SPIRITUAL: PERTUMBUHAN DAN KEDEWASAAN

SPIRITUAL: PERTUMBUHAN  DAN KEDEWASAAN
SPIRITUAL: PERTUMBUHAN DAN KEDEWASAAN. Suatu hari seorang anggota gereja datang kepada pendetanya dan berkata,―Pak pendeta, mengapa sudah sekian lama aku menjadi orang Kristen, kok rasanya aku masih tetap seperti sepuluh tahun yang lalu dan rasanya aku tidak bertumbuh secara spiritual. 

Pendetanya balik bertanya, Bagaimana Anda tahu bahwa Anda tidak bertumbuh dewasa secara spiritual?‖ Si anggota gereja berkata,Yah...karena aku merasa tidak ada perubahan dalam hidupku ini…Lalu bagaimana aku tahu, dan apa yang menjadi tanda bahwa aku sudah bertumbuh dewasa secara spiritual? 

Pertanyaan-pertanyaan dalam dialog diatas diyakini banyak dipertanyakan oleh orang percaya hari ini. Oleh karena itu tulisan ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan diatas dengan memberikan ciri atau karakteristik kedewasaan spiritual. 

Pertumbuhan Spiritual 

Tujuan dari formasi spiritualitas adalah agarkehidupan spiritualitas seseorang dapat bertumbuh. Bertumbuh dalam bahasa Yunani menggunakan auxanolauxo;kata ini muncul sebanyak dua puluh kali dalam Perjanjian Baru. Kata tumbuh atau bertumbuh lebih mengacu pada proses alamiah yang terjadi secara natural dan bersifat universal. 

Kata ini digunakan untuk menjelaskan tentang pertumbuhan tanaman dan pertumbuhan manusia. Dalam suratsuratPaulus kata bertumbuh mengacu pada pertumbuhan iman orang percaya(2 Korintus 10:15), bertumbuh dalam pengetahuan akan Allah (Kolose 1:10), dan bertumbuh dalam kasih karunia (2 Petrus 3: 18), termasuk di dalamnya gereja sebagai tubuh Kristus yang bertumbuh bersama menuju pada kedewasaan penuh. (Efesus 2:12; 4:15-16).Richards (1985) mengatakan bahwasemua pertumbuhan spiritual tersebut dibawah penguasaan Tuhan Allah (1 Korintus 3:6-7; Efesus 2:21; 4:15). 

Pertumbuhan itu sendiri bukanlah spiritualitas, namun kehidupan spiritual / rohani membawa seseorang ke dalam proses pertumbuhan, dan Tuhan terlibat dalam proses ini. Oleh karena itu, pertumbuhan spiritual menjadi nyata ketika seseorang didorong oleh sebuah kerinduan yang mendalam agar kehendak Tuhan itu menjadi nyata dalam kehidupannya.1Pertumbuhan spiritual membutuhkan proses yang panjang dan bahkan bisa bertahuntahun. 

Rick Warren dalam bukunya yang menjadi best seller di tahun 1995 berjudul Purpose Driven Church memberikan enam prinsip pertumbuhan/perkembangan spiritual, yaitu: 

a. Pertumbuhan spiritual harus dipupuk, untuk berkembang dibutuhkan komitmen dan usaha untuk tumbuh (Ibrani 5:12). 

b. Pertumbuhan spiritual itu sederhana, setiap orang percaya dapat bertumbuh dan menjadi dewasa secara spiritual, kalau mereka mau memelihara hidup spiritualnya. 

c. Pertumbuhan spiritual adalah proses yang membutuhkan waktu. Ini adalah perjalanan seumur hidup. 

d. Pertumbuhan spiritual lebih dimanifestasikan lewat karakter dari pada lewat iman. 

e. Pertumbuhan spiritual membutuhkan orang lain untuk berbagi dan membantu mereka untuk tumbuh. 

f. Pertumbuhan spiritual membutuhkan pengalaman spiritual bersama dengan Allah yang menghasilkan kedewasaan spiritual. 

