MAKNA SEBELUM ABRAHAM ADA, AKU ADA (YOHANES 8:58)

Pdt. Budi Asali, M.Div.

Yohanes 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.’”.

Kata-kata ‘Aku telah ada’ ini salah terjemahan; .

KJV, Jesus said unto them, Verily, verily, I say unto you, Before Abraham was, I am.
TR, ειπεν αυτοις ο ιησους αμην αμην λεγω υμιν πριν αβρααμ γενεσθαι εγω ειμι
Translit. interlinear, eipen {berkata} autois {kepada mereka} ho iêsous {Yesus} amên {sesungguhnya} amên {sesungguhnya} legô {Aku berkata} humin {kepadamu} prin {sebelum} abraam {Abraham} genesthai {ada/ menjadi/ eksis (lahir)} egô {Aku} eimi {Ada}.
MAKNA SEBELUM ABRAHAM ADA, AKU ADA (YOHANES 8:58)
RSV: ‘Before Abraham was, I am’ (= Sebelum Abraham ada, Aku ada) Yohanes 8:58
NIV/NASB: ‘before Abraham was born, I am’ (= sebelum Abraham dilahirkan, Aku ada / aku adalah).

Pulpit Commentary (tentang Yohanes 8:58): “the present tense, ei]mi, and not the past, e]n, was used by our Lord” [= bentuk present, ei]mi (EIMI), dan bukan bentuk lampau, e]n (EN), yang digunakan oleh Tuhan kita] - hal 373.

Jadi, kata-kata yang diterjemahkan ‘Aku telah ada’ ini dalam bahasa Yunaninya adalah EGO EIMI, yang ada dalam bentuk present. Bagaimana kata-kata Yunani bentuk present EGO EIMI (= ‘I am’) bisa diterjemahkan ‘Aku telah ada’ oleh Kitab Suci Indonesia Ini mengubah bentuk ‘present’ menjadi bentuk ‘perfect’, dan karenanya jelas salah! Terjemahan yang benar adalah ‘Aku ada / adalah’ bukan ‘Aku telah ada’.

Catatan: dalam menterjemahkan kata-kata ‘I am’ ke dalam bahasa Indonesia kadang-kadang harus diterjemahkan ‘Aku ada’ dan kadang-kadang harus diterjemahkan sebagai ‘Aku adalah’. Kontextnya yang harus menentukan hal itu.

Mari kita sekarang melihat kontext yang dekat dengan Yohanes 8:58.

Yohanes 8:51-59 - “(51) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firmanKu, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.’ (52) Kata orang-orang Yahudi kepadaNya: ‘Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan. Sebab Abraham telah mati dan demikian juga nabi-nabi, namun Engkau berkata: Barangsiapa menuruti firmanKu, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya. (53) Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kita Abraham, yang telah mati! Nabi-nabipun telah mati; dengan siapakah Engkau samakan diriMu?’ (54) Jawab Yesus: ‘Jikalau Aku memuliakan diriKu sendiri, maka kemuliaanKu itu sedikitpun tidak ada artinya. BapaKulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami, (55) padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firmanNya. (56) Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hariKu dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.’ (57) Maka kata orang-orang Yahudi itu kepadaNya: ‘UmurMu belum sampai lima puluh tahun dan Engkau telah melihat Abraham?’ (58) Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.’ (59) Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah”.

Perhatikan Yohanes 8:53 yang saya garis tebal itu. Kalau itu bukan pertanyaan tentang identitas, lalu tentang apa? Jawaban Yesus dalam Yohanes 8:58 ini diberikan bukan hanya untuk menjawab pertanyaan orang-orang Yahudi dalam Yohanes 8:57 tetapi juga pertanyaan mereka dalam Yohanes 8:53, yang jelas mempersoalkan identitas.

William Hendriksen: “what he states here in 8:58 is his answer not only to the statement of the Jews recorded in 8:57 but also to that found in 8:53” [= apa yang Ia nyatakan di sini dalam 8:58 merupakan jawabanNya bukan hanya terhadap pernyataan orang-orang Yahudi yang dicatat dalam 8:57 tetapi juga terhadap pernyataan yang didapatkan dalam Yohanes:8:53] - hal 66-67.

