1 TIMOTIUS 3:1-7 (STUDI SYARAT PEMIMPIN JEMAAT)

1 TIMOTIUS 3:1-7 (STUDI SYARAT PEMIMPIN JEMAAT)

1 Timotius 3:1-7 - 1 Timotius 3:1 Benarlah perkataan ini:" Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah." 3:2 Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat  suami dari satu isteri,  dapat menahan diri,  bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan,  cakap mengajar  orang, 3:3 bukan peminum ,  bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang, 3:4 seorang kepala keluarga yang baik , disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. 3:5 Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat  Allah? 3:6 Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong i dan kena hukuman  Iblis. 1 Timotius 3:7 Hendaklah ia juga mempunyai nama baik  di luar jemaat,  agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis. 

Pendahuluan

Semua bukti dari Perjanjian Baru membuktikan bahwa, penatua dan penilik adalah identik dan menunjukkan kepada orang yang sama. Kedua kata ini adalah satu dan sama. Perbedaanya hanyalah tentang status dan peranannya tetapi memiliki hakekat yang sama. Presbuteros melukiskan peran pemimpin jemaat sedangkan episkopos melukiskan tentang peranan atau tugas pemimpin jemaat. Perbedaan ini bukanlah jurang yang dapat memisahkan kedua kata ini.

Demi memudahkan studi kata atau exegesis 1 Timotius 3:1-7, maka penulis membagi ayat-ayat berikut, kata-kata yang membentuk kalimat di dalam ayat-ayat tersebut sesuai dengan garis besar perikop yang telah disebutkan di atas.

1. JABATAN PEMIMPIN JEMAAT ADALAH INDAH 

(Benarlah perkataan ini: "Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah I Timotius 3:1)

Menjadi penilik jemaat adalah suatu keputusan mulia karena pekerjaan ini bukanlah seperti pekerjaan yang biasa. Pekerjaan ini berbeda dengan pekerjaan pada umumnya (pengusaha, PNS, petani, peternak, dan lain-lain). Motifasi pekerjaan pada umumnya menitik beratkan hanya pada keuntungan pribadi dan keuntungan kelompok/relasi antar sesama manusia (keluarga), pekerjaan pada umumnya lebih mengutamakan keuntungan ekonomi, kesenangan sebagai tujuan utama (hedonisme), materialism, segala tujuan dari pekerjaan ini pada umumnya hanyalah berpusat kepada manusia itu sendiri.

Ungkapan (pistos ho logos) dalam terjemahan bahasa Indonesia “Benarlah Perkataan ini”. Ketika dibandingkan dengan ayat-ayat lain yang sejajar dengan kalimat ini dalam surat pastoral, dapat ditarik makna bahwa Paulus ingin menegaskan bahwa kata-kata yang ditulisnya ini adalah kata-kata yang sungguh-sunguh benar dan dapat dipercaya. Frasa ini dalam surat pastoral dikaitkan Secara historis, pembedaan antara Presbuteros dengan Episkopos muncul tahun 110 M, oleh Ignatius dari Antiokhia (Siria).dengan Karya Agung Yesus Kristus (1 Timotious 1:15), Ajaran yang benar (2 Timotius 4:9), kesetiaan Yesus Kristus (2 Timotius 2:11), dan karya Roh Kudus (Titus 3:8) sehingga dapat dikatakan bahwa perkataan ini adalah buah inspirasi Ilahi kepada Paulus untuk dituliskan kepada Timotius dan di sampaikan kepada pemimpin jemaat di Efesus, maka kata-kata ini adalah kata-kata yang benar dan berotoritas.

Frasa ini mengandung pujian kepada para pemimpin jemaat, Paulus hendak memuji mereka karena kerelaan mereka melayani, Paulus juga ingin menegaskan bahwa pelayan ini bukanlah pekerjaan yang rendah dan tak berarti tetapi pekerjaan yang mulia. kata-kata ini juga bukalah hanya pujian namun secara tersirat Paulus memotifasi agar mereka terus giat dalam pekerjaan mulia ini.

Apalagi sebagai seorang manusia yang memutuskan untuk menjadi pemimpin jemaat Allah dalam konteks pelayanan Timotius di Efesus yang merupakan pusat perniagaan yang menjanjikan kelimpahan materi (I Timotius 6:9, 10, 17; 6:5), pusat penyembahan berhala yang pastinya kekristenan sangat ditekan di wilayah itu, pusat kehidupan amoral yang dilegalkan yang menyuguhkan kenikmatan duniawi, maka sebagai manusia yang tinggal di Efesus yang memutuskan sendiri untuk menjadi penilik jemaat yang dianggap tidak menguntungkan adalah keinginan yang indah dan mulia. kata ovre,getai (o regetai) yaitu kata kerja present medium indikatif orang ketiga tunggal. Kata ini digolongkan dalam kata kerja medium. Penggolongan bentuk kata kerja medium bisa digolongkan dalam tiga golongan:

a) Medium refleksif, adalah merupakan medium yang dekat dengan pengertian dasarnya.

Medium ini menunjukkan kepada akibat dari tindakan yang secara langsung berhubungan dengan agennya. Dirinya sendiri menerima tindakan dari dirinya sendiri.

b) Medium intensif, adalah menekankan agen sendiri yang menghasilkan tindakan dari pada mengambil bagian dalam tindakan.

c) Medium reciprocal, adalah medium yang menggunakan bentuk subjek yang jamak sebagai pribadi-pribadi yang terlibat dalam tindakan timbal balik.dari beberapa kemungkinan itu penulis memilih kemungkinan yang kedua yang paling dekat dengan kebenaran, yang diterjemahkan “dia sendiri menghendaki”.

Barne’s Notes: The word rendered "desire" here (ὀρέγω orego), denotes properly, "to reach" or "stretch out" - and hence to reach after anything, to long after, to try to obtain; Hebrews 11:16.27 Hal ini berarti pekerjaan ini sungguh indah karena dalam situasi itu para pemimpin jemaat sendiri memutuskan tanpa mengikuti perintah orang lain, keputusan ini murni atas kehendak pribadi. Selain itu kata e;rgou memiliki makna suatu hasrat, rasa rindu dari diri sendiri untuk mencapai atau memahami sesuatu. Kerinduan yang sungguh-sungguh dari seseorang untuk memperoleh jabatan ini hendaknya seperti kerinduan Abraham akan negeri surgawi. Kata ini lebih sering dipakai, dan juga mengungkapkan keinginan yang sungguh- sungguh (Ibrani 6:11; I Petrus 1:12, Lukas 22:15). Oleh karena itu, motifasi dari jabatan ini adalah murni kerinduan yang begitu dalam, keinginan yang sungguh-sungguh yang Kota ini adalah yang berada dalam Jalur perdagangan, dengan pelabuhan dan lembah sungai Kayster melandai sampai jauh ke pedalaman hingga digunakan sebagai jalur perjalanan kalifah ke Timur. Terdapat juga jalan-jalan raya yang menghubungkan dengan kota-kota lain di provinsi Asia. mendorong pemimpin jemaat untuk melayani jemaat Allah yang juga merupakan wujud atau respons terhadap panggilan Allah.

