EKSPOSISI LUKAS 16:1-13 (MAKNA PERUMPAMAAN BENDAHARA TIDAK JUJUR)
PENDAHULUAN.
Perumpamaan ini memiliki tiga hal penting yang akan membawa kita pada interpretasi yang tepat dan dan benar dimana melalui Lukas 16: 8a kita belajar pujian yang diberikan sang tuan, dalam ayat 8b kita belajar kecerdikan dari sang bendahara, dan dalam Lukas 16: 9 kita belajar dari anugerah yang diterima oleh para penghutang.
Berdasarkan ketiga hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa perumpamaan ini mempunyai tiga pelajaran penting: “(1) Semua umat Allah akan diminta untuk memberikan pertanggungan jawab berkaitan dengan pelayanan mereka. (2) Persiapan untuk pertanggung jawaban tersebut akan berkaita dengan kecerdikan kita dalam menggunakan apa yang kita miliki, secara khusus berkaitan dengan penggunaan uang. (3) Kecerdikan tersebut menunjukkan kehidupan seorang murid sejati yang kelak akan menerima hidup dan sukacita kekal.”
I. PERUMPAMAAN BENDAHARA YANG TIDAK JUJUR (Lukas 16:1-8)
SEORANG BENDAHARA YANG AKAN DIBERHENTIKAN (Lukas 16:1-2)Perumpamaan ini diawali dengan pernyataan yang bersifat umum anthrōpos tis yang artinya secara literal ada seorang laki-laki dan dalam Alkitab bahasa Indonesia disebutkan seorang tuan. Ia mempunyai seorang oikonomos yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai bendahara.
Dalam bahasa Inggris dipakai kata “steward” yang menurut Nolland (Nolland, Luke 9:21-18:34, pp. 807-808).memiliki tiga arti:
1) seseorang yang memiliki tanggung jawab mengatur urusan rumah tangga atau pada hari ini sering disebut kepala rumah tangga,
2) orang yang dipercaya untuk mengurus bisnis berkaitan pertanahan dan perkebunan atau yang hari ini disebut manajer,
3) orang yang mengurusi keuangan kota yang har ini disebut bendaharawan kota atau kepala bidang keuangan.
Dan dari ketiga arti ini, memang arti kedua dan pemakaian kata manajer lebih tepat disini, mengingat kata “bendahara” secara sederhana dipahami sebagai kasir atau orang yang secara khusus hanya mengurus soal keuangan saja. Hal ini juga didukung fakta bahwa orang tersebut memiliki wewenang untuk mengatur bisnis tuannya. Tetapi mengingat bahwa dalam Alkitab bahasa Indonesia dipakai kata “bendahara,” maka dalam tulisan ini juga tetap dipakai kata bendahara.
Dalam Lukas 16: 2 sang tuan berkata akouein ti peri tinos yang dalam bahasa Inggris bisa diterjemahkan “to hear something about someone,”atau dalam bentuk pertanyaan “What is this that I hear about you?” or “Why do I hear this about you?” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan : Apakah yang kudengar tentang engkau?
Dan dari ketiga arti ini, memang arti kedua dan pemakaian kata manajer lebih tepat disini, mengingat kata “bendahara” secara sederhana dipahami sebagai kasir atau orang yang secara khusus hanya mengurus soal keuangan saja. Hal ini juga didukung fakta bahwa orang tersebut memiliki wewenang untuk mengatur bisnis tuannya. Tetapi mengingat bahwa dalam Alkitab bahasa Indonesia dipakai kata “bendahara,” maka dalam tulisan ini juga tetap dipakai kata bendahara.
Dalam Lukas 16: 2 sang tuan berkata akouein ti peri tinos yang dalam bahasa Inggris bisa diterjemahkan “to hear something about someone,”atau dalam bentuk pertanyaan “What is this that I hear about you?” or “Why do I hear this about you?” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan : Apakah yang kudengar tentang engkau?
Dan tidak heran kalau sang tuan kemudian minta pertanggungjawaban dan laporan pembukuan dari sang bendahara. Tetapi mengingat bahwa proses pertanggungan jawab ini perlu waktu, demikian juga dengan proses pemberhentiannya, maka kesempatan itu digunakan oleh sang bendahara untuk melakukan tindakan penyelamatan diri daan hari depannya.
Salah mengelola, adalah sesuatu yang umum terjadi pada masa itu karena kadang pertanggungan jawab yang rinci jarang diberikan atau dibuat. Pada saat bendahara tersebut mendengar bahwa ia harus memberi pertanggung jawaban (apodos) dan tidak akan lagi dipekerjakan sebagai bendahara, sedangkan untuk melakukan pekerjaan lain dia tidak bisa atau malu; karena itu iaa memutuskan untuk meringankan beban para penghutangnya dan keputusan tersebut ia lakukan didasari pada kenyamanan pribadi setelah dia keluar dari pekerjaannya itu.
Sang bendahara kemudian tahu apa yang harus ia lakukan (egnōn), jika aku metastathō ek tēs oikonomias yang secara literal dilepaskan atau diberhentikan dari pengurus rumah tangga atau manajer, akan ada orang yang akan menerima aku di rumahnya. Menurut Nolland, sang bendahara tentu berpikir tentang orang-orang yang berhutang kepada tuannya. Dia merencanakan untuk melakukan sesuatu yang membuat kelak dia dapat diterima di rumah orang-orang yang ia sempat berbisnis mewakili tuannya. Memang jalan keluar ini hanya sementara, tetapi paling tidak hal itu menjadi jalan keluar sementara bagi kesulitann yang akan dihadapinya
Dalam bagian ini disebutkan hanya 2 orang yang berhutang yang dikurangi hutangnya dan mungkin keduanya itu adalah contoh dari banyak orang-orang yang berhutang. Menurut Nolland, ada dua pendapat umum berkaitan tata cara hutang pihutang yang meyebabkan pembebasan. Pertama, pinjaman berkaitan dengan barang yang disebutkan (minyak atau gandum), dan dalam penerbitan surat hutang tersebut, keuntungan atau bunga sekaligus dimasukkan dalam surat hutang hal ini akan terhindar dari larangan dalam Perjanjian Lama berkaitan dengan membungakan uang (Ulangan 15:7–8; 23:19–20; Keluaran 22:25; Imamat 25:36–37).