Jadi terjemahan ‘I am’ / ‘Aku ada’ tetap sesuai dengan ikatan kalimat / kontext, karena dengan jawaban ini Yesus menunjukkan identitasNya sebagai Allah sendiri.

· Kalaupun jawaban Yesus hanya mempersoalkan umur, kata-kataNya yang menunjukkan bahwa Ia sudah ada lebih dulu dari Abraham yang hidup lebih dari 2000 tahun sebelum kelahiranNya, tetap menunjukkan bahwa Ia itu kekal, dan dengan demikian, juga menunjukkan bahwa Ia adalah Allah.

· Kalau mau memperhatikan kontext, kita harus memperhatikan bagian sebelum dan sesudah ayat itu. Sekarang perhatikan bagian sesudah Yohanes 8:58, yaitu Yohanes 8:59 - “Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah”.

Mengapa orang-orang Yahudi itu mau merajam Yesus? Jelas karena kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) itu merupakan claim sebagai Allah, dan itu dianggap sebagai penghujatan! Seandainya Yesus berkata ‘I have been’ (= Aku telah ada), maka paling-paling orang-orang Yahudi akan menganggap Dia sebagai orang gila, dan mereka tidak akan merajam orang gila.

Walter Martin berkata bahwa dalam hukum Taurat hanya ada beberapa hal dimana hukuman rajam diberlakukan, yaitu:

¨ mempunyai roh peramal (Imamat 20:27).

¨ menghujat Allah (Imamat 24:10-23).

¨ nabi palsu yang mengajak menyembah allah lain (Ulanagn 13:5-10).

¨ anak durhaka (Ulangan 21:18-21).

¨ perzinahan dan pemerkosaan (Ulanagn 22:21-24 Imamat 20:10).

Satu-satunya yang bisa dipakai sebagai alasan oleh orang-orang Yahudi untuk mau merajam Yesus adalah ‘menghujat Allah’. Mengapa Ia dianggap menghujat Allah? Karena kata-kata ‘I am’ (= Aku ada / adalah) dalam Yohanes 8:58 itu jelas mengacu pada Keluaran 3:14 yang merupakan nama Allah. Bandingkan dengan Yohanes 5:18 dan Yohanes 10:33 dimana mereka juga mau merajam Yesus karena pengakuan Yesus bahwa Ia adalah Anak Allah (yang berarti bahwa Ia setara dengan Allah - Yohanes 5:18 Yohanes 10:33).

a) Ini menunjukkan:

* kekekalan Yesus.

* keilahian Yesus.

Kata-kata ‘I am’ berhubungan dengan ‘I am who I am’ dalam Keluaran 3:14. Jadi kata-kata ini menunjukkan Yesus adalah Yahweh / Allah!

Karena kata-kata orang-orang Yahudi dalam ay 57 itu hanya mempersoalkan Yesus sebagai manusia, maka sekarang Yesus menekankan keke-kalan dan keilahianNya.

b) Pulpit Commentary: “Abraham came into existence by birth, I am” (= Abraham menjadi ada melalui kelahiran, Aku adalah).

c) William Hendriksen mengatakan bahwa kata-kata ‘I am’ menunjukkan bahwa: “His existence transcends time” (= keberadaanNya melampaui waktu).

d) Penggunaan I am, bukan I was, menurut Calvin: “denotes a condition uniformly the same from the beginning to the end” (= menunjukkan suatu kondisi yang terus menerus sama dari semula sampai akhir).

e) Komentar-komentar lain tentang Yohanes 8:58.

