BENARKAH AJARAN TRITUNGGAL KRISTEN BERTENTANGAN DENGAN LOGIKA DAN MATEMATIKA DASAR ?
Pdt.Samuel Teresia Gunawan,M.Th.
Benarkah ajaran Tritunggal Kristen bertentangan dengan logika dasar (hukum non kontradiksi) dan matematika dasar (perkalian dan pertambahan) ? Jawaban saya dengan tegas “Tidak!”.
Pengakuan iman Athanasius menyatakan, “so the Father is God, the Son is God, and the Holy Spirit is God; And yet they are not three Gods, but one God” (maka demikianlah Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah; dan meskipun demikian mereka bukanlah tiga Allah melainkan satu Allah yang Esa).
John M. Frame menjelaskan, “Allah Kristen adalah tiga dalam satu. Ia adalah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Hanya ada satu Allah (Ulangan 6:4; Yesaya 44:6). Tetapi Bapa adalah Allah (Yohanes 20:17), Anak adalah Allah (Yohanes 1:1; Roma 9:5; Kolose 2:9; Ibrani 1:10), dan Roh Kudua adalah Allah (Kejadian 1:2; Kisah Para Rasul 2; Roma 8; 1 Tesalonika 1:5). Bagaimanapun Mereka adalah tiga, dan Mereka adalah satu. Pengakuan Iman Nicea mengatakan bahwa Mereka adalah satu keberadaan tetapi tiga substansi.”
MEMAHAMI FORMULASI TRITUNGGAL KRISTEN
Secara ringkas kita menggambarkan Allah Tritunggal sebagai berikut, bahwa “Allah adalah satu dalam esensi dan tiga dalam substansi”. R.C. Sproul menjelaskan bahwa Keesaan dari Allah dinyatakan sebagai esensiNya atau keberadaanNya, sedangkan keragamanNya diekspresikan dalam tiga Substansi atau Pribadi.
Formula ini memang merupakan misteri dan paradoks tetapi tidak kontradiksi, juga bukannya tidak masuk akal. sebagaimana dijelaskan oleh Michael Horton, “Bukankah suatu kontradiksi jika kita berkata kita percaya bahwa Allah itu satu dan juga tiga? Tentu ya, jika itu berarti bahwa Allah itu satu dan tiga secara hakikat, atau satu dan tiga secara pribadi. Tetapi pengakuan iman Kristen adalah Allah itu satu secara hakikat dan tiga secara pribadi. Ini tentu saja merupakan misteri. Kita tidak akan pernah dapat sepenuhnya memahami bagaimana Allah yang satu itu ada dalam tiga Pribadi. Namun ini bukanlah suatu kontradiksi”.
Suatu kontradiksi dan pelanggaran terhadap hukum logika paling mendasar (hukum non kontradiksi) akan terjadi jika kita mengatakan bahwa “Allah adalah satu dalam esensi (A) dan tiga dalam esensi (Non A) atau Allah adalah tiga substansi (B) dan satu substansi (non B) pada saat yang sama dan dalam pengertian yang sama”. Namun secara logis Kekristenan menggambarkan konstruksi Tritunggal tersebut dengan formulasi bahwa “Allah adalah satu dalam A (esensi) dan tiga dalam B (substansi)” atau dengan istilah Yunani “mia ousia treis hupostaseis (satu esensi, tiga pribadi).” Sekali lagi, rumusan ini bukanlah kontradiksi dan juga bukannya tidak masuk akal (irasional) tetapi masuk akal walaupun melampaui akal.
Melampaui akal (suprarasional) tidaklah sama dengan tidak masuk akal (irasional). Ibarat sebuah segitiga, pada saat yang bersamaan ia memiliki tiga sudut namun tetap satu segitiga. Setiap sudut tidak sama dengan keseluruhan segitiga. Atau, konsep Tritungal ini dapat digambarkan dengan rumus matematika dasar berikut : 1 x 1 x 1 = 1 (untuk kesatuan esensi Allah) dan 1 + 1 + 1 = 3 (untuk perbedaan Pribadi dalam keallahan). Allah adalah satu Allah yang termanifestasi secara kekal dan bersama-sama di dalam tiga Pribadi. Berikut ini merupakan ringkasan ajaran tentang Tritunggal.
