IMAN, PENGHARAPAN, DAN KASIH

Pdt.Dr.Stephen Tong.
IMAN, PENGHARAPAN, DAN KASIH
IMAN, PENGHARAPAN, DAN KASIH. Pengakuan Iman Rasuli tiga kali menyatakan “Aku percaya”, dalam bahasa Latin disebut credo, dan dalam bahasa Yunani adalah pistos, yang berarti iman. Istilah “iman” membedakan agama Kristen dari semua agama lain. Semua agama bukan berdasarkan iman, melainkan berdasarkan kelakuan, kebajikan, moral, dan pelayanan pribadi. Akibatnya, agama menjadi sebuah kesombongan yang merebut kemuliaan Tuhan. Jika semua agama berusaha mencuri kemuliaan Tuhan, membanggakan tindakan dan jasa diri, menjadi sombong karena saya telah berbuat baik, menjalankan tuntutan hati nurani, menganggap diri lebih baik dari orang lain, memuliakan diri, orang Kristen tidak demikian. Kemuliaan hanya bagi Allah, bukan untuk kita. Kemuliaan bagi Allah yang Mahatinggi. Kemuliaan bagi Yahweh, bagi Tuhan yang berada di sorga.

Gideon mendapatkan 30.000 orang yang mau berperang, tetapi Tuhan tidak berkenan. Akhirnya Tuhan hanya memperkenankan 300 orang yang boleh berperang bersama Gideon. Jika dengan kekuatan 30.000 prajurit mereka menang, mereka akan menjadi sombong dan menganggap semua itu bisa terjadi karena kehebatan dan kekuatan mereka. Tuhan ingin menyatakan bahwa Tuhanlah yang memberikan kemenangan. Dengan 300 prajurit mengalahkan puluhan ribu musuh yang begitu bengis, kejam, dan jahat, maka Tuhan dipermuliakan.

Kita semua adalah orang yang lemah, kurang, tidak layak, dan tidak sanggup. Kita tidak mampu menyelamatkan diri kita sendiri, oleh karena itu kita tidak boleh membanggakan diri. Semua boleh terjadi karena anugerah Tuhan, hasil karya Tuhan sendiri. Iman berarti bukan bersandar pada kelakuan dan jasa sendiri. Iman berarti tidak bersandarkan pada kebolehan dan kelayakan kita. Ada tiga hal, yaitu: bukan karena perbuatan baik kita, bukan karena jasa kita, dan bukan karena kualitas kita. Kita semua diberkati Tuhan bukan karena kelakuan dan jasa kita. Justru kita adalah orang yang tidak layak, tidak ada jasa, tidak ada kelakuan atau perbuatan baik yang sah. Kita semua mendapat berkat bukan karena kita hebat, tetapi karena Tuhan memberikan secara gratis kepada kita. Gratia, adalah anugerah di mana tidak ada jasa, tidak ada kebajikan. Lalu engkau berkata, “Tuhan, saya tidak ada jasa, tidak ada kelayakan, tidak ada kelakuan yang baik, tetapi Engkau masih memberkati aku. Kiranya semua kemuliaan kembali kepada Tuhan.”

Iman bukan kelakuan, kebajikan, jasa, dan pengorbanan yang kita anggap layak terima. Iman adalah pemberian gratis dari Tuhan. Engkau harus berkata, “Tuhan, aku kembali kepada-Mu, kembali ke tangan-Mu, karena aku milik-Mu. Aku tidak dapat membawa apa pun bagi dunia ini, dan aku tidak dapat membawa apa pun juga keluar dari dunia ini, selain aku kembali kepada-Mu.” Saya sadar bahwa saya tidak layak, maka saya diberkati oleh Tuhan. Itulah iman.

Di dalam Roma 3:25 dikatakan, “Dengan cara apa kita diselamatkan? Dengan bekerja berat atau berjasa kebajikan? Tidak! Tuhan memberikan berkat melalui iman kepada kita.” Iman berarti setia, taat, dan jujur kepada Tuhan. Setia kepada Tuhan di dalam bahasa Latin berarti fide, yang di dalam bahasa Inggris menjadi faith. Kata ini dari bahasa Gerika, yaitu pistos, yang digunakan sebanyak 270 kali di dalam Perjanjian Baru. Dalam 270 kali pemunculannya, 99 kali digunakan di Injil Yohanes, atau itu berarti sekitar 37% dari seluruh pemunculannya di dalam Perjanjian Baru. Dari sini, kita melihat bagaimana Yohanes sangat mementingkan iman. Iman berarti setia, iman berarti jujur, iman berarti sungguh-sungguh bereaksi dengan takluk dan sungguh-sungguh taat kepada Tuhan.

Tema pertama kita adalah iman, sehingga kita akan memikirkan tentang ajaran iman. Firman, terang, kasih, dan iman adalah empat terminologi yang paling sering muncul dalam tulisan Yohanes. Yohanes sangat mementingkan iman, yaitu bagaimana kita setia kepada Tuhan, tidak menyeleweng, jujur menaati firman Tuhan. Dalam Alkitab, mendengar adalah aktivitas yang sangat penting, dan mendengarkan firman Tuhan adalah tuntutan Tuhan sendiri. Istilah Allah dalam bahasa Ibrani bukan tunggal melainkan plural. Di dalam bahasa Ibrani, ada tiga format yang tidak lazim dalam bahasa-bahasa lain, yaitu singular, dual, dan plural. Bahasa Indonesia tidak memiliki perbedaan untuk bentuk-bentuk tunggal dan jamak seperti ini. “Allah (plural) kita itu Allah yang esa (singular)” merupakan kalimat untuk mengungkapkan kondisi Tritunggal dalam format yang paling dini. Allah melalui firman-Nya mau mengajar manusia bahwa Allah adalah Allah Tritunggal, sehingga menggunakan bentuk plural. Allah tidak menggunakan bentuk dual, karena Allah bukan dua Pribadi, tetapi tiga Pribadi. Memang plural bisa tiga, empat, atau lima, tetapi jika kita memperhatikan Alkitab, kita melihat bahwa di berbagai tempat digambarkan hanya tiga, bukan empat atau lima, seperti pujian Yesaya: suci, suci, suci (Yes. 6:3). Hanya tiga kali, tidak dua atau empat. Di situ kita melihat, bahwa lagu “Suci, Suci, Suci” harus hanya tiga kali suci, dan kalau empat kali akan salah.

Allah yang Trinitas adalah Allah Tritunggal yang mutlak, di mana angkanya hanya tiga, tidak bisa lebih. Angka tiga adalah angkanya Tuhan, sehingga Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus, tiga Pribadi; suci, suci, suci, juga tiga kali; Tuhan Yesus bangkit pada hari ketiga; naik ke lapisan langit ketiga. Semua ini menyatakan bahwa kita tidak boleh sembarangan mengerti doktrin Ilahi.

Orang liberal dan orang agamawi yang berada di banyak daerah mengatakan bahwa di Timur Tengah (Middle East) selalu menyatakan kebesaran dewa mereka, sehingga menggunakan bentuk plural (pluralis majestatis), yaitu bentuk plural untuk menyatakan penghormatan pada dewa yang diberikan kepada allah. Itulah sebabnya orang Israel memanggil Allah sebagai Elohim, Elohenu. Hal ini digunakan di dalam Ulangan 6:4. “Dengarlah hai Israel, Allah itu adalah Allah yang esa!” Hal seperti ini mirip seperti yang digunakan untuk menyebut Dagon, yaitu dewa-dewa Ahab yang juga menggunakan bentuk plural. Bentuk plural dewa-dewa itu memang untuk menyatakan pluralis majestatis, tetapi ini bukan untuk Allah Tritunggal.

Sejak dari awal Alkitab, ketika Allah menciptakan manusia, Ia telah mengatakan, “Marilah Kita menciptakan manusia itu menurut gambar dan rupa Kita.” Manusia diciptakan menurut peta teladan Kita (bentuk plural). Di sini Allah menyebut diri-Nya sendiri, sehingga tidak perlu menggunakan bentuk penghormatan pluralis majestatis. Di sini Allah menyatakan diri sebagai Allah Tritunggal. Alkitab begitu ketat, teliti, akurat, dan mutlak adanya. Alkitab tidak pernah sembarangan. Alkitab berasal dari Tuhan, semua wahyu dari Allah yang sejati adalah wahyu yang akurat, wahyu yang sempurna, dan wahyu yang bertanggung jawab. Kita bersyukur kepada Tuhan.

Allah juga menyebut diri dengan “Kita” pada saat manusia jatuh ke dalam dosa, “Mereka sudah mengetahui hal yang baik dan jahat, mereka sudah seperti ‘Kita’. Maka, sekarang Aku akan turun untuk membereskan semua ini.” Setiap kalimat begitu serius dan sungguh menyatakan isi hati Tuhan. Allah Tritunggal menyebut diri-Nya, membicarakan dengan bentuk “Kita” untuk menyatakan diri sebagai Allah Tritunggal, mengajarkan kepada manusia bagaimana menyebut Allah seperti bentuk pluralis majestatis, tetapi sebenarnya adalah Tritunggal, yaitu tiga Pribadi satu Allah. Keilahian terbentuk dari tiga Pribadi yang berbeda. Istilah yang dipergunakan dalam bahasa Ibrani menunjuk bentuk plural bukan singular, untuk menyatakan bahwa Allah yang Mahakuasa adalah Allah yang esa dengan tiga Pribadi yang berbeda. Dia menciptakan dan mengatur seluruh dunia dan ingin agar manusia bisa berbakti kepada-Nya, memuji dan memuliakan Allah dengan tiga kali menyatakan “suci, suci, suci” untuk masing-masing Pribadi Allah Tritunggal.

“Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” (Ulangan 6:4). Oleh karena itu, cintailah Dia dengan segenap pikiranmu, sebulat hatimu, dan dengan sekuat tenagamu, dan seluruh keberadaanmu. Ini berarti Tritunggal, hati kita yang mencintai Dia harus mencintai dengan sungguh, taat, setia, dan sama sekali tidak boleh menyeleweng atau bercabang. Oleh karena itu dikatakan, “Engkau harus mendengarkan firman-Nya dengan segenap hati dan dengan sebulat jiwa untuk mencintai Dia,” karena Allah menjadikan umat-Nya sebagai umat yang bisa dengar-dengaran dengan Dia.

Di dalam sejarah manusia, hanya ada dua bangsa yang pengaruhnya paling besar kepada seluruh dunia, kepada umat manusia di dunia ini, yaitu bangsa Ibrani (Hebrew) dan Gerika (Hellenistic). Kedua bangsa ini paling besar pengaruhnya kepada manusia, karena orang Israel adalah bangsa yang mendapatkan wahyu dari Tuhan, sedangkan orang Yunani adalah orang yang mendapatkan rasio untuk meneliti semua ciptaan Tuhan dengan memakai mata yang melihat (observasi); sehingga kedua bangsa ini menjadi bangsa yang penting. Satu bangsa mendengar, dan yang lain melihat. Yang mendengar mau mendengar arti, yang mengamati mau mengetahui makna. Arti dan makna yang tersimpan dalam semua pemberitaan firman harus dimengerti; arti dan makna yang tersimpan dalam ciptaan harus diamati. Jadi, orang Gerika mengamati dan orang Israel mendengar. Kalau mengamati pakai mata, kalau mendengar pakai telinga. Jadi satu fungsi dari telinga, dan yang lain adalah fungsi dari mata.

Orang Gerika melihat angkasa, cakrawala, melihat segala sesuatu yang di atas, lalu mengamati, menulis gejala yang mereka lihat, dihitung, dipikirkan, sesudah itu mereka pelajari dan menjadi orang-orang yang belajar. Orang Ibrani bukan dengan cara melihat tetapi mendengar, yaitu mendengarkan firman Tuhan. Di dalam Kitab Yeremia ada kalimat, “Bumi, bumi, bumi, dengarlah firman Tuhan.” Di dalam Kitab Ulangan ditulis, “Israel, Israel, dengarlah Allahmu.” Bahasa Ibrani untuk “mendengar” adalah shema, berarti dengan telinga harus menaati, harus mendengar dengan teliti setiap huruf, setiap kata, dan setiap kalimat yang diucapkan oleh Tuhan. Dengarkanlah firman-Nya, dengarkanlah nubuat-Nya, dengarkanlah ajaran-Nya. Jika engkau tidak mendengar, apa bedanya engkau dengan bangsa lain, karena bangsa lain hanya bisa berteriak-teriak agar permintaan mereka didengar oleh dewa atau ilah mereka. Allah menyatakan, “Tetapi engkau bangsa-Ku, bukan Aku mendengar doamu, tetapi Aku minta kamu yang mendengar firman-Ku, perintah-Ku, ajaran-Ku yang Aku berikan melalui para nabi. Dan puncaknya, dengarkan Anak-Ku yang Kukasihi.” Inilah tuntutan Alkitab.

Dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, pendengaran menjadi tuntutan Tuhan yang paling utama, sehingga anak-anak Tuhan, umat Tuhan, bangsa yang mengaku Tuhan Allah sebagai Tuhan mereka, harus mendengar. Ini alasan Gereja Reformed Injili Indonesia sedemikian mementingkan khotbah. Setiap pendeta diharapkan terus-menerus memberikan khotbah yang begitu teliti, ketat, kadang terkesan begitu rumit untuk jemaat mendengarnya. Ini adalah kehendak Allah. Jika engkau tidak dengar, bagaimana engkau bisa beriman? Iman datang dari pendengaran, dan pendengaran dari firman Tuhan. Orang yang tidak suka mendengar khotbah sulit mengerti firman Tuhan dan sulit mengerti isi hati Tuhan. Pendeta yang tidak suka berkhotbah, bagaimana bisa menjadi gembala yang baik untuk membawa anak-anak Tuhan mengerti firman Tuhan? Firman Tuhan jika tidak dikabarkan dengan baik, gereja tidak mungkin bisa bertumbuh dengan baik. Hamba Tuhan yang tidak mengajarkan firman Tuhan dengan bertanggung jawab tidak dapat disebut sebagai hamba Tuhan.

Ada beberapa hal yang perlu dipertegas dan dijelaskan untuk kita mengerti, karena kita sering kali merasa sudah tahu dan kurang memberikan perhatian, yaitu suara, nada, kalimat, bahasa, makna, kehendak, dan rencana Tuhan.

Suara adalah bunyi-bunyian yang bisa dikeluarkan oleh banyak pihak, baik dari makhluk hidup maupun oleh benda, seperti suara burung, suara kambing, suara anjing, tetapi juga suara mobil. Tetapi suara saja tidak cukup karena dibutuhkan nada untuk membangun pesan sehingga lebih tepat penyampaiannya. Musik terdiri dari suara dan nada. Jika hanya ada suara yang berisik, itu adalah kebisingan (noise). Tetapi jika sudah diberi nada yang teratur, suara ini menjadi musik. Nada bagai kendaraan yang mengisi sesuatu untuk dibawa ke suatu tempat. Kemudian suara itu diisi oleh bahasa. Bahasa adalah isi, suara adalah kendaraannya. Jadi yang penting adalah kalimat dan kalimat itu merupakan bahasa. Suara yang tanpa nada, seperti memukul meja atau suara barang jatuh, adalah suatu keributan. Tetapi ketika sudah diberi nada yang teratur, maka ia berubah menjadi musik. Ketika suara dan nada bersatu menghasilkan musik, itu akan menyenangkan orang. Ketika bukan hanya suara dan nada saja, tetapi ada kalimat, dan kalimat itu diisikan ke dalam suara dan nada, maka itu menjadi bahasa. Kalau bahasa sudah masuk ke dalam suara dan kalimat sudah diisi dengan nada, orang akan mengerti maknanya, bukan hanya sekadar mendengar suara. Burung bersuara, manusia bersuara, tetapi manusia bukan burung dan burung bukan manusia. Ketika manusia membicarakan sesuatu, maka bahasa masuk ke dalam suara dan suara keluar disertai nada, itu semua menjadi suatu seni yang sangat bermakna di dalam sebuah komunikasi. Maka, pembicaraan menjadi penuh makna.

Ketika Tuhan menciptakan manusia, bukan sekadar dengan suara, nada, bahasa, kalimat, tetapi dengan makna, dengan arti, dan dengan kebenaran dan firman. Sampai pada tingkat tertinggi, maka ada makna dari kata (firman) dan makna dari wahyu Allah yang sejati, menjadi suatu pengajaran untuk membangun kepribadian manusia. Di dalam karakter manusia yang dibangun, distrukturkan, dan dibentuk oleh Tuhan, Tuhan memakai kebenaran untuk menegakkan personalitas setiap pribadi. Kita sudah mendengar, bukan sekadar suara, tetapi kita mencari artinya, mau mengerti makna sesungguhnya. Di dalam makna, ada kehendak dan rencana yang Tuhan utarakan. Setelah engkau mencapai tingkat wilayah yang tertinggi, maka engkau mulai mengetahui, “Allah, kini aku mengerti Engkau. Aku tahu apa yang Engkau inginkan. Dan aku kini mau mendengarkan Engkau, menaati Engkau, dan mau setia kepada-Mu.” Setia kepada makna yang diisi di dalam bahasa, taat kepada rencana yang menggunakan suara tiba di telinga kita. Dengan demikian, kita menjadi manusia yang mendengar. Dengan demikian engkau akan dapat mengerti isi hati dan rencana Tuhan.

Tuhan Yesus turun ke dunia. Dia datang untuk menyampaikan firman secara pribadi. Saudara dan saya sangat perlu untuk mendengarkan dengan baik-baik firman Tuhan, karena firman Tuhan menanti, mencari, menunggu, dan akan memilih orang yang sungguh mendengar-Nya. Jika engkau berbicara apa pun dan lawanmu tidak mendengar satu kalimat pun, engkau merasa tidak ada arti. Engkau di rumah berbicara, tetapi tidak ada seorang pun yang mau memperhatikan dan mendengarkan apa yang engkau katakan, maka engkau akan tinggalkan rumah itu, karena di situ tidak ada objek pendengaran. Itu sebabnya, ketika Tuhan berbicara kepada manusia, Tuhan menunggu, Tuhan mencari, dan Tuhan akan memimpin orang yang mendengarkan firman-Nya.

Ketika Yesus datang ke dunia, seperti tertulis dalam Ibrani 1:1-2, “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.” Firman menjadi daging. Sang Kebenaran menjadi manusia yang berbicara. Tuhan menjadi bahasa yang dapat didengar oleh manusia. Itulah sebabnya, ketika Yesus datang ke dalam dunia, Ia berinkarnasi menjadi manusia, Ia sendiri membawa firman Allah yang melampaui semua nubuat para nabi. Tetapi ketika Yesus datang dan berbicara, orang Farisi tidak mendengarkan Dia, malah memakukan-Nya di kayu salib. Tetapi para murid-Nya, rasul-rasul-Nya mendengar Dia dan mencatatnya menjadi Kitab Suci. Jika Yesus tidak datang ke dunia, kita tidak pernah mendengar kalimat yang paling intim, paling pribadi, dalam, dan akurat untuk mengerti isi hati Tuhan.

Ketika Yesus di dunia, Ia memuji Maria. Dia bukan memuji Marta, Dia malah menegurnya, “Marta, Marta, engkau selalu sibuk. Setiap kali Aku datang ke sini, engkau pergi ke pasar, beli barang, sibuk memasak, terus ribut di dapur. Tetapi adikmu, Maria, memilih berkat yang paling baik, paling tinggi, dengan cara duduk di bawah Aku, mendengarkan firman-Ku.”

Ketika Yesus datang ke dunia, Tuhan Allah berkata, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, dengarlah kepada Dia.” Siapa orang yang mendengar Dia? Maria. Maria begitu taat, rendah hati, dan rela mendengar. Setiap hamba Tuhan kiranya lebih suka mendengar dan mengerti firman Tuhan, lalu menjalankan kehendak Tuhan. Karena untuk itulah ia dipakai menjadi hamba Tuhan untuk menjadikan orang Kristen sebagai orang yang sungguh-sungguh mendengarkan Dia. Sesudah mendengar, kita menjadi orang yang berbakti kepada Dia, setia kepada Dia. Itu namanya fide (iman), yaitu percaya dengan setia, percaya dengan sama sekali tidak mengurangi sedikit pun isinya. Iman berarti setia kepada Tuhan. Mari kita menjadi orang yang beriman kepada Tuhan dan dengan sungguh-sungguh mau mengerti isi hati Tuhan

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 2)

Kekristenan dan kehidupan orang Kristen adalah kehidupan yang percaya. Tanpa iman kepercayaan yang benar, kita tidak mungkin mendapat perkenanan Tuhan. Ketika saya pertama kali membaca Kitab Yesaya yang mengatakan, “Ketika Abraham menyendiri…” ( Yesaya 51:2), saya sangat terkejut. Siapa pada zaman itu hidup sendirian? Di dalam setiap zaman ada jutaan orang yang hidup, mengapa Abraham memilih hidup seorang diri? Itu bukan karena ia belum menikah atau masih lajang sehingga seorang diri, melainkan pada saat semua orang di dunia ini sedang memberontak dan menentang kehendak Tuhan, ketika mereka berjalan di jalan mereka sendiri, Abraham seorang diri beriman dan berharap kepada Tuhan.

Allah berkata, “Inilah anak-Ku, yang dengan iman datang kepada-Ku; dia adalah orang beriman yang hidup menurut kehendakKu.” Maka Allah melalui orang beriman ini, membangun satu kerajaan, satu bangsa. Mulai saat itu Allah membenarkan Abraham. Abraham bukan lah orang yang tidak berdosa sama sekali. Ia juga bukan orang yang sempurna suci. Ia pernah berbohong dan menipu. Abraham juga mempunyai kelemahan sebagai manusia. Namun, imannya membuat Allah membenarkan dia. Beberapa ribu tahun kemudian, Paulus mengerti firman ini, lalu mengatakan bahwa karena iman, Abraham diperhitungkan sebagai orang benar di hadapan Tuhan (Roma 4). Abraham sebenarnya bukan orang benar; ia juga adalah orang berdosa yang harus mendapat penghakiman Tuhan. Ketika seseorang mempunyai iman yang murni kepada Tuhan, maka Allah mengatakan, “Aku tidak menganggap engkau musuh, tetapi akan menggabungkan engkau ke dalam kelompok orang benar.” Bukan karena kebenaran Abraham, maka ia diterima oleh Tuhan. Tetapi karena Allah telah memberikan kebenaran-Nya kepada Abraham, maka Abraham dibenarkan.

“Dibenarkan” mengandung dua unsur. Pertama, imputasi dosa. Allah tidak lagi melihat orang itu sebagai orang berdosa. Di dalam kehidupan orang Kristen, kita menyelesaikan dosa dengan cara Kristus mati bagi kita, di mana Dia dihakimi karena kita, mengalirkan darah-Nya untuk menyucikan dosa kita. Dari sisi Allah, dosa kita tidak lagi diperhitungkan, karena dosa kita telah diimputasikan (ditempelkan dan disatukan) ke dalam Kristus.

Kedua, imputasi kebenaran, di mana secara aktif di atas kayu salib, Allah memberikan (mengimputasikan) kebenaran Kristus kepada kita. Kebenaran ini diberikan kepada kita, karena memang bukan kebenaran kita. Tidak seorang pun yang bisa diterima oleh Tuhan karena kebenarannya sendiri. Kita bisa diterima karena Allah mengimputasi kebenaran Kristus ke dalam kita, sehingga kita dapat disebut sebagai orang benar.

Bukan saja tidak lagi memperhitungkan dosa kita, tetapi karena kebenaran Kristus telah diberikan kepada kita, kita semua adalah orang yang dibenarkan karena iman, karena ada kebenaran Kristus di dalam diri kita. Dan itu menjadikan kita orang-orang yang hidup di hadapan Allah, karena iman kita adalah iman yang dibenarkan, yang kemudian diubah menjadi iman yang bersandar kepada Tuhan. Dengan demikian, kita mulai dari iman dan menuju kepada iman.

Awalnya kita menerima iman dasar yang Kristus berikan kepada kita. Iman dasar ini adalah anugerah umum, datang dari wahyu umum. Kita menyadari Allah ada. Kita mempunyai iman dasar ketika kita dilahirkan. Setelah mendengarkan firman Tuhan, jika kita mau taat dan mendengarkan dengan jelas, menerima dalam hati, firman-Nya akan bertunas di dalam diri kita dan menghasilkan iman. Paulus mengatakan bahwa iman ini adalah iman karena mengenal Tuhan dan bersandar kepada-Nya. Dari iman dasar ke iman yang bersandar kepada Tuhan disebut sebagai “dari iman kepada iman” yang dimulai dari ketaatan Kristus untuk menjadi ketaatan kita.

“Dari iman kepada iman” merupakan proses perjalanan hidup yang dimulai dari iman dan diakhiri dengan iman. Dari iman yang awal karena Kristus menaruh bibit iman di dalam diri kita hingga sampai iman yang terakhir yang disempurnakan juga oleh Kristus, sehingga disebut iman yang dari awal hingga akhir.

Iman dalam bahasa Yunani adalah pistos, di dalam bahasa Latin adalah fide, dan dalam bahasa Inggris adalah faith. Dari kata fide muncul kata fidelity yang artinya setia. Maka orang yang beriman di hadapan Tuhan harus menyatakan kesetiaannya, dan ini merupakan kesejatian. Di dalam kebudayaan Ibrani, di dalam keseluruhan Alkitab, kata yang paling penting adalah sejati. Kata “sejati” dalam kebudayaan Yunani merupakan esensi yang paling dasar. Kita mengharapkan percaya kepada Allah yang sejati, mendengarkan firman yang sejati, berdoa dengan hati yang sejati. Itulah sebabnya di setiap akhir doa, kita menutup dengan kata “amin”. Kata “amin” berarti bahwa “dari kedalaman hati aku menyatakan doaku kepada-Mu”. Kekristenan berbicara tentang Allah yang sejati, wahyu yang sejati, firman yang sejati, iman yang sejati, kasih yang sejati, ibadah yang sejati, dan penyembahan yang sejati.

Bangsa Israel mengetahui kata “sejati” sangat penting, tetapi ketika Yesus datang kedunia, teguran yang paling berat yang diberikan kepada bangsa Yahudi justru adalah “kepalsuan”. Yesus dengan keras menegur mereka, “Kalian adalah orang Farisi munafik.” Bangsa Yahudi yang menuntut kesejat ian justru ditegur sebagai palsu, karena mereka mementingkan apa yang kelihatan di luar, tidak mementingkan ketulusan hati. Ketika Kristus datang ke dunia, Ia berkata kepada perempuan Samaria satu kalimat yang penting, “Allah sejati yang kita sembah, biarlah kita menyembah Dia dengan ketulusan hati, segenap hati yang sejati dan dengan sesungguhnya. Dengan rohmu engkau menyembah Tuhan.” Ada terjemahan lain yang mengatakan, “Kita harus menyembah Dia dengan roh dan kebenaran.” Kata “kebenaran” adalah istilah yang sering disebut Yesus di dalam Injil Yohanes pasal 14 dan 16. Jika kita mempunyai kebenaran, kita merupakan orang yang taat kepada Roh Kudus. Dan jika seseorang dipenuhi Roh Kudus, pastilah ia akan berjalan di jalan kebenaran. Oleh karena itu, setiap orang Kristen dengan bantuan Roh Kudus akan masuk ke dalam ibadah yang sejati.

Kita datang ke gereja belum tentu merupakan ibadah yang sejati. Ibadah sejati terjadi ketika iman kita kepada Tuhan merupakan iman yang sejati. Sound system yang baik disebut memiliki kualitas high fidelity (hi-fi), yang berarti sangat setia kepada suara aslinya. Demikian juga tuntutan Allah kepada orang percaya. Ketika orang Kristen memiliki iman yang sejati kepada Allah yang sejati, maka Allah mengatakan, “Inilah anak-Ku.” Jika orang Kristen tidak mempunyai hati yang mau percaya dengan iman yang sejati, Allah akan mengatakan, “Hai orang munafik, kalian bukan anakKu.” Jika kita menjadi anggota gereja hanya untuk menonjolkan nama, kita adalah bajingan. Walaupun kelihatan hatimu tertuju kepada Tuhan, engkau belum tentu orang beriman, karena tidak cukup hanya dengan ketulusan hati, tetapi kalau objek yang kita percaya salah, percuma iman kita.

Objek iman akan menentukan nilai iman kita. Jika saya beriman kepada satu objek, tetapi objek itu tidak patut diimani, lalu saya berkata, “Tidak apa-apa, yang penting saya percaya sungguh-sungguh, saya percaya dengan sepenuh hati yang sejati.” Maka saya memberikan hati dan percaya yang sejati kepada objek yang palsu, bukan objek sejati. Apakah karena saya menganggap objek iman saya itu asli, maka dia menjadi objek iman yang asli? Tidak mungkin. Tuhan juga demikian. Tuhan yang palsu, sekalipun engkau katakan itu adalah allah yang sejati, ia tetap palsu. Tidak mungkin karena kehebatan iman kita, maka objek iman yang palsu bisa menjadi asli. Tuhan yang asli dan sungguh adalah Tuhan yang tidak berubah. Kalau Tuhan Allah itu bisa berubah, jelas Ia bukan Allah. Tidak ada sesuatu yang bisa berubah menjadi Allah. Allah hanya berubah menjadi manusia yang disebut inkarnasi, yaitu Allah menjadi manusia, datang dan mengasihi manusia. Allah sejati ini patut disembah sujud manusia.

Jika saya memiliki iman yang sejati tetapi saya berikan kepada allah yang palsu, saya yang akan rugi. Allah palsu tidak layak menerima iman kepercayaan yang sejati, sehingga kita tidak boleh memberikan iman kita kepada allah yang palsu. Dalam hal ini, Iblis telah melakukan hal yang sangat besar, di mana Iblis telah mengubah kekristenan, mengubah iman dalam Alkitab, dan mengubah konsep theologi. Akibatnya, banyak orang yang terkecoh, yang palsu dianggap sejati, lalu seumur hidup percaya terhadap hal yang kita anggap benar tetapi salah. Engkau beranggapan bahwa gereja tertentu itu benar, padahal salah dan palsu. Engkau beranggapan bahwa pendeta itu sejati, tetapi sebenarnya palsu. Engkau percaya firman yang disampaikan itu sejati, tetapi rupanya juga palsu. Engkau kira iman yang kaudapatkan itu sejati, tetapi sebenarnya iman yang palsu. Sebenarnya, banyak sekaliilah palsu yang telah meniru dan memalsukan Allah yang sejati. Hari ini banyak sekali iman palsu menggantikan iman yang sejati. Alkitab mengatakan, “Yang mengganti Allah sejati dengan ilah palsu, dosanya akan ditambahkan.

Banyak wanita dan remaja yang sangat bersih, murni, ketika pacaran begitu penuh ketulusan, mencurahkan cinta mereka kepada orang yang palsu, bukan orang yang sungguh-sungguh mencintai mereka. Mereka pandai mengeluarkan kata-kata yang manis: aku mencintai engkau selamanya, seumur hidup aku tidak akan meninggalkan engkau, dan lain-lain. Tetapi tidak lama kemudian ia mendengar wanita lain berkata kepada dia, “Ada orang yang mengejar aku, dia mengatakan kepadaku engkau wanita yang paling cantik di dunia,” kemudian dia bertanya kepada wanita itu, siapa nama pria itu, ternyata pria itu adalah suaminya. Maka ia menemukan bahwa pria yang setiap hari berkata kepada dia, juga berkata kepada wanita lain kata-kata yang sama, “Aku cinta kamu, engkau wanita tercantik di dunia, aku mau menikah denganmu, aku tidak akan meninggalkan engkau.” Banyak wanita yang telinganya terlalu ringan mendengar pujian, sehingga dengan mudahnya mereka memberikan hatinya

Di Indonesia, separuh orang Kristen salah percaya, bukan percaya kepada Allah yang sejati, karena ada yang disebut hamba Tuhan, tetapi memberitakan tuhan yang palsu. Ada orang yang beranggapan ini Allah, itu Roh Kudus, ini adalah iman Kristen, lalu mereka percaya seumur hidup. Suatu hari ketika mereka berjumpa dengan Tuhan, Tuhan akan mengatakan, “Aku selamanya tidak kenal engkau. Enyahlah dari pada-Ku, engkau pembuat kejahatan.” Tetapi mereka akan menyanggah, “Bukankah aku mengusir setan demi nama-Mu, mengadakan mujizat demi nama-Mu, menyembuhkan penyakit demi nama-Mu, dan bernubuat demi nama-Mu?” Tuhan berkata, “Selamanya engkau tidak kenal Aku, dan selamanya Aku juga tidak kenal kamu.” Mereka merasa mempunyai Tuhan dan sudah mengenal Tuhan, tetapi Tuhan tidak pernah mengenal mereka. Mereka adalah orang Kristen yang palsu, mereka adalah gereja yang palsu, mereka adalah pendeta yang palsu, dan mereka adalah orang beriman yang palsu. Di dalam Matius 7 dengan jelas dikatakan, “Begitu banyak orang akan berseru, ‘Tuhan! Tuhan!’ Tetapi Tuhan Yesus mengatakan, ‘Jangan sebut Aku Tuhan, karena selamanya Aku tidak pernah mengenal kalian.’” Betapa kasihan orang-orang seperti ini. Objek iman menentukan nilai iman kita. Objek yang salah tidak mungkin berubah menjadi benar dengan iman kita yang sebesar apa pun. Iman sebesar apa pun tidak mungkin mengubah allah yang salah menjadi Allah yang sejati. Oleh karena itu, kita harus dengan jelas mengetahui mengapa doktrin dan kebenaran itu sangat penting.

Kebenaran adalah otoritas tertinggi dan kebenaran mutlak tidak pernah berubah. Hanya Allah sejati yang adalah Allah yang sungguh benar. Kebenaran Tuhan ini sangat penting, maka orang yang suka mendengar firman Tuhan adalah orang yang sangat diberkati. Orang yang bisa mendengar dan masuk ke dalam kebenaran firman Tuhan adalah orang yang mendapat berkat yang besar dari Tuhan. Hari ini banyak orang yang imannya sangat tidak baik, karena mereka selamanya tidak mendengarkan firman Tuhan dengan baik, tidak mendengarkan firman Tuhan dengan saksama. Ketika sedang mendengarkan firman Tuhan, mereka menengok ke kiri dan ke kanan, mencoba melihat wanita mana yang cantik, atau bermain gawai, atau sambil memikirkan usahanya. Hanya orang yang mendengarkan firman Tuhan yang sejati dengan jelas yang akan mempunyai iman yang sejati.

Kita harus waspada, berapa banyak bobot firman Tuhan di dalam hati kita. Hanya kebenaran Tuhan yang bisa membangun iman yang sejati, karena iman datang dari pendengaran akan firman Tuhan (Rm. 10:9-10). Di dalam Injil Yohanes 17:7, Tuhan Yesus mengatakan, “Bapa, kuduskanlah mereka dalam kebenaran-Mu. Firman-Mu adalah kebenaran, dan kebenaran-Mu yang sejati menyucikan orang, dan membangun iman yang sejati, membuat mereka setia. Jika Aku memberitakan firman-Mu kepada mereka, biarlah iman dan firman-Mu ada dalam hati mereka.” Kita adalah anak Tuhan, yaitu orang-orang yang percaya kepada Allah yang sejati dengan iman yang sejati, yaitu iman yang dibangun di atas kebenaran yang sejati. Dengan demikian barulah kita percaya kepada Allah yang sejati.

Allah yang engkau percaya apakah sama dengan Allah yang menyatakan diri di dalam Alkitab? Saudara bertanya, bagaimana saya bisa tahu? Saudara harus menanyakan firman yang seperti apakah yang engkau dengar, siapa yang berkhotbah kepadamu, dan bagaimana sikap pengkhotbah itu di hadapan firman Tuhan. Ada orang berkata kepada saya bahwa anaknya sekolah theologi. Tetapi ketika ia memberi tahu saya nama sekolah theologinya, ternyata itu bukanlah sekolah theologi yang baik. Ketika saya beri tahu, ia marah dan menganggap bahwa saya begitu sombong menghina sekolah theologi, karena bagi dia semua sekolah theologi sama, mengajarkan firman Tuhan. Saya berkata, “Kalau sekolah theologi mengajarkan seseorang bukan untuk mengerti Alkitab, itu bukan mengajarkan firman Tuhan. Pengajaran yang tidak sungguh-sungguh mengerti isi hati dan kehendak Allah dalam Alkitab, maka yang dia sampaikan bukanlah kebenaran yang sejati.” Saya anjurkan anaknya keluar dari sekolah theologi tersebut, tetapi dia keberatan. Saya mengatakan, “Engkau telah masuk ke dalam sekolah yang salah, dan gurumu adalah guru yang salah. Makin dia melanjutkan sekolah di situ, maka makin berakar pemikiran yang salah itu, dan ia akan makin menentang kebenaran.”

Mengapa Tuhan menolak orang Yahudi dan orang Farisi? Bukankah mereka adalah orang-orang yang mengaku meneliti Alkitab? Bukankah mereka adalah orang-orang yang begitu fasih memperkatakan kitab Taurat? Kita melihat fakta bahwa ternyata ketika Tuhan dari Taurat itu datang ke dalam dunia, mereka bukan menyambut-Nya, tetapi justru menyalibkan Dia. Itu berarti bahwa mereka bukan orang yang sungguh-sungguh menuntut kebenaran. Mereka telah mempunyai iman yang salah. Mereka mengira bahwa yang mereka miliki sudah pasti benar. Mereka mementingkan diri dan pikiran mereka sendiri, mementingkan pemikiran mereka yang salah itu. Maka sesuatu yang sudah salah, lalu makin dipercaya, makin diimani, akhirnya makin salah. Mereka mencurahkan semua hidup mereka, harta mereka, dan akhirnya binasa. Yesus mengatakan, “Kalian orang Yahudi telah mengelilingi seluruh dunia, menarik orang masuk ke dalam agamamu, tetapi akhirnya orang itu menjadi anak-anak neraka.” Inikah yang disebut sebagai penginjilan? Banyak penginjilan yang salah kelihatan seperti dengan aktif mengabarkan firman Tuhan, membawa orang ke gereja, mengajar mereka menjadi orang beriman. Dan orang itu makin beriman, tetapi bukan beriman pada kebenaran sejati, akhirnya makin mendalam iman mereka, makin salah, makin meninggalkan kebenaran, dan akhirnya binasa.

Di seluruh dunia pada hari ini, orang yang paling berani membunuh manusia yang lain adalah orang yang menganggap diri paling percaya kepada Tuhan. Sebelum membunuh seseorang, mereka akan mengatakan Allah Mahabesar, lalu membunuh. Hal-hal keji seperti ini terjadi karena allah mereka bukan Allah dalam Kitab Suci, bukan Allah yang sejati, tetapi allah yang salah dalam konsep pemikiran mereka. Apakah mereka mempunyai iman? Ada. Apakah mereka mempunyai iman yang sangat mendalam? Iya. Apakah imannya sangat teguh? Iya. Mereka dengan iman yang paling mendalam, paling kuat, dan paling keras, percaya kepada satu objek yang salah. Akibatnya, mereka melakukan pekerjaan dan perbuatan yang tidak sesuai dengan sifat Allah yang sejati, Allah yang di dalam Kitab Suci.

Saya telah mengundang theolog-theolog besar dunia untuk membicarakan theologi, tetapi Saudara tidak mau hadir. Jemaat yang ikut kebaktian GRII Pusat sekitar tiga ribu orang, tetapi yang ikut seminar hanya seratusan orang. Banyak yang beralasan tidak punya waktu, sangat sibuk. Banyak orang sibuk, dan sibuk, dan sibuk terus sampai akhirnya masuk neraka. Apa yang tidak harus Saudara sibukkan, justru Saudara sibukkan. Yang harus Saudara dengar, tidak Saudara dengar; yang tidak harus Saudara dengar, Saudara justru senantiasa dengar. Buku yang harus Saudara baca, Saudara tidak baca; bacaan yang Saudara baca adalah yang semestinya Saudara tidak baca. Sampai kapan Saudara seperti itu? Jika Saudara tidak mengoreksi iman, jika kebenaran yang Saudara kenal tidak kembali kepada Alkitab, selamanya Saudara akan berada di dalam kekosongan. Mengapa gereja ini disebut gereja Reformed? Karena ketika Martin Luther dan John Calvin mengadakan Reformasi gereja, mereka mau membawa orang Kristen di seluruh dunia kembali kepada Alkitab. Ketika Calvin masih hidup dan tubuhnya sangat lemah, setiap minggu ia berkhotbah lima hari. Ketika sakit keras, ia masih tetap mengabarkan firman Tuhan, karena ia mengatakan, “Ketika saya masih hidup, saya dengan sekuat tenaga mau memberitakan firman Tuhan, sehingga orang Kristen mengerti akan kebenaran sejati, supaya mereka tidak menyimpang dalam jalannya.”

Selama delapan belas tahun, setiap minggu saya berkhotbah tujuh kali, mengelilingi lima kota (Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Hong Kong, Taipei), terbang ribuan kilometer setiap minggu. Apakah saya orang gila? Pengusaha yang mendapat keuntungan besar hanya jalan satu dua kali saja sudah merasa letih. Setiap Minggu pagi saya khotbah dua kali di Jakarta, lalu melanjutkan dua kali Minggu sore khotbah di Singapura; setiap hari Minggu berkhotbah empat kali. Lalu Senin terbang ke Kuala Lumpur, Selasa terbang ke Hong Kong, Rabu terbang ke Taipei, dan Kamis kembali lagi ke Jakarta, Jumat rapat di sekolah theologi, Sabtu ada masterclass, hari Minggu khotbah lagi. Hal ini berjalan sepanjang delapan belas tahun. Sekarang saya tidak lagi pergi ke Kuala Lumpur, Hong Kong, dan Taipei, hanya sisa Jakarta dan Singapura, karena di kedua tempat ini bukan eksposisi tetapi Ibadah Minggu gereja. Saya mau menggembalakan dengan baik kedua kota ini. Sampai suatu saat ketika kesehatan saya tidak memungkinkan lagi, dan Allah mau memanggil saya kembali, saya akan mengakhiri pelayanan saya. Yang paling saya pentingkan adalah Saudara mempunyai iman yang sejati kepada Allah yang sejati, mempunyai iman terhadap kebenaran, dan Saudara mendapat jaminan akan kehidupan yang kekal. Kiranya Tuhan memberkati kita

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 3)

Di dalam Roma 4, Paulus berkata, “Abraham beriman kepada Tuhan, karena itu ia diperhitungkan sebagai orang benar.” Paulus mengoreksi pemikiran orang Yahudi dengan mengatakan bahwa manusia bukan didasarkan kepada Taurat, kelakuan, jasa, atau kualifikasi yang ditegakkan dan dibangun dari kemampuan manusia, untuk bisa diperkenan Tuhan. Anugerah tidak didasarkan pada kelakuan, karena yang disebut anugerah tidak berdasarkan kebajikan manusia, tidak bergantung kepada kelayakan manusia untuk menerima berkat Tuhan. Iman adalah satu-satunya yang menjadi unsur kekristenan di hadapan Tuhan. Tanpa iman tidak ada orang yang bisa diperkenan Tuhan (Ibrani 11:6).

Allah tidak membutuhkan manusia. Kita sering kali beranggapan bahwa kita begitu bernilai dan penting. Allah tidak perlu kita, tetapi Ia menciptakan kita untuk memuliakan Dia, sehingga jika kita tidak memuliakan Allah, kita tidak berharga dan lebih baik mati. Manusia tidak memiliki hak eksistensi di dunia jika tidak memuliakan Dia.

Namun, semua agama ternyata terputar balik, bertolak belakang, dan tidak mengerti kehendak Allah. Lalu manusia menganggap dirinya cukup berjasa, sudah berbuat baik, dan melakukan kelakuan-kelakuan yang indah, sehingga dengan itu mereka berhak dan boleh datang kepada Tuhan. Ini semua adalah penipuan Iblis, bukan rencana Allah. Pemahaman yang benar ini sudah ada sejak di zaman Perjanjian Lama, tetapi setan membutakan mata manusia. Ayat yang dibaca sudah banyak, tetapi yang dipahami hampir tidak ada. Seribu lima ratus tahun sejak Musa hingga Kristus, seluruh bani Israel, seluruh bangsa Yahudi, menganggap mereka dipilih, diberkati, dan menerima wahyu Allah tentang firman yang kudus karena jasa mereka, tetapi ternyata percuma mereka menganggap diri telah menyembah Tuhan. Tuhan sendiri berkata, “Engkau dengan bibir mulutmu dekat kepada-Ku, tetapi hatimu jauh dari pada-Ku. Sia-sialah engkau menyembah Aku. Tidak tahukah engkau Aku membenci hari Sabatmu?” (Yesaya. 1:11-13; 29:13). Hari Sabat adalah hari yang paling dibanggakan oleh orang Israel, tetapi kalimat Tuhan tidak mereka dengar, mereka terus tidak mengerti isi hati Tuhan. Mereka tetap sama, berbuat baik, merayakan hari Sabat, memotong daging sapi, memberi persembahan, lalu menjadi sombong. Inilah agama.

Agama mungkin terlihat indah dan dekat dengan Tuhan, tetapi sekaligus juga bisa menjadi menakutkan, menjadi kebencian Tuhan. Orang yang paling banyak membunuh orang adalah orang yang mengaku beragama, beribadah tetapi tidak diperkenan Tuhan. Revolusi terjadi ketika Paulus menulis kalimat ini: “Dengan iman maka Abraham diperhitungkan sebagai orang benar.” Perlu 3.000 tahun, sejak Musa hingga Martin Luther, untuk mengembalikan dan menegakkan prinsip ini, yaitu dibenarkan hanya oleh karena iman (justification by faith alone). Kita hanya dibenarkan melalui iman kepada Allah. Allahlah yang membenarkan kita. Kelakuan kita tidak bisa membenarkan kita, tetapi iman kepada Tuhan yang membenarkan kita. Inilah prinsip kebenaran sejati, kebenaran yang selamanya harus terus-menerus diingat.

Abraham bukan bapa iman, karena iman tidak datang dari Abraham. Abraham adalah bapa dari mereka yang beriman kepada Allah. Abraham hanya bapa orang percaya. Dengan demikian, kita meneladani imannya. Alkitab berkata, “Dia diperkenan Allah bukan karena dia berbuat baik, tetapi karena beriman kepada Allah.” Sebelum sunat diperintahkan, sebelum Taurat diwahyukan, sudah ada pembenaran Tuhan terhadap Abraham, karena ia beriman. Yang mutlak setia kepada kebenaran, itulah yang dinamakan iman. Setia sepenuhnya dan setia semutlaknya merupakan iman yang sejati. Tuhan memberikan firman, manusia menyatakan iman. Dengan demikian firman dari atas, iman dari manusia, bertemu melalui kejujuran, kesetiaan, dan ketaatan.

Kesetiaan, ketaatan, penaklukan diri, persembahan diri, dan kerohanian. Kerohanian adalah kembali kepada Allah melalui kejujuran, integritas, dan kesetiaan kita. Di dalam ketaatan dan kepatuhan mendengarkan firman, timbullah iman yang sejati. Allah adalah Allah yang memberi firman dan menuntut manusia bereaksi dengan iman. Ketika kedua ini tepat dan bertemu, kita bersatu dengan Kristus di dalam firman (union with Christ). Kristus adalah hal konkret termutlak dari firman. Firman itu adalah Allah. Allah melalui Firman yang berbentuk tulisan (Alkitab) dan berbentuk daging (Kristus) menyebabkan orang beriman bisa diperkenan Tuhan.

Bagaimana dengan mereka yang belum pernah mengenal Kristus atau firman? Apakah mereka tetap mempunyai iman yang sejati kepada Tuhan? Jika seseorang belum pernah menjadi Kristen, belum pernah mendengar firman Tuhan, belum pernah memiliki atau membaca Kitab Suci, mungkinkah dia beriman? Bagaimana orang-orang seperti ini bisa datang kepada Tuhan dan diperkenan Tuhan? Alkitab berkata, “Tanpa iman tidak ada seorang pun yang diperkenan Tuhan.” Mungkinkah orang kafir, orang yang tidak pernah ke gereja bisa beriman? Mungkinkah mereka yang tidak pernah mendengar firman bisa beriman? Jika demikian, kalimat “tanpa iman tidak seorang pun berkenan kepada Tuhan” hanya berlaku dan hanya dibicarakan untuk orang Kristen saja, karena hanya orang Kristen yang sudah mendengar firman dan membaca Alkitab. Tuhan mengatakan, “Engkau harus memiliki iman melalui pendengaran akan firman.” Allah hanya dapat menuntut orang Kristen beriman, Allah tidak boleh menuntut orang bukan Kristen untuk beriman, karena mereka tidak pernah mendengarkan khotbah. Tetapi di dalam Ibrani 11:6 tidak dikatakan, “Tanpa iman orang Kristen tidak diperkenan Allah,” tetapi, “tanpa iman manusia tidak bisa diterima Tuhan.” Jadi, dari ayat ini yang dituntut bukan orang Kristen, tetapi setiap manusia di dunia ini, baik orang Kristen maupun orang yang belum Kristen, yang atheis, kafir, atau beragama lain.

Ketika kita memberitakan Injil kepada orang non-Kristen, kita minta untuk dia percaya kepada Kristus. Apakah saat itu engkau berpikir dia bisa percaya, sehingga engkau mengundang dia untuk percaya? Kalau dia tidak mungkin percaya, mengapa engkau mengundang dia untuk percaya? Jika kita mengundang seseorang untuk percaya, tentulah kita sudah mempunyai keyakinan bahwa dia mungkin bisa percaya, mungkin juga bisa menolak untuk percaya. Jadi kita sudah punya presuposisi bahwa Allah telah menanamkan benih iman di dalam hatinya, tinggal dia mau atau tidak.

Ada anggapan bahwa manusia mungkin beriman kepada Tuhan karena iman itu adalah karunia Allah. Sehingga, jika iman adalah karunia dari Allah, orang yang tidak beriman jangan disalahkan. Jadi, jika Allah tidak memberikan karunia iman kepada mereka, lalu engkau menuntut mereka percaya, ini adalah tuntutan yang mustahil, tidak perlu, tidak logis, dan terlalu kejam, karena engkau menuntut hal yang tidak mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai iman.

Jika Allah sudah memberikan iman kepada manusia yang dicipta menurut peta dan teladan Allah, dari mana kita mengetahui bahwa orang yang belum pernah percaya, yang belum Kristen, belum pernah membaca Alkitab, belum pernah mendengar khotbah, bisa memiliki iman di dalam hatinya? Banyak orang yang ingin mendirikan gereja, tidak mau belajar berkhotbah, sehingga berkhotbah dengan salah, dan terkadang mengandung penipuan, akhirnya gereja menjadi kacau. John Calvin, theolog Reformed, mengatakan dari Alkitab: mungkin saja orang itu beriman kepada Tuhan. Iya, mungkin bisa beriman kepada Tuhan, tetapi masalah imannya benar atau salah, itu adalah hal yang lain. Manusia mungkin beriman kepada Tuhan, tetapi beriman salah, menyeleweng dari Alkitab, karena dosa, tipuan Iblis, dan karena khotbah dari pendeta yang tidak bertanggung jawab. Hal-hal ini bisa mengakibatkan iman yang Tuhan tanam dalam hati manusia itu dibengkokkan, dicacatkan, dinodai, dan diberi polusi, sehingga iman manusia kepada Tuhan itu salah.

Sepertinya ada orang yang menyanggah, dari manakah ada pengertian seperti itu di Alkitab. Tidak ada ayat Alkitab yang mencatat manusia mungkin beriman kepada Tuhan di dalam dirinya tanpa mendengar khotbah, tanpa membaca Kitab Suci. Tetapi Kitab Suci menunjukkan semua rahasia yang paling dalam dari kebenaran antara manusia dan Tuhan, hubungan antara manusia dan Allah. Salah satu bagian ayat yang paling penting adalah Roma 1:18-20. Di sini dibahas dua aspek, eksternal (melalui kreasi) dan internal (melalui intuisi). Alam semesta yang diciptakan dengan begitu sempurna dan begitu lengkap adalah pernyataan Tuhan kepada manusia secara eksternal. Hati nurani yang begitu halus dan tajam, bersuara kepada kita, merupakan pernyataan Tuhan kepada manusia secara internal. Dengan demikian, ada pernyataan keberadaan Allah secara eksternal yang dinyatakan oleh alam ini, dan secara internal dari dalam hati nurani manusia, dan semua ini membuktikan bahwa Allah ada.

Allah menciptakan alam semesta untuk kamu, dan Allah mencipta kamu untuk Allah. Allah mencipta engkau menikmati alam semesta untuk dapat memuliakan Allah. Di sini kita melihat kaitan yang begitu indah, begitu sempurna, sehingga manusia tidak lagi dapat berdalih, tidak dapat menolak, menyangkal, dan meniadakan Tuhan. Pernyataan Allah dari luar dan dari dalam menjepit saya, sehingga saya hanya bisa berkata, “Saya mengaku Tuhan ada dan saya harus mengerti keberadaan Allah tersebut. Saya tidak bisa melarikan diri, tidak boleh menolak, menyangkal, atau berdebat untuk membuat fakta bahwa Allah tidak ada.”

Orang yang belum Kristen harus beriman kepada Tuhan, orang yang belum pernah membaca Kitab Suci harus beriman kepada Tuhan. Ini tuntutan Tuhan. Tuhan sudah mengerjakan bagian-Nya, sekarang Tuhan mau kita mengerjakan bagian kita. Jika Tuhan sudah mewahyukan keberadaan-Nya dan kita tidak mau beriman, kita berdosa besar. Jika kita melarikan diri, kita orang yang tidak bertanggung jawab. Seluruh langit, alam semesta, menyatakan dan memanggil, “Datanglah percaya bahwa yang mencipta kita adalah Tuhan Allah.” Hati nurani kita sebenarnya juga memberikan teriakan kepada kita, “Jangan lupa Tuhan itu ada.” Ibrani 11:6 berkata, “Tanpa iman tidak ada seorang pun diperkenan Tuhan.” Ini adalah fakta yang menjadikan kita harus bertanggung jawab

Kita tidak dapat menyangkal, kita tidak dapat melarikan diri, kita tidak dapat membanggakan diri dengan segala perlindungan kita. Immanuel Kant di dalam pendahuluan bukunya, The Critique of Practical Reason, mengatakan, “Ada dua hal yang senantiasa saya takuti dan kagumi, yaitu: Pertama, memandang ke atas sana ada sorga yang penuh bintang, inilah hal yang saya kagumi, yang menggetarkan saya. Di atas sana ada langit dengan bermiliar bintang. Makin melihat, makin menyadari keberadaan langit, makin gemetar, makin takut. Dan kedua, suara hati nurani di dalam dada, yang membuat saya makin lama makin takut dan makin gemetar.” Immanuel Kant adalah seorang filsuf besar, meskipun kita tidak tahu seberapa jauh iman Kristennya, tetapi ia gentar di hadapan Tuhan, karena langit di atas dan hati nurani di dalam, membuat dia begitu kagum dan gentar. Ia terkejut dan penuh perasaan takut kepada Tuhan. Di atas batu nisan Kant tertulis, “Two things make me awful, the starry heavens and the speaking conscience” (Dua hal yang mengagumkanku, langit yang berbintang dan hati nurani yang berbicara).

Apa yang Kant katakan telah tertulis di dalam Roma 1:19-20. Di sini dikatakan bahwa sejak alam semesta diciptakan, hal yang mungkin diketahui manusia sudah dinyatakan melalui alam semesta yang dicipta dan hati nurani yang berbicara. Paulus memaparkan realitas bahwa Allah telah memberikan iman dasar di dalam hati setiap orang. Setiap manusia yang dicipta menurut peta teladan Allah, tidak terkecuali, tidak ada yang terlewat, di dalam hatinya sudah Tuhan tanamkan hal ini. Karena iman ada di dalam hati setiap manusia, maka manusia yang menyangkalnya adalah manusia yang menipu dirinya sendiri. Manusia yang menyangkalnya adalah manusia yang terlalu kurang ajar kepada Tuhan. Kalau manusia menyangkal, manusia akan membinasakan diri sendiri tanpa sadar. Kesadaran rohani adalah hal pertama yang diperlukan untuk menyadari dan takut akan keberadaan Allah. Takut kepada Allah adalah tugas pertama orang beriman, karena Allah telah menanam hal ini di dalam hati manusia, sehingga seumur hidup manusia akan dikejar oleh suara hati nuraninya.

Engkau dicipta bagi Allah, engkau dicipta untuk menghadap Allah, dan engkau dicipta untuk memuliakan Allah. Inilah fungsi peta teladan Allah. Potensi adalah titik alfa, dan berproses hingga menjadi seperti Allah yang menjadi titik omeganya. Jika kita hidup seperti Allah, itu merupakan tujuan akhirnya, tetapi iman dimulai dari iman dasar, iman fundamental, iman natural, iman yang awal, yaitu benih iman yang ditanam oleh Tuhan di dalam hidup setiap manusia yang dicipta menurut peta teladan Allah.

Namun, bagaimanakah mengembangkan benih tersebut? Manusia harus mengembangkannya dengan mendengar firman, mengerti kehendak Allah, menuntut hidup seperti Tuhan, dan berjalan di bawah pimpinan Roh Kudus. Tuhan Yesus berkata, “Jika engkau tidak menyangkal diri dan memikul salib, tidak layak menjadi murid-Ku.”

