BAPTISAN: FORMULA, ARTI DAN CARA

Pdt.Budi Asali, M.Div.

Matius 28:19 - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”. 
BAPTISAN: FORMULA, ARTI DAN CARA
education, business
a) Baptisan memang tidak menyelamatkan kita. Ini terlihat dari banyak kasus, misalnya: 

1. Yudas Iskariot jelas sudah dibaptis, tetapi ia tidak selamat, karena ia tidak pernah sungguh-sungguh percaya kepada Yesus. 

2. Simon tukang sihir juga menyatakan percaya dan dibaptis (Kisah Para Rasul 8:13), tetapi dari kata-kata Petrus kepadanya dalam Kisah Para Rasul 8:20-23 terlihat bahwa ia belum diselamatkan. 

Kis 8:13,20-23 - “(13) Simon sendiri juga menjadi percaya, dan sesudah dibaptis, ia senantiasa bersama-sama dengan Filipus, dan takjub ketika ia melihat tanda-tanda dan mujizat-mujizat besar yang terjadi. ... (20) Tetapi Petrus berkata kepadanya: ‘Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang. (21) Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah. (22) Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; (23) sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan.’”. 

b) Sekalipun baptisan tidak menyelamatkan, tetapi orang yang percaya harus dibaptis, karena ini adalah perintah Tuhan, dan karenanya harus ditaati. 

Ketaatan kita pada perintah ini sekaligus menunjukkan bahwa kita berani mengakui Kristus di depan orang atau berani mengakui diri kita sebagai pengikut Kristus. 

Bdk. Matius 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”. 

Peristiwa dimana Musa hampir dibunuh oleh Tuhan karena lalai menyunatkan anaknya (Kel 4:24-26), menunjukkan bahwa Allah tidak menganggap ringan dosa dari orang yang melalaikan sakramen. 

Keluaran 4:24-26 - “(24) Tetapi di tengah jalan, di suatu tempat bermalam, TUHAN bertemu dengan Musa dan berikhtiar untuk membunuhnya. (25) Lalu Zipora mengambil pisau batu, dipotongnya kulit khatan anaknya, kemudian disentuhnya dengan kulit itu kaki Musa sambil berkata: ‘Sesungguhnya engkau pengantin darah bagiku.’ (26) Lalu TUHAN membiarkan Musa. ‘Pengantin darah,’ kata Zipora waktu itu, karena mengingat sunat itu”. 

c) Kalau seseorang percaya kepada Yesus dan tidak sempat dibaptis, maka ia tetap selamat. 

Ini terlihat dengan jelas dalam diri penjahat yang bertobat di kayu salib, yang jelas belum dibaptis, tetapi beriman kepada Yesus sehingga dijamin keselamatannya oleh Yesus. 

Lukas 23:39-43 - “(39) Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: ‘Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diriMu dan kami!’ (40) Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: ‘Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? (41) Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.’ (42) Lalu ia berkata: ‘Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.’ (43) Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”. 

Karena itu, bagi orang yang belum percaya yang sedang sekarat, jauh lebih penting mendengar Injil supaya ia bisa percaya kepada Kristus, dari pada cepat-cepat dibaptis tanpa percaya sungguh-sungguh. Jadi, pada saat saudara menjumpai orang seperti itu, yang terpenting bukan mengusahakan supaya orang itu dibaptis, tetapi supaya orang itu percaya kepada Yesus. Dan ini hanya bisa dilakukan dengan memberitakan Injil kepadanya. 

2) Formula baptisan. 

Yang dimaksud dengan ‘formula baptisan’ adalah kata-kata yang diucapkan oleh pendeta pada waktu membaptis. 

Dalam Kitab Suci formula baptisan ini hanya ada di satu tempat yaitu Matius 28:19 - ‘dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus’. Karena itu pada waktu pendeta membaptis, ia berkata: ‘Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Amin’. 

Tetapi sekarang perhatikan ayat-ayat di bawah ini: 

· Kisah Para Rasul 2:38 - “Jawab Petrus kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus”. 

· Kisah Para Rasul 8:16 - “Sebab Roh Kudus belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus”. 

· Kisah Para Rasul 10:48 - “Lalu ia menyuruh mereka dibaptis dalam nama Yesus Kristus. Kemudian mereka meminta Petrus, supaya ia tinggal beberapa hari lagi bersama-sama dengan mereka”. 

· Kisah Para Rasul 19:5 - “Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus”. 

Ada banyak orang yang berdasarkan kata-kata ‘dibaptis dalam nama Tuhan Yesus / Yesus Kristus’ dalam ayat-ayat tersebut di atas, lalu mengubah / memodifikasi formula baptisan, sehingga pada waktu membaptis mereka mengucapkan kata-kata: ‘Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Amin’. 

Ini salah karena: 

a) Kis 2:38 Kisah Para Rasul 8:16 Kis 10:48 Kisah Para Rasul 19:5 itu bukanlah formula baptisan. 

Betul-betul tidak masuk akal, kalau Yesus Kristus sudah memberikan formula baptisan dalam Mat 28:19, lalu rasul-rasul berani mengubahnya. 

Kata-kata ‘dibaptis dalam nama Tuhan Yesus / Yesus Kristus’ mempunyai beberapa kemungkinan penafsiran, yaitu: 

1. Sekedar berarti ‘dibaptis dengan baptisan Kristen’. 

2. Dibaptis sesuai dengan ajaran Yesus. 

3. Dibaptis berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan Yesus. 

4. Dibaptis atas otoritas Tuhan Yesus. 

5. Supaya pada waktu orang itu dibaptis ia melihat kepada Kristus, dan menyadari bahwa tanpa jasa penebusan Kristus baptisan itu sia-sia. 