Jabatan ialah suatu “PEKERJAAN”; janganlah membiarkan orang yang malas memegang jabatan itu. Apalagi pekerjaan itu adalah suatu pekerjaan yang indah. Jabatan itu harus diberikan berdasarkan atas “PANGGILAN” Tuhan, dan jabatan itu harus diterima hanya dari Tuhan. Jabatan itu adalah suatu karunia dari Kristus kepada jemaat-Nya (Efesus 4:8-11). Jabatan itu bukan suatu kehormatan atau suatu keuntungan, melainkan suatu pekerjaan yang indah, untuk mendatangkan hasil yang baik dan yang sangat penting. Tugas penilik jemaat adalah menginsafkan orang, membawa mereka dari kegelapan kepada terang, dari Iblis kepada Allah (Kisah Para Rasul. 26:18). Seseorang yang menghadapi jabatan penilik jemaat harus dengan kesungguhan hati melakukan tugasnya untuk kemuliaan Allah dan untuk mendatangkan kebaikan bagi banyak orang. Setiap penilik jemaat harus merasa yakin benar bahwa ia dipanggil oleh Tuhan untuk melakukan pekerjaan itu.

Tidak menutup kemungkinan bahwa setiap pemimpin jemaat Allah yang memutuskan untuk melayani di Efesus mereka harus siap untuk hidup dalam kemiskinan, siap hidup dalam hinaan, siap hidup dalam penderitaan, bahkan siap untuk mati. Inilah pekerjaan yang murni dan kudus yaitu pekerjaan yang tidak berorientasi kepada materi dan kenyamanan dunia tetapi pekerjaan yang berfokus pada pelayanan kepada Allah melalui keikutsertaannya dalam mega proyek Allah untuk menggenapi rencana Allah yaitu keselamatan bagi dunia.

Ungkapan (kalou ergou) yang artinya “pekerjaan yang indah”.

Calvini’s commentaries: He desireth an excellent work. The Apostle affirms that this is no inconsiderable work, such as any man might venture to undertake. When he says that it is kalos, I have no doubt that he alludes to the ancient Greek proverb, often quoted by Plato, duskola ta kala, which means that "those things which are excellent, are also arduous and difficult;" and thus he unites difficulty with excellence, or rather he argues thus, that it does not belong to every person to discharge the office of a bishop, because it is a thing of great value. (Dia yang menghendaki sebuah pekerjaan yang sangat baik . Rasul menegaskan bahwa ini bukan pekerjaan tak berarti, seperti Setiap orang mungkin berani melakukannya. Ketika ia mengatakan bahwa itu adalah kalos, saya tidak meragukan bahwa ia menyinggung pepatah Yunani kuno, yang sering dikutip oleh Plato, duskola ta kala, yang berarti bahwa "hal-hal yang sangat baik, juga berat dan sulit;" dan dengan demikian ia menyatukan kesulitan dengan keunggulan, atau lebih tepatnya ia berpendapat demikian, bahwa itu bukan milik setiap orang untuk melaksanakan jabatan uskup, karena itu adalah hal yang sangat berharga).

Jika seorang menginginkan jabatan pastoral, atas dasar kasih kepada Kristus, dan kasih kepada jiwa-jiwa manusia, telah siap untuk menyangkal dirinya, dan menjalani kesulitan dengan mengabdikan dirinya untuk pelayanan itu, ia berusaha untuk melayani dalam pekerjaan yang baik, dan memiliki hasrat yang tinggi, dan ia memenuhi kualifikasi untuk jabatan pemimpin jemaat maka orang seperti ini perlu untuk di terima.

Melalui surat ini, khususnya ayat 1 ini, Paulus hendak melawan dan menandaskan pandangan yang menyatakan bahwa menjadi penilik jemaat adalah pekerjaan yang rendah, pekerjaan yang tak berarti, melainkan pekerjaan ini adalah pekerjaan yang berharga, mulia, indah di hadapan Tuhan. Paulus juga hendak meneguhkan pemimpin-pemimpin jemaat di Efesus agar terus-menerus kokoh berdiri dan tidak goyah terhadap godaan yang datang karena pelayanan ini juga merupakan pelayanan yang berat dan sulit.

2. KUALIFIKASI PEMIMPIN JEMAAT (1 TIMOTIUS 3:2-7)

Ayat kedua ini merupakan implikasi (menyatakan hubungan akibat) dari ayat sebelumnya. Kata ou=n(oun) muncul cukup banyak dalam perjanjian baru, Wescott- Hort menemukan sebanyak 496 kali. Kata ini memiliki dua kemungkinan:

a) Yang paling umum kata ini menyatakan “kesimpulan” terjemahan yang paling umum adalah “jadi, karena itu, oleh karena itu” kurang lebih separuh dari pemunculan di Perjanjian Baru;

b) Pengertian lain dari kata ini adalah memiliki arti yang sama dengan “de” dan“kai” dan bahkan “tote”. Gagasan ini biasanya diterjemahkan dengan “maka”

Menurut penulis kemungkinan yang paling dekat dengan kebenaran adalah kemungkinan yang kedua karena kata ini memberikan penjelasan kalimat sebelumnya atau menyatakan hubungan akibat (implikasi) dan diterjemahkan “maka”. Merindukan Jabatan pemimpin jemaat memiliki tingkatan yang lebih tinggi, hal ini dianggap sebagai pekerjaan yang indah oleh karena para pemimpin jemaat menjadi kawan sekerja Allah.

Implikasi dari hal ini adalah pemimpin-pemimpin jemaat harus memiliki kualifikasi sehingga ada keseimbangan antara status dan sikap (integritas pemimpin jemaat). Kualifikasi-kualifikasi ini erat hubungannya dengan integritas para pemimpin jemaat. Menurut J. R. Prince yang dikutip oleh Yosafat Bangun, integritas adalah “soundness of character and adherence to moral principle (kesehatan karakter dan kepatuhan terhadap prinsip moral). Integritas bukan hanya sebuah konsep saja, integritas sangat menekankan tentang pengalaman, kehidupan yang berintegritas secara umum diekspresikan dengan :

“to walk in integrity indicating a habitual manner of life. In proverbs integrity is seen as an essential characteristic of the upright life: Yahweh will protect those who walk in it (2:7); their security is assured (2:21; 10:9; 20:7; 28:18); it is a trustworthy guide for living (11:3), and better then wealth (19:1; 28:6) (untuk berjalan dalam integritas, menunjukan cara/kebiasaan hidup. Dalam Amsal integritas dipandang sebagai karakteristik yang penting dari kehidupan yang tulus: Yahweh akan melindungi orang-orang yang berjalan di dalamnya (2:7); keamanan mereka terjamin (2:21; 10:9; 20:7; 28:18); panduan yang dapat dipercaya untuk hidup (11:3), dan lebih baik daripada kekayaan (19:1; 28:6)).

Integritas merupakan cerminan kebiasaan/gaya hidup seseorang. Ayat 2-7 sangat jelas menekankan tentang gaya hidup dari penilik jemaat, gaya hidup seperti inilah yang harus dimiliki oleh pemimpin jemaat. Bukankah ini juga merupakan gaya hidup orang-orang kudus.

Keberhasilan kepemimpinan Pastoral tidak selalu dapat diukur dengan jumlah persembahan yang masuk, banyaknya jemaat yang hadir, fasilitas gereja yang megah, atau banyaknya aktifitas atau kegiatan gereja. Keberhasilan pemimpin pastoral dalam jemaat lebih objektif jika diukur dengan integritas kepemimpinannya, yaitu kejujuran, kesalehan, kerendahhatian, kepribadian yang utuh dan konsistensi pada norma- norma etika kepemimpinan Kristen.