Di Jakarta banyak gereja yang dipenuhi ribuan anak muda, dengan khotbah yang begitu singkat. Mereka anggap itu adalah cara mengembangkan gereja. Mereka tidak sadar bahwa mereka sedang menjual gereja, membius anak Tuhan, dengan cara menipu pemuda-pemudi yang hanya cinta kedagingan mereka. Gereja seperti itu tidak berkenan kepada Tuhan, meskipun banyak anggotanya, karena tujuan dan hasil pelayanannya adalah menyenangkan manusia, mengikuti Iblis, dan bukan menyenangkan Tuhan. Saya telah berkhotbah selama 62 tahun dan masih terus bisa berkhotbah karena firman Tuhan terlalu limpah dan kebenaran Tuhan terlalu kaya. Wahyu Tuhan di dalam Alkitab tidak mungkin habis digali oleh manusia. Itu sebabnya kita harus terus melayani, harus terus berkhotbah. Saya tidak takut lelah, karena saya sudah sangat lelah sebagai orang tua berumur 79 tahun. Tetapi di dalam roh saya, saya tidak berani mengaku lelah, tidak berani mengatakan lelah. Saya harus terus setia sampai Tuhan panggil saya pergi.

Iman sederhana, iman sejati, iman permulaan, iman natural, iman umum sudah diberikan kepada setiap orang. Lalu ada orang berkata, “Saya tidak beriman karena Tuhan tidak memberikan iman kepada saya,” padahal Tuhan sudah memberikan iman, lalu manusia tolak dan memakai alasan kalau tidak dari Tuhan, manusia tidak mungkin beriman. Jika Tuhan masih mau menyatakan kasih dan anugerah Ilahi-Nya, hormatilah karunia-Nya, jangan main-main. Banyak orang menjadi Kristen, banyak yang ke gereja, tetapi hanya sedikit yang tahu apa yang benar. Tuhan memberikan iman di dalam hati.

Mengapa orang yang sudah mempunyai iman sederhana, iman fundamental, iman natural, iman mula-mula, akhirnya tidak bertumbuh menjadi iman? Apa sebabnya Tuhan sudah memberikan tetapi orang tidak bisa percaya? Tuhan sudah menaruh iman, tetapi manusia tetap tidak beriman kepada Dia? Jawabannya ada di Roma 1:18. Kitab Suci begitu sempurna, begitu ajaib, begitu dalam, menyeluruh, dan limpah. Ayat ini mengatakan, “Sebab murka Allah sudah dinyatakan dari sorga atas kefasikan dan kelaliman manusia yang menindas kebenaran.” Allah telah menyatakan murka-Nya kepada mereka yang telah mengeraskan hati dan menekan iman yang ada dalam hatinya. Jika seseorang sudah mempunyai bibit iman, kemudian ditelantarkan, digeletakkan, dibuang, dan ditekan, sehingga tidak bisa bertumbuh, jelas adalah kesalahan diri mereka sendiri.

Ada seorang wanita berkata kepada saya, “Saya tidak beriman kepada Tuhan, meskipun saya tahu Kristen itu baik, saya mendengar banyak khotbah, mendengar khotbah Stephen Tong, tetapi saya tidak bisa beriman.” Saya bertanya kepadanya, “Kenapa tidak bisa beriman?” “Menurut ajaran orang Reformed, iman datang dari Tuhan, betul tidak Pak Tong?” Saya bilang, “Betul.” “Kalau iman dari Tuhan, berarti orang bisa beriman karena Tuhan memberikan, betul tidak?” Saya bilang, “Betul.” “Kalau ini sudah betul, saya mau katakan kalimat kedua. Kalau Tuhan beri iman kepada saya, saya beriman. Mungkin saya menolak iman, yaitu tidak menerima yang diberi. Tetapi kalau Tuhan tidak memberi iman, mana mungkin saya beriman? Jadi jika suatu hari saya tetap tidak percaya, jangan salahkan saya, salahkan Tuhan.” Saya mengatakan, “Tuhan ampuni engkau. Engkau tanya, motivasinya dari permulaan sudah tidak benar. Dengan cara ini, iman tidak mungkin muncul di dalam hatimu. Meskipun Tuhan sudah memberi, engkau menekannya.”

Alkitab mengatakan, “Sebab murka Allah sudah dinyatakan dari sorga kepada orang yang menindas kebenaran” (Roma. 1:18). Artinya iman itu sudah ada, tetapi engkau menekannya, melawan dan menindasnya, supaya tidak ada, lalu mempersalahkan Tuhan. Allah menyatakan murka dari sorga atas orang-orang yang menindas kebenaran di dalam hatinya. Kebenaran apa yang ditindas? Bukan kebenaran khotbah yang mereka dengar. Mereka belum Kristen, belum baca Alkitab, dan tidak ke gereja. Tetapi Allah telah memurkai mereka, marah kepada mereka, karena mereka telah membiasakan diri untuk menekan. Sebelum membaca Kitab Suci, sudah ada bibit yang kautindas, melawan firman yang bibitnya iman murni, iman sederhana, yang sudah ditanam oleh Tuhan di dalam hatimu. Itu sebabnya sebelum menjadi Kristen sudah dihukum. Belum mengenal Tuhan, tetapi sudah menekan bibit iman yang Tuhan berikan. Orang yang menindas kebenaran tidak bisa mengatakan, “Saya tidak mungkin beriman,” karena kemungkinan beriman ada di dalam bibit yang sudah ada dalam hatimu, tetapi engkau hina, abaikan, remehkan, dan tindas.

Theologi untuk mengenal Allah, filsafat untuk mengerti kegagalan manusia, apologetika untuk mempertahankan iman kepada Allah, dan penginjilan untuk memenangkan manusia dari kondisi sebagai manusia berdosa menjadi orang suci. Manusia terlalu licik, jahat, menipu, dan bohong, lalu pura-pura hidup suci di hadapan Tuhan. Tuhan mengampuni dosa kita dan memberikan pertobatan yang sejati kepada kita. Kiranya Tuhan memberkati kita, menjadikan kita orang yang mendengar suara yang Tuhan sudah taruh di dalam hati, bahwa ada Pencipta, namanya Allah. Dia memberikan saksi di luar melalui alam semesta yang Ia ciptakan, dan Dia memberikan saksi di dalam diri manusia melalui hati nurani yang bersuara kepada engkau, dan engkau harus taat kepada-Nya. Manusia terlalu mudah dan selalu mencari alasan melawan Tuhan, mulai dari Adam yang berkata, “Bukan saya yang salah. Engkau menciptakan Hawa, dia yang salah.” Lalu Hawa mengatakan, “Bukan saya yang salah. Ada ular masuk taman Eden yang Kauizinkan yang bikin saya berdosa.” Manusia percuma menutupi dosa, percuma mencari alasan, karena itu semua penipuan dan kebodohan dari Iblis yang telah menipu kita untuk masuk ke dalam neraka. Mari kita dengan jujur paparkan diri, minta Tuhan ampuni, dan bertobat sungguh-sungguh

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 4): Doktrin Iman

Kita telah membicarakan iman yang sederhana, fundamental, iman natural, iman permulaan, yaitu iman yang paling dasar, yang tidak mungkin tidak ada pada setiap orang. Sesungguhnya Tuhan sudah memberikan iman, iman yang diberikan adalah iman bibit, yang sangat awal di hati manusia sejak lahir. Ketika ibumu melahirkan engkau, Tuhan sudah membubuhkan benih iman di dalam hatimu. Manusia sejak bayi berbeda dari binatang, karena binatang tidak membawa iman ke dunia. Orang atheis, walaupun mengaku tidak beragama, tetapi di dalam hatinya sudah mempunyai kesadaran dan prinsip tahu bahwa Tuhan ada, sehingga perasaan takut kepada Tuhan bukan hanya dimiliki orang Kristen yang mendengar firman dan khotbah saja, tetapi setiap manusia pasti memiliki perasaan takut tersebut.

Tuhan berkata, “Murka Allah nyata dari sorga atas kefasikan dan kelaliman manusia.” Orang fasik dan lalim adalah orang yang tidak beribadah, yang tidak takut Tuhan, dan hidup sembarangan. Orang-orang seperti ini akan menerima murka Tuhan. Ketika berkesempatan seminar bersama Gus Dur, saya berkata, “Presiden yang baik adalah yang takut akan Tuhan dan mencintai rakyat.” Inilah dalil yang berlaku ribuan tahun. Jika raja tidak takut Tuhan dan tidak mencintai rakyatnya, lalu berkuasa sewenang-wenang, menggunakan kekerasan untuk menindas, menguasai, dan mengatur bangsa, akhirnya akan terjadi revolusi dan raja itu akan dibunuh. Itu semua karena kemarahan Tuhan turun dari sorga, nyata kepada orang yang fasik, tidak takut kepada Tuhan, dan lalim, berbuat kejahatan kepada sesama manusia.

Roma 1:18-20 menuliskan, “Murka Allah sudah dinyatakan dari sorga atas kefasikan dan kelaliman manusia, yang tidak melakukan kebenaran dan menindas kebenaran.” Ada tiga istilah di sini, yaitu satu untuk Tuhan, satu untuk manusia, dan satu untuk kebenaran: tidak takut Tuhan, tidak mengasihi manusia, dan menindas kebenaran.

Siapa yang menindas kebenaran? Benarkah kebenaran itu ditindas? Di mana kebenaran itu berada? Dan bagaimana menindasnya? Apakah pada bayi sudah ada kebenaran? Apakah di dalam diri setiap orang ada kebenaran?

Ya, ada kebenaran pada diri setiap manusia. Socrates, 2.400 tahun yang lalu telah mengatakan, “Saya tidak menemukan kebenaran, saya tidak dapat mengajarkan kebenaran kepadamu, karena kebenaran itu sudah ada di dalam hatimu.” Kebenaran itu telah ada di dalam hati setiap orang sejak lahir. Socrates juga mengatakan, “Ibuku menolong orang melahirkan bayi, dan aku menolong orang untuk melahirkan kebenaran.” Kebenaran yang dikatakan di dalam Roma 1:18-20 sama dengan kebenaran yang dikatakan oleh Socrates 400 tahun sebelumnya, yaitu kebenaran yang asli, yang sudah ditanam dan tersembunyi di dalam hati dan hidup manusia.

Tuhan sudah memberikan kebenaran kepada manusia dari sejak lahir. Hal ini tidak terjadi pada binatang mana pun juga. Itu sebabnya, Tuhan mengizinkan engkau membunuh binatang, tetapi membunuh manusia akan dihukum oleh Tuhan. Barang siapa mengalirkan darah sesama manusia, darah dia juga harus dialirkan, seperti yang tertulis di dalam Kejadian 9:6. Itu berarti, hidup manusia begitu berharga, sehingga engkau tidak seharusnya membunuh dan mengalirkan darahnya, karena hidupnya begitu bernilai dan tidak ada nilai sebesar apa pun yang bisa dibandingkan dengan nilai kehidupan. Darah harus dibayar darah, hidup harus diganti hidup.

Di dalam hati setiap manusia tersembunyi kebenaran yang tidak seorang pun dapat menghapusnya, menggantikannya, menguranginya, atau melecehkannya. Hidup manusia mengandung kebenaran dan kebenaran ini tidak disadarinya pada saat masih bayi. Ketika engkau dididik, maka engkau mulai mengerti. Menurut filsafat Tionghoa, ada dua alasan manusia perlu dididik: 1) Mencius mengatakan bahwa manusia perlu pendidikan karena di dalam diri manusia ada potensi baik yang perlu dididik, diajar, dan dikembangkan. 2) Sun Tzu mengatakan bahwa manusia perlu dididik karena pada dasarnya manusia itu jahat adanya, maka perlu dididik supaya dari jahat menjadi baik. Jikalau kita memang jahat, kita perlu diubah menjadi baik, sehingga perlu pendidikan; tetapi jika kita sudah baik, kita perlu diperkembangkan, sehingga perlu pendidikan. Alkitab mengandung keduanya, di mana manusia tadinya baik, tetapi setelah berdosa menjadi jahat. Tidak benar jika manusia itu pada dasarnya baik. Kalau memang pada dasarnya baik, mengapa ada dosen yang berzinah, mengapa ada orang yang sambil mengajar orang lain, sambil sendiri berbuat dosa? Maka, itu justru menunjukkan ketidakbaikan manusia. Tetapi kalau tidak baik, apakah dia tidak boleh mengajar? Boleh, dia tetap boleh mengajar, karena bagaimanapun guru bersalah, pengajarannya masih baik untuk murid, sehingga jangan melihat kejelekannya, tetapi dengar kebenaran ajarannya. Kamu mendengar orang Farisi mengajarkan Taurat, dengar kalimatnya, tetapi jangan ikuti teladannya. Ini yang Alkitab ajarkan. Di sini kita melihat semua pengajaran dan teori yang paling baik, semua pengajaran filosofis yang penting, dan tradisi kebudayaan manusia yang agung, yang ada di dalam dunia ini sudah tersembunyi di dalam pengajaran Alkitab.

Kita tidak boleh berkhotbah atau mengajar mentah-mentah mengikuti theologi Barat, karena theologi Barat hanya salah satu aliran dalam upaya mengerti Kitab Suci. Bagaimana hebatnya theologi Barat, tetap kurang sesuatu yang harus kita gali dari Kitab Suci. Saya bukan hanya mengajarkan filsafat Tionghoa kepada Anda, karena filsafat Tionghoa bagaimanapun mendalamnya kurang konsep dosa yang tuntas dan kurang pengertian keselamatan sebagai unsur kebudayaan yang paling penting. Saya akan memberikan pengajaran dari Kitab Suci dibandingkan dengan filsafat Barat, edukasi Timur, atau kebudayaan dunia ini. Saya akan berjuang membawa engkau keluar dari pengertian manusia berdasarkan dosa menjadi pengertian wahyu Allah berdasarkan Roh Kudus.

Tuhan sudah menanam kebenaran di dalam hati manusia, tetapi Tuhan mengatakan bahwa dunia tidak ada kebenaran karena manusia menindasnya. Kelaliman, di dalam bahasa Gerika adikia (Ing: unrighteousness), yang berarti ketidakbenaran manusia, akan menerima hukuman murka dari sorga. Murka ini akan menghakimi orang yang sudah mempunyai kebenaran tetapi menindasnya. Mereka yang menindas kebenaran akan menerima hukuman murka Allah, karena mereka menindas kebenaran yang sudah nyata bagi mereka. Yang disebut “sudah nyata” berarti mereka telah mempunyai pengenalan tentang Tuhan Allah melalui wahyu, bukan melalui bukti. Maka Theologi Reformed sangat tuntas dengan apologetika presuposisi (presuppositional apologetics), bukan dengan apologetika pembuktian (evidential apologetics). Ini adalah dua macam dan dua wilayah apologetika yang sangat berbeda kualitas satu dengan yang lainnya. Jika saya membuktikan Allah, akhirnya hanya orang pandai yang mendengar bukti, merasa ini masuk akal, baru percaya. Maka itu berarti Allah harus, perlu, dan bisa dipercaya melalui bukti. Alkitab tidak pernah mengatakan, “Buktikan Allah ada, lalu engkau percaya kepada-Nya.” Ayat seperti ini tidak pernah muncul, karena Alkitab tidak pernah mengajar kita bahwa membuktikan Allah ada, barulah kita mempunyai iman. Alkitab mengatakan, “Allah sudah menyatakan.”

Ada dua perbedaan yang mendasar dari cara apologetika yang ada. Pertama, apologetika yang benar didasarkan pada pernyataan diri Allah. Wahyu pernyataan Allah diinisiasi oleh Allah sendiri, Allah adalah inisiator utama, Allah yang menghendaki, dan kehendak itu dimulai juga dari dan oleh diri-Nya sendiri. Ia menyatakan diri-Nya, membuat manusia tahu akan keberadaan-Nya, Allah yang rela menyatakan diri. Kedua, inisiator dari pernyataan apologetika ini juga dari Allah. Bukan hanya dimulai dari Allah menyatakan (mewahyukan) diri, tetapi Allah juga yang berinisiasi awal, beraksi awal, untuk menyatakan diri. Manusia hanya bisa bereaksi, berespons terhadap tindakan Allah. Maka, semua pemahaman bahwa manusia yang menjadi inisiator, manusia yang menentukan cara, manusia yang membuktikan Allah ada, adalah pemahaman dan metode yang salah. Jadi, 1) apologetika harus dimulai dari Allah, bukan dari manusia, dan 2) Allah yang menyatakan diri-Nya, bukan manusia yang membuktikan. Inilah metode presuposisi, di mana Allah berinisiatif dan manusia berespons.

Alkitab menyatakan bahwa kemarahan dari sorga nyata atas orang yang tidak benar dan lalim. Yang tidak benar berarti yang hidup dalam dosa, dan tidak ada keadilan terhadap sesama. Yang lalim berarti yang tidak beribadah dan tidak mempunyai perasaan takut akan Tuhan. Inilah orang yang paling celaka. Orang yang tidak takut Tuhan dan tidak ada belas kasihan kepada manusia dapat bertindak seperti binatang liar dan buas. Orang yang hidup untuk uang, seks, dan hanya untuk menyenangkan diri adalah orang yang tidak bernilai sama sekali. Orang yang cantik, ganteng, kaya, sehat, semua adalah anugerah Tuhan, bukan untuk dilecehkan atau dipermainkan. Murka Allah turun atas orang lalim dan yang tidak benar.

Ayat ini kemudian dilanjutkan dengan kalimat, “Sebab apa yang tidak tampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.” Tuhan menyatakan diri kepada manusia melalui dua unsur. Satu unsur diletakkan di luar manusia dan satu unsur lagi diletakkan di dalam hati manusia. Dengan demikian, selain makhluk yang disebut manusia, tidak ada makhluk lain, tidak ada binatang yang mempunyai perasaan dan berespons terhadap kedua konfirmasi ini. Konfirmasi pertama, di luar diri, yaitu alam semesta; dan konfirmasi kedua, di dalam diri, yaitu hati nurani (intuisi). Inilah cara Tuhan mengajar, yang berbeda dari semua dosen dan profesor yang mengajar teori secara akademis. Tuhan memberikan konfirmasi yang engkau tidak bisa berdalih, tidak mungkin disangkal, tidak boleh ditolak, tidak boleh dipungkiri oleh manusia. Engkau harus menerima fakta dan harus mau sungguh-sungguh berhadapan dengan fakta yang ada. Dengan alam semesta di luar dan hati nurani di dalam, sebenarnya manusia sudah dijepit oleh pernyataan ciptaan Tuhan yang begitu sempurna di luar dan hati nurani yang menegur di dalam, sehingga kita tidak bisa lari dan tidak ada jalan melepaskan diri. Inilah kebenaran yang seharusnya saya terima dan saya taati.

Dunia di luar bersaksi bagi kebenaran dan hati nurani bersaksi di dalam hati. Inilah suara yang Tuhan pakai untuk memberi konfirmasi kebenaran kepada manusia. Dan kebenaran yang paling dasar di dalam alam semesta adalah bahwa Allah ada. Allah betul-betul ada. Orang atheis membohongi diri, menutup hati nurani, dan berusaha memberikan interpretasi palsu untuk membuat penyelewengan pengertian manusia tentang Allah. Mereka mengatakan bahwa tidak ada Allah, ini tidak jujur. Mereka tidak mau mengatakan secara lengkap, “Tidak ada Allah, karena itu saya boleh berdosa sewenang-wenang.” Orang atheis memiliki motivasi pertama tidak mau bertanggung jawab di hadapan Tuhan Allah yang akan menghakimi dosanya. Motivasi utama yang paling dasar adalah mereka takut Allah, karena mereka sudah berdosa dan mau melarikan diri.

Ketika Adam sudah jatuh ke dalam dosa, maka pertanyaan pertama Tuhan kepada Adam adalah, “Adam, di manakah engkau?” Adam menjawab, “Aku berjalan di taman, tetapi mendengar suara-Mu aku menjadi takut, maka aku menyembunyikan diri.” Istilah “takut” dan “menyembunyikan diri” pertama kali muncul di dalam Kejadian 3. Manusia mulai takut akibat dosa. Karena manusia sudah berbuat dosa, sehingga ia tidak bisa normal lagi. Orang yang sudah berdosa, tingkah lakunya lambat laun akan ketahuan. Kita jangan main-main dengan dosa. Alkitab menyatakan bahwa orang bebal mengatakan tidak ada Tuhan. Atheis mulai juga dengan kalimat yang sama. Mulai dengan kalimat itu karena manusia sudah berdosa tetapi tidak mau bertanggung jawab. Mulai dari perasaan tenang akhirnya menjadi takut, lebih baik Allah tidak ada.

Kalimat pernyataan yang lengkap tertulis dalam buku The Brothers Karamazov, karya Fyodor Dostoevsky. Dia menuliskan, “Jika Allah tidak ada, aku dapat melakukan apa saja.” Ini adalah kalimat lengkap dari perkataan atheis yang menyatakan Allah tidak ada. Anak sekolah theologi jangan hanya mementingkan akademis, mementingkan gelar saja, melainkan harus juga mementingkan realitas hidup yang mengubah engkau lebih takut kepada Tuhan, lebih cinta kepada manusia, lebih mengasihi kebenaran, dan lebih memperdalam kesadaran pengertian kebenaran yang hidup.

Beda sekali orang yang menghidupi kebenaran dari mereka yang hanya menghafal dari lembar tulisan saja. Demikian juga pedagang, orang yang berdagang dengan motivasi sungguh-sungguh di hadapan Tuhan, berbeda sama sekali dengan orang yang dagang hanya mau untung uang saja. Cara berkhotbah lain; cara berdagang lain; cara belajar theologi juga lain. Jika engkau masuk sekolah theologi hanya untuk mencari gelar supaya bisa sombong menjadi pendeta, berdiri di mimbar, celakalah engkau, karena orang seperti itu bukan orang yang diinginkan Tuhan. Orang yang diinginkan Tuhan adalah orang yang mengalami hidup, lalu melintasi kebenaran, dan sesudah memerasnya di dalam hatinya, menjadi keharuman dari bunga yang sudah dihancurkan dan dipancarkan keluar. Bunga yang kelihatan indah, jika engkau hancurkan, baru dapat merasakan keharuman yang ada di dalam bunga tersebut. Hidup manusia yang belum pernah diperas, tidak pernah ditindas, dan tidak pernah diuji, tidak ada keharuman hidupnya, hanya seperti foto saja, terlihat bagus.

Tuhan memberikan kebenaran di dalam hatimu, tetapi engkau tindas. Engkau menindas, mengabaikan, menginjak, menyangkal, dan menolak, sehingga murka Tuhan akan nyata kepada dirimu yang tidak benar dan lalim, karena tentang Allah sudah dinyatakan kepada mereka melalui dua hal, yaitu alam semesta yang diciptakan dan hati nurani di hati mereka, sehingga mereka tidak dapat berdalih.

Saya tidak mengetahui berapa banyak orang yang dapat mengerti ayat ini, tetapi ada seorang filsuf besar, yaitu Immanuel Kant, yang sangat mengerti ayat ini. Immanuel Kant dilahirkan dan dibesarkan di Königsberg, Prusia. Immanuel Kant bersekolah di Königsberg, lulus di Königsberg, mengajar di Königsberg, mulai dari assistant professor menjadi associate professor, lalu menjadi profesor penuh di kota itu. Sampai mati ia tidak pernah keluar dari kota itu. Yang paling jauh dia melintasi dunia adalah berjalan kaki 10 km untuk olahraga. Setiap sore pukul tiga, ia mulai berjalan keluar pintu rumahnya, mengelilingi daerah rumahnya, melewati jalan yang sama setiap hari, lalu kembali ke rumahnya. Ia pergi tepat pada jam yang sama setiap hari, berjalan dengan kecepatan yang selalu sama, melewati jalan yang sama, dan kembali tepat pada jam yang sama. Akhirnya orang ini menjadi legenda, di setiap tempat ibu-ibu tahu sekarang jam berapa ketika Immanuel Kant lewat, sehingga bisa dipakai untuk mencocokkan arloji atau jam di rumah mereka.

Setelah Immanuel Kant wafat, mereka yang kagum dengan filsafatnya menaruh satu batu nisan di depan kuburannya. Di atasnya ditulis Immanuel Kant, tahun berapa lahir, tahun berapa mati, dan ada kalimat Immanuel Kant, “Dua hal yang makin bikin saya gentar dan takut, yaitu, pertama, bintang yang gemerlapan di atas langit. Kedua, suara hati nurani yang terus menegur saya di dalam dada saya.” Saya ingin sekali berdiri di depan kuburan Immanuel Kant, lalu merenungkan dia sebagai filsuf, bagaimana mengerti Kitab Suci, karena sepertinya dia tidak begitu dekat dengan kekristenan, melihat bagaimana dia memakai istilah lain untuk mengganti Kristus, mengganti Tuhan Allah. Sebagaimana Hegel memakai “yang mutlak absolut” untuk mengganti Allah, dia memakai “summum bonum” untuk mengganti Allah.

Namun, di balik semua itu, dia mengerti ayat yang tadi dikatakan lebih dari siapa pun di seluruh sejarah. Dia mengerti Allah menyatakan kuasa Ilahi-Nya dan sifat kekekalan-Nya melalui ciptaan-Nya dan suara hati nurani. Inilah sebabnya kebenaran ini disebut kebenaran primitif, kebenaran dasar, kebenaran permulaan, kebenaran dari wahyu umum, kebenaran natural, yang ditekan oleh manusia. Itu sebabnya tidak ada alasan untuk orang mengatakan tidak bisa percaya karena Tuhan tidak memberikan iman. Tuhan mengatakan, “Aku telah memberikan itu, di dalam permulaan yang paling awal, dan iman natural yang ditanam di dalam hatimu. Engkau tahu Aku ada.”

Jika engkau meninggalkan kotamu, pergi ke sebuah bukit yang terbuka lalu menggunakan teleskop melihat bintang-bintang, engkau seharusnya sadar bahwa tidak mungkin ada orang yang membuatnya lalu menaruhnya di situ. Tidak mungkin ibumu, kakekmu, atau nenekmu menciptakan semua planet lalu memasangnya di situ, kecuali Tuhan Allah. Hanya tangan Tuhan Allah yang menciptakan, yang mengatur, sampai hari ini membuat semua rotasinya teratur di dalam prinsip yang begitu ketat. Itu semua hanya bisa terjadi karena kebijaksanaan, kuasa, dan sifat kekal Ilahi yang menjadikan itu. Engkau kemudian hanya mampu mengatakan, “Betapa agungnya Engkau, ya Allah. Aku tidak dapat tidak mengakui, dan aku harus mengatakan: Engkau ada! Engkaulah Tuhan Allahku.” Inilah yang dicatat dalam Kitab Suci. Iman telah ada, dan Tuhan meletakkannya di dalam batin kita sejak kita lahir. Engkau membawa seekor singa, suruh lihat, paksa lihat. Sesudah lihat, ia tidak mungkin mengerti apa maksudnya ciptaan Tuhan, tata surya, tatanan seluruh konstelasi bintang. Ia tidak ada perasaan apa pun, hatinya tidak ada saksi yang menyadarkan dia, karena dia adalah binatang, dia bukan manusia. Engkau adalah manusia, sehingga engkau dapat mendengarkan firman, mengerti maknanya, karena Tuhan menciptakan engkau menurut peta teladan-Nya.

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 5): Doktrin Iman

Apakah mungkin manusia beriman dan percaya kepada Allah jika Allah tidak memberikan iman kepadanya? Tuhan menuntut setiap orang untuk beriman, tetapi bagaimana kita memiliki iman kepada Tuhan jika Tuhan tidak menaruh bibit iman itu di dalam hati kita? Di sini kita harus membagi iman ke dalam dua kategori, yaitu iman natural dan iman setelah mendengar firman. Pembedaan ini didasarkan pada anugerah umum dan anugerah khusus, wahyu umum dan wahyu yang istimewa.

Allah menciptakan alam semesta di luar manusia. Allah menciptakan hati nurani di dalam manusia. Inilah dua wilayah bagi anugerah umum dan wahyu umum. Pertama, di luar kita, dengan mata kita melihat alam semesta yang begitu ajaib, rumit, dan teratur rotasinya. Tidak perlu ada orang yang mengatur, semua bisa berjalan sendiri. Seluruh galaksi, bintang-bintang, dan planet-planet berjalan dengan teratur karena ciptaan dan pimpinan Tuhan. Walau mata kita tidak melihat adanya Allah, hati kita mengetahuinya. Menurut Roma 1:18, murka Allah dinyatakan atas orang lalim dan tidak takut Tuhan, yang melakukan ketidakbenaran, karena mereka sudah menekan kebenaran di hati mereka. Walau Allah tidak kelihatan, ciptaan-Nya menyatakan kuasa Ilahi dan sifat kekekalan Allah. Kedua, melalui hati nurani yang bersaksi di dalam hati, tidak ada orang yang dapat berdalih, melawan, menyangkal, menolak, atau mengatakan, “Tidak.” Keberadaan Tuhan tidak membutuhkan bukti dari manusia, karena manusia tidak berhak dan tidak mampu membuktikan keberadaan Allah. Tidak ada cara apa pun yang cukup untuk membuktikan keberadaan Allah, karena Allah lebih besar daripada bukti. Allah lebih transenden dari cara manusia memberikan bukti. Theologi Reformed tidak menganut apologetika evidensialis, tetapi apologetika presuposisional, yaitu bahwa sebelum ada bukti pengalaman atau penglihatan mata, dan sebelum ada cara apa pun yang dipakai manusia secara apriori, Allah telah menyatakan keberadaan-Nya melampaui semua bukti. Bagai seorang ibu mencintai anaknya, cintanya tidak perlu dibuktikan dengan metodologi ilmiah, fisika, atau kimia. Tetapi karena ia adalah “ibu”, dengan sendirinya dan seharusnya ia mencintai bayi yang dilahirkannya. Ia tidak perlu didorong, diajar, atau dibuktikan akan cintanya kepada anaknya. Ini adalah hal natural yang Tuhan ajarkan. Di dalam Kitab Yesaya dikatakan, “Adakah ibu melupakan bayi yang disusui? Adakah ibu membuang anak yang dilahirkan?” Demikian juga naluri yang diberikan kepada manusia, dengan sendirinya mengetahui jika Tuhan ada.

Mengapa ada atheis, mengapa ada orang yang begitu berani menolak dan berdebat bahwa Allah tidak ada, jika Allah telah memberikan naluri seperti itu kepada manusia? Itu adalah karena orang atheis menindas dan menekan kebenaran. Roma 1:18-20 mengungkapkan bagaimana suara hati nurani ditekan dan tidak mau didengar, dan mereka sengaja mengatakan, “Tidak ada Allah.” Di dalam buku The Brothers Karamazov yang ditulis oleh Dostoevsky, dikatakan, “Jika tidak ada Allah, aku bisa bebas melakukan apa saja.” Di dalam buku itu, ada seorang yang bernama Ivan. Ia mengatakan, “Mengapa harus percaya kepada Allah? Jika tidak ada Allah, saya boleh berdosa, berbuat segala sesuatu sesuai nafsu, menuruti kebebasanku.” Orang atheis mengaku tidak ada Allah karena mereka ingin bebas berdosa dan tidak dihakimi. Maka, motivasi atheisme adalah melepaskan diri dari penghakiman Tuhan. Profesor Edwin Orr di dalam bukunya menuliskan, “Atheis itu tidak ada. Orang atheis sebenarnya adalah orang theis yang terbalik. Mereka sengaja mengatakan tidak percaya Allah ada bukan karena mereka tidak percaya Allah ada, tetapi sengaja tidak mau percaya Allah ada.” Tidak ada Allah artinya Allah yang ada saya anggap tidak ada.

Allah ada dan Allah sudah memberikan iman ke dalam hati manusia. Ketika manusia diciptakan menurut peta dan teladan Allah, Tuhan telah menanam bibit iman mengenai Allah di dalam hati manusia. Tetapi manusia menekan, menolak, dan tidak percaya Allah. Ketika mengalami kesusahan yang paling kritis dan berat, mengalami penderitaan berat, manusia akan mulai berteriak, “Ya Allah, kasihanilah saya.” Di dalam Ibrani 11:6, Tuhan menuntut semua orang harus beriman. Barang siapa tidak beriman, jangan berharap diberkati Tuhan. Jika manusia tidak beriman, tidak mungkin diperkenan di hadapan Tuhan. Jika seseorang datang kepada Tuhan, pertama-tama ia harus beriman bahwa Tuhan itu ada. Lalu kedua, ia harus mengetahui bahwa Dia adalah pemberi berkat kepada orang yang mencari Dia.

Di sini kita melihat konflik ayat-ayat Alkitab. Alkitab di satu pihak mengatakan bahwa engkau harus percaya kepada Allah, atau engkau tidak akan diperkenan Allah. Dan mereka yang percaya harus tahu bahwa Allah ada dan Dia memberi kepada orang yang mencari Dia. Sehingga kita bukan saja mengaku bahwa Allah ada, tetapi Dia juga menuntut kita untuk datang kepada Dia, dan percaya bahwa Dia memberi anugerah kepada orang yang mencari Dia. Tetapi sebaliknya di dalam Roma 3:10-12, Tuhan berkata, “Aku menengok dari sorga ke bawah, ke bumi, adakah orang yang mencari Aku, mencari kebenaran-Ku, melaksanakan kebajikan hidupnya di hadapan-Ku?” Tiga hal penting diungkapkan Tuhan di sini: apa yang orang cari; apa yang orang mengerti; dan apa yang orang perbuat. Di seluruh dunia tidak ada seorang pun yang mencari Tuhan; tidak ada yang mau mengerti Tuhan; dan tidak ada orang yang mau menjalankan kehendak Tuhan. Alkitab mengatakan bahwa tidak ada orang yang mencari Tuhan, tetapi di lain pihak juga mengatakan, “Carilah Tuhan dan percayalah kepada Tuhan yang memberi anugerah kepada orang yang mencari-Nya.”

Ketika Tuhan mengatakan bahwa tidak ada orang yang mencari Dia, mengapa Tuhan masih menuntut orang harus mencari-Nya dan percaya Dia memberikan anugerah kepada orang yang mencari-Nya? Ayat-ayat seperti ini kelihatannya seperti saling berbenturan, tetapi sebenarnya inilah kondisi paradoks, tidak bersifat konflik, sehingga kita tetap harus bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Mungkinkah manusia mencari Allah? Manusia diciptakan oleh Allah dengan benih iman dasar yang sudah ada, sehingga kita sudah mempunyai konsep Ilahi melalui wahyu umum di alam semesta dan hati nurani di dalam. Konfirmasi luar dan dalam, ketika bisa disinkronkan, akan membuat kita percaya bahwa Allah ada. Namun, karena manusia menindas dan menekan suara hati nurani, serta menekan kesaksian dari alam semesta, akhirnya semua yang diberikan tidak mampu berfungsi memberikan konfirmasi bahwa Allah ada, sehingga akhirnya manusia menjadi atheis. Oleh karena itu, ketika Tuhan mencerahkan dan membangkitkan kita kembali, baru kita menjadi orang Kristen.

Berikutnya, Tuhankah yang terlebih dahulu memberikan pencerahan kebangkitan, atau sayakah yang terlebih dahulu mencari dan meminta pertolongan Tuhan? Mana yang benar, saya berdoa dahulu baru Tuhan memberi anugerah atau Tuhan memberi anugerah dahulu baru saya dapat berdoa kepada Tuhan? Jika Tuhan tidak memberi anugerah, mengapa saya dapat berdoa kepada Tuhan yang sejati? Bukankah saya akan mencari Tuhan yang salah? Bukankah ketika saya mengaku yang bukan Allah itu sebagai Allah, itu merupakan penipuan diri? Jika saya tidak mungkin menemukan Allah, bukankah hal yang mustahil untuk dapat berdoa kepada Allah yang sejati? Ini hanya membuktikan satu hal, yaitu ketika saya dapat menemukan Allah yang sejati, berdoa kepada Allah yang benar, itu semua adalah anugerah Tuhan. Jika bukan karena anugerah Tuhan, yang telah diberikan lebih dahulu oleh Allah, kita tidak mungkin dapat mengerti manakah Tuhan yang sejati. Jadi Tuhan adalah inisiator yang memberi anugerah.

Jika saya tidak berdoa, bagaimana Tuhan mendengar? Saya berinisiatif atau pasif? Saya inisiator atau penerima anugerah saja? Agustinus menyimpulkan bahwa Tuhan adalah inisiator. Tuhan terlebih dahulu memberi anugerah, baru saya dapat menerima berkat. Tuhan memberi benih iman, barulah saya bisa beriman kepada Dia. Tuhan menghidupkan saya kembali, barulah saya mempunyai kesadaran dan bertobat. Karena Tuhan selalu merupakan inisiator, inisiatifnya bukan dari saya, tetapi dari Tuhan, dan dengan demikian Tuhan aktif dan berdaulat. Tuhanlah yang menjalankan anugerah.

Ada sebuah lagu yang liriknya kira-kira demikian, “Aku berdoa untuk menggoyangkan tangan Tuhan sehingga Ia bekerja.” Ketika di Taiwan, sebelum saya berkhotbah, semua orang menyanyikan lagu ini, “Goyangkan tangan Tuhan supaya Tuhan bekerja.” Pada giliran saya naik, saya mengatakan bahwa hanya orang gila yang menyanyikan lagu demikian. Mereka terkejut. Apakah Allahmu Allah yang tidur? Apakah Allahmu Allah yang mati? Apakah Allahmu Allah yang malas, sehingga engkau perlu menggerakkan tangan-Nya barulah Dia bekerja? Ini Allah macam apa? Allah adalah Allah yang hidup. Allah adalah Tuhan yang berdaulat dan memiliki kehendak-Nya sendiri. Dengan demikian, Ia akan bekerja sesuai kehendak-Nya. Ia bekerja, Ia bertindak, dan Ia berkarya seturut inisiatif kehendak-Nya di dalam kedaulatan-Nya, sehingga dengan demikian Dialah Tuhan yang sesungguhnya. Tuhan disebut Tuhan karena Dia inisiator dan berdaulat. Banyak orang Kristen sembarangan berdoa, sembarangan mendengar khotbah, sembarangan bersaksi, dan sembarangan menyanyi, mengubah kebenaran Alkitab.

Jika Tuhan tidak memberikan bibit iman, saya tidak mungkin dapat bereaksi kepada Dia. Jika Tuhan tidak menggerakkan dahulu, saya tidak mungkin mengaku dosa dan bertobat. Oleh karena itu, hidup baru harus diberikan terlebih dahulu, barulah saya mampu menangisi dosa. Jika Tuhan tidak memberikan hidup baru, saya hanya bisa membanggakan dosa. Setiap kali engkau membanggakan dosamu, engkau dipakai setan. Setiap kali engkau menganggap diri pintar, engkau mempermalukan Tuhan. Setiap kali engkau membanggakan diri bisa berbuat dosa, engkau bukan memuliakan diri, tetapi mempermalukan diri.

Manakah yang benar dari dua kemungkinan di bawah ini:

a) Tuhan memberikan hidup yang baru, lalu kita merasa dosa itu jahat, lalu bertobat mengakui dosa, dan menerima pengampunan dari Tuhan; atau

b) saya merasa berdosa, lalu bertobat dan minta pengampunan dosa, lalu Tuhan kasihan pada saya sehingga memberikan pengampunan dan memberikan damai sejahtera kepada saya, dan kemudian barulah saya mendapatkan hidup yang baru?

Manakah yang benar, hidup baru dahulu baru bertobat, atau bertobat dahulu baru dapat hidup baru? Kelompok gereja-gereja Karismatik kebanyakan akan berkesimpulan bahwa kita harus bertobat dahulu supaya mendapatkan hidup baru dan berkat Tuhan. Ini terjadi karena kita sadar dosa, karena kita cukup mampu dan pandai untuk menyadari bahwa kita berdosa. Tetapi orang Reformed akan menjawab bahwa Roh Kudus berinisiatif dahulu menyadarkan manusia akan dosa, kebenaran, dan penghakiman, yang membuat orang itu sadar dan bertobat (Yoh. 16:8-10). Anak kita lahir dahulu baru menangis, bukan menangis dahulu minta dilahirkan baru kemudian lahir. Itu semua terjadi bukan atas kemampuan anak bayi itu, dia lahir. Ini adalah dalil Pencipta hidup. Hukum Pencipta tentang ciptaan menjelaskan bahwa setelah hidup menjadi dewasa, setelah waktunya tiba, engkau bukannya menginginkannya, tetapi adalah suatu keharusan. Di sini kita menjelaskan tentang ordo salutis.

Ordo salutis adalah salah satu bagian Theologi Reformed yang memaparkan urutan dalil hidup. Seseorang dilahirkan dahulu baru bisa menangis, sesudah menangis ia mulai bernapas, sesudah bernapas ia bisa hidup bertahun-tahun, sampai pada akhirnya masuk ke dalam kuburan. Alkitab mengatakan kita mati di dalam dosa, Dia membangkitkan kita, Dia memberikan hidup baru. Ketika seseorang mati di dalam dosa, maka ia tidak bisa bertobat, ia tidak bisa mengaku dosa, dan ia tidak bisa sadar seberapa jahatnya dosa. Tidak ada kemungkinan sama sekali bagi orang yang mati untuk bereaksi. Sampai satu waktu Tuhan memberikan kepadanya hidup baru, barulah engkau bisa menangis dan baru bisa bernapas. Itu sebabnya, di dalam pemahaman kerohanian, orang Kristen dilahirbarukan dahulu oleh Roh Kudus barulah ia bertobat. Alkitab mengatakan bahwa pada saat seseorang mati di dalam dosa, ia perlu dibangkitkan, lalu sadar bahwa ia berdosa, dan insaf bahwa dosa itu jahat. Sesudah hidup baru, barulah ia bisa bertobat dari dosa. Pertobatan terjadi akibat sadar dosa. Sadar dosa adalah akibat mempunyai hidup yang baru. Jadi Allah pertama-tama membangkitkan engkau, memberikan kelahiran baru, baru engkau bisa bertobat.

Anugerah Tuhan mendahului respons manusia. Tuhan memberikan hidup baru, sehingga kita mempunyai dasar untuk mengetahui bagaimana seharusnya berespons kepada Tuhan. Jika Allah tidak memanggil kita, tidak ada seorang pun yang bisa datang kepada Dia. Jika Allah tidak memberikan kasih karunia (anugerah), tidak ada seorang pun yang dapat kembali kepada Dia (Efesus 2:8-9). Manusia yang menemukan jalan ini begitu sedikit, karena yang dipanggil banyak, sementara yang dipilih sedikit. Alkitab mengatakan bahwa Tuhanlah yang memanggil, sedangkan manusia pasif. Maka iman dasar itu bukan berasal dari manusia. Manusia sudah berdosa, tidak mungkin menghasilkan iman kepada Tuhan. Tuhan tetap adalah inisiator yang memberikan iman. Mempunyai iman natural tidak memampukan engkau untuk mendapat iman keselamatan. Dari iman fundamental dan natural menuju iman keselamatan adalah pekerjaan Roh Kudus. Tanpa Roh Kudus, iman natural sampai mati tidak akan berubah. Roh Kudus bekerja sehingga iman natural itu mendengar firman, dan dengan mendengar firman, seseorang kemudian menerima iman keselamatan, iman yang menuju kepada keselamatan, menerima anugerah penebusan karena pekerjaan Roh Kudus. Oleh karena itu, kiranya engkau terus-menerus mendengar khotbah yang baik, sehingga firman akan mencairkan hatimu, mengubah hidup, dan menumbuhkan iman. Iman bertumbuh mulai dari iman natural menjadi iman keselamatan. Ketika seseorang beriman kepada Tuhan, iman itu menjadi saluran di mana kita diperkenan oleh Tuhan.

Iman berasal dari mana?

Iman: a) percaya Allah ada; dan b) percaya jika saya mencari Allah, Dia akan memberikan berkat kepada saya. Ini adalah iman natural. Tetapi ketika saya datang kepada Allah, saya harus mendengar firman-Nya; dan sesudah mendengar firman, iman itu datang dari pendengaran. Firman akan menciptakan benih iman, barulah kita mampu menerima Kristus. Apabila engkau tidak mendengarkan firman Tuhan, engkau tidak tahu siapa Yesus dan tidak tahu Dia mati menggantikan engkau. Jika engkau sudah mendengar firman, engkau mengetahui bahwa pada saat engkau datang kepada-Nya, menerima keselamatan yang sudah Dia genapi, menerima Dia, pada saat itu kebenaran dari Tuhan, anugerah dari Kristus, dan keselamatan dari salib menjadi bekal yang saya terima menjadi orang yang beriman kepada Dia.

Iman datang dari pendengaran, pendengaran akan firman Kristus. Kristus menjadi sumber yang menciptakan iman keselamatan di dalam hatimu, menggenapkan iman yang akhirnya sempurna di dalam hidupmu ketika bertemu Dia. Kristus pendiri dan Kristus adalah Dia yang menciptakan dan menggenapkan iman dari awal hingga akhir. Saya percaya di dalam Dia yang berinkarnasi menjadi manusia. Saya percaya di dalam Dia yang disalibkan sebagai Juruselamat saya. Saya percaya di dalam Dia yang bangkit dan menggenapkan penebusan sebagai pribadi yang ditetapkan dan direncanakan Allah. Oleh karena itu, saya menerima Kristus sebagai Juruselamat pribadi saya.

Ketika engkau menerima Kristus melalui pendengaran akan firman-Nya, maka mulai hari itu engkau menjadi orang Kristen dan berjalan di dalam iman, taat kepada iman yang sudah membentuk engkau langkah demi langkah, menuju ke langkah terakhir, yaitu kesempurnaan iman ketika Yesus datang kembali. Meskipun iman dasar itu telah ditanam dalam hati manusia, karena manusia menekannya, orang itu akhirnya tetap menjadi atheis.

Mengapa manusia tidak mau mendengarkan Injil? Sebelum engkau datang, mereka sudah terbiasa menindas, sehingga engkau pun ditolak. Penindas kebenaran adalah orang yang menghina iman dasar yang Tuhan tanam di dalam hatinya.

Pertama, Allah tidak terlihat. “Saya tidak percaya Tuhan karena saya tidak pernah melihat Tuhan.” Mereka berargumen, “Bagaimana saya bisa percaya pada sesuatu yang tidak saya lihat?” Semua yang tidak kelihatan dianggap tidak ada. Engkau tidak pernah melihat angin, hanya melihat pohon yang bergerak. Engkau juga tidak pernah melihat listrik, hanya melihat lampu menyala. Dapatkah engkau melihat lampu tetapi tidak percaya ada listrik? Berikan kabel listrik yang diberi tegangan 3.000 volt, lalu dia bilang, “Ah, ini hanya kawat saja,” lalu kita beri tahu bahwa ada tegangan listrik yang sangat besar, tetapi dia tidak percaya karena ia tidak bisa melihat listrik itu dan tetap memegang kawat itu. Maka ketika ia mau merespons, pasti sudah terlambat dan dia sudah menjadi arang. Ketika orang mau mengatakan dia percaya, sering kali sudah terlambat dan sudah menjadi arang. Tuhan ingin kita tidak terlambat dan menjadi arang. Tuhan mau orang Kristen hidup. Ketika hidup, jangan main-main dengan Tuhan. Jika engkau menyalakan murka Tuhan, engkau akan dihancurkan. Sebelum mati hancur, engkau berteriak percaya kepada Tuhan, itu sudah terlambat. Orang yang berkata bahwa ia tidak melihat Tuhan maka Allah tidak ada, adalah orang yang sangat bodoh, karena dia menekan benih iman dengan cara melihat sebagai bukti keberadaan Allah.

Kedua, Allah tidak di dalam pengalaman kita. Ada orang tidak percaya Allah ada karena Allah tidak berada di dalam pengalamannya. “Saya tidak percaya Allah ada karena saya tidak pernah mengalami.” Ini adalah kebodohan kedua, karena dia kira Allah harus melalui pengalaman dia yang terbatas untuk menentukan dan menyatakan ketidakterbatasan Allah.

Ketiga, Allah tidak dapat dibuktikan. Ada orang tidak percaya Allah karena ia belum membuktikannya. Bukti seperti apa yang memiliki kualifikasi cukup yang sanggup kita pakai untuk membuktikan keberadaan Allah?

Keempat, Allah melampaui akal manusia. “Saya tidak percaya kepada Allah karena saya pikir tidak masuk akal.”

Inilah empat presuposisi yang salah, yang selalu digunakan manusia untuk menjadi alasan atheisme melawan iman yang sebenarnya sudah ditanam di dalam hatinya. Bolehkah Allah dibatasi hanya Allah yang bisa dilihat; bolehkah Allah dibatasi oleh pengalaman hidup manusia; bolehkah Allah dikenal hanya jika Allah itu masuk akal; bolehkah Allah dibatasi oleh pengertian manusia; bolehkah Allah dibatasi oleh pembuktian manusia? Menurut Theologi Reformed, Allah ada bukan karena dilihat, dibuktikan, dialami, dan dimengerti dengan rasio. Allah tidak boleh kita batasi, karena: 1) Allah melampaui penglihatan manusia; 2) Allah melampaui pengalaman; 3) Allah melampaui pikiran; dan 4) Allah melampaui bukti.

Ada satu gelas air yang hanya berisi separuh dan sebuah pen. Pen yang bentuknya lurus tegak, ketika dimasukkan ke dalam air, ia terlihat tidak lurus lagi. Lalu Saudara mengatakan, “Saya lihat sendiri, pen itu bengkok.” Engkau membuktikan pen ini tidak lurus atas penglihatanmu? Seorang filsuf Prancis, René Descartes, mengatakan bahwa kita bisa berpikir melalui melihat menggunakan indra dan berpegang pada indra. Melalui indra memberi isyarat, masuk ke dalam pikiran mendapatkan impresi. Impresi adalah kesan melalui isyarat dari indra, yang disalurkan ke otak lalu kita berpikir. Kita berpikir pen ini bengkok karena mata kita melihat pen ini bengkok. Tetapi ketika ditarik keluar dari gelas, pen tersebut tidak bengkok. Berarti kita ditipu oleh mata kita sendiri.

Ketika engkau selalu menerima isyarat mata, pikiran tidak bekerja. Semua yang dilihat dianggap benar. Cara pikir seperti ini disebut empirisme. René Descartes mengatakan bahwa pikiran kita ditipu oleh mata. Mata bisa menipu pikiran karena setan selalu mengganggu mata. Ada orang Karismatik yang mengatakan, “Jika engkau bermimpi melihat Yesus, engkau pasti beriman,” atau, “Engkau disembuhkan kankernya, engkau pasti beriman kuat.” Ini orang yang sudah terjebak percaya pada mimpi, penglihatan, dan pengalaman, di mana ia baru bisa percaya jika hal itu bisa dia buktikan, dia lihat, dia alami, atau dia mengerti. Ini bukanlah cara kita percaya. Pada pembahasan berikutnya, kita perlu memperhatikan bagaimana Alkitab menunjukkan kesalahan-kesalahan ini.

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 6): Doktrin Iman

Iman adalah hal yang penting, yang membedakan agama Kristen dari agama yang lain. Semua agama didasarkan pada kelakuan, jasa, kebajikan, atau moral, dengan berharap semua itu bisa diperkenan oleh Tuhan. Tetapi Alkitab berkata bahwa manusia tanpa iman tidak mungkin memperkenan Tuhan.

Setiap orang yang datang kepada Tuhan harus percaya bahwa Tuhan ada dan percaya bahwa Ia memberikan berkat kepada orang yang mencari-Nya. Melalui iman, kita dipisahkan dari agama-agama yang menekankan bahwa manusia bisa datang kepada Allah melalui perbuatan dan upaya mereka.

Ada seorang tua yang mau menjual rumahnya, harta satu-satunya yang ia miliki. Ia berharap dengan menjual rumah itu, ada uang untuk melangsungkan hidupnya, sehingga ia memberi harga yang sangat tinggi. Ada seorang yang mau membeli rumah itu berapa pun mahalnya. Orang tua ini merasa tidak enak karena ia sadar harga jual rumah itu terlalu mahal, maka ia mengecat ulang rumahnya supaya terlihat bagus. Tetapi pembelinya mengatakan bahwa sayang ibu tua itu menggunakan uang untuk mengecat rumahnya. Ia justru akan menghancurkan rumah itu seluruhnya, karena ia bukan membeli rumahnya, tetapi ia menginginkan tanahnya yang menurutnya berlokasi strategis untuk keperluannya. Maka usaha dan pengeluaran si ibu tua itu menjadi mubazir, sia-sia, karena tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pembeli itu. Melalui cerita ini kita belajar bahwa Tuhan “membeli” kita bukan karena kita baik, hebat, dan berjasa. Jangan ada orang yang membanggakan diri. Jangan anggap cat yang bagus menyenangkan Tuhan. Tuhan mengatakan, “Aku membeli engkau kembali justru untuk Aku rubuhkan. Tidak ada dari dirimu yang memperkenan Aku. Aku mau membangun ulang melalui kuasa Roh Kudus.”

Bukan karena engkau berjasa, bermoral tinggi, maka Tuhan menerimamu. Tidak ada yang baik pada diri kita. Tidak ada yang baik dalam kedagingan kita. Paulus mengatakan bahwa dalam dirinya tidak ada kebajikan. Tuhan mau saya, bukan mau diri saya yang menganggap diri baik. Di hadapan manusia, engkau mungkin dianggap baik, tetapi di hadapan Allah tidak ada yang cukup baik. Tetapi jika Ia mau memperbarui kita untuk Kristus dan hidup baru di dalam Kristus, kita akan menjadi ciptaan baru. Ini status dan natur yang Tuhan nyatakan dalam Kitab Suci. Di dalam Kristus kita menjadi ciptaan baru, yang lama sudah berlalu dan yang baru sudah datang.

Apakah iman datang dari manusia? Tidak! Iman datang dari Tuhan. Jika Tuhan tidak memberikan iman, tidak ada orang yang mungkin beriman. Engkau bisa percaya kepada Tuhan karena Tuhan memberikan
iman kepadamu. Jika Tuhan tidak menaruh iman, tidak ada orang yang bisa percaya kepada-Nya. Semua ini berdasarkan iman, tidak ada jasa manusia, maka Tuhan harus dimuliakan.

Sola gratia (hanya anugerah) menjadi dasar dari soli Deo gloria (kemuliaan hanya bagi Allah). Jika kita tidak mengetahui dan tidak mulai dari iman, tidak mungkin kita dapat mengembalikan kemuliaan kepada Tuhan. Jika kita tidak sadar bahwa iman itu diberikan oleh Tuhan, kita tidak akan mensyukuri
anugerah dan mengembalikan kemuliaan kepada Tuhan. Anugerah menjadi dasar memuliakan Tuhan. Di dalam Ibrani 11:6 dituliskan bahwa tanpa iman tidak ada yang bisa memperkenan Allah, karena orang yang datang kepada Allah harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Ia memberi berkat kepada orang-orang yang mencari Dia.

Jika Allah tidak memberi iman, kenapa menuntut manusia harus beriman? Alkitab berkata, iman datangnya dari Tuhan, tidak ada orang yang dapat bangga, dan dengan demikian menekan kesombongan orang Kristen. Kita harus selalu ingat bahwa tidak ada sumber anugerah lain kecuali dari Tuhan, dan dengan demikian kita harus memuliakan Tuhan, karena anugerah menjadi fondasi untuk mengembalikan kemuliaan kepada Tuhan.

Iman yang dituntut oleh Tuhan kepada setiap orang bukanlah iman yang menerima Yesus sebagai Juruselamat, tetapi iman yang merupakan iman dasar yang percaya Tuhan itu ada. Iman yang percaya adanya Tuhan berbeda dari iman yang menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat. Iman keselamatan adalah saving grace, sedangkan iman yang percaya Allah itu ada adalah common grace. Common grace (anugerah umum) diberikan kepada setiap orang, sementara saving grace hanya diberikan kepada umat
pilihan. Semua manusia yang diciptakan menurut peta teladan Allah adalah manusia yang diberikan iman dasar untuk percaya Allah itu ada. Iman ini tidak perlu Roh Kudus untuk memberikan iman sehingga seseorang bisa beriman kepada Tuhan. Iman ini sudah ditanam di dalam hati setiap orang. Ini adalah iman dasar yang dilandaskan pada anugerah umum (common grace).

Anugerah umum diberikan kepada semua orang, seperti hujan yang turun untuk orang baik dan orang jahat; seperti matahari yang menyinari orang benar dan orang yang tidak benar, sehingga selama engkau manusia, engkau mendapatkan anugerah umum yang sama. Allah tidak memedulikan agama, warna kulit, bangsawan atau orang miskin; semua mendapatkan anugerah umum. Di dalam anugerah umum (common grace), ada bibit iman tentang Allah yang ditanam di hati manusia. Oleh karena itu, Tuhan berkata, “Tanpa iman tidak ada orang yang diperkenan Tuhan.”

Semua orang percaya Allah ada, termasukorang atheis dan komunis. Di dalam kesulitan, penyakit, kecelakaan, kepicikan, dan kesulitan hidup, timbullah konsep bahwa ada Allah di sana yang mengerti saya dan memberi anugerah kepada saya, sehingga saya bisa dilepaskan dari kesulitan dan masalah ini. Atheis sejati, atheis yang jujur tidak percaya Allah, tidak pernah ada di dunia. Tidak pernah ada orang yang sungguh-sungguh tidak percaya Allah, karena di dalam hatinya sudah ditanam bibit iman oleh Tuhan. Beriman bahwa Allah ada dengan beriman kepada Allah, setiap hari bersandar kepada-Nya untuk hidup di dunia, merupakan dua hal yang berbeda. Banyak orang setiap hari melupakan Allah, nanti pada saat ia mau mati barulah berteriak kepada Allah. Dalam semua bidang ilmu, kita mendapati kebenaran, tetapi kebenaran yang paling dasar adalah kebenaran bahwa Allah ada dan mencipta alam semesta, di mana manusia akan bertemu dengan Dia pada suatu hari nanti.