Pengurangan hutang disini, berarti pengurangan bunga, sehingga tindakan ini tidak merugikan sang tuan. Karena itu, nampak disini tuannya tidak marah, tetapi memuji kecerdikan hamba tersebut. Kalau memang itu sistemnya, maka ini adalah bisnis yang memberatkan karena bunganya sampai 100 persen, hal ini nampak dengan pinjaman 100 pikul minyak, diubah menjadi 50 pikul.
Dan kalau itu keuntungan dari si bendahara, tentunya dia akan dipandang sebagai lintah darat yang sangat tidak manusiawi. Dan tuannya yang tahu hal tersebut, tentunya juga akan ikut bersalah dengan tindakan sang hamba. Kedua, hal yang lebih tepat dalam kaitan dengan soal sistem hutang pihutang adalah bahwa hutang tersebut adalah biaya sewa tanah (untuk ladang gandun) atau kebun (sebagai contoh kebun Zaitun) yang biaya sewanya diberikan dalam bentuk penyerahan dari hasil dari ladang (gandum) atau kebun (minyak Zaitun).
Bailey yang melihat perumpamaan tersebut dari sisi kehidupan di Palestina memberikan penjelasan panjang lebar tentang hutang pihutang yang berkaitan dengan seewa menyewa tanah. Mengawali tafsirannya tentang Perumpamaan ini, Bailey (Bailey, Poet and Peasant, p. 110. Bock, Luke 9:51-24:53, pp. 1325. Paul Trudinger, “Exposing,” p. 123). mengajukan tiga pertanyaan:
(1) Apakah sang tuan dapat diasumsikan sebagai orang terpandang, atau ia bekerja bersama-sama dengan sang bendahara dalam membungakan uang? (2) Apakah sang bendahara mengharuskan peminjam membuat surat hutang lebih besar dari hutangnya? Dan apakah pengurangan hutang adalah usaha mengembalikan atau memotong ketidak jujurannya? (3) Apakah bendahara tersebut adalah manajer yang mengelola tanah yang disewakan, atau dia adalah agen yang ditunjuk untuk meminjamkan uang? Dan penafsiran perumpamaan ini akan sangat bergantung pada jawaban atas ketiga pertanyaan ini.
Dalam penjelasannya, Bailey banyak mengutip pendapat-pendapat yang memandang negatif sang tuan karena terlibat dalam hutang pihutang dengan bunga yang memberatkan, sekalipun itu dibuat oleh bendaharanya. Apalagi sang tuan memuji bendahara yang tidak jujur tersebut dan Yesus memakai perumpamaan ini sebagai contoh pengajaran bagi murid-murid dan pendengarnya.
Setelah mendiskusikan berbagai pendapat tentang latar belakang kultural berkaitan dengan hubungan antara tuan, bendahara dan orang-orang yang berhutang, Bailey menyimpulkan bahwa Sang tuan adalah pemilik tanah dan perkebunan. Ia memiliki oikonomos yang diterjemahan ke dalam bahasa Indonesia “bendahara” (Inggris: manager) yang diberi otoritas penuh untuk mengelola bisnis tanah dan perkebunan miliknya termasuk menetapkan nilai sewanya.
Orang-orang yang berhutang adalah penyewa-penyewa tanah atau kebun yang setuju untuk membayar uang sewa dengan sejumlah hasil produksi yang akan dibayarkan pada masa panen. Sang bendahara adalah pegawai yang digaji tuannya, tetapi juga sering mendapatkan komisi atau biaya khusus dari setiap kontrak dengan penyewa-penyewa tersebut. Sang tuan dalam perumpamaan ini adalah seorang yang terpandang di komunitasnya dan hendak memberhentikan bendaharanya yang menghambur-hamburkan uangnya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Sang bendahara mungkin mendapat bagian dari nilai kontrak yang ditandatanganinya dan hasil yang menjadi haknya baru dapat diambil pada masa panen. Mengingat ia segera akan diberhentikan dan ia nantinya tidak dapat mengklaim bagiannya dimasa panen, maka ia mengambil langkah bijak dengan menghapus haknya atas kontrak yang sudah dibuat dan hal tersebut adalah legal, sehingga tuannya tidak bisa menuntutnya.
1.Tindakan Antisipatif dari Sang bendahara (Lukas 16:3-7)
Sang bendahara tersebut kemudian berkata pada dirinya sendiri “Apa yang akan saya lakukan?” (Lukas 16: 3). Pemberhentian mendadak seperti ini memang sering membuat situasi yang sulit bagi yang bersangkutan. Karena paska pemberhentian, reputasinya tentu akan menjadi jelek dan pekerjaan yang mungkin secara langsung bisa dilakukannya adalah menjadi buruh di ladang atau kebun, atau menjadi pengemis.Salah mengelola, adalah sesuatu yang umum terjadi pada masa itu karena kadang pertanggungan jawab yang rinci jarang diberikan atau dibuat. Pada saat bendahara tersebut mendengar bahwa ia harus memberi pertanggung jawaban (apodos) dan tidak akan lagi dipekerjakan sebagai bendahara, sedangkan untuk melakukan pekerjaan lain dia tidak bisa atau malu; karena itu iaa memutuskan untuk meringankan beban para penghutangnya dan keputusan tersebut ia lakukan didasari pada kenyamanan pribadi setelah dia keluar dari pekerjaannya itu.
