak dengan batu-batu yang besar, sehingga hanya bisa dilewati oleh jip yang kuat. Seluruh tubuh serasa mau lepas semua. Para majelis di Ujung Pandang mencoba untuk menghalangi saya pergi ke sana, agar saya bisa mengadakan KKR dua hari lagi di Ujung Pandang. Bagi mereka, perjalanan ke Palopo, yang hanya sebuah desa atau kota kecil, sangat tidak menguntungkan. Selain kondisi jalan yang sangat buruk, juga perjalanan itu sangat berbahaya karena adanya pemberontakan yang mencoba menggulingkan pemerintah pusat. Para majelis di Ujung Pandang ketakutan kalau dalam perjalanan itu saya akan mengalami kecelakaan di jalan. Saat itu saya baru berusia dua puluh enam tahun. Ketua majelis itu seorang Letnan Kolonel. Ketika mengetajhui saya bersikeras tetap mau pergi, ia mengirimkan seorang CPM (Polisi iliter) dan seorang polisi untuk menyertai saya di perjalanan. Seumur hidup hanya beberapa kali saya pergi berkhotbah dengan dikawal orang bersenjata. Maka di mobil itu ada lima orang, seorang pendeta, pengemudi, saya, dan dua petugas. Setelah tiba di Palopo, saya mengumumkan akan berkhotbah selama tujuh hari tentang Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Setelah berkhotbnah pada hari ketujuh, seseorang datang kepada saya dan berkata: “Jangan umumkan besok engkau akan berangkat jam berapa, karena khotbahmu terlalu berani dan terlalu keras, sehingga ada kemungkinan orang mau membunuh kamu di perjalanan pulang.” Saya dianjurkan berangkat jam 04.00 pagi, agar jika ada orang yang mau mencari saya atau mencegat, kami sudah tidak ada. Di dalam perjalanan sampai di dekat Pare-Pare, di sebuah jalan pegunungan yang rusak sekali, pen pegas roda belakang jip patah, sehingga roda tidak bisa bergerak. Tempat itu tampat yang sangat berbahaya. Sesudah coba diganti dengan sekrup, jip itu dapat berjalan. Tetapi baru berjalan 2 km, roda itu bergeser kembali dan macet lagi. Pendeta yang mendampingi saya mulai ketakutan, tetapi saya menguatkan dia dan mengajak dia untuk berusaha mencari bantuan. Ada orang yang menjemur pakaian dengan jemuran dari kawat (saat itu belum ada tali plastik/rafia seperti sekarang). Kami membeli kawat tersebut sekalipun dengan harga yang cukup mahal. Lalu dicoba ban itu ditarik dengan kawat tersebut. Ketika kami sedang mencoba memperbaiki mobil itu, saya melihat kedua tentara itu mulai gemetar. Sambil sedikit bercanda dengan mereka saya mengatakan; “Pak, mengapa gemetar, saya tidak punya apa-apa tidak gemetar.” Dia menjawab: “Justru karena kamu tidak pegang apa-apa, tidak perlu takut. Para pemberontak itu menginginkian senapan yang kami pegang, itu sebabnya saya takut. Beberapa teman saya sudah mati di sini, karena mereka ingin merebut senjatanya.” Saat itu saya merasakan perasaan yang sangat luar biasa. Saya merasakan bagaimana Tuhan menyertai saya.
Peristiwa ketiga yang paling berkesan dalam hidup saya adalah ketika dokter di Filipina mengatakan: “Stephen Tong terkena kanker hati dan dalam waktu 1 tahun akan meninggal.” Ketika saya diberi tahu, hal itu bagaikan vonis pengadilan. Saat itu saya berpikir: “Mati? Mengapa selama ini saya tidak berpikir mati? Kalau memang saya harus mati tahun ini, lalu apa yang harus saya lakukan?” Saat itu saya sangat tenang. Ketika pulang ke kota Malang, istri saya menjemput saya (saat itu masih ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Malang), dan mengatakan apakah saya tidak takut divonis seperti itu. Saya katakan tidak, karena kalau saya harus hidup sehari demi sehari, itu semua merupakan kehendak Tuhan. Istri saya berargumen bahwa kita harus berusaha agar bisa lebih sehat. Saya setuju, tetapi hidup tetap di tangan Tuhan.
