NATAL: KELAHIRAN DAN KEDATANGAN SANG RAJA
Denny Teguh Sutandio.
Bacaan:Mikha 5:1; Zakharia 9:9; Matius 2:2; Yohanes 18:37; Wahyu 17:14; 19:16
Natal merupakan momen khusus orang Kristen untuk memperingati hari kelahiran Tuhan Yesus Kristus. Namun Natal juga merupakan momen “khusus” bagi orang-orang non-Kristen untuk mendapatkan keuntungan melalui obral besar (big sale) dan bersenang-senang. Apa sebenarnya makna sejati dari Natal? Natal bukan hanya memperingati kelahiran Tuhan Yesus, namun memperingati lahirnya Sang Raja. Di sini, saya memakai “Sang” untuk menunjukkan keunikan sekaligus finalitas Kristus sebagai satu-satunya Raja sejati. Apa yang membedakan lahirnya Kristus sebagai Sang Raja dengan kelahiran raja-raja lain? Apa signifikansinya? Mari kita merenungkannya.
Jika kita mendengar kata “raja”, tentu di benak kita, kita berpikir bahwa raja adalah sosok manusia yang memiliki kuasa, istananya megah, semua orang tunduk menghormatinya, dll. Jika ia berada di dalam suatu negara yang menganut sistem kerajaan, maka dari kecil, si raja (waktu kecil: pangeran) telah menikmati segala kekayaan dan kemewahan hidup. Kelahirannya selalu dinanti-nanti oleh keluarga kerajaan dan tentunya penduduk negara tersebut. Ketika raja melewati jalan-jalan umum, maka semua penduduk di situ menghormatinya. Ya, raja adalah sosok yang berkuasa dan dihormati (ingin dihormati) oleh banyak orang.
Namun, ada sosok raja yang berbeda dan unik dari sosok raja-raja dunia. Dialah Tuhan Yesus Kristus, Raja segala raja. Kelahiran-Nya telah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama, misalnya: Mikha 5:1 dan Zakharia 9:9. Orang-orang majus dari Timur pergi ke Yerusalem untuk melihat Kristus sebagai raja yang dilahirkan sekaligus menyembah-Nya (Matius 2:2).
Namun ketika kita membaca Alkitab tentang kelahiran Kristus sebagai raja, kita akan kaget, karena Alkitab khususnya di dalam keempat Injil menggambarkan Kristus dari lahir sampai wafat, Ia tidak ada tampang seperti raja. Kristus yang adalah Sang Raja yang seharusnya lahir dari keluarga kerajaan, namun Alkitab mencatat bahwa ayahnya Yusuf adalah seorang tukang kayu. Kristus yang seharusnya lahir di istana yang megah, namun Alkitab mencatat bahwa Ia lahir di kandang binatang (Lukas 2:7). Tidak ada satu tempat penginapan yang mau menampung kelahiran-Nya.
Setelah Ia lahir, Ia harus dibawa lari oleh orangtuanya pergi ke Mesir, karena Herodes hendak membunuh-Nya (Matius 2:13-15) dan kemudian Ia kembali dibawa ke Israel (Matius 2:19-21). Dalam sepanjang hidup-Nya, Ia terus memberitakan Kabar Sukacita dan Ia tidak mempedulikan tempat tinggal (Matius 8:20). Bahkan setelah Ia disalibkan dan dikuburkan, Ia dikuburkan di kuburan pinjaman (Matius 27:57-60).
Meski tidak kelihatan seperti raja, menjawab pertanyaan Pilatus, Ia menyatakan diri-Nya sendiri sebagai Raja, “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” (Yohanes 18:37)
Dengan kata lain, meski secara kasat mata, Ia tidak seperti raja, namun Ia sendiri mendeklarasikan diri-Nya sebagai Raja. Raja seperti apakah Kristus itu?
Pertama, Raja sejati memiliki kekuatan sejati, tetapi tidak terlalu menonjolkan diri. Raja memang harus berkuasa, namun dari kisah Alkitab, kita mendapatkan bahwa meskipun Kristus adalah Raja, Ia tidak pernah menonjolkan diri-Nya sendiri kepada semua orang. Ia hanya mengatakan diri-Nya adalah Raja dengan jelas hanya kepada para murid-Nya dan kepada Pilatus, meskipun banyak orang di Yerusalem sudah menobatkan-Nya menjadi raja (Lukas 19:36-38).
Selebihnya, Ia lebih mengidentifikasikan diri-Nya sebagai Anak Manusia ketimbang Anak Allah atau Raja. Lalu, bagaimana kita mengetahui bahwa Kristus adalah benar-benar Raja sejati? Kita dapat mengetahuinya kelak di kekekalan tatkala Ia menyatakan diri-Nya secara nyata sebagai Raja dan Hakim seluruh dunia yang menghabisi semua musuh yang melawan-Nya (Wahyu 17:14).