Sang bendahara kemudian tahu apa yang harus ia lakukan (egnōn), jika aku metastathō ek tēs oikonomias yang secara literal dilepaskan atau diberhentikan dari pengurus rumah tangga atau manajer, akan ada orang yang akan menerima aku di rumahnya. Menurut Nolland, sang bendahara tentu berpikir tentang orang-orang yang berhutang kepada tuannya. Dia merencanakan untuk melakukan sesuatu yang membuat kelak dia dapat diterima di rumah orang-orang yang ia sempat berbisnis mewakili tuannya. Memang jalan keluar ini hanya sementara, tetapi paling tidak hal itu menjadi jalan keluar sementara bagi kesulitann yang akan dihadapinya
Dalam bagian ini disebutkan hanya 2 orang yang berhutang yang dikurangi hutangnya dan mungkin keduanya itu adalah contoh dari banyak orang-orang yang berhutang. Menurut Nolland, ada dua pendapat umum berkaitan tata cara hutang pihutang yang meyebabkan pembebasan. Pertama, pinjaman berkaitan dengan barang yang disebutkan (minyak atau gandum), dan dalam penerbitan surat hutang tersebut, keuntungan atau bunga sekaligus dimasukkan dalam surat hutang hal ini akan terhindar dari larangan dalam Perjanjian Lama berkaitan dengan membungakan uang (Ulangan 15:7–8; 23:19–20; Keluaran 22:25; Imamat 25:36–37).
Pengurangan hutang disini, berarti pengurangan bunga, sehingga tindakan ini tidak merugikan sang tuan. Karena itu, nampak disini tuannya tidak marah, tetapi memuji kecerdikan hamba tersebut. Kalau memang itu sistemnya, maka ini adalah bisnis yang memberatkan karena bunganya sampai 100 persen, hal ini nampak dengan pinjaman 100 pikul minyak, diubah menjadi 50 pikul.
Dan kalau itu keuntungan dari si bendahara, tentunya dia akan dipandang sebagai lintah darat yang sangat tidak manusiawi. Dan tuannya yang tahu hal tersebut, tentunya juga akan ikut bersalah dengan tindakan sang hamba. Kedua, hal yang lebih tepat dalam kaitan dengan soal sistem hutang pihutang adalah bahwa hutang tersebut adalah biaya sewa tanah (untuk ladang gandun) atau kebun (sebagai contoh kebun Zaitun) yang biaya sewanya diberikan dalam bentuk penyerahan dari hasil dari ladang (gandum) atau kebun (minyak Zaitun).
Bailey yang melihat perumpamaan tersebut dari sisi kehidupan di Palestina memberikan penjelasan panjang lebar tentang hutang pihutang yang berkaitan dengan seewa menyewa tanah. Mengawali tafsirannya tentang Perumpamaan ini, Bailey (Bailey, Poet and Peasant, p. 110. Bock, Luke 9:51-24:53, pp. 1325. Paul Trudinger, “Exposing,” p. 123). mengajukan tiga pertanyaan:
(1) Apakah sang tuan dapat diasumsikan sebagai orang terpandang, atau ia bekerja bersama-sama dengan sang bendahara dalam membungakan uang? (2) Apakah sang bendahara mengharuskan peminjam membuat surat hutang lebih besar dari hutangnya? Dan apakah pengurangan hutang adalah usaha mengembalikan atau memotong ketidak jujurannya? (3) Apakah bendahara tersebut adalah manajer yang mengelola tanah yang disewakan, atau dia adalah agen yang ditunjuk untuk meminjamkan uang? Dan penafsiran perumpamaan ini akan sangat bergantung pada jawaban atas ketiga pertanyaan ini.
Dalam penjelasannya, Bailey banyak mengutip pendapat-pendapat yang memandang negatif sang tuan karena terlibat dalam hutang pihutang dengan bunga yang memberatkan, sekalipun itu dibuat oleh bendaharanya. Apalagi sang tuan memuji bendahara yang tidak jujur tersebut dan Yesus memakai perumpamaan ini sebagai contoh pengajaran bagi murid-murid dan pendengarnya.
Setelah mendiskusikan berbagai pendapat tentang latar belakang kultural berkaitan dengan hubungan antara tuan, bendahara dan orang-orang yang berhutang, Bailey menyimpulkan bahwa Sang tuan adalah pemilik tanah dan perkebunan. Ia memiliki oikonomos yang diterjemahan ke dalam bahasa Indonesia “bendahara” (Inggris: manager) yang diberi otoritas penuh untuk mengelola bisnis tanah dan perkebunan miliknya termasuk menetapkan nilai sewanya.
Orang-orang yang berhutang adalah penyewa-penyewa tanah atau kebun yang setuju untuk membayar uang sewa dengan sejumlah hasil produksi yang akan dibayarkan pada masa panen. Sang bendahara adalah pegawai yang digaji tuannya, tetapi juga sering mendapatkan komisi atau biaya khusus dari setiap kontrak dengan penyewa-penyewa tersebut. Sang tuan dalam perumpamaan ini adalah seorang yang terpandang di komunitasnya dan hendak memberhentikan bendaharanya yang menghambur-hamburkan uangnya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Sang bendahara mungkin mendapat bagian dari nilai kontrak yang ditandatanganinya dan hasil yang menjadi haknya baru dapat diambil pada masa panen. Mengingat ia segera akan diberhentikan dan ia nantinya tidak dapat mengklaim bagiannya dimasa panen, maka ia mengambil langkah bijak dengan menghapus haknya atas kontrak yang sudah dibuat dan hal tersebut adalah legal, sehingga tuannya tidak bisa menuntutnya.
Dilain pihak tindakan tersebut membuat para penghutang tentunya sangat senang dan memuji sang bendahara tersebut karena meringankan beban mereka. Hal ini akan memunculkan rasa simpati dari para penghutang tersebut kepada sang bendahara saat dia diberhentikan dan dengan demikian tujuan sang bendahara tentunya akan tercapai.