6. Dibaptis sehingga masuk ke dalam tubuh Kristus (gereja). 

Yang jelas, kata-kata itu bukanlah formula baptisan! 

b) ‘Bapa, Anak dan Roh Kudus’ tidak sama dengan ‘Tuhan Yesus Kristus’! Jadi, formula baptisan yang baru itu salah secara theologis! 

W. G. T. Shedd (tentang Roma 6:3): “Baptism in the name of Christ alone (involving an alteration of the baptismal formula given in Mat. 28:19) is not valid, according to the decision of the Church, in the controversy between Cyprian and Stephen: the latter of whom contended that baptism might be administered in the name of Jesus Christ simply. It would have been equally irregular to baptize in the name of the Father alone, or of the Holy Spirit alone.” (= ) - ‘Commentary on Romans’ (Libronix). 

3) Arti / makna baptisan. 

1) Lambang penyucian dosa. 

Kis 2:38 - “Jawab Petrus kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus”. 

Kisah Para Rasul 22:16 - “Dan sekarang, mengapa engkau masih ragu-ragu? Bangunlah, berilah dirimu dibaptis dan dosa-dosamu disucikan sambil berseru kepada nama Tuhan!”. 

Karena itu baptisan dilakukan dengan menggunakan air, yang merupakan alat pembersih. 

Tetapi, sekalipun ini adalah arti yang paling populer, ini bukan arti yang paling penting / utama. 

2) Lambang persatuan dengan Kristus. 

Roma 6:3-6 - “(3) Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematianNya? (4) Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. (5) Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematianNya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitanNya. (6) Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa”. 

Kolose 2:11-12 - “(11) Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, (12) karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati”. 

4) Cara baptisan. 

Ada 3 cara, yaitu percik, tuang, dan selam. 

Orang yang menggunakan baptisan percik atau tuang, biasanya memilih baptisan percik atau tuang karena segi praktisnya (lebih-lebih kalau dilakukan terhadap bayi atau orang tua), disamping itu cukup alkitabiah. 

Orang-orang yang menggunakan baptisan selam biasanya tidak mengakui baptisan percik dan baptisan tuang sebagai baptisan yang sah. 

Alasan-alasan yang biasanya mereka pakai untuk mengharuskan baptisan selam ialah: 

a. Kata Yunani BAPTIZO / BAPTO berarti diselam. 

b. Yesus dibaptis dengan baptisan selam. 

c. Ro 6:3-4 mengajarkan baptisan selam. 

Roma 6:3-4 - “(3) Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematianNya? (4) Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru”. 

Terhadap ini saya menjawab bahwa: 

a) Kata Yunani BAPTIZO / BAPTO tidak harus berarti selam. 

J. A. Alexander (tentang Kis 2:38): “Even granting that this Greek verb originally meant ‘to immerse,’ i. e. to dip or plunge - a fact which is still earnestly disputed - it does not follow that this is essential to its meaning as a peculiar Christian term. On the contrary, analogy would lead us to suppose that, like other Greek terms thus adopted, it had undergone some modification of its etymological and primary import. As ‘presbyter’ no longer suggests personal age, nor ‘deacon’ menial service, nor ‘supper’ a nocturnal meal, as necessary parts of their secondary Christian meaning, why should this one word be an exception to the general rule, and signify a mere mode of action as no less essential than the act itself” (= belum diterjemahkan ) - ‘Acts, The Geneva Series of Commentaries’, hal 84. 

Catatan: istilah ‘supper’ (untuk makan roti dalam Perjamuan Kudus) muncul dalam Luk 22:20 (KJV/RSV/NIV/ASV/NKJV) dan istilah ‘the Lord’s supper’ (untuk Perjamuan Kudus) muncul dalam 1Kor 11:20 (KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/KNKJV). 

Ini terlihat dari: 

1. Markus 7:4 - “dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci (Yunani: BAPTISMOUS) cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga”. 

KJV: ‘And when they come from the market, except they wash, they eat not. And many other things there be, which they have received to hold, as the washing of cups, and pots, brasen vessels, and of tables’ (= Dan pada waktu mereka pulang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka tidak makan. Dan banyak hal-hal lain yang mereka terima untuk dipegang, seperti pencucian cawan, belanga / panci, bejana / tempat dari tembaga, dan meja-meja). 

Kata-kata ‘and of tables’ (= dan meja-meja) tidak ada dalam terjemahan-terjemahan yang lain, tetapi footnote NIV memberikan keterangan bahwa ada beberapa manuscripts yang kuno yang memberikan kata-kata itu. 

Kalau kata-kata itu memang orisinil, maka itu makin jelas membuktikan bahwa pembaptisan / pencucian dalam ayat ini tidak dilakukan dengan merendam, karena bagaimana mungkin orang merendam meja? Berapa besarnya bak cuci yang dibutuhkan? Jauh lebih masuk akal, bahwa pencucian dilakukan dengan mencurahkan air ke benda yang akan dicuci tersebut. Dan kalaupun kata-kata itu tidak orisinil, tetap aneh bahwa orang mencuci belanga, dsb dengan cara merendam. Biasanya orang mencuci barang-barang itu dengan mencurahkan air ke benda tersebut. 

2. Lukas 11:38 - “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci (Yunani: EBAPTISTHE) tanganNya sebelum makan”. 

Orang mencuci tangan tidak harus merendam tangannya dalam air, tetapi bisa dengan mencurahkan air pada tangan. Jadi jelas bahwa ‘baptis’ di sini tidak harus berarti ‘celup / selam’. 

Disamping itu perhatikan tradisi mereka dalam mencuci tangan, sebagai yang dikatakan oleh William Barclay di bawah ini. 