Ketika Saudara tidak mengalami bahaya, Saudara tidak akan sadar bahwa Tuhan Yesus sudah menyertai Saudara. Yesus sudah menyertai, tetapi manusia yang tidak sadar disertai. Banyak orang Kristen yang belum sadar bahwa Tuhan sudah menyertai kita. Terkadang Tuhan membiarkan kita mengalami kesulitan, mengalami berbagai bahaya dan penderitaan untuk mencelikkan mata kita dan membuka telinga kita agar kita bisa melihat lebih jelas dan mendengar lebih jelas pimpinan Tuhan atas hidup kita. Jika pada suatu hari Saudara harus sakit keras dan mati, jangan takut. Jika suatu hari Saudara harus menjadi duda, atau menjadi janda, jangan takut. Dengan mata di atas kepala saya sendiri saya menyaksikan ada beberapa janda yang lebih hebat dan lebih kuat setelah ditinggal oleh suaminya. Beberapa kali saya melihat wanita-wanita yang ketika masih ada suaminya, terlihat begitu lemah dan tidak boleh ikut campur banyak hal karena dianggap tidak mampu, tetapi setelah kematian suaminya, ia bangkit dan sadar akan penyertaan Tuhan, mempunyai iman yang kuat untuk mengatasi kesulitan. Orang-orang yang sungguh-sungguh seperti ini menjadi keindahan di dalam gereja-gereja Tuhan. Jangan kita berpikir bahwa kita tidak mampu, kita tidak ada gunanya, atau kita terlalu lemah. Jangan kita mengatakan bahwa kita hanya bisa jatuh dan tidak bisa bangun. Tuhan Yesus berkata: “Jangan takut. Percayalah kepada-Ku.” Iman kepercayaan yang sejati adalah nyanyian di malam yang gelap. Orang beriman dimampukan bernyanyi di malam yang gelap dan di lembah yang kelam.
Di mana iman kepercayaan kita bernyanyi, Iblis akan ketakutan; di mana iman kepercayaan kita bernyanyi, di situ Tuhan berkenan atas kita, dan Dia bersukacita karena kita mengerti isi hati-Nya. Puji Tuhan! “Dari iman kepada iman” yang secara pengertian membuat lingkaran iman-pengetahuan yang semakin kuat, dan secara pengalaman membuat kita semakin menyadari dan mengalami penyertaan-Nya. Di dalam iman yang menuju kepada iman, kita semakin menyadari karya Allah yang setia. Allah adalah Allah yang setia dan tidak pernah berubah. Allah adalah Allah yang berjanji dan bekerja. Allah yang sudah berfirman, akan menggenapi apa yang difirmankan-Nya. Yesus tidak pernah mengecewakan kita dan tidak pernah meninggalkan kita. Di dalam Ibrani 13:5b, Ia berkata: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” Allah adalah Allah yang menyertai kita sampai selama-lamanya.