Orang Kristen, Islam, Buddha, Hindu, atau agama apa pun percaya bahwa Allah ada, karena Allah telah menyatakan diri-Nya. Pertama, Ia menyatakan diri di luar manusia melalui alam semesta. Kedua, Allah
menyatakan diri melalui hati nurani. Di luar diri, alam semesta yang indah, rumit, sempurna, dan ajaib berkata bahwa Allah ada. Di dalam diri, hati nurani mengatakan Allah ada. Fakta eksternal, alam semesta yang diciptakan, bersuara membuktikan dan menyaksikan bahwa Allah ada. Kedua hal ini menjadi konfirmasi keberadaan Allah, sehingga kita harus beriman bahwa Allah ada. Jika Allah tidak memberikan iman, mengapa Allah menuntut manusia beriman kepada-Nya? Semua ini dapat dimengerti dan direkonsiliasi melalui pengertian anugerah umum yang dibedakan dari anugerah khusus.

Theologi Reformed mempunyai pengertian yang menyeluruh terhadap wahyu Allah, baik di dalam alam semesta, di dalam Alkitab, maupun di dalam kesadaran naluriah manusia. Di luar ada saksi, di dalam ada konfirmasi, dan di Kitab Suci ada wahyu Tuhan yang menyatakan diri.

“Tuhan menyatakan diri” dengan “manusia membuktikan Tuhan ada” adalah dua jalur yang berbeda. Jalur pertama dari Allah sendiri, di mana Allah menyatakan diri-Nya, Ia berinisiatif mewahyukan diri.
Sementara pada jalur kedua, manusia mau membuktikan Allah ada, sehingga di sini kita melihat inisiatif dari manusia.

Apakah Allah bisa dibuktikan? Di dalam seluruh Kitab Suci, tidak ada satu pun ayat yang menyatakan bahwa manusia mampu membuktikan Allah ada. Tetapi Alkitab menyatakan bahwa Allah menyatakan
diri-Nya kepada manusia. Manusia tidak mungkin membuktikan Allah ada dengan segala inisiatifnya, karena beberapa hal:

Pertama, manusia tidak mungkin membuktikan Allah karena Allah tidak berada di dalam kategori yang dapat dan boleh dibuktikan. Kedua, manusia yang telah jatuh ke dalam dosa tidak memiliki kemampuan membuktikan Allah. Allah menyatakan diri secara eksternal melalui ciptaan, dan secara internal melalui intuisi (hati nurani).

Roma 1:18 menuliskan, “Murka Allah dinyatakan dari sorga atas orang lalim dan tidak beribadah.” Mereka menindas kebenaran, karena di dalam hati mereka ada kebenaran sebagai iman dasar yang Tuhan letakkan, tetapi ditindas. Siapa yang dapat melihat sampai ke dalam dan mengetahui hal paling rahasia dalam jiwa manusia? Hanya Tuhan yang melihat dan mengerti, hanya Tuhan yang mengetahui orang tertentu itu begitu kurang ajar, tidak mau kenal dan takut akan Tuhan. Manusia menindas kebenaran dengan sengaja melalaikan, mengabaikan, atau tidak peduli dengan teguran hati nuraninya. Manusia menjadi sulit sekali menindas kebenaran pada saat ia jatuh sakit, atau mengalami penderitaan, kesusahan, kemiskinan, atau bahkan kematian orang yang paling ia cintai. Ketika itu suara hati akan berkata, “Engkau perlu Tuhan.”

Banyak orang tidak mau Tuhan sampai pada saat ia mengalami kesusahan dan ia berteriak minta tolong kepada Tuhan. Banyak orang tidak mau ke gereja, sampai dokter memvonis usianya sisa dua tahun lagi, ada kanker yang ganas, baru ia mencari pendeta. Kita adalah manusia yang setiap saat membutuhkan Tuhan, tetapi sering kali tidak sadar dan menganggap tidak perlu Tuhan. Ketika sukses, kita menjadi congkak. Ketika semua lancar, kita tidak merasa perlu Tuhan. Dan kadang Tuhan membiarkan engkau mengalami suatu saat terjadi PHK, kehilangan penghasilan, atau mengalami sakit berat. Pada saat seperti itu, barulah manusia memikirkan Tuhan. Di saat itu, upayamu untuk menindas kebenaran gagal. Puji Tuhan jika di dalam hidup kita pernah diberi kesempatan untuk susah, sakit, miskin, dan tidak lancar, agar kita dipanggil kembali mengingat Tuhan dan minta ampun kepada-Nya.

Terkadang Tuhan membiarkan engkau lancar, di mana ada pandangan bahwa orang yang lancar itu sedang diberkati Tuhan dengan besar. Alkitab mengatakan belum tentu. Kadang-kadang kelancaran atau
kekayaan membuat engkau tertidur dan setan mulai merebut hal yang paling penting dari dalam iman dan jiwamu, dan engkau ditinggal oleh Tuhan. Kadang-kadang Tuhan membiarkan kesulitan tiba, sehingga kita diingatkan untuk tidak bersandar pada diri kita sendiri. Jika suatu hari penyakit mulai merongrong, tidak bisa bekerja lagi, dan tidak mendapatkan penghasilan, kita mulai tidak bisa bersumbangsih apa pun lagi kepada masyarakat dan menunggu kematian tiba. Pada saat seperti itu, tidak ada yang bisa disombongkan lagi, tidak ada kebanggaan diri lagi. Semua menjadi sirna. Pada saat itu, engkau mulai ingat Tuhan. Iman dasar ini hanya menunjukkan bahwa Tuhan ada, dan jika engkau tidak tekan atau tindas, tetapi engkau mau taat kepada Tuhan, mendengar firman Tuhan, iman dasar itu bisa diubah dan berprogres menuju iman yang lebih tinggi, iman yang bersandar kepada Tuhan, iman yang menerima Yesus, yaitu iman keselamatan.

Dari iman dasar hingga sampai kepada iman keselamatan ada proses yang panjang. Tugas manusia setelah mendapat iman dasar dari Tuhan adalah tidak menekan kebenaran yang sedang ingin bekerja di dalam hatimu. Orang yang terbiasa menekan kebenaran yang dari Tuhan sedang menuju kebinasaan. Saya datang ke gereja, mendengar khotbah, pakai baju bagus, maka semua orang tertarik kepada saya. Lalu untuk apa? Apakah kita pergi ke gereja hanya untuk membuat orang tertarik kepada kita dan memperhatikan kita? Orang yang datang ke gereja hanya untuk menyenangkan manusia tidak berkenan kepada Tuhan. Tuhan ingin kita datang ke gereja untuk menyenangkan Tuhan, untuk mendengarkan firman Tuhan, mencari kehendak dan Kerajaan Allah, mengejar kebenaran Allah. Inilah semua yang terpenting.

Jika engkau tidak menekan atau menindas kebenaran, iman dasar yang diberikan Tuhan kepada setiap orang akan berubah menjadi iman yang mau mendengar firman. Celakalah mereka yang tidak mau mendengar. Telinga adalah jendela jiwa, sama seperti mata adalah jendela jiwa. Seluruh kerohanian kita, jiwa kita, seperti rumah yang indah, istana yang megah, tetapi jika tidak mempunyai jendela, istana atau rumah itu akan begitu gelap. Ketika dibuka satu jendela, walaupun kecil, sinar bisa masuk ke dalam dan ruang itu menjadi terang. Manusia juga demikian. Celakalah orang yang matanya rusak,  telinganya rusak, karena mereka akan kehilangan kebahagiaan besar. Mereka tidak memiliki jendela rohani, tidak ada jendela jiwa, sehingga mereka hidup dalam kegelapan, melihat apa pun tidak bisa, mendengar apa pun juga tidak bisa. Mereka hidup dalam kesunyian, sepi tidak dimengerti orang lain, dan juga tidak bisa mengerti orang lain.

Helen Keller, seorang pencipta lagu yang buta, mengatakan, “Buta dan tuli tidak menghambat manusia mengenal Tuhan, karena selain mata yang di wajah, masihada mata yang di jiwa. Selain telinga yang di
kepala, masih ada telinga jiwa. Jika telinga jiwamu dan mata jiwamu masih terbuka, engkau melihat kemuliaan Tuhan.” Banyak orang mempunyai mata yang bagus, tetapi matanya tidak bekerja apa-apa kecuali digunakan untuk melihat yang tidak perlu dan yang berdosa. Banyak orang memiliki telinga yang bagus, tetapi tidak berhasil apa-apa kecuali mendengarkan hal yang tidak penting dan berdosa. Bach dan Handel ketika tua menjadi buta sama sekali. Handel menulis Oratorio Messiah di zaman pemerintahan Raja George II. Ketika ia menulis lagu Hallelujah Chorus, ia menulis Yesus bukan hanya raja, tetapi “Raja di atas segala raja” yang lebih besar daripada Raja George II

Ketika itu, Inggris adalah negara paling besar di dunia, dengan wilayah teritorial paling besar di dalam sejarah. Ketika Raja George II mendengar Hallelujah Chorus, dia berdiri. Dan pada saat dia berdiri, semua orang di ruangan konser itu tidak ada yang berani duduk. Mereka mendengar kalimat, “Jesus is King of kings and Lord of lords” (Yesus adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuan). Tuhan menyuruh Raja George II pindah dari Jerman ke Inggris. Dan kita juga perlu menyadari mengapa Tuhan memindahkan Einstein ke Amerika Serikat, atau Stephen Tong dari Tiongkok ke Indonesia. Stephen Tong lahir di Tiongkok, tetapi harus pindah ke Indonesia. Semua ini pimpinan Tuhan dan demi Injil. Jika Stephen Tong di Tiongkok, ia akan menjadi pembela Mao Zedong dan akan mati di sana. Tetapi Tuhan memindahkannya ke Indonesia menjadi berkat bagi jutaan orang. Demikian
pula Handel pindah dari Jerman ke Inggris. Orang Jerman adalah orang yang sombong, biasanya tidak mau pindah ke Inggris dan menganggap Inggris tidak sebaik Jerman. Tetapi Tuhan memindahkan Handel. Beethoven dipindahkan dari Jerman ke Wina (Austria), Mozart pindah dari Salzburg ke Wina, Haydn dari Graz ke Wina, karena Wina adalah kota besar. Ini perbedaan orang Eropa dan orang Asia. Orang Asia hanya mencari di mana ada kesempatan untuk bisa mendapatkan uang lebih banyak, sehingga pindah untuk mengadu nasib mencari uang. Tetapi orang Eropa mencari kebenaran, mencari musik, mencari kebudayaan, dan mencari nilai. Ketika Tuhan memindahkan orang, ada rencananya Tuhan. Seorang dari sini ke sana, orang lain dari sana harus ke sini, dan seterusnya. Meskipun engkau lahir di satu tempat, Tuhan bisa memindahkan engkau ke tempat lain. Tuhan memindahkan satu orang ke tempat lain agar Injil bisa lebih dikabarkan. Pemindahan ini harus terjadi karena ada rencana Tuhan. Jika Handel tidak pindah ke Inggris, lagu Hallelujah Chorus tidak dinyanyikan pertama kali di Inggris,
tetapi di Jerman. Dan jika dipertunjukkan di Jerman, Jerman saat itu bukanlah negara terbesar. Saat itu Inggris adalah kerajaan terbesar dan pusat dunia. Kalimat “Jesus is the King of kings and the Lord of lords” harus dinyanyikan di negara paling besar di dunia. Setelah Yesus ditinggikan, seluruh dunia tahu bahwa Yesus sesungguhnya Raja di atas segala raja, dan sesungguhnya Tuhan di atas segala tuan.

Tahun 1743, ketika Oratorio Messiah pertama kali dinyanyikan di Inggris, negara terbesar masa itu, raja Inggris berdiri, membuktikan dia raja lebih kecil dan Yesuslah Raja lebih besar. Ketika Raja George II mendengar Hallelujah, King of kings, and Lord of lords, ia berdiri untuk menyatakan, “Saya hanyalah raja Inggris, tetapi Yesus adalah Raja di atas segala raja.” Ini semua terjadi karena pimpinan Tuhan. Jika mau menelusuri sejarah, melihat alam semesta, mendengar suara hati nurani, engkau tidak bisa tidak percaya Allah ada.

Ada satu buku yang ditulis oleh pujangga dari Tiongkok yang menuliskan, “Jika seseorang yang pandai sekali pergi ke gunung, ke lembah, ke laut, pergi ke seluruh dunia, dan melihat keindahan alam semesta,
melihat setiap tangkai bunga, pohon besar, dan segala binatang yang dicipta; setelah melihat keindahan seluruh alam semesta, lalu dia pulang ke rumah dan mengatakan tidak ada Allah, saya tidak tahu apa yang terjadi di hati orang yang menyangkal Tuhan ini. Jika sudah melihat semua keajaiban, masih percaya tidak ada Allah, pasti ada masalah di hatinya.” Saya setuju kalimat tersebut. Alam semesta membuktikan empat hal akan adanya Tuhan: 1) kuasa-Nya, 2) rencana- Nya, 3) kebijaksanaan-Nya, dan 4) kekekalan Ilahi-Nya. Allah yang merencanakan, Allah yang berbijaksana, berkuasa, dan Allah yang abadi, menciptakan alam semesta.

Mengapa engkau tidak percaya ada Allah? Mengapa engkau menganggap alam semesta tidak bersaksi? Mengapa engkau tidak percaya ada suara di dalam hati yang berkata kepadamu, “Tuhan ada”? Semua ini terjadi karena engkau menindas kebenaran. Bahaya sekali manusia yang menindas kebenaran yang diberikan Tuhan sebagai bibit iman yang ditanam di dalam hatinya. Kamu bisa melahirkan anak tetapi tidak bisa menciptakan hidup. Semua penjelasan hanya menjadi mungkin jika ada dasar Tuhan yang menciptakan segala sesuatu. Daud mengatakan, “Aku kagum tidak habishabis, bagaimana aku dicipta, bagaimana aku ditenun di dalam rahim ibuku, bagaimana tulang-tulangku sambung-menyambung; ini
hal yang sangat mengejutkan saya, ini hal yang begitu ajaib dan begitu menakjubkan.” Ini semua adalah keajaiban Tuhan. Bagaimana terjadinya semua ini? Mengapa manusia itu manusia? Mengapa kucing itu kucing? Mengapa kucing tidak bisa melahirkan manusia? Setelah engkau melihat keagungan dan keajaiban dari segala ciptaan, engkau perlu mendengar, memiliki keinginan untuk menyediakan hatimu untuk mengerti yang lebih lagi. Barang siapa yang tidak menekan, tidak menindas kebenaran sebagai bibit iman yang ada dalam hatinya, dia akan masuk ke dalam tahap kedua, mulai menyediakan telinga
untuk firman Tuhan.

Berbahagialah orang yang sudah melihat keajaiban Tuhan lalu berkata, “Saya siap mendengarkan firman Tuhan lebih lagi.” Orang yang ingin mendengar firman Tuhan, hidupnya pasti berbeda. Jika seseorang sudah mendengar firman Tuhan, akan mulai timbul bibit yang lain, yaitu bibit iman percaya, karena iman datang dari pendengaran. Ketika Yesus tahu ada seorang pelacur yang perlu Tuhan, Ia datang sendiri ke pelacur tersebut, duduk di pinggir perigi, dan menunggu pelacur itu datang. Ketika ia datang, Yesus merendahkan diri dengan berkata, “Bolehkah Aku minta air?” Selama Ia minta air, Ia tidak diberi air. Sampai pasal itu selesai, Yesus tidak minum. Bukankah Yesus perlu air? Sebenarnya bukan Yesus yang perlu dia, tetapi dia yang perlu Yesus. Tetapi Yesus rendah hati, memberi kesempatan pelacur itu melayani. “Bolehkah memberi Aku air?” Ketika Yesus minta air, pelacur itu mengatakan, “Mengapa Engkau orang Yahudi minta air di sini?” Karena orang Yahudi dan orang Samaria tidak berhubungan, mereka saling tidak menyapa. Yesus menjawab, “Jika kamu tahu Siapa yang bicara denganmu ini, kamu akan minta air dari Dia.” Barulah Yesus dengan terbuka mengatakan, “Bukan Aku perlu kamu, tetapi kamu yang perlu Aku.” Kalimat pertama, “Bolehkah Aku minta air?” membuat perempuan Samaria bertanya-tanya, karena masa itu lelaki dan perempuan tidak boleh sembarangan berbicara di tempat umum. Jika Yesus mencari perempuan itu, lalu tidak ada kalimat, “Aku minta air,” orang akan mengira bahwa Yesus juga mau berzinah dengan dia, dan itu akan menimbulkan salah sangka yang besar. Pelacur ini dihina oleh seluruh kota tetapi Yesus tidak menghina dia. Semua ini tertulis dalam Kitab Suci yang ajaib. Jika engkau mendengar firman Tuhan baik-baik, pasti firman Tuhan membuat engkau beriman. Tuhan ingin imanmu bertumbuh. Dengarlah firman dengan kerelaan. Sekali mendengar firman yang benar dan bersedia menerimanya, jiwamu mulai berubah, hati mulai dikuduskan, dan imanmu mulai ditumbuhkan, dari bibit iman menjadi iman anugerah, menjadi iman yang dikuduskan, menjadi iman yang menerima keselamatan dari Tuhan Yesus. Tuhan memberkati kita.

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 7): Doktrin Iman

Manusia yang tidak percaya kepada Tuhan harus mengampuni, menoleransi, dan membela diri sendiri. Mereka berpikir karena Tuhan tidak memberi mereka iman, maka mereka tidak bisa percaya kepada Tuhan. Bukankah Tuhan itu berdaulat dan memilih? Jika iman berasal dari Tuhan dan Tuhan tidak memberikan iman, saya tidak bisa percaya kepada-Nya, dan dengan demikian saya tidak bersalah. Orang-orang seperti ini segera akan menyalahkan Tuhan. Alasan ini setengah bohong, karena ada yang ditekan di dalam jiwanya.

Allah telah menanam iman dasar sebagai benih pertama, sebagai anugerah umum kepada setiap manusia. Iman dasar ini Tuhan tanamkan ketika seseorang lahir di dunia. Dua hal yang kelihatan yang berasal dari Tuhan: pertama, harus mempunyai iman, percaya bahwa Allah ada; kedua, harus mempunyai hasrat untuk mencari Dia, dan percaya Dia memberi anugerah. Di dalam Mazmur 14, Mazmur 50, dan Roma 3 dituliskan bahwa Allah melihat apakah ada yang mencari Dia, dan tidak ada satu pun yang mencari Allah. Jika saya tidak bisa mencari Tuhan, mengapa Tuhan menyuruh manusia untuk mencari Dia? Jika engkau tidak menekan benih yang menjadi iman dasar di dalam hatimu, engkau tidak mungkin tidak mencari Dia. Karena ditekan maka semua hancur. Jika dasar atau fondasi hancur, seluruh rumah akan roboh.

Jika iman dasar yang Tuhan tanamkan di dalam sanubarinya ditekan, semua kecelakaan akan tiba. Allah akan murka kepada orang yang menekan kebenaran di dalam hatinya, karena segala sesuatu dalam alam semesta menyatakan keberadaan Allah, sehingga dia tidak bisa berdalih. Jika iman dasar itu sudah ditekan, ia akan lenyap dan iman selanjutnya tidak mungkin ada, dan Tuhan akan membiarkan orang itu binasa. Satu-satunya tugas kita adalah jangan menekan suara hati nurani dan kebenaran sebagai iman dasar yang ditanam di hati kita. Jika iman dasar itu tidak ditekan, engkau akan mendengar suara Tuhan mencapai hatimu.

Jika firman Tuhan sudah diwahyukan sementara engkau tetap menutup telinga, kecelakaanmu tidak habis-habis. Orang yang paling celaka adalah orang yang menekan kebenaran di dalam hatinya. Jika engkau menekan kebenaran dasar yang ditanam dalam hatimu, seluruh hidup akan menjadi tragedi, sedemikian menakutkan dan mengerikan. Orang yang menutup telinga adalah orang yang membutakan dan menulikan dirinya sendiri.

Iman selanjutnya akan tiba setelah kita tidak menekan dan tidak menutup telinga, sehingga Tuhan akan mulai bekerja. Iman datang dari firman; firman mengandung benih iman. Jadi kita melihat beberapa isu: pertama, pemikiran bahwa seseorang tidak bisa percaya karena Tuhan tidak memberinya iman adalah pikiran yang salah karena sesungguhnya dia menekannya; kedua, iman Kristen itu tidak masuk akal; ketiga, seseorang merasa tidak bisa percaya karena belum mengalami; keempat, dia tidak bisa percaya karena tidak ada bukti.

Jika orang berdosa mencela Tuhan dengan empat presuposisi yang salah di atas ini, orang Kristen sering kali minder. Orang Kristen sering kali panik karena merasa tidak bisa memperlihatkan Tuhan dan
tidak bisa membuktikan keberadaan Tuhan, sehingga orang jadi tidak bisa percaya. Ia mulai percaya bahwa karena ia tidak bisa menjelaskan secara logis untuk orang itu bisa menerimanya, maka tentulah orang itu tidak bisa percaya. Atau ada yang berpikir, “Wah celaka, saya tidak bisa mengakibatkan dia mengalami Tuhan, sehingga wajar kalau dia tidak bisa percaya.” Atau, “Saya tidak bisa membuktikan keberadaan Tuhan, karena saya kalah pandai dengan dia, sehingga dia tidak bisa percaya kepada Tuhan.” Banyak orang yang sekolah setengah tinggi sudah menganggap diri sangat tinggi. Banyak orang sudah memperkembangkan otaknya dan menganggap diri paling pandai, lalu mereka menganggap Allah pun tidak bisa meyakinkan mereka dan tidak mungkin menaklukkan otak mereka.

Benarkah orang yang tidak melihat akanmakin tidak percaya? Tidak benar! Alkitab mengajarkan urutan yang terbalik. Jika engkau tidak beriman, engkau tidak bisa melihat, karena melihat bukan dasar untuk beriman, tetapi melihat adalah hasil dari iman. Jika iman sudah ada, roh dapat melihat yang tidak dilihat orang lain. Engkau melihat kemungkinan, maka engkau adalah orang beriman. Engkau bisa melihat sesuatu yang mungkin, engkau bisa melihat sesuatu di masa yang akan datang, dan engkau bisa melihat masa depan begitu cerah, maka engkau hidup di sana, bekerja di sana, dan engkau berjuang di sana, sehingga engkau menjadi seorang yang sukses.

Orang sukses bukanlah orang yang sudah melihat baru percaya, tetapi sebaliknya, orang yang agung jiwanya, yang di dalam kesulitan masih dapat melihat kemungkinan, di dalam larangan dapat melihat potensi, dan di dalam musuh melihat kemenangan, karena kemenangan datang dari perjuangan, bukan ditunggu dengan santai. Tanah Israel yang diberikan Tuhan kepada orang Israel adalah tanah orang Kanaan yang besar dan gagah, sehingga di antara dua belas orang yang mengintai, sepuluh pengintai mengatakan tidak mungkin mendapatkan tanah itu karena mereka terlalu berkuasa dan terlalu kuat. Tetapi ada dua pengintai yang mengatakan bahwa meskipun mereka perkasa, kita tidak takut karena Tuhan menyertai. Inilah dua orang yang melihat kemungkinan. Orang yang beriman berbeda dari orang yang tidak beriman; yang satu positif dan yang lainnya negatif. Ada perbedaan pandangan antara orang yang optimistis dan pesimistis. Seorang yang haus dan ingin minum menemukan separuh gelas air. Seorang optimis mengatakan, “Tidak apa-apa hanya separuh, cukup untuk membuat saya tidak haus lagi.” Tetapi seorang pesimis mengatakan, “Wah, airnya mengapa hanya separuh? Siapa yang meminum separuhnya? Apakah dia mengidap kanker atau penyakit menular? Sebaiknya saya tidak minum karena hanya separuh.” Orang yang optimistis melihat separuh yang ada, sementara orang yang pesimistis melihat separuh yang kosong. Lalu orang yang optimistis itu meminumnya dan mendatangkan faedah bagi dia, sehingga potensi itu menghentikan kehausannya.

Setiap orang mempunyai dua sisi kemungkinan: positif dan negatif, optimistis dan pesimistis. Orang beriman melihat kemungkinan, segala yang tidak mungkin menjadi mungkin. Jangan pesimistis, jangan negatif, jangan susah. Harus melihat kemungkinan untuk digarap. Jika diberi kekuatan, potensi, bakat, semua itu tidak boleh dikuburkan, tetapi harus dinyatakan dan harus dilaksanakan

Seorang filsuf besar pernah bercerita, ketika masih kecil ia pernah diberi boneka yang bagus sekali, sehingga ia begitu senang. Tetapi satu hari, karena tidak berhati-hati, bonekanya jatuh dan kepalanya berlubang. Ia menangis keras sekali. Ayahnya bertanya mengapa ia menangis, dan ia menjelaskan bahwa bonekanya pecah, dan ia mau mati saja. Ayahnya marah, bagaimana hidup menjadi tidak berarti karena boneka pecah sehingga mau mati. Ayahnya bilang, “Hari ini bukan hari menangis, hari ini adalah hari menempel kepala boneka supaya kembali baik.” Anak itu sambil menangis mengatakan tidak mau. Tetapi ayahnya menegaskan kalimat yang sama, “Hari ini bukan hari menangis, hari ini hari memakai tanah, memakai semen, memperbaiki boneka itu sampai pulih lagi.” Anak itu disuruh ikut perkataan ayahnya berulang kali, akhirnya anak itu mau menurut. Dia pergi mencari semen, tanah, lalu memperbaiki bonekanya. Setelah kembali dicat lagi, boneka itu kembali seperti sedia kala, dan ia membawa boneka itu ke ayahnya. Andai dia tidak mau, ia mengalami celaka. Ia bisa melihat kemungkinan yang lebih baik, tidak perlu kecewa, tidak perlu bunuh diri, tidak menipu diri, melainkan harus berdiri tegak, berani maju, karena melihat kemungkinan.

Melihat semua kemungkinan, melihat segala sesuatu secara optimistis, melihat segala sesuatu dengan iman, di mana iman itu sendiri merupakan benih rohani. Iman adalah penglihatan dalam roh, ketika rohmu melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh orang lain. Satu kali seorang anak kecil bermain layangan. Awan gelap menutup layangannya. Tali layangan itu terasa berat ketika ditarik. Orang lain mengatakan, “Angin terlalu besar, sudah kabur layangannya.” Anak ini mengatakan, “Layanganku masih ada, aku merasakan beratnya.” Tidak terlihat mata tidak masalah, tetapi hati melihat. Inilah iman! Iman adalah penglihatan dalam roh. Jika rohmu tidak buta, tidak usah takut mata tidak melihat. Berapa besar angin, berapa tebal awan, berapa kaburnya penglihatan, engkau tidak dapat melihat, tetapi engkau
dapat merasakannya. Orang beriman bagaikan tangan saya yang kelihatan sedang dipegang oleh tangan Tuhan yang tidak kelihatan, dan saya merasakan Dia sedang memegang tangan saya, dan Dia sedang memimpin saya.

Iman adalah hal yang engkau bisa lihat yang tidak dapat dilihat oleh orang yang tidak beriman. Iman adalah bagaimana engkau melihat hal-hal tentang Allah yang tidak dilihat oleh orang lain. Orang lain tidak dapat melihat, engkau dapat melihat; orang lain tidak dapat merasakan, engkau dapat merasakan. Iman adalah penglihatan yang terjadi di dalam hal rohani.

"Iman adalah hal yang engkau bisa lihat yang tidak dapat dilihat oleh orang yang tidak beriman. Iman adalah bagaimana engkau melihat hal-hal tentang Allah yang tidak dilihat oleh orang lain. Orang lain tidak dapat melihat, engkau dapat melihat; orang lain tidak dapat merasakan, engkau dapat merasakan. Iman adalah penglihatan yang terjadi di dalam hal rohani."

Di dalam 2 Korintus 4:4, Paulus berkata, “Orang yang tidak beriman hatinya sudah dibutakan oleh raja dunia.” Siapakah raja dunia ini? Setan. Siapa Tuhan dunia ini? Kristus. Siapa Tuhan langit dan bumi? Allah. Siapakah ilah dunia ini? Iblis. Alkitab memakai istilah yang sangat teliti. Raja atau penguasa dunia sementara adalah Iblis maka ia disebut raja dunia. Orang yang dibutakan hatinya, penglihatan rohaninya sudah dibutakan, orang itu tidak beriman. Paulus mengatakan bahwa iman adalah penglihatan di dalam hati. Kamu berjalan melalui iman, bukan melalui pandangan mata. Jika kita tidak dapat melihat secara rohani, seberapa pun besar mata kita, itu akan sia-sia. Banyak orang yang matanya
besar tetapi hatinya tidak melihat apa-apa. Tetapi ada orang yang matanya buta tetapi hatinya melihat rencana Tuhan dengan jelas

Helen Keller adalah sebuah contoh yang luar biasa. Ia seorang yang buta dan tuli, dan menurut psikologi kedua jendela jiwanya sudah tertutup, tidak ada kemungkinan untuk berhubungan dengan dunia luar. Karena suara lewat telinga dan pandangan lewat mata. Jika mata buta dan telinga tuli, manusia tidak dapat lagi mendekati dunia di luar dirinya. Tetapi orang buta yang jiwanya tidak buta lebih bahagia daripada orang yang bermata besar tetapi jiwanya buta. Orang yang tidak tuli hatinya lebih berbahagia daripada orang yang tidak tuli telinganya. Telingamu mendengar apa pun, tetapi tidak bisa memilih dengan baik, karena dalam jiwamu tidak ada seleksi, sehingga akhirnya engkau celaka.

Musik yang agung justru ditulis oleh orangorang yang tuli. Symphony nomor 5, 6, 7, 8, dan 9 ditulis Ludwig van Beethoven ketika dia sudah tuli. Syair Paradise Lost ditulis oleh John Milton yang buta, penyair terbesar dalam sejarah Inggris dan Persemakmuran. Syair terbaik ditulis oleh orang buta, musik
paling indah ditulis oleh seorang yang tuli, karena manusia bukan bersandarkan materi, seperti hidup tidak hanya bersandar pada roti saja, tetapi bersandarkan pada firman Tuhan.

Melihat dalam jiwa lebih penting daripada melihat dengan mata. Mendengar firman Tuhan dengan telinga dalam hati lebih penting daripada telingamu mendengar gosip yang tidak ada gunanya. Apa yang dilihat dari dalam lebih penting dari apa yang orang lain lihat dari luar. Apa yang saya lihat dipimpin Tuhan, itu lebih penting daripada apa yang mereka lihat dipimpin oleh setan. Mata yang terbuka mungkin menipu engkau, membawa engkau menuju jalan yang serong. Tetapi mata rohani yang
tidak dibutakan Iblis membuat engkau mengerti jalan Tuhan yang terbaik.

Kalimat, “Saya tidak melihat maka saya tidak percaya,” mengandung kebohongan. Manusia tidak pernah melihat listrik tetapi percaya ada listrik. Manusia tidak pernah melihat angin tetapi percaya ada angin. Alkitab mengatakan, “Roh Kudus meniup, sehingga angin dari mana dan ke mana engkau tidak tahu; engkau juga tidak tahu Roh Kudus dari mana bekerjanya.” Tetapi orang yang melihat pekerjaan Roh Kudus mengetahui apa artinya mempunyai pengertian arah. Roh Kudus akan membawa ke mana ia melihat.

Iman adalah penglihatan rohani, visi rohani. Ketika hatimu melihat arah pimpinan Roh Kudus, meskipun mata tidak melihat, tidak masalah, karena yang menentukan beriman bukan penglihatan, tetapi iman yang menentukan penglihatan. Jika sudah percaya, barulah engkau melihat. Inilah ajaran Alkitab. Tuhan Yesus bertutur kepada Marta, “Marta, Marta, jikalau engkau beriman, engkau akan melihat kemuliaan Allah. Engkau akan melihat Lazarus bangkit.” Tuhan menentukan urutannya: iman dahulu baru melihat, bukan melihat dahulu baru beriman.

Banyak orang berdosa melawan Tuhan. Jika tidak melihat Tuhan, ia tidak mau percaya. Tuhan mengatakan, “Silakan mau mengeraskan hati, engkau akan binasa sendiri, karena engkau mau melawan
urutan-Ku.” Beriman dahulu baru akan melihat kemuliaan Tuhan. Tetapi engkau berkata, “Beri saya melihat dahulu, baru saya mau percaya. Beri kanker saya sembuh dahulu, baru mau percaya. Beri yang mati bangkit dahulu, baru mau percaya.” Kalimat ini bukan saja salah, tetapi sangat bodoh. Alkitab juga membuktikan bahwa orang Yahudi yang melihat Lazarus mati dan bangkit tetap tidak beriman. Bukan saja mereka tidak jadi beriman, mereka malah berencana untuk membunuh Tuhan Yesus.

Urutan Tuhan berbeda dengan urutan manusia. Prinsip sorga berbeda dari prinsip manusia. Akibat dari melihat dengan akibat dari iman tidak boleh dibalik. Tuhan berkata, “Iman dahulu lalu engkau akan melihat kemuliaan Allah.” Orang berdosa berkata, “Lihat dahulu kemuliaan Allah, baru saya beriman.” Ada dua Lazarus dalam Alkitab. Satu Lazarus yang diharapkan bangkit tetapi tidak bangkit, yang dimohon oleh orang kaya kepada Abraham. Orang kaya ingin Lazarus bangkit lalu ke rumah saudara-saudaranya, dengan pemikiran pakai Lazarus yang sudah mati dan bangkit, nanti pasti mereka akan percaya. Abraham mengatakan, “Tidak, mereka mempunyai buku Musa tetapi tetap tidak mau percaya,
maka meskipun ada orang mati yang bangkit dan menyatakan diri kepada mereka, mereka tetap tidak akan percaya.” Tuhan tetap pada prinsip-Nya dan tidak bisa kompromi. Tetapi Lazarus yang satu lagi betul-betul bangkit. Tidak ada mujizat yang lebih besar daripada membangkitkan orang yang sudah mati empat hari. Orang mati, di hari pertama tubuhnya masih baik, hari kedua sudah mulai membusuk, hari ketiga semua kulitnya sudah pecah dan dagingnya hancur, dan hari keempat sudah keluar ulat dan tidak mungkin dibangkitkan. Sengaja Tuhan Yesus datang di hari keempat karena Tuhan tahu itu mustahil. Tuhan Yesus sengaja menunggu empat hari. Lalu Yesus berkata, “Hai Lazarus, keluarlah.” Alkitab mengatakan orang mati itu keluar. Alkitab tidak menulis: Yesus mengatakan, “Orang mati keluar,” lalu Lazarus keluar. Andrew Gih mengatakan bahwa Yesus tidak boleh membalikkan kedua kalimat itu. Jika Yesus berkata, “Lazarus keluar,” yang keluar hanya satu orang yaitu Lazarus. Tetapi jika Yesus berkata, “Orang mati keluar,” semua orang mati akan keluar. Di sini kita belajar, ketika menyelamatkan, memberikan hidup, itu adalah soal pribadi. Engkau diselamatkan, tidak mungkin saat yang sama ibumu diselamatkan. Tuhan memanggil seorang pribadi demi pribadi, satu per satu diselamatkan, sesudah engkau menginjili orang lain. Ini adalah cara Tuhan.

"Apa yang dilihat dari dalam lebih penting dari apa yang orang lain lihat dari luar. Apa yang saya lihat dipimpin Tuhan, itu lebih penting daripada apa yang mereka lihat dipimpin oleh setan. Mata yang terbuka mungkin menipu engkau, membawa engkau menuju jalan yang serong. Tetapi mata rohani yang tidak dibutakan Iblis membuat engkau mengerti jalan Tuhan yang terbaik."

Setelah melihat dengan mata sendiri kuasa Yesus membangkitkan, apakah percaya? Mereka mengatakan jika Yesus bisa membangkitkan orang mati, celaka, kebudayaan dan agama Yahudi bisa hancur. “Orang yang percaya agama saya bisa percaya kepada Yesus, maka Yesus harus mati.” Banyak orang mau orang Kristen mati karena iman Kristen akan mematikan agama mereka. Seorang theolog mengatakan, “Jika mereka tidak memusnahkan Yesus, Yesus akan memusnahkan kebudayaan mereka. Demi untuk memelihara kebudayaan mereka agar tetap ada, maka Yesus harus mati.” Mereka tidak peduli berapa besar, tidak peduli berapa berkuasa, tidak peduli apa mujizat yang Yesus lakukan, tidak peduli apa yang sudah mereka lihat, pokoknya Yesus harus mati. Jadi kalimat, “Jikalau saya sudah melihat, saya akan percaya,” adalah sebuah kebohongan dan penipuan

Alkitab menelanjangi dan membongkar semua penipuan dan tipu muslihat manusia. Allah begitu dahsyat, seperti sinar X-ray yang menyoroti sampai ke dalam semua kepalsuan, tipu muslihat, kepura-puraan, dan kemunafikan manusia. Banyak orang pergi ke gereja hanya untuk mendengar musik yang ribut, yang menyenangkan kedagingan, tetapi di gereja saya tidak. Engkau mendengar musik yang bermutu, mendengar khotbah yang benar, dan mendengar theologi yang sesuai dengan Alkitab. Segala sesuatu di dalam dirimu yang tidak beres harus dibereskan, semua yang miring harus diluruskan, dan semua yang menyeleweng harus dikembalikan. Manusia sejati, jujur, dan tidak munafik hidup di hadapan Tuhan.

Orang Israel setelah melihat Lazarus bangkit dari kematian, mereka bukannya percaya, malah memutuskan untuk membunuh Yesus (Yoh. 11). Karena itu, ketika mengabarkan Injil, berapologetika, jangan engkau berpikir bahwa engkau perlu terima alasan mereka. “Aku tidak melihat maka tidak percaya,” itu kalimat yang tidak masuk akal dan tidak bisa dipercaya. Tidak mengalami maka tidak beriman, itu semua alasan untuk menipu Tuhan, untuk menutupi dosa, dan untuk menyembunyikan diri dari panggilan Tuhan.

Tuhan begitu keras terhadap orang berdosa. Tuhan tidak takut sorga akan kosong, tidak ada orang. Tuhan tetap memegang prinsip, “Engkau harus datang dengan jujur. Jika tidak, enyahlah engkau.” Maka engkau harus beriman dahulu. Iman adalah pegangan kepada hal yang tidak dilihat (Ibrani 11:1). Orang beriman memegang sesuatu yang belum ada, tetapi dia sudah melihatnya, karena iman adalah penglihatan rohani dan bukti dari yang diharapkan. Yang diharapkan belum datang, tetapi bukti ada di sini. Iman adalah bukti dari apa yang engkau harapkan dan iman adalah kepastian dari yang engkau lihat. Yang belum dilihat oleh mata tetapi sudah dilihat dengan iman, engkau pegang itu dengan teguh; walaupun belum datang tetap engkau harapkan, bukti sudah ada di depan. Alkitab mengatakan bahwa iman mendahului penglihatan. Iman lebih dari pikiran. Iman mendahului pengalaman. Iman mendahului bukti. Prinsip-prinsip seperti ini tidak ada dalam buku lain selain Alkitab.

Kitab Ibrani paling jelas menuliskan hal ini. Di dalam Ibrani 11:1-2, firman Tuhan lebih tinggi dari teori Einstein atau buku Mao Zedong. Mereka bisa mati, teori mereka bisa ditolak, tetapi firman Tuhan kekal
selama-lamanya. Firaun mengalami kuasa Tuhan melihat sepuluh tulah, tetapi tetap tidak mau taat dan tetap mengejar orang Israel sampai ke tepi Laut Kolsom. Ia begitu kejam. Jika terus dikejar, orang Israel akan mati tenggelam dalam laut. Tetapi Tuhan mendengar mereka bersungut-sungut dan memerintahkan Musa mengatakan, “Engkau mendengar suara militer, suara deru pasukan Firaun dengan ribuan tentara, dengan segala pedang, pisau, panah, dan senjata yang begitu banyak, suara mereka begitu menakutkan. Tetapi dengarlah hai Israel, suara yang kaudengar hari ini adalah untuk terakhir kali. Tidak akan pernah engkau dengar lagi. Dengar, tetapi jangan takut, Tuhan adalah Tuhan yang memberikan iman kepada manusia.”

Mereka melihat ketidakmungkinan menjadi kemungkinan, melihat yang mustahil menjadi hak dan kuasa Tuhan untuk memberikan anugerah kepada mereka. Hari itu orang Mesir mati semua ditelan oleh Laut Kolsom, tetapi orang Israel tidak. Mereka melewati laut yang kering, Tuhan melakukan mujizat, angin bertiup sampai semua kering, sampai tanah di bawah laut itu bisa menjadi jalan yang bisa dilewati oleh sekitar dua juta manusia. Inilah iman. Tuhan menyatakan kebesaran-Nya.

Menjadi orang Kristen memang tidak mudah dan terkadang tidak enak. Apakah Anda selalu sehat? Mungkin tidak. Ada orang Kristen yang sakit kanker, ada majelis yang sakit paru-paru, ada yang sakit ini dan sakit itu. Di dunia ini, tidak ada satu hari pun kita dijamin seratus persen enak, lancar, sehat, kuat, dan kaya, tetapi kita tidak takut, karena kita melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Iman menjadi pegangan dari hal yang tidak dilihat, menjadi bukti dari hal yang diharapkan. Iman menciptakan kemuliaan Tuhan yang kita lihat. Iman menciptakan hari depan karena semua potensi tersimpan dalam iman. Dan iman melampaui semua; semua yang kita alami di dalam tubuh, iman melampaui tubuh. Iman adalah sesuatu yang terjadi pada roh yang melihat yang tidak dilihat orang lain; yang memegang yang tidak mungkin dipegang oleh orang lain; dan yang mempunyai bukti yang tidak ada bukti bagi orang lain. Semua ini ditulis di dalam Kitab Ibrani. Abraham adalah bapa orang beriman. Dengan iman, dia melihat yang tidak dilihat orang lain. Jika engkau anak orang beriman seperti Abraham, seharusnya engkau belajar melihat yang tidak dilihat orang lain

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 8): Doktrin Iman

Tanpa iman, tidak ada seorang pun yang diperkenan Allah. Barang siapa datang kepada Allah, ia harus percaya Allah ada. Pada saat seseorang belum pernah mendengar dan belum mengetahui firman, bagaimana ia bisa mempunyai iman, karena Alkitab mengatakan iman datang dari pendengaran. Tetapi di lain pihak, Allah menuntut manusia untuk datang dan percaya kepada-Nya. Tuhan berkata, “Aku ada dan memberkati orang yang mencari-Ku, dan Aku akan memberikan berkat besar.” Percaya akan keberadaan Allah dan percaya akan anugerah Allah ketika engkau mencari Dia. Dua tuntutan ini terlihat seperti tidak masuk akal, karena Allah mengatakan tidak ada orang yang mencari Dia, dan tidak ada orang yang dapat beriman kepada-Nya. Jika iman berasal dari Tuhan dan Tuhan belum memberi iman, mengapa menuntut orang harus percaya kepada Tuhan?

Tuhan memberikan iman dasar kepada setiap orang, tetapi manusia menekannya, menindas kebenaran itu di dalam hatinya. Iman diberikan melalui alam semesta yang dicipta dan suara hati nurani yang bersaksi, dan kita tahu Allah ada. Melalui bintang, sawah, gunung, dan segala ciptaan Allah yang begitu jelas, kita mengetahui keajaiban, kuasa, kebijaksanaan, dan rencana penciptaan Tuhan, sehingga tidak ada seorang pun yang dapat berdalih, dan tidak ada yang berhak menyangkal keberadaan Tuhan. Ini adalah iman yang pertama.

Jika engkau sudah melihat dan menindasnya, iman itu hilang. Jadi jangan mengatakan bahwa Tuhan tidak memberikan iman. Tuhan sudah memberikan iman sebagai kebenaran dasar di dalam hati. Ada kesaksian dari luar, yaitu penciptaan, dan kesaksian dari dalam, yaitu intuisi. Selain tidak menindas iman dasar, manusia juga harus rela dan menyediakan diri dengan rendah hati mau mendengarkan firman. Ketika seseorang rendah hati, ketika ia sudah siap, ketika orang itu mau mendengarkan firman Tuhan, maka Tuhan akan bekerja lebih jauh dan lebih banyak di dalam kehidupan dan hatinya. Alkitab berkata, “Berbahagialah orang yang taat, rendah hati, dan rela mendengar firman.” Tuhan Yesus memuji Maria karena mendengar firman. Engkau membutuhkan iman jenis kedua ini untuk menuju ke iman jenis yang ketiga.

Kita telah membicarakan iman dasar yang diberikan kepada manusia. Manusia selalu menolaknya dengan empat presuposisi yang salah:
Saya tidak pernah melihat Tuhan, bagaimana bisa percaya kepada Dia?
Tidak masuk akal, maka tidak percaya Tuhan ada.
Belum mengalami, belum melewati proses mengetahui bagaimana anugerah Tuhan terlaksana dalam hidup saya, maka saya tidak bisa percaya.
Jika tidak ada bukti, tidak bisa percaya Tuhan.

Alkitab dua ribu tahun yang lalu telah memberikan perlawanan terhadap keempat presuposisi ini dengan cara Tuhan yang berbeda dari cara pikir manusia.

Pertama, urutan Alkitab adalah percaya dahulu baru melihat. Kalimat ini diucapkan Tuhan kepada Marta ketika Lazarus meninggal dan sudah dikuburkan empat hari. Tuhan berkata kepada Marta, “Kalau engkau percaya, engkau akan melihat kemuliaan Allah.” Engkau mengatakan, melihat dahulu baru percaya, dan Alkitab menyatakan bahwa itu adalah cara yang salah. Engkau harus percaya terlebih dahulu, baru bisa melihat. Urutan ini terlihat aneh, tetapi inilah urutan yang dicatat dalam Alkitab. Alkitab sangat berbeda dari pikiran manusia berdosa. Alkitab begitu ajaib, sangat berbeda secara kualitatif dari pemikiran manusia. Manusia diciptakan untuk percaya dan beriman dahulu kepada Tuhan, bukan melihat dahulu. Manusia diciptakan untuk bersandar pada Tuhan, bukan mencari bukti dahulu. Prinsip ini dilawan oleh manusia. Manusia tidak mau mengerti, lalu mempertahankan pikirannya yang salah, dan menggunakannya untuk melawan Tuhan. Allah tidak mau menyatakan kebesaran, anugerah, dan rencana-Nya kepada mereka yang tidak mau percaya kepada-Nya. Allah menutup rahasia-Nya, tidak mewahyukannya kepada orang-orang yang kaku dan tertutup imannya. Jika engkau membuka hatimu, rela taat, dan mau beriman kepada Tuhan, Tuhan akan mewahyukan diri kepadamu. Hal itu dikarenakan iman mendahului penglihatan. Kitab Ibrani menjadi pedoman, menjadi kitab yang sangat fundamental untuk mengerti iman. Saya sudah mengkhotbahkan Kitab Roma dan Ibrani untuk meneguhkan fondasi gereja. Mengkhotbahkan Injil Yohanes sebagai dasar Injil, dan mengkhotbahkan Kitab Efesus sebagai dasar doktrin gereja. Empat kitab ini menjadi fondasi bagi Gerakan Reformed Injili di Indonesia. Jika engkau beriman, engkau akan melihat, mengerti, mengalami, dan mendapatkan bukti. Maka, pertama-tama janganlah engkau menindas kebenaran di dalam hati ketika menyaksikan Tuhan yang agung. Jangan menindas kebenaran yang ditunjukkan alam semesta yang merupakan ciptaan Tuhan yang membuktikan kebesaran Tuhan. Tuhan telah menyatakan diri melalui alam semesta yang dicipta dan hati nurani yang bersuara kepada kita. Setelah dua konfirmasi ini diterima, engkau telah beriman. Tetapi iman ini tidak menyelamatkan, melainkan adalah iman dasar akan keberadaan dan anugerah yang dinyatakan kepada setiap orang yang mencari Tuhan.

Alkitab mengatakan bahwa engkau mengerti Allah ada dan ini tidak memerlukan bukti, karena hal itu sudah Tuhan tanamkan di dalam dunia dan hatimu. Tuhan sudah menyaksikan hal itu. Jika engkau mempunyai iman dasar seperti ini, engkau tetap belum Kristen. Orang yang memiliki iman dasar seperti ini termasuk juga orang-orang di luar Kristen. Orang-orang penganut Konfusianisme, Zoroasterisme, Shamanisme, Shintoisme, dan lain-lain, secara dasar tahu Allah ada dan juga tahu Dia memberikan anugerah kepada manusia, tetapi mereka belum cukup dengan itu, mereka perlu maju lagi.

Kini, kita akan maju dan masuk ke dalam natur kedua dari iman. Ini adalah kategori kedua dari iman. Kategori iman dan sifat iman yang kedua ini bukanlah iman yang hanya percaya Allah ada dan memberi anugerah. Iman kategori kedua ini adalah iman yang datang kepada Tuhan, langsung mendapat berkat dan keselamatan yang dijanjikan. Iman yang pertama adalah iman primitif dan mendasar, berkenaan dengan adanya Allah. Sementara iman kategori kedua adalah iman untuk percaya dan menerima keselamatan-Nya. Menerima keselamatan dan anugerah Tuhan yang menyediakan pengampunan dosa, hidup kekal, hidup baru, hidup suci, hidup yang dibenarkan, disucikan, dan dikuduskan hanya melalui Yesus Kristus. Iman jenis kedua ini adalah iman di dalam Yesus. Iman kategori pertama belum menyangkut dan tidak ada hubungan langsung dengan percaya kepada Yesus Kristus, tetapi iman kategori kedua adalah iman di mana kita harus percaya kepada Yesus Kristus, barulah kita bisa diselamatkan oleh Allah.

Hanya percaya Yesus, percaya Juruselamat, barulah engkau akan diberikan anugerah pengampunan dosa, hidup baru, kesucian dari Roh Kudus, dan kekekalan di dalam hidupmu. Iman jenis kedua ini, di mana seseorang bisa percaya kepada Yesus, hanyalah karena mendengar firman. Alkitab mengatakan bahwa iman datang dari pendengaran dan pendengaran itu oleh firman Yesus (Rm. 10:17). Jika gereja dan para pendeta sungguh-sungguh memberitakan Kristologi yang sejati, setia, dan sesuai Alkitab, engkau mempunyai iman di dalam Kristus. Iman dalam hati nurani, iman mengenal ciptaan Tuhan, belumlah cukup. Itu hanyalah kebenaran yang paling dasar dan jangan ditindas. Selain jangan ditindas, juga bersedia mendengarkan firman Tuhan. Karena itu, cara dan sikap ketika mendengarkan firman Tuhan menentukan apakah berkat Tuhan akan terus bekerja dalam hati. Manusia tidak bergantung pada apa yang ia pikir, manusia tidak bergantung pada apa yang ia rasa, manusia tidak bergantung pada apa yang ia lakukan, manusia tidak bergantung pada apa yang ia rencanakan, dan manusia juga tidak bergantung pada perilakunya. Alkitab memberi satu definisi paling penting, manusia bergantung pada bagaimana ia bereaksi di hadapan Allah. Manusia bukan bergantung pada pikiran, perasaan, rencana, kelakuan, atau kebiasaannya, tetapi manusia bergantung pada bagaimana ia berespons kepada Tuhan.

Bagaimana engkau berespons kepada Allah akan menyatakan personalitasmu dan masa depanmu. Bagaimana engkau bereaksi kepada Allah akan menentukan ke arah mana engkau akan hidup. Orang-orang Reformed adalah mereka yang belajar berespons kepada Allah, berespons kepada firman Allah. Bagaimana engkau berespons, bagaimana engkau bertindak. Ada orang yang mendengar firman Tuhan, terharu sekali, rindu sekali, dan mau mengerti firman Tuhan sungguh-sungguh. Sikap seperti ini membuat ia menjadi orang Kristen yang baik. Ada orang yang mendengar firman Tuhan sambil bergurau, main kuku, lihat sana sini, maka orang demikian kerohaniannya tidak mungkin mendapat pembentukan dari Roh Kudus, karena tidak mendengar dengan baik. Cara engkau mendengar firman sangat-sangat penting.

Siapa guru pertama? Guru pertama adalah Adam dan Hawa. Adam dan Hawa mengalami hubungan erat dengan Tuhan, mendapat wahyu dari Tuhan, dan diberi tahu bahwa mereka akan mati. Ketika mereka sudah mempunyai anak, mereka memberi tahu anaknya, “Ayahmu dahulu makan buah terlarang. Ayahmu tidak mendengar firman Tuhan. Kami mendengar suara Iblis dan tertipu. Sekarang kita semua diusir keluar dan tidak bisa lagi tinggal di taman Eden. Maka engkau semua harus takut kepada Tuhan, harus mencari kehendak Tuhan.” Ketika Adam dan Hawa mengajar, muridnya adalah anak-anaknya sendiri. Kain dan Habel mendengar, tetapi reaksinya berbeda. Ketika Kain memberikan persembahan, ia memberi dengan sembarangan, mengambil hasil tumbuhan dan mempersembahkannya kepada Tuhan. Yang penting saya sudah melakukan tugas, sudah menjalankan tuntutan agama, melunaskan kewajiban sebagai anggota gereja. Tetapi Habel berbeda. Ketika Habel memberikan persembahan, ia memilih anak sulung dombanya lalu disembelih. Hal ini karena Kain mendengarkan khotbah dengan sembarangan, sementara Habel mendengar khotbah dengan sungguh-sungguh dan teliti. Reaksi Habel terhadap firman Tuhan membuat ia menjadi orang Kristen yang beres. Tetapi Kain tidak. Kain tidak peduli Tuhan mau apa dan apa yang berkenan kepada Tuhan. Ia memberi sayur, tumbuh-tumbuhan, menurut dia sudah bagus karena dia sudah mau memberi persembahan.

Dalam Perjanjian Baru, Yohanes Pembaptis menunjuk Yesus dan memperkenalkan-Nya kepada orang-orang yang mendengar dia dengan kalimat, “Lihatlah Anak domba Allah yang akan menebus dosa dunia.” Ketika memperkenalkan Kristus, Yohanes adalah salah seorang yang paling mengerti apa itu Juruselamat, dan siapa Kristus. Yohanes adalah perintis Injil pertama dalam Perjanjian Baru, dan salah satu pemberita firman yang paling tuntas, walau pelayanannya paling singkat, hanya sekitar setengah tahun saja melayani. Setiap kalimat khotbahnya berfokus kepada Injil Kristus.

Bagaimana engkau mendengar firman dan bereaksi kepada firman akan menentukan kerohanianmu seperti apa dan bagaimana akibat dari kepercayaanmu kepada Yesus. Bagaimana kita bereaksi ketika mendengar firman akan menentukan hari depan kita, kerohanian dan iman kita, dan nasib kita di dalam kekekalan. Ini sangat menakutkan. Sejak kecil saya diajar untuk mendengar firman Tuhan baik-baik, dan belajar bereaksi secara serius. Sampai hari ini saya tidak berani main-main sama Tuhan. Ketika Perjamuan Suci, saya mengambil roti dan cawan dengan berdiri, tidak berani duduk, dan mengambil dengan dua tangan, tidak berani satu tangan. Lalu berdoa dengan tenang, dengan iman, dan dengan serius, minta Tuhan siapkan hati supaya layak menerima roti dan cawan yang menyatakan tubuh dan darah Kristus. Dengan sikap seperti ini, setiap kali saya berdiri di atas mimbar, saya berkhotbah dengan serius dan sama sekali tidak main-main. Reaksi serius yang bertanggung jawab sebagai respons kepada Tuhan membuat gereja diberkati Tuhan. Saya berharap tidak ada pendeta di GRII yang main-main. Sikap seperti ini akan memengaruhi seluruh jemaat dan jemaat akan memengaruhi seluruh masyarakat. Gereja menjadi terang dan garam dunia. Tuhan kiranya memimpin gereja ini dan gereja ini boleh menjadi gereja yang “tidak boleh tidak ada” di dalam zaman ini. Orang Kristen dalam gereja ini diharapkan menjadi orang Kristen yang “tidak boleh tidak ada” di dalam negara Indonesia. Indonesia membutuhkan gereja yang serius merespons firman Tuhan. Masyarakat kita membutuhkan sikap seperti ini, di dalam melayani Tuhan, di dalam bersaksi bagi Tuhan, di dalam mempermuliakan nama Tuhan, dan di dalam setiap pelayanan kita.

Maka iman yang pertama adalah iman yang percaya Allah ada dan memberi berkat. Tetapi ini belum cukup, karena iman sedemikian tidak menyelamatkan dan iman seperti itu belum iman di dalam Kristus, melainkan hanya berdasarkan alam semesta dan hati nurani. Gereja kita harus menekankan pentingnya Yesus Kristus lebih dari para malaikat, para nabi, para rasul, bapa gereja, reformator, dan siapa pun juga. Yesus adalah Anak Allah yang berinkarnasi. Jika engkau mendengar tentang Kristus, kematian dan kebangkitan-Nya yang menebus dosa manusia, barulah engkau mengenal Injil. Jika engkau mendengar banyak cerita nabi, rasul, dan lainnya, tetapi tidak mengenal Kristus yang mati dan bangkit bagimu, engkau belum mengenal keselamatan dalam Kristus.

Mengenal Kristus adalah mengenal kekristenan. Kekristenan adalah Kristus. Kristus adalah titik fokus iman Kristen; dan kematian dan kebangkitan Kristus adalah fokus Alkitab; dan itu disebut fokus Injil. Fokus Alkitab adalah Injil; fokus Injil adalah Kristus; dan fokus Kristus ada dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Melalui kita mengerti Kristus, mengapa mati, bagaimana Kristus bangkit, percaya Dia mati untuk saya, percaya Dia bangkit untuk memberi kehidupan baru kepada saya, kemudian percaya kepada Injil, kita menemukan fokus kekristenan, mengenal apa titik pusat yang paling penting dari seluruh berita Alkitab, dan dari situ engkau bisa diselamatkan.