Barclay (tentang Lukas 11:38): “The Pharisee was surprised that Jesus did not wash his hands before eating. This was not a matter of cleanliness but of the ceremonial law. The law laid it down that the hands must be washed in a certain way before eating and that this hand-washing must be repeated between the courses. As usual every littlest detail was worked out. Large stone vessels of water were specially kept for the purpose because ordinary water might be unclean; the amount of water used must be at least a quarter of a log, that is, enough to fill one and a half eggshells. First the water must be poured over the hands beginning at the tips of the fingers and running right up to the wrist. Then the palm of each hand must be cleansed by rubbing the fist of the other into it. Finally, water must again be poured over the hand, this time beginning at the wrist and running down to the fingertips. To the Pharisee, to omit the slightest detail of this was to sin.” (= ). 

Jadi, jelas mereka tidak mencuci tangan dengan merendamnya dalam air! 

3. 1Korintus 10:2 - “Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis (Yunani: EBAPTISANTO) dalam awan dan dalam laut”. 

Perhatikan bahwa ayat ini mengatakan bahwa bangsa Israel ‘telah dibaptis dalam awan dan dalam laut’. 

Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu apakah laut dan awan merendam bangsa Israel. 

a. Apakah laut merendam bangsa Israel? 

Kata-kata dalam 1Korintus 10:2 ini pasti menunjuk pada peristiwa dimana bangsa Israel menyeberangi Laut Teberau. Tetapi dalam peristiwa itu bangsa Israel berjalan di tempat kering. Yang terendam air adalah orang Mesir! 

Kel 14:22,27-29 - “(22) Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka. ... (27) Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, maka menjelang pagi berbaliklah air laut ke tempatnya, sedang orang Mesir lari menuju air itu; demikianlah TUHAN mencampakkan orang Mesir ke tengah-tengah laut. (28) Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka. (29) Tetapi orang Israel berjalan di tempat kering dari tengah-tengah laut, sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka”. 

b. Apakah awan merendam bangsa Israel? 

Keluaran 14:19-20 - “(19) Kemudian bergeraklah Malaikat Allah, yang tadinya berjalan di depan tentara Israel, lalu berjalan di belakang mereka; dan tiang awan itu bergerak dari depan mereka, lalu berdiri di belakang mereka. (20) Demikianlah tiang itu berdiri di antara tentara orang Mesir dan tentara orang Israel; dan oleh karena awan itu menimbulkan kegelapan, maka malam itu lewat, sehingga yang satu tidak dapat mendekati yang lain, semalam-malaman itu”. 

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan awan ini: 

· awan tidak berada di atas mereka, tetapi di belakang mereka. Jadi, bagaimana mungkin awan itu merendam mereka? 

· Juga awan itu, yang mula-mula digunakan untuk memimpin bangsa Israel, pada saat itu lalu digunakan untuk menimbulkan kegelapan, dengan maksud untuk melindungi bangsa Israel dari kejaran bangsa Mesir. Itu sama sekali bukan awan untuk memberi hujan. Kalau toh awan itu memberi hujan, maka hujan itu lebih cocok dengan baptisan percik, bukan sekarang baptisan selam. 

Jadi jelas bahwa orang Israel tidak direndam / diselam dalam laut maupun dalam awan! 

Barnes’ Notes: “This passage is a very important one to prove that the word baptism does not necessarily mean entire immersion in water. It is perfectly clear that neither the cloud nor the waters touched them” (= Text ini adalah text yang sangat penting untuk membuktikan bahwa kata ‘baptisan’ tidak harus berarti penyelaman seluruhnya di dalam air. Adalah sangat jelas bahwa baik awan maupun air tidak menyentuh mereka) - hal 745. 

4. Ibrani 9:10 - “karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan (Yunani: BAPTISMOIS), hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”. 

Catatan: ada edisi Kitab Suci Indonesia yang mengatakan ‘pelbagai macam persembahan’. Ini salah cetak, dan dalam edisi yang baru sudah diperbaiki. 

Terjemahan Lama: ‘berbagai-bagai basuhan’. 

NASB: various washings (= bermacam-macam pembasuhan). 

NIV: various ceremonial washings (= bermacam-macam pembasuhan yang bersifat upacara keagamaan). 

RSV: various ablutions (= bermacam-macam pembersihan / pencucian) 

KJV: divers washings (= bermacam-macam pembasuhan). 

Kata Yunaninya adalah BAPTISMOIS. Jadi terjemahan hurufiahnya adalah ‘bermacam-macam baptisan’. 

Kalau kita memperhatikan kontex dari Ibr 9 itu, maka pasti Ibr 9:10 ini menunjuk pada ‘pemercikan’ dalam Ibr 9:13,19,21. Karena itu jelas bahwa di sini kata ‘baptis’ tidak diartikan selam / celup, tetapi percik. 

Ibrani 9:10-21 - “(10) karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan. (11) Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, - artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, - (12) dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal. (13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, (14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup. (15) Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama. (16) Sebab di mana ada wasiat, di situ harus diberitahukan tentang kematian pembuat wasiat itu. (17) Karena suatu wasiat barulah sah, kalau pembuat wasiat itu telah mati, sebab ia tidak berlaku, selama pembuat wasiat itu masih hidup. (18) Itulah sebabnya, maka perjanjian yang pertama tidak disahkan tanpa darah. (19) Sebab sesudah Musa memberitahukan semua perintah hukum Taurat kepada seluruh umat, ia mengambil darah anak lembu dan darah domba jantan serta air, dan bulu merah dan hisop, lalu memerciki kitab itu sendiri dan seluruh umat, (20) sambil berkata: ‘Inilah darah perjanjian yang ditetapkan Allah bagi kamu.’ (21) Dan juga kemah dan semua alat untuk ibadah dipercikinya secara demikian dengan darah”. 

b) Yesus belum tentu dibaptis dengan baptisan selam. 