Hal lain yang sangat perlu diperhatikan sebelum membahas secara detail kulaifiksi-kualifikasi pemimpin jemaat adalah bahwa kualifikasi-kualifikasi yang akan dibahas ini “haruslah” dimiliki atau merupakan kehidupan nyata yang dialami oleh setiap pemimpin jemaat. Kata dei/ (dei) yaitu kata kerja present indikatif aktif orang ketiga tunggal. Kata ini adalah kata kerja utama dari kualifikasi-kualifikasi ini dan muncul sebanyak 2 kali. Kata ini memiliki arti “diaHarus sedang…”. Maka pemimpin-pemimpin jemaat harus memiliki kualifikasi-kualifikasi dalam pelayanan, hal ini juga menekankan tentang kualifikasi-kualifikasi ini sedang dialami/dihidupi oleh pemimpin jemaat. Jika tidak maka pemimpin jemaat itu sebenarnya tidak layak untuk menjadi pemimpin jemaat. Pemimpin jemaat adalah sama seperti para imam dalam Perjanjian Lama, mereka adalah mediator bolak-bolak balik antara Allah dan umat Allah, kehidupan saleh, kudus adalah harus dialami sebagai syarat dalam peran ini.

Standar yang terdaftar untuk penilik jemaat terutama bersifat moral dan rohani. Watak yang terbukti benar dari mereka yang hendak menjadi pimpinan dalam gereja jauh lebih penting daripada kepribadian, karunia berkhotbah, kemampuan administratif atau prestasi akademis. Titik inti syarat-syarat ini adalah kelakuan yang telah bertekun dalam kebijaksanaan ilahi, pilihan yang tepat, dan kekudusan pribadi. Sejarah rohani setiap orang yang menginginkan jabatan penilik harus "diuji dahulu" (bd. 1Timotius 3:10). Demikianlah, Roh Kudus telah menetapkan standar yang tinggi bahwa calon itu harus orang percaya yang dengan tabah setia kepada Yesus Kristus dan prinsip-prinsip kebenaran-Nya, dan dengan demikian dapat menjadi teladan kesetiaan, kebenaran, kejujuran, dan kekudusan. Dengan kata lain, wataknya harus mencerminkan ajaran Kristus dalam Matius 25:21, bahwa menjadi "setia dalam perkara kecil" akan membawa kepada posisi "tanggung jawab dalam perkara yang besar".

Dengan memperhatikan beberapa hal diatas, maka akan lebih dalam mengerti makna dari kualifikasi-kualifikasi ini, kualifikasi-kualifikasinya antara lain:

a. Seorang yang tak bercacat “Penilik jemaat haruslah seorang yang tidak bercacat”(1 Timotius 3:2a)

Kata avnepi,lhmpton (anepilempton)= tidak bercela, tidak bercacat (kata sifat normal akusatif tunggal). Penggunaan kata sifat dibagi menjadi tiga posisi.

1) Posisi Atributif, yaitu bahwa kata sifat tersebut menyifatkan suatu kualitas tertentu terhadap kata bendanya;

2) Posisi Predikatif;

3) Posisi Substantif, adalah bahwa kata sifat tersebut digunakan sebagai kata benda.

Maka penerjemahannya adalah “penilik jemaat (dia) harus adalah orang yang tak bercela (tak bercacat)”. Avnepi,lhmpton (anepilempton) digunakan untuk suatu kedudukan yang tidak mungkin dilawan, suatu kehidupan yang tidak mungkin dicela, suatu seni atau teknik yang sedemikian sempurna sehingga tidak ditemukan suatu kesalahan pun di dalamnya, atau suatu kesepakatan yang tak dapat dilanggar.

Matthew Henry's Commentary: A minister must be blameless, he must not lie under any scandal; he must give as little occasion for blame as can be, because this would be a prejudice to his ministry and would reflect reproach upon his office (Seorang pelayan harus tidak bercacat, dia tidak harus berada di bawah skandal apapun; ia harus seperti dapat memberi sedikit kesempatan untuk kesalahan, karena ini akan merugikan (prasangka buruk) bagi pelayanannya dan akan mencerminkan cela pada jabatannya)

Memang sulit bagi manusia untuk hidup tidak sedikitpun melakukan dosa, maka sulit bagi manusia untuk tidak memiliki celah untuk tidak dikritik, tidak dicela tetapi bagi seorang pemimpin jemaat harus memiliki kualifakasi yang pertama yaitu mempunyai hidup yang tidak dapat dikritik atau dicela sehingga tidak membawa prasangaka buruk bagi dirinya sendiri maupun pelayanannya dan akan berbuah buruk bagi keefektifan pelayanan gereja secara menyeluruh.

Tidak bercacat disini sangat jelas menekankan bahwa pemimpin jemaat harus mengalami kehidupan kudus, yaitu kehidupan kudus yang di dalamnya tidak terdapat kecacatan-kecacatan yang disebabkan oleh dosa. Sehingga pemimpin jemaat dapat menjalankan perannya dengan benar dan berkenan di hadapan Allah.

Hal ini tidak berarti pemimpin jemaat harus tampil munafik (seperti ahli-ahli taurat dan orang Farisi) untuk menutupi siapa dirinya agar tidak dapat dikritik, atau dicela tetapi ini lebih menjurus kepada bagaimana pemimpin itu menampilkan cerminan kehidupan oleh karena bergantung, dipimpin oleh Roh Kudus, Sehingga ia sungguh tidak menggunakan topeng, menipu tidak dirinya sendiri, dan sungguh akan efektif dalam melayani di gereja. Yesus pernah berkata “siapakah diantaramu yang membuktikan bahwa aku berbuat dosa ?” Tidak seorangpun yang dapat membuktikannya (ingatlah bahwa Yesus juga 100% manusia yang memiliki kelemahan-kelemahan seperti manusia pada umunya). Kata-kata Paulus ini menunjuk kepada sifat Kristus yang dituntut dari calon-calon maupun pemimpin jemaat.

b. Perkawinan “suami dari satu isteri” (1 Timotius 3:2b)

Ungkapan mia/j gunaiko.j a;ndra(mias gunaikos andra) diterjemahkan Suami dari seorang istri. Konsep monogami ini harus menjadi gaya hidup dari pemimpin jemaat, dengan sendirinya Paulus dengan tegas menolak konsep poligami hadir mewarnai kehidupan perkawinan pada pemimpin jemaat. Pemimpin jemaat haruslah seorag suami yang setia, yang mempertahankan pernikahannya dengan segala kekudusan.

Frasa ini mempertahankan pendapat bahwa seorang calon untuk jabatan penilik haruslah orang percaya yang secara moral setia kepada istrinya. Bahasa Yunaninya adalah mias gunaikos yang secara harfiah diterjemahkan "laki-laki satu wanita" yaitu suami yang setia kepada istrinya. Ini berarti bahwa seorang calon penilik harus membuktikan bahwa dia telah setia dalam hal yang teramat penting ini. Kesetiaan moral yang tekun kepada istri dan keluarga dituntut untuk siapapun yang ingin menjadi pemimpin dan contoh di dalam gereja.

Makna “satu istri” (ayat 2) tidak bermaksud mengharuskan setiap orang menikah, melainkan melarang poligami. Maksudnya adalah bahwa kualifikasi ini tidak serta merta mewajibkan setiap pemimpin jemaat harus menikah atau dengan kata lain pernikahan bukanlah salah satu kualifikasi bagi pemimpin jemaat. Paulus sendiri adalah pelayan Tuhan yang tidak menikah (I Korintus 7:8).