Calvin: “he uses different verbs. Before Abraham WAS, or Before Abraham WAS BORN, I AM. But by these words he excludes himself from the ordinary rank of men, and claims for himself a power more than human, a power heavenly and divine, the perception of which reached from the beginning of the world through all ages. Yet these words may be explained in two ways. Some think that this applies simply to the eternal Divinity of Christ, and compare it with that passage in the writings of Moses, I am what I am, (Exod. 3:14.) But I extend it much farther, because the power and grace of Christ, so far as he is the Redeemer of the world, was common to all ages. It agrees therefore with that saying of the apostle, ‘Christ (is the same) yesterday, and to-day, and for ever, (Heb. 13:8). For the context appears to demand this interpretation. ... this saying of Christ contains a remarkable testimony of his Divine essence. ... the present tense of the verb is emphatic; for he does not say, I was, but I am; by which he denotes a condition uniformly the same from the beginning to the end” (= Ia menggunakan kata kerja yang berbeda. Sebelum Abraham ADA, atau Sebelum Abraham DILAHIRKAN, Aku ADA / ADALAH. Tetapi oleh kata-kata ini Ia mengeluarkan diriNya sendiri dari golongan manusia biasa, dan mengclaim untuk diriNya sendiri suatu kuasa yang lebih dari manusiawi, suatu kuasa surgawi dan ilahi, yang pengertiannya mencapai dari permulaan dunia ini sampai semua jaman. Tetapi kata-kata ini bisa dijelaskan dengan dua cara. Sebagian orang beranggapan bahwa ini hanya digunakan untuk keilahian yang kekal dari Kristus, dan membandingkannya dengan text dalam tulisan Musa, ‘Aku adalah yang Aku adalah’, (Kel 3:14). Tetapi saya memperluasnya lebih jauh, karena kuasa dan kasih karunia Kristus, sejauh Ia adalah Penebus dunia ini, adalah sama untuk semua jaman. Karena itu, ini sesuai dengan kata-kata sang rasul, ‘Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya’ (Ibrani 13:8). Karena kontextnya kelihatannya menuntut penafsiran ini. ... kata-kata Kristus ini mencakup suatu kesaksian yang luar biasa tentang hakekat IlahiNya. ... bentuk present tense dari kata kerjanya ditekankan; karena Ia tidak berkata, ‘Aku dulu ada’, tetapi ‘Aku ada’; dengan mana Ia menunjukkan suatu kondisi yang terus menerus sama dari permulaan sampai akhir) - hal 362-363.

Dari kata-kata ini saya garis bawahi itu terlihat bahwa Calvin menganggap Yohanes 8:58 ini memang ada hubungannya dengan Keluaran 3:14. Bahkan kelihatannya, sama seperti yang dikatakan oleh Robert Bowman di atas, Calvin juga berpendapat bahwa Yohanes 8:58 itu sendiri (terpisah dari Kel 3:14) menyatakan kekekalan dari Kristus, dan karena itu juga keilahian dari Kristus.

William Hendriksen: “The Jews had committed the error of ascribing to Jesus a merely temporal existence. They saw only the historical manifestation, not the eternal Person; only the human, not the divine. Jesus, therefore, reaffirms his eternal, timeless absolute essence. ... Over against Abraham’s fleeting span of life (Gen. 25:7) Jesus places his own timeless present. To emphasize this eternal present he sets over against the aorist infinitive, indicating Abraham’s birth in time, the present indicative, with reference to himself; hence, not ‘I was,’ but ‘I am.’ Hence, the thought here conveyed is not only that the second Person always existed (existed from all eternity; cf. 1:1,2; cf. Col. 1:17), though this, too, is implied; but also, and very definitely, that his existence transcends time. ... The ‘I am’ here (8:58) reminds one of the ‘I am’ in 8:24. Basically the same thought is expressed in both passages; namely, that Jesus is God! Moreover, what he states here in 8:58 is his answer not only to the statement of the Jews recorded in 8:57 but also to that found in 8:53” [= Orang-orang Yahudi telah melakukan kesalahan dari memberikan kepada Yesus suatu keberadaan yang hanya bersifat sementara. Mereka hanya melihat manifestasi yang bersifat sejarah, bukan Pribadi yang kekal; hanya manusia, bukan ilahi. Karena itu, Yesus menegaskan kembali hakekatNya yang mutlak, kekal, dan tak terbatas oleh waktu. ... Bertentangan dengan saat kehidupan Abraham yang singkat (Kej 25:7) Yesus menempatkan keadaan present / masa kiniNya yang tidak terbatas waktu / ada di atas waktu. Untuk menekankan masa kini yang kekal ini Ia mengkontraskan / mempertentangkan bentuk infinitif lampau yang menunjukkan kelahiran Abraham dalam waktu dengan indikatif present / sekarang berkenaan dengan diriNya sendiri; karena itu Ia tidak menggunakan ‘I was’, tetapi ‘I am’. Karena itu pemikiran yang disampaikan di sini bukan hanya bahwa Pribadi yang kedua ini selalu ada (sudah ada dari kekekalan; bdk. 1;1,2; bdk. Kol 1:17), sekalipun ini juga ditunjukkan secara implicit / tak langsung; tetapi juga, dan dengan sangat pasti, bahwa keberadaanNya melampaui waktu. ... Kata-kata ‘Aku ada / adalah’ di sini (8:58) mengingatkan pada ‘Aku ada / adalah’ dalam 8:24. Secara dasari pemikiran yang sama dinyatakan dalam kedua text; yaitu bahwa Yesus adalah Allah! Lebih lagi, apa yang Ia nyatakan di sini dalam 8:58 merupakan jawabanNya bukan hanya terhadap pernyataan orang-orang Yahudi yang dicatat dalam 8:57 tetapi juga terhadap pernyataan yang didapatkan dalam 8:53] - hal 66-67.