Pembebasan sebagian hutang oleh sang bendahara memang berkaitan dengan nilai uang yang tidak sedikit. Seratus tempayan (Yunani batous, bath) minyak dan satu tempayan setara dengan 8.75 galon atau 33.1 liter. Jadi hutangnya secara keseluruhan adalah 3310 liter. Menurut Jeremias, satu pohon Zaitun menghasilkan 120 kg biji zaitun atau 25 liter minyak Zaitun. Jadi hutang sebesar 3310 liter adalah setara dengan dengan kira-kira 150 pohon Zaitun.
Kalau biaya sewa sebesar itu, berarti kebun yang disewa tentunya berisi jauh lebih besar dari 150 pohon Zaitun. Sedangkan 100 pikul gandum (Yunani koros, Inggris cor) setara dengan 400 liter dan itu setara dengan ladang seluas 100 acres. Demikian juga tanah yang disewa tentunya jauh lebih luas dari 100 acres.
Pembebasan sebagian hutang oleh sang bendahara memang berkaitan dengan nilai uang yang tidak sedikit. Seratus tempayan (Yunani batous, bath) minyak dan satu tempayan setara dengan 8.75 galon atau 33.1 liter. Jadi hutangnya secara keseluruhan adalah 3310 liter. Menurut Jeremias, satu pohon Zaitun menghasilkan 120 kg biji zaitun atau 25 liter minyak Zaitun. Jadi hutang sebesar 3310 liter adalah setara dengan dengan kira-kira 150 pohon Zaitun.
Kalau biaya sewa sebesar itu, berarti kebun yang disewa tentunya berisi jauh lebih besar dari 150 pohon Zaitun. Sedangkan 100 pikul gandum (Yunani koros, Inggris cor) setara dengan 400 liter dan itu setara dengan ladang seluas 100 acres. Demikian juga tanah yang disewa tentunya jauh lebih luas dari 100 acres.
Dari sini banyak yang mengatakan bisnis sang tuan sangatlah besar, dan dia tentu memiliki orang-orang kepercayaan yang diberi wewenang penuh untuk memutuskan biaya sewa dan bahkan kepercayaan untuk membuat dan menandatangani surat kontrak. Karena itu, pembaharuan surat hutang mungkin dilakukan sang bendahara dan hal itu masih ada dalam wewenangnya.
Dengan demikian kesimpulan yang paling baik adalah bahwa hutang pihutang tersebut berkaitan dengan uang sewa tanah atau kebun yang ditetapkan oleh bendahara tersebut kepada penghutang-penghutang sesuai dengan wewenangnya. Pemotongan uang sewa memang sering dilakukan pada masa itu, khususnya kalau terjadi bencana alam, terjangkitnya penyakit pada tanaman dan cuaca yang sangat buruk.
Sekalipun kondisi-kondisi yang disebutkan tersebut tidak terjadi, tetapi pemotongan biaya sewa tersebut tentunya akan membuat para penghutang gembira dan mensyukuri kebaikan sang bedahara. Dia bahkan akan dipandang sebagai orang yang baik hati, karena menggunakan wewenangnya di saat-saat terakhir masa jabatannya untuk menunjukkan kemurahan hatinya kepada para penyewanya. Hal ini mengasumsikan bahwa bendahara tersebut memiliki harapan yang benar, sehingga tindakannya tersebut dalam tingkat tertentu memberikan jaminan yang memuaskan bagi hari depannya.
Tindakan bendahara tersebut juga tidak sepenuhnya salah atau merugikan tuannya, karena yang dibebaskan adalah biaya tambahan atau komisi yang seharusnya dia terima dari hasil penyewaan tanah tersebut.
Dengan tindakannya mengurangi hutang dari para penghutang, bendahara tersebut telah melakukan hal yang baik dimata penghutangnya, sehingga seperti harapannya, ia akan memiliki teman yang akan memperhatikan dia saat dia diberhentikan dari pekerjaannya sebagai bendahara.
Pernyataan dalam ayat 8b “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang” secara umum diterima sebagai pernyataan Yesus. Karena pernyataan Lukas 16:8b mengomentari pernyataan dalam Lukas 16:8a “Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik.”
Memang ada yang menyimpulkan bahwa pernyataan dalam 8a adalah pernyataan Yesus. Tetapi kalau kita menerima hal ini, maka perumpamaan ini tidak selesai karena tidak ada respon dari sang tuan terhadap perbuatan sang bendahara. Dengan demikian ho kurios dalam ayat 8 bukanlah Yesus, tetapi tuan dalam perumpamaan ini. Dan sang tuan bisa memberikan pujian kepada Bendaharanya karena langkah terakhir yang ia buat sebelum dipecat dan tindakan tersebut boleh dikatakan tidak merugikan sang tuan secara langsung serta kecerdikan bendaharanya.
Secara umum diterima bahwa ayat 8b adalah komentar atau pernyataan Yesus berkaitan dengan perumpamaan ini
Dalam bahasa Indonesia, kata ho kurios memang diterjemahkan sebagai “tuan” yang mengimplikasikan tuan dalam perumpamaan ini. Jika yang dimaksud dengan ho kurios adalah Yesus, maka dalam bahasa Indonesia akan dipakai kata “Tuhan” dan ini dapat kita temukan dan banyak bagian dalam kitab Injil. Demikian juga pujian sang tuan dalam ayat 8a ini harus dipahami dari sisi bahwa sang bendahara dipuji bukan karena tindakannya yang tidak jujur, tetapi bendahara yang tidak jujur tersebut dipuji karena tindakannya yang cerdik.