“Lihatlah Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia” (Yoh. 1:29). Berita ini menunjuk kepada Kristus. Kristus adalah Anak domba Allah, yang tidak bercacat cela. Kristus satu-satunya yang suci mutlak dalam kemutlakan, menjadi pengantara yang tidak berdosa. Karena Ia tidak berdosa, Ia suci mutlak, maka di hadapan Allah Ia berhak menjadi pengganti kita. Ia menjadi pengantara yang sah, bersyarat, dan berkualifikasi sepenuhnya untuk menggantikan kita. Ia berhak untuk meminta pengampunan Tuhan Allah, mewakili Tuhan memberikan pengampunan dan keselamatan, dan memberikan pembenaran dari sorga. Ia menjadi Juruselamat kita. Ini adalah iman jenis kedua: iman yang percaya kepada Kristus yang menyelamatkan.

Iman jenis ketiga ialah iman mereka yang sudah menerima Tuhan, kini melaksanakan yang diimani menjadi sesuatu yang hidup di dalam tingkah laku dan tindakan kita. Iman yang ketiga ini adalah iman bahwa kita bisa diubahkan dan hidup sehari-hari kita bisa berubah. Kitab Yakobus mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan mati adanya. Iman jenis kedua perlu diangkat dan dinyatakan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Maka, ketika engkau menyatakan iman keduamu di dalam Yesus Kristus ke dalam kehidupan keseharianmu, menyatakan ketaatanmu kepada firman, ini menjadi iman yang ketiga. Kita tidak hanya percaya teori-teori dan doktrin-doktrin di mulut kita, tetapi harus dimanifestasikan di dalam perbuatan baik, di dalam kehidupan keseharian kita, di dalam menolong orang miskin dan mereka yang ada dalam bencana. Dengan demikian Tuhan akan dipermuliakan.

Jika kita melihat orang bukan Kristen mendahului kita berbuat hal-hal demikian, kita harus malu. Orang Kristen harus berinisiatif, melihat, dan bertindak lebih dahulu sebelum orang lain lihat dan lakukan. Melihat sebelum orang lain melihat, merasakan sebelum orang lain merasakan, berpikir sebelum orang lain berpikir. Buktikan dahulu tindakan iman kita sebelum orang lain. Dalam Alkitab, ada orang kaya seperti Abraham, orang berkuasa seperti Daud, orang yang mempunyai kemuliaan seperti para raja. Tetapi dalam Alkitab juga ada orang Kristen seperti pengemis yang minta uang dari orang kaya dalam Lukas 16.

Gereja harus bisa menampung semua lapisan masyarakat. Siapa pun harus bisa masuk dengan nyaman. Yang kaya bisa masuk, yang miskin juga bisa masuk. Laki-laki bisa masuk, perempuan juga bisa masuk. Tuan boleh masuk, budak juga boleh masuk. Di hadapan Allah tidak ada perbedaan. Jika engkau adalah seorang pembantu rumah tangga, jangan malu atau rendah diri. Engkau yang pengusaha besar, jangan sombong dan jangan merasa istimewa. Engkau datang naik Rolls-Royce, jangan sombong. Engkau yang datang naik sepeda, jangan minder. Di hadapan Tuhan, semua diterima secara sama. Tuhan adalah Tuhan seluruh rakyat, Tuhan seluruh umat, yang memandang semua manusia sama rata dan tidak pandang bulu. Iman mungkin ditanam di dalam hati orang paling kaya, tetapi mungkin juga diberikan kepada orang paling miskin.

Siapa yang mendengar firman Tuhan, bereaksi dengan sungguh-sungguh, serta taat dan rendah hati, orang tersebut akan mendapat iman. Setelah mendapat iman, iman itu harus dilaksanakan. Kita melaksanakan firman, bukan hanya mendengar saja, maka kita mendapat iman. Taat firman melaksanakan iman. Sering kali perbuatan kita berbeda dari apa yang kita ketahui. Itu terjadi karena kita tidak mau taat. Sering kali aplikasi hidup kekristenan kita sangat berbeda dengan apa yang kita imani. Itu terjadi karena kita tidak rela taat. Jika engkau tidak siap mendengar, engkau tidak memiliki iman. Ketika engkau tidak rela taat, engkau tidak memiliki pekerjaan baik. Jadi, pada saat engkau menindas pendengaranmu, tidak ada iman pertama. Setelah ada iman pertama, jika engkau tidak mau mendengar, tidak ada iman kedua. Sesudah ada iman kedua, jika engkau tidak mau taat, tidak ada iman ketiga. Iman pertama percaya ada Allah, iman kedua menerima keselamatan dari Tuhan, dan iman ketiga melaksanakan apa yang kita percaya, menjadi orang Kristen yang berbuat baik untuk memuliakan Tuhan. Inilah ketiga tahapan iman, yaitu percaya Allah ada, percaya Dia menyelamatkan, dan percaya Dia memakai saya untuk menolong orang lain. Di sini kita mengerti dan menghidupi iman yang menyeluruh (comprehensive faith).

Selain ketiga jenis iman ini, kita akan ditingkatkan Tuhan ke iman keempat, yaitu bersandar pada Dia dan bekerja sama dengan Tuhan. Dengan iman, kita bekerja sama dengan Tuhan. Dengan iman, kita berjalan beserta Tuhan. Ini iman yang paling tinggi, yang paling berhasil. Makin mendengar makin mengerti, begitulah artinya percaya Yesus. Bukan hanya percaya dan dibaptis, tetapi bagaimana menerima Yesus dan menginvestasikan imanmu dalam kelakuan, bagaimana menaati perintah dan mengikuti pimpinan Roh Kudus, serta melaksanakan imanmu dalam perbuatan baik

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 9): Doktrin Iman

Ada tiga pengakuan iman. 

Pertama, iman kepercayaan kepada Allah Bapa. 

Kedua, iman kepercayaan kepada Allah Anak

Ketiga, iman kepercayaan kepada Allah Roh Kudus. 

Ketika para rasul menyelesaikan rangkuman iman kepercayaan ini, mereka pergi ke seluruh dunia untuk menyampaikan Injil. Orang Kristen sepanjang sejarah mewarisi pengakuan iman tersebut hingga Yesus datang kembali.

Alkitab mengatakan bahwa manusia tanpa iman tidak mendapat perkenanan Allah. Allah bukan saja menuntut manusia harus beriman kepada-Nya, tetapi juga memberikan janji bahwa setiap orang yang berpaling kepada-Nya akan mendapat anugerah besar. Alkitab memberi tahu kita bahwa iman datang dari Tuhan.

Ada iman dasar yang diletakkan Tuhan di dalam setiap manusia. Iman dasar ini mengharuskan kita untuk percaya, melalui segala ciptaan yang ada di dunia luar dan hati nurani yang ada di dalam, menjadi bukti dan konfirmasi bahwa Allah ada. Meskipun mata kita tidak bisa melihat Allah, di dalam roh kita mengetahui bahwa Allah ada. Allah berhak dan berkuasa menuntut manusia mempunyai iman dasar kepada-Nya. Tetapi ketika manusia menekan iman ini, ia menipu dirinya. Ketika seseorang dengan jujur dan rendah hati tidak menolak suara yang dari luar ataupun dari dalam, ini merupakan iman dasar.

Jika seseorang tidak menekan suara hatinya, ia sedang mempersiapkan diri untuk rela menerima firman Tuhan dan Tuhan akan mengubah iman ini menjadi iman bentuk lain. Dari firman Tuhan akan muncul iman. Alkitab mengatakan bahwa iman datang dari pendengaran akan firman Tuhan. Ketika mendengar firman Tuhan, kita akan merasakan di dalamnya ada sesuatu yang terus mendorong kita untuk kembali ke hadapan Tuhan. Oleh karena itu, orang yang senantiasa mempersiapkan diri untuk mendengarkan firman Tuhan adalah orang yang sangat diberkati. Itulah alasannya mengapa Yesus berkata kepada Marta bahwa Maria telah memilih sesuatu yang terbaik yang tidak mungkin diambil oleh siapa pun, ketika Yesus mengunjungi Betania, di mana Maria duduk dengan baik dan mendengarkan firman Tuhan.

Hari ini di belahan dunia mana pun keadaannya sama. Ketika firman Tuhan diberitakan, ada orang yang memperhatikan dengan saksama, sehingga firman tersebut akan masuk ke dalam hatinya, akan berakar ke bawah dan berbuah ke atas. Berakar ke bawah berarti dia mempunyai fondasi akan imannya. Berbuah ke atas berarti dia akan menghasilkan buah iman. Ketika mendengarkan firman Tuhan, mendengarkan perkataan Yesus, maka Roh Kudus akan bekerja. Ketika Roh Kudus datang untuk bersaksi bagi Kristus, Roh Kudus datang untuk memuliakan Kristus. Ketika seorang hamba Tuhan dengan sungguh-sungguh, dengan tulus hati memberitakan kematian dan kebangkitan Yesus, maka Roh Kudus akan mulai bekerja dalam hati orang yang mendengar, menjadikan iman itu bertumbuh menjadi iman percaya akan Yesus. Ini merupakan iman jenis kedua.

Orang Kristen yang telah menerima iman jenis kedua akan mempunyai hubungan dengan Allah yang dipersatukan dalam Kristus dan akan hidup dalam Kristus. Di dalam kematian Kristus, kita membawa semua dosa kita untuk mati bersama-Nya, dan di dalam kebangkitan Kristus, kita mendapat hidup baru. Kita menjadi manusia ciptaan baru. Yang lama telah berlalu dan yang baru sudah tiba. Kita tadinya diciptakan di dalam Adam, tetapi ciptaan baru kita ada di dalam Kristus. Alkitab membedakan dan memisahkan kedua jenis keberadaan ini, di dalam Adam dan di dalam Kristus. “Di dalam Adam” berarti bersama-sama dengan Adam akan binasa, karena memberontak kepada Tuhan dan dihakimi, tetapi Kristus taat kepada Allah. Alkitab mengatakan Adam adalah Adam duniawi, Kristus adalah Adam sorgawi. Kemuliaan Allah dari sorga dibawa ke dalam dunia, dan kesucian Allah dinyatakan dalam dunia. Keselamatan Allah dari sorga dibawa ke dalam dunia. Dia berinkarnasi untuk kita, menanggung semua penghakiman demi kita.

Ketika Yesus bangkit dari kematian, Dia memberikan hidup yang baru. Orang yang percaya kepada Yesus adalah orang yang di dalam Adam menerima hidup baru dalam Kristus. Ini merupakan iman jenis kedua. Tetapi mempunyai iman jenis kedua belum cukup, karena iman tanpa perbuatan mati adanya. Banyak orang mengira bahwa setelah mereka percaya kepada Yesus, mereka dapat hidup sembarangan; hidup sesudah dibaptis sama seperti sebelum dibaptis. Iman mereka tidak menghasilkan buah dari iman tersebut, dan pertobatan mereka tidak menghasilkan buah dari pertobatan. Allah melihat isi hati orang tetapi manusia melihat hal-hal yang kelihatan dari luar. Ketika manusia lain melihat kehidupan orang Kristen yang demikian, mereka tidak melihat ada iman kepercayaan di dalam orang tersebut. Alkitab mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan mati adanya.

Iman jenis pertama adalah iman dasar, yaitu percaya Allah ada. Iman jenis kedua percaya bahwa keselamatan adalah dari Allah, Yesus mati dan bangkit untuk kita. Iman jenis ketiga adalah menghidupi iman yang Tuhan berikan. Orang Kristen yang dilihat dunia adalah orang Kristen yang hidup untuk Tuhan. Ketika seorang Kristen mempunyai hidup yang baru dan menghidupi hidup baru itu, maka ada kehidupan yang suci. Jika dari dalam ada hidup yang suci, di luar ada kehidupan yang suci pula. Jika di dalam ada hidup yang mengasihi Tuhan, di luar ada perbuatan yang mengasihi Tuhan juga. Jika di dalam ada hati yang memperhatikan kebutuhan orang lain, di luar juga harus ada cinta kasih bagi orang lain.

Ketika di Indonesia terjadi dua gempa bumi yang besar, di Lombok dan kemudian di Palu, kita langsung mengambil kesempatan, mengajak setiap orang memberikan persembahan untuk memberikan bantuan. Dalam waktu beberapa minggu, kita telah mengutus beberapa tim ke sana. Pertolongan segera seperti ini sangat penting. Janganlah mengira bahwa setiap hari kita dapat hidup dengan leluasa, hidup dengan begitu nikmat dan nyaman. Kita juga harus membayangkan jika hal tersebut terjadi kepada kita, bagaimana kita akan melanjutkan hidup ini. Kita bersyukur kepada Tuhan, pada waktu yang tepat, kita telah melakukan hal yang memang harus dilakukan.

Setelah menyelesaikan tugas Lombok, tiba-tiba terjadi gempa bumi yang besar di Palu dan sekitarnya. Bencana Palu jauh lebih besar dari di Lombok. Kita langsung memutuskan bahwa persembahan dalam kebaktian tiga minggu berturut-turut dipakai untuk memberikan bantuan kepada korban di sana. Kita akan membangun gedung gereja sementara di sana, gereja yang sederhana yang bisa menampung 120 orang. Karena gereja di sana telah runtuh dan pendeta telah pergi, maka orang Kristen tidak tahu harus kebaktian di mana. Setiap hari Minggu tidak ada lagi persembahan, bahkan ada sebagian pendeta senior yang tidak mempunyai biaya hidup lagi. Kita harus cepat membangun gedung gereja untuk mereka sehingga pendeta mereka boleh kembali lagi. Ini merupakan hal yang harus kita lakukan dalam upaya saling mengasihi.

Tuhan memberikan kasih dan juga kekuatan kepada kita sehingga dengan kerelaan kita mau melakukan hal ini. Ini harus kita lakukan, inilah pernyataan dari iman. Janganlah kita menjadi orang yang teoretis ataupun hanya mengatakan mempunyai iman saja. Kita harus menjadi orang yang mempunyai iman dan juga cinta kasih. Ada sebagian uang yang bagi kita boleh ada, boleh tidak ada, tetapi bagi mereka, kalau tidak ada uang itu, mereka tidak bisa lagi hidup. Kiranya kasih Tuhan yang menggerakkan kita, dengan demikian selangkah demi selangkah kita lakukan dan nama Tuhan dipermuliakan.

Ketika orang Kristen menderita, ada sebagian orang yang sudah jatuh ke dalam sumur, ditimpa lagi dengan batu, sehingga menambah kesulitan bagi orang tersebut. Tetapi orang Kristen harus mempunyai cinta kasih bagi mereka. Kita bukan saja mengasihi orang Kristen, kita juga harus mengasihi orang Islam atau agama apa pun juga, karena di dunia ini semua manusia adalah ciptaan Tuhan. Kita harus dengan cinta kasih memelihara dan menjaga mereka. Hari ini, jika kita seperti yang Yesus sampaikan dalam kisah di kitab Injil, antara perjalanan Yerikho dan Yerusalem, ada seseorang yang telah dipukul oleh penyamun dan terbaring di sana. Ada seorang imam yang lewat, setelah melihat orang yang terluka itu, dia pergi. Ada seorang Lewi yang lewat, melihat orang yang terluka itu, dia berlalu. Orang yang ketiga muncul, seorang Samaria. Orang Samaria tidak berhubungan dengan orang Yahudi; mereka bermusuhan sejak kembali dari pembuangan. Orang Yahudi menghina orang Samaria karena orang Samaria adalah bangsa campuran, mereka adalah orang Yahudi yang tidak murni. Ketika orang Yahudi terluka, orang Samaria boleh tidak menggubris. Ketika orang Samaria terluka, orang Yahudi boleh tidak menolong. Hari ini yang terluka adalah seorang Yahudi dan orang yang lewat adalah orang Samaria. Dan ketika Tuhan Yesus menyampaikan perumpamaan ini, Dia menyampaikannya dengan hikmat yang tinggi. Yesus mengatakan ada seorang Samaria melihat orang Yahudi ini, dia tidak takut akan bahaya dan dia juga tidak takut akan penyamun yang akan menghampirinya. Dia turun dari keledainya dan dengan susah payah mengangkat orang Samaria ini ke atas keledainya. Dia sendiri berjalan, menuntun keledai itu sampai ke satu kota, dan menaruh orang Yahudi tersebut di satu tempat penginapan. Karena harus pergi, ia berkata kepada penjaga penginapan, “Tolong rawat dia dengan baik. Saya akan membayar lunas semua kebutuhan biayanya.” Apakah hari ini ada orang seperti ini? Apakah hari ini ada orang yang mempunyai cinta kasih yang begitu besar yang mau mengasihi musuhnya? Ketika Yesus menyampaikan kisah ini, Yesus ingin kita menjawab satu hal, “Siapakah sesamaku?”

Perjanjian Lama mengatakan, “Kasihilah Allahmu dan kasihilah sesamamu.” Mencintai Allahmu dengan segenap hati, dengan sebulat jiwa, dengan sekuat tenaga, dengan seluruh pikiran, dan juga mencintai tetanggamu. Ada seseorang yang bertanya kepada Yesus, “Siapakah tetanggaku atau sesamaku?” Yesus tidak menjawabnya secara langsung, tetapi menyampaikan kisah ini. Yesus mengatakan bahwa orang ini bukan sebangsa, seagama, setaraf kedudukannya, tetapi dia adalah musuh yang tidak mempunyai hubungan dengan kita. Yesus menjawab pertanyaan ini: siapakah tetanggaku atau sesamaku? Setiap orang yang dapat engkau tolong, sekalipun bukan tetanggamu, bisa menjadi tetanggamu atau sesamamu. Yang Yesus nyatakan dalam kisah ini adalah etika tertinggi dalam dunia, cinta kasih yang paling tidak egois, teladan yang terbaik. Inilah iman jenis yang ketiga. Iman seperti ini adalah iman yang hidup, iman yang sejati, dan juga iman yang mempunyai hidup di dalamnya. Yakobus mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan mati adanya. Di manakah perbuatan kita? Di manakah cinta kasih kita? Di manakah pertolongan kita kepada orang lain? Kita hidup di Indonesia, apakah kontribusi kita di Indonesia? Kita hidup di dalam masyarakat, apakah kontribusi kita bagi masyarakat?

Di seluruh dunia, ada satu suku bangsa di mana jumlah populasi orang Kristen paling sedikit, persentase orang yang percaya Kristus terkecil. Kita di sini ada ribuan orang kebaktian. Kita mengutus beberapa orang mengabarkan Injil. Setiap kali saya mengingat tempat ini, maka saya merasa bersalah.

Di sekitar kita ada orang-orang yang membutuhkan pertolongan, tetapi sedikit pun kita tidak mempunyai cinta kasih, sedikit pun kita tidak mempunyai visi, sedikit pun kita tidak tergerak. Bagaimana kelak kita akan berjumpa dengan Tuhan? Banyak orang Kristen yang tidak mau mengabarkan Injil, setiap hari hanya mementingkan istri, anak, atau keuntungan yang bisa didapat saja. Kesaksian hidup perlu nyata. Ini merupakan iman jenis ketiga.

Seorang Kristen yang telah mempunyai tiga jenis iman ini, apakah sudah cukup? Belum cukup. Kita masih membutuhkan iman jenis keempat. Iman jenis keempat adalah ketika setiap hari kita hidup bersandar dan percaya akan pimpinan dan penyertaan Tuhan. Percaya dan taat akan tuntunan dan penyertaan-Nya. Ketika seorang pemuda berkata kepada Tuhan, “Aku akan mempersembahkan diri menjadi seorang hamba Tuhan, masuk sekolah theologi dan melepaskan semuanya, melepaskan pekerjaanku, tidak berpenghasilan lagi,” ia membutuhkan iman seperti ini. Iman jenis keempat berbeda dengan ketiga. Selain percaya bahwa Allah ada, menerima anugerah keselamatan, menyatakan iman, engkau harus terus-menerus bersandar pada Tuhan, berharap kepada-Nya, dan memohon kepada-Nya.

Ketika ibu saya berusia 32 tahun, kami sekeluarga telah percaya kepada Yesus. Setelah satu tahun percaya Yesus, ketika ibu saya berusia tiga puluh tiga tahun, ayah saya tiba-tiba meninggal. Suatu malam, setelah selesai makan malam, kami naik ke kamar di loteng. Kami melihat ayah saya naik tangga dengan sangat susah sekali. Ketika masuk ke kamar, ia merebahkan diri, terus berteriak, dan mengeluh dengan suara keras. Sepuluh menit kemudian ia meninggal. Karena terlalu tiba-tiba bagi ibu saya yang baru berumur 33 tahun, mempunyai delapan anak (tujuh anak laki-laki dan satu anak perempuan), dia tidak tahu harus bagaimana, dia terus menangis dan membaca Alkitab, membaca Kitab Mazmur. Ibu saya melalui iman jenis keempat, setiap hari ia bersandar dan berharap kepada Tuhan. Setiap pagi bangun jam lima pagi, berlutut dan berdoa, menyebut setiap nama anaknya. Iman seperti ini adalah iman yang dilatih, iman yang diuji. Satu tahun lewat satu tahun, dan setiap tahun meskipun susah bisa dilewati. Setelah satu tahun berselang, kami semua berlutut di hadapan Tuhan, bersyukur kepada Tuhan yang telah memimpin kami melewati satu tahun lagi. Setiap malam tahun baru, ibu saya akan membawa kedelapan anaknya mengelilingi dia dan kami bersyukur kepada Tuhan. Satu tahun berlalu lagi. Tahun-tahun tersebut susah sekali dilewati karena masa itu adalah masa peperangan Tiongkok dan Jepang.

Saya ingat suatu pagi ketika saya membuka pintu, tiba-tiba ada seseorang yang jatuh. Rupanya orang itu adalah seorang pengemis yang kedinginan. Ia bersandar di pintu rumah kami. Kami tidak tahu apa yang terjadi, dan ketika pintu dibuka, dia sudah mati. Di jalan banyak sekali mayat bergelimpangan. Banyak orang mati kelaparan. Ketika itu, sungguh sangat menderita, sungguh sangat susah. Tidak tahu dari mana mereka harus cari uang, tidak tahu mereka harus ke mana mencari makanan. Pada masa peperangan, nilai uang terus merosot. Pagi hari membawa uang banyak mau membeli satu sikat gigi, mereka akan mengatakan bahwa uangmu tidak cukup. Ketika engkau kembali ke rumah untuk mengambil uang lagi, sikat gigi itu sudah naik dua kali lipat harganya. Harga di pagi hari dan sore hari bisa berselisih tiga kali lipat. Setelah tutup pintu, besok bangun lagi, harganya naik lagi. Sulit sekali untuk melangsungkan hidup saat itu. Saya tidak tahu bagaimana ibu saya membesarkan delapan anaknya. Saya hanya tahu bahwa ia adalah orang yang hidup takut akan Tuhan, hidup beribadah dan membaca Alkitab, serta senantiasa berlutut dan berdoa. Di pagi hari, ia menghabiskan waktu satu jam untuk berdoa. Pada malam hari, ia meminta anak-anaknya untuk berlutut, satu per satu giliran berdoa, bersyukur kepada Tuhan. Kami seminggu hanya makan daging satu kali. Setiap hari hanya makan sayuran. Kami kurus sekali ketika itu. Pada hari Minggu, satu keluarga harus puasa untuk berharap dan bersandar pada Tuhan, berdoa kepada-Nya. Saya dibesarkan dalam keluarga seperti ini. Dari kecil ke gereja, dari kecil ikut kebaktian. Ketika mendengar paduan suara menyampaikan pujian, saya dengan saksama mendengarkan musik yang sangat indah dan terus menerima ke dalam hati saya. Di kemudian hari, hal ini menjadi modal saya boleh melayani Tuhan dalam bidang musik.

Saya bersyukur kepada Tuhan karena saya memiliki ibu yang menjadi teladan. Imannya adalah iman yang bersandar pada Tuhan yang adalah Bapa Sorgawi yang menjaga anak yatim dan juga janda. Iman seperti ini menangkap kekuatan dari Tuhan. Ini merupakan iman jenis keempat. Kita bukan saja percaya akan keberadaan Tuhan. Kita bukan saja percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat. Kita bukan saja percaya bahwa hidup kita harus memuliakan Tuhan. Tetapi kita juga harus percaya bahwa Tuhan akan mencukupkan kebutuhan kita seumur hidup. Jika seseorang seumur hidup bersandar kepada Tuhan, seumur hidup berharap kepada Tuhan, Alkitab mengatakan bahwa Dia akan menuntun jalanmu. Contoh dalam Alkitab akan hal-hal seperti ini terlalu banyak. Iman seperti ini jarang dan kurang diajarkan di sekolah theologi. Kita mengajarkan banyak hal tentang doktrin, tetapi kita kurang sekali mengajarkan kehidupan praktis yang bersandar pada Tuhan, bagaimana menjadi mahasiswa yang harus melewati hidup yang sangat sulit sehingga kita harus bersandar pada Tuhan, memegang erat tangan-Nya yang tidak kelihatan.

Kita melewati masa yang sulit, jalan di dunia, sama seperti di dalam padang gurun. Jalan di padang gurun tidak ada makanan, di padang gurun tidak ada apa pun yang kita dapat sandari. Tetapi Alkitab mengatakan bahwa dalam padang gurun yang besar dan juga mengerikan seperti ini, Tuhan pasti akan menuntun engkau melewatinya. Kita ada dalam perjalanan duniawi ini, di tengah-tengah padang gurun yang besar dan juga mengerikan, dalam padang gurun di mana tidak ada pertolongan, di padang gurun yang tidak ada air, di padang gurun yang kadang kala ada binatang buas yang muncul, tetapi Tuhan mengatakan, “Aku akan menuntun engkau melewati padang gurun yang besar dan juga mengerikan ini, dan Aku akan beserta denganmu.” Banyak dari kita ketika menghadapi kesulitan di dalam hidup, kita tidak tahu bagaimana melewatinya. Ketika ekonomi merosot, kita tidak tahu bagaimana harus melewatinya. Wajah seseorang bisa dilihat tetapi tidak bisa diandalkan. Kita tidak mengetahui apakah bawahan kita dengan sepenuh hati bekerja untuk kita ataukah mengambil kesempatan untuk menipu kita. Di dalam masyarakat, banyak sekali orang jahat yang penuh keserakahan. Dalam dunia usaha juga banyak sekali orang jahat. Dunia ini penuh dengan bencana. Kita harus bersandar kepada Tuhan. Kita harus berharap kepada Tuhan. Di satu sisi, kita menjadi orang yang takut akan Tuhan. Di sisi lain, kita menjadi orang yang berhikmat sehingga melewati semua kesulitan. Hidup yang mengalami kesulitan, bersandar kepada Tuhan dan menerima anugerah dari Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati kita.

Mari kita berdoa untuk kehidupan kita. Kita berdoa untuk iman kita kepada Tuhan seperti janda di Sarfat, yang bersandar kepada Tuhan dan dapat mencukupkan kebutuhan Elia. Ada banyak orang yang berada di dalam kesusahan, tetapi bagaimana kita bersandar kepada Tuhan untuk melewati padang gurun yang besar dan mengerikan ini, bahkan tetap memampukan kita menjadi berkat bagi orang lain. Kiranya Tuhan juga menolong kita dapat menanggung semua beban berat, bersandar pada-Nya, dan mendapatkan kemenangan. Biarlah kita dapat menyangkal diri dan memikul salib kita dan mengikut Tuhan dengan baik.

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 10): Doktrin Iman

Doktrin iman sangat penting dan fundamental karena iman mengikuti seumur hidup perjalanan kita menjadi orang Kristen, yang dipimpin dari iman kepada iman. Yang memberikan iman keselamatan adalah Yesus, yang menyempurnakan iman adalah Yesus, Yesus adalah Alfa dan Omega. Dia adalah pemberi, penggenap, pemimpin, dan penyempurna iman kita.

Kita berbeda dengan mereka yang tidak beriman karena mereka menekan kebenaran sebagai benih yang sudah Tuhan tanamkan dalam hati mereka. Bagi kita yang tidak menekan dan membiarkan benih iman kebenaran tumbuh di hati kita, siap mendengar firman Tuhan, akan timbul iman jenis kedua, yaitu iman keselamatan dalam Kristus.

Ketika seseorang mendengar firman Kristus, ada keselamatan, pengampunan dosa, dan anugerah pengampunan yang diberikan melalui Kristus, yang turun dari sorga menjadi pengantara antara manusia dan Allah. Di hadapan Allah, Yesus mewakili orang berdosa, meminta Tuhan mengampuni segala dosa kita. Di hadapan manusia, Yesus mewakili Tuhan, menurunkan anugerah keselamatan, pengampunan, dan penebusan dosa bagi kita. Setelah menerima Yesus, kita diberikan hidup kekal dan iman. Alkitab berkata bahwa setelah mendapat iman jenis kedua, kita harus mengutarakan iman itu di dalam kelakuan; iman tanpa perbuatan mati adanya. Iman jenis ketiga adalah iman yang hidup, yang dinyatakan melalui kelakuan, menjadi iman yang bersaksi bagi Tuhan.

Iman jenis keempat adalah ketika setiap hari kita belajar bersandar kepada Tuhan, memandang Tuhan, dan memegang teguh perjanjian, pimpinan, serta penyertaan Tuhan untuk melangsungkan hidup kita. Hidup di dunia adalah seperti melintasi suatu padang belantara yang besar dan menakutkan, di mana kita akan mengalami segala kesulitan dan bahaya. Itu sebabnya kita harus bersandar pada Tuhan setiap saat, setiap hari, dalam setiap peristiwa, dan di dalam setiap pengalaman pahit. Selain percaya bahwa Tuhan ada dan memberi anugerah, percaya bahwa Yesus memberikan pengampunan dan hidup baru, juga percaya bahwa Tuhan mencukupi, membimbing, dan memimpin kita seumur hidup. Setiap hari kita harus berpegang kepada janji-Nya, berharap kepada-Nya, karena Tuhan tidak meninggalkan dan membuang kita. Demikian janji Tuhan dalam Perjanjian Lama dan dikutip dalam Perjanjian Baru.

Dalam Kitab Ibrani, Tuhan berkata, “Aku tidak akan meninggalkan engkau. Aku tidak akan membuang engkau.” Janji Tuhan boleh dipercaya dan dipegang karena yang berjanji adalah Tuhan. Ini adalah iman yang melintasi seluruh perjalanan di tengah padang belantara. Seluruh perjalanan, dari hari permulaan sampai hari terakhir, kita hanya bersandar kepada Tuhan. Iman kepada Tuhan adalah iman kepada Yang Tidak Berubah. Iman kepada Tuhan adalah iman kepada Yang Setia. Iman kepada Tuhan adalah iman kepada Yang Kekal. Jika Tuhan tidak kekal, iman kita akan berhenti. Jika Tuhan berubah, iman kita tidak terjamin. Jika Tuhan tidak jujur, iman kita tertipu. Kita beriman kepada Tuhan yang setia, tidak berubah, dan kekal. Kesetiaan janji Tuhan berdasarkan kejujuran, ketidakberubahan, dan kekekalan-Nya. Maka kita berpegang teguh kepada Dia yang setia, tidak berubah, dan kekal. Ini namanya trust (percaya).

Di dalam iman, ada tiga faktor. Yang pertama adalah trust in God (percaya kepada Allah). Kita harus percaya kepada Allah karena Allah kita adalah Allah yang dapat dipercaya selama-lamanya. Tuhan kita adalah Tuhan yang patut diimani, yang meneguhkan iman kepercayaan kita untuk selamanya. Jika Allah tidak dapat dipercaya, kita tidak perlu percaya kepada-Nya. Jika Tuhan tidak patut disandari, kita tidak perlu bersandar kepada-Nya. Karena Tuhan adalah Tuhan yang bisa disandari, bisa dipercaya, bisa dipegang untuk selamanya, maka kita bisa percaya kepada-Nya. Percaya adalah hal yang sangat penting. Percaya melampaui segala perdebatan, logika, dan spekulasi. Ini adalah faktor pertama, trust (percaya), mempunyai sandaran yang kekal.

Setelah trust, kita perlu belajar mengapa bersandar dan beriman kepada Tuhan. Tuhan adalah Tuhan yang tidak berubah dan tidak ingkar janji. Tuhan adalah Tuhan yang setia selamanya. Tuhan adalah Tuhan yang kekal selamanya. Tuhan adalah Tuhan yang adil selamanya. Semua pengetahuan tentang sifat Ilahi, pengertian akan Tuhan, membuat kita makin kuat, tahu bahwa kita tidak salah bersandar kepada-Nya. Oleh karena itu, pengetahuan akan sifat Tuhan harus kita pelajari seumur hidup. Kita mengadakan kelas Theologi Reformed bagi kaum awam agar setiap orang Kristen Reformed menjadi orang Kristen yang mengerti. Orang yang mengerti berbeda dengan orang yang tidak mengerti. Yang tidak mengerti berkata, “Saya percaya.” Mengapa percaya? “Pokoknya percaya.” Jadi, percaya secara membabi buta tanpa pertanggungjawaban pengertian, tanpa jawaban dari logika, dan tanpa pertanggungjawaban dari pemikiran yang tuntas.

Agustinus berkata, “Credo ut intelligam (I believe in order to understand whom I believe, saya percaya agar mengetahui siapa yang saya percaya).” Dengan iman, menuntut pengetahuan dan pengertian kebenaran, inilah Reformed. Bagi orang Karismatik, iman itu untuk mencari berkat, anugerah, dan karunia. Orang Reformed harus senantiasa mengejar pengertian yang mendalam akan firman Tuhan, dan juga akan pimpinan Tuhan di dalam hidup kita. Dengan demikian, kita menjadi orang percaya yang tidak berdasarkan kekosongan, tetapi memiliki fondasi yang kuat.

Saya ingin mengerti siapa yang saya percaya, mengapa saya percaya, apa alasan saya percaya, dan bagaimana Ia memimpin serta mengatur hidup saya.

Saya percaya dengan pengetahuan yang penuh, bahwa saya akan memperoleh damai sejahtera di dalam hatiku dan mendapatkan kelegaan di dalam jiwaku, karena saya tahu bahwa Dia adalah Sang Satu-satunya yang akan memimpin hidup saya dan membimbing saya dengan segala kebajikan dan hikmat. Di dalam Kitab Yeremia ada satu ayat, “Israel, dengarlah olehmu, Aku Tuhanmu, segala sesuatu Aku tetapkan bagimu berdasarkan kebajikan-Ku.” Allah tidak pernah memiliki niat yang kurang baik untuk memimpin kita. Allah tidak pernah mempunyai motivasi yang jahat untuk memimpin kita. Pimpinan-Nya selangkah demi selangkah dilakukan di dalam hidup kita dengan motivasi yang baik, dengan penuh belas kasihan, kebajikan, dan kebenaran. Allah yang adil, Allah yang suci, Allah yang penuh belas kasihan, mengerti segala kesulitan kita, memimpin kita dalam setiap langkah, dengan motivasi yang jujur dan makna yang baik adanya.

Ketika kita belajar makin mengerti siapakah Allah, kita akan makin lega, tidak khawatir dan takut karena hari depan ada di dalam tangan Tuhan yang motivasi-Nya baik. Pengertian terhadap sifat Ilahi diperlukan sekali oleh orang Kristen. Kita perlu mempelajari siapa Tuhan, bagaimana sifat-Nya, sehingga kita mengetahui bahwa di dalam segala pimpinan-Nya, Ia mempunyai rencana yang terbaik bagi kita. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa kita berada di dalam tangan Allah yang baik, di mana kita tidak pernah perlu khawatir atau takut.

Yesus berkata, “Datanglah kepada-Ku hai kamu yang berbeban berat, karena Aku telah mengalahkan dunia. Engkau akan memperoleh damai sejahtera di dalam diri-Ku. Jangan takut, jangan khawatir, jangan putus asa, karena Aku sudah mengalahkan dunia.” Tuhan yang memimpin kita melewati padang belantara dunia yang menakutkan ini adalah Tuhan yang pernah datang ke dalam dunia ini. Tidak ada agama mana pun yang Tuhannya pernah datang ke dalam dunia ini. Jika engkau bertanya kepada Tuhan Yesus, “Apakah pernah turun dari sorga ke dunia?” Ia akan menjawab, “Pernah.” Dia turun dari tempat tertinggi, paling hormat, dan paling mulia di sorga, berinkarnasi ke dalam dunia, lahir di palungan, dan mati di atas kayu salib.

Selama 33,5 tahun, Yesus lebih merasa tersendiri daripada kita. Ia pernah dihina, disiksa, dikutuk, dicaci maki, lebih berat daripada yang kita terima. Dia yang mengerti kita dan Dia yang memelihara kita adalah Dia yang sendiri pernah datang ke dunia ini, disiksa, dan menderita begitu berat demi kita. Kristus yang turun ke dunia, berinkarnasi menjadi manusia, adalah Kristus yang mengalami kesulitan terbesar, kesulitan yang tidak pernah dialami oleh orang lain, semua telah ditanggung-Nya. Maka jangan berpikir Tuhan tidak mengerti apa yang kaualami. Tidak ada kesusahan, pengalaman pahit yang engkau rasakan, yang Tuhan tidak mengerti, karena Yesus telah turun ke dunia dan berinkarnasi. Ia mengerti apa yang mungkin kita alami dalam hidup kita, yang kita sendiri tidak mengerti. Yesus melewati, mengalami, menderita, dan menerima semua itu. Yesus mengerti sebelum kita mengalami, sebelum kita mengerti. Segala susahmu, air matamu, keluhanmu, bawalah kepada Yesus, karena Ia mengerti apa yang kita alami.

Ibrani 4 mengatakan bahwa Ia mempunyai belas kasihan, mengerti segala sesuatu yang kita alami, karena Ia sendiri sudah mengalami semua pencobaan, ujian, siksaan, dan kesulitan. Bedanya adalah Ia sama sekali tidak berdosa. Ketika mengalami pencobaan, kita sering gagal. Yesus mengalami semua percobaan, ujian, kesengsaraan, penderitaan, dan Ia lulus. Bukan saja lulus, Ia tidak jatuh ke dalam dosa satu kali pun. Yesus mengerti isi hati kita sampai sedalamnya karena Ia pernah mengalami segala kesulitan.

Orang Kristen mempunyai Allah dan Juruselamat, bukan Allah yang dingin dan bertakhta di sorga, menunggu waktu untuk menghakimi manusia. Allah adalah Allah yang pernah menjelma menjadi manusia, hidup di dunia, menjadi Juruselamat yang penuh belas kasih dan pengertian akan kesulitan kita, menanggung dosa kita, serta menjadi Juruselamat dan pengantara antara kita dan Allah.

Kita beriman kepada Dia karena, pertama, percaya (trust) kepada-Nya; kedua, mengerti (understand). Kita mengerti tentang Dia yang sungguh-sungguh mengerti kita. Kita mengerti bahwa pengertian-Nya jauh dari siapa pun di dalam sejarah umat manusia ini. Ia mengerti setiap detail, setiap kesulitan, dan semua yang kita alami di dalam kehidupan kita. Jika sudah percaya dan mengerti apa yang kita percaya, kini kita masuk ke dalam faktor yang ketiga, yaitu rela, lega, dan mudah taat kepada-Nya.

Dalam iman, perlu mempunyai sandaran yang menuju ketaatan. Bersandar adalah perasaan dalam hati, taat adalah tindakan dalam perbuatan. Maka percaya (trust) saja belum cukup, perlu mengerti (understand); mengerti saja belum cukup, perlu kerelaan untuk terjun secara praktis di dalam ketaatan (obey) kepada Allah. Maka ada tiga faktor yaitu trust, understand, and obey. Tiga langkah ini jika kurang satu tidaklah cukup, kurang satu bahaya. Trust tanpa understanding akan menjadi tindakan percaya membabi buta dan ngawur. “Saya percaya Allah.” Mengapa? “Tidak tahu.” Lalu kalau tidak tahu kenapa percaya? “Ya, pokoknya percaya saja.” Saya percaya dan bersandar kepada Dia, lalu bagaimana Tuhan memimpin? “Bukan urusan saya, saya tidak tahu.” Ini membabi buta dan sangat bahaya. Kita harus mempunyai pengertian, mempelajari mengapa demikian, bagaimana sifat-sifat Tuhan, dan bagaimana rencana-Nya. Makin mengerti, makin stabil imanmu; makin mengerti, makin lega jiwamu.

Banyak orang yang sudah percaya (bersandar) kepada Tuhan, tetapi tidak menikmati damai sejahtera dari Tuhan. Banyak orang yang sudah percaya (bersandar) kepada Tuhan, tetapi tidak ada kedamaian dalam Tuhan. Hal ini terjadi karena engkau belum mengerti siapa yang memimpin engkau, belum mengenal bagaimana sifat-Nya, motivasi-Nya, tujuan memimpin untuk apa. Jika makin mengerti, makin mempelajari sifat Tuhan dengan jelas, makin tenang mengikuti-Nya. Kita perlu banyak belajar. Makin mengerti bagaimana Tuhan bisa dipercaya dan diandalkan, membuat engkau tenang mengikut Tuhan. Banyak orang mengikut Tuhan dalam keraguan, tidak dalam damai sejahtera, tetapi dengan pikiran yang sangat curiga kepada Tuhan. Akibatnya, banyak orang bisa bersandar, tetapi tidak bisa menikmati damai sejahtera Tuhan.

Banyak orang Kristen memiliki pengalaman yang tidak seimbang antara bersandar dan menikmati damai sejahtera. Jika imanmu makin lemah, imanmu guncang, penuh dengan keraguan karena belum sepenuhnya mengerti siapa Tuhan yang memimpin, pertama trust, kedua understand, ketiga obey. Kita sulit untuk taat kepada seseorang yang kita tidak percaya. Jika sudah percaya tetapi kurang mengerti, sulit untuk taat. Kita mendengar panggilan-Nya, kita mau percaya kepada-Nya; kita mengerti siapa Allah, tetapi kita sulit untuk taat. Ketika mau taat, kita harus meninggalkan segala sesuatu. Iman bukan hanya di dalam pengetahuan kognitif dan kemauan, iman harus dalam penaklukan diri untuk taat pada firman Tuhan.

Ketika Abraham beriman kepada Tuhan, ia dibenarkan oleh Tuhan. Tuhan mengatakan, “Abraham, tinggalkan kotamu, bangsamu, tinggalkan tanah kelahiranmu, pergi ikut Aku.” Abraham bertanya, “Pergi ke mana?” Tuhan menjawab, “Aku tidak memberitahumu sekarang, engkau pergi ke tempat yang akan Aku tunjukkan kepadamu.” “Kapan tunjukkan?” “Aku tidak beri tahu juga. Sekarang pergi.” Tuhan mau Abraham pokoknya pergi, tahunya taat, tetapi tidak tahu pergi ke mana. Ini tidak mudah, tetapi inilah iman. Karena Abraham taat kepada Tuhan, ia menjadi bapa orang beriman.

Ketika Abraham meninggalkan kota Ur di Mesopotamia, ia bukan orang miskin, bukan gelandangan, bukan orang yang minta Tuhan pimpin karena tidak mempunyai pekerjaan. Abraham mempunyai ratusan pegawai, ia termasuk salah satu orang kaya pada saat itu, dan ia juga mempunyai ratusan prajurit. Abraham tinggal di kota Ur, Mesopotamia. Dari penemuan arkeologi abad ke-20, kota Ur adalah kota terbesar di dunia saat itu. Jangan berpikir Abraham tinggal di tenda. Abraham tinggal di tenda setelah ia dipanggil Tuhan keluar dari Ur. Sebelumnya ia tinggal di rumah yang besar dan megah. Iman lebih dari sekadar pengakuan. Iman adalah trust, understand, and obey God (percaya, mengerti, dan taat kepada Allah). Bersandar lebih dari sekadar pengakuan; mengerti adalah bagian dari pengakuan; taat adalah tindakan konkret terhadap pengakuan kepada Allah. Iman mengandung ketiga unsur ini: bersandar, mengerti, dan taat (trust, understand, and obey).

Tidak mudah bagi seseorang untuk mau taat kepada Tuhan. Orang biasanya mau taat kepada Tuhan karena sudah tidak mempunyai apa-apa lagi dan tidak ada pilihan lain, maka ia ikut Tuhan. Itu mudah. Tetapi Abraham bukan tidak mempunyai apa-apa. Ia mempunyai rumah, peternakan, harta, semua yang dimiliki orang kaya. Ia mempunyai ratusan pengawal. Semua harus taat kepadanya, semua harus ikut dia, karena dia ikut Tuhan. Ini faktor ketiga, obey (taat). Lagu Trust and Obey adalah lagu yang terkenal, dinyanyikan di Amerika, Eropa, Australia, Afrika, Amerika Latin, Asia. Tetapi lagu ini kurang lengkap karena lagu ini berbicara trust and obey saja, kekurangannya adalah di tengah, yaitu understand. Trust (bersandar) tanpa understand (mengerti), menjadi iman buta. Orang yang beriman kepada Tuhan tetapi tidak mengerti apa-apa, dia beriman buta. Sama seperti orang yang berjalan terus tetapi ditutup matanya, bagaimana berjalan, bergerak, setiap saat berada dalam bahaya karena tidak melihat, bisa tertabrak mobil, bisa jatuh ke jurang, bisa terbentur tembok, bisa menabrak orang lain, karena ia berjalan tetapi matanya tidak melihat. Inilah iman di dalam kebutaan.

Mata kita harus celik melihat pimpinan Tuhan. Pengertian membuat iman kita tidak buta. Mari kita menjadi orang dewasa yang berpikiran matang dan bertanggung jawab. Gereja yang tidak bertanggung jawab hanya mencari tempat yang bagus lalu memanggil pengkhotbah terkenal yang pandai menarik orang, lalu mengumpulkan orang dan mencari keuntungan dari persembahan. Gereja seperti ini tidak perlu modal, tetapi mendapatkan keuntungan. Gereja yang tidak beres motivasinya hanya uang. Tidak mudah mendirikan gereja Reformed yang begitu banyak aktivitas yang memerlukan subsidi uang terus-menerus. Ketika Tuhan mengatakan kepada gereja Reformed, lakukan ini dan itu, kerjakan ini dan itu, Tuhan tidak memberikan ongkos yang terlihat langsung. Tetapi jelas Tuhan memberikan visi untuk mengerjakannya. Setelah Tuhan memberikan visi, kita melihat, dan harus mengerjakannya. Tetapi pada saat yang sama kita tidak mempunyai uang. Di sini diperlukan iman. Hanya mempunyai faktor bersandar dan tidak mengerti, itu membabi buta. Hanya mempunyai pengertian dan bersandar, tidak mau taat, itu egois. Kita bukan orang Kristen yang membabi buta. Kita harus mengerti dan mengetahui, faith seeking understanding (credo ut intelligam), saya percaya supaya saya mengerti.

Iman orang Reformed adalah iman yang menuntut pengertian. Makin mengerti, makin taat dan percaya kepada Tuhan. Iman dan pengetahuan saling bertumbuh, menjadi kelakuan yang menunjukkan ketaatan kepada Tuhan. Faith contains trust, understanding, and obedience. Semua yang saya tahu dan percaya menjadi perbuatan sehari-hari saya sebagai tindak ketaatan kepada Tuhan. Tiga hal ini tidak boleh kurang satu. Pertama trust, kedua understanding, ketiga obedience. Mengapa percaya Tuhan? Sebab Ia baik. Baik apa? Jika engkau ikut Tuhan, berdoa kepada-Nya, bersandar kepada Dia, perlahan pengertian kita tentang sifat Tuhan akan meneguhkan imanmu, untuk trust in Him. Orang Kristen mengikut Tuhan dengan menaati firman Tuhan. Menjadi pengkhotbah, jika tidak memimpin dengan firman, celaka gerejanya. Pengkhotbah bukan orang yang pandai bicara dan membuat semua orang senang, tetapi harus memimpin orang dengan firman sehingga anggotanya mengikuti perkataan dari sorga.

Trust, understand, and obey. Ketiga faktor ini menjadikan engkau memiliki iman yang sejati. Untuk engkau beriman kepada Tuhan, engkau harus bersandar (trust) kepada Tuhan. Engkau bisa bersandar kepada-Nya karena engkau mengerti Dia, dan diikuti dengan taat kepada-Nya. Ketika tidak ada keragu-raguan, tidak ada diskusi, tidak ada kesulitan mengerti, inilah iman sejati. Iman sejati bukan seperti orang yang berkata, “Apa betul demikian?” Banyak orang Kristen, jika tidak ada pegangan, tidak mau percaya. Jika tidak ada perasaan, tidak mau percaya. Percaya berdasarkan perasaan adalah berbahaya. Percaya berdasarkan pegangan adalah berbahaya. Iman orang Kristen adalah iman yang sungguh. Ketika saat paling kritis, paling perlu, ia menyatakan ketaatan, inilah iman Abraham. Abraham meninggalkan Ur untuk pergi ke tempat yang belum ia ketahui. Ia hanya berpegang kepada firman dan janji Tuhan. Abraham pergi meninggalkan rumahnya, kotanya, segala kenikmatan dan kemapanannya. Ketika itu Abraham sudah berusia 75 tahun. Iman yang sejati ada trust, understanding, and showing your obedience, your submission. Ketika tunduk (submit), engkau obey (taat). Itulah iman yang sungguh-sungguh.

BACA JUGA: MAZMUR 46:1-12 (PERTOLONGAN ALLAH SELALU ADA)

Jika engkau mengerti firman yang dikhotbahkan dan engkau menjalankannya, engkau taat, engkau akan memuliakan Tuhan. Saya seumur hidup berusaha untuk setiap langkah taat kepada Tuhan. Langkah terakhir adalah membangun universitas. Tidak ada uang, tidak ada izin. Saya percaya Tuhan akan memberikan kita izin tanpa memakai uang. Akhirnya Tuhan yang menang. Percaya dan taat. Saya tetap percaya kepada Tuhan. Sama seperti sepuluh tahun yang lalu saya berkata, “Ivan, siapkan guru, dirikan Sekolah Kristen Calvin.” Dalam 365 hari Ivan berkata, “Pak Tong, saya sudah menyiapkan 35 guru.” Sekarang Sekolah Kristen Calvin menjadi salah satu sekolah terbaik. Saya percaya Calvin Institute akan menjadi salah satu universitas terbaik, dengan iman, mengerti, dan taat. Taat kepada Tuhan.

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 11): Doktrin Iman

Iman di dalam Kristus terjadi di dalam relasi antarpribadi. Setelah kita percaya kepada Tuhan, kita mendapat jati diri dan kepercayaan yang menghubungkan kita dengan Allah. Selain memiliki hubungan pribadi antara yang dicipta dan Yang Mencipta, juga antara diri dan diri sendiri, serta antara diri dan orang lain yang juga dicipta Tuhan dalam peta dan teladan-Nya.

Ada tiga jenis relasi dalam “relasi antarpribadi” (interpersonal relationship): antara saya dan Allah, antara saya dan diri, dan antara saya dan sesama yang dicipta menurut peta teladan Allah sebagai umat manusia. Manusia memiliki pribadi karena Allah juga berpribadi. Pribadi Allah terdiri dari Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Ketiga pribadi ini memiliki hubungan satu dengan yang lain, memiliki relasi antara pribadi dan pribadi. Relasi antara tiga pribadi ini menjadi teladan dan fondasi hubungan pribadi dengan pribadi lain.

Allah menjadi dasar komunitas dan teladan masyarakat. Antara yang dicipta dan Yang Mencipta, Tuhan menjadi sumber segala sesuatu: relasi Allah Bapa kepada Allah Anak dan Allah Roh Kudus, Allah Anak kepada Allah Bapa dan Allah Roh Kudus, Allah Roh Kudus kepada Allah Bapa dan Allah Anak. Tiga pribadi ini saling berhubungan dengan teladan yang terindah, relasi yang tersuci, teradil, terbenar, dan penuh kasih. Tidak ada agama yang mengajarkan hal ini dan percaya kepada Allah Tritunggal. Tidak ada agama yang mengetahui apa artinya pribadi dan pribadi membentuk hubungan kasih, relasi, keadilan, kesucian, keabadian kekal, dan mengerti relasi Allah Tritunggal. Orang Kristen yang mengerti hubungan relasi antarpribadi ini harus mencontoh Tuhan dan mengikuti teladan Kristus yang turun ke dunia.

Allah menciptakan manusia dengan peta dan teladan Allah. Allah menjadi teladan dengan mengirim Kristus berinkarnasi ke dalam dunia. Peta Allah diberikan dalam potensi di mana kita mempunyai peta tersebut. Kristus turun ke dunia menjadi teladan kita, menjadi satu-satunya pribadi, menjadi sumber moralitas seluruh alam semesta. Dalam Kristus kita belajar mengenal kasih, kesucian, keadilan, belas kasihan, dan kebenaran. Dalam Kristus seluruh dunia dipersatukan, semua pribadi diberikan teladan. Setelah beriman kepada Allah Tritunggal, kita beriman kepada Tuhan yang menjadi dasar iman pada diri sendiri.

Iman kepada Tuhan menjadi dasar iman kepada diri sendiri. Orang yang percaya Tuhan mendapat kekuatan untuk percaya diri. Apakah percaya Tuhan saja tidak cukup? Apakah masih perlu percaya diri? Percaya diri adalah penilaian pertama yang menegakkan kehormatan kita sebagai pribadi. Orang yang tidak percaya diri tidak mungkin menghargai diri sendiri dan dihargai oleh orang lain. Jika engkau tidak menghargai diri sendiri, jangan menuntut orang lain menghargai engkau. Jika engkau tidak percaya kepada diri sendiri, jangan menuntut orang lain percaya kepada engkau. Memercayai diri sendiri berarti memiliki keyakinan kepada diri kita sendiri dan mampu menghargai diri kita sendiri, sehingga dengan demikian orang lain juga bisa percaya kepada kita dan menghargai diri kita. Orang lain menghargai dan menghormati kita berlandaskan bagaimana kita menghargai diri kita sendiri.

Setiap orang harus mempunyai penghargaan diri. Ini berdasarkan sifat relativitas yang diciptakan Tuhan hanya untuk manusia. Tidak ada binatang yang dapat menghargai diri sendiri; binatang hanya dapat memelihara diri sendiri. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat menilai diri, menghargai diri, mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri, dan mengasihi diri dengan kasih sebagai peta teladan Allah.

Allah menciptakan manusia dengan begitu ajaib. Engkau berada di dalam dirimu dan engkau berada di luar dirimu. Yang di luar dirimu adalah dirimu, yang di dalam dirimu juga adalah dirimu. Engkau memecahkan diri dari diri, sehingga melihat diri dari luar untuk menilai diri di dalam. Ini namanya relativitas, hubungan timbal-balik diri terhadap diri. Menilai diri, menghargai diri, menghormati diri, menuntut diri adalah diri terhadap diri.

Manusia mempunyai hubungan relasi antara diri di luar dan diri di dalam. Diri berbicara ke dalam diri merupakan pemisahan diri, pembagian diri, dan juga apresiasi diri. Diri keluar dari diri, berbicara kepada diri, berdialog dengan diri sendiri, karena di dalam dirimu yang eksis, terjadi relasi relativitas yang dicipta Tuhan. Jean-Paul Sartre, seorang filsuf Prancis membedakan: being in itself dan being to itself. Ketika being in itself, saya berada di dalam diriku. Ketika being to itself, saya berada di luar diriku. Melihat dari luar diri ke dalam diri namanya menghargai diri, mengapresiasi diri, dan menghormati diri. Manusia mengerti menilai diri sendiri dari luar diri, karena manusia diberi kemungkinan bersubjektivitas untuk menilai diri yang berobjektivitas. Saya berada sebagai subjek dan menilai diri sebagai objek. Saya menjadi bagaimana, bukan karena yang dikatakan dan dinilai oleh orang lain, tetapi karena saya yang menilai diri sendiri. Ini hanya ada pada manusia. Tidak ada kucing yang dapat menilai diri sendiri, tidak ada harimau yang dapat menghargai diri sendiri. Semua binatang hanya berada di dalam diri yang tidak berseparasi. Manusia adalah satu-satunya diri yang dapat diseparasikan menjadi manusia yang menghadapi manusia, diri yang menilai diri.

Setelah percaya dan beriman kepada Tuhan, Tuhan memberikan kita kemungkinan beriman kepada diri. Jika engkau melihat dirimu lebih tinggi dari sepatutnya, berarti engkau mengalami superiority complex (kesombongan). Jika engkau melihat dirimu lebih rendah dari seharusnya, disebut inferiority complex (rendah diri). Kedua hal ini berarti jatuh. Satu jatuh terlalu tinggi ke atas, satu jatuh terlalu rendah ke bawah. Kita mempunyai konsep bahwa jatuh harus ke bawah karena dipengaruhi daya tarik bumi. Semua di bumi jika jatuh ditarik oleh bumi, jatuh ke bumi ke bawah, tidak ada yang jatuh ke langit. Ini melawan gravitasi. Alkitab berkata bahwa yang pertama kali jatuh bukan manusia, tetapi malaikat. Malaikat berkata, “Aku ingin lebih tinggi, setinggi Tuhan.” Ini namanya jatuh ke atas, ketika malaikat meninggalkan posisi asli yang ditetapkan Tuhan sebagai malaikat. Ia tidak mau dan tidak rela menjadi malaikat, mau menjadi Tuhan, ia ingin setara Allah, ia ingin naik ke atas. Allah tidak pernah mengatakan, “Engkau dapat menjadi Allah.” Allah mengatakan, “Allah adalah Allah, manusia adalah manusia, malaikat adalah malaikat.” Menurut Alkitab, orang yang jatuh dalam dosa adalah orang yang tidak mau berada dalam posisi yang ditetapkan Tuhan.

Jika seseorang tidak berani, tidak mau, dan tidak rela menjaga kedudukan, potensi, dan derajat yang Tuhan tetapkan, ia jatuh. Jatuh ke bawah adalah melarat dan rendah; jatuh ke atas adalah ambisi liar. Alkitab adalah satu-satunya buku yang membicarakan malaikat jatuh ke atas, bukan jatuh ke bawah. Malaikat ingin menjadi Tuhan, ini ambisi liar yang tidak boleh terjadi, tidak mungkin terjadi, dan tidak diizinkan terjadi, karena Allah adalah Allah, dan Ia tidak memberikan tempat-Nya untuk yang dicipta. Allah menciptakan malaikat, Allah tidak mengizinkan malaikat menjadi Allah, juga tidak mengizinkan malaikat menjadi manusia. Hanya Allah sendiri yang pernah merendahkan diri, berinkarnasi, dan menjelma menjadi manusia. Selain itu tidak boleh terjadi.