Walter Martin: “The real problem in the verse is the verb ‘EGO EIMI.’ ... The usage occurs four times (in John 8:24; 8:58; 13:19; 18:5). In these places the term is the same used by the Septuagint at Deuteronomy 32:39; Isaiah 43:10; 46:4; etc., to render the Hebrew phrase ‘I (am) He.’ The phrase occurs only where Jehovah’s Lordship is reiterated. The phrase then is a claim to full and equal Deity” [= Problem sebenarnya dalam ayat ini adalah kata kerja ‘EGO EIMI’. ... Penggunaannya terjadi empat kali (dalam Yohanes 8:24; 8:58; 13:19; 18:5). Di tempat-tempat ini istilah itu sama dengan yang digunakan oleh Septuaginta (Perjanjian Lama berbahasa Yunani) pada Ulangan 32:39; Yesaya 43:10; 46:4; dsb. untuk menterjemahkan ungkapan Ibrani ‘Aku (adalah) Dia’. Ungkapan itu terjadi hanya dimana KeTuhanan dari Yehovah diulangi / dinyatakan ulang. Maka, ungkapan itu merupakan suatu claim tentang KeAllahan yang penuh dan setara] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 88.

Walter Martin: “The term is translated here correctly only as ‘I am’ and since Jehovah is the only ‘I am’ (Exodus 3:14; Isaiah 44:6), He and Christ are ‘One’ in Nature, truly the fullness of the ‘Deity’ in the flesh. The Septuagint translation of Exodus 3:14 from the Hebrew EHYEH utilizes EGO EIMI as the equivalent of ‘I am,’ Jehovah, and Jesus quoted the Septuagint to the Jews frequently, hence their known familiarity with it, and their anger at His claim (8:59)” [= Di sini istilah ini diterjemahkan dengan benar hanya sebagai ‘Aku ada / adalah’ dan karena Yehovah adalah satu-satunya ‘Aku ada / adalah’ (Keluaran 3:14; Yesaya 44:6), Ia dan Kristus adalah ‘Satu’ dalam Hakekat, sungguh-sungguh kepenuhan keAllahan dalam daging. Terjemahan Septuaginta dari Keluaran 3:14 dari kata Ibrani EHYEH menggunakan EGO EIMI sebagai kata yang sama artinya dengan ‘Aku adalah’, Yehovah, dan Yesus sering mengutip Septuaginta bagi orang-orang Yahudi, dan karena itu mereka akrab dengannya / mengenalnya dengan baik, dan mereka menjadi marah atas claimNya (8:59)] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 89.