Pada usia tujuh belas tahun saya menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Sejak saat itu saya dengan rajin mulai membagi-bagikan traktat di jalan. Kepada orang yang saya temui di jalan, saya beritakan tentang Yesus Kristus. Saya naik bis dan membagi traktat di sana. Naik kereta api, bukan karena mau pergi ke suatu tempat, tetapi hanya karena di kereta api saya bisa mempunyai banyak kesempatan bertemu orang dan membagikan traktat Injil. Ketika seseorang memberitahu saya ada seorang yang sakit di sebuah rumah sakit di Surabaya yang membutuhkan pelayanan, saya segera naik sepeda pergi ke rumah sakit tersebut. Di situ saya bertemu dengan seorang yang sudah sangat tua dan sakit. Saya berdoa supaya setan keluar darinya, imannya dikuatkan, penyakitnya disembuhkan, dan agar dia bisa kembali hidup bagi Tuhan, dan mengalami kuasa Tuhan. Setelah selesai berdoa, saya pulang. Keesokan harinya, ibu saya pergi lagi melawat dan mendoakan orang tua ini. Dan saat itu istri orang tua ini mengatakan kepada ibu saya, bahwa kemarin saya sudah datang dan mendoakan dia, dan saat itu terjadi suatu hal yang sangat ajaib. Ibu saya merasa heran atas apa yang terjadi. Dia mengatakan bahwa sebelum saya masuk, kamar itu penuh setan. Saya baru mengetahui hal itu dari cerita ibu saya. Kalau saja saya tahu sebelumnya, mungkin saya juga takut masuk. Suaminya terus berkata bahwa di ruangan itu banyak setan, ramai sekali, minta istrinya mengusir setan-setan itu. Istrinya menjadi ketakutan luar biasa. Saat itu saya masuk, dan di dalam saya menyanyikan lagu: “Ada Kuasa dalam Dalam Darah Domba Allah” dan “Dalam Nama Yesus”. Saat saya berdoa dan nama Yesus disebut, setan-setan itu pergi dari situ. Ketika pulang ibu saya menceritakan hal itu kepada saya. Setelah saya mendengar saya baru menyadari betapa besar kuasa Tuhan. Saya segera masuk ke kamar, berlutut dan berdoa mengucap syukur kepada Tuhan, bahwa saya boleh mengalami penyertaan dan kuasa-Nya.
Menyembuhkan orang sakit, terkadang disebut sebagai karunia, tetapi mengusir setan di seluruh Alkitab tidak pernah disebutkan sebagai salah satu karunia. Itu adalah hak/kuasa yang diberikan Tuhan kepada setiap orang Kristen. Setiap kita punya hak/kuasa, jika kita hidup suci, kita hidup bersandar kepada Tuhan, kita percaya dan berpegang pada firman Tuhan sebagai pedang bermata dua, maka kita tidak pernah perlu takut setan. Sejak berusia tujuh belas tahun, saya sudah dikonfirmasikan bahwa firman Tuhan itu benar, bahwa Allah itu berkuasa dan berdaulat, bahwa janji Allah tidak pernah diabaikan. Saya tidak pernah takut lagi.
Kini sudah tiga puluh enam tahun berlalu, dan saya menegaskan bahwa Tuhan tetap hidup untuk selama-lamanya. Iman bisa terus bertumbuh. Iman yang membawa kita kepada Allah yang sejati, iman yang mempercayai janji Tuhan, adalah bukti bahwa Dia memang ada dan memelihara saya. Iman ini seharusnya menjadi senjata kita untuk melawan segala ketakutan, kegelisahan, dan segala kecemasan yang tidak perlu. Tetapi celakalah kita jika sebagai orang Kristen kita mempunyai kecemasan lebih besar daripada kepercayaan kita; jika kita lebih banyak kuatir daripada beriman; jika kita lebih banyak takut daripada berpegang pada Tuhan. Prinsip “dari iman kepada iman” seharusnya membawa kita kepada pengalaman iman yang semakin bertumbuh dengan tidak habis-habisnya. Sehingga kita bisa terus-menerus mencatat pengalaman iman kita sebagai bukti dan fakta bahwa hidup “dari iman kepada iman”. Orang benar akan hidup karena iman. Dengan iman itu, orang benar hidup di dalam dunia.