Sedangkan menurut Paulus, tujuan utama dari pertumbuhan spiritual ialah menjadi sama seperti Yesus Kristus. Hal itu jelas diungkapkan dalam suratnya kepada orang-orang Kristen di Efesus Paulus menulis: 

Sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. 

Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya di dalam kasih.(Efesus 4:13-16) 

Hal ini penting, karena itu formasi spiritual bertujuan agar setiap orang percaya dapat bertumbuh dalam kehidupan spiritual. Pertumbuhan spiritual ini dapat tercapai apabila mereka bertekun dalam membaca dan merenungkan Firman Tuhan, berdoa, dan mengekspresikan iman dalam kehidupan nyata sehari-hari sehingga mereka menjadi seperti Kristus, dan tumbuh dalam segala hal kearah Dia yaitu Kristus yang adalah kepala. 

Pertumbuhan spiritual adalah kombinasi dari nature and nurture yaitu sifat alam dan lingkungan yang membentuknya. Ada banyak cara di mana pertumbuhan ini bisa terjadi, bukan bergantung pada tingkat persepsi kesadaran spiritual tetapi pada keterlibatan masing-masing pribadi dalam proses pertumbuhan spiritual yang terus menerus. 

Seperti relasi pada umumnya, hidup bersama dengan Allah perlu ditumbuhkembangkan. Tuhan adalah inisiator, tetapi respons manusia juga tidak kalah pentingnya. Respons itu mungkin sesuatu yang natural dalam arti bahwa orang percaya memiliki kapasitas untuk bertumbuh secara spiritual, dan itu berkembang sebagai bagian dari kehidupan yang menuju pada dewasa penuh. Individu dan komunitas spiritual harusnya menjadi agen formasi spiritual, yang mencapai formasinya secara lengkap ketika ada upaya sadar dari setiap individu dalam rangka memfasilitasi pertumbuhan kehidupan spiritualnya. 

Seperti yang dikatakan oleh Cully bahwa pertumbuhan ini dicapai lewat kombinasi yang tepat antara belajar tentang kehidupan spiritual dan bagaimana menghidupinya. Dengan kata lain,pertumbuhan spiritualitas melibatkan membaca Firman Tuhan, berdoa, merenung, dan hidup didalamnya. Menurut Cully, hal itu terjadi apabila ada interaksi terus-menerus antara belajar tentang kehidupan spiritual dan upaya melakukannya.Pertumbuhan spiritualitas adalah sebuah proses, 

Banyak orang telah menyaksikan pengalaman-pengalaman dramatis mereka tentang kualitas hidup yang mereka miliki sebelumnya serta proses yang dilewati dalam formasi spiritual. Pertumbuhan spiritual adalah proses yang terus-menerus, dan proses ini melibatkan formasi, pembentukan, dan pertumbuhan. 

Di lain pihak, pertumbuhan spiritual mencakup kesadaran akan karya Roh Kudus. Kita bukan Tuhan, dan kita tidak dapat mengetahui bagaimana Roh Allah akan dinyatakan bagi orang orang tertentu walaupun tindakan yang dilakukan seseorang mungkin aneh bagi oranglain. 

Karya Roh Kudus dalam pertumbuhan spiritual adalah dasar bagi setiap pemahaman tentang kehidupan beragama, salah satu dimensi pertumbuhan itu dapat dilihat dalam gerakan Pentakosta dari generasi pertama gereja hingga saat ini. Hal terlihat dari komunits gereja abad pertama yang hidup dalam kelompok yang menjunjung tinggi akan pentingnya upaya menumbuhkembangkan kehidupan spiritual, artinya setiap orang memberikan dukungan dan saling memotivasi agar dapat bertumbuh bersama. 