Matius 3:16 - “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atasNya”. 

Kata-kata ‘keluar dari air’ sering dianggap sebagai bukti bahwa Yesus dibaptis dengan baptisan selam, dan karena itu kita juga harus menggunakan baptisan selam. 

Tetapi ada 2 jawaban yang perlu diberikan terhadap argumentasi ini: 

1. Kata-kata ‘keluar dari air’ mempunyai 2 kemungkinan arti: 

a. Tadinya seluruh diri (tubuh dan kepala) Yesus diren­dam dalam air, dan lalu Yesus keluar dari air. Kalau diambil arti ini, maka memang Yesus dibaptis dengan baptisan selam. 

b. Tadinya Yesus berdiri di sungai tanpa direndam (air hanya sebatas lutut atau betis), lalu Ia dibaptis dengan tuang / percik, lalu Ia keluar dari air / sungai. Ini jelas juga disebut ‘keluar dari air’!! Dan kalau ini arti yang benar, maka ini tidak menunjuk pada baptisan selam. 

Jadi jelas bahwa Matius 3:16 tidak bisa dijadikan dasar bahwa satu-satunya cara membaptis yang benar adalah dengan menggunakan bapti­san selam. 

2. Seandainya Yesus memang dibaptis dengan baptisan selam, apakah kita harus dibaptis dengan baptisan selam? 

Untuk menjawab pertanyaan ini saya harus menjelaskan satu prinsip dalam hermeneutics / ilmu penafsiran Kitab Suci. 

Dalam Kitab Suci ada bagian-bagian yang bersifat descriptive, dan ada bagian-bagian yang bersifat didactic. 

a. Bagian Kitab Suci yang bersifat descriptive (= bersifat menggambarkan). 

Bagian yang bersifat descriptive adalah bagian yang berupa cerita yang sungguh-sungguh terjadi dan bersifat menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Ini tidak boleh dipakai sebagai rumus / hukum / norma! 

Illustrasi: Dalam hal ini, membaca dan menafsirkan Kitab Suci mempunyai persamaan dengan membaca dan menafsirkan surat kabar. Kalau saudara membaca surat kabar, dan di sana diceritakan tentang adanya orang yang terkena serangan jantung pada waktu nonton TV, maka hal ini tentu bukan norma / hukum. Cerita ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang nonton TV pasti terkena serangan jantung. Juga kalau di surat kabar diceritakan adanya satu keluarga yang piknik ke Tretes dan lalu mengalami kecelakaan, sehingga mati semua. Ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang piknik sekeluarga akan mengalami kecelakaan dan mati semua. 

Contoh: 

· Kel 14, yang menceritakan peristiwa dimana Allah membelah Laut Teberau sehingga bangsa Israel bisa menyeberang di tanah kering, adalah suatu bagian yang bersifat descriptive (menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu). Ini bukan rumus / norma / hukum, artinya, kita tidak diperintahkan untuk menyeberangi laut dengan cara seperti itu! 

· Keluaran 16:13-16 yang menceritakan pemberian manna kepada bangsa Israel di padang gurun, jelas juga merupakan bagian yang bersifat descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan sebagai rumus / norma dalam kehidupan orang kristen di padang gurun. 

· Kisah Para Rasul 5:18-19 dan Kisah Para Rasul 12:3-11 menceritakan bahwa pada waktu rasul-rasul ditangkap dan dipenjarakan, Tuhan membebaskannya dengan menggunakan mujijat. Ini lagi-lagi merupakan bagian yang bersifat descriptive, dan tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang ditangkap / dipenjarakan pasti dibebaskan secara mujijat. Kenyataannya Yohanes Pembaptis dipenjarakan lalu dipenggal (Matius 14:3-12); Yesus sendiri ditangkap lalu disalibkan sampai mati, dan rasul Yakobus ditangkap lalu dipenggal (Kisah Para Rasul  12:2). 

· Yoh 11 menceritakan bahwa Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Ini adalah bagian yang bersifat descriptive, sehingga tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang mati akan bangkit pada hari ke 4. 

· Ada banyak bagian yang bersifat descriptive dalam Kitab Suci tentang hal-hal yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang bukan merupakan norma / hukum, dan karenanya tidak harus kita lakukan. Misalnya: 

¨ Yesus tidak pernah menikah / pacaran. Ini tentu tidak berarti bahwa semua orang kristen tidak boleh pacaran / menikah. 

¨ Yesus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun (Matius 4:1-11 Lukas 4:1-13). Ini tidak berarti bahwa semua orang kristen harus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun. 

¨ Yesus dan Petrus berjalan di atas air (Matius 14:22-29). Ini tidak berarti bahwa setiap orang kristen harus bisa melakukan hal itu. 

¨ Yesus hanya mempunyai 12 murid (Matius 10:1-4). Ini tidak boleh diartikan seakan-akan Sekolah Theologia / gereja hanya boleh mempunyai 12 murid / jemaat. 

b. Bagian Kitab Suci yang bersifat didactic (= bersifat pengajaran). 

Bagian yang bersifat didactic adalah bagian yang bersifat pengajaran (Yunani: DIDAKHE), dan bisa berbentuk suatu pernyataan, janji, perintah atau larangan. Ini adalah rumus / hukum / norma bagi kita. 

Contoh: 

· Kis 16:31 yang berbunyi ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat’ adalah bagian yang bersifat didactic. Karena itu, ini merupakan hukum / norma, artinya setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti selamat. 