Ketika manusia ingin menjadi seperti Allah, ini dipengaruhi oleh Iblis. Karena Iblis adalah malaikat yang hanya malaikat, tetapi tidak rela menjadi malaikat. Oleh karena itu, Tuhan mencampakkan dia, turun dari tempat yang sebenarnya begitu tinggi melayani Tuhan, menjadi setan yang akhirnya dibuang dari sorga. Mengapa dibuang dari sorga? Karena tidak layak lagi mempunyai tempat aslinya, yaitu tempat sebagai malaikat. Orang yang mempunyai ambisi liar, tidak puas dengan pimpinan Tuhan, akan hancur, karena berusaha jatuh ke atas. Akibatnya, ia dilempar Tuhan jatuh ke bawah. Setelah malaikat jatuh, ia mulai mengganggu dan mencobai manusia.

Tuhan adalah Allah yang ajaib, Allah yang Mahakuasa, yang tidak pernah dilampaui oleh siapa pun. Barang siapa yang tidak rela memelihara status yang diberikan Tuhan, mempunyai ambisi liar ingin lebih tinggi dari posisi yang seharusnya, Tuhan pasti mencampakkannya.

Apa bedanya Kristus dengan setan? Apa bedanya Kristus dengan malaikat yang jatuh? Kristus diberikan kedudukan dan Ia taat kepada pimpinan Allah. Ia tidak pernah melawan Allah. Kehendak Allah dijalankan oleh Kristus dan menjadi contoh bagi semua makhluk yang harus taat kepada Kristus, seperti Kristus taat kepada Allah. Kristus adalah Allah, dan Allah Bapa menyuruh-Nya menjelma menjadi manusia. Ia rela, taat, dan mengikuti pimpinan Allah. Setan berbeda, ia mau menjadi Allah. Yesus adalah Allah Pribadi Kedua yang rela taat kepada Allah Pribadi Pertama. Setan bukan Allah, ia hanya ciptaan, tetapi tidak rela taat kepada Allah dan menjaga posisi orisinal yang Tuhan berikan, dan ia mau meninggalkan tempatnya, naik ke atas, jatuh ke atas. Kristus dipimpin Allah turun ke dunia, dari Allah Sang Pencipta, turun menjadi manusia yang dicipta. Karena kerelaan Kristus yang turun, Ia dinaikkan Allah, diberikan tempat lebih tinggi daripada siapa pun, dari segala pemerintah, dari segala penguasa, dari segala alam semesta, sehingga tidak ada yang lebih tinggi dari Kristus. Kristus yang berada di tempat yang paling tinggi, rela turun ke tempat yang paling rendah, akhirnya diangkat oleh Allah. Malaikat di tempat yang bukan paling tinggi, mau lebih tinggi lagi, akhirnya diturunkan Tuhan menjadi setan.

Yang rela rendah hati turun, ditinggikan Tuhan. Yang tinggi hati dengan liar, diturunkan Tuhan. Kedua hal ini menjadi teladan, yang satu teladan baik, yaitu Kristus, yang satu teladan buruk, yaitu Iblis. Allah adalah Penetap, Penentu, Penghakim, dan memberikan kita nasib yang terakhir. Jika engkau menjadi orang yang rendah hati, belajar dari Yesus, Tuhan akan meninggikan engkau. Jika engkau meninggikan diri, melawan, merebut kemuliaan, dan berani mau sejajar dengan Tuhan, Tuhan akan menurunkan engkau menjadi setan.

Kita adalah pribadi yang diberi, kita adalah pribadi yang hidup. Allah adalah pribadi yang pada diri-Nya sendiri, dan kita dicipta menurut peta teladan Allah, sehingga setiap kita diberi pribadi oleh Allah. Kita adalah satu pribadi karena dicipta menurut peta teladan Allah. Allah mempunyai pribadi (oknum) pada diri-Nya, kita mempunyai pribadi (oknum) pada diri kita. Bedanya adalah Allah adalah Allah, dari kekal sampai kekal. Sedangkan kita dicipta oleh Allah, kita bukan Allah, kita hanya mempunyai peta teladan seperti Allah, dan kita tidak boleh berambisi menjadi Allah. Orang Kristen, jika dengan rela, taat, dan sudi mengikut Tuhan dan berkata, “Biar kehendak-Mu yang jadi, saya adalah manusia, saya tetap hanya mau menjadi manusia, menjadi manusia yang menolong orang lain, berkorban, dan menyangkal diri,” Yesus akan meninggikan engkau.

Kita sedang belajar dalil penting, yang sombong dan mau menjadi Allah akhirnya menjadi setan. Kristus, Allah yang rela menjadi manusia, Allah bangkitkan Dia, menjadi Raja atas segala raja, Tuhan atas segala yang dipertuhan. Inilah kesuksesan dari Tuhan, berbeda dengan kegagalan yang diizinkan Tuhan. Dalam seluruh alam semesta, ada dua teladan, teladan mengikut Kristus dan teladan mengikut malaikat yang berambisi liar. Dalam sejarah gereja ada dua macam pelayanan. Pelayanan yang belajar seperti Yesus merendahkan diri, berkorban, menyangkal diri, dan menjadi kemuliaan bagi Tuhan, menjadi berkat bagi manusia. Setelah mengikuti teladan yang baik, kita mendapatkan penghargaan diri, evaluasi diri, penilaian diri yang paling bernilai, menghargai diri dan menguatkan diri, dan dihargai Tuhan.

Bagaimana cara manusia menilai dan mengevaluasi diri? Engkau harus mengevaluasi dirimu melalui pandangan Tuhan, bukan pandangan orang lain. Evaluasi dari manusia tidak kekal dan mutlak. Jika melihat dari mata manusia, Yesus tidak ada kelebihan, tidak ada kedudukan politik, tidak ada status politik, tidak ada status ekonomi, tidak ada status pendidikan, dan tidak ada status militer. Tetapi apa yang menjadikan Yesus unik dan lebih tinggi? Alkitab mengatakan, Allah telah mengaruniakan Yesus nama di atas segala nama; Allah memberikan kedudukan tinggi, Yesus disebut Raja di atas segala raja, Tuhan di atas segala yang dipertuhan. Yesus tidak pernah mendapat gelar di luar negeri dan pelajaran yang bermutu di dunia ini. Ia dilahirkan di palungan, dibesarkan di rumah Yusuf, menjadi tukang kayu yang merupakan lapisan masyarakat miskin. Yesus adalah orang yang paling sederhana, tetapi yang memberikan evaluasi bukanlah manusia, yang memberikan evaluasi adalah Tuhan.

Kita harus mempunyai penilaian diri dalam Kerajaan Allah. Penilaian tertinggi adalah dari Tuhan Allah, dan Yesus menjadi orang yang mendapat penilaian tertinggi dari Tuhan Allah. Kita harus menilai diri melalui pandangan Tuhan, melalui anugerah Tuhan, menguji dan mencari kehendak Tuhan dalam pimpinan Roh Kudus. Alkitab berkata jangan sombong, engkau harus menilai diri dengan selalu mencari dan menguji apa itu kehendak Tuhan. Setiap orang mempunyai keunikan sendiri. Jangan minder dikarenakan banyak orang yang lebih pintar, dan jangan sombong dikarenakan ada orang yang lebih bodoh. Yang lebih pintar, engkau mengajar, yang lebih bodoh, engkau belajar.

Dalam Alkitab, tidak ada orang yang diiri dan dihina Yesus. Yesus tidak mengatakan, “Karena engkau pelacur, Aku menghina engkau.” Yesus menghargai setiap manusia, bukan karena profesinya yang salah, bukan karena pendidikannya yang rendah, bukan karena status masyarakatnya yang miskin. Yesus tidak pernah menghina orang miskin, Yesus tidak pernah meremehkan lapisan masyarakat paling bawah. Ketika Yesus lahir, Ia tidak memberikan wahyu kepada raja, tidak memberikan pengertian kepada orang Farisi, tidak memberitahukannya kepada imam. Yang tahu ketika Yesus dilahirkan hanya dua macam orang, yaitu orang majus dan gembala yang miskin di pinggir kota Betlehem. Tuhan tidak memberi tahu Raja Herodes, meskipun kedudukannya tinggi. Tuhan juga tidak memberi tahu Imam Besar, meskipun pimpinan agama. Tetapi Tuhan memberi tahu orang majus bahwa Yesus sudah lahir. Mereka adalah orang kafir, orang yang dihina oleh Israel. Bangsa lain mengetahui Yesus lahir, bangsa sendiri tidak mengetahuinya, karena Allah membenci mereka yang sombong, tetapi Allah menilik orang yang rendah hati. Orang majus dengan rendah hati mau mengetahui kehendak Allah, mau mengetahui pimpinan Allah. Barang siapa mencari dan mau mengetahui kehendak Tuhan, Tuhan menyatakan diri-Nya kepada mereka. Tetapi orang Farisi, Imam Besar yang berada dalam Bait Allah, mereka sombong dan Tuhan melewatkan mereka, tidak memberitahukan apa-apa kepada mereka. Malaikat memberikan wahyu kepada orang yang paling miskin, paling remeh, dan paling hina, yaitu para gembala. Inilah cara Tuhan.

Cara Tuhan dan kehendak Tuhan adalah Tuhan memberi anugerah kepada siapa saja dan tidak ada yang boleh ikut mencampurinya. Tuhan mengatakan, “Aku mengasihani orang yang mau Kukasihani, Aku memberkati orang yang mau Kuberkati.” Tuhan mau memberkati orang miskin dan rendah hati. Orang-orang ini tidak boleh menilai diri kurang karena Tuhan menghargai mereka. Setiap orang dalam masyarakat ada mindernya, ada sombongnya. Kita sombong karena ada keunggulan, kita minder karena ada kegagalan. Tetapi jangan menilai dirimu dari keunggulan dirimu sehingga menjadi sombong. Jangan menghina dirimu dari kegagalanmu sehingga menjadi orang yang meremehkan diri sendiri. Tidak ada orang yang tidak unggul atau gagal, semua mempunyai keunggulan dan kegagalan. Jangan diganggu oleh kesuksesan yang menjadikan arogan, atau menghina diri karena kegagalan, akhirnya mempermalukan Tuhan. Mari menjadi orang yang ditaruh di dalam tangan Tuhan. Keberadaan saya, relasi antara subjek saya dan objek saya, saya letakkan di dalam tangan Tuhan. Biarlah Allah yang menilai saya, mengevaluasi saya, seturut kehendak Allah. Tuhan ingin kita mempunyai kepercayaan diri yang bersandar dan beriman kepada Dia. Jangan beranggapan bahwa engkau tidak berguna, jangan ditipu Iblis. Tuhan memimpin engkau agar dapat memuliakan Tuhan.

Pada masa kini, jika jantung seseorang rusak, jantung tersebut dapat digantikan dengan pencangkokan jantung dari orang yang rela menyerahkan organ tubuhnya untuk menolong orang lain. Cangkok jantung pertama kali dilakukan bukan di Amerika, Rusia, Jerman, Prancis, Inggris, atau Jepang, negara-negara yang mempunyai kemajuan mutakhir dan paling modern dalam dunia medis. Tuhan menetapkan pencangkokan jantung pertama kali terjadi di Afrika Selatan, tempat yang tidak pintar dan maju, tetapi Tuhan mengizinkan mereka mencangkok jantung pertama kali. Ketika pencangkokan jantung pertama kali berhasil, seluruh dunia kagum, ternyata di Afrika ada orang pintar. Jika jantung sudah dicangkok harus dijahit lagi. Ketika akan dijahit, Dr. Bernard yang melakukan pencangkokan itu, tangannya goyang kurang stabil sehingga tidak dapat menjahit dengan baik. Tetapi seorang Afrika, yang tidak pernah belajar kedokteran, di bawah asistensi dokter yang pintar, menjahitnya sehingga pasien itu tidak mati. Hal ini sebetulnya tidak boleh, karena menurut konstitusi, orang kulit hitam tidak boleh bekerja di rumah sakit orang kulit putih dan mengurus urusan medis. Tetapi Dr. Bernard tidak ada cara lain kecuali dia rela rendah hati, memanggil orang kulit hitam yang tangannya stabil untuk menjahit jantung yang dicangkok itu. Hal ini tidak diketahui oleh orang lain sampai belasan tahun kemudian, hari rahasia ini dibongkar dan seluruh dunia heboh. Orang Afrika mempunyai kontribusi yang besar dalam pencangkokan jantung, bukan karena pengetahuannya pintar tetapi karena tangannya stabil. Ketika sudah diketahui, seluruh dunia menilai orang kulit hitam berbeda. Tidak lama kemudian, Nelson Mandela mendapat kemenangan menjadi presiden Afrika Selatan, sehingga kedudukan orang kulit hitam sama dengan orang kulit putih di negara itu.

Jangan minder karena pendidikan yang kurang dan terlihat tidak bisa apa-apa. Tuhan mencipta, Tuhan memelihara, dan memberikan potensi di dalam dirimu, yang mungkin tidak ada pada orang lain. Setiap orang Kristen berdoa kepada Tuhan, meminta kepercayaan diri, penilaian diri yang sesuai kehendak Tuhan, sehingga tidak arogan dan tidak minder; tidak sombong sampai merebut kemuliaan Tuhan, tetapi juga jangan rendah diri dan menghina diri sampai diperalat Iblis. Saya yakin karena saya percaya dan bersandar kepada Tuhan di mana saya harus menjadi serupa Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian saya belajar untuk menilai diri saya seturut cara pandang Tuhan. Saya belajar terus bertumbuh dan berusaha untuk menjadikan diri saya mampu melakukan pekerjaan baik demi kemuliaan Kristus.

Marilah kita belajar menjadi orang yang menilai diri dengan anugerah Tuhan. Jangan menghina diri, jangan arogan dan meninggikan diri. Tuhan memberkati kita menjadi orang yang beriman sesuai kehendak Tuhan.

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 12): Doktrin Iman

Kini kita akan membahas tentang iman yang sejati. Sekalipun kita sudah lama menjadi orang Kristen, dan mungkin sudah cukup lama merasa menjadi orang beriman, kita tetap perlu untuk meneliti kembali apa itu iman yang sejati. Tuhan tidak mau kita menjadi orang Kristen yang membabi buta dan naif. Tuhan tidak mau kita menjadi orang Kristen yang kurang pengetahuan, hanya beriman dengan kalimat-kalimat kiasan, tetapi tidak mengetahui makna yang sesungguhnya.

Selama ini apa yang saya kerjakan dikabulkan, disetujui, dan diberkati oleh Tuhan. Sekolah Kristen Calvin sedang dibangun. Universitas akan memakai tempat ini [ed: RMCI] untuk dua hingga lima tahun, lalu kemungkinan akan pindah ke BSD. Di BSD juga akan dibangun gereja. Sesudah itu saya harap bisa mendapat tanah yang tidak terlalu jauh untuk kuburan. Jika Tuhan memberkati, kita harap menjadi berkat bagi orang miskin, yang kurang uang untuk membeli kuburan. Kita mendirikan universitas untuk menerima murid yang pintar dan kurang uang, tetapi mempunyai otak yang baik, sehingga gerakan ini menjadi gerakan yang sangat memuliakan Tuhan dan menjadi berkat bagi orang di seluruh Indonesia. Kita bukan hanya melayani orang kaya, tetapi kita akan melayani umat Tuhan. Yang kaya jangan lupa mencari uang untuk Tuhan. Ada satu orang kaya yang mendadak sadar, lalu dia mengatakan, “Kalau saya mempunyai banyak uang tetapi tidak tahu mau ke mana, bukankah itu seperti mobil mahal, diisi bensin sampai tangkinya penuh, lalu distarter, tetapi tidak tahu mau ke mana?” Pokoknya mobilnya membanggakan, bensinnya penuh. Ini orang gila yang tidak tahu hidup untuk apa.

Begitu banyak orang di dunia, hidupnya tidak ada tujuan, tidak ada arah, tidak ada sasaran, pokoknya main-main, putar-putar, jalan-jalan. Tuhan berkata, “Mulia bagi Allah di tempat yang Mahatinggi.” Kalimat kedua, “Damai di bumi bagi orang yang diperkenan Tuhan.” Engkau mau damai, engkau mau sejahtera? Mau. Tetapi engkau tidak mau menjadi manusia yang diperkenan Tuhan. Hanya doanya pintar, ikut kebaktian rajin, tetapi tidak minta diperkenan Tuhan. Bagaimana Tuhan memberkati? Mulia bagi Allah di tempat yang Mahatinggi, baru di bumi ada damai bagi orang yang diperkenan Tuhan.

Mari kita menjadi orang Kristen yang berkenan kepada Tuhan. Menjadi orang Kristen yang hidup damai, baik, jujur, bertanggung jawab, dan tidak main-main. Menjadi orang Kristen yang hidup suci, bijak, dapat menahan dan mengontrol diri agar berkenan kepada Tuhan. Dengan demikian, kita memuliakan Tuhan di tempat yang tinggi. Ia menurunkan damai sejahtera bagi kita yang berkenan kepada-Nya. Inilah berita Natal. Malaikat berkata kepada gembala di padang, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Damai sejahtera akan diberikan kepada orang-orang yang berkenan kepada Allah. Dari sini, kita akan belajar beberapa definisi paling penting mengenai iman.

Pertama, iman adalah berpaling kepada Allah. Ketika engkau kembali dan memandang kepada Allah, ini merupakan suatu semangat arah. Sasaran hidup rohanimu adalah menghadap kepada Allah. Inilah iman. Orang beriman adalah orang yang hidupnya menghadap Tuhan, berpaling kepada Tuhan. Orang yang percaya Tuhan adalah orang yang hidup di hadapan Tuhan. Allahku, aku hidup memandang kepada-Mu, aku datang kepada-Mu, dan aku kembali ke arah-Mu. Itulah iman.

Iman bukan sekadar mengangkat tangan di dalam sebuah kebaktian kebangunan rohani dan mau percaya. Iman bukan omongan, bukan ide. Iman sejati adalah arah yang sungguh-sungguh berpaling, berputar kembali kepada Tuhan, dan hidup menghadap Tuhan. Rohmu menghadap siapa? Engkau hidup di depan siapa? Engkau hidup untuk memperkenan siapa? Setiap kita harus hidup berpaling dan menghadap Tuhan.

Orang beriman menghadap terang, maka orang beriman bayangannya tidak mungkin berada di depan. Jika engkau menghadap terang, bayanganmu akan ada di belakang. Jika melihat bayangan berada di depan, artinya engkau telah membelakangi iman. Jika engkau menghadap terang, bayanganmu pasti di belakangmu. Saat ini seluruh manusia celaka karena melihat bayang-bayang dirinya di depan. Rusia, Amerika, Inggris, Eropa seperti itu, Tiongkok lebih lagi, Indonesia juga seperti itu.

Koruptor di Brasil telah dibongkar, satu per satu masuk penjara. Ada belasan presiden di dalam sejarah Korea Selatan, lima masuk penjara karena korupsi. Di antara lima tersebut, ada dua yang Kristen. Mereka dari muda ikut pelayanan mahasiswa, tetapi setelah jadi presiden, lupa iman Kristen, lupa bermoral seperti Kristus, dan mereka korupsi. Di Barat juga banyak presiden masuk penjara. Mengapa demikian? Karena jika manusia sudah melihat uang dan keuntungan, mata dan hati nuraninya menjadi buta, dia tidak bisa lagi menjaga kesucian.

Setiap orang dari permulaan harus memelihara hati di hadapan Tuhan. Banyak orang yang menjadi hamba Tuhan, di permulaan berkata, “Tuhan, Tuhan, aku mau menjadi hamba-Mu.” Ketika ia sudah tua, teriaknya bukan, “Tuhan, Tuhan,” tetapi, “hantu, hantu,” sehingga ia mulai menyeleweng, berkompromi, dan belajar kejahatan. Banyak pendeta yang korupsi dan tidak beres. Pertama-tama hidup suci, ketika tua mencari pelacur, menjadi orang yang tidak jujur. Berbahagialah mereka yang dari permulaan sampai akhir tekun berjalan dalam keadilan, kesucian, dan ketaatan pada prinsip Alkitab dan Roh Kudus, berjalan setia dalam Tuhan.

Saya harap saya boleh bersih sampai mati, menjadi contoh yang baik untuk menyinari zaman ini, untuk GRII, Indonesia, dan setiap orang Kristen. Dari sejak berusia tujuh belas tahun, saya menjadi hamba Tuhan, berkhotbah sampai sekarang, lebih dari 600 kota yang dikunjungi, sekitar 35 juta orang yang mendengar khotbah saya. Saya tidak boleh sombong, harus tetap rendah hati, murni, dan menyerahkan diri di bawah pimpinan Tuhan, supaya boleh menjadi teladan yang baik bagi kalian semua. Selama hidup, saya berusaha terus mengikut Tuhan, taat kepada Tuhan. Setelah saya mati, engkau boleh mengambil teladan saya, menjadi orang Kristen yang baik. Banyak orang kaya yang tidak senang kepada saya, karena saya tidak mudah dan tidak mengerti bagaimana memuji orang kaya. Banyak orang ketakutan karena Stephen Tong khotbahnya keras, mereka ikut kebaktian di tempat lain, dipuji-puji oleh pendetanya. Pendetamu ini bukan memuji orang kaya, bukan mencari jasa, menyenangkan orang di dunia. Saya hanya punya satu Tuan, yaitu Yesus Kristus. Saya hanya berusaha menyenangkan Dia, karena Ia yang mati bagi saya. Engkau berapa kaya, tidak ada hubungan dengan saya. Engkau tidak pernah mati untuk saya, engkau hanya punya uang lebih banyak. Engkau hebat tetapi di hadapan Tuhan siapa pun harus bertanggung jawab.

Iman berarti hidup menghadap Tuhan. Apakah engkau hidup di dunia ini menghadap kepada Allah? Apakah engkau menghadap kepada kebenaran-Nya, keadilan-Nya, dan kesucian-Nya? Apakah engkau menghadap kepada Tuhan yang membenci dosa, kepada Tuhan yang mengasihi orang yang menjadi musuh-Nya, dan yang rela berkorban bagi mereka? Tuhan dan sifat Ilahi-Nya harus menjadi dasar moral kita. Jika moral kita mengikuti teladan Kristus, kita hidup di dalam Kristus dan menghadap kepada-Nya, ini namanya orang beriman.

Setiap orang jika beriman mempunyai arah baru. Arahnya bukan dunia, bukan uang, keuntungan, kedudukan, kekayaan, atau kemuliaan yang fana, tetapi arahnya adalah Tuhan dan Kerajaan-Nya yang kekal. Hanya menyenangkan Tuhan, hanya hidup menghadap kepada Tuhan, dan hanya minta diperkenan Tuhan. Dengan demikian imanmu adalah iman yang sejati. Jika engkau berkata bahwa engkau percaya Tuhan, tetapi hatimu berpaling dari Tuhan dan membelakangi Tuhan, engkau adalah penipu, tidak jujur, dan akan dibuang oleh Tuhan. Manusia yang diperkenan Tuhan adalah manusia yang menjadikan Tuhan di depannya.

Hidup di hadapan Allah berarti Allah di hadapanmu. Dengan Allah di depan saya, maka saya tidak berani sembarangan, tidak jujur, tidak benar, dan tidak suci, karena saya tahu saya sedang dilihat Tuhan. Ketika Tuhan dengan pandangan-Nya yang suci melihat engkau dan sangat dipuaskan karena engkau hidup dalam kesucian, maka Tuhan berkata, “Inilah anak-Ku, inilah hamba-Ku. Silakan masuk, terimalah kebahagiaanmu karena Aku sudah menyediakan bagimu.” Yang paling menakutkan ketika harus bertemu Tuhan, Tuhan mengatakan, “Meskipun engkau berkhotbah demi nama-Ku, bernubuat bagi nama-Ku, mengusir setan dengan nama-Ku, menyembuhkan orang sakit dan melakukan mujizat karena nama-Ku, tetapi hatimu jauh dari pada-Ku. Apa gunanya engkau berbakti kepada-Ku dan sembah sujud kepada-Ku?” Inilah kepura-puraan, inilah kemunafikan, inilah kata-kata yang sering diucapkan Yesus ketika memarahi orang Farisi.

Orang Farisi adalah orang beragama yang paling tinggi kelasnya di dalam masyarakat Yahudi. Ketika Yesus hidup di dunia, Ia berkata, “Celakalah engkau orang Farisi yang pura-pura. Celakalah engkau ahli hukum (ahli Taurat) yang munafik, karena mulutmu membicarakan kebenaran, tetapi hatimu jauh dari padanya.” Orang yang beriman kepada Tuhan adalah orang yang dengan seluruh hidup dan jiwanya menghadap Tuhan. Saya menaruh Tuhan di depan dan hanya hidup menghadap Tuhan. “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (Mzm. 139:23-24). Inilah kalimat Daud. Daud juga berkata, “Tuhan, Engkau menilik aku, bukan? Engkau memeriksa hatiku? Ketika aku berdiri, aku berbaring, aku duduk, atau aku berjalan, semua tidak ada yang tertutup dari hadapan-Mu.”

Setiap saat, setiap peristiwa, setiap kalimat dan tindak tanduk yang manusia lakukan, tidak dapat menipu Tuhan. Tuhan adalah Tuhan yang Mahakuasa dan Mahatahu. Ia melihat sampai ke dalam hati kita semua. Daud mengatakan, “Dari jauh Engkau sudah melihat aku. Ketika aku berbaring, Engkau sudah menilik hatiku; ketika aku berdiri, engkau sudah mengenal pikiranku.” Daud mengatakan Tuhan tahu semua. Tetapi baru di bagian akhir Daud berkata, “Selidikilah hatiku.” Daud tidak mengatakan ini dari permulaan, karena ketika pada awalnya Tuhan menyelidiki dirinya, ia tidak tahu. Sekarang ia minta diselidiki lagi agar ia tahu. Bedanya, melihat segala sesuatu melalui mata Tuhan tidak mungkin salah.

Jika menilai segala sesuatu dengan mata kita sendiri, pasti banyak kesalahan terjadi. Tetapi ketika kita bisa melihat segala sesuatu melalui mata Tuhan, maka tidak mungkin salah. Melihat segala sesuatu janganlah menggunakan pandangan subjektif mata kita sendiri. Menilai segala sesuatu harus dengan subjektivitas mata Tuhan. Setiap orang Kristen yang hidup di dalam diri sendiri tidak mungkin maju, tetapi hidup melalui mata Tuhan memungkinkan kita maju pesat sekali. Mengapa ada seseorang yang baru bertobat tiga tahun sudah bisa berkhotbah dan melayani Tuhan dengan begitu baik dan setia, tetapi ada orang lain yang sudah menjadi Kristen berpuluh-puluh tahun namun hidupnya tetap sembarangan? Hal ini disebabkan ia tidak pernah mengubah pandangannya dari subjektivitas diri yang berdosa menjadi subjektivitas Tuhan yang suci. Ia tidak pernah melihat diri melalui pandangan Tuhan. Jika seseorang terus mengikuti pandangan Tuhan, menilai segala sesuatu melalui takhta Tuhan, mengerti kriteria dan cara penilaian Tuhan, hal itu akan membuat orang tersebut tidak mungkin sembarangan jatuh ke dalam dosa. Ini yang disebut hidup menghadap kepada Tuhan.

Ketika menghadap kepada Tuhan, maka rohanimu beriman. Yang disebut iman, berarti arah dari jiwamu kepada Tuhan, percaya kepada Tuhan. Jika seseorang mempunyai satu tujuan, satu sasaran, hanya kepada Tuhan, hidup menghadap kepada Tuhan, ia adalah orang yang beriman kepada Tuhan. Iman berarti sasaran rohani kepada Tuhan.

Kedua, iman berarti melihat yang dilihat Tuhan. Di dalam Alkitab banyak istilah melihat, “lihatlah Anak Domba Allah”, “lihatlah kemuliaan Allah”, “lihatlah sesamamu”. Di dalam Alkitab, ada seorang buta yang disembuhkan Yesus. Pertama kali ia memegang matanya, Tuhan bertanya kepadanya, “Apa yang kaulihat?” Dia menjawab, “Aku melihat orang berjalan, seperti rimba yang goyang.” Berarti masih kabur, tidak jelas. Tuhan melakukan satu kali lagi, menumpangkan tangan, menjamah matanya. Setelah disentuh lagi, ditanya lagi, sekarang dia melihat apa? “Aku melihat semua dengan jelas.” Tuhan berkata, tanpa diperanakkan oleh air dan Roh Kudus, engkau tidak akan melihat Kerajaan Allah. Hanya melihat Kerajaan Allah saja belum cukup, engkau harus masuk ke dalam Kerajaan Allah.

Alkitab sangat sering berbicara tentang melihat, melihat, dan melihat. Tetapi apakah engkau melihat dengan jelas? Orang yang melihat dengan tidak jelas, tidak mungkin bekerja dengan baik. Tentang melihat, dalam bahasa Inggris ada empat istilah yang berbeda sekali: 1) blink, artinya engkau mendadak melihat sesuatu dengan jelas, “Oh ternyata begitu,” 2) blank, melihatnya seperti terantuk, matanya seperti tertutup separuh, melihat tidak jelas, 3) blur, melihat semua kacau menjadi satu, tidak jelas apa, 4) blind (buta), tidak mampu melihat apa pun. Blink, blank, blur, blind. Setelah empat hal ini, yang paling celaka adalah black (hitam pekat). Engkau berada di posisi yang mana? Orang yang blink tidak akan sembarangan mengatakan dirinya blink. Ia melihat dengan jelas, juga melihat kekurangan sendiri. Kita perlu blink, diberikan sorotan dan cahaya dari Roh Kudus, sehingga mata rohani kita melihat.

Yang disebut iman, pertama arahnya dibenarkan, kedua, matanya dijelaskan. Jika mata sudah jelas melihat apa pun, berbeda dengan melihat tidak jelas. Ada orang yang melihat semua kabur, semua sama, tidak bisa membedakan yang istimewa, yang akurat, dan yang benar yang mana. Ada orang yang sudah beriman kepada Tuhan dan sudah percaya, namun ia tidak bisa menjelaskan Tuhan itu bagaimana, karena ia tidak blink, tetapi blank, blur, blind. Akibatnya, ia tidak memiliki definisi atau deskripsi yang akurat untuk membuktikan bahwa ia telah melihat dengan jelas. Jika hati nuranimu sudah dikotori, dikaburkan banyak dosa, engkau tidak pernah dapat melihat apa pun dengan jelas. Mari kita tinggalkan segala dosa, menghapus segala halangan, supaya mata rohanimu melihat Tuhan dengan jernih, dengan jelas. Ini yang namanya iman.

Ada cerita, ada seseorang yang sudah berjalan sampai Parliament House di London, mendadak ia tidak bisa melihat, karena kota London sedang berkabut. Dia terus jalan sana sini, tetapi tidak dapat melihat jelas, padahal ia ada rapat penting di mana ia sudah harus tiba di sana sepuluh menit yang lalu. Karena kabut tebal, ia belum sampai, bahkan belum tahu arahnya ke mana. Dia ke kanan salah, ke kiri salah, ke depan salah, karena terlalu gelap oleh kabut. Lalu dia mengomel sendiri, “Dua menit lagi saya mesti rapat, mereka perlu saya, dan saya perlu dengar mereka, tetapi bagaimana mau pergi?” Ketika ia sedang mengomel, mendadak di tengah kabut ada satu tangan yang memegang tangannya dan berkata, “Ikut saya!” Ia bertanya, “Siapa kamu? Mengapa saya harus ikut kamu?” Orang itu menjawab, “Saya akan bawa kamu masuk ke Parliament House.” Lalu ia menjawab, “Mau, saya mau.” Lalu tangannya dipegang, satu menit sampai di Parliament House. Ketika orang yang menggandengnya mau pulang, ia berkata, “Jangan pulang dahulu. Saya mau tahu siapa engkau yang begitu hebat, dalam satu menit bisa membawa saya dengan cepat sampai di Parliament House. Apa rahasiamu?” Orang itu senyum-senyum dan menjawab, “Rahasianya hanya satu.” Orang itu menjawab satu kalimat, yang membuat ia kaget setengah mati, “Sebab saya buta.” “Ha? Engkau bisa membawa saya begitu cepat karena buta?” Orang buta tidak dipengaruhi kabut. Berapa pun tebalnya kabut tidak masalah, karena dia buta. Tetapi ia sudah sering di sana sehingga jalan kanan, jalan kiri, dapat ia lakukan tanpa perlu melihat. Ketika kakinya menyentuh satu pintu, dia tahu ini pintu apa. Ketika tangannya memegang sesuatu, dia tahu ini engsel apa. Ia sangat peka dan pintar.

Apa ajaran dari cerita ini? Ada orang yang matanya besar tetapi tidak melihat apa pun. Ada orang yang buta, apa pun peka, karena dunia ini dunia sindiran, dunia paradoks. Adakah orang kaya yang miskin? Banyak. Adakah orang miskin yang kaya? Juga banyak. Adakah orang pintar yang bodoh? Banyak sekali. Adakah orang biasa yang pintar? Banyak sekali. Mengapa yang pintar menjadi bodoh? Karena mereka mempunyai kepintaran duniawi, bukan kebijaksanaan dari sorga. Mengapa yang bodoh menjadi pintar? Karena mereka dianggap bodoh, kurang sekolah, tetapi hatinya mempunyai naluri yang kuat. Di dunia ini ada orang kaya yang miskin sekali, ada orang miskin yang kaya sekali. Orang kaya yang miskin sekali adalah orang yang bagaimana pun kaya tidak pernah puas. Sudah ada ratusan miliar tetap tidak puas. Maunya untung terus. Ia menipu, menyeleweng, segala sesuatu dikerjakan dengan tidak jujur. Mau kaya, akhirnya paling miskin, menjadi pengemis besar-besaran, merebut dan menipu uang orang lain. Dia mau cepat kaya, akhirnya menjadi miskin.

Saya pernah berbicara dengan seseorang yang penting agar jangan ingin cepat kaya, akhirnya ia terjeblos. Sudah jatuh, seumur hidup tidak bisa kembali lagi. Orang itu sudah terperosok jatuh, sudah tidak bisa kembali lagi. Sekarang tidak mau lagi ikut kebaktian yang saya pimpin, karena dia pikir dia pintar, padahal bodoh. Di dunia ini banyak orang yang kelihatannya bodoh, tetapi pintar. Banyak orang yang miskin tetapi kaya, karena di dalam kemiskinannya, walaupun uangnya tidak banyak, tetapi masih kasih orang, membantu orang, menjadi orang yang berjiwa konglomerat walaupun kantongnya kantong biasa. Ada orang berkantong konglomerat, tetapi jiwanya pelit luar biasa, sehingga kelihatan kaya, tetapi miskin. Banyak orang konglomerat adalah pengemis besar-besaran, karena mereka terus kekurangan uang, terus mau kaya, terus mengambil uang orang lain. Mereka menjadi pengemis yang berkaliber besar. Tetapi ada orang biasa yang tidak terlalu kaya, ada uang memberi kepada orang, seperti orang kaya. Tuhan membuat mereka bermentalitas kaya. Jika engkau sungguh-sungguh memberi, mengasihani, menghormati orang lain, Tuhan tidak pernah melupakan kita. Dengan demikian engkau melihat yang tidak dilihat oleh orang lain. Itulah iman.

Mengapa orang yang buta tadi bisa memimpin? Karena ia tidak dipengaruhi oleh kabut. Sekarang kita terlalu banyak yang matanya terbuka lebar, akhirnya yang dilihat hanya kabut, bukan manusia. Banyak orang Kristen yang matanya dibuka terlalu besar, akhirnya tidak bisa melihat anugerah Tuhan, hanya melihat kebanggaan diri, hanya melihat kesombongan diri. Hal demikian berbahaya sekali. Kita harus beriman. Iman berarti mengarah kepada Tuhan dan iman juga berarti melihat pimpinan Tuhan. Kedua hal ini menyatakan bahwa kita beriman kepada Tuhan. Orang Kristen yang mengikuti Tuhan harus melihat apa yang dilihat oleh Tuhan. Jika engkau tidak diperanakkan oleh Roh Kudus, engkau tidak akan melihat Kerajaan Allah. Jika engkau tidak diperanakkan melalui air dan Roh Kudus, engkau tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Yang disebut melihat Kerajaan Allah berarti engkau sudah mempunyai iman kepada Tuhan, berarti engkau mengarah kepada Tuhan. Karena iman adalah arah, iman adalah penglihatan. Dalam tema berikutnya, akan dibahas aspek ketiga dari iman, yaitu iman adalah memegang Tuhan. Kiranya Tuhan memperbaiki iman kita, membenarkan iman kita, bukan menjadi orang yang sembarangan

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 13): Doktrin Iman

Doktrin iman menjadi doktrin yang paling utama dalam iman orang Kristen. Agama Kristen tidak bersandar kepada kelakuan dan kelayakan manusia, bukan bersandar kepada tingginya moral seseorang yang menyebabkan ia diterima dan diberkati oleh Tuhan. Manusia diberkati Tuhan karena iman di dalam Kristus. Tanpa iman, tidak ada seorang pun yang berkenan di mata Tuhan.

Iman yang sejati harus ditujukan kepada Tuhan melalui Kristus yang berinkarnasi sebagai manusia. Yesus adalah Allah Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal, Firman yang dari kekal sampai kekal. Alkitab menuliskan, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” (Yohanes 1:1). Dan Firman itu menjadi terang dunia (Yohanes 1:14). Firman itu telah menjadi daging dan tinggal di tengah kita. Kebenaran Tuhan yang tertanam di dalam hati manusia akan bertunas menjadi iman kepercayaan. Firman mengandung bibit iman, maka iman datang dari pendengaran akan firman Tuhan. Siapa yang mendengar firman pasti imannya bertumbuh.

Iman pertama adalah iman dasar yang Tuhan tanamkan di hati manusia, iman yang percaya bahwa Allah ada. Jika sudah ada iman dasar sebagai bibit, jangan ditekan tetapi biarkan bertumbuh. Ketika engkau mendengarkan firman Tuhan, iman itu akan membuat engkau mengerti Tuhan. Iman yang mau mendengar firman akan menerima bibit iman yang baru. Iman selanjutnya adalah iman jenis kedua, yaitu iman dari firman Tuhan. Kita mengetahui bahwa Allah bukan saja ada, tetapi Ia juga memberikan keselamatan dan pengampunan kepada kita melalui Kristus.

Setelah menerima Kristus sebagai Juruselamat, kita tidak hanya menerima wahyu umum yang percaya bahwa Allah ada, tetapi juga percaya bahwa Allah juga memberikan keselamatan, menyediakan pengampunan, dan memberikan anugerah hidup baru; inilah iman jenis kedua. Iman jenis kedua tidak cukup, iman harus diterjemahkan menjadi kelakuan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Jika iman menghasilkan kelakuan yang baik, barulah orang Kristen menjadi terang dan garam dunia.

Iman jenis ketiga adalah iman yang menghasilkan kelakuan dan moral yang baik, karena iman tanpa kelakuan adalah mati adanya. Iman yang percaya bahwa Allah ada adalah iman dasar. Iman yang percaya pada anugerah Allah adalah karunia. Iman yang diterjemahkan menjadi kelakuan adalah kewajiban. Hidup kita perlu menyatakan bahwa ada iman di dalam dengan cara menunjukkan ada kelakuan di luar.

Iman yang keempat adalah iman yang bersandar kepada Tuhan, setiap hari taat dan minta pimpinan Tuhan. Orang yang belum percaya kepada Tuhan dan menerima keselamatan, tidak mempunyai iman seperti ini. Iman yang percaya bahwa Tuhan memberi keselamatan dan membuat kita ingin melakukan kebajikan, menjalankan kelakuan, membuktikan bahwa iman kita bukan iman yang mati, tetapi iman yang hidup. Iman jenis keempat terus bersandar kepada Tuhan untuk memperoleh berkat, terus memperbarui hidup kita, dan memercayakan diri sepenuhnya di dalam Allah.

Orang Kristen adalah orang yang bersandar kepada Tuhan, hidup memandang Tuhan, percaya dan taat kepada Allah. Selain bersandar, ia juga harus belajar mengerti. Sesudah mengerti, ia perlu taat. Hanya percaya tanpa mengerti akan menjadi iman yang buta. Hanya percaya dan mengerti tanpa menjalankan dengan taat, akan menjadi iman yang egois. Iman kita jangan buta. Kita harus mencelikkan mata kita untuk melihat kehendak Tuhan, mengerti rencana-Nya. Iman harus tidak egois, menaati Tuhan, dan menjalani semua perintah-Nya. Iman adalah hal yang terjadi dalam rohani, bukan jasmani.

Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan dua aspek. Pertama, aspek jasmani: dengan debu tanah Tuhan menciptakan Adam. Kedua, aspek rohani: Tuhan meniupkan napas-Nya ke dalam hidung Adam agar dia menjadi manusia yang hidup dan bersifat roh. Maka, kebutuhan kita sebagai manusia memiliki dua aspek. Aspek pertama, aspek jasmani, kita perlu materi, makanan, yang mengisi kebutuhan jasmani. Tetapi Tuhan berkata, “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari firman Tuhan.” Firman menghidupkan kerohanian kita seperti makanan menghidupkan tubuh kita. Tubuh kita perlu makan, roh kita lebih perlu makan. Jiwa kita, rohani kita, membutuhkan firman Tuhan yang menghidupkan. Jika firman Tuhan yang dikhotbahkan dari mimbar sangat berbobot dan sesuai Alkitab, orang Kristen tidak mungkin kelaparan dan miskin rohani. Kita memerlukan jiwa yang merindukan firman Tuhan. Siapa yang selalu merasa haus akan kebenaran akan diisi hingga kenyang. Ketika badan diisi oleh makanan, dan rohani diisi oleh firman yang diterima melalui telinga, kita akan seimbang dan stabil, mendapat gizi yang cukup dari Tuhan.

Dengan demikian, roh (aspek rohani) mengambil peran yang menentukan apakah fase iman berjalan dengan benar dan sehat. Jika mau bertumbuh dalam kesehatan yang sempurna dan seimbang, kita harus selalu mendengar firman yang penting, baik, dan berbobot untuk mengisi kebutuhan kita. Apa yang disebut iman bukan terjadi di luar tetapi terjadi di dalam. Iman adalah hal yang berkenaan dengan hal yang terjadi di dalam roh (di dalam aspek rohani kita). Contohnya, semua anak yang suka melukis, ketika mereka mengambil pena langsung menggambar. Ada yang gambarnya beres, ada yang berantakan. Yang gambarnya berantakan mengatakan, “Saya mau gambar papa mama.” Ia menggambar bulatan, lalu diberi dua bulatan kecil dan segitiga di tengahnya. Ia berkata, “Bulatan besar itu kepala, bulatan yang kecil adalah mata, dan segitiga itu hidung.” Lalu ia berkata bahwa ia sudah pandai menggambar. Namun, ia bukan sedang menggambar, melainkan membuat coretan-coretan, karena gambarnya berantakan. Coretan-coretan tidak boleh sembarangan jika mau disebut sebagai gambar. Seseorang harus mengikuti aturan dan ukuran yang benar, yaitu mengikuti apa yang sudah ada. Ini disebut imitasi.

Aristoteles, 2.400 tahun yang lalu, memberikan definisi art is the imitation of nature (seni adalah imitasi alam). Sampai 1.900 tahun yang lalu, semua orang berpikir bahwa seni adalah imitasi alam. Tetapi setelah abad ke-15, muncullah Leonardo da Vinci, seorang yang mengubah definisi seni. Dia mengatakan, “Seni bukan imitasi alam, seni menyatakan gerak-gerik dari spirit (roh) seseorang.” Ketika melukis manusia, seorang seniman harus dapat mengutarakan jiwanya mau apa, barulah disebut seni. Jika hanya melukis orang, dua mata, itu bukan seni. Itu lukisan primitif, gambar yang mengikuti alam tetapi tidak ada seninya. Da Vinci menggambar Mona Lisa, matanya tenang, mulutnya sedikit senyum, tidak kelihatan gigi, kepalanya miring sedikit, melihat ke depan, belakangnya alam, tetapi depannya seni. Da Vinci bukan sekadar meniru, hanya mengopi alam. Ia menemukan inovasi bagaimana mengutarakan ekspresi jiwa seseorang. Ketika melihat lukisan Mona Lisa, engkau tertarik kepada matanya, mengapa ia tersenyum, mengapa matanya ke depan. Sejak itu, seni mulai mengalami revolusi besar, seni mulai berkembang luar biasa.

Pada abad ke-19, seni menjadi impresionis, abstrak, dan kacau balau. Lukisan dari Michelangelo, Raffaello Sanzio, dan Leonardo da Vinci memikirkan bagaimana mengutarakan jiwa, keinginan, perasaan, dan inspirasi paling dalam dari manusia. Da Vinci mengatakan bahwa orang yang dapat mengutarakan, menyatakan ekspresi perasaan jiwanya menuju ke mana, disebut seniman. Spirit (roh) menentukan seni, spirit menentukan arahnya mau ke mana. Manusia terbentuk dari badan di luar yang bersifat materi dan roh di dalam yang bersifat rohani. Alkitab mengatakan bahwa kita hidup bukan hanya dari makanan saja, itu hanya materi yang sama dengan binatang. Kita perlu makanan, kuda perlu makanan. Kita perlu minuman, anjing perlu minuman. Sebagai manusia kita memiliki pendirian, tetapi tidak ada binatang yang memiliki pendirian. Binatang tidak mengetahui apa itu iman, pengharapan, cinta yang kekal, dan kebutuhan rohani, karena mereka tidak mempunyai roh seperti manusia. Itu sebabnya manusia mempunyai keinginan roh, dan keinginan roh yang membuat manusia mempunyai pengertian seni, tetapi binatang tidak.

Da Vinci tidak salah. Aktivitas roh menentukan makna seni (the action of the spirit is the meaning of art). Jika seni tidak dapat menggambarkan arah dan gerak potensi roh, seni tidak bernilai. Kita masuk ke dalam arah, ke dalam bidang rohani untuk bicara iman, iman terjadi di dalam roh (spirit). Maka yang disebut iman adalah rohnya mau apa. Pertama, spirit harus berpaling, roh berputar arah dan menghadap Tuhan. Definisi pertama, iman adalah arah rohani. Ketika manusia mulai konsentrasi melihat Tuhan, mencari Tuhan, hidup menghadap Tuhan, serta merenungkan dan mencari pimpinan Tuhan, itu orang beriman. Jadi, iman adalah arah rohani. Kita diciptakan dengan pengertian arah. Kita diciptakan dengan mata ke depan, hidung ke depan, kuping ke depan, mulut ke depan, karena Tuhan mau kita mempunyai arah yang hanya ke depan. Lain dengan ikan. Ikan mempunyai dua mata, satu melihat ke kanan, satu melihat ke kiri. Binatang juga banyak yang satu arah tetapi binatang tidak bisa dibandingkan dengan manusia. Manusia harus mengarah bukan hanya ke arah materi, tetapi ke arah rohani, mengarah kepada Tuhan.

Sejak manusia berpaling dan melupakan Tuhan, Tuhan mengusir Adam dan Hawa keluar dari Taman Eden. Manusia yang sudah diusir berjalan dan berarah sendiri. Tetapi Tuhan mengatakan, “Kembalilah kepada-Ku. Kamu harus memandang-Ku dengan kedua matamu. Hatimu harus kembali kepada-Ku.” Tuhan memberikan perintah, dan Tuhan bekerja supaya kita berarah kepada-Nya. Ketika berdosa, kita berarah melawan Tuhan. Ketika beriman, kita berarah menghadap Tuhan. Apa itu iman? Iman adalah arah rohani. Ketika kita berdosa, kita mengambil arah membelakangi Allah. Allah mengatakan, “Aku memanggil engkau kembali.” Mencari muka dan kuasa Tuhan adalah tugas manusia yang mau mencintai Tuhan. Ketika kita mau mencintai Tuhan, mata rohani kita menghadap Tuhan, hidup kita bertanggung jawab kepada Tuhan, dan kita menjadikan Tuhan di depan kita. Iman adalah arah rohani dan roh kita. Ketika roh dan hati menghadap Tuhan, kita disebut orang beriman.

Ketika Sodom dan Gomora dibakar, malaikat mengeluarkan Lot dan keluarganya, istri dan anak-anaknya. Ketika di tengah jalan, nyonya Lot melihat ke belakang. Saat itu juga Tuhan menghukum istrinya mati dengan menjadi tiang garam. Tuhan tidak senang dengan orang yang mengikut Tuhan tetapi menoleh ke belakang, menjadi orang beriman tetapi hatinya selalu tidak stabil dan tidak berkonsentrasi melihat Tuhan. Tuhan mau kita terus memandang kepada-Nya, menghadap Dia, dan hidup di hadapan-Nya. Inilah iman. Jika menghadap Tuhan, berjalan terus mengikuti Tuhan, iman kita beres. Ketika mengikut Tuhan, hatinya tetap tidak konsentrasi, tidak rela mengikuti Tuhan, selalu menoleh ke belakang, Tuhan berkata, “Orang ini tidak layak menjadi murid-Ku. Barang siapa yang tidak menyangkal diri, melihat ke belakang, tidak memikul salib, tidak layak menjadi murid-Ku.” Definisi pertama, iman adalah arah rohani.

Definisi kedua, iman adalah penglihatan kita dan bagaimana melihat dengan roh kita (faith is our vision and our seeing in our spirit). Iman berkenaan dengan apa yang roh kita lihat. Roh kita bukan saja berarah kepada Tuhan, tetapi melihat dengan jelas panggilan dan rencana Tuhan. Bagaimana roh kita melihat Allah, melihat kemuliaan-Nya, melihat rencana dan isi kebenaran-Nya. Orang yang beriman kepada Tuhan adalah orang yang selalu melihat kemuliaan dan pimpinan Tuhan, selalu melihat kehendak Tuhan. Yesus berkata kepada Nikodemus, “Jika engkau tidak diperanakkan pula, engkau tidak akan melihat Kerajaan Allah.” Diperanakkan berarti mendapat hidup yang baru, mempunyai pandangan dan visi yang baru. Engkau sudah diperanakkan oleh Roh Kudus, matamu mulai celik dan bisa melihat rencana Tuhan.

Sudah dijelaskan sebelumnya, ada blink, blank, blur, blind, dan black. Blink berarti matanya celik mendadak, seketika melihat dengan jelas. Pertama kali rohmu melihat bahwa itu penting, disebut blink. Setelah itu engkau tidak akan pernah melihat dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Ketika mendengar khotbah tiba-tiba mengerti, maka mata rohani kita dicelikkan oleh Tuhan, lalu kita menjadi orang Kristen yang berbeda. Ada orang yang sudah lama menjadi Kristen tetapi tidak pernah celik mata rohaninya. Sekali engkau blink, maka engkau tidak akan menjadi sama lagi dengan sebelumnya. Yesus berkata kepada Nikodemus, “Seseorang harus dilahirkan kembali. Jika engkau tidak dilahirkan dari Roh Kudus, engkau tidak akan melihat Kerajaan Sorga.”

Definisi iman pertama, iman adalah arah rohani. Kedua, iman adalah penglihatan rohani. Orang yang beriman, mata rohaninya melihat sesuatu dengan berbeda. Yang tidak melihat perbedaan rohani hanya melihat keadaan biasa, tidak pernah merasakan indahnya inti kerohanian. Alkitab berkata bahwa jika mata dibuka oleh Tuhan, hidup menjadi sangat berbeda. Ketika Paulus mau menangkap orang Kristen, ia masuk ke kota Damsyik karena banyak orang Kristen yang melarikan diri ke sana. Ketika Paulus mau menangkap orang Kristen, ia memerlukan mata yang jelas, tahu ini siapa, namanya siapa, orang apa, lalu ditangkap. Tetapi Tuhan membutakan matanya karena hatinya jahat. Mata terang tidak berguna jika hatimu tidak beres dan motivasimu jahat, maka matamu menjadi alat, kupingmu menjadi alat, segala pengetahuanmu menjadi alat untuk berbuat jahat. Karena itu, ketika Paulus akan masuk kota Damsyik, di dekat pintu kota Damsyik Tuhan memberi cahaya yang terang dan membuatnya buta, sehingga tidak bisa sembarangan menangkap dan membunuh orang Kristen. Setelah ia buta, orang membawanya ke dalam kota Damsyik dan tinggal di rumah Simon. Beberapa hari kemudian, Paulus dapat melihat lagi dan menjadi orang yang beriman kepada Kristus. Sekarang yang ia lihat adalah rahasia Tuhan, bukan hal yang tidak penting di dunia ini.

Engkau melihat kemuliaan Allah, engkau melihat Kerajaan Allah, karena Roh Kudus memberikan kepadamu hidup yang baru. Jika engkau tidak diperanakkan, engkau tidak akan melihat kemuliaan Kerajaan Tuhan. Yesus berkata kepada Nikodemus, “Jika engkau tidak diperanakkan oleh Roh Kudus, engkau tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Demikian pula kerohanian kita. Selain melihat anugerah dan kemuliaan Allah, kita mau masuk ke dalam Kerajaan-Nya dan menikmati semua yang sudah dijanjikan-Nya. “Melihat” dan “masuk” berbeda sekali. Yang melihat belum masuk, belum menikmati. Yang sudah masuk baru dapat menikmati apa yang pernah dilihatnya sebelum masuk. Iman juga demikian.

Kita adalah orang Kristen. Kita melihat Kerajaan Tuhan dan harus masuk ke dalam Kerajaan-Nya, menikmati Kerajaan-Nya, bukan hanya melihat saja. Jika sudah mempunyai iman, kita sudah mengarah kepada Tuhan dan melihat kemuliaan Tuhan, maka kita berbeda dengan biasanya. Mengapa ada orang yang melihat Alkitab tetapi tidak mendapat apa-apa? Tetapi ada orang yang melihat Alkitab dan mendapat pengertian yang dalam sekali. Siang malam merenungkan pekerjaan Tuhan, memikirkan firman Tuhan, itulah yang membuat hidup kita menjadi limpah. Jika tidak pernah mau merenungkan firman Tuhan, tidak mau mengerti lebih dalam, kita selalu menjadi orang Kristen yang dangkal. Buku atau teori apa saja jika diceramahkan, tidak sampai satu bulan engkau pasti merasa kering dan habis. Hanya firman Tuhan yang dikhotbahkan beribu-ribu tahun tidak mungkin menjadi kering, tidak mungkin menjadi habis, karena di dalamnya ada kelimpahan dan kebenaran Tuhan.

Setiap orang Kristen yang sungguh-sungguh mencintai firman Tuhan, merenungkan setiap kalimat dari Tuhan, imannya tidak menjadi kering. Iman adalah demikian. Iman yang bukan hanya melihat, tetapi masuk ke dalamnya. Iman bukan saja menghadap, iman mau mengetahui visi, dan menikmati semua kelimpahan Tuhan. Iman merupakan arah rohani. Kedua, iman adalah penglihatan rohani. Kini ketiga, iman adalah pegangan rohani. Orang beriman memiliki pegangan, orang beriman memiliki kepastian, tidak terguncang dan terombang-ambing. Jika Tuhan telah memberikan ketenangan, perdamaian, dan karunia kepadamu, engkau boleh tenang dan pegang sesuatu menjadi kepastian bagi rohmu, kerohanianmu. Definisi iman yang ketiga adalah satu pegangan yang teguh. 

Ketika rohmu mempunyai ketenangan dan keteguhan, berdasarkan Allah yang setia dan jujur, Allah yang berjanji dengan tidak menipu, maka kita dapat hidup tenang, karena Ia memberikan fondasi yang teguh. Jika Tuhan telah berjanji, jangan ragu dan meragukan Tuhan, karena yang berjanji adalah Tuhan yang jujur, setia, dan tidak berubah. Tuhan kita paling jujur, setia, dan tidak berubah; ini menjamin iman kita kepada Tuhan teguh dan tidak berubah. Kepastian itu dikarenakan kita bersandar kepada kesetiaan-Nya, kejujuran-Nya, dan ketulusan-Nya. Allah yang setia, jujur, dan tidak berubah menjamin iman kita tidak guncang dan tetap teguh, karena Ia menjadi dasar yang tidak berubah. Orang beriman mempunyai pegangan dalam roh, kepastian dalam pengharapan, dan tidak akan kecewa. Tuhan menjanjikan dunia yang tidak berguncang, Kerajaan Allah yang tidak berguncang. Allah yang tidak pernah berubah menjadikan kita orang Kristen yang tidak ingkar janji.

Ada seorang anak yang menggoyangkan tangannya di tengah angin kencang. Lalu seorang tua datang dan bertanya mengapa ia menggoyangkan tangannya di tengah angin kencang. Anak tersebut menjawab bahwa ia sedang memegang tali layangan. Orang tua itu melihat ke atas, tetapi tidak melihat apa-apa. Di mana layangannya? Di tengah awan ada layangan, tetapi ia tidak dapat melihatnya. Masalahnya bukan kelihatan atau tidak, masalahnya ia tidak memegang talinya. Karena jika memegang tali layangan tersebut, ia akan merasakan ketegangan tali dengan tangannya, dan tahu bahwa masih ada layangan. Jika layangan itu sudah putus, talinya akan turun, tidak merasakan ada kekuatan yang menarik lagi. Ketegangan, kekuatan relasi memberi tahu kita bahwa layangan itu masih ada.