Budaya seperti itu menjadi model dari kehidupan spiritualyang oleh Cully disebutkan bahwa salah satu bentuknya ialah lewat proses pertumbuhan spiritual yang meliputi komunitas, individu, Kitab Suci, dan tulisan-tulisan lainnya, serta tindakan Allah, baik yang transenden maupun imanen. 

Gordon T. Smith menunjukkan bahwa proses formasi/pembentukan telah menjadi perhatian dunia pendidikan sejak lama, hal itu bahkan telah menjadi jantung dari spiritualitas dan filsafat pendidikan kita. Gorman lebih jauh berpendapat bahwa formasi melibatkan lebih dari sekadar belajar seperti yang biasa dipahami dalam lembaga-lembaga pendidikan kita, Gorman dengan yakin mengatakan bahwa setiap metode formasi spiritual harus bersifat holistik dengan mengintegrasikan intelektual, dimensi sosial, budaya, dan spiritual dari kehidupan seseorang. 

Cully menekankan bahwa kehidupan spiritual haruslah ditumbuhkembangkan. Penumbuhkembangan terjadi lewat proses memelihara dan mendidik, karena itu spiritualitas bukanlah produk. Ia adalah proses yang dibuktikan dalam gaya hidup.Oleh karena itu, pertumbuhan spiritual adalah kombinasi dari nature and nurture. 

Bagimanapun juga spiritualitas adalah proses yang menuju pada pertumbuhan, yaitu proses yang terus menerus menumbuhkembangkan kedekatan hidup dengan Tuhan. Halnya relasi dengan orang lain, demikian juga relasi dengan Tuhan. Dalam berelasi, Allah adalah inisiator, tetapi respons manusia juga penting artinya, formasi spiritual tidak boleh hanya berdasarkan sesuatu yang kita lakukan melainkan sebuah proses yang dimulai dan ditopang Allah. 

Tuhan bekerja melalui agen manusia danoleh karena itu kegiatan dan program manusia dapat membantu atau bisa saja menghalangi tujuan Tuhan bagi komunitas individu dan seluruh dunia, karena formasi spiritual hanyalah respons terhadap inisiatif Allah. Rasul Paulus mengakui sifat keberkelanjutan dari formasi/pembentukan serta pengembangan dari manusia spiritual, dimana seseorang sedang dalam proses dibentuk di dalam gambar Allah melalui Yesus Kristus. Semua itu karena formasi spiritual kita berakar dalam Allah dan di dalam Kristus serta bersikap terbuka terhadap orang lain. 

Pertumbuhan spiritual itu terjadi secara sederhana melalui ibadah yang berpusat pada Tuhan. Sama halnya dengan makanan yang memberi hidup dan yang menyehatkan serta transformasi yang diterima dari kasih karunia Allah lewat motivasi, penghiburan, dan pertolongan dari orang lain. Itulah sebabnya penting bagi seseorang untuk memiliki hubungan yang benar dan sehat, baik di dalam maupun di luar dirinya.

Kedewasaan Spiritual 

Pernyataan Manifesto Nottingham 1977 memahami bahwa kedewasaan spiritual itu membutuhkan sebuah proses yang melibatkan hubungan kita yang mendalam dengan Tuhan lewat pertobatan, iman, dan ketaatan serta perubahan menjadi serupa dengan Dia, yang mencakup pikiran, perilaku, sikap, kebiasaan dan karakter kita, bersamaan dengan pertumbuhan dalam pengetahuan tentang Allah dan kebenaran-Nya, yang disertai pengembangan dalam kapasitas untuk membedakan antara baik dan jahat. 

Sedangkan tujuan akhir dari kedewasaan spiritual ini ialah meningkatnya kemampuan untuk mengasihi dan dikasihi dalam relasi kita dengan Tuhan, gereja, dan dunia. Transformasi (perubahan) yang terjadi karena karya Roh Kudus, lewat sarana kasih karunia.

