12 PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
Ketika mengajar, guru memainkan peran dan fungsi sosial karena berinteraksi dengan anak didik, rekan kerja dan masyarakat di luar ruang pembelajaran.
Sebaliknya ketika belajar, anak didik juga memainkan peran sosial, yang membuatnya dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan rekan-rekannya serta dengan gurunya. Baik-buruknya komunikasi yang diperankan oleh guru memengaruhi prestasi belajar anak didik. Berikut adalah pembahasan tentang 12 peran guru di dalam menunaikan tugas dan panggilannya yakni:
(1) Guru Sebagai Pendidik.
bisnis, tutorial |
(1) Guru Sebagai Pendidik.
Dalam peran sebagai pendidik, perlengkapan yang diberikan guru kepada anak didik bukan hanya pengetahuan kognitif, melainkan juga pemahaman afektif, moral, serta spiritual. Sebagai pendidik, guru menaruh perhatian pada pembentukan watak dan moral peserta didik. Bukan hanya moral pribadi yang dikembangkan, melainkan juga termasuk moral sosial dan moral terhadap lingkungan kehidupan.
Selanjutnya bila guru Pendidikan Agama Kristen berperan sebagai pendidik, ia tidak melihat tugasnya itu hanya sebatas mengajarkan kekristenan sebagai pengetahuan agama, tetapi juga sebagai kehidupan (life). Iman Kristen sendiri berbicara mengenai hidup (bahasa Yunani: Zoe) yang memerdekakan, yang diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus (Yohanes 1:4; 10:10; 14:6). Searah dengan itu Stubblefield berpendapat, bahwa Guru Kristen sebagai pendidik, haruslah meneladani Yesus Kristus, Guru Agung.
(2) Guru Sebagai Pengajar dan Pembelajar.
(2) Guru Sebagai Pengajar dan Pembelajar.
Dalam peran sebagai pengajar, guru mengelola kegiatan agar peserta didiknya belajar (teaching for learning). Untuk itu ia harus selalu melakukan persiapan, merencanakan tujuan dan kompetensi yang menjadi arah pembelajaran. Dalam persiapan itu, guru merencanakan strategi dan metode pembelajaran, memilih dan menetapkan sumber serta media pembelajaran yang efektif guna mewujudkan tujuan.
Itulah sebabnya, guru harus selalu meningkatkan kualitas pengetahuannya, baik secara formal maupun informal. Sebagai pembelajar, guru patut semakin mendalami bidang studi yang diajarkannya, dengan giat membaca atau mengikuti pendidikan nonformal (seminar, forum diskusi, lokakarya, kursus dan sejenisnya).
(3) Guru Sebagai Pelatih.
(3) Guru Sebagai Pelatih.
Pengajaran (Teaching) kerap diartikan sebagai pemberian informasi, memberi tekanan pada pembentukan wawasan dan pengetahuan kognitif. Adapun pelatihan (training) merupakan bagian dari pengajaran dan pendidikan. Pelatihan lebih berfokus pada pembentukan keterampilan dasar, menengah, dan lanjutan, sehingga peserta didik bertumbuh dari amatir menjadi handal atau cekatan. Untuk dapat mengerjakan pelatihan, guru harus memahami bentuk dan jenis keterampilan yang harus dikembangkan peserta didik.
Pelatih yang baik, biasanya menerapkan prinsip reinforcement yaitu memberikan pujian bagi murid yang berhasil melakukan kegiatan tertentu sesuai dengan standar untuk memperkuat motivasi berikutnya. Searah dengan itu dalam kitab Injil Yesus Sang Guru, juga berperan sebagai pelatih. Ia menjadi contoh atau model di hadapan murid-murid dalam hal berkhotbah, memberi penjelasan, menjawab pertanyaan dan menolong orang-orang sakit.
Yesus melibatkan mereka di dalam melayani banyak orang, termasuk ketika memberi makan 5000 dan 4000 orang. Yesus menugaskan murid-murid untuk melakukan praktik pelayanan. Ketika pulang, Yesus mengambil waktu untuk mendengarkan laporan pengalaman mereka. Pada saat itu Yesus menyatakan pandangan-Nya, meneguhkan dan mengoreksi. Hasilnya murid-murid menjadi pemberita Injil.
(4) Guru Sebagai Fasilitator.
(4) Guru Sebagai Fasilitator.
Peran guru sebagai fasilitator, ialah guru berusaha memahami kebutuhan atau keperluan peserta didik dalam proses belajar. Ia perlu bertanya kepada mereka mengajukan kasus-kasus kecil untuk ditanggapi dalam rangka mengukur pemahaman anak didik. Dari keadaan itulah guru melakukan bimbingan belajar.