4. IMAN : PENYEMPURNA HIDUP
Di sepanjang perjalanan hidup kita, kita akan melihat pemeliharaan tangan Tuhan yang tidak pernah melepaskan kita sampai selama-lamanya. Perjalanan iman yang dimulai dari iman juga akan berakhir dengan iman sebagai suatu keutuhan totalitas. Seluruh perjalanan hidup kita dimulai dari iman dan akan diakhiri dengan iman yang disempurnakan. Alkitab mengajar kita bahwa Allah kita adalah Allah yang memulai pekerjaan yang baik dan yang juga akan mengakhiri dan menggenapkan pekerjaan baik-Nya (Filipi 1:6). Alkitab juga mengatakan Yesus Kristus dari dahulu, sekarang, dan selama-lamanya tidak pernah berubah (Ibrani 13:8). Dan Dia berkata: “Pandanglah kepada Yesus Kristus yang mengadakan dan menyempurnakan iman kita.” (Ibrani 12:2). [Terjemahan bahasa Indonesia kurang tepat karena ditulis “memimpin kita dalam iman” yang sebenarnya adalah “memulai” atau “mengadakan iman” dan “yang menyempurnakan.”] Di sini kita melihat tiga hal :
Pertama, Tuhan adalah Allah yang setiawan dan tidak berubah. Ia tidak berubah dan Ia tidak perlu menyangkal diri, karena Ia tidak pernah bisa digoncangkan oleh situasi apa pun di sepanjang sejarah, karena Dia adalah Penguasa sejarah dan Pencipta waktu. Ia petunjuk bagi hal-hal yang terjadi di masa akhir. Dia adalah Tuhan yang akan menguasai sejarah sampai titik akhir, yaitu eskatologi. Dia adalah Tuhan yang tidak berubah dan setia, dan yang menjamin bahwa Dia akan bisa menyelesaikan apa yang telah dijanjikan-Nya.
Kedua, Dia senantiasa memelihara serta memperhatikan kita. Bukan saja karena kesetiaan dan ketidak-berubahan-Nya kita terjamin, tetapi juga melalui pemeliharaan dan perhatian-Nya yang terus-menerus kepada kita. Mata-Nya tidak pernah lepas dari kita dan Ia tidak pernah meninggalkan kita. Pemeliharaan Tuhan, cara pemeliharaan, dan paradoks di dalam pemeliharaan Tuhan merupakan tema besar yang tidak sempat untuk diulas di sini, tetapi kita harus tetap melihat bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Terkadang kita merasa seolah-olah Tuhan meninggalkan kita, tetapi sebenarnya tidak demikian. Ketika Saudara sakit, Tuhan mengetahuinya; ketika Saudara mengalami kesulitan keuangan, Tuhan mengetahuinya; ketika Saudara difitnah, diperlakukan dengan tidak baik, mengalami umpatan dan kerugian yang besar, Tuhan juga tahu. Namun, sekalipun Tuhan mengetahuinya, bukan berarti Tuhan harus segera bertindak dan membereskan masalah Saudara menurut waktu dan kehendak kita. Terkadang Tuhan membiarkan Lazarus meninggal selama empat hari baru Dia datang. Kalau memang Tuhan mencintai keluarga Maria dan Marta, mengapa Tuhan tidak datang sebelum dia meninggal? Pemeliharaan Tuhan memiliki suatu prinsip, yaitu menurut waktu dan cara Tuhan, bukan menurut waktu dan cara manusia.
BACA JUGA: KEADILAN ALLAH dan KARYA KRISTUS
Biarlah iman kita tetap bernyanyi, biarlah iman kita tidak menyerah, dan biarlah iman kita tetap memuji Tuhan, bahkan pada saat kita merasa berada di dalam keadaan yang paling sulit dan Tuhan belum juga muncul untuk memberikan pertolongan. Kiranya Saudara boleh berkata, ”Imanku tetap teguh di dalam Dia.” Kiranya pengalaman-pengalaman demikian dapat mengakibatkan iman Saudara bertumbuh sampai mencapai suatu ketenangan yang tidak bisa direbut oleh siapa pun.
Pada akhirnya, pengalaman iman yang berulang kali ini akan membawa Saudara pada fakta dan kesimpulan bahwa Allah yang seriungkali terlihat seperti terlalu lambat, ternyata tidak pernah terlalu lambat dan tidak pernah salah di dalam memimpin Saudara sampai pada akhirnya, karena Dia adalah Allah yang tidak mungkin bersalah. Bahkan, terkadang apa yang Saudara duga sebagai keterlambatan, justru merupakan persiapan Tuhan untuk melatih Saudara di dalam disiplin yang lain. Terkadang, keadaan yang seolah-olah terlambat bisa menjadi suatu latihan supaya Saudara mampu melihat fase lain yang sementara ini terlewatkan.