Orang yang beriman tangannya sedang memegang tangan Tuhan. Ketika bersandar kepada Tuhan, jika kesulitan mengguncang, mengguncang yang biasa disandari, engkau percaya layangan belum putus, karena ada gerakan dari layangan yang dipegang, seperti inilah orang Kristen. Orang Kristen yang beriman kepada Tuhan, ketika mengalami guncangan ekonomi atau politik, akan mulai guncang, tetapi ada Tuhan yang memimpin, sehingga iman kita kepada Tuhan begitu teguh dan mempunyai kepastian. Iman seperti ini ketika mengalami kesulitan ekonomi, dagang, dan politik, Tuhan akan memberikan kekuatan dan kepastian. Aku berpegang kepada Tuhan, ini namanya iman. Ini adalah iman jenis ketiga. Iman jenis keempat adalah peristirahatan rohani.

Maka, empat pengertian iman, yaitu: 1) faith is the direction of the spirit (iman adalah arah rohani), 2) faith is the seeing of the spirit (iman adalah penglihatan rohani), 3) faith is the certainty of the spirit (iman adalah kepastian rohani), dan 4) faith is the rest of the spirit (iman adalah peristirahatan rohani). Ketika engkau mengerti doktrin iman ini, biarlah engkau makin masuk ke dalamnya, mengalami setiap butir yang dipelajari, bukan hanya menjadi teori tetapi menjadi realitas dalam hidup setiap kita, menikmati iman yang sejati.

IMAN, PENGHARAPAN DAN KASIH – Bagian 14. DOKTRIN IMAN
Definisi iman yang pertama adalah arah dari jiwa seseorang, arah dari kerohaniannya. Alkitab berkata bahwa seseorang yang percaya kepada Allah akan mati terhadap dosa dan hidup terhadap kebenaran. Terhadap dosa ia sudah mati, tetapi terhadap kebenaran dia hidup. Jika dalam menghadapi kehidupan di dunia ini, engkau menganggap dirimu sudah mati, dosa yang berada di dunia tidak akan menggodamu. Engkau melihat orang berzinah, tidak suka. Ketika melihat orang berkelahi, engkau tidak suka. Melihat orang yang curang, mencuri, dan berbuat kejahatan, engkau benci, karena dirimu sudah mati terhadap dosa. Karena sudah mati, maka daya tarik terhadap dosa sudah tidak ada. Engkau mau ditarik untuk berzinah, engkau mengatakan, “Tidak, si aku yang suka berzinah sudah mati.”
Terhadap dosa, melihat diri sendiri sebagai orang mati. Terhadap perzinahan, judi, kerakusan, egoisme, dan segala kejahatan, menganggap diri sudah mati dan tidak akan berkecimpung lagi di dalamnya. Saya sudah mati terhadap hidup lama saya, tidak lagi memiliki keinginan atau semangat untuk mencobai dosa. Tetapi terhadap yang benar, suci, adil, bajik, dan penuh kasih, engkau selalu tertarik, karena hatimu menghadap kesucian, keadilan, kebajikan, dan kebenaran dari Tuhan. Karena hidup terhadap kesucian Tuhan, maka semua yang suci menarik engkau. Engkau dipimpin dan ditarik melakukan hal-hal yang benar, jujur, suci, dan adil karena hidupmu sudah berubah. Iman berarti arah rohani, arah hidup seseorang, arah dari jiwanya. Orang yang beriman adalah orang yang berarah kepada kebenaran, orang yang berarah kepada kebenaran adalah orang yang berarah kepada Tuhan, dan arah ini disebut iman.
Definisi kedua, orang yang beriman kepada Tuhan, matanya melihat hal-hal rohani, melihat segala sesuatu benar atau tidak benar hanya dari Tuhan, tidak tertarik kepada hal-hal yang merusak matanya. Orang yang beriman matanya jeli, melihat apa yang dilihat Tuhan. Jika engkau tidak diperanakkan oleh air dan Roh Kudus, engkau tidak akan melihat Kerajaan Allah.
Dalam 2 Korintus 4:4, dikatakan bahwa di dalam dunia ini, orang yang tidak beriman itu sudah dibutakan mata rohaninya sehingga tidak bisa melihat Tuhan dan kemuliaan Kristus yang memancarkan kuasa dari Tuhan Allah. Tetapi orang yang sudah dicelikkan matanya, sudah disembuhkan oleh Roh Kudus, ia dapat melihat kemuliaan, keindahan, dan pimpinan Tuhan; mata rohaninya terbuka. Mereka yang tidak mempunyai iman kepada Tuhan, matanya seperti orang buta, tidak dapat melihat apa-apa karena tidak mempunyai pimpinan Roh Kudus. Jika engkau beriman, engkau akan melihat apa yang ditunjukkan oleh Roh Kudus serta Kerajaan-Nya.
Pertama, iman adalah arah rohani. Kedua, iman adalah visi rohani. Ketiga, iman adalah pegangan rohani, kepastian rohani. Orang yang percaya Tuhan di dalam rohaninya memegang bahwa Tuhan itu suci, adil, bajik, dan membuat manusia melihat. Kita memegang janji Tuhan. Allah adalah Dia yang memegang janji, dan Ia berjanji di dalam kebenaran-Nya, di dalam kesetiaan-Nya. Allah mau kita bersandar kepada-Nya, Allah yang adil, suci, dan tidak berubah sampai selamanya.
Orang beriman adalah orang yang berarah, bermata penglihatan rohani. Orang beriman adalah orang yang memegang janji dan pimpinan Tuhan yang tidak pernah berubah. Karena Allah tidak berubah, maka janji Allah juga tidak berubah. Karena Allah kekal, maka janji Allah kekal. Barang siapa yang memegang tangan dan rencana Tuhan, orang itu diberikan kebebasan beriman dan kepastian bersandar. Jika kita beriman, kita tidak perlu takut kehilangan apa-apa. Jika kita beriman, walaupun banyak yang melawan, kita berdiri dengan bersandar kepada Tuhan yang tidak berubah. Siapa yang dapat mengalahkan dunia ini kecuali mereka yang percaya?
Ketika Yesus di dunia, Ia adalah Firman yang menjadi daging dan Ia tidak berubah. Oleh karena itu, tidak perlu takut jika manusia berubah dan meninggalkan engkau karena engkau sedang dipegang dan engkau memegang-Nya dengan erat. Kita memegang tangan Tuhan yang tidak kelihatan dengan tangan kita yang kelihatan. Dunia ini dapat guncang. Ekonomi, politik, ilmu, dan keamanan masyarakat dapat guncang. Kekuatan militer dan uang dapat guncang. Tetapi di antara semua yang dapat dan sedang berguncang, ada janji Tuhan yang tidak berguncang, yaitu Ia akan menyertai kita.
Yang menjaga Israel adalah Tuhan, jangan engkau mendengar suara tentara Mesir ketika mengejar bangsa Israel. Yang menjaga Mesir adalah dewa-dewa yang dapat diguncangkan sehingga tidak dapat menjadi pegangan yang kokoh. Tetapi orang yang bersandar kepada Tuhan yang tidak berubah, ia mempunyai pegangan untuk selamanya. Karena rencana-Nya kekal dan Tuhan tidak berubah, maka kita bersandar kepada Tuhan. Ini namanya iman.
Definisi iman yang keempat adalah iman yang bersandar kepada Tuhan. Iman yang sejati adalah peristirahatan di dalam Tuhan. Mengapa Tuhan setelah menciptakan segala sesuatu dalam enam hari, pada hari ketujuh Ia beristirahat? Ia beristirahat untuk menjadi perteduhan yang menaungi dan menarik semua orang beriman untuk menikmati perdamaian dari Tuhan. Orang-orang yang tidak memiliki perteduhan adalah mereka yang hidup di luar kehendak Allah. Allah tidak mau kita bekerja mati-matian tanpa istirahat; Allah mau enam hari kita bekerja dan hari ketujuh beristirahat. Hari ketujuh adalah hari Sabat. Sabat berarti perhentian. Sabat berarti berhentilah bekerja. Tuhan tidak bekerja pada hari Sabat dan Tuhan ingin orang-orang yang percaya kepada-Nya mengalami perhentian dan perdamaian dari Tuhan. Tuhan mengajak kita menikmati peristirahatan dengan Tuhan sendiri.
Inilah empat definisi penting. Pertama, iman adalah arah rohani. Kedua, iman adalah visi rohani. Kita melihat apa yang dilihat oleh Tuhan sebagai iman yang membuka mata di hadapan Tuhan. Kita tidak sama seperti orang yang dibutakan oleh Iblis. Dalam 2 Korintus 4:4, orang yang tidak percaya adalah orang yang sudah dibutakan oleh setan sehingga mereka tidak pernah melihat kemuliaan Injil. Mata mereka sudah dibutakan oleh Iblis. Jika belum dibuka kembali oleh Tuhan, belum ada iman. Melalui iman kepada Tuhan, kita memiliki penglihatan baru, melihat pencelikan mata rohani baru dan mengetahui rencana Tuhan di dunia ini.
Ketiga, iman adalah pegangan rohani. Keempat, iman adalah peristirahatan dalam kerohanian. Tuhan mau kita betul-betul menikmati perhentian Tuhan yang sifatnya lain dengan dunia. Kita berhenti dan memiliki pegangan serta sejahtera di hadapan Tuhan. Kita berkata kepada Tuhan, “Berilah aku kunci-Mu. Bawalah aku ke gudang-Mu karena dengan iman aku akan membuka pintu gudang melihat semua kemuliaan, kekayaan, dan semua tabungan yang Tuhan sudah siapkan bagiku.” Orang tua yang mencintai anaknya akan menabung uang bukan untuk kenikmatan sendiri, tetapi untuk anaknya. Jika anaknya sudah besar, dapat dikirim ke sekolah yang baik.
Saya berkata kepada anak-anak saya, kalau sekolahnya jelek, jangan kira mereka dapat sekolah ke luar negeri. Kalau sekolahmu baik sekali, saya mati pun akan siapkan uang untuk engkau bisa sekolah di tempat yang baik. Akhirnya mereka di Amerika sambil kuliah sambil bekerja, karena uang yang saya kirim hanya cukup sepertiga perongkosan mereka. Saya tahu tidak cukup, tetapi saya bukan orang kaya, saya tidak sanggup memberikan sepenuhnya kepada mereka. Saya tidak setuju mereka dimanja, ke luar negeri seenaknya pakai uang yang dikirim dari sini, karena saya sendiri harus kerja berat. Sampai sekarang berusia 79 tahun (red. 2019), saya belum berhenti bekerja. Saya masih harus mengisi kebutuhan ribuan orang, memberikan pikiran saya, siang malam merenungkan firman Tuhan, harus mengisi kebutuhan, kehausan rohanimu dengan firman Tuhan yang tidak henti-hentinya. Sebagai pendeta dan pendiri Gereja Reformed Injili Indonesia, saya tidak pernah mengambil uang gereja untuk mendukung anak saya sekolah di luar negeri. Keempat anak saya yang kuliah di luar negeri, saya sendiri yang kerja susah payah mendapatkan uang yang sangat minim dan hanya mengirim sepertiga dari kebutuhan mereka. Jika ada uang, saya membeli barang untuk ditaruh di museum. Saya mengisi museum dalam menjalankan mandat yang Tuhan berikan kepada saya. Kini kita memiliki museum yang indah. Saya tidak memakai uang gereja, tidak memakai uang persembahan untuk satu pun barang di museum. Semua itu dari uang pribadi saya dan juga persembahan dari beberapa orang lain yang terbeban.
Kita menggunakan uang dari STEMI untuk membangun Aula Simfonia Jakarta dan menyelenggarakan konser. Semua tugas berat ini dikerjakan mati-matian. Jika Tuhan masih memberi saya uang lebih, saya harus mengetahui bagaimana memakainya. Saya tidak memakai untuk kenikmatan sendiri. Kita harus merencanakan jika uang lebih harus bagaimana. Saya sudah merencanakan jika mempunyai uang lebih, saya akan membuat kebahagiaan untuk dinikmati semua anggota gereja ini. Engkau boleh mendengar musik yang baik walaupun kadang-kadang harus membayarnya, karena para musikus perlu hidup dan kita tidak bisa tidak memedulikannya. Namun untuk menikmati barang-barang di museum engkau tidak pernah ikut membayar, bahkan engkau belum pernah membeli satu barang pun untuk ditaruh di museum.
Orang Kristen mempunyai iman karena orang Kristen diberi kunci oleh Tuhan untuk membuka gudang, menikmati apa yang sudah disiapkan Tuhan bagi kita. Satu contoh yang baik di antara para pendeta GRII adalah almarhum Pdt. Amin Tjung, yang suka mengabarkan Injil dan memberikan buku kepada orang lain. Pdt. Amin Tjung jika memiliki uang lebih, ia akan membeli buku lalu diberikan ke majelis dan menyuruh mereka membacanya Pdt. Amin Tjung bukan orang yang mampu, hidupnya pun sudah tidak ada lagi karena telah dipanggil Tuhan, tetapi anaknya dapat bersekolah ke luar negeri. Lita, istrinya, bukan orang kaya, tetapi karena anak mereka pintar, setiap kali mendapat summa cum laude, maka mendapat bea-siswa, tidak perlu membayar uang sekolah. Nyonya Amin Tjung menjadi seorang janda yang tidak takut anaknya tidak sekolah. Anaknya dapat bersekolah dengan baik, mendapat beasiswa. Dan bukan beasiswa saja, tetapi juga mendapat uang saku.
Inilah contoh bagaimana iman yang sejati menghasilkan kelebihan dalam biaya hidup. Tuhan terus memberkati gereja ini. Berapa banyak pendeta yang tidak beres, bermabuk-mabukan, berzinah, dan anaknya rusak. Mungkin engkau mengatakan bahwa pendeta GRII bodoh, karena mereka sebenarnya pandai tetapi tidak mau mencari uang; mau menjadi pendeta sehingga akhirnya hidup miskin. Jangan engkau menganggap pendeta di sini miskin. Mereka kaya, bukan kaya harta, bukan kaya uang, tetapi kaya iman, kaya rohani, kaya kebijaksanaan dari sorga.
Saya bertemu seorang anak yang berumur 10 tahun. Anak ini bahasa Mandarinnya bagus luar biasa. Logatnya Beijing padahal lahirnya di Jakarta. Dia tidak bersekolah ke luar negeri atau di sekolah yang mahal. Ia bisa berbahasa Mandarin dengan baik karena ada mahasiswa theologi Mandarin yang mengajarnya. Saya berbicara dengan ayah anak ini. Dia yang mengajar anaknya. Dia tidak menyekolahkan anaknya karena keluarga ini miskin. Ia mengatakan, “Belasan tahun yang lalu saya mendengar khotbah Pak Tong, lalu saya bertobat. Saya bertobat dari berdagang yang curang. Dahulu saya berdagang selalu menipu, selalu memakai cara yang tidak baik, sehingga untungnya banyak sekali. Saya menjadi kaya, istri saya juga kaya. Kami berdua sama-sama dagang dan kaya karena memakai cara curang. Tetapi setelah mendengar khotbah Pak Tong, saya ditegur oleh Roh Kudus. Saya berhenti, tidak lagi tidak jujur, akhirnya saya menjadi miskin.” Lalu saya bertanya, “Lalu istri bagaimana?” Dia menjawab, “Istri tidak mau ikut. Ia bilang dagang ya dagang, gak usah pikir banyak tentang iman Kristen, kejujuran, dan kesucian. Kalau miskin, bagaimana bisa hidup?” Istrinya sampai sekarang masih berdagang sendiri, berpisah dari suaminya. Dia sendiri membesarkan anaknya yang berumur 10 tahun ini. Anak ini sekarang bahasa Mandarinnya sangat pintar dan indah sekali. Saya bertanya kepada anak ini.
Pak Tong: Di mana mamamu?
Anak: Saya injili dia tidak mau.
Pak Tong: Kenapa mama tidak mau?
Anak: Saya tidak tahu. Pak Tong tanya mama sendiri. Saya tidak tahu alasannya. Saya hanya injili, ia tidak mau. Akhirnya saya ikut papa ke sini.
Pak Tong: Kamu ikut kebaktian di mana?
Anak: Setiap pagi ikut bahasa Mandarin di Kemayoran, sesudah itu jam sepuluh ke PIK dengar khotbah bahasa Mandarin. Sore ikut lagi kebaktian di Kelapa Gading.
Anak umur 10 tahun ini, satu minggu ikut tiga kali kebaktian, lalu hari Kamis ikut kebaktian doa. Di dalam kebaktian doa, semua orang dewasa, hanya ia sendiri anak umur 10 tahun duduk di situ mendengar khotbah. Saya doakan supaya anak ini besok menjadi orang penting di gereja.
Pak Tong: Engkau mau menjadi pendeta?
Anak: Tidak mau, mama tidak percaya, saya juga tidak mau jadi pendeta.
Pak Tong: Kalau Tuhan yang panggil?
Anak: Itu lain lagi kalau Tuhan yang panggil.
Pak Tong: Baik-baik doa ya, kalau Tuhan panggil, engkau jadi pendeta.
Anak: Iya.
Anak ini juga mengatakan satu hal yang membuat saya kaget setengah mati, ia bertanya kepada papanya.
Anak: Tuhan Yesus cinta anak-anak?
Papa: Oh iya dong, Tuhan cinta anak-anak.
Anak: Pendeta cinta anak-anak?
Papa: Ya, ada yang cinta.
Anak: Kenapa ada yang tidak? (catatan: Dia mulai menuntut) Pendeta-pendeta di GRII sudah diselamatkan belum?
Papa:Ya sudah dong, masak tidak diselamatkan?
Anak: Saya kira belum tentu, lo.
Papa (terkejut): Mengapa tidak tentu?
Anak: Karena menurut Alkitab, Yesus cinta anak-anak. Lalu orang yang diperanakkan, pasti ikut Yesus cinta anak-anak. Tetapi pendeta GRII ada yang tidak cinta anak-anak. Apakah mereka sudah diselamatkan?
Papa (terkejut): Kenapa engkau ngomong begini?
Anak: Karena mereka tidak cinta anak-anak.
Papa: Kamu kok tahu kalau pendeta-pendeta tidak cinta anak-anak?
Anak: Saya dekati satu-satu mau lihat reaksi mereka. Ada yang tidak gubris saya, saya tanya tidak dijawab, kecuali Stephen Tong dan Ivan Kristiono, kalau saya ngomong dijawab. Saya kira dua orang ini sudah diselamatkan, yang lain belum tentu.
Saya terkejut luar biasa. Dalam rapat dosen, saya membicarakan hal ini, “Tahukah engkau, ada anak umur 10 tahun yang meragukan engkau sudah diselamatkan atau belum?” Mereka juga terkejut. “Karena dia merasa engkau kurang cinta.” Cinta bukan dengan perkataan “Aku cinta”, sementara yang dicintai merasa tidak dicintai. Jika engkau mengatakan, “Saya cinta istriku,” tetapi istrimu tidak merasa, engkau gagal. Jika engkau sangat memperhatikan keluarga, tetapi keluargamu tidak merasa diperhatikan, engkau gagal. Engkau merasa saya sudah mencintai keluarga, saya sudah memberikan uang yang cukup, tetapi yang dicintai tidak merasa dicintai, maka engkau harus mengoreksi diri sendiri.
Anak umur 10 tahun kadang-kadang dapat dipakai Tuhan untuk memberi pewahyuan baru kepada kita. Anak kecil kadang-kadang dipakai Tuhan untuk menegur kekurangan kita. Beberapa waktu ini saya sangat memikirkan hal ini, benarkah hamba-hamba Tuhan sudah diperanakkan? Saya percaya sudah, tetapi mengapa anak kecil itu merasa kurang dicintai oleh hamba Tuhan? Karena kita mengira kita sudah cukup mempunyai cinta, tetapi bagi anak ini tidak cukup. Apakah Tuhan memakai anak ini untuk membuat kebangunan rohani di antara pendeta kita? Kebangunan rohani tidak tentu harus dari revivalist, kebangunan rohani kadang-kadang bisa dari anak kecil. Kadang-kadang orang tua tidak tahu salahnya mereka di mana.
Seorang ayah berkata kepada anaknya, “Papa mau tidur, tetapi nanti kalau ada orang cari Papa, jangan bilang Papa tidur, bilang Papa tidak ada.” Anak menjawab, “Ya, Pa.” Pokoknya taat sama papa. Anak kecil, ia taat sama papa, apalagi ajaran Alkitab ‘Taatilah orang tuamu’, lalu ia bermain-main di luar. Mendadak ada orang datang, orang itu adalah orang yang pernah meminjamkan uang kepada papanya dan sekarang mau menagih. Ketika orang itu datang dan bertanya, “Papa ada?” Anak ini menjawab, “Papa ada, tetapi ia bilang harus beri tahu tamu bahwa ia keluar, sedang tidak ada.” Orang itu langsung tertawa, tahu bahwa ayah itu bohong. Jangan kira kamu dapat mendidik anakmu sesuai apa yang kamu inginkan. Anak dididik dengan apa yang kamu mau, tetapi setan dapat memakai cara lain membuat didikanmu gagal. Anak mulai berani berbohong karena yang mendidik adalah ayahnya.
Kadang-kadang Tuhan memakai anak-anak untuk membongkar dosa kita. Kadang-kadang Tuhan memakai anak-anak untuk mencerminkan tipuan, kepalsuan, dan kemunafikan kita, sehingga kita harus belajar dari anak-anak. Seperti pada saat kita melihat cermin, kita melihat kenajisan diri sendiri. Pada saat kita melihat cermin, kita mengetahui kelemahan diri sendiri. Namun, setelah kita melihat cermin, bukan memecahkan cermin, bukan membenci cermin, tetapi kita harus mengoreksi diri.
Iman adalah peristirahatan rohani, iman adalah arah rohani, iman adalah visi rohani, iman adalah pegangan rohani, dan iman adalah kunci rohani. Tuhan memberikan kunci tersebut kepada orang Kristen. Setiap orang beriman yang dicintai Tuhan diberi kunci untuk membuka rahasia, untuk membongkar lemari, untuk membuka tabungan yang menyimpan semua anugerah Tuhan yang disediakan bagi kita. Saya ingin bertanya: Apakah engkau menikmati kelimpahan (bukan kelimpahan uang tetapi kelimpahan anugerah Tuhan)? Apakah engkau membuka rahasia Tuhan (bukan mendapat kekayaan dalam keuangan tetapi kekayaan dari kebenaran Tuhan)?
Saya bersyukur kepada Tuhan, seumur hidup dengan kunci iman saya terus membuka pintu, terus membongkar rahasia Alkitab, sehingga arti yang terdalam di Alkitab dibongkar terus tidak habis-habisnya. Perjuangan pelayanan berpuluh-puluh tahun adalah karena kebenaran Tuhan dalam firman-Nya berada dalam tabungan yang besar, yang menunggu kita bongkar.
Marilah kita dipakai Tuhan untuk setiap waktu dapat mengeluarkan rahasia, mengeluarkan segala tabungan, mengeluarkan harta karun yang tersembunyi oleh Allah di dalam perbendaharaan-Nya dengan kunci rohani, yaitu iman kita. Dengan demikian, kita bisa menjadi pembawa dan pembagi kekayaan Allah secara limpah kepada banyak orang.

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 15): Doktrin Iman

Iman adalah hidup yang menghadap Tuhan secara rohani, merupakan arah dari kerohanian seseorang, hidup di hadapan Allah, yang merupakan sikap rohani kita. Orang beriman adalah orang yang hidup berarah dan berkenan kepada Allah. Iman adalah penglihatan rohani, melihat ke dalam roh kita untuk melihat apa yang Allah lihat, berpikir seperti Allah berpikir, merasa seperti Allah merasa, dan mengarahkan diri ke arah rencana dan tujuan Allah. Orang beriman melihat apa yang dilihat Tuhan, yang tidak mungkin dilihat orang yang tidak beriman. Orang yang tidak beriman, kerohanian dan hati mereka sudah dibutakan oleh ilah dunia ini. Dalam 2 Korintus 4:4 ditulis bahwa mereka yang tidak beriman, mata rohani mereka dibutakan sehingga tidak melihat kemuliaan Tuhan, tetapi orang yang beriman diberikan kelahiran baru, visi baru, kekuatan dan penglihatan baru, yang dapat melihat apa yang Tuhan mau mereka lihat secara rohani.

Aku melihat apa yang dikehendaki Allah. Di situ iman bekerja. Orang yang hati nuraninya telah dibutakan oleh Iblis tidak mengerti dan tidak pernah melihat keindahan yang diberikan Tuhan. Saat matanya terbuka, namanya blink. Ketika blink, engkau tiba-tiba dapat melihat dan mulai mengerti kehendak Tuhan dan hidupmu mulai berubah. Jika engkau melihat apa yang Tuhan mau engkau lihat, engkau akan mempunyai penilaian yang lain dari sebelumnya dan dapat mengutamakan yang diutamakan Tuhan, memperhatikan apa yang diinginkan Tuhan, dan seluruh hidupmu berubah.

Mengapa ada orang yang sampai mati-matian rela berkorban, mendapatkan dan mencapai sesuatu yang orang lain lihat tidak penting? Hal itu dikarenakan ia melihat nilai yang tidak dilihat orang lain. Orang Kristen melihat apa yang tidak dilihat oleh orang yang tidak beriman, mata rohaninya tertuju dan fokus kepada apa yang ditetapkan Tuhan. Manusia yang sudah percaya kepada Tuhan mempunyai cara penilaian yang berbeda dengan orang yang tidak beriman, sehingga mereka tidak akan membuang waktu dan hidupnya, memboroskan kegiatannya pada hal-hal yang tidak bernilai.

Ketiga, selain berarah kepada Tuhan, melihat apa yang Tuhan suruh lihat, iman juga bersandar pada Tuhan. Kita mengetahui bahwa segala sesuatu yang kita andalkan di dunia ini tidak ada dasarnya. Kita harus menyandarkan seluruh hidup kita kepada Tuhan yang tidak berguncang. Jika dunia berguncang, yang bersandar pada dunia akan ikut berguncang. Iman disandarkan kepada siapa? Iman dibangun di atas dasar apa? Jika dasarnya adalah Kristus yang tidak berubah, imannya ikut tidak berubah. Definisi iman adalah, pertama, arah kepada Tuhan. Kedua, melihat yang dilihat Tuhan. Ketiga, bersandar pada dasar kekuatan Tuhan yang tidak mungkin ambruk dan pasti dapat diandalkan. Jika berada di atas basis yang berguncang, iman kita menakutkan. Jika ditanam di atas basis yang tidak berguncang, iman kita akan teguh untuk selamanya. Bersandar kepada Allah adalah hal yang penting sekali. Bersandar, mengerti, dan taat menjalankan kehendak Tuhan akan membentuk makna total dari iman.

Definisi keempat, iman adalah peristirahatan. Damai sejahtera dan perhentian merupakan kenikmatan kestabilan iman. Orang beriman mengalami kestabilan, berdiri tegak, dapat tidur dalam kesulitan, dan tenang beristirahat dalam pangkuan Tuhan. Orang beriman tidak ikut gelisah, khawatir, marah-marah, dan takut. Khawatir, marah, gelisah, dan takut adalah empat hal yang tidak pernah menolong. Ketika kita berada di dalam kesulitan, tidak mungkin melalui ketakutan kita dapat mengubah kesulitan tersebut. Ketika kita ada dalam kekacauan, tidak mungkin melalui kekhawatiran kita dapat menghentikan kekacauan tersebut. Ketika kita ada di dalam pergolakan yang menakutkan, kehancuran yang terjadi, tidak mungkin dengan kita menjadi khawatir dan gelisah lalu kehancuran itu tidak terjadi. Bagaimanapun engkau gelisah, takut, atau khawatir, itu tidak berguna. Engkau tidak dapat mengubah yang sedang terjadi, tetapi hanya dapat menunggu sampai waktunya. Ketika menunggu ada dua sikap. Pertama, gelisah. Kedua, tenang dan sabar. Dua sikap ini menyatakan imanmu. Orang Kristen sama dengan orang dunia—sama-sama memiliki kegelisahan, kekacauan, kesulitan, dan sengsara. Bedanya, orang tidak beriman di tengah ujian, hatinya tidak damai, marah, dan gelisah. Orang beriman adalah orang yang tenang menikmati penyertaan Tuhan, tidak khawatir, takut, ragu, gelisah, melainkan sabar, tenang, dan taat kepada Tuhan karena mempunyai pengertian theologi waktu.

Waktu, dalam pengertian theologi, adalah suatu keharusan untuk taat kepada Tuhan. Orang yang tidak mengerti dan tidak memegang waktu Tuhan, hidupnya gelisah, khawatir, marah, takut, dan bersungut-sungut, tetapi tidak berhasil dalam apa pun. Orang beriman adalah orang yang stabil, tenang, dan menikmati penyertaan Tuhan. Orang yang tidak beriman adalah orang yang gelisah, khawatir, cepat-cepat mau memakai cara sendiri, dan tidak taat kepada Tuhan. Jika seseorang mengikuti nafsu, kemauan dan arah sendiri, tidak menunggu waktu Tuhan, dia mungkin dapat lebih cepat dan berpikir bahwa dia sedang menolong Tuhan, padahal dia sedang merusak pekerjaan Tuhan.

Musa dipanggil Tuhan, tetapi panggilan yang sejati baru tiba ketika ia berusia 80 tahun, setelah melewati 40 tahun di istana dan 40 tahun di padang belantara. Ketika berusia 40 tahun, Musa sudah tahu bahwa ia adalah orang Ibrani, bukan orang Mesir. Dia sudah tahu bahwa dia harus menolong orang Israel, jangan menjadi budak Firaun. Maka di usia 40 tahun, ia sudah berani melayani Tuhan dengan bakat yang cukup dan ilmu yang penuh. Selama 40 tahun di istana, ia mempelajari semua ilmu di Mesir. Ketika itu, ilmu di Mesir adalah ilmu dan teknologi tertinggi di dunia dan Musa sudah mempelajari semuanya. Musa dapat dikatakan sebagai salah seorang yang paling pandai, tetapi Musa meninggalkan semua itu. Ini semua adalah catatan Alkitab. Alkitab bukan cerita kosong, tetapi cerita yang menyatakan fakta tertinggi di dunia. Musa dapat dikatakan sebagai orang yang melampaui semua orang dalam pengertian yang menyeluruh akan pengetahuan di dunia saat itu. Tetapi Musa terlalu cepat. Ia mengira saat ia tahu kehendak Tuhan, ia langsung dapat melayani Tuhan dan Tuhan pasti perlu dia. Tetapi Tuhan diam dan tidak menggubrisnya. Selama 40 tahun di padang belantara, semua pengetahuan yang dimilikinya tidak berguna. Setelah berumur 80 tahun, barulah Tuhan berkata, "Musa, pergilah ke istana Firaun. Beri tahu Firaun bahwa Tuhan mengutus umat-Nya keluar dari Mesir untuk beribadah kepada Tuhan di padang belantara." Ketika itu, Musa baru tahu bahwa waktu Tuhan telah tiba.

Jadi, Saudara jangan gelisah, khawatir, takut, dan marah, karena empat hal ini tidak pernah menolong apa pun. Keempat hal ini adalah musuh kita seumur hidup. Manusia yang bijak dan taat kepada Tuhan adalah manusia yang dapat mengalahkan nafsu sendiri yang sering jatuh ke dalam kegelisahan, kemarahan, kekhawatiran, dan ketakutan. Allah berkata, "Karena Aku adalah Allah, maka engkau harus belajar berhenti di hadapan-Ku." Ketika berbicara mengenai iman, sering kali dipakai istilah aktif, tetapi saya memakai istilah pasif. Iman adalah kedamaian, kestabilan, tidak melakukan apa pun di hadapan Allah. Iman bukan mati-matian mengerjakan sesuatu untuk menyatakan imanmu. Iman adalah berhenti sama sekali, tidak bekerja apa-apa, hanya menikmati ketenangan karena Tuhan sedang bersama engkau. Berhenti dari kekhawatiranmu, usahamu, rasa takutmu, marah dan gelisahmu, lalu berdiam diri dan tenang menikmati penyertaan Tuhan.

Iman adalah ketenangan. Iman seperti ini penting sekali. Orang beriman mengalami ketenangan, mengalami peristirahatan, dan menikmati penyertaan Tuhan. "Allahku, karena Engkau di sini, aku beroleh ketenangan. Karena Engkau besertaku, aku menikmati damai sejahtera. Karena Engkau menginterupsi hidupku, aku tidak perlu lagi takut, tidak perlu gentar, marah, dan gelisah, karena kini aku menikmati kehadiran-Mu." Jika Tuhan menyertai, mengapa takut? Jika Tuhan beserta kita, mengapa gelisah? Mengapa kerohanian kita sering kali gagal? Terlalu mudah diguncang oleh lingkungan, terlalu mudah diancam oleh musuh, terlalu mudah ditakuti oleh perubahan situasi.

Iman berarti terbang melampaui, menerobos semua hal yang membuat kita takut dan yang menutupi mata rohani kita untuk melihat takhta Tuhan. Ketika engkau terbang tinggi, ketika engkau menembusi semua batasan dan hambatan dari berbagai hal yang mengelilingimu, dan engkau dapat melihat bahwa Allah masih berada di atas semua itu, Allah tetap duduk di takhta-Nya, dan Ia tidak berubah, kini engkau dapat berkata, "Sekarang aku mengetahui bahwa Engkaulah Allah. Engkau duduk di takhta-Mu yang melampaui semua hambatan, tantangan, kesulitan, dan lebih tinggi dari semua musuh-Mu. Engkau duduk di takhta-Mu. Aku percaya kepada-Mu, aku memuji-Mu, dan kini aku dapat bersandar penuh kepada-Mu menikmati damai sejahtera-Mu." Itu namanya ketenangan di hadapan Tuhan. Iman adalah kenikmatan, kesejahteraan, dan damai sentosa dalam pimpinan Tuhan yang telah mengalahkan dunia. Dalam Yohanes 16:33, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Di dalam dunia ini engkau mengalami sengsara, tetapi di dalam diri-Ku engkau memiliki damai, karena Aku sudah mengalahkan dunia ini."

Apakah iman itu? Ketika berbicara mengenai iman, kita bukan berbicara mengenai teori. Teori tentang iman dapat dipelajari di sekolah theologi, belajar iman kepercayaan adalah teori ini dan itu, mempelajari kesimpulan yang dimengerti oleh sejarah. Orang yang membeli buku sejarah dan surat kabar berbeda sekali. Adakah orang di pinggir jalan yang mencari surat kabar dua bulan lalu? Tidak ada. Saya mau tahu apa yang terjadi hari ini. Itu namanya berita, dan terdapat dalam surat kabar. News (berita) adalah new (baru) ditambah huruf "s" (yang merupakan bentuk plural atau banyak), karena setiap hari ada new new new new, new-nya banyak jadi news. Segala sesuatu baru (new), segala sesuatu pada hari ini, segala sesuatu tentang hubungan antara situasiku di dunia ini dan situasi di dalam hatiku pada hari ini. Biasanya tidak ada orang yang mau membaca surat kabar yang sudah lewat dua bulan lalu karena isinya adalah sejarah yang sudah tidak penting lagi. Tetapi jika sudah menjadi pelajaran yang memberikan pengajaran, dapat dipakai untuk waspada menghadapi kesulitan yang mungkin terjadi, itu namanya sejarah. Sejarah bukan kabar, dan kabar setiap hari bukan sejarah.

Demikian pula ada dua jenis iman, yaitu iman yang baku, iman yang dalam setiap zaman harus dipelihara, namanya konfesi (pengakuan) theologi yang dapat dipelajari di sekolah theologi. Iman jenis kedua adalah iman yang lincah, yang setiap hari dipakai untuk mengetahui pimpinan Tuhan bagi kita. Mengerti sejarah adalah satu pelajaran, beriman kepada Tuhan adalah bijaksana kehidupan. Mengetahui iman sejarah dari masa lampau adalah suatu pembelajaran pengakuan iman. Namun seseorang masih perlu memiliki iman di mana ia bergantung kepada Tuhan di dalam kehidupan praktis setiap hari; setiap hari ia harus bersikap di hadapan Allah.

Kita mempelajari sejarah melalui buku, mendengar berita melalui kebaktian setiap minggu. Seorang pendeta yang baik mengerti iman dalam sejarah sebagai konfesi yang penting, yang tidak boleh berubah. Seorang pendeta yang baik bukan saja mengerti sejarah, tetapi juga mengerti apa pimpinan Tuhan hari ini, berita apa yang harus disampaikan dan dimengerti oleh anggotanya. Setelah mendengar khotbah hari ini, bagaimana mereka menerapkan iman, bersandar kepada Tuhan yang tidak melawan iman konfesi selama ribuan tahun. Di sini kita menggabungkan iman kekal dalam konfesi dan kehidupan bersandar kepada Tuhan setiap hari.

Untuk kita dapat setiap hari bersandar kepada Tuhan, diperlukan iman yang segar. Tetapi di lain pihak, iman juga memerlukan pengertian konfesi yang lama, iman yang teguh dalam sejarah. Ketika keduanya digabung, engkau menjadi orang Kristen yang baik. Engkau sepanjang tahun belajar konfesi, Theologi Reformed, belajar bagaimana nenek moyang kita teguh dalam iman kepada Tuhan melalui konfesi dan kepercayaan yang sudah lewat, namun itu tidak cukup. Setelah mempunyai konfesi dalam sejarah, kita masih memerlukan iman kepercayaan yang hidup untuk menjadi kunci. Definisi iman yang kelima yaitu iman adalah memegang satu kunci untuk membuka gudang Tuhan.

Iman bukan hanya beristirahat menikmati penyertaan Tuhan, tetapi iman juga kunci yang setiap hari dapat membuka pimpinan Tuhan, membuka gudang Tuhan untuk menemukan banyak anugerah yang disiapkan Tuhan untuk kita pergunakan. Iman orang Kristen sangat berbeda dari iman dalam agama lain. Dalam iman Kristen, setiap minggu harus mendengar khotbah, mendengarkan uraian pengertian firman Tuhan. Bukan saja mengerti doktrin dalam sejarah, tetapi juga mengerti iman hari ini perlu apa dan memintanya kepada Tuhan, dengan berita firman Tuhan. Berita itu baru, pengajaran sejarah itu lama. Berita itu hidup, sejarah itu statis. Doktrin dalam sejarah dapat dipelajari di dalam sekolah theologi. Tetapi, setiap hari kita perlu bersandar kepada Tuhan, setiap minggu mendengar berita firman Tuhan yang menghidupkan. Memperbarui iman dengan bersandar pada Tuhan itu sangat diperlukan.

Kitab Ibrani berkata, "Datanglah kepada Tuhan, maka kita akan mendapat pertolongan setiap waktu." Jika saya dapat membuka gudang Allah, saya dapat mengeluarkan semua janji Allah. Saya dapat mengeluarkan, menggali, dan mendapatkan semua pertolongan dalam gudang Tuhan. Engkau mendapatkan iman yang segar, ketaatan yang segar, suplemen yang segar dari Allah. Tuhan mempersiapkan semuanya dalam Alkitab. Tuhan menjanjikannya dalam kesetiaan-Nya. Tuhan memberikan kepada kita kebutuhan setiap saat, di mana ketika perlu, kita membuka gudang Tuhan dengan kunci yang diberikan Tuhan, langsung keindahan, kelimpahan, dan janji Tuhan menjadi persediaan kita setiap hari.

Yang engkau perlukan hari ini berbeda dengan kemarin. Yang engkau perlukan hari ini berbeda dengan besok. Kemarin dan hari ini memiliki proses waktu yang tidak dapat digeser karena harus mengikuti rotasi bulan, matahari, dan bumi di dalam astronomi menurut waktunya Tuhan. Engkau tidak dapat mengubah, memaksa, atau menunda, kecuali hanya mengikuti waktu yang berjalan mengikuti aturan astronomi. Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan ada dalilnya; engkau tidak dapat membuatnya lebih cepat. Tidak mungkin hari ini engkau menikah dan besok ingin sudah melahirkan anak. Waktu dan theologi waktu merupakan pelajaran yang penting sekali. Banyak orang pintar, tetapi karena kurang waktu, hidupnya tidak pernah matang.

Banyak pendeta yang pandai bisa langsung lulus, mendapat gelar doktor, tetapi tidak dapat menjadi pendeta yang baik, karena ia belum pernah diuji oleh waktu. Seorang pendeta yang baik perlu jiwa penggembalaan yang memerlukan waktu. Pendeta yang baik bukan seorang dengan IQ tinggi, masuk sekolah theologi, langsung belajar, angkanya tinggi, langsung tamat, dapat ijazah, dan langsung menjadi pendeta yang baik. Yesus perlu menunggu 30 tahun baru boleh melayani. Yohanes Pembaptis harus menunggu sampai umur 30 tahun baru boleh berteriak, "Bertobatlah kamu karena Kerajaan Allah sudah dekat!" Mereka tidak mempunyai hak untuk menghentikan waktu yang sedang maju. Mereka tidak mempunyai hak untuk mempersingkat waktu yang menguji mereka menjadi sabar. Semua pendeta perlu waktu untuk menguji mereka. Semua hamba Tuhan yang baik perlu waktu untuk dilatih, dan Tuhan akan memakai waktu untuk meluluskan, meloloskan, dan melicinkan semua kesulitan hamba-Nya agar dapat menjadi hamba Tuhan yang baik.

Kita melihat dalil yang Alkitab sudah tulis untuk kita. Ketika beriman kepada Tuhan, kita mengalami kesabaran, perhentian, kenikmatan, dan penyertaan Tuhan di dalam hidup kita. Kita juga memerlukan iman yang memegang kunci, lalu membuka apa yang sudah disiapkan Tuhan dalam kekekalan, tetapi diberikan kepada kita. Kita perlu belajar taat, sabar, dan menunggu waktunya Tuhan tiba, barulah kita dapat muncul menjadi orang yang dipakai Tuhan dengan luar biasa. Gerakan ini adalah gerakan yang sudah lebih dari 30 tahun di dalam pelayanan, tetapi sudah 60 tahun dipersiapkan. Sejak usia 15 tahun, Tuhan sudah mempersiapkan saya untuk mendirikan Gerakan Reformed Injili di masa tua saya. Tetapi ketika saya berusia hampir 50 tahun baru dapat mulai mendirikan gereja ini, mengerjakan dua tugas yaitu memperdalam iman di dalam doktrin Reformed dan mengembangkan pelayanan Injili. Ketika saya sudah hampir berumur 80 tahun, semua terlaksana satu per satu. Semua memerlukan waktu, sehingga ketika kita taat kepada pimpinan Tuhan dan sabar di dalam waktu Tuhan, kita tidak perlu marah, gelisah, khawatir, dan takut, melainkan menunggu sampai waktu Tuhan tiba.

Ketika waktu Tuhan tiba, Tuhan akan memberikan kunci dan engkau akan membukanya, membuka rahasia dan kelimpahan Tuhan di dalam gudang-Nya. Manusia yang sudah di hadapan Tuhan diberikan kenikmatan beristirahat, diberi pengertian untuk mengerti kehendak Tuhan, diberi penglihatan dan visi sehingga melihat apa yang dilihat oleh Tuhan. Kita berarah, melihat, bersandar, dan menanti Tuhan, akhirnya mendapat kesabaran dan kunci untuk mengerti dan menikmati kelimpahan yang Tuhan sediakan.

Apa itu kunci induk (master key)? Kunci adalah alat untuk membuka pintu. Semua pintu tertutup dan terkunci, di dalamnya itu ada rahasia Tuhan. Kita membutuhkan kunci untuk membuka pintunya dan melihat apa yang ada di dalamnya. Bagaimana membuka pintu dan mendapatkan apa yang telah disiapkan di dalam gudang Tuhan? Dengan mempunyai kunci. Dan kunci yang paling penting bukan kunci kecil-kecil untuk membuka masing-masing kamar, yang paling penting adalah kunci master yang dapat membuka semua kamar.

Di hotel yang memiliki seribu kamar, selain mempunyai seribu kunci untuk setiap kamar, juga harus mempunyai satu kunci induk yang dapat membuka semua pintu. Orang yang mempunyai iman yang kuat, pengertian iman yang sejati, adalah seperti seorang juru kunci, yang selain memegang setiap anak kunci yang ada, juga memegang kunci induk yang asli. Engkau dididik setiap minggu dalam gereja yang benar, mendengar khotbah yang panjang lebar. Tuhan memberkati kita, menjadikan kita manusia yang berkunci induk. Kunci induk itu ialah pengenalan akan Yesus. Iman apa pun tidak lebih penting daripada iman yang percaya dan mengerti pada pusat segala pengertian, yaitu mengenal siapa Kristus dan rahasia untuk mengerti Dia dan kehendak kekal-Nya di dalam hidupmu.

Di dalam hidupmu, jika engkau mengerti iman kepada Kristus dan sadar akan rahasia Kristus, engkau akan mendapatkan kunci induk untuk membuka semua pintu dalam setiap ayat Alkitab. Jika engkau mengenal Kristus, mengetahui rahasia Kristus, dan dengan rahasia Kristus sebagai pusat untuk menjelaskan seluruh Alkitab, engkau mempunyai kelimpahan, dan itulah iman. Orang beriman adalah orang yang memegang kunci induk dari Kristus dan mengenal Kristus. Dari pengenalan terhadap Kristus, kita mengenal rahasia Tuhan dalam Alkitab

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 16): Doktrin Iman

Iman adalah hal yang sangat unik, khususnya dalam agama Kristen, karena Alkitab berkata, “Tanpa iman, tidak ada orang yang diperkenan Allah.” Manusia beriman dan menjadi orang yang diperkenan Tuhan. Iman tidak berarti kita menyatakan jasa keyakinan kita dan cukup syarat sehingga Tuhan harus terima. Justru iman membuktikan dan mengaku bahwa kita tidak berjasa, tidak layak, tidak berharga, dan tidak bersyarat, kemudian datang kepada Tuhan, bersandar kepada-Nya, dan menerima jasa Yesus menjadi sumber iman kita.

Dalam iman, ada begitu banyak hal yang perlu kita ketahui. Alkitab berkata, “Aku tahu siapa yang aku percaya,” artinya kita beriman kepada Tuhan melalui satu inti sari dan inti sari tersebut adalah Kristus. Tanpa Kristus, tidak ada yang dapat membawa kita kepada Tuhan. Hanya melalui Kristus dan jasa-Nya kita diterima dan boleh datang kepada Tuhan. Yesus membawa kita kembali kepada Allah, membawa anugerah Allah dari sorga kepada kita, menjadi jembatan dan penengah, menjadi pengantara antara manusia
dan Allah, antara Allah dan manusia. Karena Kristus adalah pengantaranya, maka tidak ada orang yang dapat memutuskan hubungan manusia dan Allah.

Banyak orang yang berdoa tetapi doanya tidak didengar oleh Tuhan karena tiga sebab. Pertama, ada dosa yang menghambat di tengah-tengah orang tersebut dan Tuhan. Alkitab berkata bahwa barang siapa yang mementingkan dosa, doanya tidak didengar Tuhan. Jika engkau mementingkan dosa dan tidak mementingkan Tuhan, tidak taat pada perintah-Nya, dosamu merajalela, menjadi perintang dengan Tuhan dan tidak bisa datang kepada-Nya, maka anugerah Tuhan tidak bisa datang kepada kita dan doa kita tidak bisa sampai kepada Tuhan. Yesaya 59:1-2 menulis bahwa bukan karena lengan-Nya terlalu pendek, sehingga tidak bisa menolong kita; bukan karena telinga-Nya terlalu berat, sehingga tidak bisa mendengar seruan kita. Tetapi karena dosa kita telah menghambat, telah menceraikan kita dari Tuhan, maka doa kita tidak sampai kepada Tuhan, anugerah-Nya tidak sampai kepada kita. Jika doa kita ingin didengar oleh Tuhan dan iman kita bertumbuh, satu-satunya hal penting yang harus dilakukan adalah berhenti berbuat dosa, putus hubungan dengan Iblis! Hidup suci dan benar, hidup dalam kebajikan, cinta kasih, bersekutu dengan baik, maka anugerah Tuhan akan terus diberikan berlimpah tanpa henti.

Kedua, karena kita tidak menjalankan hal yang diperkenan Tuhan. Jika kita melakukan kehendak Tuhan, menaati perintah-Nya, hidup berkenan kepada-Nya, tidak mungkin Ia menghambat dan berhenti memberikan anugerah. Apa yang diinginkan, jika dikabulkan Tuhan, adalah berkat yang besar.

Ketiga, 1 Yohanes 3:17 berkata bahwa barang siapa yang menutup telinga, tidak memedulikan orang miskin, tidak menolong orang yang sedang memerlukan, maka Tuhan juga menutup telinga-Nya, Tuhan akan menyumbat telinga-Nya dan tidak mendengar permintaannya. Jangan kira engkau boleh sewenang-wenang, apa yang diinginkan dipaksakan, tidak peduli orang lain dan apa yang dilakukan Tuhan. Kita seharusnya menjadi orang yang peka, senantiasa memperhatikan sekitar, memperhatikan orang-orang yang memerlukan bantuan. Jangan tunggu sampai mereka buka suara. Kita harus lebih dahulu peka melihat dan peduli akan kebutuhan mereka.
Orang yang melakukan hal ini akan diperkenan Tuhan. Jangan sengaja tidak mau mendengar kesulitan orang lain, engkau akan mendapat kecelakaan besar, karena Tuhan juga akan menyumbat telinga-Nya dan tidak memberikan pertolongan kepadamu.

Allah itu hidup, bijaksana, dan Mahakuasa adanya. Ia melihat dari sorga, mengetahui situasi setiap orang. Orang Kristen harus selalu mempunyai belas kasihan, selalu melembutkan hatinya, selalu memberikan simpati kepada orang miskin, janda, yatim piatu, dan orang yang memerlukan. Tuhan bukan Tuhan yang tuli, Tuhan akan mendengar doamu. Tuhan bukan Tuhan yang buta, Ia melihat situasimu. Tuhan bukan Tuhan yang keras hati, Ia dengan lembut hati memberikan kebutuhanmu. Karena Tuhan hidup, suci, penuh kasih, dan penuh kemurahan, Ia akan memberikan kemurahan kepada orang yang murah hatinya. Ia akan jujur terhadap orang yang jujur terhadap orang lain. Ia akan lurus pada orang yang hatinya tulus pada orang lain. Ia penuh dengan cinta kasih menghadapi orang yang penuh cinta kasih pada orang lain. Ini semua ajaran Alkitab yang sederhana, tetapi sangat mudah kita lupakan, tidak kita jalankan, atau tidak kita indahkan, karena kita anggap remeh. Berbahagialah orang yang tidak menganggap remeh firman Tuhan. Berbahagialah orang yang sungguh-sungguh percaya setiap kalimat firman Tuhan, karena tidak ada satu pun kata atau titik yang diucapkan Tuhan yang boleh kita remehkan, kita hina, atau kita lalaikan. Apa yang pernah dinyatakan oleh firman Tuhan pasti akan dijalankan.

Yang disebut sebagai ibadah yang sejati adalah ibadah dengan hati yang murni, yang senantiasa menjaga dan memperhatikan kebutuhan janda-janda dan anak-anak yatim piatu.

Di dalam masyarakat, Tuhan mengizinkan ketidakadilan terjadi. Di dalam negara-negara, di dalam bangsa-bangsa, Tuhan mengizinkan ada orang yang miskin sekali, ada orang yang sangat picik. Tuhan mengizinkan hal ini karena di dunia ini ada banyak orang yang tidak adil dan tidak jujur. Tuhan juga memakai ketidakadilan dan kesulitan yang ada untuk menguji apakah ada orang yang penuh dengan cinta kasih, penuh kemurahan, serta memikirkan dan mengisi kebutuhan orang lain di dunia ini. Kemurahan menolong orang lain harus melintasi agama, keluarga, dan denominasi gereja. Bukan karena ia orang Kristen maka kita bantu, atau karena ia anak kita baru kita tolong, atau karena ia adalah anggota gereja kita baru kita kirim uang. Jika kita bisa menolong orang, marilah kita menolong tanpa peduli ia anggota gereja mana atau agama apa. Ia adalah manusia yang menikmati anugerah umum yang sama-sama kita terima, menikmati matahari yang diciptakan Tuhan, menerima hujan, dan mendapat oksigen dan segala sesuatu yang diizinkan Tuhan. Marilah kita bersama-sama hidup di dunia yang sama-sama diciptakan Tuhan. Mari kita memberikan belas kasihan kepada mereka. Ini prinsip Alkitab.

Apakah orang yang menolong orang lain menjadi miskin sampai tidak ada makanan? Tidak pernah. Apakah orang yang memberikan perpuluhan menjadi miskin? Tidak pernah. Orang yang menjalankan kehendak Tuhan, menolong orang lain, atau memberi persembahan kepada Tuhan, Tuhan selalu mengingat dia dan tidak akan membiarkannya gagal dalam kemiskinan. Jika kita kadang-kadang mendapat kesulitan, dalam kemiskinan, mungkin karena kita lupa memberikan perpuluhan kepada Tuhan, atau lupa menolong orang yang lebih kekurangan daripada kita. Mari kita belajar menjadi orang yang hatinya lebar dan jiwanya besar. Jangan senang hanya ketika kita menerima uang, tetapi kemudian tidak rela memberi. Mendapat untung senang, ketika rugi berteriak-teriak bertanya mengapa. Itu menyatakan engkau belum belajar mempunyai jiwa yang lebar, hati yang lapar untuk menolong orang lain. Jika engkau tidak mendengar kesulitan orang miskin, menutup telinga, tidak menerima permintaan orang yang perlu, Alkitab mengatakan bahwa doamu juga tidak didengar Tuhan. Ini semua adalah dalil rohani yang tercantum dalam Alkitab, prinsip hukum rohani yang Tuhan mau kita jalani.

Iman adalah kunci untuk membuka gudang Tuhan, iman adalah kunci untuk membuka segala rahasia dan persiapan anugerah Tuhan yang sudah direncanakan, yang sudah disediakan bagi kita. Jika kunci ini rusak, berkarat, atau patah, kita tidak dapat menerima apa yang sudah didepositokan Tuhan di dalam bank rohani yang disiapkan bagi kita. Dan semua kerusakan kunci iman adalah akibat dosa. Kunci rohani ini adalah iman.

Enam definisi iman. Pertama, iman adalah arah rohani. Kedua, iman adalah visi rohani. Saya melihat yang dilihat Tuhan, saya melihat yang Tuhan ingin berikan supaya saya lihat. Jika saya melihat yang dilihat Tuhan, saya akan mementingkan yang dipentingkan Tuhan dan akan mengerjakan yang akan dikerjakan Tuhan. Apa yang Tuhan lihat, yang Tuhan anggap penting, dan yang Tuhan kerjakan, haruslah aku juga lihat, aku juga anggap penting, dan aku juga lakukan. Sinkron dengan Tuhan melalui mata yang jeli, beriman kepada Tuhan melalui visi yang sama, inilah arti iman. Iman adalah arah rohani, iman adalah visi rohani.

Ketiga, iman adalah pegangan rohani. Saya bersandar kepada Tuhan, maka saya mendapatkan keteguhan, kepastian, dan pegangan rohani yang disebabkan karena saya bersandar kepada-Nya. Tuhan yang tidak guncang membuat saya yang bersandar kepada-Nya ikut tidak guncang. Ia memberikan kepada kita fondasi batu karang. Tuhan Yesus berkata, “Aku akan mendirikan Gereja-Ku di atas batu karang ini.” Yesus adalah batu karang tersebut, Ia adalah fondasi di mana kita bisa tegak berdiri di atas-Nya dan tidak akan jatuh. Kita tidak mungkin jatuh dibawa oleh tanah longsor karena batu karang kita adalah batu karang yang berkuasa dan kuat, dan itu adalah Yesus.

Ketika Petrus sudah tua, ia menulis Kitab 1 dan 2 Petrus. Dalam kitab tersebut, ia berkata bahwa Kristus adalah batu karang dan kita semua adalah batu-batu kecil. Kita semua batu-batu kecil, tetapi batu kecil yang hidup. Kita adalah batu yang hidup, sementara Kristus adalah batu karang yang tidak berubah, kokoh, dan kekal, yang menjadi fondasi. Yesus adalah batu penjuru yang membentuk satu rumah.

Orang Yahudi jika membangun rumah, mengambil satu batu penjuru yang paling penting dan kuat lalu ditaruh di sudut. Lalu dari batu ini diperpanjang ke sudut-sudut yang lain menjadi satu rumah dengan dua pasang tembok yang bersudut 90 derajat siku. Jika tepat 90 derajat, perpanjangan yang satu dengan perpanjangan 90 derajat lagi akan bertemu, menjadi satu persegi yang utuh, dan terjadilah satu kotak yang utuh. Dari sanalah mulai dipasang bata-bata selanjutnya menjadi tembok yang tinggi, dan rumah itu jadi. Batu yang pertama, yang menentukan semua sudah benar ukurannya, namanya batu penjuru, cornerstone. Kristus adalah batu penjuru, kita adalah batu-batu kecil yang dipasang di atas batu penjuru itu. Batu penjuru yang di bawah, yang paling kuat, disebut batu fondasi. Kristus adalah fondasi kita. Di atas Kristus ada dua janji, yaitu janji lama (Perjanjian Lama) dan janji baru (Perjanjian Baru). Perjanjian Lama memberikan nubuat akan hari depan, Perjanjian Baru menggenapkan apa yang sudah dinubuatkan sebelumnya di dalam Perjanjian Lama. Dengan demikian, Perjanjian Lama mengandung semua janji yang akan terjadi di dalam Kristus ketika Ia datang. Perjanjian Lama mengandung Perjanjian Baru. Perjanjian Baru mewujudkan janji Perjanjian Lama. Yang dijanjikan di dalam Perjanjian Lama digenapi di dalam Perjanjian Baru. Kedua perjanjian ini, Perjanjian Lama berisi nubuat dan Perjanjian Baru berisi penggenapan, keduanya menjadi utuh, membuat rencana Allah sukses, dan Kerajaan Tuhan terwujud. Dan kita semua adalah batu-batu di atas kedua perjanjian tersebut. Alkitab berkata bahwa Gereja didirikan di atas nabi dan rasul, dengan Kristus sebagai batu penjuru (Ef. 2:20). Iman kita kuat karena iman kita bersandar kepada Tuhan. Iman adalah arah rohani, iman adalah visi rohani, iman adalah pegangan rohani. Iman adalah sandaran rohani dan kita bersandar pada fondasi yang tidak guncang.

