3 PRINSIP IBADAH KHARISMATIK

Pdt.Samuel T. Gunawan,M.Th. 
3 PRINSIP IBADAH KHARISMATIK
Tiga (3) prinsip ibadah yang ada dalam gereja kharismatik meliputi:

PRINSIP 1 # BERIBADAH DALAM ROH DAN KEBENARAN (YOHANES 4:24)

Rasul Paulus menganjurkan orang-orang yang percaya untuk mempersembahkan tubuhnya sebagai korban yang hidup kepada Allah (Roma 12:10). Ia menganjurkan kita untuk menyerahkan seluruh anggota atau bagian dari tubuh kita kepada Allah untuk dijadikan alat kebenaran (Roma 6:13). 

Allah ingin memakai seluruh bagian tubuh kita untuk kemulianNya. Ia telah mengajarkan berbagai cara untuk memuji dan menyembahNya, di mana seluruh anggota tubuh kita ikut mengambil bagian. Tetapi sekalipun kita sudah memberikan seluruh tubuh untuk menyembah Allah, kita tidak boleh lupa bahwa Tuhan kita Yesus Kristus mengatakan bahwa Allah itu Roh dan barangsiapa yang menyembahNya, harus “menyembah di dalam roh dan kebenaran” (Yohanes 4:24). 

Kata Yunani “menyembah” di dalam ayat ini berasal dari kata Yunani “proskuneó”. Kata ini sejajar dengan kata dalam bahasa Ibrani “shachah”, yang berarti tindakan penyembahan spesifik, yang artinya “tersungkur, mengagumi, sujud atau menyembah”. Sedangkan kata Yunani “en pneumati kai alêtheia” yang dipakai dalam ayat ini dengan tepat diterjemahkan “di dalam roh dan di dalam kebenaran”. 

Pakar teologi Dispensasional Charles C. Ryrie menjelaskan bahwa Tuhan kita menyatakan dua dasar ibadah yang benar, yaitu harus di dalam roh dan kebenaran. “Di dalam roh (en pneumati)” menyangkut tiga perkara yang menyangkut inti ibadah: 

(1) Ibadah dapat dan harus dilakukan dimana saja dan kapan saja, karena roh tidak dibatasi oleh ruang dan waktu tertentu. 

(2) Ibadah berasal dari roh manusia (Ibrani 4:12). Ibadah bukan hanya sekedar upacara gereja secara lahiriah. 

(3) Ibadah yang benar merupakan pengalaman seseorang dengan Allah, menghormati Allah dengan roh kita karena Allah telah menyatakan diriNya melalui Tuhan Yesus pada segala waktu dan di segala tempat. “Di dalam Kebenaran” artinya sifat ibadah yang benar itu harus murni dan tidak berpura-pura. Allah membenci ibadah yang tidak tulus (Yesaya 1:10-17; Maleakhi 1:7-14; Matius 15:8-9). 

Ibadah palsu adalah ibadah yang tidak sesuai dengan firman Allah yang diwahyukan. Karena itu, untuk bisa beribadah di dalam kebenaran memerlukan suatu pengetahuan yang semakin meningkat tentang kebenaran firman Allah yang juga akan meningkatkan penghormatan kita kepada Allah yang kita sembah. 

Kita harus menyembah Dia dalam roh dengan memberikan diri kita seutuhnya kepadaNya. Allah tidak menghendaki sesuatu yang setengah-setengah. Ia ingin agar kita memberi segenap roh kepadaNya (Mazmur 111:1; 138:1-2). Allah bukan saja menghendaki agar seluruh konsentrasi ditujukan kepadaNya pada waktu kita menyembah Dia. Tetapi Ia ingin juga kita menyembah Dia di dalam kebenaran. Ia ingin kita menyembah Dia selaras dengan Firman Allah (Yohanes 17:17). 

Bila kita menyembah berdasarkan pengertian firmanNya, kita akan mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kita (Yohanes 8:32). Kebenaran itu akan memerdekakan kita dari semua tradisi dan kebiasaan yang menghalang-halangi manusia untuk benar-benar memasuki ibadah yang sejati. Karena menurut Yesus, tradisi-tradisi buatan manusia itu membatalkan segala manfaat yang diberikan oleh Firman Tuhan. Yesus menegaskan, “Percuma mereka beribadah kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.” (Markus 7:7-8).