Dengan kata lain, Kristus yang adalah Raja sejati yang benar-benar memiliki kuasa mutlak dan penuh atas dunia ini, namun ketika Ia menjelma menjadi manusia, Ia menanggalkan semua kuasa-Nya tersebut dan menjadi manusia yang juga memerlukan makanan dan minuman (tanpa meninggalkan natur Ilahi-Nya). Pada saat yang tepat, setelah Ia mati dan bangkit serta naik ke Sorga, nanti di kekekalan, Ia akan menunjukkan kepada kita tentang kekuasaan dan pemerintahan-Nya sebagai Raja.
Di sini, kita belajar tentang sosok Sang Raja vs raja-raja dunia. Sang Raja sejati benar-benar memiliki kekuasaan sejati, namun tidak suka menonjolkan diri, namun raja-raja dunia sekarang ini yang sebenarnya memiliki kekuasaan turunan/derivatif (dari Allah yang berotoritas) merasa memiliki kekuasaan “penuh”, lalu berani menonjolkan diri sebagai sosok yang harus dihormati.
Lihat saja, tingkah raja-raja dunia ketika berada di kota tertentu, semua berita dari televisi, radio, surat kabar, dll menyiarkannya, semua jalan yang dilaluinya disterilisasikan demi keamanan. Di jalan raya, mobil dari si raja dunia selalu diiringi polisi dan mobil-mobil lain disuruh menyingkir untuk memberi jalan lewatnya mobil si raja (atau pejabat lainnya). Ya, itulah raja dunia, namun benarkah raja dunia benar-benar raja sejati? TIDAK! Ia hanyalah seorang raja dunia yang juga merupakan manusia yang lemah, terbatas, dan berdosa, yang suatu saat bisa meninggal.
Kedua, Raja sejati mengontrol waktu-Nya. Karena memiliki kekuatan sejati, maka Raja sejati tentu memiliki kontrol atas diri-Nya termasuk waktu-Nya. Ia yang menciptakan waktu, Ia jugalah yang sanggup mengontrol waktu demi menggenapkan tujuan Bapa. Ia tahu kapan waktu Ia harus menyerahkan diri-Nya untuk disalib. Jika waktunya belum tiba, maka Ia menghindar.
Setelah menyembuhkan orang pada hari Sabat di rumah ibadat, orang-orang Farisi bersekongkol untuk membunuh-Nya, maka Alkitab mencatat bahwa Ia mengetahui maksud mereka dan menyingkir dari sana (Mat. 12:15a). Berarti waktu menyerahkan diri-Nya belum tiba, sehingga Ia menyingkir. Namun ketika waktunya telah tiba, maka tanpa disuruh, Ia menyerahkan diri-Nya sendiri. Hal ini nampak ketika Ia pergi ke Yerusalem dan menangisinya (Luk. 19:28, 41-44).
Bagaimana dengan raja-raja dunia? Karena mereka adalah manusia yang terbatas, maka tentu saja mereka TIDAK sanggup menguasai apa pun di dunia termasuk diri dan waktu. Sehingga tidak heran, banyak dari mereka kurang bijak mengatur waktu: di saat genting, mereka justru bersantai, sedangkan di saat santai, mereka justru berpikir keras. Akibatnya, kerajaan yang diperintah mereka menjadi kacau.
Ketiga, Raja sejati TIDAK selalu memikirkan diri sendiri. Karena Raja sejati tidak menonjolkan diri, maka Ia tentu TIDAK selalu memikirkan diri dan kehendak diri-Nya. Ia diutus BUKAN untuk mempermuliakan diri-Nya sendiri, namun mempermuliakan Bapa (Yohanes 17:4). Demi menggenapkan kehendak Bapa, maka Ia terus melayani zaman di mana Ia hidup dengan memberitakan Kabar Sukacita, menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, dll, bahkan Ia rela mencuci kaki para murid-Nya (Yohanes 13:3-5).
Di dalam hidup-Nya, Ia selalu memberi diri-Nya untuk melayani manusia. Ia sendiri mengajar para murid-Nya dan kita, “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu.Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Matius 20:25-28) Ia yang mengajar demikian adalah Ia sendiri yang melakukan apa yang telah diajarkan-Nya. Tindakan teragung yang Ia kerjakan adalah dengan menyerahkan diri-Nya untuk disalib demi menebus dosa-dosa manusia yang telah memberontak kepada Allah.