Keempat, iman adalah peristirahatan, ketenangan, dan kedamaian rohani. Orang yang beriman mempunyai ketenangan dalam jiwanya, mempunyai perhentian dalam kerohaniannya. Ia tahu bahwa ia tidak usah gelisah, tidak usah khawatir, tidak usah takut, tidak usah cemas, karena ia sedang mengalami peristirahatan di dalam Tuhan. Tuhan yang menciptakan hari Sabat, menjanjikan memberikan Sabat kepada kita. Dengan iman, engkau akan menikmati perhentian dari Tuhan.

Kelima, iman adalah kunci rohani, kita boleh membongkar, membuka rahasia, dan menikmati janji anugerah Tuhan yang sudah disediakan bagi kita. Kita semua mengetahui apa deposito, pin, dan kartu; di mana dengan tanda tangan yang sah, engkau boleh menerima deposito yang telah dimasukkan. Yang memasukkan ke dalam adalah Tuhan, dan Ia memasukkan anugerah yang dijanjikan kepada kita, berkat yang tidak pernah berhenti mengisi kebutuhan kita, dan orang yang beriman boleh mendapatkan ini. Mengapa ada doa yang tidak didengar? Karena dihambat oleh dosa. Jika dosa sudah dibuang dan dengan iman kita datang kepada Tuhan, kita mendapat semua ini.

Keenam, iman adalah tindakan sungguh-sungguh yang mewujudkan apa yang kita percaya. Banyak orang Kristen mendengar khotbah yang sangat banyak dan ia kira itu kualitas rohaninya. Kerohanian kita tidak tergantung pada berapa banyak khotbah yang sudah didengar, berapa banyak firman yang sudah dimengerti. Khotbah-khotbah yang sudah didengar, sudah dimengerti saja tidak cukup, tetapi harus dipelihara dalam hatimu baik-baik. Peliharalah firman Tuhan di dalam hatimu, ini adalah perintah Alkitab. “Aku menyimpan firman-Mu dan memelihara perkataan yang Kaubicarakan kepadaku baik-baik di dalam hatiku,” itulah tugasku. Memelihara firman Tuhan, setiap hari secara konsisten dan sungguh-sungguh, konstan di dalam hatimu, sangat perlu. Tetapi itu masih tidak cukup. Alkitab berkata selain mendengar, mengerti, mengimani, dan memelihara, engkau juga harus mengutarakannya kepada orang lain. Jika setelah mendengar engkau beritakan lagi, mengajar lagi, engkau akan menjadi orang yang imannya lebih kuat. Yang engkau beritakan akan menolong engkau untuk mengingatnya baik-baik, karena yang kau tidak bicarakan akan mudah lupa. Pelayanan menjadi hadiah untuk menolong orang yang melayani. Orang yang melayani orang lain sendirinya akan mendapat berkat karena ia dilayani lebih lagi.

Iman adalah menjalankan kehendak Tuhan. Iman adalah melakukan apa yang kaupercaya. Iman harus dinyatakan, diwujudkan melalui pelaksanaannya dengan menaati, menjalankan, melaksanakan, dan mewujudkan yang didengar. Itu menjadi puncak rohani. Iman dan kerohanian bukan tergantung pada apa yang didengar, tetapi pada apa yang engkau lakukan. Engkau lakukan sampai di mana, di situ kerohanianmu sampai di sana. Yang belum melakukan belum matang, belum dewasa, yang belum melakukan belum memiliki. Tetapi yang melakukan, firman itu menjadi miliknya pribadi; pelaksanaan yang konkret mendorong engkau menjadi pemilik firman.

Jika kita membeli tanah, bukan hanya tanda janji, hanya omong di mulut mau memberikan uang lalu kita boleh menikmati tanah itu. Kita baru boleh memiliki tanah itu dengan kita sudah membayarnya, karena sudah lunas. Tetapi saya sendiri bertindak, membayar lunas tanah itu, bukan hanya memegang surat sertifikatnya saja. Demikian pula dengan firman Tuhan, kita bukan saja mendengar, bukan saja mengerti, bukan saja menerima, bukan saja memberitakan. Banyak pendeta yang dapat memberitakan firman Tuhan tetapi mereka sendiri tidak pernah mempunyai firman tersebut karena tidak menjalankannya. Jika kita melaksanakan yang kita dengar, barulah kita sungguh-sungguh memiliki firman tersebut. Melaksanakan firman Tuhan dan menjalankan kehendak Tuhan penting karena inilah fondasi.

Bukankah Tuhan Yesus yang disebut fondasi? Mengapa pelaksanaan firman menjadi fondasinya? Yesus berkata bahwa jika ada orang membangun rumah di atas batu karang itu, mereka menjalankan firman. Jika mereka menjalankan apa yang didengar dan dituturkan Tuhan, mereka membangun rumahnya di atas batu karang dan batu karang itu adalah fondasi. Ketika engkau menjalankan, engkau mendirikan rumah di atas batu karang, sehingga fondasinya Yesus Kristus, fondasi sekaligus taat perintah dan melakukan perintah Kristus, ini adalah fondasi ganda. Ketika kita menjalankan kehendak Tuhan, kita mendirikan fondasi kita di atas batu karang. Menjalankan menjadi fondasi, maksudnya adalah melaksanakan firman Tuhan melalui kelakuan kita yang taat, dan itu penting sekali. Jika kita tidak taat, kita tidak memiliki fondasi. Jika kita memiliki firman tetapi tidak dijalankan, kita belum mempunyai fondasi. Fondasi secara objektif adalah Kristus. Fondasi secara pengalaman subjektif adalah engkau harus menjalankan setiap perintah dan setiap firman yang sudah dituturkan oleh Tuhan.

Tuhan memberkati kita, memberikan kekuatan agar kita mengerti bahwa iman bukan sekadar mengerti secara teori. Kita mengerti iman sampai tulang sumsum, mengerti sampai sedalam-dalamnya, mengerti sampai sekonkret-konkretnya. Iman bukan hanya mendengar, tetapi melakukan. Iman bukan sekadar membaca firman, tetapi melaksanakan firman. Iman adalah melihat dan memandang kepada Tuhan. Iman adalah berarah dan hidup bagi Tuhan. Iman adalah bersandar dan berada di atas fondasi yang tidak berubah. Iman adalah peristirahatan, pegangan yang sudah diterima. Iman adalah kunci membuka rahasia. Iman adalah pelaksanaan konkret, perwujudan menjalankan semua perintah Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati kita, menjadikan kita orang yang beriman sungguh-sungguh, dan menikmati penyertaan-Nya.

Dalam Amanat Agung, Yesus berkata, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakan Injil kepada seluruh bangsa, jadikan mereka murid-Ku, tuturkan apa yang Aku ajarkan kepadamu, baptiskan mereka dalam nama Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Jika engkau melakukan ini, menjadikan mereka murid-Ku, melaksanakan apa yang Aku ajarkan kepadamu, Aku akan menyertai engkau sampai kesudahan alam. Sampai akhir zaman, Aku tidak akan meninggalkan engkau.” Orang yang menjalankan kehendak Tuhan, orang yang mewujudkan perintah Tuhan, taat dalam melaksanakannya, orang ini adalah orang yang beriman, selamanya tidak guncang karena menjalankan kehendak Tuhan. Iman bukan hanya mendengar saja, iman adalah melakukan. Iman bukan pengertian saja, iman adalah mewujudkannya dalam hidup sehari-hari yang taat kepada Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati kita

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 17): Pengharapan (1)

Iman adalah arah rohani seseorang di hadapan Tuhan. Iman adalah penglihatan visi rohani seseorang. Iman adalah pegangan pasti di dalam jiwa kita masing-masing. Iman adalah peristirahatan dan damai sejahtera yang kita nikmati di dalam Tuhan. Iman adalah kunci rohani untuk membuka rahasia rohani, membuka kekayaan, dan membuka gudang janji Tuhan, untuk mendapatkan apa yang diperlukan ketika kita dalam kesulitan. Dan iman adalah tindakan rohani yang kita jalani, taati, serta mengikuti pimpinan Roh Kudus di dalam kehendak Tuhan.

Kini kita masuk ke dalam topik yang kedua, yaitu pengharapan. Satu Korintus 13:13 menuliskan, “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.” Pemikiran “iman, pengharapan, dan kasih” ini sangat berbeda dengan pemikiran orang Yunani yang mengatakan intelek, kelembutan, dan keberanian sebagai pedoman mereka. Manusia memang memerlukan intelek untuk mengetahui kebenaran dan mempunyai kelembutan di dalam menghadapi semua orang. Keberanian ketika berada di dalam kesulitan peperangan. Intelek untuk mengerti kebenaran. Kelembutan untuk berteman dengan semua orang. Tetapi iman Kristen bukan intelek, kelembutan, dan keberanian (intellectual, benevolence, and courage). Iman Kristen melihat pedoman kehidupan di atas iman, pengharapan, dan kasih (faith, hope, and love).

Iman penting sekali karena iman berarti kembali kepada Tuhan dan kembali kepada kebenaran-Nya. Setelah beriman, kita kembali kepada Tuhan Sang Pencipta. Dengan iman, kita selalu kembali dan setia kepada Tuhan. Selain itu, otak kita yang dicipta oleh Tuhan juga harus kembali kepada kebenaran Tuhan, kepada kebenaran firman-Nya. Itu namanya iman. Ketika intelek kita kembali kepada kebenaran, itu namanya iman. Ketika manusia kembali kepada Tuhan Sang Pencipta, itu namanya iman. Ini adalah hal yang pertama dan mendasar, fondasi yang paling penting bagi manusia untuk hidup di dalam dunia ini. Dengan iman kepercayaan, kita tidak lagi menjadi orang kafir, tidak lagi berselingkuh, tidak lagi menyendiri, tidak lagi menjadi pemberontak. Iman membawa kita kembali kepada Tuhan dan iman membawa otak kita kembali kepada firman-Nya.

Iman adalah kembalinya rasio untuk setia kepada kebenaran Tuhan yang diwahyukan kepada kita. Iman adalah kembalinya manusia kepada Tuhan yang menciptakan kita. Yang dicipta kembali menghadap Yang Mencipta, itulah iman. Yang berpikir kembali setia kepada kebenaran, itulah iman. Dengan demikian manusia yang beriman adalah manusia yang kembali kepada Tuhan. Alkitab berkata, selain iman, unsur kedua adalah pengharapan dan pengharapan berasal dari iman, pengharapan berakar di dalam iman.

Alkitab juga berkata, iman menghasilkan pengharapan. Di dalam Roma 4, Paulus menuliskan, “Ketika Abraham sudah tidak punya hari depan, tidak tahu harus ke mana, tetapi karena imannya ia memiliki pengharapan.” Dari Roma 4 ini kita juga mendapatkan kesimpulan akan wahyu Tuhan, bahwa iman menghasilkan pengharapan. Semua orang yang penuh pengharapan harus mempunyai iman sebagai dasarnya. Semua orang yang mempunyai iman tidak hanya berhenti di dalam iman, tetapi akan ada tindakan nyata, yaitu menjadi orang yang penuh pengharapan. Orang yang beriman berdiri di atas batu karang, orang yang berpengharapan memakai teleskop rohani melihat hari depan. Dengan demikian, iman tanpa pengharapan adalah seperti seseorang yang tidak memakai matanya, tidak melihat hari depan, dan tidak tahu mau ke mana.

Pengharapan tanpa iman adalah khayalan yang indah, atau cita-cita yang besar, tetapi akhirnya semua menjadi kosong karena tidak memiliki dasar. Dasar iman harus menjadi fondasi kita, barulah kita dapat menegakkan pandangan ke tempat yang jauh di hari depan melalui teleskop rohani yang disebut pengharapan. Iman dan pengharapan; iman dasarnya, pengharapan prospeknya. Karena ada iman sebagai dasar, kita berani melihat ke depan, kita memandang ke tempat yang jauh dengan suatu keberanian untuk menuju ke sana, karena iman yang menjamin kita bukan omong kosong, bukan teori kosong, bukan hanya mimpi belaka. Orang yang beriman bekerja secara konkret, orang yang tidak beriman bermimpi-mimpi kosong. Orang Kristen adalah orang yang diberikan iman di dalam Kristus. Kristus yang memulai dan yang menggenapi iman tersebut.

Siapa Kristus? Kristus adalah Dia yang menciptakan iman di dalam hati kita dan menggenapkan iman di dalam diri kita pula. Dia yang menciptakan iman dengan bibit yang ditaruh, fondasi yang ditanam, berakar, bertunas, bertumbuh, berdaun, dan berbuah menjadi pohon; hasil dari iman akan keluar dari dalam hati kita, terlaksana di dalam kelakuan kita. Orang yang hidup berdasarkan iman adalah seperti pohon yang berakar. Yang berakar akan berbuah, yang berfondasi akan dibangun dengan kuat, yang mempunyai dasar iman akan menghasilkan pengharapan. Dan pengharapan tidak menjadi sia-sia karena yang diharapkan adalah Tuhan dan janji-Nya.

Tuhan adalah Tuhan yang kekal, Tuhan adalah Tuhan yang ada, Tuhan adalah Tuhan yang mutlak, Tuhan adalah Tuhan yang hidup, yang sungguh-sungguh sejati. Tuhan adalah Tuhan yang tidak pernah ingkar janji, tidak pernah menelan kembali perkataan-Nya, tidak pernah tidak melaksanakan kalimat-Nya berdasarkan kesetiaan-Nya. Apa yang dijanjikan akan konkret menjadi fakta. Apa yang diberikan Tuhan akan menjadi jaminan yang pasti terjadi. Orang yang beriman kepada Tuhan adalah orang yang akan mewujudkan dan melaksanakan apa yang dijanjikan oleh Tuhan, sehingga imannya menghasilkan pengharapan. Pengharapan menggenapi apa yang dijanjikan. Dan yang dijanjikan akan menuntut kita percaya kepada-Nya. Inilah hubungan antara iman dan pengharapan.

Allah itu kekal adanya, maka Allah menciptakan manusia dengan diberi kekekalan. Kekekalan adalah salah satu sisi dari peta teladan Allah. Kekekalan merupakan salah satu sisi di antara kekayaan seluruh peta teladan Allah yang sangat berlimpah. Allah yang kekal menciptakan manusia dengan membasuh dan memberikan kekekalan. Manusia mempunyai kekekalan sebagai salah satu sisi sifat Ilahi dari teladan Allah. Maka setiap orang yang mempunyai kekekalan di dalam hatinya berharap kepada Allah. Ketika kita berharap kepada Allah yang kekal, yang memberikan kekekalan sebagai sifat Ilahi kepada kita, kita akan mempunyai kerinduan dan arah kekekalan, mempunyai doa dan permintaan yang menginginkan hal-hal yang kekal.

Menginginkan yang kekal menjadi salah satu permintaan yang bersuara dan yang tidak bersuara. Tidak ada orang yang ingin mengerjakan sesuatu yang cepat habis. Tidak ada orang yang akan mendirikan usaha yang akan hancur. Kita ingin usaha kita boleh terus ada. Kita harap gereja kita boleh terus ada di dunia ini. Kita harap cinta kita terhadap istri kita boleh diterima selamanya. Maka di dalam cinta, di dalam usaha, di dalam karya manusia, tuntutan abadi, tuntutan boleh diingat, tuntutan jangan lenyap, jangan binasa, jangan gugur, menjadi salah satu tuntutan paling mendasar dan fundamental di dalam pikiran kita. Karena mempunyai tuntutan demikian, itu membuktikan bahwa kita manusia yang dicipta oleh Tuhan. Tuhan yang kekal telah memberikan sifat kekekalan di dalam hati manusia. Karena itu, kita semua menuntut, mengharapkan, merindukan, dan meminta Tuhan memberikan yang kekal kepada kita.

Di dalam bangunan, ada yang disebut bangunan permanen dan tidak permanen. Bangunan yang tidak permanen tidak perlu minta izin karena hanya sementara. Tetapi yang permanen harus ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) karena akan terus ada, tidak dapat dibongkar. Gereja ini gereja yang permanen. Di dalam gereja ini, ada yang memakai tenda yang tidak permanen; tetapi ada yang permanen mendapat izin membangun, mendapat izin pakai, izinnya lengkap, dan ditandatangani oleh gubernur. Tuhan ingin kita membangun bangunan yang permanen melalui iman kepercayaan. Apakah yang diharapkan oleh iman kepercayaan? Apa yang kita doakan atau rindukan? Kita ingin yang kita bangun, yang kita kerjakan diingat Tuhan untuk selamanya.

Mazmur 90 adalah mazmur yang berisi kalimat-kalimat yang penting, sebuah syair tentang hidup manusia yang ditulis oleh Musa. Kalimat terakhir dari Mazmur 90 adalah, “Pekerjaan yang kami kerjakan harap diteguhkan oleh Tuhan, karya tangan kami tolong Tuhan abadikan.” Berarti di dalam dunia yang sementara ini kita berdoa, kita berharap dan meminta Tuhan menjadikan apa yang kita kerjakan selamanya diingat oleh Tuhan. Ini adalah pengharapan manusia. Tidak ada binatang yang mempunyai karya abadi, tidak ada binatang yang dapat mengerjakan sesuatu yang diingat selamanya oleh Tuhan. Mereka adalah binatang yang hidup sementara dan mati selamanya. Sesudah hidupnya selesai, matinya juga selesai. Yang dikatakan atau dikerjakannya tidak memiliki arti yang kekal, maka binatang tidak mempunyai kekekalan. Berbeda dengan binatang, manusia diciptakan dengan kekekalan yang Tuhan bubuhi, yang Tuhan taruh di dalam hidup manusia. Allah menciptakan segalanya berdasarkan kehendak-Nya, dan setelah Ia menyelesaikan semuanya, Ia meletakkan kekekalan ke dalam hati manusia. Ayat ini muncul di dalam Perjanjian Lama dan merupakan kalimat bijaksana dari Salomo. Allah menciptakan segala sesuatu sudah lengkap dan sempurna, Ia menaruh kekekalan di dalam hati manusia. Karena itu di dalam Adam ada unsur kekekalan, di dalam dirimu ada unsur kekekalan.

Ketika manusia menikah, tiga kalimat penting muncul, tidak peduli engkau sekolah tinggi atau rendah, engkau dari Harvard atau dari kampung, atau dari sekolah negeri, semua sama. Ketika akan menikah, yang pria akan berkata, “Aku mencintaimu.” Yang perempuan akan bertanya, “Sungguhkah?” Jika ditanya demikian pasti yang pria tidak menjawab, “Tidak, hanya main-main.” Kalau engkau jawab hanya main-main, berarti tidak usah menikah. Jadi kalimat pertama adalah: sungguh-sungguh. Kalimat kedua, “Hanya saya? Engkau tidak punya lima pacar, bukan?” Jika punya pacar banyak, engkau akan berkata, “Enyahlah engkau, saya tidak mau menikah dengan orang yang pacarnya lima!” Kalimat ketiga, “Sampai kapan?” Maka akan dijawab, “Cinta sampai selamanya!” Tiga hal ini: sungguh, hanya satu, dan sampai selamanya. Jika sekarang engkau sudah menikah, tetapi ada orang lain, berarti engkau kurang ajar, engkau melanggar ciptaan Tuhan. Jika ketiga hal ini tidak diperhatikan, engkau tidak pernah menghargai pernikahan. Ibrani 13:4 menuliskan bahwa setiap orang harus menghargai pernikahan. Di dalam pernikahan, ada tiga hal yang dituntut. Pertama, sungguh-sungguh; kedua, hanya satu; ketiga, selamanya. Ketika suami istri cekcok, berkelahi, berbeda pendapat, tidak apa-apa, pokoknya tetap sungguh-sungguh, tetap hanya satu, dan sampai selamanya. Dalam menghormati pernikahan, bagaimanapun sulitnya hubungan suami istri tetap dapat diselesaikan. Tetapi jika sudah bercabang hati, sudah tidak sungguh-sungguh, hanya main-main dan sudah banyak orang yang ikut campur, sudah membuang janjinya, itu sudah bukan pernikahan, karena itu yang mutlak dari Tuhan, yang kekal adalah Tuhan.

Tuhan berkata, “Aku menciptakan engkau, Aku memberikan kekekalan di dalam hatimu.” Manusia menjadi makhluk yang dapat mengabdi kepada Allah, makhluk yang dapat berjanji kepada Allah, dan makhluk yang merindukan, meminta, dan menginginkan keadaan abadi. Di situ timbullah yang kedua, yaitu pengharapan. Cinta yang setia kepada Tuhan mengakibatkan iman yang kembali kepada Tuhan. Iman yang setia kepada Tuhan menghasilkan pengharapan kepada Tuhan. Iman yang kembali kepada Tuhan harus setia dan kembali kepada-Nya. Dan setelah iman kepada Tuhan, akan menghasilkan permintaan, kerinduan, dan keinginan untuk diakui Tuhan. Maka iman menghasilkan pengharapan. Jika iman menghasilkan pengharapan, tindakannya akan sesuai dengan arah yang diharapkan. Apa yang engkau inginkan, engkau harapkan, engkau garap, akan membuat engkau berjalan di situ. Engkau bertindak sesuai dengan arah, sesuai dengan permintaan, sesuai kerinduan, karena engkau ingin berharap dengan kekal.

Pengharapan penting sekali, karena tanpa adanya pengharapan tidak ada hari depan. Hari depan ditentukan dengan pengharapan yang sungguh-sungguh mau mengabdi dan melaksanakan apa yang dirindukan. Ketika engkau mencari Kerajaan Allah, laksanakanlah semua kelakuan sesuai kehendak yang Allah wahyukan. Ketika engkau sungguh-sungguh mau menyenangkan Allah, lakukan setiap tindakan untuk mencari kesukaan Allah. Semua yang menyedihkan Roh Kudus dibuang. Semua yang berlawanan dengan kehendak Tuhan dibuang. Semua yang sesuai dengan rencana Tuhan dilaksanakan dengan tekun, dengan sehati, dan dengan setia. Sepenuh hati dan konsisten kita melakukan apa yang menyenangkan Allah. Dengan demikian engkau mempunyai pengharapan yang sesuai dengan imanmu.

Seseorang yang mempunyai iman yang sesuai dengan rencana Tuhan akan mendapatkan yang selamanya berarti dan abadi. Inilah pengharapan! Orang yang beriman menghasilkan pengharapan dan pengharapan meneguhkan hidup orang beriman tersebut. Karena pengharapan berpadu dengan iman, maka pengharapan memberikan arah yang benar, memberikan hari depan yang cerah, dan memberikan sasaran yang teguh. Engkau tidak menyimpang ke kanan, tidak serong ke kiri, karena engkau mempunyai satu tujuan pasti di depan. Pengharapan membawa engkau menuju kepada tujuan tersebut dan kekuatan memberikan engkau kemampuan melaksanakan dan menggenapkan semua hal tersebut. Dengan demikian iman dan pengharapan tidak dapat dipisahkan. Pengharapan adalah ekspresi dari iman dan iman menjadi dasar dari teleskop rohani akan pengharapan. Saya sudah beriman, maka saya akan berdiri teguh, saya berpengharapan, saya melihat dengan jelas sekarang dari langkah dasar ini saya mau menuju ke mana. Melalui teleskop rohani saya melihat masa depan saya, saya melihat masa depan saya di dalam tangan Allah. Melalui pengharapan saya bersandar kepada Tuhan.

Orang Kristen adalah orang yang beriman kepada Tuhan. Dan orang Kristen juga adalah orang yang berharap kepada Tuhan. Kita berharap kepada Tuhan dan menginginkan hari depan yang Tuhan karuniakan berdasarkan iman kita yang sekarang. Kita mengharapkan janji yang telah Tuhan beri tahu untuk hari depan kita. Dengan demikian pengharapan menentukan dan mengisi makna hidup kita. Jika ditanya, mengapa ada orang yang bunuh diri? Orang bunuh diri karena tidak mempunyai pengharapan. Orang bunuh diri bukan karena ia kurang cantik, karena ada bintang film yang cantik sekali, tetapi akhirnya bunuh diri. Orang bunuh diri bukan karena tidak ada uang, karena ada konglomerat yang kaya sekali, akhirnya bunuh diri. Orang bunuh diri bukan karena tidak ada pengetahuan, karena ada profesor yang cerdas sekali, akhirnya bunuh diri. Setelah mereka bunuh diri lalu ditelusuri, ditemukan bahwa semua penyebab mereka bunuh diri itu sama. Hanya satu penyebab: mereka kehilangan pengharapan.

Jika seorang laki-laki melihat istrinya tidak ada pengharapan bertobat, maunya selingkuh terus, pelan-pelan ia kecewa lalu bunuh diri, itu tindakan yang bodoh. Tetapi ada orang yang melihat istrinya menyeleweng, akhirnya ia menikah lagi. Orang yang pesimistis memilih bunuh diri karena ia terus mengharapkan yang tidak mungkin diharapkan. Jika harapan tidak mungkin terlaksana, jika harapan tidak mungkin terwujud, manusia akan mulai berpikir bahwa hidupnya sudah tidak ada arti lagi. Jika orang sudah merasa bahwa hidupnya tidak berarti, ia akan berani untuk bunuh diri. Jadi sebab utama bunuh diri adalah tidak adanya pengharapan. Oleh karena itu, jika tidak ada pengharapan, bahayanya lebih besar daripada tidak ada uang, tidak ada kesehatan, tidak ada kecantikan, atau tidak ada reputasi. Salah satu musuh terbesar manusia adalah tidak adanya pengharapan. Oleh karena itu, Alkitab berkata, engkau memerlukan iman dan pengharapan. Dengan adanya iman, akan ada pengharapan, maka hari depan engkau cerah adanya.

Di dalam 1 Petrus ada tertulis kalimat, “Orang-orang demikian hidup di dunia dengan tidak ada Allah dan tidak ada pengharapan.” Mereka memang hidup, dan mereka hidup seperti engkau dan saya, berada di dunia ini. Bedanya mereka hidup di dunia ini tetapi tanpa Allah dan tanpa pengharapan. Dua istilah ini melukiskan kehampaan hidup. Barang siapa hidup di dunia tetapi tidak ada Allah dan tidak ada pengharapan, orang itu seperti binatang yang mati adanya. Tetapi jika orang tersebut hidup di dunia ini dengan mempunyai Allah dan pengharapan, hidupnya penuh dengan makna, diisi dengan arti, dan semua kegiatannya menuju kepada sasaran yang benar, karena Allah dan pengharapan akan mengisi dan menyediakan substansi hidup yang paling hakiki kepada manusia. Hidup di dunia ini yang paling menakutkan adalah tidak ada Allah dan tidak ada pengharapan. Tetapi jika hidupnya diisi dengan Allah dan janji-Nya, firman dan kebenaran-Nya, hidup menjadi berarti. Hidup diisi dengan pengharapan dan sasaran yang benar, maka usaha mereka tidak sia-sia.

Kita bekerja karena kita mengetahui bahwa bekerja ada hasilnya. Kita berusaha dengan keras karena kita mengetahui hari depan kita cerah. Jika kita tidak ada hari depan, tidak ada hasil apa pun dari semua usaha, tidak ada sasaran, untuk apa manusia hidup? Oleh karena hidup mempunyai sasaran, mempunyai arti, dan mempunyai hari depan, maka kita berjuang setengah mati pun tidak takut, bagaimana lelah tetap rela. Anak-anak kita menjanjikan hari depan kita. Ada orang yang miskin sekali, ketika melahirkan bayi ia mulai mengangankan, “Anak ini jika besar, saya harap ia mendapat pendidikan yang baik, saya harap ia bertubuh sehat, saya harap ia bekerja yang rajin, saya harap ia mempunyai moral yang tinggi.” Karena adanya harapan dan sasaran tersebut, ia jadi bergairah. Pengharapan menggairahkan hidup. Di dalam hidup kita, beriman saja tidak cukup, tetapi juga harus menggairahkan pengharapan. Jika engkau sudah mendapat pengharapan dengan sasaran yang benar, melalui janji Tuhan yang tidak mungkin diingkari, hari depanmu akan cerah dan sukses di dalam Tuhan

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 18): Pengharapan (2)

Iman adalah titik mula, kasih adalah penggenapannya. Iman memulai, kasih menggenapi. Dari iman sebagai titik mula dan pengharapan sebagai jalan tengah, ada kasih sebagai penggenap terakhir. Di tengah-tengah iman dan kasih ada pengharapan. Kata “iman” banyak tertulis di Alkitab. Hanya Injil Yohanes saja mencatat 99 kali, dan di seluruh Perjanjian Baru ada 270 kali. Kata “kasih” terbanyak ditulis dalam Alkitab, sedangkan kata “pengharapan” yang paling sedikit.

Pengharapan adalah ekstensi iman. Engkau memiliki iman di dalam Allah untuk memulai hidup rohanimu dan mengembangkan hidupmu, sementara perjalanan hidup kerohanianmu diisi oleh pengharapan. Perjalanan proses iman kita kepada Tuhan dikembangkan dalam pengharapan. Dari titik awal iman diteruskan dengan pengharapan yang mengisi seluruh perjalanan dari titik awal beriman sampai titik akhir bertemu Tuhan. Pengharapan sangat penting, karena pengharapan memberikan substansi untuk iman dan kerohanian kita. Tanpa pengharapan, eksistensi menjadi kosong dan tidak memiliki makna. Hidup menjadi berarti karena ada pengharapan.

Apa perbedaan antara orang Kristen dan orang tidak percaya? Orang tidak percaya tidak mempunyai Allah dan pengharapan, tetapi orang Kristen hidup di dunia yang sementara ini dengan mengharapkan dunia yang akan datang, berharap kepada kekekalan Tuhan dan disertai Tuhan. Orang tidak percaya hidup dalam kekosongan. Eksistensialisme menemukan kekosongan dalam eksistensi. Hanya eksistensi dalam Kristus yang tidak mungkin dilanda kekosongan, melainkan hidup yang mempunyai arti dari janji Tuhan.

Ketika seseorang berbicara tentang eksistensi, tentang pengharapan, maka pembicaraan itu tidak bisa di luar Kristus. Dalam Tuhan hanya ada dua macam keberadaan. Pertama, berada di dalam Adam; kedua, berada di dalam Kristus. Di dalam Adam, manusia hidup karena diciptakan oleh Tuhan. Di dalam Kristus, manusia hidup karena ditebus oleh Tuhan. Hidup di dalam Adam adalah hidup yang kosong, hidup yang diciptakan oleh Tuhan tetapi tidak ada isi, tidak ada arah karena tidak ada pengharapan di dalam dosa. Hidup di dalam Kristus adalah hidup yang diisi penuh dengan janji Tuhan. Kita bukan orang yang tidak mempunyai pengharapan. Jangan menyamakan diri orang Kristen dengan orang yang tidak mengenal Kristus, karena mereka hidup tanpa Kristus, berarti hidup tanpa janji. Mereka hidup dengan kekosongan yang menjadi inti eksistensi mereka. Tetapi kita hidup di dalam kelimpahan janji Tuhan yang mengisi kekosongan kita.

Iman bukan tindakan dari satu pihak menuju kekosongan. Iman adalah reaksi manusia kepada Allah yang memberikan janji dan kebenaran. Iman menuju kepada kebenaran. Iman adalah suatu kesetiaan dari seluruh kapasitas kita untuk percaya dan mengembalikan kemampuan berpikir kita kepada kebenaran. Kembalinya pikiran yang tersesat kepada kebenaran, di situlah iman. Iman merupakan arah yang baru dan relasi yang baru di dalam Kristus. Dengan arah yang benar, membawa fungsi rasio kembali setia pada kebenaran, itulah iman. Setelah beriman pada kebenaran Tuhan, kita mempunyai iman atas apa yang diwahyukan dan dijanjikan, dalam kebenaran-Nya yang menjamin kita tidak sia-sia, tidak menjadi manusia yang hidup percuma di dunia ini, karena menuju kepada firman yang diwahyukan dan janji yang diberikan kepada kita.

Kita beriman dan berharap atas dasar janji Tuhan. Mengapa perlu janji Tuhan? Paling tidak ada tiga hal yang perlu kita bahas. Pertama, dengan dasar atribut Allah yang mana janji Allah dilandaskan? Jawabannya: Allah adalah Allah yang jujur. Kedua, apa substansi dan realitas dari janji Allah tersebut? Jawabannya: Ia adalah Allah yang tidak berubah. Ketiga, dengan sarana apa Allah memberikan kuasa untuk bertahan dan menikmati pengalaman di dalam menghidupi janji Allah? Jawabannya: Ia adalah Allah yang kekal.

Allah adalah Allah yang jujur dan setia; karena kesetiaan-Nya maka seluruh janji-Nya tidak akan sia-sia. Setiap kalimat-Nya tidak menipu. Allah tidak berubah sehingga janji Allah tidak mungkin kosong. Allah tidak berubah karena Ia juga adalah Allah yang kekal. Kekekalan-Nya menjamin ketidakberubahan janji-Nya. Dengan demikian kita dapat memegang dan bersandar kepada janji-janji Allah.

Apa isi janji Allah? Allah memberikan begitu banyak hal di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Namun semua itu dapat disimpulkan dan dirangkum menjadi satu hal, yaitu hidup yang kekal. Tuhan menjanjikan hidup yang kekal kepada kita, seperti yang tertulis di dalam 1 Yohanes 2. Hidup kekal yang dari Tuhan menjadi jaminan pengharapan manusia. Ketika Allah menciptakan manusia, Ia memberikan kekekalan sebagai hakikat dasar di dalam diri kita sebagai manusia. Kita adalah manusia yang diberi kekekalan sebagai substansi paling dasar. Allah itu kekal dan Ia menciptakan kita menurut gambar dan rupa Allah, sehingga Pencipta memberikan kreativitas dan kekekalan. Ini melampaui natur kebenaran-Nya, pengertian-Nya, keadilan-Nya, dan semua atribut-Nya yang lain, di mana yang paling dasar adalah: kita diciptakan di dalam kekekalan dan diciptakan untuk mencipta. Manusia diberikan daya cipta oleh Sang Pencipta. Sang Kekal memberikan kita substansi kekekalan. Kekekalan yang diberikan menunjukkan pengharapan pada kekekalan yang ada pada diri-Nya.

Hubungan kita dengan Tuhan dieratkan melalui pengharapan. Pengharapan berasal dari sifat kekekalan yang diberikan, pengharapan menuju kepada Kekekalan yang memberikan kita kekekalan. Kekekalan Allah adalah kekekalan yang ada pada diri-Nya sendiri. Allah mempunyai kekekalan yang tidak ada awal dan akhir, karena Dia sendiri adalah yang kekal. Tetapi kekekalan yang diberikan kepada kita adalah kekekalan yang diciptakan, sehingga sebelum diciptakan kita tidak mempunyai kekekalan, setelah diciptakan kita diberi kekekalan, mempunyai permulaan tetapi tidak mempunyai akhir. Kekekalan Tuhan berbeda dengan kekekalan manusia. Kekekalan Tuhan tidak ada permulaan dan akhir, karena Ia Sang Pencipta. Kekekalan manusia ada permulaan, tidak ada akhir, karena diciptakan sesuai peta teladan Allah. Kita mirip Allah tetapi bukan Allah dan tidak mungkin mencapai Allah. Yang diciptakan dan yang menciptakan tidak mungkin mempunyai persamaan kualitatif, sehingga mutlak akan ada perbedaan kualitatif. Allah bukan manusia, manusia bukan Allah.

Oleh karena manusia diciptakan menurut peta teladan Allah, maka manusia mempunyai hak berharap pada Allah, karena kekekalan kita yang diciptakan menghadapi kekekalan Allah yang menciptakan. Ini menjadi hak istimewa manusia di hadapan Allah. Janji Tuhan berdasarkan kekekalan-Nya yang diberikan kepada kita sehingga kita berharap kepada Dia. Pengharapan keluar dari kekekalan yang diciptakan, pengharapan ditujukan kepada Kekekalan yang memberikan kekekalan kepada kita. Pengharapan menghubungkan dan membentuk relasi antara yang diciptakan dan Yang Mencipta. Pengharapan tidak terlepas dari janji Tuhan, Tuhan yang sudah berjanji adalah Tuhan yang memelihara perkataan-Nya yang tidak berubah, dan bekerja sampai kehendak-Nya jadi.

Orang Kristen adalah orang yang berharap kepada Tuhan dan kepada firman Tuhan yang menjadi inti janji-Nya. Kekuatan yang dimiliki dan yang diberikan Tuhan menyebabkan kita mendapatkan janji yang konkret. Melalui janji konkret ini, Tuhan menyertai dan memberikan kekuatan tambahan kepada kita. Dia memelihara kita dengan memberikan ketekunan sampai akhirnya, hingga pewujudan janji itu pada kita. Janji ini tidak dapat berubah. Jika Tuhan sudah berjanji dan lupa, kita celaka; jika Dia tidak sanggup memelihara, kita juga celaka; jika Tuhan berubah, kita celaka; jika Tuhan berjanji lalu Ia mati, kita celaka. Tetapi Tuhan yang berjanji adalah Tuhan yang tidak berubah dan hidup selamanya, tidak bohong, dan yang dijanjikan tidak akan menjadi tidak ada. Ketiga hal ini adalah dasar Tuhan berjanji.

Tuhan menjanjikan hidup yang kekal, berarti Tuhan menjanjikan kekekalan. Kekekalan kita diciptakan, kekekalan Tuhan tidak diciptakan. Kekekalan kita diberi, kekekalan Tuhan adalah kekekalan Pemberi. Tuhan yang memberikan kekekalan tidak pernah menjadi tidak ada, akan memelihara kekekalan yang diberikan kepada kita, sehingga kekekalan itu memiliki substansi yang menuju kepada Dia dan mendapat realitas kesempurnaan yang diwujudkan Tuhan. Allah yang berada secara kekal memberikan kepada kita suatu pengharapan di dalam Dia, di mana kekekalan ciptaan yang ada di dalam diri kita bisa berharap kepada Dia yang ada pada diri-Nya secara kekal. Sebagai akibatnya, penggenapan final dari janji tersebut pasti akan diberikan kepada kita. Yang percaya kepada Kristus akan mendapat hidup yang kekal.

Pengharapan orang Kristen tidak menjadi tiada dan kosong. Dunia selalu memiliki orang palsu, janji palsu, tetapi Tuhan bukan demikian. Jika Tuhan mengatakan A, itu adalah A selamanya. Apa pun yang tertulis di Alkitab di mana semua itu dijanjikan Allah telah dimeterialkan Allah di dalam kekekalan-Nya selama-lamanya. Ketika orang Kristen menyatakan pengharapan-Nya kepada Allah, kita berharap kepada Allah yang kekal dan tidak berubah selamanya. Allah tidak mungkin mengecewakan. Semua janji Allah amin adanya di dalam Kristus. Alkitab berkata, Allah tidak berubah, tidak ada bayang-bayang perubahan dari Allah. Jika mempunyai Allah yang demikian, kita boleh lega, aman, nyaman, dan sejahtera, beristirahat di pangkuan Tuhan, menanti kedatangan Kristus yang kedua kali, yang akan menggenapi semua janji-Nya untuk melengkapi dan menyempurnakan apa yang sudah diberikan kepada kita. Pengharapan di dalam Kristus adalah pengharapan yang tidak mengecewakan, pasti dilengkapi dan diwujudkan, karena Tuhan setia, jujur, dan tidak berubah. Tuhan berjanji bahwa Ia akan datang kembali, di dalam diri Anak-Nya hingga Maranatha.

Sejarah dalam pandangan dunia adalah sejarah yang tidak berhenti, terus-menerus, dan tanpa arah. Sejarah yang benar ada awal dan ada akhir. Tuhan adalah Alfa dan Omega. Alfa adalah titik permulaan dan Omega adalah titik akhir. Alfa adalah titik penciptaan dan Omega adalah titik kesudahan. Titik permulaan dan akhir berasal dari Allah. Allah sudah memulai detik-detik yang mengisi waktu sepanjang sejarah, Allah juga yang akan mengakhiri detik-detik sejarah yang akan berhenti ketika Ia datang kembali. Yang memulai adalah Allah, yang memberhentikan adalah Allah. Allah yang menciptakan, Allah yang akan menggenapi, sehingga sejarah mempunyai titik akhir. Ketika Yesus datang kembali, dunia kiamat. Ketika waktu sudah berhenti, sejarah tidak ada lagi, karena yang memulai adalah Allah, yang mengakhiri adalah Allah. Hanya Allah sendiri yang melampaui titik permulaan, karena sebelum segala sesuatu ada, sebelum titik Alfa ditetapkan, Ia telah ada, dan ketika Ia telah mengakhiri segala sesuatu dalam sejarah, Ia tetap ada. Jadi kekekalan sebelum mulainya sejarah dan kekekalan setelah berhentinya sejarah, ada di dalam diri Allah.

Mari kita memikirkan dua macam konsep kekekalan, kekekalan sebelum waktu dan kekekalan setelah waktu berakhir. Kekekalan tidak dapat dipisah. Jika kekekalan dipisah, itu menjadi satu macam kesenjangan antara sebelum mulainya waktu, satu macam lagi setelah selesainya waktu, akan ada kekekalan yang mempunyai titik awal dan akhir tetapi bukan kekekalan. Yang disebut kekekalan tidak mungkin dipatahkan menjadi dua. Alkitab berkata, “Dari kekal sampai kekal,” di mana tersirat tidak ada dua bagian kekekalan, melainkan ada kesinambungan yang tidak terpatahkan, tidak terputus, keadaan yang menyeluruh dari kekal sampai kekal; itu adalah eksistensi Tuhan. Sebelum mulainya waktu ada kekekalan Tuhan, setelah selesai waktu tetap ada kekekalan Tuhan. Sebelum dunia dimulai, Allah sudah ada, setelah dunia selesai, Allah masih ada. Maka, tidak ada dua bagian kekekalan yang dipisahkan oleh waktu yang dicipta, yang berada di tengah kekekalan bagian pertama dan kedua. Sebelum dunia diciptakan, Allah ada, setelah dunia kiamat, Allah masih ada. Menurut pikiran dan cara hitungan manusia, seolah waktu terpisah di dalam kekekalan yang sebelum dan kekekalan yang sesudah, di tengahnya ada waktu yang diciptakan Tuhan dengan ada permulaan dan akhir. Tetapi Tuhan sendiri berbeda, Tuhan bukan di dalam ciptaan.

Tuhan berada dari kekal sampai kekal di dalam kekekalan transenden. Dalam kekekalan, Tuhan melampaui semua karya ciptaan Tuhan. Tuhan menentukan dekret bahwa Tuhan mau menciptakan, maka Tuhan menciptakan waktu yang ada permulaan dan akhir untuk manusia. Ada permulaan karena Allah yang memulai, dan ada akhir karena Allah yang mengakhiri. Allah yang transenden (melampaui segala sesuatu) adalah Allah yang melampaui awal dan akhir. Tuhan menciptakan Alfa dan Omega untuk kita, tetapi Dia tidak di dalam ciptaan, Dia tidak perlu dibatasi dalam ciptaan. Maka, Allah menguasai Alfa dan Omega, tetapi Allah tidak di dalam Alfa dan Omega. Allah melampaui Alfa dan Omega, Allah tidak dipengaruhi oleh Alfa dan Omega. Allah berada dari kekal sampai kekal, lalu menciptakan manusia, membuat semua ciptaan berada dalam titik permulaan, sampai titik akhir menjadi tidak ada karena kembali kepada Dia. Allah yang kekal berada di atas kekal, di atas segala yang mempunyai awal dan akhir.

Manusia berada dalam ciptaan, diberikan titik awal dan akhir, lahir dan mati. Ketika dilahirkan, seseorang mulai ada, ketika mati ia tidak ada lagi. Yang disebut ada dan tidak ada adalah wilayah daging. Secara daging kita lahir ke dunia, ketika mati kita dikubur. Kita baru ada setelah dilahirkan, menjadi tidak ada setelah mati. Setelah lahir, baru hidup di dunia, setelah mati, keluar dari dunia ini, masuk ke dalam dunia akhirat. Ada titik awal dan titik akhir. Kita manusia yang lahir dan mati. Tetapi Allah tidak terpengaruh karena Dia berada di dalam kekekalan. Kekekalan Allah tidak bisa dipisah menjadi sebelum adanya waktu dan setelah berhentinya waktu. Kekekalan Allah bersatu di dalam kesinambungan Allah, dari kekal sampai kekal. Itulah induk kekekalan yang asli. Kita baru ada ketika Tuhan menaruh kekekalan di dalam diri kita, kita terus ada karena tidak mungkin menjadi tidak ada lagi.

Manusia penting karena diberikan hak istimewa untuk ada selamanya. Tetapi hak istimewa “ada selamanya” jika ia tidak berada dalam Kristus akan kasihan sekali, karena ia tidak memiliki Tuhan, ia hidup kafir, hidup tanpa Allah dan pengharapan, hidup di dunia tidak mempunyai kesinambungan selamanya seperti yang Tuhan janjikan. Orang dunia setelah mati tidak tahu ke mana, mereka pikir pokoknya hidup enak di dunia, setelah mati tutup mata, tidak mengerti apa-apa. Tetapi orang Kristen tidak demikian. Orang Kristen mempunyai hidup kekal ketika menerima Yesus, sehingga tidak mungkin berhenti ketika napasmu berhenti, ketika engkau masuk kuburan. Karena yang masuk kuburan adalah tubuh jasmaniah, hidup yang sementara. Ketika seseorang menerima Yesus sebagai Juruselamat, kepadanya diberikan hidup kekal, sehingga hidup kekal berada di dalam hidup sementara di dalam tubuh untuk dapat menikmati penyertaan Allah yang kekal.

Kita hidup sementara di dalam tubuh yang perlu makanan, namun dapat berharap kepada Allah dan janji-Nya yang kekal. Hidup kekal bukan dimulai setelah mati. Hidup kekal dimulai sejak menerima Yesus sebagai Juruselamat. Dengan demikian, engkau bukan hidup di dalam kesia-siaan tetapi di dalam pengharapan, dan pengharapan keluar dari kekekalan, engkau yang diciptakan menuju kekekalan Allah. Inilah pengharapan yang mengaitkan hidup sementara dengan hidup kekal. Ketika masih di dunia ini, kita sudah menikmati kekekalan Tuhan dan menikmati penggenapan janji-Nya yang kekal. Roh Kudus memberikan hidup kekal ketika seseorang menerima Tuhan Yesus dan hal itu akan berfungsi terus sampai mati. Tuhan menjanjikan hidup kekal, sehingga ketika hidup saya sudah selesai di dunia ini, saya akan menikmati penyertaan Tuhan untuk selamanya dan tidak berpisah lagi.

Dalam 1 Yohanes 2:17 tertulis, “Dunia dan segala nafsu yang berada di dalamnya akan lewat, hanya mereka yang menjalankan kehendak Allah akan kekal selamanya.” Saat itu kita bersatu dengan Tuhan yang di dalam diri-Nya. Orang Kristen jangan kecewa, orang Kristen bukan orang yang tidak mempunyai pengharapan. Orang yang berpengharapan dalam Kristus mengetahui bahwa yang dijanjikan Allah adalah sungguh dan akan diwujudkan, sehingga tidak perlu kecewa dan putus asa. Kita dapat berpegang teguh pada apa yang dijanjikan. Kerajaan yang dijanjikan pasti datang seperti yang tertulis di 1 Yohanes dan 1 Petrus. Surat 2 Petrus berkata, “Kita mengharapkan langit baru dan bumi baru.” Di dalamnya terisi dikaiosune. Istilah dikaiosune dalam bahasa Yunani berarti kebenaran Tuhan. Ketika bumi baru dan langit baru turun ke dunia, di dalamnya hanya ada satu prinsip yaitu kebenaran. Berbeda dengan dunia yang penuh penyelewengan, penipuan, kecurangan, dan ketidakjujuran. Kerajaan Allah ketika datang hanya membawa satu prinsip, yaitu dikaiosune, menjalankan semua hal menurut keadilan dan kebenaran-Nya. Inilah yang dijanjikan Tuhan di dalam Kristus yang akan datang, inilah yang kita imani di dalam Yesus. Engkau bukan berharap kosong, tetapi sesuatu yang berisi, akan dilengkapi, diwujudkan menjadi fakta oleh Tuhan, karena Kristus akan datang kembali. Mungkin sekarang engkau menghadapi banyak hal yang tidak adil, yang mengecewakan, engkau sedih, putus asa, susah, dan sulit menemukan seseorang yang dapat mendengarkan keluhanmu, menemukan keadilan yang tidak beres di dunia ini, lalu ke mana mendapatkan solusinya? Tidak ada, kecuali kepada Tuhan.

Kita percaya bahwa pada hari terakhir ketika Yesus datang kembali, ketika Kerajaan-Nya dinyatakan, ketika bumi baru dan langit baru dihadirkan, segala sesuatu akan diselesaikan. Sebelum mengharapkan semua datang pada akhir zaman, mari melaksanakan tugas sebagai orang percaya, menjalankan keadilan semaksimal mungkin dalam dirimu sendiri. Engkau yang mengharapkan Tuhan akan menjadi pengharapan bagi orang lain. Jika Kristus mengisi dan menggenapi semua pengharapan kita, mari mewakili Kristus, kita yang diciptakan menurut peta teladan Allah, menjadi pengharapan bagi orang lain. Orang Kristen mewujudkan apa yang kita harapkan dalam Tuhan menjadi representatif Tuhan di dalam dunia ini. Yang menjadi ayah ibu, lakukan keadilan untuk anakmu. Yang menjadi guru, profesor, lakukan kebenaran pada muridmu. Yang menjadi pedagang, pemimpin, pendeta, laksanakan kebenaran dan keadilan melalui tingkah lakumu, sehingga orang yang dipimpin ketika melihat engkau, dapat menuju pengertian kepada Tuhan. Kita yang berharap kepada Tuhan, jika orang melihat kita, mereka melihat wakil Tuhan; jika orang mengenal kita, mereka mengenal ini peta teladan Allah. Kiranya Tuhan menjadikan kita orang yang berharap pada Tuhan dan menjadi orang yang boleh diharapkan dan dipercaya orang lain

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 19): Pengharapan (3)

Iman sebagai dasar, pengharapan sebagai ekstensi, dan kasih sebagai titik akhir yang diisi oleh kasih Tuhan untuk mengubah dan memberkati sesama manusia. Iman, pengharapan, dan kasih, dan yang paling besar dari ketiganya adalah kasih. Yang paling penting di antara ketiga ini adalah kasih. Iman memberikan kekuatan untuk mengalahkan dunia yang berdosa ini. Pengharapan memberikan kekuatan menikmati dunia yang akan datang. Kasih memberikan kekuatan untuk mengubah dan menolong dunia keluar dari kejahatan, kembali kepada Tuhan.

Di dalam pengharapan, kita meninggalkan titik permulaan, titik alfa, dan berharap menuju titik omega. Di dalam pengharapan, kita memandang menuju kekekalan, karena Allah menjanjikan anugerah kekekalan untuk mendapatkan anugerah, berkat, dan janji yang telah diberikan kepada kita. Kekekalan Allah menjadi tujuan pengharapan kita. Manusia berpengharapan, karena manusia memiliki kekekalan yang diberikan Allah. Allah adalah Allah yang memiliki pengharapan, Allah yang memberikan janji yang kekal untuk mengisi pengharapan kita, dan Allah menciptakan kekekalan di luar diri-Nya, yang menjadikan esensi hidup kita bernilai.

Karena mempunyai kekekalan, maka kita mempunyai pengharapan. Karena mempunyai pengharapan, maka kita menuju kepada janji Allah yang kekal. Janji Allah yang kekal yang diberikan kepada manusia tidak mungkin kosong, karena Allah jujur, tidak menipu, dan tidak berubah. Allah yang jujur, setia, dan tidak berubah, Allah yang terus ada, akan menggenapkan janji-Nya kepada manusia. Kita hidup dalam pengharapan, menuju kepada penyesuaian dan penggenapan dari Allah atas apa yang dijanjikan kepada kita, karena itu kita dapat hidup bergairah dan dinamis, tanpa lesu, putus asa, dan tidak ada pengharapan. Kita hidup penuh pengharapan di dalam janji Allah karena Allah yang berjanji adalah Allah yang akan menggenapi segala yang dijanjikan-Nya, karena itu firman Tuhan tidak menjadi kosong dan sia-sia. Firman Tuhan akan menggenapi segala sesuatu yang telah dikatakan kepada kita. Karena itu, iman, pengharapan, dan kasih menuju kepada Allah yang sama. Iman menuju kepada kesetiaan pada firman yang diwahyukan kepada kita. Pengharapan ditujukan kepada janji yang akan digenapkan oleh-Nya. Kasih kembali kepada sumbernya, yaitu Tuhan yang memberikan kasih, agar kita membagikan hidup dan anugerah sehingga orang lain mendapat berkat Tuhan melalui kita.

Kita hidup di dalam pengharapan yang berdasarkan iman dari titik permulaan menuju titik akhir yang pasti akan datang. Dengan demikian, pengharapan memberitahukan bahwa ada titik akhir dan penggenapan janji Allah bagi masa depan kita. Mempunyai pengharapan berarti Allah akan menggenapi apa yang dimulai dari iman menuju kepada penggenapan pengharapan, sehingga mendapat kesempurnaan Tuhan. Pengharapan juga mengajarkan kita bahwa dunia ini tidak terus-menerus berotasi; dunia mempunyai titik akhir, dan titik akhir tersebut memberhentikan segala keberadaan di dunia ini di hari kiamat. Karena ada kiamat, dunia mempunyai akhir, maka segala sesuatu yang terjadi di dunia ini bukan selamanya. Segala sesuatu yang terjadi di dunia tidaklah berjalan seterusnya. Segala sesuatu akan lewat. Sejarah akan tiba di titik akhir dan berhenti pada hari terakhir (hari kiamat) dari sejarah. Sejarah akan tiba pada hari akhir dari seluruh dunia, namanya kiamat. Ketika kiamat sudah tiba, semua pengadilan yang tidak beres akan dibereskan, semua penghakiman yang tidak adil akan diselesaikan. Allah akan mengakhiri sejarah ini dengan penghakiman terakhir untuk mengoreksi semua hal yang salah, semua tindakan dan keputusan yang salah. Penghakiman dunia yang tidak adil, tidak benar, dan tidak sesuai prinsip Alkitab, semuanya akan dibereskan pada akhir zaman ketika kiamat. Saat itu, semua akan kembali kepada kebenaran Allah yang tidak ada diskriminasi, dan akan mendapat kesempurnaan pelaksanaan keadilan Tuhan.

Ketika engkau dijahati orang atau diperlakukan tidak adil, jangan menangis, jangan kecewa, melainkan berpengharapan bahwa semua akan dibereskan pada hari kiamat itu. Ketika tiba hari penghakiman, datangnya penghakiman terakhir, titik akhir dari sejarah, segala sesuatu akan ditegakkan dan dikoreksi, semua akan dikembalikan kepada kebenaran. Alkitab mengatakan, “Mari kita mengharapkan langit dan bumi baru yang akan turun dari atas.” Ketika langit baru dan bumi baru turun, di dalamnya penuh dikaiosune, kebenaran Allah. Allah akan membereskan dunia berdosa, memperbarui, mengoreksi, dan membawa kita kembali kepada kebenaran Allah. Oleh karena itu, kita bukanlah orang yang tidak mempunyai pengharapan, hidup di dalam kekecewaan, dan putus asa, tetapi sebaliknya hidup dalam pengharapan—segala kesalahan akan diperbarui, segala kerusakan akan dihentikan, dan keadilan akan dilaksanakan ketika kiamat. Kita bukan orang yang berharap kepada orang dunia, pemimpin pemerintah yang menyeleweng, atau kepada hakim-hakim yang tidak jujur, tetapi kita berharap kepada Tuhan yang sejati, yang akan melaksanakan kebenaran dan keadilan-Nya yang mutlak dan sempurna.

Yesaya 42 menulis bagaimana Tuhan Allah memberikan kesaksian untuk memuji Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, “Lihatlah Hamba-Ku yang tidak menyaringkan suara, tidak berteriak di tengah jalan, tidak memasyhurkan nama-Nya supaya didengar. Ia begitu tenang, diam, tekun, dan setia menjalankan kehendak Allah. Lihatlah Hamba-Ku yang tidak putus asa dan kehilangan pengharapan, tetapi menolong orang lain dengan segala kekuatan untuk memberikan kontribusi, untuk membangkitkan, menegakkan, dan meneguhkan rekan-rekan-Nya. Buluh yang terkulai tidak dipatahkan-Nya, sumbu yang berasap tidak dipadamkan-Nya.” Terus-menerus dengan tidak kecewa dan putus asa, Ia menjalankan keadilan di bumi ini sampai kebenaran Tuhan ditegakkan di seluruh dunia. Ia sendiri tidak akan tawar hati, tidak putus asa, terus menjalankan kehendak Tuhan hingga kiamat, sampai rencana Tuhan digenapi. Ini adalah pujian Allah Bapa, Oknum Pertama, kepada Allah Anak, Oknum Kedua Allah Tritunggal, dan menunjukkan bagaimana mereka yang adalah hamba Tuhan harus belajar setia melayani Tuhan, belajar dari Kristus. Ketika keadilan Allah dilaksanakan di dunia ini dan kebenaran-Nya digenapkan di tengah masyarakat dengan jujur dan menunggu sampai rencana Allah digenapi, maka orang-orang seperti ini adalah orang yang penuh pengharapan, menuju pada titik akhir di mana Tuhan datang menggenapi rencana-Nya di dunia ini.