Mengapa hal poligami menjadi penting di mata Paulus? Untuk dapat mengerti lebih dalam lebih baik melihat konteks pada waktu surat ini ditulis:

Dunia kuno pada waktu itu berada dalam kekacauan moral, bahkan juga dalam masyarakat Yahudi. Sangat mengherankan bahwa beberapa orang Yahudi masih terlihat melakukan poligami. Dalam dialog dengan Trypho, yang di dalamnya Yustinus martirmemperbicangankan kekristenan dengan seorang Yahudi, dikatakan bahwa, “sekarang ini tidak mustahil bagi orang Yahudi mempunyai emapat atau lima orang istri”. Yosefus menulis: “Berdasarkan adat istiadat leluhur, seoramg dapat hidup dengan lebih dari satu istri”.

Hukum Yahudi juga mengijinkan perceraian. Pernikahan sungguh suatu yang ideal, namun perceraian juga diijinkan. Pernikahan “tidak dapat digugat namun tidak berarti tak dapat berubah”. Orang Yahudi berpegang kepada pendapat bahwa bila ideal pernikahan telah rusak oleh kekejaman atau perselingkuhan atau ketidakrukunan, lebih baik perceriaannya diijikan dan keduannya dibiarkan memulai awal yang baru dan segar. Yang paling menyedihkan istri tidak memeliki hak apapun. Yosefus berkata, “menurut pendapat kami adalah sah bagi suami mengakhiri pernikahan, tetapi seorang istri, bila ingin meninggalkan suaminya, tidak boleh menikah dengan orang lain, kecuali bila suaminya yang terdahulu telah membuangnya” .

Ovid dan Plinius mempunyai tiga orang istri, Caesar dan Antony, empat; sula dan pompey, lima; Herodes, Sembilan, Tulia, nak perempuan Cicero, memiliki tiga orang suami. Kaisar Nero adalah suami ketiga Poppaea dan suami kelima Statilla Messalina.

Demikianlah kondisi atau keadaan pada waktu itu, poligami telah menjadi gaya hidup dalam kehidupan orang Yahudi maupun bangsa kafir bahkan secara “hukum rohani” itu dilegalkan.

Allah memandang perkawinan yang benar adalah perkawinan yang monogami bukan poligami (Kejadian 2:18,23,24). Hawa diciptakan Allah untuk menjadi penolong bagi Adam. Allah tidak menciptakan “Hawa-Hawa” tetapi hanya 1 Hawa. Kemudian pernikahan itu diberkati Allah secara monogami bukan poligami.

Oleh karena hal-hal ini, Paulus menegaskan bahwa seorang pemimpin jemaat, haruslah suami dari satu istri. Pemimpin jemaat harus menunjukan kesucian, kekudusan Gereja Kristen ditengah dunia yang telah tenggelam dalam amoralitas.

c. Penguasaan diri

Ungkapan nhfa,lion sw,frona ko,smion(nefalion sofrona kosmion), ketiga kata ini adalah kata sifat. Penggunaan kata sifat dibagi menjadi tiga posisi dan penulis memilih kemungkinan yang ketiga dan diterjemahkan orang yang menahan diri, orang yang bijaksana, orang yang sopan. Kualifikasi yang ketiga adalah seorang pemimpin jemaat harus memiliki penguasaan diri dalam kebijaksanaan dan kesopanan. nhfa,lion(nefalion) berarti mampu mengendalikan diri tetapi juga dapat berarti wasapada dan berjaga-jaga. Yang ditekankan di sini pemimpin jemaat seharusnya tidak menggemari sesuatu yang mengurangi kewaspadaan atau mencemarkan tingkah laku kekristenannya.

Kata (sofron )tidak hanya memiliki makna yang sempit yaitu bijaksana. Kata ini memiliki makna lain yaitu hati-hati, menjaga diri, sederhana, mampu menahan hawa nafsu, pikiran yang sehat, dan murni (tentang wanita). Menurut penulis semua makna ini menjurus kepada satu hal yaitu pengendalian hawa nafsu (seks) oleh karena kedagingan manusia secara menyeluruh menekankan tentang hawa nafsu. Jadi menurut Paulus pemimin jemaat harus mampu mengendalikan hawa nafsunya. Seorang yangsw,fron(sofron), segala naluri dan hasrat berada dalam pengendalian yang sempurna. Dapat dikatakan bahwa orang yang (sofron) adalah orang yang di dalam hatinya Kristus memerintah sepenuhnya.

Kata (kosmion) memiliki arti dengan pantas, sopan. Sopan adalah hasil dari kepribadian yang bijaksana. Ada hubungan erat antara kesopanan dan pengendalian hawa nafsu. Ketika sesorang mampu mengendalikan hawa nafsunya maka kesopanan itu akan terlihat dari dirinya.

Tingkah laku lahiriah seseorang menjadi kosmios karena kehidupan batinnya yang sofron. Kosmios berarti “beraturan, jujur, bertatakrama”. Dalam bahasa Yunani kedua kata ini digunakan secara khusus dalam dua cara. Kata ini pada umumnya dipersembahkan atau dikenakan kepada mereka yang telah meninggal. Kata ini umumnya unutk menjelaskan seorang warga negara yang baik. Plato mendefinisikan orang kosmios sebagai “warga negara yang penuh damai di negerinya, yang dengan taat dan teratur memenuhi tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sebagai warga negara.jadi kata ini tidak sekedarmenjelaskan tingkah laku yang baik, kata ini menjelaskan mengenai orang yang kehidupannya indah dan yang di dalam kepribadiannya segala sesuatu terintegrasi secara harmonis. 

Paulus mengajarkan bahwa kehidupan pemimpin jemaat harus menjadi kosmetik bagi ajaran yang benar. Kosmetik digunakan untuk membuat penampilan menarik, jika digunakan dengan tepat. Ia membuat tampak cantik dan wangi. Dengan cara yang sama ketika jemaat dan orang-orang yang belum percaya mengamati kehidupan pemimpin jemaat maka mereka akan tertarik pada pesan Injil.

Penulis merasa ketiga hal ini sama-sama menekankan tentang penguasaan diri. Oleh karena itu, penulis menggambungkan ketiga hal ini dalam kelompok penguasaan diri dimana pemimpin jemaat harus mampu menahan diri, bijaksana (lebih tepatnya dengan makna yang lebih luas yaitu mengendalikan hawa nafsu) dan bertatakrama atau memiliki kesopanan. Jika kualifikasi yang ketiga ini dimiliki maka pemimpin jemaat akan memiliki daya tarik atau pengaruh yang baik bagi jemaat.

d. Keramahan

Kualifikasi yang keempat adalah pemimpin jemaat haruslah (filoksenon). (filoksenon) berarti “Suka memberi tumpangan”. Dalam bahasa Inggris “hospitable, generous to guests” yang berarti ramah, murah hati untuk tamu”. Itulah sebabnya orang Barat menyebut rumah sakit: hospitaly tempat dimana dokter, perawat dapat membantu orang yang menderita sakit, baik secara jasmani maupun secara emosi. Pemimpin jemaat dan gereja seharusnya juga me “rumah sakit “, tidak hanya tempat kesembuhan rohani, tapi juga tempat jemaat berbagi satu dengan yang lainnya, sehingga pemimpin jemaat dapat juga memenuhi kebutuhan jemaat.