ALLAH ADALAH SATU DALAM ESENSI
Istilah Yunani untuk kata “esensi” adalah “ousia”. Kata ini dipakai untuk menjelaskan “satu keberadaan Allah”. Kata Esensi ini sinonim artinya dengan kata “hakikat” atau “keberadaan”.
Esensi adalah atribut dasar dan absolut yang ada pada Allah sebagaimana Ia adanya. Pertanyaan pentingnya adalah : Apakah esensi Allah itu? Esensi atau hakikat Allah dijelaskan dengan baik oleh Tony Evans demikian, “Kata roh (dalam Yohanes 4:24) itu tanpa kata penunjuk penentu. Allah bukanlah Roh tertentu (Inggris “the” Spirit). Allah itu roh, artinya roh adalah hakikatNya, jati diriNya. Dalam bahasa Yunani frase ini ada di awal kalimat untuk menekankannya.”
Menurut John Calvin, Roh adalah hakikat dari seluruh esensi. Allah adalah Roh yang tidak terbatas. Itulah esensi dasar dan absolutNya!
Karena itu, Westmister Shorter Cathechisme (Pertanyaan 4) mendeskrispsikan Allah sebagai berikut, “Allah adalah Roh, tidak terbatas, kekal, dan tidak berubah, dalam keberadaan, hikmat, kuasa, kekudusan, keadilan, kebaikan dan kebenaranNya.” Jadi saat kita membicarakan tentang keesaan Allah maka harus dimengerti bahwa keesaanNya selalu berada dalam area esensiNya.
Esensial kesatuan dari Allah didasarkan pada Ulangan 6:4, “dengarlah, hai orang Isreal: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” Kata “esa” adalah kata Ibrani “ekhad” yang berarti “gabungan kesatuan; satu kesatuan”. Pernyataan ini menekankan bukan hanya keunikan dari Allah tetapi juga kesatuan dari Allah (Bandingkan Yakobus 2:19). Ini berarti bahwa ketiga Pribadi secara esensi tidak terbagi. Kesatuan dari esensi ini juga menekankan bahwa ketiga Pribadi dari Tritunggal tidak berarti bertindak secara mandiri dan terpisah. Pernyataan ini penting dalam menangkal ajaran sesat Arianisme dan Socianisme yang menolak kesatuan esensi Anak dan Roh Kudus dengan Bapa.
ALLAH ADALAH TIGA DALAM PRIBADI
Bapa-bapa Gereja dan para intelektual Kristen yang saleh di masa lalu menggunakan istilah Latin “Persona” dan padanannya dalam bahasa Yunani “Prosopon” serta istilah Yunani lainnya “Hypostatis” untuk mengidentifikasikan ketigaan dari Tritunggal. Terjemahan Indonesia untuk “Persona” adalah “Pribadi” atau “Oknum”. Bapa, Anak dan Roh Kudus tiga Hypostatis (Pribadi) di dalam satu “Ousia (Esensi)”.
Kata “Pribadi” dalam Tritunggal tidak boleh dipahami sebagaimana dalam penggunaan modern yang menunjuk kepada arti “manusia sebagai makluk individu”. Jelas ini bukan arti Pribadi yang dipakai untuk menjelaskan ajaran tentang Tritunggal. Pribadi adalah suatu keberadaan yang memiliki pikiran, perasaan dan kehendak, yang menjadikannya bertanggung jawab secara moral atas diri dan tindakannya.
Ketika istilah Pribadi digunakan untuk menjelaskan Tritunggal maka kata itu mengacu pada dua arti yaitu :
(1) Pribadi sebagai suatu aspek cara berada dari Keallahan; dan
(2) Pribadi sebagai pusat kesadaran dan kesadaran diri.