Sedangkan menyembah “di dalam kebenaran (en alêtheia)” berarti menyembah sesuai dengan Firman Allah yang dikontras dengan dongeng atau kepalsuan. Kata “alêtheia” disini mengandung makna “kebenaran secara akal budi” atau “hal yang sungguh-sungguh nyata, dalam arti yang mutlak”. Jadi penyembahan itu harus memakai akal budi dan sesuai dengan apa yang dikatakan Allah itu sendiri berkenaan ibadah. 

Jika Allah sudah memberi sekian banyak pasal dalam Perjanjian Lama yang secara rinci memberitahu umatNya bagaimana mereka harus mempersembahkan korban-korban kepadaNya, tentu Allah juga tidak lupa memberitahu Gereja bagaimana orang Kristen harus menyembah Dia. Tidak pernah Allah mengijinkan umatNya menyembah Dia sesuai dengan keinginan hati mereka sendiri. Lebih dari sekali bani Israel mendapat kesulitan, karena mereka melakukan apa yang benar menurut pandangan mereka sendiri. Kita hanya boleh menyembah sesuai dengan apa yang diperintahkan Firman Tuhan (Yohanes 4:24).

Ringkasnya,ibadah yang benar adalah penyembahan yang dilakukan dalam roh dan kebenaran. Ini adalah prinsip utama yang diberikan oleh Tuhan kita Yesus Kristus. Di dalam roh menekankan semangat dari ibadah yang dilakukan dengan sepenuh hati, dan di dalam kebenaran menekankan pada cara ibadah yang dilakukan dengan pengertian yang benar. Kita tidak boleh menekankan salah satu dari keduanya, atau sebaliknya, mengabaikan salah satunya. Apalagi mengabaikan keduanya. Ibadah harus dilakukan dengan sepenuh hati dan dengan cara yang benar. 

PRINSIP 2 # BERIBADAH DENGAN SOPAN DAN TERATUR (1 KORINTUS 14:40)

Jelaslah bahwa pola ibadah yang dilaksanakan di dalam gereja-gereja Kharismatik yang bersifat selebratif dan ekspresif saat ini merupakan suatu pola ibadah yang diadaptasi dari tata ibadah umat Israel di Pondok Daud dan memiliki dasar Alkitab yang kuat. 

Pola Ibadah di Pondok Daud (1 Tawarikh 13-16; 2 Samuel 6:17-19), yang dinyatakan dalam kitab Mazmur dan diteguhkan dalam Perjanjian Baru (Efesus 5:19; Kolose 3:16, dan Ibrani 13:15), bersifat selebratif dan ekspresif, seperti: bertepuk tangan, bersorak-sorai, berseru-seru, menyanyi, menari, mengangkat tangan, bersujud, berlutut, dan disertai iring-iringan musik (1 Tawarikh 23:5; 25:5-6). 

Namun hal yang perlu ditegaskan disini! Walaupun ibadah Kharismatik tersebut merupakan suatu selebrasi dan ekspresif tetapi harus dilakukan dengan sopan, teratur, dan tidak kacau, dengan fokus utama pada Kristus dan persekutuan dalam rangka membangun jemaat. Rasul Paulus menasihati jemaat di Korintus demikian, “Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur” (1 Korintus 14:40). Pertanyaan yang mungkin timbul dari ayat ini adalah “apakah yang rasul Paulus maksudkan dengan “segala sesuatu harus berjalan dengan sopan dan teratur” tersebut? 

Pertama-tama, konteks ayat ini adalah nasihat rasul Paulus dalam pertemuan (atau ibadah) jemaat di Korintus (1 Korintus 14:26). Jadi yang dimaksud dengan “segala sesuatu” dalam ayat tersebut di atas tentunya dikaitkan dengan pertemuan (ibadah) dalam jemaat Korintus pada saat itu. Berdasarkan ayat-ayat ini dan ayat-ayat berikutnya. 