Dunia kuno sangat hati-hati terhadap hak-hak seorang tamu. Orang asing berada di bawah perlindungan Zeus Xenios, Pelindungg Orang-orang Asing. Dalam dunia kuno penginapan terkenal buruk. Dalam suatu lakon Aristofanes, Heracles bertanya kepada kawannya , dimanakah mereka akan menginap malam itu, dan kawannya menjawab, “Di tempat yang paling sedikit kutunya”. Plato berbicara tentang pemilik penginapan yang digambarkannya seperti perompak yang menahan tamunya untuk memperleh tebusan . penginapan-penginapan cenderung kotor, mahal dan lebih dari itu adalah amoral.

Sejak dahulu merupakan hal yang umum memberi tumpangan kepada orang-orang asing, namun kondisi penginapan pada waktu itu sangat “menjijikan”, baik bentuk pelayanan tempat, biaya dan tanpa keramahan. Di lain pihak ditambah dengan konteks pada waktu itu orang percaya yang dianiaya dan berada dalam keadaan yang sulit sehingga mereka harus berpindah-pindah tempat. Orang-orang percaya baik satu dengan yang lain harus tolong menolong memberi tumpangan tempat tinggal dengan penuh keramahan. Ini juga merupakan sifat yang ditekankan Paulus kepada jemaat di Roma dan Petrus (Roma 12:13; 1 Petrus 4:9). Pemimpin jemaat harus membuka pintu hati dan pintu rumah dengan ramah kepada jemaat maupun orang-orang asing, dengan demikian pemimpin jemaat dapat menjadi berkat baik bagi jemaat maupun orang-orang asing yang berada dalam situasi yang sulit.

e. Kemampuan

Kualifikasi yang kelima yang harus dimiliki oleh pemimpin jemaat adalah (didaktikon). Jika diterjemahkan dalam bahasa indonesia ini kata memiliki arti “cakap mengajar”. Kata ini adalah kata sifat yang diterjemahkan secara substantif yaitu “orang yang cakap mengajar”. Jika dihubungkan dengan arti katanya maka pemimpin jemaat harus memiliki kualifikasi dalam hal cakap mengajar.

(Mattew Henry: Therefore this is a preaching bishop whom Paul describes, who is both able and willing to communicate to others the knowledge which God has given him, one who is fit to teach and ready to take all oppurtnities of giving instructions, who is himself well instructed in the things of the kingdom of heaven, and is communicative of what he knows to others: Oleh karena itu khotbah seorang uskup yang digambarkan paulus, harus mampu dan bersedia untuk berkomunikasi dengan orang lain tentang pengetahuan yang Allah berikan kepadanya, orang yang cocok untuk mengajar dan siap untuk mengambil semua kesempatan harus menyampaikan hal tentang kerajaan sorga kepada orang lain”).

Kecakapan mengajar ini harus dipergunakan untuk mengajar orang-orang yang belum bertobat, baru bertobat dan jemaat lama. Soal pengajajaran itu tidak terlepas pada khotbah-khotbah di depan umum, tetapi meliputi juga peneguran secara pribadi. Karakter ini sangat penting pada masa itu karena pemimpin jemat harus menghadapi ajaran-ajaran sesat yang marak di Efesus (1 Timotius 4:1-5). Sungguh sangat penting pemimpin memiliki karakter ini karena pemimpin mengerti dan memahami ajaran injil yang benar sehingga ia dapat menjadi tiang kokoh dalam mengkomunikasikan Injil kepada jemaat.

Pengajaran firman adalah sangat penting dalam gereja, sebab dengan firman Allah gereja benar-benar dapat dilindungi dari kesesatan dan kehancuran. Mereka harus sungguh-sungguh berpegang pada kebenaran firman Allah, mampu dan siap mengajarkan kebenarannya kepada orang lain, dan dapat menghentikan ajaran-ajaran yang mematikan dari guru-guru palsu. Pengajaran yang terbaik dan efektif dilakukan bukan dengan bicara tetapi melalui kehidupan nyata. Meskipun seseorang tidak memiliki kecakapan untuk mengajar, ia dapat mengajar melalui cara hidupnya sehingga Kristus tercermin dari hidupnya bagi orang lain.

f. Moral

Kualifikasi yang ke enam adalah seorang pemimpin jemaat harus memiliki kualitas moral yang baik. Moralitas pemimpin jemaat dalam bagian ini digambarkan dalam beberapa hal, antara lain:

1) Bukan peminum

Frasa ini (Yunani: mh. pa,roinon(me paroinon), dari mh.(me) berarti "tidak" dan pa,roinon(paroinon), kata majemuk yang berarti "pada, dengan, dekat anggur") yang diterjemahkan harafiah "tidak dekat atau dengan anggur," "tidak bersama dengan anggur". Di sini firman Tuhan menuntut bahwa seorang penilik jemaat tidak boleh "duduk di samping anggur" atau "dengan anggur". Dengan kata lain, ia tidak boleh minum anggur yang memabukkan, tergoda atau terbujuk olehnya.

Pemabukan merupakan dosa yang merajalela di Asia Kecil dan Yunani (bnd. I Timotius 3:8; Titus 1:7; I Korintus 5:11; 6:10; Efesus 5:18). Oleh sebab itu penilik harus memberi contoh yang baik dalam segala hal kepada jemaat, tidak boleh seorang peminum. Kemabukan adalah amoralitas, hal ini dapat dilihat dari dampak dari kemabukan adalah kejahatan semata. Hal ini tidak boleh menjadi bagian karakter dari pemimpin jemaat.

2) Bukan pemarah melainkan peramah

Dalam bahasa Yunani (Evpieikh (me plekton epieike) berarti “bukan pemarah melainkan orang yang ramah”. Kata avlla. (alla) menyatakan kontras yang sangat kuat antara pemarah dan orang yang ramah. Sebagai pemimpin jemaat, mereka bukalah orang-orang yang suka marah tetapi orang yang ramah.


Bukan pemarah, plh,kthn(plekton) memiliki arti seorang pemukul. Menggambarkan seseorang yang lebih cepat memakai tinju daripada mulutnya untuk menyelesaikan suatu masalah, orang-orang semacam ini seringkali mengancam orang lain agar patuh kepada mereka. Pemimpin jemaat harus tidak seperti ini, seharusnya ketika ia di caci maki ia tidak membalas dengan caci maki, ketika ia dipukul ia tidak membalas dengan pukulan, ketika ia menderita ia tidak mengancam, melainkan ada keramahan dalam karakter pemimpin jemaat.Pemimpin jemaat bukanlah orang yang suka bertengkar, atau cenderung menggunakan kekerasan untuk apapun, tetapi dalam setiap hal dengan kelembutan dan cinta kasih. Hamba Tuhan tidak harus menjadi pemarah , tetapi bersikap lembut terhadap semua (2 Timotius 2:24).

Melainkan pemimpin jemaat haruslah seorang yang peramah, hal ini berarti ada kelemah lembutan dan berbudi baik kepada siapapun. Relasi dan sosialisasi harus didasarkan pada keramahan, kelemahlembutan dan penuh dengan kebaikan.“Orang yang bisa meninju atau memukul hambanya tidak layak menjadi pekerja Kristen. Ia bukan penyombong yang suka berkelahi, ia bukanlah jagoan yang angkuh atau cepat membalas dendam”. Warna keramahan harus menjadi lukisan kehidupan para pemimpin jemaat bukan malah kemarahan.

3) Pendamai

Dalam bahasa Yunani kata a;macon (amakhon) memiliki arti “orang yang membawa damai”. Kata Yunani ini berate “segan berkelahi”. Dapat juga memiliki arti tidak suka menyulut pertengkaran. Pendamai berarti tidak senang bertengkar, atau tidak suka menimbulkan masalah. Jadi pemimpin jemaat harus membawa kedamaian, tidak menjadi pemicu perbantahan tetapi menjadi alat pemersatu dalam kedamaian.