Pada suatu hari ada seseorang bertanya kepada saya, mengapa ketika ia akan membangun rumah, izinnya tertunda sampai satu setengah tahun lamanya. Akhirnya iua mengetahui, rupanya Tuhan memiliki rencana tertentu baginya. Jangan pernah meragukan pimpinan Allah. Ia tidak pernah meninggalkan Saudara. Puji Tuhan! Keterlambatan selalu menjadi berkat yang lebih besar. Keterlambatan melatih kesabaran kita. Keterlambatan menjadikan kita sering lebih matang dalam pengalaman iman kita.
Satu pertanyaan yang sulit dijawab oleh dunia psikologi ialah mengapa anak-anak yang pada waktu kecil sedemikian genius menjadi biasa-biasa saja ketika beranjak dewasa. Banyak orang tua ingin anaknya pandai, dari kecil sudah dipaksa sekolah dengan segala pengetahuan, dengan harapan lulus sarjana umur sembilan tahun, supaya bisa dengan bangga membicarakan kepada orang lain, bahwa anaknya genius. Cara seperti itu kelak bisa membuat anak itu menjadi depresi dan gila, karena tingkat kemampuannya dipaksa terlalu cepat dengan tidak seharusnya. Cara seperti itu sebenarnya adalah suatu penyiksaan terhadap anak. Di satu pihak kita melihat anak-anak yang begitu genius dan betul-betul hebat, setelah dewasa menjadi biasa-biasa saja. Hal ini merupakan realitas yang terjadi pada sangat banyak orang. Di pihak lain, kita juga melihat banyak orang yang waktu anak-anak terlihat biasa-biasa saja, ketika mulai dewasa menjadi semakin hebat. Kita mengetahui Thomas Alfa Edison, juga Albert Einstein, yang sempat tidak lulus SMU, dianggap bodoh oleh guru dan teman-temannya, dan sampai tua ia begitu sulit menghitung pajak. Tetapi di pihak lain, ia begitu sukses dan begitu brilian.
Terkadang Tuhan memperkenankan terjadinya keterlambatan di satu atau dua hal, tetapi di lain pihak memberikan kesuksesan yang luar biasa di bidang lain. Seolah-olah fase pertama dan kedua hidup kita tidak berarti, tetapi hendaklah kita tidak menghina diri karena kita menjadi semakin tua. Siapa yang tahu ketika kita makin tua bisa menjadi semakin hebat? Kentucky Fried Chicken yang terkenal di seluruh dunia dimulai oleh Kolonel Sanders saat ia berusia enam puluh tahun lebih, juga ada beberapa perusahaan yang sukses dimulai oleh orang yang sudah tua. Pimpinan Tuhan terhadap satu orang berbeda dari orang yang lainnya. Terkadang kita merasakan sepertinya Tuhan terlambat dan Tuhan tidak mau menolong, tetapi pimpinan Tuhan sangat berbeda dan yang pasti Ia tidak pernah salah. Yang harus kita lakukan adalah kita percaya penuh kepada-Nya.
Ketiga, sampai pada akhirnya, ketika Kristus datang kembali, iman kita akan disempurnakan. Iman kita yang masih belum genap, yang masih penuh dengan kekuatiran, yang penuh dengan luka-luka, dan yang masih kurang sempurna, akan disempurnakan pada saat Yesus Kristus datang kembali. Inilah yang di dalam teologi disebut sebagai consummation. Istilah ini bukan berasal dari kata consume yang artinya menghabiskan atau menghilangkan, tetapi dari kata consummate yang berarti melengkapi atau menyempurnakan. Tuhan pasti akan menyempurnakan iman kita yang kurang sempurna, pada waktu Ia datang kembali dan memulihkan kita ke dalam kesempurnaan-Nya.
PENUTUP:
Kini kita mempunyai tugas berat, yaitu dari sejak kita dilahirkan kembali sampai Dia datang kembali, kita harus terus-menerus taat, berpegang dan bersandar kepada-Nya, dan setia memegang janji-Nya. Dan setelah kita selesai mengerjakan tugas kita, Ia juga akan menyelesaikan tugas-Nya yaitu menyempurnaklan iman yang telah Ia berikan kepada kita, sehingga kita bisa berjumpa dengan Tuhan di dalam kekekalan. DARI IMAN KEPADA IMAN (FROM FAITH TO FAITH).
Amin.