Hal ini mengingatkan kita pada nasehat Yesus “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Matius 10:16). Dilain pihak, dalam ayat 8b “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang” adalah respon yang Yesus berikan atau penjelasan
aplikatif untuk perumpamaan ini yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam ayat 9-13.
Marshall mengatakan bahwa nasehat ini mengambil dua motif yang dibahas dalam perumpamaan sebelumnya yaitu tentang “faithful stewardship” daan “mamon.” Sebagai contoh, Nolland mengatakan bahwa tindakan yang cerdik dan tepat waktu dalam menggunakan uang dalam perumpamaan bendahara yang tidak Jujur, sekarang diaplikasikan dalam Lukas 16: 9 dan dalam konteks Lukas dimana harta harus digunakan untuk menolong orang miskin, agar mereka akan menyambutmu di masa kekekalan.
Nasehat ini dilanjutkan dengan petunjuk agar setia dalam menggunakan uang yang telah dititipkan Tuhan kepada kita, sekalipun mungkin tidak banyak. Kesetiaan ini akan memimpin kita untuk memiliki harta sejati yang akan menjadi milik kita kelak (10-12). Pada akhirnya, kita dipanggil untuk setia dalam pelayanan kita kepada Allah dan menghindarkan diri dari cinta kepada uang (Lukas 16:13). Yesus kemudian memberikan nasehat agar “anak-anak terang bersikap cerdik dan bijak dalam menggunakan uang mereka” dengan:
Sekalipun demikian, nasehat tentang penggunaan uang dengan bijak tentunya bukan hanya untuk menolong orang miskin atau orang yang membutuhkan, tetapi lebih kepada sikap bijak dalam mengelola harta tersebut. Hal ini mengingatkan kita agar tidak menyimpan harta kita di bumi, karena ngengat dan karat akan merusakkannya. Melainkan menyimpan harta di surga, tentunya melalui berbuat baik dengan sesama (Matius 6:19-20).
Selama kita masih dipercayakan harta oleh Allah, biarlah kita pakai harta tersebut untuk menjadi berkat bagi sesama kita. Karena ada saatnya dimana harta itu tidak ada lagi dan atau kita tidak lagi dapat menggunakan harta tersebut yaitu saat kita kembali ke kemah abadi dimana kita tidak membawa dan tidak memerlukan harta duniawi. Dan sebagai murid Kristus, semua perbuatan baik yang kita lakukan bukan untuk memuliakan diri kita, tetapi sebagaimana Yesus katakan: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga" (Matius 5:16).
Pernyataan ini menurut Marshall (Marshall, Luke, p. 617).hendak menegaskan bahwa apabila seseorang tidak setia kepada hal kecil, maka kepadanya tidak mungkin dipercayakan akan hal besar. Pernyataan ini juga boleh dikatakan sejajar dengan pernyataan Yesus lainnya dalam Lukas 19:17 dan Matius 25:21, 23.
Contoh berkaitan dengan ketidak setiaan dalaam perkara kecil adalah berkaitan dengan mengelola “mamon yang tidak jujur” yang oleh Bock disebutkan sebagai “uang.” Dalam bahasa Yunaninnya disebutkan adikos mamōnas yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “harta yang tidak jujur” atau menurut Marshall lebih tepat kalao diterjemahkan harta duniawi. Adikos mamōnas tersebut kemudian dikontraskan dengan to alethinon yaitu harta yang benar atau yang sesungguhnya.
Ayat selanjutnya mencatat aplikasi yang diperluas oleh Yesus, yang bukan hanya menyangkut penggunaan uang, tetapi lebih kepada tanggung jawab dalam mengelola milik orang lain. Dengan demikian, jika seseorang tidak mengelola harta yang dititipkan kepada mereka dengan baik, bagaimana mereka bisa dipercaya untuk memiliki harta sendiri. Banyak yang melihat makna spiritual dari ayat ini yang hendak menegaskan “ If one cannot care in this life for what god has given, how can one expectanything fro god in the life to come?”
Kehidupan kita hari ini adalah kepercayaan yang Allah berikan kepada kita untuk dikelola dengan baik. Dan hal ini adalah persiapaan untk menghadapi hidup yang akan datang dan sekaligus menolong seseorang untuk memahami berkat yang sesungguhnya yang akan diberikan kelak.
Sampai sejauh ini, gambaran yang diberikan adalah berkaitan dengan uang yang menjadi harta miliki atau dipercayakan. Dalam bagian ini gambarannya berubah, uang dalam ayat 13 digambarkan dapat menjadi tuan bagi seseorang. Karena itu para murid dinasehati untuk tidak mengabdi kepada dua tuan. Memang pada masa itu seorang budak bisa saja dimiliki oleh lebih dari satu tuan atau pemiliki.
Dengan demikian kesimpulan yang paling baik adalah bahwa hutang pihutang tersebut berkaitan dengan uang sewa tanah atau kebun yang ditetapkan oleh bendahara tersebut kepada penghutang-penghutang sesuai dengan wewenangnya. Pemotongan uang sewa memang sering dilakukan pada masa itu, khususnya kalau terjadi bencana alam, terjangkitnya penyakit pada tanaman dan cuaca yang sangat buruk.
Sekalipun kondisi-kondisi yang disebutkan tersebut tidak terjadi, tetapi pemotongan biaya sewa tersebut tentunya akan membuat para penghutang gembira dan mensyukuri kebaikan sang bedahara. Dia bahkan akan dipandang sebagai orang yang baik hati, karena menggunakan wewenangnya di saat-saat terakhir masa jabatannya untuk menunjukkan kemurahan hatinya kepada para penyewanya. Hal ini mengasumsikan bahwa bendahara tersebut memiliki harapan yang benar, sehingga tindakannya tersebut dalam tingkat tertentu memberikan jaminan yang memuaskan bagi hari depannya.