Bandingkan hal ini dengan raja-raja dunia. Kita melihat raja-raja dunia merasa diri harus dihormati dan tidak mau mengurusi urusan lain khususnya kesusahan orang lain. Di jalan raya, mobil dari si raja dunia selalu diiringi polisi dan mobil-mobil lain disuruh menyingkir untuk memberi jalan lewatnya mobil si raja (atau pejabat lainnya), karena ia tidak mau perjalanannya terganggu oleh kemacetan, dll. Jika si raja dunia tidak mau terganggu oleh kemacetan, bagaimana ia bisa bertindak menanggulangi masalah kemacetan yang terjadi? Di sini, kita melihat keagungan Kristus sebagai Sang Raja dibandingkan raja-raja dunia.
Keempat, Raja sejati memiliki Kerajaan yang tidak berasal dari dunia ini. Karena tidak terlalu menonjolkan diri, maka Raja sejati memiliki Kerajaan yang bukan berasal dari dunia ini, tetapi di Sorga. Menjawab Pilatus, Tuhan Yesus sendiri berfirman, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.” (Yohanes 18:36) Karena Kerajaan-Nya bukan berasal dari dunia ini, maka Ia TIDAK pernah menggunakan cara-cara duniawi untuk memperluas Kerajaan-Nya.
Itu sebabnya, di dalam keempat Injil, kita TIDAK pernah membaca satu ayat pun yang mengatakan bahwa Kristus menyuruh para murid-Nya untuk mengangkat senjata menggulingkan pemerintahan Romawi pada waktu itu! Bahkan ketika Petrus memutuskan telinga kanan dari hamba Imam Besar yang bernama Malkhus, Kristus menyuruh Petrus, “Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?” (Yohanes 18:11) Ia tidak ingin dibela oleh siapa pun tatkala Ia mengerti bahwa waktu menyerahkan diri-Nya telah tiba.
Bandingkan dengan raja-raja dunia yang memiliki kerajaan dunia. Mereka tidak segan-segan berperang demi mempertahankan kerajaannya. Bahkan mereka tidak segan-segan berperang menghabisi kerajaan lain demi memperluas kerajaannya sendiri.
Kelima, Raja sejati memiliki Kerajaan yang kekal di Sorga. Karena kerajaan-Nya tidak berasal dari dunia ini, maka tentu saja kerajaan-Nya itu kekal. Artinya, Kerajaan-Nya bersifat selama-lamanya dan tidak akan berubah atau dipindahtangankan kepada/digantikan oleh pribadi lain. Kerajaan-Nya melintasi ruang dan waktu.
Bandingkan dengan raja-raja dunia yang memiliki kerajaan yang suatu saat berakhir dan digantikan oleh anak mereka atau mungkin terjadi penggulingan kekuasaan raja.
Keenam, Raja sejati memberitakan fakta sejati dan memberi jalan keluar dari fakta tersebut. Karena memiliki Kerajaan yang bukan dari dunia ini dan bersifat kekal, maka Raja sejati memberitakan fakta sejati tentang syarat mengikut-Nya. Ia TIDAK pernah memberitakan bahwa mengikut-Nya pasti kaya, sukses, sehat, dan bahkan tidak pernah digigit nyamuk, sebaliknya Ia memberitakan fakta sejati, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah.” (Matius 10:16-18) “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.” (Matius 10:38; 16:24) Tetapi selain fakta sejati, Ia juga memberikan solusi dan pengharapan terhadap fakta tersebut, “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.” (Matius 10:19-20) Dengan kata lain, ada risiko besar yang harus ditanggung oleh mereka yang akan mengambil keputusan untuk mengikuti Sang Raja sejati, yaitu: dianiaya, difitnah, dll, namun di balik risiko, Sang Raja menjanjikan penghiburan dan kekuatan bagi mereka, sehingga mereka dapat terus menjadi saksi-Nya.
Namun, apa yang dilakukan oleh banyak raja dunia? Banyak raja dunia justru bukan seorang pemberita fakta sejati, namun fakta palsu. Data-data dimanipulasi supaya orang banyak melihat bahwa pemerintahan si raja tersebut seolah-olah aman dan terkendali. Rakyat yang bertindak benar justru disalahkan dan dimasukkan penjara, sebaliknya rakyat yang jelas-jelas salah (misalnya korupsi) justru dibenarkan bahkan diangkat menjadi pejabat tinggi.
Ketujuh, Raja sejati memberikan pengharapan sejati kepada manusia. Selain fakta sejati, Kristus sebagai Raja sejati memberikan pengharapan sejati kepada manusia: kelegaan dan hidup sejati. Kristus berfirman, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Matius 11:28) dan “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10b) Pengharapan ini bersifat kekal dan memberikan jaminan kepada manusia, sehingga barangsiapa yang berada di dalam pelukan Sang Raja sejati akan mengalami keamanan, kehidupan, dan keselamatan sejati yang tidak bisa didapat dari orang lain bahkan sosok raja dunia. Bahkan pengharapan itu benar-benar nyata tatkala Ia bangkit dari antara orang mati. Kebangkitan-Nya dari kematian membuktikan adanya pengharapan bagi mereka yang beriman di dalam-Nya.