4) Bukan hamba uang

Kata avfila,rguron(afilarguron) jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti ”Bukan orang yang hamba uang”. Kata ini juga memiliki arti lain yaitu ”tidak mencintai uang, tidak serakah”. Hal ini menekankan keuntungan materi bukalah tujuan utamanya, Keinginan seperti ini dikutuk di mana-mana dalam Perjanjian Baru, pemimpin jemaat sebagai pemberita Injil harus bebas dari itu. Cinta uang, ketamakan dan keserakahan adalah kelumpuhan dalam pelayanan.

Ia bukan hamba uang karena ketamakan akan uang mencemarkan segala keputusannya dan merusak pekerjaannya. Ia wajib mati terhadap kekayaan dunia ini, dan hidup dalam tingkatan yang lebih tinggi. Seseorang yang menjadi hamba uang itu berbuat dosa, apalagi kalau orang itu adalah seorang penatua atau penilik jemaat.

Ada perasaan, naluri dalam dada manusia yang digerakkan oleh tujuan mulia dan prinsip murni yaitu kemuliaan hanya bagi Allah. Ketamakan bukanlah tujuan dan prinsip yang murni. Ketamakan adalah akar segala kejahatan (1 Timotius 6:10), dosa yang tinggal dalam hati, akan menghambat kemajuan Injil. Ini adalah suatu kecendrungan yang mematikan pelayanan. Jika seorang pemimpin jemaat menjadi hamba uang, secara halus ia akan memanfaatkan jemaat dan bekerja untuk tujuan dirinya sendiri, dan karena mengikuti teladannya jemaat juga akan menjadi hamba-hamba uang.

g. Keluarga

Kualifikasi yang ketujuh berhubungan dengan keluarga. Dimana seorang pemimpin jemaat harus bisa menjadi pemimpin keluarga yang baik, penggambaran kualifikasi ini terbagi atas dua hal yaitu:

1) Seorang kepala keluarga yang baik

Secara hurufiah kalimat (tou idiou oikou kalos proistamenon) berarti “dia sendiri memimpin keluarganya sendiri dengan baik”. Kata (proistamenon) (berdiri di depan untuk memimpin, secara praktis: mempertahankan, memelihara, menjaga) adalah kata kerja present medium pasif accusative maskulin tunggal. Oleh karena kata ini adalah kata kerja medium maka penggunaan bentuk kata kerja ini digolongkan dalam tiga golongan:

a) Medium refleksif, merupakan medium yang dekat dengan pengertian dasarnya.

Medium ini menunjuk kepada akibat dari tindakan yang secara langsung berhubungan dengan agennya.

b) Medium intensif, menekankan agen sendri yang menghasilkan tindakan dari pada mengambil bagian dalam tindakan.

c) Medium reciprocal, medium yang menggunakan bentuk subjek yang jamak sebagai pribadi-pribadi yang terlibat dalam tindakan timbal balik.

Dari ketiga kemungkinan ini menurut penulis yang paling dekat dengan kebenaran adalah kemungkinan yang kedua dan diterjemahkan “dia sendiri memimpin atau mengatur”. Hal ini berarti sebagai pemimpin jemaat ia sendiri harus bisa memimpin keluarga, ini menekankan tentang kemampuan dimiliki oleh pemimpin jemaat itu sendiri dalam hal memimpin, mempertahankan, menjaga, memelihara keluarganya sendiri dengan baik.

Standart seorang pemimpin jemaat sebelum ia memimpin jemaat Allah adalah ia sendiri harus dapat memimpin keluarganya. Jika ia tidak dapat memimpin keluarganya sendiri dengan baik bagaimana mungkin ia bisa memimpin jemaat Allah dalam kelompok yang besar? Jika ia tidak bisa berdiri di depan keluarganya bagaimana mungkin ia bisa berdiri di depan jemaat Allah? Setia akan perkara yang kecil maka Allah akan memberikan perkara- perkara yang besar. Pemimpin jemaat perlu memulai dengan setia pada hal-hal yang kecil.

2) Disegani dan dihormati anak-anaknya

Secara hurufiah kalimat te,kna e;conta evn u`potagh/|( meta. pa,shj semno,thtoj(tekna ekhonta en hupotage, meta pases semnotetos) diartikan “dia memiliki anak-anak dalam taat dengan segala hormat”. Dikatakan di sini taat dengan segala hormat dan bukan dalam ketakutan. Hal ini merupakan batu ujian bagi pemimpin jemaat, sebelum menjadi pemimpin gereja yang baik mereka harus menjadi pemimpin rumah yang baik karena prinsipnya sama, yaitu mengurusi orang. Bila orang itu adalah seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati anak-anaknya, maka ada kemungkinan ia akan dapat membina rumah-rumah Tuhan, yaitu jemaat dengan baik. tetapi apabila rumah tangganya sendiri dengan permasalahan-permasalahan yang kecil, ia sudah tidak dapat urus dengan baik, maka jemaat Tuhan dengan permasalahan-permasalahan yang lebih rumit dan lebih berat, pasti juga tidak akan dapat ia atur dengan baik.

Kepemimpinan yang baik seorang kepala keluarga dalam sebuah rumah tangga dengan sendirinya akan membuat anggota-anggota dalam keluarga khususnya anak-anak akan taat, tunduk, patuh, bukan karena berada di rasa takut tetapi karena menghormatinya sebagai kepala keluarga yang pantas untuk dihormati. Kepatuhan anak-anak dalam segal hormat kepada kepala keluarga itu membuktikan bahwa kepala keluarga itu telah menjalankan fungsinya dengan tepat dan benar. Hal inilah yang harus dimiliki oleh pemimpin jemaat sebelum memimpin jemaat Allah, dan nantinya ketika ia memimpin jemaat Allah ia sungguh dapat menampilkan figur yang berwibawa ini.eiv de, tij tou/ ivdi,ou oi;kou prosth/nai ouvk oi=den( pw/j evkklhsi,aj qeou/ evpimelh,setai (ei de tis tou idiou oikou prostenai ouk oiden, pos ekklesias Teou epimelesetai) secara hurufiah diartikan “sebab jika seorang tidak tahu memimpin keluarganya sendiri bagaimana dia akan mengurus jemaat Allah”. Ayat lima ini menegaskan kembali bahwa kepemimpinan dalam keluarga merupakan embrio pemimpin-pemimpin jemaat yang berkualitas. Jika ingin menjadi pemimpin jemaat yang berkualitas mulailah dengan memimpin keluarga sendiri dengan baik. Di lain pihak jika ditarik makna secara negatif maka ketidakmampuan pemimpin jemaat memimpin keluarga sendiri maka akan menjadi faktor penghancur eksistensi jemaat Allah.

h. Kedewasaan

Kualifikasi kedelapan adalah kedewasaan. Kedewasaan di sini tidak berbicara tentang jenjang usia, kedewasaan di sini menekankan tentang kedewasaan secara rohani. mh. neo,futon (me neofuton) secara hurufiah diartikan “janganlah orang yang baru bertobat (kata sifat substantif)”. Hal ini menekanakan bahwa pemimpin jemaat janganlah orang yang baru percaya kepada Yesus, maksudnya ialah bahwa dari segi pengalaman iman dan pemahaman ajaran kekristenan, ia masih begitu dangkal. Jika ia dengan cepat diberikan tanggung jawab ini maka akan berdampak buruk. Oleh karena kondisi jemaat pada waktu itu berada dalam himpitan, penderitaan, tekanan, bergesekan dengan ajaran sesat maka diperlukan orang yang telah dewasa baik secara pengalaman iman maupun pemahaman ajaran kekristenan agar ketika mengalami tekanan dari luar ia masih dapat dengan kokoh berdiri berpegang teguh pada iman kepada Yesus Kristus da menjadi teladan bagi jemaat. Janganlah ia seorang yang baru bertobat, Ini juga menunjuk kepada perlunya waktu guna berakar lebih dulu dengan kuat kepada Kristus.