Rick Cornish menjelaskan, “Allah adalah tiga pusat kesadaran Pribadi yang sepenuhnya Ilahi, dimana setiap pribadi setara dan sekekal pribadi lainnya, yang bersama-sama membentuk satu keberadaan Allah”. Kesadaran adalah diri yang sadar bahwa ia berbeda dari hal-hal yang di luar dirinya. Sedangkan kesadaran diri adalah kesadaran melihat diri, menilai diri, berbicara kepada diri dan sebagainya. Diri sendiri diri sebagai subyek sekaligus obyek kesadaran diri, sebagaimana yang ditulis
Louis Berkhof mengutip Shedd, “Di dalam kesadaran diri, subjek harus tahu bahwa dirinya sendiri adalah objek. Hal ini mungkin dalam diri Allah sebab eksistensiNya yang tiga dalam satu”.
Walau istilah “Pribadi” cenderung menimbulkan pemahaman keliru tentang kesatuan dalam Tritunggal, tetapi kata ini terus dipertahankan karena tidak ada kata lain yang lebih mendekati kebenaran yang disingkapkan Alkitab tentang Allah Tritunggal ini. Istilah “Pribadi” banyak menolong dalam menjelaskan Tritunggal, karena kata itu menekankan bukan hanya suatu manifestasi tetapi juga Pribadi yang memiliki pusat kesadaran diri.
Dengan menyatakan bahwa Allah adalah tiga dalam kaitan dengan Pribadi hal ini menekankan bahwa (1) adanya distingsi Persona dalam Keallahan; (2) setiap Pribadi memiliki esensi yang sama dengan Allah; dan (3) setiap Pribadi memiliki kepenuhan Allah.
Jadi, dalam Allah tidak ada tiga Pribadi bersama dan terpisah satu sama lain, tetapi hanya perbedaan Pribadi diantara esensi Ilahi. Pernyataan tersebut merupakan suatu perbedaan yang penting dari Modalisme atau Sabellianisme, yang mengajarkan bahwa satu Allah hanya memanifestasikan diriNya dalam tiga cara yang berbeda.
SETIAP PRIBADI SETARA NAMUN MEMILIKI RELASI YANG BERBEDA
Diantara Tritunggal ada suatu relasi yang diekspresikan dalam arti substansi (atau disebut juga subsistensi). Bapa tidak dilahirkan dan tidak berasal dari Pribadi manapun; Anak secara kekal berasal dari Bapa (Yohanes 1:18; 3:16,18; 1 Yohanes 4:9). Istilah-istilah yang digunakan untuk menjelaskan relasi diantara Tritunggal adalah “generatio” dan “prosesi”. Istilah “generation” digunakan untuk menjelaskan bahwa dalam relasi Tritunggal Anak secara kekal lahir dari Bapa, Roh Kudus secara kekal berasal dari Bapa dan Anak (Yohanes 14:26; 16:7).
Istilah “prosesi” digunakan untuk menjelaskan relasi Trinitarian Bapa dan Anak mengutus Roh Kudus. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa istilah-istilah ini digunakan untuk menjelaskan relasi di antara Tritunggal dan tidak untuk menunjukkan bahwa salah satu pribadi lebih rendah dari pribadi-pribadi lainnya.
Istilah “generatio” dan “prosesi” meskipun dapat digunakan dalam hubungan dengan fungsi di antara Tritunggal, namun adalah penting untuk menyadari bahwa ketiga Pribadi setara dalam kekekalan dan otoritas. Bapa diakui sebagai kekal dan berotoritas paling tinggi (1 Korintus 8:6); Anak juga diakui setara dengan Bapa dalam segala hal (Yohanes 5:21-23); Demikian juga Roh Kudus diakui setara dengan Bapa dan Anak (Matius 12:31)
OPERA AD INTRA DAN OPERA AD EXTRA
Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa istilah “Pribadi” dalam Tritunggal tidak dipakai untuk menunjukkan bahwa ada tiga Allah yang berbeda. Karena hanya ada satu Allah. Allah adalah satu keberadaan, adalah satu kesatuan, kesatuan dalam kejamakan.