· Filipi 4:4 yang berbunyi ‘Bersukacitalah senantiasa’ adalah bagian yang bersifat didactic. Ini adalah hukum / norma bagi kita, yang menyuruh kita bersukacita senantiasa. 

· 10 Hukum Tuhan dalam Keluaran 20:3-17 merupakan bagian yang bersifat didactic, sehingga merupakan hukum / norma bagi kita semua. 

Jaman sekarang, karena kurangnya / tidak adanya pengertian tentang Hermeneutics, banyak orang tidak membedakan antara bagian yang bersifat descriptive dan bagian yang bersifat didactic, sehingga muncul banyak pengajaran salah yang ditimbulkan karena mereka menggunakan bagian yang bersifat descriptive sebagai rumus / hukum / norma, seolah-olah itu adalah bagian yang bersifat didactic. 

Contoh: 

· Mat 12:15b dan Matius 15:30 memang menggambarkan bahwa pada saat itu Yesus menyembuhkan semua orang sakit. Tetapi ini adalah bagian yang bersifat descriptive, sehingga sebetulnya tidak boleh dijadikan hukum / norma. Tetapi banyak orang menggunakan bagian yang bersifat descriptive ini sebagai hukum / norma, sehingga mereka berkata bahwa Yesus selalu menyembuhkan semua orang sakit. Ini menyebabkan mereka lalu mengajarkan bahwa setiap orang kristen harus sehat / sembuh dari penyakit, dan kalau tidak sembuh maka pasti orangnya kurang beriman atau berdosa. 

Bahwa ini merupakan ajaran yang salah bisa terlihat dari ayat-ayat seperti 2 Korintus 12:7-10 Filipi 2:26-27 1Timotius 5:23 2 Timotius 4:20 yang jelas menunjukkan bahwa orang kristen, yang beriman dan saleh sekalipun, bisa sakit dan bahkan tidak disembuhkan dari penyakit itu. 

· Kis 2:1-11 menceritakan apa yang terjadi pada hari Pentakosta dimana rasul-rasul kepenuhan Roh Kudus lalu berbahasa Roh. Ini adalah bagian yang bersifat descriptive, tetapi banyak orang yang lalu menjadikan hal ini sebagai rumus / hukum / norma dan mereka mengajar bahwa orang yang menerima / dipenuhi Roh Kudus harus berbahasa Roh. Menghadapi ajaran seperti ini ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu: 

¨ Kisah Para Rasul 2:1-11 bersifat descriptive, jadi tidak boleh dijadikan rumus / hukum / norma! 

¨ Ajaran tersebut tidak konsekwen karena mereka mengharuskan bahasa Rohnya saja, tetapi tidak mengharuskan adanya tiupan angin yang keras dan lidah-lidah api, yang jelas juga ada dalam bacaan itu (Kis 2:2-3). Memang bahasa Rohnya gampang dipalsukan, tetapi tiupan angin dan lidah api sukar / tidak dapat dipalsukan! 

¨ 1Kor 12:7-11,28-30 bersifat didactic dan mengajarkan bahwa hanya sebagian orang kristen yang menerima karunia bahasa Roh. Karena 1Kor 12:7-11,28-30 bersifat didactic maka bagian inilah yang harus dianggap sebagai norma / hukum / rumus! 

· Cerita tentang tokoh-tokoh yang kaya dalam Perjanjian Lama, seperti Abraham, Daud, Ayub, dsb merupakan bagian yang bersifat descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan norma. Tetapi para penganut Theologia Kemakmuran menggunakan bagian-bagian ini sebagai norma, sehingga mereka lalu mengatakan bahwa orang kristen harus kaya. 

Sekarang kita kembali pada apa yang sedang kita persoalkan. Andaikata Yesus dibaptis dengan baptisan selam, apakah kita juga harus menggunakan baptisan selam? Peristiwa baptisan terhadap Yesus dalam Mat 3:13-17 itu jelas merupakan bagian yang bersifat descriptive, dan karena itu tidak boleh dijadikan hukum / norma / rumus! Jadi, andaikata Yesus dibaptis dengan baptisan selam, itu tetap tidak mengharuskan kita untuk menggunakan baptisan selam juga! 

c) Tentang Ro 6:3-4. 

Roma 6:3-4 - “(3) Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematianNya? (4) Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru”. 

Merupakan suatu penafsiran yang dipaksakan kalau ada orang yang menganggap ayat ini sebagai ayat yang mendukung baptisan selam. Ayat ini hanya memaksudkan bahwa baptisan (tentu saja harus didahului dengan iman yang sejati kepada Kristus) mempersatukan kita dengan Kristus, sehingga kita mati dengan Dia, dikubur dengan Dia, dan bangkit dengan Dia. 

Charles Hodge: “The reference is not to the mode of baptism, but to its effect. Our baptism unites us to Christ, so that we died with him, and rose with him” (= Ini tidak menunjuk pada cara baptisan, tetapi akibat / hasilnya. Baptisan kita mempersatukan kita dengan Kristus, sehingga kita mati dengan Dia, dan bangkit dengan Dia) - ‘Romans’, hal 300. 

d) Ada banyak kasus baptisan dalam Kitab Suci dimana rasanya tidak mungkin digunakan baptisan selam. 

Saya masih ingin menambahkan argumentasi lain untuk menentang keharusan baptisan selam, yaitu: ada banyak kasus dimana rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam. Dan ingat satu hal ini: keharusan menggunakan baptisan selam akan gugur begitu ada satu contoh dalam Kitab Suci dimana digunakan baptisan yang bukan selam! 