Paulus hendak memberikan nasihat yang nyata dalam pelayanan ibadah yang dinamis dan tidak terstruktur dari gereja mula-mula pada saat itu. Karena itu disini rasul Paulus memberikan semacam acuan atau prinsip dalam pertemuan atau ibadah bersama jemaat di Korintus, dengan cara sedemikian rupa, agar di satu sisi tidak membatasi kebebasan Roh (1 Korintus 14:26, 31, 39) dan di sisi lain tidak terjadi kekacauan atau perselisihan (1 korintus 14:33). 

Hal ini dilakukan rasul Paulus dengan menekankan kepada jemaat Korintus arti penting dari tujuan atau maksud dari pertemuan (ibadah) mereka tersebut. Tetapi melalui nasihat tersebut rasul bukan bermaksud memberikan suatu strukturisasi atau tata ibadah atau liturgi, melainkan pemberian acuan atau prinsip di dalam melaksanakan pertemuan (ibadah) supaya tetap bebas namun terkendali. 

Kedua, dalam 1 Korintus 14:40 frase yang diterjemahkan dengan “sopan dan teratur” dalam terjemahan AITB dan “decently and order” dalam terjemahan Inggris NKJV, NRSV tersebut berasal dari frase Yunani “euschçmonôs kai katataxis”. Kata Yunani “euschçmonôs” merupakan gabungan dari kata “eu” dan “schçmôn”. 

Kata “eu” merupakan awalan bahasa Yunani yang berarti “baik, menyenangkan, indah”, dan kata “schçmôn” adalah kata yang menunjukkan respon atau sambutan yang ditunjukan dengan keramahan atau cara bicara dan sikap yang sopan. Dengan demikian, kata “euschçmôn” tersebut mengacu kepada sikap yang baik atau ramah, dan sopan. Kata “euschçmonôs” tersebut dalam bentuk adverbalnya berarti “patut, pantas, selaras”. 

Sedangkan kata Yunani “katataxis” berasal dari gabungan preposisi akusatif “kata” yang berarti “sesuai dengan atau dengan cara” dan kata benda “taxis” yang berarti “teratur atau tertib”. Dengan demikian kata “katataxis” tersebut dapat diterjemahkan menjadi “sesuai dengan ketertiban” atau “dengan cara yang teratur”. 

Jadi, ketika rasul Paulus menasihati jemaat Tuhan di Korintus untuk melaksanakan pertemuan (ibadah) dengan “euschçmonôs” dan “katataxis” maka yang dimaksudkannya adalah agar pertemuan tersebut dilakukan dengan sikap baik, ramah dan sopan serta dilaksanakan dengan cara yang teratur, sehingga memberi kesan yang indah dan menyenangkan seperti yang dikehendaki Allah. Mengapa? Karena sebelumnya di ayat 33 Rasul Paulus menyatakan bahwa Allah tidak mengendaki kekacauan melainkan damai sejahtera. 

Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “kekacauan” dalam ayat tersebut adalah “akatastasia” yang berarti “kerusuhan, kekacauan, pertikaian, atau pemberontakan”, sedangkan kata “damai sejahtara” merupakan terjemahan kata Yunani “eiréne” yang berarti “damai, damai sejahtera, ketertiban, atau keselarasan”. 

Ringkasnya, sopan dan teratur adalah satu prinsip normatif yang diberikan rasul Paulus agar dalam suatu pertemuan ibadah, di satu sisi tidak membatasi kebebasan Roh dan di sisi lain tidak terjadi kekacauan atau perselisihan. Sopan dan teratur menekankan dimensi etis dari ibadah supaya tetap bebas berekspresi menurut kehendak Roh namun tetap terkendali. 

PRINSIP 3 # BERIIBADAH DENGAN FOKUS MERAYAKAN YESUS KRISTUS DAN MEMBANGUN SESAMA ANGGOTA JEMAAT (EFESUS 5:18b-19)

Satu ayat yang paling penting dalam Perjanjian Baru untuk menjelaskan ibadah yang selebratif dan ekspresif ini kita temukan di dalam Efesus 5:19b-20 ketika rasul Paulus mengatakan, “tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh, dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati”. 