John M. Frame menjelaskan, “Karena Ketiganya adalah Allah, Mereka sama; karena tidak ada superioritas atau inferioritas pada Allah. Keberadaan Allah adalah superior terhadap segala sesuatu. Ketiganya mempunyai semua atribut Ilahi. Ketiganya adalah Tuhan. Jadi esensi Ilahi tidak terbagi-bagi diantara ketiga Pribadi Ilahi tetapi secara penuh dengan segala kesempurnaan atribut Allah berada dalam setiap Pribadi. Kesatuan Tritunggal di Alkitab selalu dibicarakan dalam hal esensiNya seperti, misalnya : ketidakterbatasan, kemahatahuan, kemahakuasaan, kemahahadiran, kekekalan dan atribut-tribut esensial lainnya. Bukan hanya itu, kesatuan dalam Keallahan juga termasuk kesatuan pikiran dan kehendak Ilahi.
Charles Hodge menjelaskan, “Di dalam Allah tidak terdapat tiga intelegensi, tiga kehendak, tiga efisiensi. Ketiganya adalah satu Allah, dan dengan demikian memiliki satu pikiran dan kehendak. Kesatuan yang intim ini diungkapkan di dalam gereja Yunani dengan kata ‘perichooresis’ yang dalam bahasa latin dijelaskan dengan kata-kata ‘inexistentia, inhabitatio, dan intercommunio (keeksistensi, kohabitasi, dan interkomuni).” ’ Karena Keallahan memiliki satu pikiran dan satu kehendak maka dengan demikian Keallahan hanya memiliki satu roh. Dan sekali lagi, harus dimengerti bahwa kesatuan (keesaan) Allah selalu berada dalam area esensiNya.
Millard J. Erickson menjelaskan bahwa ketigaan dan keesaan Allah tidak dalam pengertian yang sama. Formulasi Ortodoks menegaskan bahwa pada setiap saat Allah adalah tiga Pribadi namun pada saat yang sama mempertahankan kesatuan esensinya.
Formulasi Ortodoks ini tidak mengatakan bahwa Allah Tritunggal itu satu sekaligus tiga menurut pengertian yang sama. Merupakan hal yang salah jika formulasi itu mengatakan bahwa Tritunggal itu satu esensi dan tiga esensi, atau Tritunggal itu satu Pribadi dan tiga Pribadi. Jadi saat kita membicarakan tentang ketigaan kita tidak boleh membuatnya menjadi bertentangan dengan kesatuanNya. Karena perbedaan Pribadi dalam Tritunggal tidak dimaksudkan sama artinya dengan perbedaan esensiNya. Ketigaan berkaitan dengan diversitas Keallahan tetapi bukan dalam esensi. Menurut penafsiran Ortodoks, distingsi Pribadi dalam Keallahan ini tidak pernah dibicarakan dalam area esensi Allah tetapi dalam area yang dikenal dengan istilah teologi “opera ad extra” dan “opera ad intra”.
Secara tradisional para teolog menyebut “trinitas ekonomis” untuk istilah opera ad extra dan “trintas ontologis” untuk istilah opera ad intra. Istilah opera ad extra mengacu kepada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh ketiga Pribadi dalam kaitannya dengan dunia, penciptaan, providensi, dan anugerah. Ini adalah tindakan-tindakan yang bebas, karena Allah tidak berkewajiban untuk menciptakan atau mendatangkan keselamatan setelah kejatuhan.
Istilah opera ad extra ini dikaitkan dengan Tritunggal ekonomis dimana Tritunggal dinyatakan dalam ciptaan dan keselamatan, yang bertindak dalam dunia kita di dalam sejarah. Sedangkan istilah opera ad intra mengacu pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh ketiga Pribadi dalam kaitannya dengan relasi-relasi internal Keallahan, tanpa berkaitan dengan ciptaan. Istilah opera ad intra ini dikaitkan dengan Tritunggal ontologis atau Tritunggal imanen dimana Tritunggal dalam diriNya sendiri, atau ketiga Pribadi ketika berelasi satu dengan yang lain tidak disangkutkan dengan ciptaan.