Cully dalam posisi yang sama menyatakan bahwa menjadi dewasa secara spiritual adalah sebuah proses, yaitu proses pertumbuhan yang berkesinambungan. Itu tidak terjadi dalam sekejap mata bagaikan sihir tetapi itu terjadi terus menerus dalam sepanjang hidup. Lagi-lagi menurut Cully,―Seseorang menjadi dewasa apabila ia mau diajari, cepat untuk belajar, dan bersifat fleksibel. Oleh karena itu, orang yang dewasa secara spiritual adalah orang-orang yang terlibat secara dinamis, aktif, dan agresif dalam kehidupan. 

Mereka adalah orang-orang yang mendedikasikan hidupnya untuk mempelajari Alkitab, berdoa, bertumbuh secara spiritual, dan mengekspresikan iman mereka dalam kehidupan sehari-hari, mempraktekkan ketenangan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedewasaan spiritual mensyaratkan penaatan ulang prioritas secara besarbesaran, berubah dari menyenangkan diri sendiri kepada menyenangkan Allah dan belajar menaati Allah. Kunci dari kedewasaan ini adalah kekonsistenan, ketekunan dalam melakukan hal-hal yang mendekatkan kita pada Allah. Kebiasaan ini sebagai ilmu disiplin rohani dan melibatkan hal-hal seperti pembacaan dan mempelajari Alkitab, doa, persekutuan, pelayanan, dan penanggung jawaban. 

Dalam Perjanjian Lama, relasi dalam ikatan perjanjian (covenant) antara Allah dan umat-Nya sebagai barometer bagi kedewasaan spiritual. Orang yang dewasa secara spiritual adalah orang yang setia kepada perjanjian dimana didalamnya terkandung kesetiaan kepada Tuhan, hukum-Nya, umat, dan para pemimpin umat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang yang dewasa secara spiritual adalah orang yang setia dalam menaati hukum yang disimpulkan sebagai kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. 

Dalam tradisi kenabian Israel, dijumpai dimensi lain dari kedewasaan spiritual. Para nabi menekankan hubungan yang erat antara kasih dan penyembahan kepada Allah dan praktek-praktek keadilan dalam tatanan sosial dan politik. Pesan kenabian adalah bahwa seseorang tidak benar-benar adil dan dewasa dalam melakukan torat tanpa menunjukkan perhatian dan kasih sayang bagi anggota yang miskin dan tidak mampu dalam komunitasnya. 

Nabi mengakui bahwa itu bukan melalui ibadah atau ritual saja seseorang menjadi baik dan adil, melainkan melalui jalan dan tindakan yang berlaku adil. Dengan demikian, kedewasaan dalam kasih diwujudkan dalam tindakan adalah spiritual tertinggi yang ideal. 

Dalam literatur Hikmat, Kitab Suci orang Ibrani, orang yang dikatakan dewasa secara spiritual adalah orang yang bijak dalam relasinya dengan Allah dan dengan sesama. Orang yang bijak adalah orang yang telah memiliki makna hidup yang dalam serta wawasan hidup yang luas, baik itu dalam filosofi maupun praktek nyata dari hidupnya. Unsur yang paling kuat dari tradisi ini ditemukan dalam kitab Ayub. Hal itu dengan jelas ditunjukkan bahwa orang yang memiliki relasi yang baik dengan Allah dan orang yang dewasa secara spiritual harus diuji dengan sakit penyakit, penderitaan, dan acaman kematian. 

Dengan demikian, pengalaman paruh kedua dari perjalanan kehidupan merekalah yang akhirnya menentukan kedewasaan spiritual seseorang. Karena melalui pengalaman-pengalaman inilah seseorang dapat melihat Allah dan hidup ini dengan lebih bermakna. Karena itu jelas dari apa yang dibaca dipelajari dari tradisi Ibrani bahwa kedewasaan spiritual itu adalah tugas seumur hidup. 