Leon Morris (NICNT): “Whether we translate ‘before Abraham was’ (as AV), or ‘was born’ (as ARV, NEB, etc.) the meaning will be ‘came into existence’, as the aorist tense indicates. A mode of being which has a definite beginning is contrasted with one which is eternal. ‘I am’ must have the fullest significance it can bear. It is ... in the style of deity. ... It is an emphatic form of speech and one that would not normally be employed in ordinary speech. Thus to use it was recognizably to adopt the divine style. In passages like vv. 24,28 that is fairly plain, but in the present passage it is unmistakable. When Jesus is asserting His existence in the time of Abraham there is no other way of understanding it. It should also be observed that He says ‘I am’, not ‘I was’. It is eternity of being and not simply being which has lasted through several centuries that the expression indicates” [= Apakah kita menterjemahkan ‘sebelum Abraham ada’ (seperti AV / KJV), atau ‘dilahirkan’ (seperti ARV, NEB, dsb.) artinya adalah ‘menjadi ada’, seperti yang ditunjukkan oleh bentuk lampau dari kata itu. Suatu cara keberadaan yang mempunyai suatu permulaan yang tertentu dikontraskan dengan cara keberadaan yang kekal. ‘Aku adalah’ harus mempunyai arti yang paling penuh yang bisa dikandungnya. Kata-kata itu ada ... dalam gaya dari keallahan. ... Itu merupakan bentuk pengucapan yang tegas / ditekankan, dan merupakan suatu bentuk yang tidak digunakan secara normal dalam pembicaraan biasa. Jadi menggunakan bentuk itu bisa dikenali sebagai menggunakan gaya ilahi. Dalam text-text seperti ay 24,28 hal itu cukup jelas, tetapi dalam text ini (Yohanes 8:58) hal itu tidak bisa salah. Pada waktu Yesus sedang menegaskan keberadaanNya pada jaman Abraham tidak ada cara lain untuk memahaminya. Juga harus diperhatikan bahwa Ia mengatakan ‘I am’ (‘Aku adalah’ - bentuk present) bukan ‘I was’ (‘Aku adalah’ - bentuk lampau). Adalah kekekalan dari keberadaan, dan bukannya sekedar keberadaan yang berlangsung / bertahan melalui beberapa abad, yang ditunjukkan oleh ungkapan itu] - hal 473-474.

Leon Morris (Tyndale): “That is a supreme claim to Deity; ... These are the words of the most impudent blasphemer that ever spoke, or the words of God incarnate” (= Ini adalah claim yang tertinggi atas keAllahan; ... Kata-kata ini adalah kata-kata dari penghujat yang paling kurang ajar yang pernah berbicara, atau kata-kata dari Allah yang berinkarnasi) - hal 473 (footnote).

Leon Morris (NICNT): “e]go ei]mi in LXX renders the Hebrew xUh ynix] which is the way God speaks (cf. Deut. 32:39; Isa. 41:4; 43:10; 46:4, etc.). The Hebrew may carry a reference to the meaning of the divine name hvhy (cf. Exod. 3:14). We should almost certainly understand John’s use of the term to reflect that in the LXX. It is the style of deity, and it points to the eternity of God according to the strictest understanding of the continuous nature of the present ei]mi. He continually IS” [= e]go ei]mi / EGO EIMI dalam LXX / Septuaginta menerjemahkan kata-kata Ibrani xUh ynix] (ANI HU - Aku adalah Dia) yang merupakan cara Allah berbicara (bdk. Ulangan 32:39; Yesaya 41:4; 43:10; 46:4, dsb). Bahasa Ibraninya mungkin membawa suatu hubungan dengan arti dari nama ilahi hvhy / YHWH (bdk. Kel 3:14). Hampir pasti kita harus memahami penggunaan istilah itu oleh Yohanes untuk menggambarkan hal itu dalam LXX / Septuaginta. Itu merupakan gaya dari keallahan, dan itu menunjuk kepada kekekalan Allah menurut pengertian yang paling ketat dari sifat kontinu / terus menerus dari bentuk present ei[mi (EIMI). Ia secara kontinyu / terus menerus ADA / ADALAH] - hal 473 (footnote).