Di dalam ayat ini kita menemukan tiga unsur penting dari ibadah selebratif dan ekspresif yang berasal dari kata Yunani, yaitu : 

(1) psalmos yang diterjemahkan dengan “mazmur” dan psallontes yang diterjemahkan dengan “bersoraklah”. 

(2) humnos yang diterjemahkan dengan “kidung puji-pujian”; 

(3) oidèis pneumatikos yang diterjemahkan dengan “nyanyian rohani” dan aidein yang diterjemahkan dengan “bernyanyi. Disini kita melihat bahwa istilah psalmos (mazmur) dan psallontes (bersoraklah) adalah istilah yang sama atau seakar. Demikian juga istilah oidèis (nyanyian) dan aidein (bernyanyilah). 

Dengan demikian ada tiga istilah penting dalam ayat ini: mazmur, puji-pujian, dan nyanyian. Ketiga istilah itu merupakan kata-kata yang paling umum digunakan dalam Septuaguinta untuk lagu-lagu religius dan muncul secara bergantian dalam Perjanjian Lama terutama kitab Mazmur.

Istilah mazmur (psalmos) digunakan untuk menunjukkan pada lagu-lagu pujian (1 Korintus 14:26; Kolose 3:16) dan merujuk pada mazmur dalam Perjanjian Lama (Lukas 20:42; 24:44; Kisah Para Rasul 1:20; 13:33). Istilah “puji-pujian (humnos)” menunjukkan suatu nyanyian selebrasi atau perayaan (Yesaya 42:10; Kisah Para Rasul 16:25; Ibrani 2:12). 

Dalam dua kemunculannya di dalam Perjanjian Baru istilah humnos merujuk kepada suatu ungkapan pujian kepada Allah atau Kristus (Kolose 3:16; Efesus 5:19). Sedangkan istilah nyanyian (oidèi) digunakan dalam Perjanjian Baru untuk lagu dimana tindakan Allah dipuji dan ditinggikan (Wahyu 5:9; 14:3; 15:3). 

Namun kata “pneumatikos” dibelakang kata “oidèi” sehingga menjadi istilah “oidèi Pneumatikos (nyanyian rohani)” bukan hanya untuk menyatakan sumber nyanyia-nyanyian itu adalah Roh Kudus, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa nyanyian-nyanyian itu berbeda dari nyanyian-nyanyian duniawi. Jadi ketiga istilah yang dipakai dalam Perjanjian Baru ini menggambarkan lirik-lirik yang dihidupkan oleh Roh Kudus.

Namun, sangat penting untuk diperhatikan bahwa dalam Efesus 5:19 ini rasul Paulus menekankan dua hal yang berbeda untuk aktivitas yang sama. Maksudnya ialah bahwa dilakukannya “mazmur, puji-pujian dan nyanyian” merupakan aktivitas yang sama dengan dilakukannya “bernyanyi dan bersoraklah”. Namun perspektif dari “mazmur, puji-pujian dan nyanyian” menurut rasul Paulus dalam ayat ini berhubungan dengan dimensi horisontal dan korporat, yaitu suatu hubungan persekutuan dengan sesama orang percaya ketika mereka sedang berkumpul. 

Rujukannya terdapat dalam frase Yunani “lalein heautois” atau yang diterjemahkan dengan “berkata-katalah satu dengan yang lain”. Disini, walaupun rasul Paulus menghubungkan frase “lalein heautois” dengan “hendaklah kamu semua penuh dengan Roh”, tetapi yang dimaksud dengan frase “lalein heautois” bukanlah berkata-kata dengan bahasa roh (glosolalia) dan juga tidak ada kaitan dengan berkata-kata pada diri sendiri, melainkan berbicara kepada sesama orang percaya, melalui mazmur, kidung puji-pujian, dan nyanyian rohani yang diinspirasikan atau diilhamkan oleh Roh Kudus. 