Kedewasaan dibentuk lewat hidup yang dekat dengan Tuhan dan dalam persekutuan dengan sesama, kedewasaan adalah tanggung jawab Tuhan yang dijumpai dalam hidupnya. Kedewasaan spiritual tidak dapat ditemukan dalam status yang telah dicapai seseorang, atau dalam melakukan tuntutan legalitas ritual keagamaan, karena hal itu justru ditemukan dalam kehidupan yang penuh dengan kasih setia dan ketaatan kepada Allah yang ia jumpai dalam pengalamannya sehari-hari dan dalam kesatuan doa dan ibadah. 

Dalam Alkitab, orang yang dewasa secara spiritual adalah orang yang beriman, orang yang setia dalam melakukan hukumhukum Tuhan mereka yang berlaku adil dan berbuat baik kepada orang lain, serta orang yang bijak secara spiritual, yang memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan dan sesamanya. 

Dalam kitab-kitab Injil, orang yang dewasa secara spiritual adalah orang-orang beriman yang percaya dan bersandar pada Allah dalam Yesus; iman ini pada dasarnya memerlukan kerendahan hati, cinta bagi sesama, hidup baru oleh pertobatan, serta kesediaan untuk mengampuni orang lain. Yesus menunjukkan diri kepada muridmurid-Nya dan kepada orang lain sebagai orang dewasa yang hidup dan perbuatan-Nya yang menjadi standar bagi penilaian sebuah kedewasaan. Konsep kedewasaan spiritual dalam tradisi Yahudi banyak dipengaruhi oleh masyarakat di sekitar Timur Tengah kuno. 

Rick Warren memberikan lima karakteristik orang yang disebut sebagai orang yang dewasa secara spiritual, yaitu: 

a. Seseorang yang telah dilahirkan kembali b. Seseorang yang memiliki relasi yang mendalam dengan Tuhan c. Seseorang yang memahami Firman Tuhan d. Seseorang yang tumbuh secara kognitif, sikap/prilaku, kebiasaan dan karakter e. Seseorang yang mencintai Tuhan dan sesamanya. 

Amirtham dan Pryor di bagian lain memberikan delapan tanda kedewasaan spiritual Kristen, yaitu: 

a. Spiritulitas rekonsiliatif dan integratif, kedewasaan spiritualitas harus mengekspresikan dirinya dan berintegrasi dengan komunitasnya secara holistik. 

b. Spiritualitas inkarnasional, kedewasaan spiritual ditunjukkan dalam aktivitas sehari-hari yang berlangsung di sepanjang hidup, oleh karena itu spiritualitas inkarnasi harus dikomunikasikan dengan memperhatikan sensitivitas budaya dan bahasa. Bahasa kedewasaan spiritual tidak harus terlalu jauh dari bahasa anggota gereja dan pengalaman kehidupan dan pergumulan mereka dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan gereja. 

c. Kedewasaan spiritual harus berakar pada Kitab Suci dan ditumbuhkembangkan dengan doa. Orang-orang percaya harus dibawa masuk ke dalam Firman Allah, yang dibaca dan dimaknai di tengah-tengah realitas sejarah mereka. 


Keheningan/kesendirian juga diperlukan untuk bersekutu dengan Tuhan untuk mengalami kehadiran Allah dalam kehidupan nyata sehari-hari. Selain itu, kita perlu mengakui akan kehadiran Roh Kudus di tengah-tengah aktivitas kita sehari-hari. 

d. Spiritualitas yang berani membayar harga, artinya adalah spiritualitas yang ditunjukkan Yesus yang menyatakan kasih dan sikap solidaritasnya terhadap orang miskin yaitu spiritualitas sejati dengan memberi makan kepada yang lapar, bukan dari roti saja, tetapi dengan kasih yang bermartabat. 