William Barclay: “We must note carefully that Jesus did not say: ‘Before Abraham was, I was,’ but, ‘Before Abraham was, I am.’ Here is the claim that Jesus is timeless. There never was a time when he came into being; there never will be a time when he is not in being. ... There is only one person in the universe who is timeless; and that one person is God. What Jesus is saying here is nothing less than that the life in him is the life of God; he is saying, as the writer of the Hebrew put it more simply, that he is the same yesterday, today and forever. In Jesus we see, not simply a man who came and lived and died; we see the timeless God, who was the God of Abraham and of Isaac and of Jacob, who was before time and who will be after time, who always IS. In Jesus the eternal God showed himself to men” (= Kita harus memperhatikan dengan seksama bahwa Yesus tidak berkata: ‘Sebelum Abraham ada, I was’ (‘Aku ada’ - bentuk lampau), tetapi ‘Sebelum Abraham ada, I am’ (‘Aku ada’ - bentuk present). Ini adalah suatu claim bahwa Yesus itu tidak terbatas waktu. Tidak pernah ada waktu dimana Ia menjadi ada; tidak pernah akan ada waktu dimana Ia tidak ada. ... Hanya ada satu pribadi dalam alam semesta yang tidak terbatas waktu; dan satu pribadi itu adalah Allah; Ia sedang mengatakan, seperti penulis dari surat Ibrani menyatakannya dengan lebih sederhana, bahwa Ia adalah sama kemarin, hari ini, dan selama-lamanya. Dalam Yesus kita melihat, bukan hanya seorang manusia yang datang dan hidup dan mati; kita melihat Allah yang tidak terbatas waktu, yang adalah Allah dari Abraham dan dari Ishak dan dari Yakub, yang ada sebelum waktu dan akan ada setelah waktu, yang selalu ada (IS - bentuk present). Dalam Yesus, Allah yang kekal menunjukkan diriNya sendiri kepada manusia] - hal 36.

Barnes’ Notes: “There is a remarkable similarity between the expression employed by Jesus in this place, and that used in Exodus to denote the name of God” (= Ada suatu kemiripan yang hebat / luar biasa antara ungkapan yang digunakan oleh Yesus di tempat ini, dan ungkapan yang digunakan dalam Keluaran untuk menunjukkan nama Allah) - hal 310.

Tasker (Tyndale): “The fact that the Jews attempted to stone Jesus after hearing the words ‘I am’ shows that it suggested to them the divine name so translated in the LXX version of Ex. 3:14” (= Fakta bahwa orang-orang Yahudi berusaha untuk merajam Yesus setelah mendengar kata-kata ‘Aku adalah’ menunjukkan bahwa itu menunjukkan secara tidak langsung kepada mereka nama ilahi yang diterjemahkan demikian dalam Keluaran 3:14 versi LXX / Septuaginta) - hal 122.

F. F. Bruce: “He echoes the language of the God of Israel, who remains the same from everlasting to everlasting: ‘I, the LORD, the first, and with the last, I am He’ (Isa. 41:4). ... he was using language which only God could use” [= Ia menggemakan bahasa Allah dari Israel, yang tetap sama dari selama-lamanya sampai selama-lamanya: ‘Aku TUHAN, yang pertama, dan bersama dengan yang terakhir, Aku adalah Dia’ (Yesaya 41:4). ... Ia sedang menggunakan bahasa yang hanya bisa digunakan oleh Allah] - hal 205,206.


Robert M. Bowman Jr.: “it is not very important whether such a connection can be established. Even if Exodus 3:14 were not in the Bible at all, John 8:58 would stand on its own as an assertion of the eternality of Christ, … If Christ is eternal and uncreated, then he is Yahweh, for only Yahweh is eternal and uncreated. Therefore, it is not at all necessary for the Christian to prove any connection at all between John 8:58 and Exodus 3:14 in order to use John 8:58 as a prooftext for the deity of Christ” (= tidak terlalu penting apakah hubungan seperti itu bisa dibuktikan. Bahkan seandainya Kel 3:14 itu sama sekali tidak ada dalam Alkitab, Yohanes 8:58 tetap akan berdiri sendiri sebagai suatu penegasan tentang kekekalan Kristus, … Jika Kristus kekal dan tidak dicipta, maka Ia adalah YAHWEH, karena hanya YAHWEH yang kekal dan tidak dicipta. Karena itu, sama sekali tidak perlu bagi orang Kristen untuk membuktikan hubungan apapun antara Yohanes 8:58 dan Keluaran 3:14 untuk menggunakan Yoh 8:58 sebagai ayat bukti untuk keallahan Kristus) - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 121-122.

Robert M. Bowman Jr.: “It has long been recognized by commentators on the Gospel of John that in 8:58 a deliberate contrast is made between the created origin of Abraham and the eternal uncreated nature of Christ. This contrast is made by the use of GENESTHAI for Abraham, but EIMI for Christ. Thus, Augustine wrote, Understand, that ‘was made’ refers to human formation; but ‘am’ to the Divine essence” (= Telah lama diakui oleh penafsir-penafsir tentang Injil Yohanes bahwa dalam Yohanes 8:58 ada suatu kontras yang disengaja antara asal usul Abraham yang diciptakan dan hakekat Kristus yang kekal dan tidak diciptakan. Kontras ini dibuat dengan menggunakan GENESTHAI (jadi/lahir) untuk Abraham, tetapi EIMI untuk Kristus. Karena itu, Agustinus menulis: “Mengertilah, bahwa kata ‘jadi’ menunjuk pada pembentukan manusia; tetapi kata ‘adalah’ menunjuk pada hakekat Ilahi”) - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 112.