Dalam Kitab Suci ada banyak contoh dimana baptisan tidak dilakukan di sungai. Juga tidak diceritakan adanya kolam yang memungkinkan baptisan selam (Kisah Para Rasul 2:41 Kis 9:18 Kis 10:47-48 Kis 16:33). 

Kisah Para Rasul 16:33 adalah contoh yang paling kuat untuk menunjukkan bahwa baptisan tidak dilakukan dengan penyela­man karena hal itu terjadi di dalam penjara! Apakah penjara mempunyai kolam renang untuk melakukan baptisan selam? 

Kisah Para Rasul 16:27-34 - “(27) Ketika kepala penjara itu terjaga dari tidurnya dan melihat pintu-pintu penjara terbuka, ia menghunus pedangnya hendak membunuh diri, karena ia menyangka, bahwa orang-orang hukuman itu telah melarikan diri. (28) Tetapi Paulus berseru dengan suara nyaring, katanya: ‘Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya masih ada di sini!’ (29) Kepala penjara itu menyuruh membawa suluh, lalu berlari masuk dan dengan gemetar tersungkurlah ia di depan Paulus dan Silas. (30) Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?’ (31) Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’ (32) Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya. (33) Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis. (34) Lalu ia membawa mereka ke rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira, bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah”. 

Kisah Para Rasul 2:41 - “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa”. 

Charles Hodge, seorang ahli theologia Reformed dan pendukung baptisan percik, berkata: 

“In Acts 2:41, three thousand persons are said to have been baptized at Jerusalem apparently in one day at the season of Pentecost in June; and in Acts 4:4, the same rite is necessarily implied in respect to five thousand more. ... There is in summer no running stream in the vicinity of Jerusalem, except the mere rill of Siloam of a few rods in length; and the city is and was supplied with water from its cistern and public reservoirs. From neither of these sources could a supply have been well obtained for the immersion of eight thousand persons. The same scarcity of water forbade the use of private baths as a general custom” [= Dalam Kis 2:41, dikatakan bahwa 3000 orang dibaptiskan di Yerusalem, dan itu jelas terjadi dalam satu hari pada musim Pentakosta di bulan Juni; dan dalam Kis 4:4, secara tidak langsung bisa dipastikan bahwa upacara yang sama dilakukan terhadap 5000 orang lebih. ... Pada musim panas, tidak ada sungai mengalir di Yerusalem dan sekitarnya, kecuali sungai kecil dari Siloam yang panjangnya beberapa rod (Catatan: 1 rod = 5 meter); dan kota itu, baik sekarang maupun dulu, disuplai dengan air dari bak / tangki air dan waduk / kolam air milik / untuk umum. Tidak ada dari sumber-sumber ini yang bisa menyuplai air untuk menyelam 8000 orang. Kelangkaan air yang sama melarang penggunaan bak mandi pribadi sebagai suatu kebiasaan umum] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 534. 

Catatan: Kisah Para Rasul 4:4 seharusnya ‘menjadi 5000 orang’, bukan ‘bertambah dengan 5000 orang’. 

Charles Hodge lalu menambahkan sebagai berikut: 

“The baptismal fonts still found among the ruins of the most ancient Greek churches in Palestine, as at Tekoa and Gophna, and going back apparently to very early times, are not large enough to admit of baptism of adult persons by immersion, and were obviously never intended for that use” (= Bak-bak untuk membaptis yang ditemukan di antara reruntuhan dari gereja-gereja Yunani kuno di Palestina, seperti di Tekoa dan Gophna, dan jelas berasal dari waktu yang sangat awal, tidak cukup besar untuk baptisan orang dewasa dengan cara penyelaman, dan jelas tidak pernah dimaksudkan untuk penggunaan seperti itu) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 534. 

Sekarang mari kita melihat baptisan sida-sida dalam Kis 8:35-40 - “(35) Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya. (36) Mereka melanjutkan perjalanan mereka, dan tiba di suatu tempat yang ada air. Lalu kata sida-sida itu: ‘Lihat, di situ ada air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?’ (37) [Sahut Filipus: ‘Jika tuan percaya dengan segenap hati, boleh." Jawabnya: ‘Aku percaya, bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah.’] (38) Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. (39) Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalanannya dengan sukacita. (40) Tetapi ternyata Filipus ada di Asdod. Ia berjalan melalui daerah itu dan memberitakan Injil di semua kota sampai ia tiba di Kaisarea”. 

Apakah ini adalah baptisan selam? Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari bagian ini: 

1. Dalam ay 36 ada kata-kata ‘ada air’. 

Dalam bahasa Yunani: TI HUDOR [a certain water / some water (= air tertentu / sedikit air)]. Jadi ini menunjuk pada sedikit air, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam. 

Charles Hodge: “He was travelling through a desert part of the country towards Gaza, when Philip joined him, ‘And as they went on their way they came unto a certain water (EPI TI HUDOR, to some water)’. There is no known stream in that region of sufficient depth to allow of the immersion of a man” [= Ia sedang bepergian melalui bagian padang pasir dari negara itu menuju Gaza, ketika Filipus bergabung dengannya, ‘Dan ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka mereka sampai pada air tertentu (EPI TI HUDOR, kepada sedikit air)’. Di daerah itu tidak diketahui adanya sungai dengan kedalaman yang cukup untuk memungkinkan penyelaman seorang manusia] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 535. 

2. Dalam ay 38-39 dikatakan ‘turun ke dalam air ... keluar dari air’. 

Apakah ini menunjuk pada baptisan selam? Seperti pada baptisan Yesus, istilah ini bisa diartikan 2 macam, yaitu: 

a. Sida-sida itu betul-betul terendam total, lalu keluar dari air. 

b. Sida-sida itu turun ke dalam air yang hanya sampai pada lutut atau mata kakinya, lalu keluar dari air. 