Tindakan bendahara tersebut juga tidak sepenuhnya salah atau merugikan tuannya, karena yang dibebaskan adalah biaya tambahan atau komisi yang seharusnya dia terima dari hasil penyewaan tanah tersebut.
Dengan tindakannya mengurangi hutang dari para penghutang, bendahara tersebut telah melakukan hal yang baik dimata penghutangnya, sehingga seperti harapannya, ia akan memiliki teman yang akan memperhatikan dia saat dia diberhentikan dari pekerjaannya sebagai bendahara.
2. Pujian Sang Tuan dan Komentar Yesus (Lukas 16:8).
Dalam ayat 8 disebutkan tuannya memuji bendahara tersebut: “Lalu tuan itu (ho kurios) memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.” Pujian dan pernyataan dalam ayat ini memang memunculkan banyak perdebatan, berkaitan dengan siapa yang memberi pernyataan dalam ayat ini dan siapa yang dimaksud ho kurios dalam ayat 8a ini.Pernyataan dalam ayat 8b “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang” secara umum diterima sebagai pernyataan Yesus. Karena pernyataan Lukas 16:8b mengomentari pernyataan dalam Lukas 16:8a “Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik.”
Memang ada yang menyimpulkan bahwa pernyataan dalam 8a adalah pernyataan Yesus. Tetapi kalau kita menerima hal ini, maka perumpamaan ini tidak selesai karena tidak ada respon dari sang tuan terhadap perbuatan sang bendahara. Dengan demikian ho kurios dalam ayat 8 bukanlah Yesus, tetapi tuan dalam perumpamaan ini. Dan sang tuan bisa memberikan pujian kepada Bendaharanya karena langkah terakhir yang ia buat sebelum dipecat dan tindakan tersebut boleh dikatakan tidak merugikan sang tuan secara langsung serta kecerdikan bendaharanya.
Secara umum diterima bahwa ayat 8b adalah komentar atau pernyataan Yesus berkaitan dengan perumpamaan ini
Dalam bahasa Indonesia, kata ho kurios memang diterjemahkan sebagai “tuan” yang mengimplikasikan tuan dalam perumpamaan ini. Jika yang dimaksud dengan ho kurios adalah Yesus, maka dalam bahasa Indonesia akan dipakai kata “Tuhan” dan ini dapat kita temukan dan banyak bagian dalam kitab Injil. Demikian juga pujian sang tuan dalam ayat 8a ini harus dipahami dari sisi bahwa sang bendahara dipuji bukan karena tindakannya yang tidak jujur, tetapi bendahara yang tidak jujur tersebut dipuji karena tindakannya yang cerdik.
Hal ini mengingatkan kita pada nasehat Yesus “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Matius 10:16). Dilain pihak, dalam ayat 8b “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang” adalah respon yang Yesus berikan atau penjelasan
aplikatif untuk perumpamaan ini yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam ayat 9-13.
II. MAKNA DAN PENGAJARAN DARI PERUMPAMAAN TERSEBUT (Lukas 16:9-13)
Bock melihat keterkaitan, khususnya dengan adanya paralelisme antara Lukas 16: 9 dengan Lukas 16: 4. Tetapi secara umum, para ahli melihat adanya keterkaitan erat antara nasehat bagian ini dengan perumpamaan terdahulu.Marshall mengatakan bahwa nasehat ini mengambil dua motif yang dibahas dalam perumpamaan sebelumnya yaitu tentang “faithful stewardship” daan “mamon.” Sebagai contoh, Nolland mengatakan bahwa tindakan yang cerdik dan tepat waktu dalam menggunakan uang dalam perumpamaan bendahara yang tidak Jujur, sekarang diaplikasikan dalam Lukas 16: 9 dan dalam konteks Lukas dimana harta harus digunakan untuk menolong orang miskin, agar mereka akan menyambutmu di masa kekekalan.
Nasehat ini dilanjutkan dengan petunjuk agar setia dalam menggunakan uang yang telah dititipkan Tuhan kepada kita, sekalipun mungkin tidak banyak. Kesetiaan ini akan memimpin kita untuk memiliki harta sejati yang akan menjadi milik kita kelak (10-12). Pada akhirnya, kita dipanggil untuk setia dalam pelayanan kita kepada Allah dan menghindarkan diri dari cinta kepada uang (Lukas 16:13). Yesus kemudian memberikan nasehat agar “anak-anak terang bersikap cerdik dan bijak dalam menggunakan uang mereka” dengan:
1. Menggunakan harta dengan bijak (Lukas 16:9)
Harta yang Tuhan berikan atau titipkan kepada kita bukanlah untuk ditimbun atau digunakan hanya untuk kepentingan diri sendiri, tetapi kita pakai untuk membina persahabatan. Secara umum memang “sahabat” (philous) dalam konteks ini dan dalam Injil Lukas dikaitkan dengan menolong orang lain yang membutuhkan dan hal ini menjadi penekanan dalam pengajaran Yesus dan dalam Injil Lukas.Sekalipun demikian, nasehat tentang penggunaan uang dengan bijak tentunya bukan hanya untuk menolong orang miskin atau orang yang membutuhkan, tetapi lebih kepada sikap bijak dalam mengelola harta tersebut. Hal ini mengingatkan kita agar tidak menyimpan harta kita di bumi, karena ngengat dan karat akan merusakkannya. Melainkan menyimpan harta di surga, tentunya melalui berbuat baik dengan sesama (Matius 6:19-20).
Selama kita masih dipercayakan harta oleh Allah, biarlah kita pakai harta tersebut untuk menjadi berkat bagi sesama kita. Karena ada saatnya dimana harta itu tidak ada lagi dan atau kita tidak lagi dapat menggunakan harta tersebut yaitu saat kita kembali ke kemah abadi dimana kita tidak membawa dan tidak memerlukan harta duniawi. Dan sebagai murid Kristus, semua perbuatan baik yang kita lakukan bukan untuk memuliakan diri kita, tetapi sebagaimana Yesus katakan: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga" (Matius 5:16).