e. Spiritualitas memberi hidup dan pembebasan, spiritualitas Kristiani ialah spiritualitas yang terus terhubung dengan sumber kehidupan, ia memberikan kuasa membebaskan untuk berbagi dalam pencarian seseorang untuk kehidupan sejati. Hal ini mencakup kesediaan untuk berbagi kehidupan dengan orang lain dimana dan kapan saja. 

f. Komunitas yang berakar dan berpusat pada ekasristi. Dalam sakramen perjamuan kudus orang percaya mencicipi anugerah kehidupan dan merayakan kepenuhan hidup dalam kesatuan. Ekaristi mengingatkan bahwa kita harus hidup bagi orang lain, sama seperti Kristus menunjukkan perhatian kepada semua orang. 

Tubuh Kristus yang dihancurkan itu mengingatkan tentang komitmen kita untuk memulihkan relasi yang rusak dalam masyarakat kita, oleh karena itu, orang percaya berpartisipasi dalam penderitaan Kristus dan penderitaan umat manusia, spiritualitas Kristiani dinyatakan dalam pelayanan dan kesaksian, orang percaya dipanggil untuk menjadi hamba yang perhatian pada kebutuhan tetangga dan bersedia untuk melepaskan diri dari daya pikat kekuasaan, agar sepenuhnya dapat terlibat dalam perjuangan umat manusia sehari-hari bersaksi bagi kerajaan Allah. 

g. Spiritualitas yang menunggu inisiatif Allah yang bersifat surprise, dari pada mencoba untuk memaksakan Tuhan dalam perencanaan manusia atau untuk mengatur kehadiran Allah. 

Orang percaya hanya bisa, dengan segala kerendahan hati, berusaha untuk terbuka terhadap kehadiran Allah tanpa berusaha untuk memaksa dan memanipulasi kehadiran itu. h. Spiritualitas tentang proses kasih Allah yang tidak terkatakan di bumi. Spiritualitas berakar secara dalam di dalam sejarah dan diarahkan menuju kehidupan di bawah bimbingan Allah yang transenden, yang mengangkat seluruh ciptaan dalam syafaat di hadapan yang Maha Kuasa. 

Pandangan diatas melihat spiritualitas secara holistik, dan menganggap bahwa seluruh aspek kehidupan seseorang memiliki nilai-nilai spiritual. 

Dalam bukunya Christian Education Search for Meaning, Wilhoit melihat spiritualitas dari perspektif alkitabiah dan menyajikan empat tanda kedewasaan spiritual,antara lain: 

a. Spiritual otonomi. Wilhoit menegaskan bahwa individu yang memiliki spiritualitas otonom adalah individu yang telah mengendalikan hidupnya sendiri dengan benar, dan dapat mempersembahkan tubuhnya sebagai korban hidup yang kudus dan yang berkenan kepada Allah (Roma 12:1). Tanpa penyerahan diri sepenuhnya, seseorang tidak bisa menjadi dewasa dalam hubungannya dengan Kristus. 

b. Spiritualitas yang utuh. Mungkin salah satu bagian Kitab Suci yang penting yang menggambarkan seseorang yang memiliki keutuhan spiritualitas ada dalam Ulangan 6:5, Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu.‖ Wilhoit lebih lanjut menyatakan bahwa penyerahan diri dengan hati yang tulus kepada Allah adalah kualitas yang mana setiap tingkatan usia atau perkembangan baik fisik maupun mental dapat mencapai. 

Oleh karena itu, untuk menjadi seseorang yang memiliki keutuhan spiritual adalah memberikan semua yang ia tahu kepada Allah, dan faktor penting dalam keutuhan spiritual bukanlah kuantitas pengetahuan atau pelatihan tapi kualitas dedikasi yang memberikan diri seutuhnya secara totalitas. 

c. Spritualitas yang stabil. Ini menuntut pertumbuhan yang terus menerus dengan respons yang tepat terhadap cobaan dan keraguan dalam hidup. 