i[na eivj kri,ma evmpe,sh| tou/ diabo,lou (ina eis krima empese tou diabolou) secara hurufiah diartikan supaya ia jagan menjadi sombong, jangan pernah jatuh ke dalam hukuman Iblis. Kata i[na (ina), terjemahan yang umum adalah “agar, supaya”. Untuk menyatakan kalimat negatif biasanya digunakan partikel “mh”. Kata penghubung ini untuk menandai tujuan atau harapan, karena ditambahkan partikel negatif maka ini bukanlah dua tujuan dan harapan yang hendak dicapai, yaitu:

1) jangan menjadi sombong

Tidak sombong” mh,tufo,w( me tuphoo), menggunakan kata “tuphoo” berasal dari kata kerja “ tufo,w” (tupho), yang artinya ”pudar nyala apinya” (Matius 10:20), harfiah “berasap”. Sombong ibarat asap yang membumbung ke atas atau tinggi hati.Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin jemaat seharusnya tidak angkuh, congkak, melainkan rendah hati dan selalu bersahaja dan bersikap lemah-lembut terhadap jemaat serta masyarakat umum dalam kehidupan sosial.

Kesombongan adalah seperti asap, memang membumbung tinggi tetapi secara perlahan akan menghilang, itu berarti bahwa kesombongan adalah kesia-siaan. Pemimpin jemaat yang baru bertobat atau belum dewasa secara rohani berkemungkinan besar seperti asap naik begitu tinggi tetapi akhirnya lenyap juga. Dalam kepemimpinan rendah hati ialah sikap yang penting oleh karena kerendahan hati ialah kekuatan yang membuat kepemimpinan itu terus kokoh berdiri.

2) Kena hukuman iblis

Secara harafiah kalimat eivj kri,ma evmpe,sh| tou/ diabo,lou(eis krima empese tou diabolou) diartikan jangan pernah jatuh ke dalam hukuman iblis. evmpe,sh| (empese) adalah kata kerja subjungtif aorist aktif orang ketiga tunggal. Subjunktif larangan dipakai dengan subjunktif aorist untuk menyatakanperintah negatif atau larangan. Jadi ini adalah larangan kepada pemimpin jemaat agar jangan pernah jatuh ke dalam hukuman iblis.

Ada tiga kemungkinan penjelasan tentang bagian ini, yaitu:

a) Karena kesombongan Lucifer melawan Allah dan diusir dari Sorga. Jadi, ungkapan itu merupakan peringatan ulang mengenai bahaya kesombongan.

b) Mungkin ungkapan itu berarti, jika orang yang baru bertobat terlalu cepat ditetapkan dalam jabatan ia dapat terjatuh dalam kesombongan, sehingga memberikan kesempatan bagi iblis untuk mengarahkan serangannya melawan dia. Kesombongan pejabat gereja memberi kesempatan kepada Iblis untuk mengkritik jemaat.

c) Kata diabolos mempunyai dua arti. Dapat berarti Iblis dan inilah yang digunakan LAI, dan dapat berarti jjuga pemfitnah, para wanita dilarang menjadi pemfitnah. Oleh karena itu, ungkin ini mungkin berarti bahwa orang yang baru bertobat, yang ditetapkan ke dalam jabatan dan, seperti telah kita katakana, ia dapat menjadi sombong, akan memberi kesempatan kepada pemfitnah. Sikapnya yang tidak menguntungkan merupakan senjata bagi mereka yang tidak menyukai gereja.
1 TIMOTIUS 3:1-7 (STUDI SYARAT PEMIMPIN JEMAAT)
Tidak menjadi soal, arti mana yang diambil, pada intinya kesombongan pemimpin jemaat merupakan hal yang tidak baik bagi gereja.

i. Sosial:

Kualifikasi ke sembilan adalah pemimpin jemaat harus mempunyai nama baik di luar jemaat dei/ de. kai. marturi,an kalh.n e;cein avpo. tw/n e;xwqen(dei de kai marturian kalen ekhin apo ton eksothen).Mempunyai nama baik” dalam bahasa Yunani marturi,an (marturian) merupakan kata benda yang berarti kesaksian, bukti nama baik, reputasi, tidak jahat tentang kelakukan budipekerti. Syarat terakhir bagi orang yang ingin menduduki jabatan dalam jemaat adalah hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat.

Tidak cukup pemimpin jemaat dinilai baik oleh jemaat saja. Paulus memberikan nasihat demikian karena kadangkala orang kkristen beranggapan hidup dalam dua dunia: di gereja mereka hidup saleh, cara bicaranya “suci”, giat untuk Tuhan, memberi persembahan dan berbagai bantuan bagi pelayanan di gereja. Tetapi di “dunia lain” mungkin saja dunia usaha, perdagangan atau sosial mereka berlaku tidak adil. Sebagai orang kristen tidak boleh mempunyai kehidupan ganda seperti ini, ia harus memiliki integritas baik di dalam maupun di luar gereja. Apalagi kehidupan pemimpin jemaat, kelakuan seorang penilik jemaat haruslah sedemikian baiknya, supaya orang-orang bukan Kristen pun terkesan oleh kelakuannya yang tak bercela, dia haruslah orang yang dihargai atau disukai oleh orang-orang yang tidak percaya pada Yesus, inilah injil yang di sampaikan melalui kesaksian hidup.

Jika pemimpin jemaat tidak memenuhi syarat ini ada kemungkinan digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis. Ia akan digugat oleh orang lain diluar jemaat yang mungkin akan mengatakan hal-hal yang jelek tentang para pemimpin jemaat, misalnya menuduhnya sebagai orang munafik (lih. Penjelasan tentang hal ini dalam hlm. 35). Digugat orang, tidak berarti bahwa orang itu di bawa ke pengadilan tetapi orang lain “mengatakan hal yang buruk tetang dia”. Bisa juga digunakan kiasan “supaya ia tidak kehilangan integritas di hadapan orang lain.


Hal ini berarti bahwa bahwa marturi,a(marturia) artinya, bukti yang memberikan kesaksian terhadap kelakuan pemimpin jemaat khususnya di luar jemaat.

3. APLIKASI TEOLOGIS

Aplikasi teologis yang dapat ditarik dari penyelidikan 1 Timotius 3:1-7 adalah bahwa menjadi seorang pemimpin jemaat adalah murni keputusan pribadi dalam meresponi panggilan Allah untuk memimpin sebuah jemaat (1 Timotius 3: 1).