2. Mengelola Uang dengan Baik (Lukas 16:10-12)
Kesetiaan adalah karakter yang harus kita tunjukkan baik dalam menangani hal yang kecil, maupun hal besar. Dalam ayat 10 disebutkan Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Untuk kata “setia” dalam bahasa Yunaninya pistos (faithful).Pernyataan ini menurut Marshall (Marshall, Luke, p. 617).hendak menegaskan bahwa apabila seseorang tidak setia kepada hal kecil, maka kepadanya tidak mungkin dipercayakan akan hal besar. Pernyataan ini juga boleh dikatakan sejajar dengan pernyataan Yesus lainnya dalam Lukas 19:17 dan Matius 25:21, 23.
Contoh berkaitan dengan ketidak setiaan dalaam perkara kecil adalah berkaitan dengan mengelola “mamon yang tidak jujur” yang oleh Bock disebutkan sebagai “uang.” Dalam bahasa Yunaninnya disebutkan adikos mamōnas yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “harta yang tidak jujur” atau menurut Marshall lebih tepat kalao diterjemahkan harta duniawi. Adikos mamōnas tersebut kemudian dikontraskan dengan to alethinon yaitu harta yang benar atau yang sesungguhnya.
Ayat selanjutnya mencatat aplikasi yang diperluas oleh Yesus, yang bukan hanya menyangkut penggunaan uang, tetapi lebih kepada tanggung jawab dalam mengelola milik orang lain. Dengan demikian, jika seseorang tidak mengelola harta yang dititipkan kepada mereka dengan baik, bagaimana mereka bisa dipercaya untuk memiliki harta sendiri. Banyak yang melihat makna spiritual dari ayat ini yang hendak menegaskan “ If one cannot care in this life for what god has given, how can one expectanything fro god in the life to come?”
Kehidupan kita hari ini adalah kepercayaan yang Allah berikan kepada kita untuk dikelola dengan baik. Dan hal ini adalah persiapaan untk menghadapi hidup yang akan datang dan sekaligus menolong seseorang untuk memahami berkat yang sesungguhnya yang akan diberikan kelak.
3. Melayani Allah, bukan Mamon (Lukas 16:13)
Aplikasi terakhir ini menurut Marshall dapat dipandang sebagai peringatan bagi mereka yang tidak setia dalam melayani Allah atau bagi mereka yang diperbudak oleh mammon. Latar belakang dari pernyataan ini berkaitan dengan sistem perbudakan pada masa itu, dimana seseorang tidak mungkin memiliki dua tuanSampai sejauh ini, gambaran yang diberikan adalah berkaitan dengan uang yang menjadi harta miliki atau dipercayakan. Dalam bagian ini gambarannya berubah, uang dalam ayat 13 digambarkan dapat menjadi tuan bagi seseorang. Karena itu para murid dinasehati untuk tidak mengabdi kepada dua tuan. Memang pada masa itu seorang budak bisa saja dimiliki oleh lebih dari satu tuan atau pemiliki.
Fakta menyatakan bahwa budak tersebut tidak mungkin dapat melakukan tugasnya dengan memuaskan untuk ke dua tuannya. Menurut Nolland, “The point here is that the slave’s service will be less than satisfactory on the one side or the other.” (Nolland, Luke 9:21-24:53, p. 798)
Gambaran yang diberikan disini adalah kontras yang tajam: “Ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain!” Atau dia akan mengabdi dengan setia kepada yang satu dan tidak mengindahkan yang lain. Intinya, ayat ini hendak menegaskan bahwa jika seseorang ingin mengabdi kepada mamon dan Alah, maka ia akan gagal memberikan kesetiaan yang dituntut Allah.
Dalam perumpamaan ini digambarkan tentang seorang manajer yang duniawi yang diperhadapakn pada situasi sulit. Dia menghadapai situasi tersebut dengan kecerdikannya dan bertindak cepat untuk menempatkan dirinya pada hari depan yang lebih baik. Menjadi pertanyaan, apakah kita orang percaya yang memiliki hikmat yang bersumber kepada Allah, mampu melihat persoalan yang ada di sekeliling kita dan melakukan tindakan bijak yang diperlukan.
Perumpamaan ini bukan hanya disampaikan kepada orang farisi dn ahli Taurat, tetapi juga kepada murid-murid Yesus. Yesus menceritakan tentang seorang kaya yang mendengar salah seorang pegawainya menghambur-hamburkan uang miliknya. Pegawai tersebut adalah manajernya yang selama ini mengurusi bisnisnya yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya. Dalam hal ini integritas adalah sangat penting dan manajer tersebut telah gagal menunjukkan integritasnya.
BACA JUGA: MELAYANI YESUS DENGAN HARTA: LUKAS 8:1-3
Gambaran yang diberikan disini adalah kontras yang tajam: “Ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain!” Atau dia akan mengabdi dengan setia kepada yang satu dan tidak mengindahkan yang lain. Intinya, ayat ini hendak menegaskan bahwa jika seseorang ingin mengabdi kepada mamon dan Alah, maka ia akan gagal memberikan kesetiaan yang dituntut Allah.
KESIMPULAN
Keterkaitan Lukas 16 dengan Lukas 15. Disana ditekankan tentang inisiatif Allah yang mencari mereka yang hilang, sedangkan dalam bagian ini ditekankan tentang tanggung jawab manusia, khususnya yang harus ditunjukkan berkaitan dengan pengelolaan kekayaan.Dalam perumpamaan ini digambarkan tentang seorang manajer yang duniawi yang diperhadapakn pada situasi sulit. Dia menghadapai situasi tersebut dengan kecerdikannya dan bertindak cepat untuk menempatkan dirinya pada hari depan yang lebih baik. Menjadi pertanyaan, apakah kita orang percaya yang memiliki hikmat yang bersumber kepada Allah, mampu melihat persoalan yang ada di sekeliling kita dan melakukan tindakan bijak yang diperlukan.