Sebaliknya banyak raja dunia hanya memberikan pengharapan palsu kepada manusia. Sebelum terpilih, mereka selalu mengobral janji akan memperhatikan kepentingan rakyat, dll, namun setelah mereka menduduki jabatan sebagai raja/pemimpin (baca: penguasa), mereka justru yang paling mengorbankan kepentingan rakyat, misalnya dengan memakan uang hasil kerja keras para rakyatnya (alias korupsi). Makin rakyat berlindung pada penguasa, mereka makin menderita, karena fakta membuktikan bahwa banyak raja dunia semakin berkuasa, semakin tamak!
BACA JUGA: YESUS SANG RAJA DAMAI (YESAYA 9:5)
Setelah mengerti 7 perbedaan Kristus sebagai Raja sejati vs raja-raja dunia, maka bagaimana respons kita terhadap-Nya?
Pertama, berkomitmen ingin mengenal-Nya. Rakyat suatu negara pasti ingin mengenal siapakah raja yang berkuasa atas negaranya. Demikian juga kita yang termasuk anak-anak-Nya pasti berkomitmen ingin mengenal Raja kita, yaitu Tuhan Yesus. Kita dapat mengenal-Nya melalui firman Allah, yaitu Alkitab, doa, dan persekutuan dengan saudara seiman.
Kedua, berkomitmen ingin mengalami dan mengabdi pada-Nya. Setelah mengenal-Nya, kita juga berkomitmen rindu mengalami hadirnya Kristus yang memerintah sebagai Raja dan Tuhan atas hidup kita. Kristus yang memerintah sebagai Raja dan Tuhan atas hidup kita adalah Kristus yang lebih berotoritas dari diri kita, sehingga kita harus mensinkronkan apa pun dalam diri kita dengan apa yang Kristus inginkan. Di saat kita mengalami hadirnya Kristus, di saat yang sama kita juga berkomitmen mengabdi pada-Nya. Artinya, kehendak Kristus yang kita utamakan dan jalankan dalam hidup kita.
Ketiga, berkomitmen ingin menghormati dan menyembah-Nya. Tanda kita berkomitmen untuk mengabdi pada-Nya adalah dengan berkomitmen rindu menghormati dan menyembah-Nya dengan terus-menerus membersihkan hati kita dan berlaku sopan (dan hormat) ketika menghadap takhta-Nya di gereja. Fakta menunjukkan bahwa banyak orang Kristen tidak sopan ketika hendak berbakti di gereja, misalnya: datang terlambat, memakai sandal jepit, menguap (tanda mengantuk) ketika khotbah diberitakan, mengobrol sendiri, dll.
Jika mereka harus menghadap takhta raja dunia, beranikah mereka berlaku demikian? TIDAK. Kepada raja dunia, mereka tahu bagaimana bersikap, namun kepada Raja di atas segala raja, mereka seolah-olah cuek dan berlaku tidak sopan. Apakah ini gara-gara pengajaran banyak gereja yang terlalu menekankan aspek Allah yang adalah Kasih lalu tidak mengajarkan bahwa Allah itu Mahakudus dan Mahaadil? Biarlah kita menyadari hal ini.
BACA JUGA: KELAHIRAN DARI PERAWAN (LUKAS 1:26-38)
Keempat, berkomitmen ingin memperluas Kerajaan-Nya. Seorang yang telah mengenal, mengalami, dan menyembah-Nya adalah ia yang berkomitmen rindu memperluas Kerajaan-Nya dengan memberitakan-Nya kepada banyak orang. Ia rindu menjadi saksi Kristus kapan pun dan di mana pun dia berada baik melalui perkataan (verbal) dengan memberitakan Injil maupun melalui perbuatan, supaya makin banyak orang mengenal dan mengalami-Nya seperti yang telah, sedang, dan akan ia lakukan.
Pemberitaan Injil mencakup dua hal: pemberitaan tentang Kristus yang mati dan bangkit demi menebus dosa manusia (sehingga ada pengharapan bagi manusia berdosa) dan risiko yang harus dibayar demi mengikut-Nya.
Bagaimana dengan kita? Ketika Kristus yang adalah Raja sejati datang ke dalam dunia, sudahkah kita bersiap-siap menyambut kelahiran-Nya sambil memperluas Kerajaan-Nya dengan memberitakan-Nya sebagai satu-satunya pengharapan bagi manusia di dunia yang berdosa ini? Ada Pengharapan sejati di dalam Sang Raja sejati, itulah yang harus kita beritakan dari zaman ke zaman. Amin. Soli DEO Gloria.