Dalam meresponi panggilan Allah untuk menjadi pemimpin jemaat, setiap pemimpin jemaat harus hidup sebagaimana pemimpin jemaat itu harus hidup. Maksudnya adalah bahwa kehidupan setiap pemimpin jemaat harus sesuai dengan statusnya sebagai pemimpin jemaat, maka Seorang pemimpin jemaaat harus orang yang tak bercacat/kudus (ayat 2a), Seorang pemimpin jemaaat juga harus suami dari satu istri (ayat 2b), Seorang pemimpin jemaaat juga harus orang yang dapat menahan diri (ayat 2c), Seorang pemimpin jemaaat juga harus orang yang bijaksana (ayat 2d), Seorang pemimpin jemaaat juga harus orang yang sopan (ayat 2e), Seorang pemimpin jemaaat juga harus orang yang suka memberi tumpangan (ayat 2f), Seorang pemimpin jemaaat adalah orang yang cakap mengajar (ayat 2g), Seorang pemimpin jemaaat juga harus orang yang bukan peminum (ayat 3a), Seorang pemimpin jemaaat juga harus orang yang bukan pemarah (ayat 3b), Seorang pemimpin jemaaat juga harus orang yang peramah (ayat 3c), seorang pemimpin jemaaat juga harus orang yang pendamai (ayat 3d), seorang pemimpin jemaaat juga harus orang yang bukan hamba uang (ayat 3d), seorang pemimpin jemaaat juga haruslah Seorang pemimpin jemaaat harus orang yang tahu mengepalai keluarganya sendiri (ayat 4a), seorang pemimpin jemaaat juga harus orang yang disegani dan dihormati anak-anaknya (ayat 4b), seorang pemimpin jemaaat juga bukanlah orang yang baru bertobat (ayat 6a), seorang pemimpin jemaaat juga harus orang yang tidak sombong (ayat 6b) dan seorang pemimpin jemaaat harus mempunyai kesaksian nama baik diluar jemaat (ayat 7).

Kualifikasi-kualifikasi ini merupakan gaya hidup kudus. Secara etimologi kata“kudus” berasal dari bahasa Ibrani qadosy yang diartikan “dipisahkan” atau “dikhususkan” yaitu untuk maksud keagamaan. Dalam bahasa Yunani hagios yang memiliki arti yang sama yaitu dipisahkan atau dikhususkan. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa hidup kudus adalah hidup yang terpisah dari dosa yang dikhusukan untuk dapat dipakai Tuhan. Atau dapat dikatakan bahwa seseorang yang hidup kudus adalah seseorang yang terpisah dari dosa atau dosa tidak tinggal diam di dalam dirinya.

Aplikasi teologis yang ditemukan penulis melalui eksegese seperti yang telah dipaparkan di atas dengan sangat jelas menggambarkan tentang kehidupan kudus yang diekspresikan melalui gaya hidup. Kekudusan atau kesucian mencakup di dalamnya segala sesuatu yang bersangkut paut dengan karakter dan kehidupan Kristen. Atau dengan kata lain karakter adalah cerminan dari kudus atau tidak kudusnya seseorang. Hal ini berarti bahwa karakter atau kehidupan Kristen yang benar adalah kekudusan hidup. Pemimpin jemaat yang memiliki karakter yang benar (kualifikasi-kualifikasi pemimpin jemaat) atas dasar motifasi yang benar maka ia telah mengalami kekudusan hidup. Hidup kudus memiliki tujuan dikhususkan oleh Allah untuk melayani umat Allah, dengan demikian pemimpin jemaat yang hidup kudus layak berdiri di depan jemaat untuk menyembah Allah. 

Oleh karena kekudusan dicerminkan melalui karakter maka ini berarti bahwa kekudusan dapat diterapkan kepada semua orang. Inilah maksudnya bahwa pemimpin jemaat dapat menjadi teladan dan membawa pengaruh dari hidup kudusnya itu sehingga jemaat pun diberkati dan mengalami kehidupa kudus juga.

Perlu diingat di sini bahwa kekudusan adalah suatu pengalaman yang berbeda dengan pembenaran melalui karena iman—sejenis tambahan pertobatan, dalam mana dihapuskanlah dari pada jiwa manusia unsur-unsur dosa yang sebenarnya bukan miliknya, semua hal yang berlawanan dengan unsur-unsur kesucian yang ditanamkan dalam kelahiran baru. Oleh karena itu, bagi petobat baru belum layak untuk menjadi pemimpin jemaat karena pengalaman kekudusan hidup sebagai syarat pemimpin jemaat itu berbeda dengan pengalaman kelahiran baru. Petobat baru memerlukan “waktu” untuk menghapuskan unsur-unsur dosa yang masih tertanam dalam kelahiran baru.

Kehidupan kudus memang bukan memberikan jaminan sepenuhnya bahwa mereka tidak dapat berdosa; namun kekudusan memberikan kepada orang-orang kristen untuk memiliki semua unsur kekuatan dan keteguhan. Ini berarti bahwa kehidupan kudus tidak berarti orang percaya akan terlepas dari pencobaan bahkan megalami kesalahan, justru di dalam pencobaan kualitas kekudusan itu diuji, meskipun perjuangan ini berat dan menguras waktu yang panjang, namun dengan tetap tinggal di dalam Kristus, kemenangan yang lengkap dan teguh menjadi milik orang-orang percaya. Bagi pemimpin jemaat hidup kudus merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pelayanan, meskipun banyak godaan, namun kebergantunagn kepada Roh Kudus akan menguatkan dan memenangkannya.

Kekudusan bukanlah sesuatu abstrak tetapi sesuatu yang nyata, nyata di dalam kehidupan. Jika pemimpin jemaat tidak mengalami hidup kudus maka ia tidak layak untuk melayani Yang Maha Kudus. Pemimpin jemaat yang mengatakan ia kudus tetapi kehidupannya tidak ditemukan syarat-syarat seperti 1 Timotius 3:1-7 maka ia sedang berbohong dan berdusta. Kehidupan kudus hanya bisa dicapai dengan bergantung pada Roh Kudus (Galatia 5:16).


Oleh karena itu, pemimpin-pemimpin jemaat adalah orang-orang memiliki kerinduan pekerjaan yang indah, mulia, agung untuk berdiri di depan jemaat berhadapan dengan Allah. Ini adalah hasrat, kerinduan, ambisi yang positif demi kemajuan spiritual pribadi dan jemaat. Kerinduan ini sangat berharga di mata Allah sehingga melalui Paulus, Allah menyatakan ini adalah pekerjaan yang indah

Menjadi wakil Allah bagi jemaat dan wakil jemaat bagi Allah, menuntut pemimpin jemaat memiliki kehidupan yang benar, saleh dan kudus. Kehidupan ini tampak dari cara hidup mereka setiap hari, yaitu tak bercacat, suami dari satu istri, penguasaan diri, keramahan, cakap mengajar, bermoral baik, kepala keluarga yang baik, dewasa secara rohani, dan memiliki kesaksian yang baik juga di luar jemaat.

Kehidupan kudus pemimpin jemaat merupakan kualifikasi yang harus dimiliki. Pemimpin jemaat yang tidak memiliki kehidupan kudus dan berkenan di hadapan Allah sebenarnya ia tidak layak untuk memimpin jemaat Allah. Layak atau tidak layak menjadi pemimpin jemaat itu dilihat dari keintegritasan hidup pemimpin itu sendiri, ada kecocokan antara status dan tindakan yang dilakukan.

Dengan memiliki kehidupan kudus, pemimpin jemaat akan menjadi cerminan yang baik bagi Yesus, melalui cara hidup pemimpin jemaat, Yesus diceritakan. Inilah kesaksian hidup yang terbaik yang membawa pengaruh besar bagi kehidupan jemaat Allah maupun orang-orang yang belum mengenal Yesus Kristus. Hidup pemimpin jemaat adalah sarana pemberitaan Injil yang terbaik.

Ikuti saya di google news untuk membaca artikel lainnya :



Next Post Previous Post