Untuk mengetahui yang mana yang benar dari 2 kemungkinan ini, bacalah Kis 8:38-39 itu sekali lagi. Perhatikan bahwa di situ dikatakan: “dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, ...”. 

Kalau istilah ‘turun ke dalam air’ dan ‘keluar dari air’ diartikan sebagai baptisan selam, itu menunjukkan bahwa Filipus, sebagai orang yang membaptis, juga ikut diselam! Ini jelas tidak mungkin. Jadi dari 2 kemungkinan di atas, yang benar adalah kemungkinan kedua. Ini juga cocok dengan point pertama di atas yang menunjukkan bahwa air di situ cuma sedikit, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam. 

e) Hal-hal lain yang mendukung baptisan percik: 

1. Penekanan arti baptisan adalah sebagai simbol penyucian / purification. Padahal dalam Kitab Suci penyucian / purfication selalu disimbolkan dengan percikan: 

· Keluaran 24:8 - “Kemudian Musa mengambil darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata: ‘Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini.’”. 

Kitab Suci Indonesia salah terjemahan; kata ‘menyiramkannya’ seharusnya adalah ‘memercikkannya’. NIV: ‘sprinkled’ (= memercikkan). 

· Kel 29:16,21 - “(16) Haruslah kausembelih domba jantan itu dan kauambillah darahnya dan kausiramkan pada mezbah sekelilingnya. ... (21) Haruslah kauambil sedikit dari darah yang ada di atas mezbah dan dari minyak urapan itu dan kaupercikkanlah kepada Harun dan kepada pakaiannya, dan juga kepada anak-anaknya dan pada pakaian anak-anaknya; maka ia akan kudus, ia dan pakaiannya, dan juga anak-anaknya dan pakaian anak-anaknya”. 

Kitab Suci Indonesia salah terjemahan; kata ‘kausiramkan’ dalam Kel 29:16 seharusnya adalah ‘percikkanlah’ [NIV: ‘sprinkle’ (= percikkanlah)]. 

· Imamat 7:14 - “Dan dari padanya, yakni dari setiap bagian persembahan itu haruslah dipersembahkannya satu roti sebagai persembahan khusus bagi TUHAN. Persembahan itu adalah bagian imam yang menyiramkan darah korban keselamatan”. 

Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata ‘menyiramkan’ seharusnya adalah ‘memercikkan’ [NIV: ‘sprinkles’ (= memercikkan)]. 

· Im 14:7,51 - “(7) Kemudian ia harus memercik tujuh kali kepada orang yang akan ditahirkan dari kusta itu dan dengan demikian mentahirkan dia, lalu burung yang hidup itu haruslah dilepaskannya ke padang. ... (51) Lalu ia harus mengambil kayu aras dan hisop, kain kirmizi dan burung yang masih hidup itu, dan mencelupkan semuanya ke dalam darah burung yang sudah disembelih dan ke dalam air mengalir itu, kemudian ia harus memercik kepada rumah itu tujuh kali”. 

· Imamat 16:14 - “Lalu ia harus mengambil sedikit dari darah lembu jantan itu dan memercikkannya dengan jarinya ke atas tutup pendamaian di bagian muka, dan ke depan tutup pendamaian itu ia harus memercikkan sedikit dari darah itu dengan jarinya tujuh kali”. 

· Bilangan 8:7 - “Beginilah harus kaulakukan kepada mereka untuk mentahirkan mereka: percikkanlah kepada mereka air penghapus dosa, kemudian haruslah mereka mencukur seluruh tubuhnya dan mencuci pakaiannya dan dengan demikian mentahirkan dirinya”. 

· Bilangan 19:18 - “Kemudian seorang yang tahir haruslah mengambil hisop, mencelupkannya ke dalam air itu dan memercikkannya ke atas kemah dan ke atas segala bejana dan ke atas orang-orang yang ada di sana, dan ke atas orang yang telah kena kepada tulang-tulang, atau kepada orang yang mati terbunuh, atau kepada mayat, atau kepada kubur itu”. 

· Yesaya 52:15 - “demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka lihat, dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami”. 

RSV: ‘so shall he startle many nations’ (= demikianlah ia akan mengejutkan banyak bangsa). 

KJV: ‘so shall he sprinkle many nations’ (= demikianlah ia akan memerciki banyak bangsa). 

NIV: ‘so will he sprinkle many nations’ (= demikianlah ia akan memerciki banyak bangsa). 

NASB: ‘Thus He will sprinkle many nations’ (= Demikianlah ia akan memerciki banyak bangsa). 

¨ Terjemahan Kitab Suci Indonesia (juga RSV) diambil dari Septuaginta (Perjanjian Lama berbahasa Yunani). Adam Clarke (hal 202) mengatakan bahwa ada seorang penafsir yang mengatakan bahwa Septuaginta bisa menterjemahkan ‘astonish’ / ‘tercengang’, karena orang yang diperciki air (secara tiba-tiba, dan pada mukanya) akan kaget / tercengang. Tetapi Clarke sendiri tidak setuju dengan teori ini, dan memang teori ini rasanya terlalu dibuat-buat. Jadi tidak jelas bagaimana Septuaginta bisa menterjemahkan seperti itu. 

¨ Barnes’ Notes (hal 257) mengatakan terjemahan ‘sprinkle’ (= memerciki) memang sesuai dengan arti kata Ibraninya, dan menambahkan bahwa dimanapun kata ini muncul dalam Kitab Suci (Keluaran 29:21 Imamat 5:9 Im 6:6-17,27 Im 8:11,30 Im 14:7,16,27,51 Im 16:14,15,19 Bil 8:7 Bil 19:4,18,19,21 2Raja 9:33 Yes 63:3) selalu diterjemahkan ‘sprinkle’ (= memerciki). 