 

f) Hubungan antara Yohanes 8:58 dengan Mazmur 90:2.

Yohanes 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi (GENESTHAI = became = menjadi), Aku telah ada (EIMI = am = adalah).’”.

Mazmur 90:2 - “Sebelum gunung-gunung dilahirkan (LXX: GENETHENAI), dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah (LXX: SU EI = You are / Engkau adalah)”.

Catatan: Bowman menggunakan LXX / Septuaginta / Perjanjian Lama berbahasa Yunani untuk Maz 90:2. Sama seperti Bowman, A. T. Robertson juga membandingkan Yohanes 8:58 dengan Mazmur 90:2 (hal 159).

Bowman mengatakan (hal 117-118) bahwa kata GENESTHAI dalam Yohanes 8:58 dan kata GENETHENAI dalam Mazmur 90:2 mempunyai kata dasar yang sama, yaitu GINOMAI. Tetapi:

· GENESTHAI ada dalam bentuk aorist active infinitive.

· GENETHENAI ada dalam bentuk aorist passive infinitive.

Lalu, kata-kata ‘Aku ada / adalah’ dalam Yoh 8:58 adalah EGO EIMI (= I am); sedangkan kata-kata ‘Engkaulah’ atau ‘Engkau adalah’ dalam Mazmur 90:2 adalah SU EI (= You are).

Jadi terlihat dengan jelas bahwa Yoh 8:58 paralel dengan Maz 90:2. Perbedaan dari kedua text itu hanyalah:

¨ dalam Yoh 8:58 digunakan bentuk aktif dari GINOMAI; sedangkan dalam Maz 90:2 digunakan bentuk pasifnya.

¨ dalam Yoh 8:58 digunakan orang pertama (Aku); sedangkan dalam Maz 90:2 digunakan orang kedua (Engkau).

Tetapi perbedaan ini sama sekali tidak mempengaruhi ke-paralel-an dari kedua text ini.

Mazmur 90:2 jelas dimaksudkan untuk menunjukkan kekekalan dari Allah / YAHWEH (baca ay 1nya yang berbicara tentang YAHWEH), dan jelas bahwa Yohanes 8:58, yang begitu paralel dengan Maz 90:2 itu, berbicara tentang kekekalan dari Yesus!

Kesimpulan: 

Tidak semua penafsir setuju bahwa semua ayat-ayat dimana Yesus mengucapkan ‘I am’ (= Aku ada / adalah) berhubungan dengan nama Allah dalam Kel 3:14,15. 

Tetapi dalam kasus Yohanes 8:58:kebanyakan penafsir setuju / sependapat bahwa kata-kata ‘I am’ (= Aku ada / adalah) di sana memang berhubungan dengan nama Allah dalam Keluaran 3:14-15.

Sebagian penafsir membandingkannya dengan ayat-ayat Perjanjian Lama lain yang dalam Septuaginta menggunakan EGO EIMI, khususnya Ulangan 32:39 Yesaya 41:4 Yesaya 43:10 Yesaya 45:18 Yesaya 46:4 Yesaya 48:12 Yesaya 52:6.

Beberapa penafsir masih menghubungkan lagi Yohanes 8:58 dengan Mazmur 90:2.

Dan, seperti yang dikatakan oleh Robert Bowman di atas, kalaupun Yohanes 8:58 tidak berhubungan dengan Kel 3:14-15 atau ayat-ayat Perjanjian Lama yang lain, ayat itu sendiri tetap menunjukkan kekekalan Yesus dan keberadaan Yesus yang melampaui waktu / di atas waktu / tak terbatas oleh waktu, dan karena itu tetap menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri.MAKNA SEBELUM ABRAHAM ADA, AKU ADA (YOHANES 8:58).AMIN_
Next Post Previous Post