Hal ini sama dengan yang dimaksud dalam Kolose 3:16 yang mungkin didasakan pada Efesus 5:19 ini, dimana rasul Pulus mengingatkan jemaat di Kolose bahwa mereka harus “didaskontes kai nouthetountes heautous ” (atau diterjemahkan “mengajar dan menegur seorang dengan yang lain) dengan mazmur (psalmos) dan nyanyian-nyannyian pujian (humnos) dan nyanyian-nyanyian rohani (oidèis pneumatikos). Dengan demikian, rasul Paulus menghendaki bahwa melalui mazmur, puji-pujian, dan nyanyian rohani dalam ibadah jemaat, baik di Efesus maupun di Kolose, dapat saling membangun satu sama lain.

Selanjutnya, melalui frase “aidontes kai psallontes tôi Kuriôi” yang diterjemahkan dengan “bernyanyi dan bermazmurlah (bersoraklah) bagi Tuhan” rasul Paulus hendak menekankan dimensi vertikal dari ibadah, yaitu perayaan yang berpusat pada Tuhan Yesus Kristus. Disini jelas bahwa rasul Paulus tidak hanya memerintahkan untuk sekedar bernyanyi, tetapi “psallontès tôi Kuriôi tei kardiai humôn” atau diterjemahkan dengan “bermazmurlah bagi Tuhan dengan segenap hatimu”. Maksudnya disini ialah bahwa aktivitas bernyanyi bagi Tuhan itu dilakukan dengan bersorak, yaitu dengan kegembiraan, sukacita, dan hati yang terbuka kepada Tuhan. 

Melalui nyanyian-nyanyian yang diilhamkan oleh Roh Kudus itu semua orang percaya merayakan dan memuliakan Tuhan Yesus Kristus. Disini nyanyian dan sorak tersebut diberikan kepada Yesus Kristus karena ayat-ayat sebelum dan sesudahnya untuk kata Yunani “Kuriôi” (yang diterjemahkan dengan “Tuhan”) jelas merujuk kepada Yesus Kristus (Bandingkan Efesus 5:8,10,17, 20). 

Juga di dalam ayat-ayat Perjanjian Baru lainnya bahwa fokus dari ibadah selebrasi melalui nyanyian dan pujian itu adalah difokuskan pada Yesus sebagai Tuhan, Sang Putra yang melaluinya Allah telah membawa keselamatan (Filipi 2:6-11; Kolose 1:15-20). 

Di dalam Perjanjian Baru, gelar Tuhan (Kurios) yang sering dipakai untuk Yesus merupakan terjemahan dari kata Ibrani “YAHWEH”. Jadi, ketika menyebut Yesus (di Perjanjian Baru) sebagai Tuhan (Kurios) maka yang dimaksud adalah Ia sama dengan YAHWEH dari Perjanjian Lama (Yohanes 12:40-41; Roma 10:9,13; 1 Petrus 3:15; bandingan dengan Yesaya 6:1-2; Yoel 2:23; dan Yesaya 8:13). 

Merayakan Yesus Kristus merupakan hal yang penting dalam Perjanjian Baru. Mengapa? Karena menurut Paulus dalam Filipi 2:9, Tuhan Allah bukan hanya meninggikan Yesus, tetapi juga mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama. 

Frase Yunani “to onoma to huper pan onoma” yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “nama di atas segala nama”, dimaksudkan disini bahwa nama Yesus Kristus itu adalah satu-satunya nama yang paling tinggi, paling mulia, paling agung; nama yang lebih tinggi dari semua mahluk (Filipi 2:10). Itu sebabnya setiap mahluk akan bertekuk lutut kepadaNya dan mengakui dengan lidahnya bahwa Yesus Kristus adalah “Tuhan (Kurios)”. Menarik untuk memperhatikan kata “bertekuk lutut” dan “mengaku” dalam ayat ini. 

Disini kata Yunani “gonu kamptein” yang diterjemahkan “bertekuk lutut” merupakan suatu ungkapan untuk penghormatan yang paling tinggi dan luhur, khususnya kepada Allah (Bandingkan Roma 11:4; Efesus 3:14), dalam konteks ini tentunya kepada Kristus, karena Dia adalah Tuhan. 

Sedangkan kata Yunani “exomolgeisthai” yang diterjemahkan dengan “mengaku” merupakan ungkapan yang berarti mengakui dengan suara keras dan dan terbuka di depan umum sehingga didengar orang lain, tetapi pengakuan ini dilakukan dengan sukacita dan ucapan syukur atas dasar pengertian yang benar. Jadi jelaslah bahwa ibadah yang dilakukan itu adalah dalam rangka selebrasi atau merayakan Yesus Kristus Tuhan kita. 