· Ibr 9:13,19,21 - “(13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, ... (19) Sebab sesudah Musa memberitahukan semua perintah hukum Taurat kepada seluruh umat, ia mengambil darah anak lembu dan darah domba jantan serta air, dan bulu merah dan hisop, lalu memerciki kitab itu sendiri dan seluruh umat, ... (21) Dan juga kemah dan semua alat untuk ibadah dipercikinya secara demikian dengan darah”. 

· Ibrani 10:22 - “Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni”. 

Kitab Suci Indonesia salah terjemahan; kata-kata ‘telah dibersihkan’ seharusnya adalah ‘telah diperciki’ [NIV: ‘sprinkled to cleanse’ (= diperciki untuk membersihkan)]. 

· Ibrani 12:24 - “dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel”. 

2. Lukas 3:16 - “Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: ‘Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasutNyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api”. 

Perhatikan kata-kata ‘Aku membaptis kamu dengan air’ (I baptize you with water). 

Kata-kata ‘with water’ / ‘dengan air’ (Yunani: HUDATI) ini tidak cocok diartikan menunjuk pada baptisan selam, karena kita tidak berkata ‘aku menyelam kamu dengan air’ tetapi kita berkata ‘aku menyelam kamu di dalam air’. Tetapi kalau baptisan itu adalah percik / tuang, maka kata-kata ‘dengan air’ itu cocok. 

Matius 3:11, yang merupakan ayat paralel dari Lukas 3:16, memang menggunakan kata Yunani EN, tetapi kata Yunani EN bukan hanya bisa diartikan sebagai in (= di dalam), tetapi juga sebagai with (= dengan). KJV/RSV/NIV/NASB: ‘with water’ (= dengan air). 

Kesimpulan: baptisan selam bukan satu-satunya baptisan yang sah. Karena itu kalau saudara sudah dibaptis dengan baptisan percik atau tuang, jangan percaya kepada orang yang mengharuskan saudara dibaptis ulang dengan baptisan selam. Ingat bahwa pada waktu saudara dibaptis ulang, saudara menghina baptisan yang pertama! 

5) Orang yang dibaptis. 

a) Orang dewasa. 

Syarat: orangnya percaya kepada Kristus (Kisah Para Rasul 2:41 Kisah Para Rasul 8:37 Kis 16:14-15 Kis 16:31-34). 

Pendeta tidak bisa mengetahui apakah seseorang betul-betul percaya kepada Kristus atau tidak, dan karena itu pendeta membaptis berdasarkan pengakuan orang itu, bahwa ia percaya kepada Yesus. Perkecualian hanya pada kasus dimana terlihat dengan jelas bahwa orangnya belum sungguh-sungguh percaya, misalnya kalau ia masih menggunakan kuasa gelap. Dalam hal ini pendeta bisa menolak untuk membaptis, sekalipun orang itu mengaku percaya kepada Yesus dan mau dibaptis. 

b) Bayi / anak kecil. 

Dasar dari baptisan bayi / anak kecil: 

1. Dalam Perjanjian Lama, sunat dilakukan terhadap bayi berusia 8 hari (Kejadian 17:9-14). Lalu dalam Perjanjian Baru, sunat dihapus (Kis 15:1-2 Kis 21:21 Galatia 2:3-5 Galatia 5:2-6 Galatia 6:12-15) dan diganti dengan baptisan (Kolose 2:11-12). Karena itu, kalau sunat dilakukan terhadap bayi, mengapa baptisan tidak? 

2. Ada 3 peristiwa dalam Kitab Suci dimana dilakukan baptisan sekeluarga / seisi rumah, yaitu Kis 16:15 Kis 16:33 1Korintus 1:16. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari peristiwa-peristiwa ini: 

a. Mungkin sekali dalam peristiwa-peristiwa ini ada bayi / anak yang juga dibaptis. 

b. 3 peristiwa itu menunjukkan bahwa baptisan sekeluarga / seisi rumah adalah sesuatu yang umum. Dan kalau dalam keluarga ada bayi, maka pasti ikut dibaptis. 

3. Syarat baptisan dimana orangnya harus percaya adalah syarat bagi orang dewasa, bukan bagi bayi. 

6) Pengulangan baptisan. 

Setiap baptisan yang dilakukan gereja yang secara teoritis mengakui Allah Tritunggal (termasuk Gereja Roma Katolik), adalah sah dan tidak perlu diulang. Bahkan sekalipun pada waktu dibaptis orangnya belum sungguh-sungguh percaya, dan lalu suatu hari ia bertobat dengan sungguh-sungguh, ia tidak perlu dibaptis ulang. 

Baptisan ulang hanya perlu / harus dilakukan kalau: 

a) Baptisan itu dilakukan oleh gereja sesat yang secara teoritis tidak mengakui Allah Tritunggal, seperti Saksi Yehuwa. 

Karena itu hati-hatilah dalam memilih gereja, karena sekarang juga ada gereja-gereja Liberal, yang secara teoritis tidak lagi mengakui Allah Tritunggal. 

b) Baptisan itu dilakukan bukan dengan menggunakan air, seperti baptisan menggunakan bendera dari gereja Bala Keselamatan (Salvation Army). Pembaptisan dengan bendera sama sekali tidak Alkitabiah, karena tidak ada dasar Kitab Sucinya sama sekali. Ini bukan baptisan, dan karena itu jelas harus diulang (sebetulnya bukan ‘diulang’ karena baptisan yang pertama itu sebetulnya bukan baptisan). BAPTISAN: FORMULA, ARTI DAN CARA
Next Post Previous Post