Perumpamaan ini bukan hanya disampaikan kepada orang farisi dn ahli Taurat, tetapi juga kepada murid-murid Yesus. Yesus menceritakan tentang seorang kaya yang mendengar salah seorang pegawainya menghambur-hamburkan uang miliknya. Pegawai tersebut adalah manajernya yang selama ini mengurusi bisnisnya yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya. Dalam hal ini integritas adalah sangat penting dan manajer tersebut telah gagal menunjukkan integritasnya.
BACA JUGA: MELAYANI YESUS DENGAN HARTA: LUKAS 8:1-3
Sang tuan mengetahui penyelewengan yang dilakukan bendaharanya dan dia berencana untuk memberhentikan sang bendahara. Mengetahui hal tersebut, sang Bendahara kemudian melakukan angkah yang disebut “cerdik’ dengan memotong hutang para peminjam dan apa yang dipotong diyakini adalah hak, keuntungan atau komisi yang menjadi milik san Bendahara, sehingga tidak merugikan tuannya.
Tindakan memotong hutang para peminjam tersebut tentunya membawa dampak positif dan menolong meringankan beban para peghutang, sehingga para penghutang akan sangat berterimakasih kepada sang Bendahara. Sang bendahara sendir berharap bahwa pemotongan hutang tersebut akan berdampak positif khususnya saat dia diberhentikan tuannya.
Hutang pihutang yang ditangani sang manajer sangat besar, karena hal tersebut berkaitan dengan sewa menyewa tanah atau kebun. Sang manajer memiliki wewenang untuk menentukan nilai kontrak, membuat kontrak dan bahkan merevisi kontrak, khususnya apabila terjadi bencana alam atau cuaca yang kurang baik sehingga hasil ladang dan kebun tidak baik pula. Sekalipun tidak terjadi seperti situasi yang disebutkan diatas, sang manajer mendatangi penyewa-penyewa tersebut dan memutuskan untuk menurunkan nilai kontrak sewa mereka.
Hal tersebut tentunya membuat orang-orang yang berhutang senang, dan memiiki kesan yang positif terhadap sang bendahara. Dilain pihak, sang tuannya tidak dapat banyak bertindak, karena apa yang dilakukan sang manajer legal, karena memang hal itu adalah wewenangnya dan yang dipotong adalah hak atau keuntungan sang bendahara, sehingga tidak merugikan tuannya. Melihat tindakan sang manajer tersebut, sang tuan hanya dapat mengelus dada dan memuji kecerdikan sang manajer!
Baca Juga: Lukas 16:1-15 (3 Pelajaran Dari Bendahara Tidak Jujur)
Hutang pihutang yang ditangani sang manajer sangat besar, karena hal tersebut berkaitan dengan sewa menyewa tanah atau kebun. Sang manajer memiliki wewenang untuk menentukan nilai kontrak, membuat kontrak dan bahkan merevisi kontrak, khususnya apabila terjadi bencana alam atau cuaca yang kurang baik sehingga hasil ladang dan kebun tidak baik pula. Sekalipun tidak terjadi seperti situasi yang disebutkan diatas, sang manajer mendatangi penyewa-penyewa tersebut dan memutuskan untuk menurunkan nilai kontrak sewa mereka.
Hal tersebut tentunya membuat orang-orang yang berhutang senang, dan memiiki kesan yang positif terhadap sang bendahara. Dilain pihak, sang tuannya tidak dapat banyak bertindak, karena apa yang dilakukan sang manajer legal, karena memang hal itu adalah wewenangnya dan yang dipotong adalah hak atau keuntungan sang bendahara, sehingga tidak merugikan tuannya. Melihat tindakan sang manajer tersebut, sang tuan hanya dapat mengelus dada dan memuji kecerdikan sang manajer!
Baca Juga: Lukas 16:1-15 (3 Pelajaran Dari Bendahara Tidak Jujur)
Yesus kemudian memakai kisah berkaitan dengan kecerdikan sang manajer tersebut sebagai pelajaran bagi murid-murid-nya, agar mereka juga dengan bijak mengelola apa yang mereka miliki, khususnya harta benda, untuk mempersiapkan masa depan mereka dengan menolong sesama dan peduli kepada kebutuhan orang lain. Tentunya mereka haruslah mengelola dengan benar dan sesuai dengan firman Tuhan serta mengedepankan kasih kepada Alllah dan kasih kepada sesama.
Tantangan yang diberikan perumpamaan tentang Bendahara yag tidak jujur memang masih terlalu umum, sehingga perlu diikuti dengan aplikasi untuk bagaimana kita mengelola uang dapat mengelola uang dengan bijak. Uang memang harus digunakan dengan benar dan bijak, bahkan dalam kaitannnya dengan kekekalan sebagaimana dikatakan oleh Nolland: “money should be dispersed with more than one eye on eternity.” Uang hanyalah alat yang tentunya tidak boleh menguasai kita, sehingga kita dinasehatkan untuk mengabdi hanya kepada Allah dan tidak kepada mamon.
Tantangan yang diberikan perumpamaan tentang Bendahara yag tidak jujur memang masih terlalu umum, sehingga perlu diikuti dengan aplikasi untuk bagaimana kita mengelola uang dapat mengelola uang dengan bijak. Uang memang harus digunakan dengan benar dan bijak, bahkan dalam kaitannnya dengan kekekalan sebagaimana dikatakan oleh Nolland: “money should be dispersed with more than one eye on eternity.” Uang hanyalah alat yang tentunya tidak boleh menguasai kita, sehingga kita dinasehatkan untuk mengabdi hanya kepada Allah dan tidak kepada mamon.