ILUSTRASI DAN ANALOGI TRITUNGGAL
Harus diakui, tidak ada penjelasan yang dapat secara tuntas menjelaskan tentang Tritunggal, karena bagaimana pun akan ada hal-hal yang tetap menjadi misteri, tetapi bukannya tidak masuk akal. Sebab bagaimana mungkin Tuhan yang tidak terbatas dapat dipahami dan dikenali secara tuntas olah manusia ciptaan yang terbatas?
C.S. Lewis menggambarkan pergumulan kita untuk memahami sifat Tuhan seperti suatu mahluk yang terbatas pada dua dimensi, tetapi berusaha mengerti dunia tiga dimensi. Inilah alasan mengapa ilustrasi dan analogi terbaik apa pun tidak mungkin bisa menjelaskan Tritunggal dengan tuntas. Saya setuju dengan Charles C. Ryrie yang menyatakan bahwa hampir semua ilustrasi dan analogi terbaik yang pernah digunakan untuk menjelaskan tentang Tritunggal hanya sejajar dengan gagasan “tiga di dalam satu”. Apapun kegunaan dan keterbatasan ilustrasi dan analogi ini, sekali lagi alasannya karena kita menghadapi misteri dari Allah yang tidak terbatas.
Kita mengatakan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus ada sebagai tiga Pribadi yang berbeda satu dengan yang lain, namun sebagai satu Allah. Dengan kata lain, Bapa bukanlah Anak, Anak bukanlah Roh Kudus, dan Roh Kudus bukanlah Anak. Namun demikian, Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah.
Ketiga Pribadi ini berbagi esensi Ilahi yang sama. Inilah sebabnya Kekristenan menentang bahwa Allah adalah mutlak hanya satu. Alkitab menyaksikan bahwa ketiga keberadaan atau eksistensi dari Allah tidak terbagi-bagi menjadi tiga Allah yang berbeda, tetapi Mereka ada sebagai satu Allah, sepenuhnya disatukan di dalam keberadaanNya. Satu Allah dalam tiga Pribadi, bukan tiga Allah! Hanya ada satu Allah. Analogi di bawah ini menggambarkan Allah yang esa tetapi menunjukkan setiap Pribadi sebagai Allah dan juga berbeda.
Charles C. Ryrie memberikan dua analogi untuk menggambarkan Tritunggal yaitu air dan matahari. Analogi pertama yang diberikan oleh Ryrie adalah air. Air mungkin cocok sebagai analogi untuk menggambarkan “tiga di dalam satu” karena unsur kimianya tetap walaupun dalam keadaan padat, gas, atau cair. Juga ada keadaan yang disebut “titik triple” dimana es, uap air, dan cairan air dapat berada bersama-sama secara seimbang. Semuanya air, tetapi masing-masing berlainan.
Analogi kedua yang diberikan Ryrie adalah Matahari. Ia menjelaskan bahwa matahari, sinarnya, dan kekuatannya mungkin menolong menggambarkan Tritunggal. Tidak seorangpun sebetulnya pernah melihat matahari seperti tidak seorangpun pernah melihat Bapa. Tetapi kita belajar banyak mengenai matahari dengan mempelajari sinarnya seperti kita belajar mengenal Bapa melalui Yesus Kristus AnakNya yang adalah cahaya kemuliaanNya (Ibrani 1:3).
Kita melihat energi matahari di dalam pertumbuhan benih dan pohon dan tanaman, dan bila ditanya apa yang membuat semua itu tumbuh, kita mengatakan matahari. Roh Kudus adalah seperti energi matahari dan Ia adalah Allah. BENARKAH AJARAN TRITUNGGAL KRISTEN BERTENTANGAN DENGAN LOGIKA DAN MATEMATIKA DASAR ?