Wilhoit menegaskan bahwa mungkin hanya mereka yang mengalami penderitaan akan memiliki rasa empati terhadap mereka yang menghadapi cobaan, dan orang yang demikian adalah orang yang memiliki spiritualitas yang stabil. 

d. Penggunaan pengetahuan secara bijak. Orang yang dewasa secara spiritual memahami isu-isu iman secara signifikan dan dapat menggunakan pengetahuannya untuk meneguhkan kehidupan mereka dan mengajar orang lain. Sebagai dikatakan dalam kitab Ibrani 5:14, ―Tapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat. Orang kristen yang dewasa akan memahami esensi dari iman dan dapat bekerja lewat kebenaran-kebenaran itu untuk membentuk kehidupan, dan pengetahuan mereka bukan untuk membuat orang lain terkagum-kagum tetapi untuk kemuliaan Allah.

KESIMPULAN 

Kedewasaan spiritual melibatkan hidup dan totalitasnya, karena kedewasaan itu berkaitan erat dengan bagaimana seseorang berpikir, menunjukkan rasa empati, dan bagaimana ia berperilaku yang meliputi domain kognitif, afektif, dan kehendak yang melibatkan pikiran, hati, dan kehendak.Bukan hanya itu, kedewasaan spiritual adalah menyangkut ketaatan seseorang kepada Tuhan, sebagaimana diungkapkan oleh Bloesch, Spirituality isn‘t measured by how high you jump in praise but how straight you walk in obedience. 

Karena kedewasaan spiritualitas adalah spiritualitas yang didasarkan atau dibangun didalam Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus, dan spiritualitas itulah yang menggerakkan kita menunjukkan perhatian bagi kesejahteraan sesama. Alfius Areng Mutak.

DAFTAR RUJUKAN : SPIRITUAL: PERTUMBUHAN DAN KEDEWASAAN

Buku: 

Amirtham, Samuel and Pryor, Robin J. Resources For Spiritual Formation in the Teological Education: The Invitation to the Feast of Life.Geneva: World Council of Churches, 1991. 

Bloesch, Donald. G. Spirituality Old & New: Recovering Authentic Spiritual Life. Downers Grove, Illinois: Intervarsity Press, 2007. 

26Perry G. Downs, Teaching for Spiritual Growth: An Introduction to Christian Education (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1994), 200. 27 Donald. G. Bloesch, Spirituality Old & New: Recovering Authentic Spiritual Life (Downers Grove, Illinois: Intervarsity Press, 2007), 28. 28 Donald G. Bloesch, Spirituality Old & New, 29. 

Jurnal Theologia Aletheia Vo. 20 No. 14, Maret 2018 113 

Cully, Irish V.Education for Spiritual Growth. San Francisco: Harper and Row Publishers, 1984. 

Downs, Perry G.Teaching for Spiritual Growth: An Introduction to Christian Education. Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1994. 

Mutak,Alfius Areng. Formasi Spiritualitas: Dulu, Kini, dan Nanti. Malang: Penerbit Media Nusa Cretive, 2017. 

Warren, Rick.The Purpose DrivenChurch. Grand Rapids: Zondervan Publishing, 1995. 

Wilhoit, JamesC. Christian Education and the Search for Meaning. Grand Rapids: Baker books, 1991.  

Jurnal: 

Smith, T. Gordon. Spiritual Formation in die Academy: A Unifying Model. Faculty Dialoguea Issue # 26. (1996): 64. 

TenElshof, Judith K., and Furrow, James L., ―The Role of Secure Attachment In Predicting Spiritual Maturity of Students at a Conservative Seminary.‖Journal of Psychology & Theology volume 28 (Summer 2000): 99-108. 

Internet: 

https://www.gotquestions.org/Indonesia/kedewasaan-rohani.html.SPIRITUAL: PERTUMBUHAN DAN KEDEWASAAN
Next Post Previous Post