Kita adalah manusia yang dapat berhenti, mati, dan tidak kekal. Tubuh kita hanya beberapa puluh tahun saja, tetapi jiwa kita mempunyai kekekalan. Prinsip pengharapan ini harus kita pegang dan tujukan pada kekekalan Allah, sehingga kita hidup menghadapi kemuliaan Allah, menghadapi murka Allah, dan sekaligus janji Allah yang akan digenapi. Karena pengharapan kita menuju kepada kekekalan di depan, maka pengharapan kita bukan hanya memperhatikan hidup sekarang saja, hanya hidup menanti berkat di dunia ini saja, melainkan kita hidup di dalam pengharapan menuju penggenapan janji Tuhan di dalam kekekalan. Kita harus sabar dan tekun, karena orang yang sabar dan tekun menanti sampai akhir akan diselamatkan dan tidak akan dikecewakan Tuhan.

Mari kita mempertahankan iman yang telah diberikan Tuhan kepada kita dan memegang teguh janji yang telah diberikan kepada kita. Di dalam perjalanan yang panjang ini, kita memerlukan kebijaksanaan, keadilan, dan keberanian dari Tuhan, serta tahan nafsu dari Roh Kudus. Keempat hal ini tercantum dengan jelas dalam Alkitab. Dalam sejarah orang Gerika, mereka memikirkan empat hal ini sebagai prinsip hidup yang membangun bangsa dan meneguhkan pribadi manusia, yaitu: manusia membutuhkan hikmat, membutuhkan kebenaran-keadilan, membutuhkan keberanian, dan membutuhkan penguasaan diri. Dengan empat unsur ini, bagi orang Gerika, manusia mendapatkan makna tertinggi dan hasil hidup terindah.

Orang Gerika memengaruhi Kerajaan Romawi dengan filsafat dan prinsip hidup mereka. Tetapi ini semua akan disempurnakan hanya melalui Kitab Suci. Mengapa orang Gerika mempelajari filsafat? Karena mereka menganggap kebijaksanaan sebagai prinsip pertama. Filsafat atau filosofi berasal dari kata filo dan sofos, filia dan sofia. Filia artinya love (cinta), sofia artinya wisdom (kebijaksanaan). Maka filosofi berarti the love of wisdom (cinta akan kebijaksanaan). Aku mencintai kebijaksanaan untuk menggenapkan kehidupanku. Aku merindukan kebijaksanaan, aku mencintai kebijaksanaan, karena kebijaksanaan memenuhi dan memberikan bobot hidup. Oleh karena itu, orang Gerika berprinsip, 1) kebijaksanaan; 2) kebenaran-keadilan (dikaiosune), di mana dikaiosune adalah kebenaran, keadilan yang selalu dipakai dalam pengadilan. Seorang hakim ketika menegakkan peraturan, harus berdasarkan dikaiosune. Keadilan membuat engkau besar, signifikan, dan penting karena tidak memandang bulu. Keadilan penting sekali, ini prinsip kedua orang Gerika; 3) keberanian. Orang yang sudah mengerti semua prinsip, mempunyai pengertian secara nalar akan hukum, tetapi ketika melaksanakannya dengan berani, pasti rusak, penghakimannya tidak adil. Kebijaksanaan tidak cukup, keadilan tidak cukup, harus ada keberanian, tetapi tidak boleh kelebihan karena dapat menjadi liar, ganas, dan biadab. Mempunyai keberanian tanpa mempunyai 4) penguasaan diri, kekuatan menahan nafsu yang berlebihan, akan merusak kehidupan. Empat hal ini membuat orang Gerika berwatak tinggi, berkarakter agung, dan membuat bangsa tersebut hidup di dalam dunia dengan konsistensi spirit dan ketekunan.

Raja Ithaka memberikan empat prinsip ini: bijaksana, berani, adil, dan dapat menahan nafsu. Prinsip ini diturunkan kepada bangsa Romawi yang menegakkan empat tonggak ini, tetapi Romawi yang menjunjung empat prinsip ini tetap gagal, karena Kristus yang mengalahkan mereka. Kini Kerajaan Romawi telah hancur, tetapi kekristenan bertumbuh terus di dalam dunia. Sejarah mengajarkan banyak pengajaran yang besar, tetapi pengajaran Alkitab yang melampaui semua hal tersebut adalah: iman, pengharapan, dan kasih. Kita mengetahui kebenaran Allah yang memberikan fondasi pada iman kepercayaan, janji Kristus yang memberikan fondasi pengharapan, dan pengorbanan Yesus di atas kayu salib yang memberikan fondasi kasih bagi musuh dan dunia yang melawan kita. Pengharapan tidak kosong dan sia-sia, berdasarkan kasih sebagai titik sumber, fondasi permulaan dan pengharapan menuju kepada janji Allah yang kekal sebagai titik akhir.

Tuhan yang hidup adalah Tuhan yang tidak meninggalkan manusia, yang menggenapi yang kita imani, yang memberi kekuatan kepada kita untuk bertahan di tengah kesulitan, penganiayaan, kemiskinan, dan kekeringan jiwa, serta berjalan terus sampai berjumpa Tuhan. Pengharapan ditujukan kepada kekekalan dan kepada penggenapan janji Allah, dengan kepastian bahwa Ia tidak pernah meninggalkan kita. Kita adalah manusia yang berpengharapan, bukan seperti orang dunia yang hidup tanpa pengharapan dan Tuhan.

Hagia Sophia adalah gereja terbesar dalam sejarah yang selesai dibangun pada abad keenam. Hagia Sophia berarti Gereja Kebijaksanaan (Hikmat) Suci. Gereja ini masih ada hingga sekarang, dibangun di kota Istanbul yang dahulu bernama Konstantinopel. Ketika itu Kerajaan Romawi merupakan kerajaan yang paling berkuasa, tetapi ditaklukkan oleh Kristus, bukan melalui kuasa yang lebih besar, tetapi melalui penganiayaan, yaitu ketika orang Kristen dibunuh, dimasukkan penjara, dan dianiaya. Kerajaan Romawi yang begitu megah justru dikalahkan oleh Kristen yang begitu lemah. Kristen yang dianiaya menaklukkan Kerajaan Romawi dan Raja Konstantin akhirnya bertobat dan menjadi Kristen.

Tetapi 950 tahun kemudian, Gereja Hagia Sophia diambil orang Islam ketika Islam menjajah Konstantinopel. Mereka masuk dan mengambil gereja ini, menghancurkan semua barang penting di dalam gereja. Patung-patung dihancurkan, fresko-fresko dan mosaik-mosaik dihitamkan dengan cat, dipasang ayat-ayat Al-Qur’an. Pada tahun 1453, gereja ini dijadikan masjid, namun pada tahun 1935 dijadikan museum, karena Turki menjadi negara sekuler, bukan negara Islam. Tiga minggu yang lalu (tahun 2020), Presiden Turki, Erdogan, memutuskan bahwa Hagia Sophia diubah menjadi masjid lagi. Inilah keadaan dunia yang berubah terus-menerus.

Hari ini, dalam berita yang saya baca, Kanada akan menutup 9.000 gereja. Karena sepi, ekonomi makin sulit, dan tidak sanggup membayar listrik dan air, sebagian gereja tersebut akan dijual. Ini adalah hal-hal yang menyedihkan. Ada dua macam orang Kristen, Kristen yang beriman dan berpengharapan kepada Tuhan, yang akhirnya berkembang terus, dan membangun gereja baru tidak habis-habis. Semacam lagi, Kristen yang sudah tidak beriman dan tidak berpengharapan, melepas semua janji Tuhan, dan berkompromi, akhirnya menjadi gereja yang dibuang Tuhan. Apa yang ada pada hidupmu? Apakah yang mengisi kerohanianmu? Apakah yang menjadi kekuatanmu berjuang di dalam dunia ini? Engkau harus mempunyai iman dan pengharapan yang sejati.

Pemimpin gereja yang melepaskan pengharapan, tidak beriman lagi, dan berkompromi, akan dipakai Iblis menjadi musuh Yesus Kristus. Anak Tuhan yang tetap memegang teguh firman Tuhan, berpegang pada pengharapan akan janji Tuhan, akan berperang dan berjuang terus demi kemuliaan Tuhan. Gereja yang mempunyai pengharapan adalah gereja yang tidak berkompromi. Gereja yang tidak berkompromi adalah gereja yang mempertahankan janji Tuhan dan berpengharapan sampai Yesus datang kembali. Mari kita menjadi gereja yang berpengharapan, memegang teguh janji Tuhan, tidak menyerah, putus asa, dan tawar hati, terus bersandar kepada Tuhan. Dunia dan nafsu duniawi akan lewat, hanya mereka yang menjalankan kehendak Tuhan kekal selamanya.

Marilah kita menjadi orang Kristen yang berpengharapan, membuang segala yang fana dan yang mempermalukan nama Tuhan. Mari hidup dalam kesucian, dalam iman yang kuat, berharap kepada Tuhan, mengikuti Tuhan dengan jujur dan sejati, sampai berjumpa Yesus yang akan datang kembali. Dunia akan berhenti dan sejarah akan mencapai titik akhir. Barang siapa mempermainkan diri dan mempermainkan nafsu dan seks tidak mempunyai mutu dan karakter hidup yang berbobot. Tetapi jika engkau menjaga kesucian, mempertahankan moral dan kebenaran, dikaiosune dari Tuhan, engkau akan hidup dalam kesucian dan mengharapkan kedatangan Kristus kedua kali. Apakah engkau orang semacam ini? Atau engkau orang yang menghamburkan hidupmu, hidup dalam dosa perzinahan, kerakusan yang merusak kerohanianmu, ikut segala arus perzinahan dunia dan menjadi orang yang dibuang Tuhan? Mari menjadi orang yang menjaga kesucian dan beribadah kepada Tuhan. Hidup dalam doa, dalam penantian, penuh pengharapan sampai Yesus datang kembali. Orang yang memelihara pengharapan dan kesucian semacam ini, mereka akan diberkati Tuhan. Ketika Yesus datang kembali dari sorga, dengan menurunkan kota baru, Yerusalem baru, dengan langit dan bumi baru, maka Ia akan datang menyambut orang-orang yang menantikan-Nya, yang berpengharapan kepada-Nya, dan mereka akan mendapat pahala kekal dari Tuhan.

Mari kita menjadi orang yang berpengharapan, yang menanti dengan mempersiapkan jiwa kita, hidup dalam ibadah, dalam kesucian untuk menanti kedatangan Kristus yang akan datang kembali. Barang siapa yang menunggu kedatangan Kristus, pasti menjaga diri dalam kesetiaan dan ketekunan, dengan iman yang tidak berubah memegang teguh firman Tuhan. Iman yang memegang teguh firman Tuhan, iman yang setia pada kebenaran Tuhan, adalah iman yang tidak layu, tidak lesu, dan tidak akan gugur, karena bersandar pada firman Tuhan yang kekal dan tidak berubah. Engkau berdiri teguh di atas batu karang Yesus Kristus. Inilah iman yang meneguhkan dan menguatkan kita, dan dari iman ini engkau menemukan semua janji Tuhan yang akan datang, sama seperti Kristus. Alkitab mengatakan bahwa Kristus tidak menghiraukan sengsara yang ada pada-Nya, tidak menghiraukan penganiayaan yang tiba pada-Nya, tidak menghiraukan mati hidup-Nya di dunia, karena Ia berharap dan menunggu kemuliaan besar yang akan datang. Ketika Yesus melihat semua sengsara dan kesulitan yang mengelilingi-Nya, Ia tidak lesu, tidak takut, dan tidak tawar hati, karena memandang hari depan pada janji Tuhan dan pada kemuliaan Tuhan. Ia menghina semua kesulitan yang ada di dalam dunia.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita sangat diganggu oleh kelesuan penyakit, penganiayaan, sengsara, dan kekecewaan di dunia ini? Janganlah demikian. Marilah kita menghina semua hal ini dan melihat yang mulia di depan kita, janji yang akan Tuhan genapkan di depan. Oleh janji tersebut, kita dikuatkan, mempunyai ketekunan dan kekuatan untuk menahan diri dalam kesengsaraan dan menunggu kesaksian terakhir, kesuksesan Tuhan yang akan digenapkan kepada kita. Kiranya Tuhan memberkati dan memberi kekuatan kepada kita. Janganlah kita hidup seperti mereka yang tidak mempunyai pengharapan. Hiduplah dengan penuh pengharapan, karena Tuhan berkata, “Kepada ilah manakah engkau membandingkan Aku? Di antara semua ilah tidak ada satu pun seperti Aku yang dari titik permulaan menunjukkan padamu titik akhir sejarah.” Tuhan berkata, “Apa yang akan terjadi pada hari kiamat, Aku sudah memberitahukan engkau, dan Aku akan menjaga engkau, memelihara engkau melintasi semua kesulitan, memimpin engkau sampai titik akhir.” Di dalam kesengsaraan, tidak usah takut; di dalam kekecewaan, tidak usah putus asa; di dalam segala kepicikan, tidak usah menangis, karena Tuhan adalah Tuhan yang sanggup memimpin kita melewati gurun yang menakutkan dan besar ini, membawa kita pada titik akhir kemenangan yang total. Marilah kita menjadi orang Kristen yang berpengharapan, menjadi orang Kristen yang beriman kepada Dia dan berharap kepada-Nya, serta bersandar di pangkuan Tuhan, sampai Yesus datang kembali. Tuhan memberkati kita.

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 20): Pengharapan (4)

Iman menghasilkan pengharapan, ini adalah prinsip yang diterima dari Roma 4. Ketika Abraham dalam keadaan yang sangat mengecewakan dan tidak mempunyai hari depan, karena beriman, ia mendapatkan pengharapan yang teguh dalam Tuhan. Dalam menuju hari depan yang tidak menentu, iman yang kuat menjadi pedomannya menuju janji Tuhan.

Allah berjanji kepada manusia dan semua janji Allah tidak pernah kosong. Allah adalah Allah yang berjanji, firman Tuhan adalah firman perjanjian. Allah yang berjanji adalah Allah yang hidup, maka janji-Nya adalah janji yang hidup. Allah adalah Allah yang suci, maka janji-Nya mengandung kesucian. Karena Allah adalah Allah yang sejati, maka janji-Nya tidak palsu dan mengelabui. Allah yang hidup, suci, dan benar, berjanji kepada manusia berdasarkan tiga syarat yang menjadi fondasi dan prinsip penting. Pertama, Allah yang setiawan, jujur, dan setia, adalah Allah yang memberikan janji yang dipelihara sampai janji-Nya terjadi. Kedua, Allah yang berjanji adalah Allah yang tidak berubah. Alkitab berkata, Allah itu setia dan tidak berubah selamanya. Ketiga, Allah adalah Allah yang kekal. Jika Allah dahulu ada, sekarang lenyap, dahulu hidup sekarang mati, maka janji-Nya ikut mati, ikut hilang, ikut berubah. Allah yang sejati adalah Allah yang tidak berubah, tetap ada selamanya. Allah yang tidak berubah tidak pernah ingkar janji. Karena itu janji Allah adalah janji yang dapat kita andalkan dan pegang teguh selamanya. Iman kepada Tuhan menjadi dasar pengharapan, pengharapan kepada Tuhan menjadikan kita terus bersandar kepada-Nya dan terus mendengarkan firman Tuhan.

Dalam Kitab Yeremia, Tuhan berkata, “Seluruh bumi dengarlah firman Tuhan, hai Israel, dengarlah olehmu.” Istilah Allah yang Esa, dua kali bentuknya ditulis berbeda, bukan hanya memakai istilah Elohim, El, tetapi Eloheinu. Allahmu Allah yang tunggal dan Allahmu Allah yang banyak. Allahmu Allah yang tunggal berarti selain Dia tidak ada allah lain. Selain Tuhan Pencipta langit dan bumi, tidak ada tuhan lain yang dapat disebut Tuhan karena mereka bukan Tuhan yang sejati. Tetapi Allah juga adalah Allah yang majemuk. Istilah yang dipakai adalah Eloheinu, berarti Allah yang banyak, bentuknya bukan satu atau dua, tetapi lebih dari dua. Jika lebih dari dua, mungkinkah Allah empat atau lima atau bahkan seribu? Tetapi di dalam ayat penunjang di seluruh Alkitab, tidak ada kemungkinan lain kecuali Allah hanya tiga. Dalam Yesaya dikatakan, “Suci, suci, suci,” hanya tiga kali, Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh. Tiga pribadi dan satu Allah, keallahan yang tidak ada bandingnya, karena itu kita percaya bukan karena harfiah.

Orang Yahudi berbeda dari bangsa lain di seluruh dunia, karena bangsa lain tidak diperintahkan untuk menjadi bangsa yang mendengar. Bangsa Yahudi adalah satu-satunya bangsa yang diperintah Allah untuk menjadi bangsa yang mendengar. Mendengar memakai telinga, melihat memakai mata, berpikir memakai otak, berbicara memakai mulut; masing-masing mempunyai tugas yang berbeda. Pendengaran adalah permulaan pengetahuan. Jika engkau tidak mendengar apa-apa, engkau tidak banyak tahu, tidak mengerti karena tidak pernah diberi tahu. Tetapi jika mendengar dengan teliti, tepat, dan memilih dengan baik apa yang didengar, engkau berbijaksana.

Alkitab telah ditulis sejak 3.500 tahun yang lalu, maka kita harus belajar mengerti arti yang sesungguhnya. Ketika firman Tuhan dikhotbahkan, pendengaranmu akan menambah pengertianmu, mulai mengerti maksud ayat-ayat itu, sehingga engkau kagum dan berterima kasih kepada Tuhan. Inilah yang diinginkan Tuhan, yaitu manusia menjadi pendengar. Orang Reformed mementingkan pendengaran firman yang teliti, tajam, dan menyeluruh; diberi penjelasan oleh pendeta-pendeta yang bertanggung jawab, berkhotbah sesuai kehendak Tuhan. Ketika Tuhan mengirim Kristus menjelma menjadi manusia, hal itu dijalankan agar manusia memakai telinganya untuk mendengarkan kalimat Yesus yang adalah Allah sendiri yang menjelma menjadi manusia.

Allah yang sejati menjadi manusia, berkhotbah memakai bahasa manusia, supaya manusia yang dicipta oleh Allah mengerti makna firman-Nya. Kristus berada di sorga, tetapi turun ke dunia, inkarnasi menjadi manusia yang berdaging dan berdarah, bermulut, bermata, bertelinga, berotak, bertubuh, seperti manusia, sehingga Tuhan Yesus dapat membicarakan firman kepada manusia. Dari permulaan adalah Firman, Firman adalah Allah, dan Firman beserta dengan Allah. Tetapi Firman menjadi daging, turun ke dunia, memakai bahasa manusia membicarakan Firman sorgawi. Allah yang tidak terbatas membatasi diri dalam daging. Allah yang tidak bersuara, bersuara memakai bahasa manusia untuk memberitakan firman.

Allah menciptakan manusia menjadi satu-satunya makhluk yang dapat mendengar firman Tuhan. Setiap hari Minggu engkau meluangkan waktu mendengar firman. Inilah saat telingamu digunakan untuk yang paling penting seumur hidup. Inilah saat paling serius bagi telingamu mencapai fungsi aslinya. Telinga dicipta Tuhan bagi manusia untuk mendengar firman dari Yang Menciptakan telinga, supaya kita menjadi manusia yang mendengar firman. Jika firman sudah didengar, maka kita akan mengerti.

Alkitab mengatakan bahwa ketika Allah mengirim Yesus ke dunia, bersalut daging dan darah, maka Dia telah menjadi manusia yang berbicara kepada kita, menjadi manusia yang dapat dilihat oleh kita, dan yang dapat dijamah oleh kita. Allah tidak bisa dijamah, Allah tidak bisa dilihat, dan Allah tidak bisa didengar dengan telinga jasmani yang dicipta dalam manusia yang bersifat materi. Allah yang tidak mungkin dimengerti, tidak mungkin didengar, tidak mungkin dijamah, dan tidak mungkin dilihat, sengaja datang ke dunia menjadi manusia yang berdaging dan berdarah serta berbicara dan menampakkan diri kepada manusia.

Satu Yohanes 1:1-2 menuliskan, “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup—itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami.” Ayat ini menyatakan bahwa Dia telah turun ke dunia dan berada di tengah kita, sehingga dengan mata sendiri kita telah melihat Dia, dengan telinga sendiri telah mendengar Dia, dan dengan tangan sendiri telah menjamah Dia. Ayat-ayat ini menjadi perwujudan janji Tuhan dengan memberikan anugerah yang belum pernah didengar sebelumnya, belum pernah dilihat sebelumnya, dan belum dimengerti dengan pikiran sebelumnya.

Anugerah Tuhan melampaui apa yang engkau pernah lihat, dengar, dan pikirkan. Kedatangan Yesus ke dunia membuat kita dapat mendengar Firman Allah yang berbicara langsung kepada kita melalui mulut Yesus. Petrus, Yohanes, dan semua murid Yesus pernah melihat Yesus dengan mata jasmani manusia. Yang terjadi dalam inkarnasi membuat manusia dapat mengalami semua itu. Firman menjadi daging, Allah menjadi manusia, Roh menjadi tubuh, ini adalah cinta Tuhan yang paling konkret. Inilah Imanuel, Allah beserta manusia. Kita boleh mendengar firman, mengerti kehendak-Nya, mengerti mengapa Allah menciptakan kita dan alam semesta, serta mendengar sendiri semua makna asli dari Tuhan.

Di dunia ini ada dua bangsa yang unik, yaitu bangsa Ibrani dan bangsa Yunani. Bangsa Ibrani adalah orang Yahudi yang dipanggil Tuhan menjadi umat-Nya sendiri. Bangsa Yunani adalah bangsa yang menikmati dan menyelidiki segala ciptaan Tuhan. Bangsa Yunani belajar dari melihat, sedangkan bangsa Yahudi belajar dari mendengar. Bangsa Yunani melihat segala sesuatu yang dicipta oleh Tuhan. Bangsa Yunani melihat yang dicipta, sementara bangsa Yahudi mendengar Yang Mencipta. Orang Yunani menyelidiki alam semesta, tetapi orang Yahudi mendengar suara Tuhan yang mencipta alam semesta. Kedua kebudayaan ini memengaruhi seluruh dunia. Kita bisa beriman melalui Kitab Suci karena mendapat pengaruh orang Yahudi untuk seluruh dunia.

Orang Yunani menyelidiki yang dicipta Tuhan dalam alam semesta, sementara orang Yahudi mendengar tafsiran Tuhan mengapa mencipta seperti ini, mengapa manusia dicipta di tengah dunia. Pengertian yang masuk ke dalam telinga orang yang akan menerima firman akhirnya menghasilkan iman; iman datang dari pendengaran. Orang Israel mendengar firman Tuhan dan beriman kepada Tuhan. Itu sebabnya orang Kristen dan orang Yahudi telah mewarisi sistem beriman kepada Tuhan.

Orang Gerika suka observasi, menghitung, dan menganalisis semua yang dicipta oleh Tuhan, akhirnya menemukan ilmu pengetahuan tentang yang dicipta, apa artinya, berapa besarnya, dan apa fungsinya; semua dijelaskan melalui ilmu. Engkau pergi ke gereja, mendengar firman, mempelajari theologi, mengerti firman Tuhan yang dikhotbahkan, ditulis dalam Kitab Suci, diberitakan sepanjang sejarah, supaya kita mengetahui bagaimana mengerti firman Tuhan, dan kita belajar beriman kepada Tuhan. Mendengar dan melihat menjadi dasar pengetahuan seluruh dunia, tetapi pengetahuan tidak cukup. Alkitab mengatakan bahwa takut akan Allah lebih penting daripada mengetahui sebagian firman Allah. Takut akan Allah menjadi kunci engkau mempunyai kebijaksanaan dari Allah. Kebijaksanaan lebih penting daripada pengetahuan karena kebijaksanaan adalah fondasi pengetahuan. Jika engkau berbijaksana yang dapat menentukan arah yang benar, maka engkau mempunyai pengetahuan baru yang tidak sembarangan dipakai. Jika engkau mempunyai pengetahuan yang banyak, tetapi tidak ada kebijaksanaan untuk mengarahkan dan menentukan bagaimana tujuan dan fungsinya, maka sama seperti mempunyai peta seluruh dunia, tetapi tidak mempunyai kompas, sehingga tidak tahu harus berangkat dari mana dan mengarah ke mana. Kebijaksanaan adalah arah pengetahuan, pengetahuan adalah isi kebijaksanaan. Manusia yang memiliki pengetahuan tetapi tidak memiliki kebijaksanaan seperti gedung tinggi yang dibangun tanpa fondasi.

Berapa banyak orang yang sekolah tinggi di Amerika, Prancis, Jerman, Belanda, Rusia, dan tempat yang paling tinggi sekolahnya di dunia ini, tetapi sesudah itu tidak tahu bagaimana memakai pengetahuannya untuk memuliakan Tuhan dan berfaedah bagi manusia lain? Orang demikian seperti kapal yang tidak memiliki nakhoda. Orang Kristen bukan orang demikian karena orang Kristen harus menjadi orang yang mendengarkan firman Tuhan. Petunjuk dari Roh Kudus, pimpinan bijaksana yang tercantum dalam Kitab Suci, pengetahuan yang diterima dari Tuhan, menjadi anugerah dasar, tetapi kebijaksanaan yang diberikan Tuhan menjadi pedoman bagaimana hidup dan mempergunakan pengetahuan tersebut.

Tuhan memberkati kita, menjadikan kita manusia yang berbijaksana, supaya kita bukan hanya mempunyai pengetahuan, tetapi juga mempunyai kunci, arah, kompas, dan fondasi. Bukan mempunyai bangunan yang tinggi tetapi dibangun di atas pasir. Bangunan yang tidak mementingkan fondasi adalah bangunan yang segera roboh. Alkitab mengatakan bahwa barang siapa mendengar firman dan melakukannya, barang siapa mempunyai kebijaksanaan dari Tuhan, adalah seperti bangunan di atas fondasi batu karang. Air turun, sungai meluap, bumi berguncang tidak akan memengaruhinya; dia akan teguh terus. Barang siapa yang mendengar firman Tuhan dan menjalankannya akan menjadi orang yang berbijaksana, bagaikan rumah yang berfondasi, tidak takut gempa bumi, longsor, keguncangan langit, dunia, dan alam semesta, karena dia memegang teguh janji Tuhan. Ia ditanam teguh di atas batu karang, yaitu Yesus Kristus.

Ketika Yesus datang ke dunia, Ia sangat puas dengan Maria dari Betania. Maria dari Betania mempunyai saudara bernama Marta dan Lazarus. Tiga saudara ini mempunyai karakter yang berbeda. Marta suka melayani, semacam “menteri seksi repot”. Maria seorang yang tenang, mau mengetahui kehendak Tuhan. Lazarus introver, dan tidak banyak bicara, tetapi kalau sudah selesai bekerja, dia ikut makan; setiap kali pesta dia pasti ada. Di gereja juga ada tiga macam orang demikian. Macam pertama, orang yang terus melayani. Lalu kedua, orang yang mendengar firman. Dan terakhir, orang yang jika pesta ada, pasti muncul. Yesus jika berkeliling, setelah khotbah melewati Betania, pasti Marta akan memasak untuk Yesus. Orang Kristen semacam ini sangat diperlukan. Saya pergi ke mana-mana tidak membawa istri, sehingga yang memasak untuk saya makan bukan istri, melainkan orang-orang Kristen yang ada di Medan, di Palembang, di Solo, di Yogyakarta, di Manado; di mana-mana ada ibu-ibu yang memasak untuk saya. Ini macam pertama.

Macam kedua, ke mana-mana saya pergi, selalu juga ada orang yang lebih suka mendengar khotbah, siap hati mendengar firman. Sebelum kebaktian mulai, sudah cari tempat yang paling baik, menanti firman Tuhan yang akan dikhotbahkan. Ketika orang lain mengantuk, matanya melotot, dia justru terus memperhatikan, karena masih ada firman yang berfaedah baginya, yang sangat membantu, mengubah hidup, mengoreksi karakter yang tidak baik, dan membawanya menuju kebenaran. Ketika Yesus datang, sementara Marta sibuk memasak, Maria mendengar khotbah, Lazarus tidak tahu di mana. Marta sambil melayani sambil mengomel, dia mengomel dan bahkan memarahi Yesus, karena Yesus tidak memanggil Maria untuk membantunya, namun Yesus membiarkan dia sendiri yang kerja setengah mati. Ketika Yesus mendengar Marta mengomel, Dia bukan memuji Marta, sebaliknya Yesus berkata, “Marta, Marta, engkau sibuk bagi banyak hal, tetapi adikmu Maria sudah memilih bahagia yang paling baik. Dia sudah mendapat berkat yang paling penting, yang tidak mungkin direbut oleh orang lain.”

Mengapa Yesus tidak marah kepada Maria? Mengapa Yesus malah marah kepada Marta? Maria adalah tipe manusia yang disukai Tuhan, orang yang dituntut Tuhan untuk menjadi orang Kristen yang mendengar dan taat, seperti yang diperintahkan, “Dengarlah Israel, Allahmu Allah yang Esa. Engkau harus mencintai Dia dengan mendengar firman-Nya, mencintai Dia dengan segenap jiwamu, sebulat hatimu, seluruh pikiranmu, dan semua tenagamu.” Tuhan mau kita menjadi orang seperti ini, dan orang seperti ini harus mendengar firman Tuhan dengan teliti, taat, berkonsentrasi, serta dengan penuh pengertian dan pengabdian. Sesudah itu kita baru dapat menjadi saksi Kristus yang hidup.

Di Alkitab ada tiga Maria yang unik. Pertama, Maria yang berada di Betlehem yang melahirkan Yesus, Maria anak dara. Kedua, Maria di Betania, Maria yang mendengar firman dan setelah mendengar firman hanya mengerjakan satu hal. Bukan memasak. Uang yang dipakai Marta untuk membeli sayur dan daging untuk memasak tidak sebanyak uang yang dipakai oleh Maria yang membeli satu botol minyak narwastu, minyak wangi paling mahal pada zaman itu. Minyak narwastu harganya kira-kira sama dengan upah seorang yang bekerja sepanjang tahun. Yesus berkata, di mana Injil-Ku dikabarkan di seluruh dunia, peristiwa ini akan diberitakan juga di seluruh dunia, yaitu peristiwa Maria menghancurkan sebotol minyak narwastu untuk penguburan Yesus. Maria yang ketiga adalah Maria Magdalena yang Yesus pernah mengusir tujuh setan dari tubuhnya. Ia diberikan kesembuhan, mengalami mujizat, dan dialah yang pertama melihat Yesus yang telah bangkit. Para wanita pergi ke kuburan Yesus dan melihat tubuh Yesus sudah tidak ada, tetapi kain kafannya masih ada. Yesus sudah bangkit, tetapi mereka tidak melihat Yesus yang sudah bangkit, dan kemudian para wanita itu pergi meninggalkan kuburan Yesus. Tetapi Maria Magdalena terus menunggu. Di depan kuburan Yesus, ia terus menangis. Lalu Yesus menampakkan diri dan berkata, “Maria.” Ia mendengar ini suara Tuhan Yesus, langsung membalikkan badannya dan berteriak, “Rabuni,” yang berarti Guru. Dia melihat betul ini Yesus, dia langsung mau menyentuh Yesus. Tetapi Yesus berkata, “Jangan sentuh Aku, karena Aku belum pergi berjumpa dengan Bapa-Ku di sorga.”

Inilah tiga Maria. Maria anak dara, Maria dari Betania, dan Maria Magdalena. Maria anak dara adalah wanita yang dipinjam rahimnya menjadi kandungan Yesus untuk dilahirkan oleh dia. Betapa besar anugerah seorang wanita yang tubuhnya sebagian dipinjam Tuhan menjadi istana dari Sang Bayi yang dilahirkan, menjadi kandungan Firman yang inkarnasi, menjadi tempat di mana Yesus Sang Allah boleh dinaungi di dalam tubuhnya, dan ia menjadi ibu yang mengandung Yesus. Ini berkat paling besar yang diterima oleh wanita di sepanjang sejarah sejak Adam diciptakan sampai Yesus datang kembali. Maria anak dara menjadi alat di dalam tangan Tuhan untuk menjadi ibu Yesus Kristus.

Kedua, siapakah yang lebih berbahagia daripada Maria dari Betania yang memberikan urapan kepada Tuhan Yesus yang akan mati di atas kayu salib? Yesus mati di atas kayu salib menjadi satu-satunya Pengantara. Yesus mati di atas kayu salib menjadi Imam Besar untuk membereskan dosa manusia di hadapan Tuhan Allah. Dosa seluruh dunia ditanggung oleh satu orang, Allah yang menjelma menjadi manusia, yaitu Yesus Kristus. Jika Yesus akan menjadi Imam Besar dan seorang imam harus diurapi, lalu Yesus diurapi oleh siapa? Yesus adalah Imam, Dia adalah Nabi, Dia adalah Raja yang diurapi oleh Roh Kudus. Hari di mana Ia dibaptis, Roh Kudus turun kepada-Nya, dan Allah Bapa berkata, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, dengarlah kepada-Nya.” Ketika Yesus dibaptis, itu adalah urapan dari Allah melalui Roh Kudus, karena tangan manusia tidak layak mengurapi Yesus sebagai Raja, Nabi, dan Imam. Ketika Yesus lahir, orang majus memberikan emas, kemenyan, dan mur kepada-Nya, karena Yesus adalah Raja, Imam, dan Nabi. Tetapi ketika Yesus mati di atas kayu salib, karena semua imam besar tidak beres, mereka tidak layak mengurapi Yesus. Maka untuk mengurapi Yesus menjadi Imam Besar, mempersiapkan kematian-Nya di atas kayu salib, Tuhan memakai Maria dari Betania yang suka mendengar firman Tuhan. Maria satu-satunya orang yang mengerti bahwa Yesus akan menanggung dosa seluruh manusia, Yesus adalah Juruselamat, Pengantara satu-satunya antara Allah dan manusia. Maka Maria mengerti ia harus mengurapi Yesus. Ini cara Tuhan yang ajaib untuk memakai wanita kedua.

Cara Tuhan yang ketiga memakai wanita yang ketiga, orang yang paling najis, paling berdosa, bahkan di dalam diri perempuan tersebut ada tujuh setan yang merasuknya sehingga perlu diusir keluar oleh Yesus dan sesudah itu Maria Magdalena mencintai Tuhan lebih dari siapa pun. Maria Magdalena datang melihat Yesus dipaku di atas kayu salib, datang ke Golgota melihat Yesus dikubur, mengingat tempatnya. Pada hari ketiga, ia tidak mau pergi dari kuburan Yesus. Setelah beberapa perempuan datang dan mereka pulang, Maria Magdalena tidak pulang. Dia terus menanti sampai bertemu dengan Yesus yang bangkit, baru dia rela pergi. Dia terus menunggu di situ. Dialah orang pertama yang bertemu Yesus setelah Yesus bangkit dan Yesus meminta Maria Magdalena memberitakan Injil ke dunia, memberitakan Injil kepada murid-murid Yesus. Kabar kebangkitan pertama yang diperintahkan Kristus menjadi Injil di seluruh dunia bukan diberikan kepada Rasul Petrus, bukan diberikan kepada Rasul Yohanes, tetapi diberikan kepada Maria Magdalena.

Siapa boleh berkata orang Kristen menghina perempuan? Siapa bilang agama Kristen tidak memberikan tempat bagi perempuan? Alkitab berkata ada tiga Maria yang dipakai Tuhan secara khusus dan unik. Inilah paparan pendahuluan dari iman, pengharapan, dan kasih. Khotbah iman sudah lewat, khotbah pengharapan sudah selesai, khotbah kasih dimulai dari mendengar firman. Sesudah mendengar firman Tuhan, baru kita dapat mencintai Tuhan

Iman, Pengharapan, dan Kasih (Bagian 21): Kasih (1)

Alkitab berkata bahwa yang ada dan akan ada selamanya adalah iman, pengharapan, dan kasih. Pandangan ini berbeda dengan filsafat Yunani, dan berlawanan dengan kebudayaan dunia lainnya. Menurut orang dunia, hal yang penting adalah kesejatian, kebajikan, dan keindahan, atau kebijaksanaan, kelembutan, dan keberanian. Tetapi Paulus mengatakan tiga hal yang berbeda dengan dua versi tadi. Paulus berkata iman, pengharapan, dan kasih yang penting. Karena iman, pengharapan, dan kasih merupakan prinsip penting dalam Alkitab. Iman berkaitan dengan kebenaran Tuhan. Pengharapan berhubungan dengan janji Tuhan. Kasih berkaitan dengan esensi Tuhan. Maka Paulus berkata yang tersisa adalah iman, pengharapan, dan kasih, dan yang terpenting adalah kasih. Jika tidak ada iman, manusia tidak berhubungan dengan firman Tuhan, karena iman datang dari pendengaran akan firman Tuhan. Firman adalah kebenaran yang Tuhan janjikan dan diwahyukan kepada manusia. Iman akan timbul karena menerima firman Tuhan. Karena iman, kita dipersatukan dengan firman Tuhan. Karena pengharapan, kita dipersatukan dengan janji Tuhan. Karena kasih, kita dipersatukan dengan Tuhan. Maka iman, pengharapan, dan kasih adalah hal yang penting.

Kasih dimulai dari pendengaran. Di dalam Ulangan 6:4 ditulis, “Hai Israel dengarlah, Allahmu adalah Allah yang esa.” Kata “Allah” memakai bentuk majemuk, kata “esa” memakai bentuk tunggal. Sehingga dari pemaparan ini kita sudah mendapat indikasi bahwa Allah yang esa itu juga adalah Allah yang Tritunggal. Bukan Allah yang sendiri, tetapi ketritunggalan yang bersatu. Dalam bahasa Ibrani kata ini sangat berbeda, tetapi bangsa Israel tidak mengerti akan hal ini, hingga pada Abad XIII, Moses Maimonides, orang paling intelektual dari bangsa Israel menggabungkan dua kata bahasa Ibrani ini menjadi satu kesatuan pengertian yang difokuskan kepada keesaan tanpa memperhatikan kemajemukan kata ini. Sehingga sejak saat itu hingga sekarang, selama delapan ratus tahun lebih, bangsa Israel sulit menerima konsep Allah Tritunggal; konsep mereka adalah Allah yang esa.

Agama yang tidak dapat menerima konsep Tritunggal adalah agama Islam dan agama Yahudi. Agama Yahudi menerima wahyu dalam Perjanjian Lama, mewarisi konsep Allah yang esa, menerima pengajaran dari Moses Maimonides. Kata Allah yang dipakai adalah bahasa yang bersifat tunggal, mengabaikan kata Allah yang tunggalnya bersifat jamak. Alkitab berkata, “Allahmu adalah Allah yang esa.” Istilah “esa” di sini memakai istilah yang berarti “bersatu”, bukan “satu”. Orang Indonesia mengerti Bhinneka Tunggal Ika, yaitu berbeda-beda tetapi satu. Negara Indonesia hanya satu, tetapi banyak suku, ada Batak, Toraja, Bali, Jawa, Sumatra, Bugis, Palembang, tetapi satu nusa, satu bangsa, satu negara. Kata persatuan dan kesatuan berbeda artinya. Kesatuan, ketunggalan yang tidak ada variasi. Sumpah Pemuda mengandung Bhinneka Tunggal Ika. Allah sangat mengasihi Indonesia, bahkan dalam Pancasila terselubung prinsip Alkitab.

“Hai Israel dengarlah,” maka bangsa Israel menjadi bangsa yang mendengar, sedangkan bangsa Yunani menjadi bangsa yang melihat. Bangsa Israel mendengar firman Tuhan dan ini membentuk iman mereka, karena iman datang dari pendengaran akan firman Tuhan. Bangsa Yunani dengan pengamatan meneliti alam semesta. Bangsa Israel percaya Allah yang menciptakan alam semesta, beriman kepada Allah Pencipta. Tetapi bangsa Yunani melihat dan meneliti alam yang diciptakan Tuhan. Maka kebudayaan Yahudi dibentuk dari pendengaran, sedangkan kebudayaan Yunani dibentuk dari penglihatan. Karena iman, maka kita telah menerima firman Tuhan. Dengan iman, kita kembali kepada pusat iman yaitu kepada Tuhan. Inilah dasar dari hidup kita, titik awal dari kerohanian kita. Dengan iman kita masuk ke dalam kebenaran, menikmati penyertaan Tuhan. Kita berharap menerima janji Tuhan, mendengar dan percaya pada firman Tuhan. Ketika melihat, kita melihat pimpinan Tuhan.

Dua indra yang penting, yaitu telinga dan mata, merupakan dua jendela besar dari kerohanian kita, jendela jiwa kita. Rumah yang tidak ada jendelanya, tidak akan ada cahaya yang masuk dan kita juga tidak dapat melihat keluar. Jiwa manusia juga demikian. Jiwa manusia mempunyai dua jendela: jendela telinga dan jendela mata. Melalui dua jendela ini kita menerima kebenaran, melihat fenomena, dan mengerti pengetahuan yang di luar masuk ke dalam jiwa. Mulut adalah pintu jiwa. Jika rumah tidak ada pintu, tidak dapat masuk dan keluar. Yang masuk adalah makanan, yang keluar adalah ide; yang masuk materi, yang keluar rohani. Jika yang masuk adalah makanan yang salah, akan sakit. Jika yang keluar adalah kalimat yang salah, akan celaka. Orang Tionghoa berkata, semua penyakit timbul karena makanan yang masuk itu salah. Semua kecelakaan timbul karena kalimat yang keluar itu salah. Pintu jiwa kita penting. Jika yang masuk tidak beres, namanya maling, namanya racun. Peliharalah jendelamu supaya jangan salah dengar, jangan salah terima cahaya.

Dengarlah dengan baik supaya yang masuk adalah firman Tuhan, yang masuk adalah kebenaran. Yang kaulihat adalah visimu. Kita sering melihat secara salah, karena tidak memperhatikan yang dilihat, yang diperhatikan hanya uang. Jika orang melihat apa pun, lihatnya hanya uang dan profit, ia tidak dapat melihat makna dan nilai. Jika yang didengar hanya kabar burung dan gosip, ia tidak mungkin mengenal kebenaran. Maka Tuhan berkata kepada Israel, “Dengarlah Israel, Allahmu adalah Allah yang esa. Haruslah engkau mencintai-Nya dengan sebulat hatimu, seluruh pikiranmu, segenap jiwamu, dan sekuat tenagamu.” Cinta dimulai dari mendengar, dengarlah yang benar, maka dapat mencintai Tuhan. Iman, pengharapan, dan kasih, dan yang terbesar adalah kasih.

Mengapa kasih yang terbesar, bukan iman dan bukan pengharapan? Iman adalah yang paling dasar dan penting, iman menentukan pengharapan dan kasih. Iman adalah alfa, yang awal. Jika awalnya salah, semua salah. Jika awalnya serong, akibatnya akan jauh dari tujuan. Dari iman akan timbul pengharapan, pengharapan dimulai dari melihat. Orang yang beriman kepada Tuhan melihat anugerah Tuhan, melihat rencana Tuhan, dan melihat tujuan yang ditetapkan Tuhan. Dengan iman yang benar, kita melihat yang akhir. Dengan beriman, kita berpengharapan pada titik akhir yaitu dunia kiamat. Tuhan berkata, “Akulah yang awal dan Aku memberi tahu yang akan terjadi di titik akhir. Permulaan dimulai dari Aku dan akhir akan Aku tutup.” Tuhan yang menentukan dunia akan ke mana, memberi tahu jika kiamat akan terjadi apa. Dari alfa sampai omega, ditentukan oleh Tuhan, sejarah tidak mungkin berubah, sejarah akan diakhiri karena rencana Tuhan. Maka engkau harus melihat pada titik akhir dan inilah pengharapan. Iman menghasilkan pengharapan. Pengharapan ditentukan oleh Allah, melalui mujizat, nubuat, dan kehendak yang tidak berubah. Kristus akan kembali, seluruh rencana Allah akan digenapi, karena ini yang dijanjikan Tuhan, yaitu hidup kekal. Setelah dunia ini selesai, kita akan masuk ke dalam dunia kekal karena Tuhan memberikan hidup kekal kepada kita. Orang Kristen mempunyai dasar iman dan hidup kekal. Dalam seluruh perjalanan yang panjang ini, ada yang lebih besar dari iman dan pengharapan, yaitu kasih.

Kasih adalah yang terbesar karena: pertama, Allah bukan iman, Allah bukan pengharapan, tetapi Allah adalah kasih. Iman adalah memasukkan diri kita ke dalam Tuhan, pengharapan adalah penglihatan kita terhadap janji Tuhan, sedangkan kasih adalah diri Tuhan sendiri. Karena tidak ada yang lebih besar dari Tuhan, maka iman dan pengharapan tidak sebesar kasih. Yohanes Calvin berkata, “Selain Allah, tidak ada yang lebih besar dari kehendak Allah.” Hanya Allah yang tidak terhingga, tanpa batas, hanya Allah yang terbesar, maka selain Allah, tidak ada yang lebih besar dari kehendak Allah. Allah yang terbesar, termutlak, paling sempurna, dan tanpa batas.

Kedua, kasih adalah yang terbesar karena Allah yang terbesar. Allah tidak perlu percaya kepada siapa pun atau apa pun yang lebih besar daripada Allah. Kita perlu percaya kepada Allah, tetapi Allah tidak perlu percaya kepada yang lain, karena Ia sendiri adalah pusat dan inti dari Objek iman, titik akhir dari semua yang beriman kepada-Nya. Yang terbesar adalah kasih, karena iman dimulai dari diri kita, pengharapan dimulai dari diri kita, mengharapkan sesuatu yang lebih besar dari diri, sedangkan kasih adalah diri Allah sendiri, kasih adalah titik awal yang keluar dari diri-Nya dan juga titik akhir yang akan dituju. Selain kasih tidak ada tujuan lain, karena kasih adalah tujuan akhir. Maka kasih lebih besar dari iman dan pengharapan. Orang yang hidup di dalam kasih adalah orang yang hidup di dalam Tuhan. Orang yang hidup di luar kasih, adalah orang yang berjarak dengan Tuhan, karena Tuhan adalah kasih. Ketika hidup di dalam Tuhan, kita hidup di dalam kasih. Kita tidak perlu lagi merindukan kasih karena kita telah di dalam kasih, telah menikmati kasih, dan telah dipersatukan dengan kasih. Orang yang dipersatukan dengan kasih adalah orang yang dipersatukan dengan Tuhan. Orang yang hidup di dalam kasih adalah orang yang menikmati di dalam Tuhan.

Ketiga, kasih adalah yang terbesar karena kasih tidak egois, bukan untuk diri sendiri, kasih berkorban. Kasih bukan untuk mendapatkan keuntungan, bukan untuk mendapatkan sesuatu, menyempurnakan diri sendiri melalui sesuatu di luar diri, tetapi kasih mengorbankan diri untuk menyempurnakan yang lain, menggenapkan kehendak Tuhan, maka kasih adalah yang terbesar. Seseorang yang mempunyai kasih adalah seseorang yang mempersiapkan diri untuk berkorban dan rela menyangkal diri. Alkitab berkata, “Jika engkau tidak menyangkal dirimu, engkau tidak layak menjadi murid-Ku.” Ketika kita rela menyangkal diri, maka kita telah menyempurnakan diri kita, terlebih lagi telah menggenapkan kehendak Tuhan dalam diri kita. Penyertaan Tuhan, penyempurnaan Tuhan, melampaui perintah harus menyangkal diri.

Di dunia ini manusia dibagi menjadi dua macam. Macam pertama, manusia yang terus merugikan orang lain untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri dan tidak peduli jika orang lain rugi. Engkau tidak mungkin terlepas dari egoisme, mementingkan diri, ini hal yang umum dan normal. Tetapi jika di dalam menguntungkan dirimu, engkau merugikan orang lain, itu hal yang jahat. Jika orang lain rugi tetapi juga mendapat bahagia, ini adalah penukaran keuntungan, namanya berdagang yang adil. Saya ambil uangmu, engkau rugi uang, tetapi mendapat barang saya, ini penukaran nilai, penukaran keuntungan, ini dagang yang adil. Saya rugi tidak? Saya rugi. Ketika menjual, barang saya berkurang, ketika engkau beli, uangmu berkurang. Saya merugikan engkau? Iya, tetapi saya memberikan barang saya kepadamu. Engkau merugikan saya? Iya, tetapi engkau memberi uang kepada saya. Jadi waktu saya memberi barang, saya rugi dan juga untung. Engkau membayar dengan uang, engkau rugi dan juga untung. Di dalam perdagangan yang adil ini, hati saya sejahtera, hati engkau sejahtera. Manusia boleh berdagang supaya mendapat untung karena manusia perlu uang. Membesarkan anak perlu uang, menyekolahkan anak perlu uang, membeli makanan perlu uang, membeli pakaian perlu uang. Tetapi jika semua keuntungan yang engkau terima berdasarkan kerugian besar yang harus dibayar orang lain, jika ada ketidakadilan ketika saling menukar nilai, itu melanggar hukum “jangan tamak”. Jika keuntungan yang diterima merugikan orang lain, engkau terlalu tamak, itu berarti berbuat dosa.

Mari kita baik-baik menjadi manusia, menjadi pedagang yang memikirkan keadilan, sehingga tidak jatuh dalam dosa ketika mencari uang. Dalam mendapat keuntungan, jangan merugikan orang lain, maka hati kita sejahtera dan jiwa kita tenteram. Jika seseorang hanya mementingkan keuntungan diri sendiri dan tidak peduli kerugian orang lain, itu mungkin sudah merusak moral dan keseimbangan masyarakat. Ketidakadilan akan menonjol, kekacauan dan kerusuhan akan timbul, sehingga mengakibatkan peperangan di dunia, menyebabkan kerugian besar. Tentu hal ini tidak diizinkan oleh Tuhan. Tuhan tidak pernah melarang orang berdagang; Tuhan juga tidak melarang orang mendapat untung. Alkitab begitu teliti membicarakan hal ini. Manusia boleh mencari uang, manusia boleh berdagang, manusia boleh mendapat untung, tidak ada salahnya akan hal ini. Alkitab sangat jelas menyatakannya.

Dalam Alkitab, ada kisah Tuhan memberi lima talenta, dua talenta, dan satu talenta. Yang lima talenta berdagang mendapatkan lima talenta lagi dan Tuhan puji dia. Berarti boleh untung kan? Alkitab mengizinkan. Yang dua talenta pergi berdagang juga, dan mendapat untung dua talenta dan Tuhan memuji dia. Tetapi yang diberi satu talenta hanya menyimpan talenta tersebut sampai tuannya datang kembali. Tuhan tidak memuji dia karena pandai menjaga uang, tidak boros, tidak sembarangan pakai. Manusia boleh cari uang, boleh berdagang, boleh dapat untung, tidak ada salahnya. Alkitab jelas sekali mengatakan hal ini. Justru orang yang tidak berusaha yang dimarahi.

Banyak orang yang seumur hidup tidak berkembang, tidak pernah sembarangan memakai uang, tetapi tidak pernah untung apa-apa. Dia pikir dia sudah setia, tetapi justru dimarahi Tuhan. Apakah berdosa, jika kita membeli sebidang tanah, beberapa tahun kemudian kita jual dan mendapat keuntungan karena harganya naik? Tidak. Ketika gereja membeli tanah lalu beberapa tahun kemudian harga tanahnya naik, gereja bukan tamak, tetapi gereja memakai prinsip Alkitab untuk mendapat keuntungan, tetapi harus untuk Tuhan, bukan untuk diri sendiri. Jika semua yang dikerjakan untuk keuntungan diri sendiri, bukan untuk kemuliaan Tuhan, itu dosa. Engkau pintar berdagang, tidak salah, tetapi jika berdagang tidak memikirkan kemuliaan Tuhan, hanya untuk dirimu sendiri, itu salah.

Saya janji iman berani menjanjikan tiga miliar untuk tanah di BSD dan PIK, karena saya mempunyai arloji yang bisa dijual. Saya seorang hamba Tuhan, seorang pendeta, saya tidak punya kesempatan berdagang mencari uang yang banyak. Saya tidak punya uang sebanyak orang kaya. Saya tidak memiliki penghasilan tiga puluh miliar sehingga bisa memberikan perpuluhan tiga miliar. Saya beri tahu rahasia. Saya sangat suka arloji, sehingga sejak muda saya mengumpulkan arloji yang modelnya bagus, mutunya tinggi, dan mesinnya baik. Di luar dugaan, yang saya pilih dan kumpulkan semua yang betul-betul bagus dan harganya makin naik. Arloji itu bisa dijual untuk persembahan. Selain itu, saya juga masih memiliki arloji yang saya janji akan berikan kepada pendeta-pendeta yang sudah berumur lima puluh tahun. Sekarang harganya kira-kira empat puluh jutaan, dahulu ketika beli harganya dua puluh jutaan. Saya janji setiap pendeta yang melayani sampai umur lima puluh tahun, akan saya beri satu Rolex.

Arloji kelompok pertama yang saya miliki, bukan untuk saya sendiri, melainkan untuk pendeta-pendeta jika mereka setia melayani sampai umur lima puluh tahun. Masih ada satu kelompok arloji lagi yang jauh lebih mahal, jika semua dijual, uangnya untuk pembangunan universitas. Ini janji pendetamu, saya berjanji di hadapan Tuhan, hidup bukan untuk diri sendiri, hidup untuk memuliakan Tuhan. Dahulu ada orang yang menawarkan saya untuk membeli arloji Omega Speedmaster All Gold yang ke bulan. Ketika itu saya berumur lima puluhan, sekarang sudah hampir delapan puluh tahun. Saya membeli jam itu dan sampai hari ini tidak pernah memakainya. Ketika itu saya pikir, “Bagaimana membeli arloji yang berharga 6,500 USD, sementara gaji saya ketika itu satu bulan tidak sampai 60 USD?” Lalu semua uang yang saya simpan, yang saya tabung, hanya terkumpul dua sampai tiga ribu. Saya berusaha menjual arloji yang lain untuk mengumpulkan uang tetapi masih kurang sedikit. Saya minta penjualnya tunggu, jangan terlalu cepat dijual. Dia setuju untuk menunggu beberapa minggu lagi. Saya mati-matian mencari uang, akhirnya terkumpul 6,500 USD. Lalu arloji itu saya beli, saya taruh di kotak, belum pernah dipakai satu kali pun sampai sekarang. Itu untuk apa? Untuk besok-besok dijual, uangnya untuk bangun universitas. Berdosakah saya? Tidak.

Saya dari hari pertama sampai sekarang, selama tiga puluh tahun tidak untung satu rupiah pun untuk diri sendiri. Ketika itu 6,500 USD, kalau sekarang kira-kira sembilan ratus juta. Tahun lalu ada lelang di Hong Kong harganya sudah 50,000 USD. Sekarang mungkin naik lagi. Saya ingin tunggu naik lagi. Berdosakah? Tetap saya tidak berdosa. Karena kalau untung, untuk bangun universitas, bukan untuk saya. Semua yang saya kerjakan motivasinya untuk Tuhan, bukan untuk diri sendiri. Saya berhak menjualnya, karena saya membeli arloji tersebut, bukan mencurinya. Jika arlojinya naik harga bukan karena saya tamak tetapi tetapi karena pasaran dunia.

Seumur hidup saya siapkan semua untuk Tuhan. Saya untung segala sesuatu untuk Tuhan. Tetapi kalau engkau bilang, “Jual kepada saya saja, jual yang murah.” Tidak mungkin saya jual murah kepadamu, karena saya tidak boleh merugikan pekerjaan Tuhan untuk keuntunganmu. Semua yang saya janjikan untuk Tuhan harus saya jalankan. Yang milik Tuhan harus jadi milik Tuhan. Yang milik kaisar milik kaisar. Yang harus bantu orang miskin bantulah, orang kaya tidak perlu dibantu. Semua dikerjakan dengan baik dan Tuhan dipermuliakan.

Dalam dua setengah tahun ini saya akan menjual arloji dengan total sekitar tiga miliar untuk membayar tanah di BSD. Tiga tahun kemudian, saya akan menjual arloji lain lagi yang harganya mungkin lima miliar untuk membangun gedung universitas. Saya tidak tahu berapa banyak uang yang engkau siapkan untuk pekerjaan Tuhan dan seberapa besar engkau bersedia memuliakan Tuhan, melebarkan Kerajaan Tuhan dan banyak berkorban. Saya sebagai pendetamu, seumur hidup akan menjadi teladan, menjadi orang yang dapat dicontoh oleh orang-orang yang mencintai Tuhan. Jadi dalam kasih kita memuliakan Tuhan. Tuhan adalah kasih, maka kasih yang paling besar. Kasih bukan mendapat tujuan yang lain, kasih adalah titik penggenapan dari iman dan pengharapan, titik omega yang sangat berharga, maka kasih paling besar. Di antara tiga hal ini, kasih yang paling besar, karena kasih bukan untuk membela dan menguntungkan diri sendiri tetapi mengorbankan diri untuk menggenapi orang lain. Kasih adalah penyangkalan diri. Kasih adalah pengorbanan diri. Berani mengorbankan diri demi menggenapkan orang lain, itulah yang Tuhan kehendaki dari hidup kita.

Tuhan berkata, “Jika engkau tidak menyangkal diri, engkau tidak mungkin mengikut Aku. Jika engkau tidak memikul salib, engkau tidak mungkin mengikut Aku.” Semua yang mengikut Tuhan, mari belajar mau menyangkal diri, belajar mau mengorbankan diri. Di dalam mengorbankan diri, kita menjadi berkat bagi orang lain, kita menggenapi orang lain, dan kita menyempurnakan orang lain. Karena itu kasih lebih besar dari iman dan pengharapan. Kiranya Tuhan memberkati kita menjadi orang yang mengerti firman Tuhan dan menjalankan kehendak Tuhan.

https://teologiareformed.blogspot.com/
Bersambung..

Next Post Previous Post