Ringkasnya, berdasarkan eksegesis dan analisis teologis Efesus 5:19 tersebut di atas bahwa ibadah selabratif dan ekspresif yang dilakukan dengan disertai mazmur, pujian-pujian, nyanyian dengan sukacita, kegembiraan dan bersorak merupakan aktivitas yang dilakukan dalam Roh Kudus (Efesus 5:18) dengan tujuan membangun jemaat (dimensi horisontal) dan dengan berfokus utama pada Yesus Kristus (dimensi vertikal). Disaat orang percaya berkumpul dalam ibadah dan merayakan Yesus dengan bernyanyi dan bersorak (suatu selebrasi) bagi Dia dengan segenap hati mereka (suatu tindakan yang ekspresif), maka seharusnya melalui lirik-lirik dalam mazmur, puji-pujian dan nyanyian itu jemaat diajar dan dibangun. 

Jadi mazmur, puji-pujian dan nyanyian tersebut dimaksudkan untuk tujuan ganda, yaitu memuliakan Kristus dan membangun jemaat. Dengan demikian lirik-lirik mazmur, puji-pujian dan nyanyian itu bukanlah lirik-larik yang sembarangan melainkan lirik-lirik yang diilhamkan Roh Kudus dan selaras dengan kebenaran. Lirik-lirik mazmur, puji-pujian dan nyanyian yang Alkitabiah, adalah lirik-lirik yang memuliakan Yesus dan membangun jemaat.

REFERENSI

Abineno, J.L.Ch. 2012. Tafsiran Alkitab: Surat Efesus. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Clark, Howard, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia : Jakarta 
Conner, Kevin J., 2004. Jemaat Dalam Perjanjian Baru, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Douglas, J.D., ed, 1996. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I dan II. Terj, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Greig, Gary. S & Kevin N. Spinger, ed., 2001. Kebutuhan Gereja Saat Ini. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Guthrie, Donald., 2010. New Tastemant Theology. 3 Jilid, Terjemahan. Penerbit BPK: Jakarta.
Iverson, Dick., 1994. Roh Kudus Masa Kini, Diktat. Terjemahan, Harvest International Teological Seminary, Harvest Publication House: Jakarta.
____________., 1994. Kebenaran Masa Kini. Terjemahan, Inonesia Harvest Outreaach: Jakarta.
Joyce, A.L dan Joyce Gill, 1993. Pujian dan Penyembahan, diktat. Harvest International Theological Seminary/Harvest Publication House: Jakarta.
Maldonado, Guillermo., 2012. Bagaimana Berjalan Dalam Kuasa Supernatural Tuhan. Terjemahan, Penerbit Light Publishing: Jakarta.
Munroe, Myles., 2012. The Purpose and Power Praise and Worship. Terjemahan, Penerbit Immanuel Publising House: Jakarta.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta.
Silalahi, Djaka Christianto., 2001. Karismatik Bercampur dengan Perdukunan? Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta.
SJ, L. Sugiri, dkk, 1995., Gerakan Kharismatik: Apakah itu? Penerbit BPK : Jakarta.
Stamps, Donald. C, ed., 1994. Full Life Bible Studi. Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stearns, Robert, Chuck Pierce & Larry Kreider., 2013. Today’s Church. Terjemahan, Penerbit Andi: Yogyakarta.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang. 
Utley, Bob., 2011. Kumpulan Komentari Panduan belajar Perjanjian Baru: 1 dan 2 Korintus. Terjemahan, diterbitkan Bible Lesson International: Marshall, Texas. 
Wiersbe, Warren W., 2001. Hikmat Di Dalam Kristus: Tafsiran I Korintus. Terjemahan, Yayasan Kalam Hidup : Bandung.
Wiersbe, Warren W., 1993. Kaya Dalam Kristus: Tafsiran Surat Efesus. Terjemahan, Penerbit Kalam Hidup : Bandung
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.3 PRINSIP IBADAH KHARISMATIK. https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post