Dalam konteks pembinaan warga Gereja, peran guru sebagai fasilitator sangat dibutuhkan. Sebagai guru dituntut untuk memfasilitasi pertemuan, termasuk mengelola suasana interaktif agar menyenangkan, juga menyiapkan sumber dan media belajar pada saat warga jemaat melakukan kegiatan pendalaman Alkitab, termasuk mempersiapkan makanan ringan.
(5) Guru Sebagai Motivator.
(5) Guru Sebagai Motivator.
Peran guru sebagai motivator itu sangat mendasar, mengingat peristiwa belajar pada prinsipnya berlangsung dalam diri peserta didik. Peserta didik merupakan pelaku proses belajar bagi dirinya sendiri. Ucapan-ucapan yang membangun dari guru akan membangunkan semangat anak didik. Menurut Yount, jika guru dipandang oleh murid berperan sebagai sahabat yang selalu sedia ditemui, memiliki jiwa mengasuh, hangat, tidak kaku atau fleksibel dan dewasa secara emosi, maka peserta didik akan termotivasi.
Peserta didik rindu melihat gurunya yang ramah dan berwibawa. Remaja dan pemuda pada umumnya merindukan teladan iman dan moral yang berdisiplin serta konsisten. Alkitab mengungkapkan bahwa Rasul Paulus pun menasihati Titus supaya menjadi teladan di kalangan kaum muda (Titus 2:6-7). Timotius dipesankan Paulus menjadi teladan bagi semua orang (1 Timotius 4:12).
Searah dengan itu pertolongan Tuhan sangat dibutuhkan guru di dalam memotivasi peserta didik, secara khusus ketika mempelajari Alkitab. Roh Kudus-lah motivator dalam kehidupan orang percaya (Yohanes 14:16-17,26). Untuk menikmati intervensi Roh itu, maka guru perlu mengajak peserta didik untuk sungguh-sungguh menyerahkan kegiatan belajar-mengajar melalui saat teduh, doa, atau ibadah singkat.
(6) Guru Sebagai Pemimpin.
(6) Guru Sebagai Pemimpin.
Sebagai pemimpin, tugas guru ialah mengelola terjadinya peristiwa belajar. Artinya guru bertindak juga sebagai Classroom Manager. Pertama-tama tugas guru ialah environmentalist, yang mengelola lingkungan belajar supaya kondusif.
Lingkungan yang dimaksud itu termasuk ruangan, suasana emosi yang nyaman, serta relasi yang hangat dan bersahabat. Agar efektif sebagai pemimpin, guru perlu menempatkan dirinya sebagai figur otoritas (authoritative) tanpa harus berperilaku secara otoriter (authoritarian). Berkaitan dengan guru sebagai pemimpin, Sidjabat memberikan pendapat ada empat model guru sebagai pemimpin yakni:
[1] model guru partisipatif, yang lebih mengutamakan relasi yang baik dengan peserta didik dari pada mencapai tujuan pengajaran. [2] guru model otoriter, yang lebih mengutamakan penegakan disiplin dan pencapaian tujuan daripada pembinaan relasi. [3] model guru kurang peduli artinya kurang melakukan tugas dengan sepenuh hati, baik dalam segi pembinaan relasi maupun dalam segi pencapaian tujuan. [4] guru yang menekankan pencapaian keduanya secara seimbang yaitu pengutamaan relasi dan pencapaian tujuan
Searah dengan itu peran guru sebagai pemimpin sudah diteladankan oleh Tuhan Yesus Sang Guru Agung, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Injil (Markus 10:44- 45), bahkan dilaporkan bahwa Yesus sebagai Guru bersedia membasuh kaki murid-murid-Nya (Yohanes 13:3-17).
(7) Guru Sebagai Komunikator.
[1] model guru partisipatif, yang lebih mengutamakan relasi yang baik dengan peserta didik dari pada mencapai tujuan pengajaran. [2] guru model otoriter, yang lebih mengutamakan penegakan disiplin dan pencapaian tujuan daripada pembinaan relasi. [3] model guru kurang peduli artinya kurang melakukan tugas dengan sepenuh hati, baik dalam segi pembinaan relasi maupun dalam segi pencapaian tujuan. [4] guru yang menekankan pencapaian keduanya secara seimbang yaitu pengutamaan relasi dan pencapaian tujuan
Searah dengan itu peran guru sebagai pemimpin sudah diteladankan oleh Tuhan Yesus Sang Guru Agung, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Injil (Markus 10:44- 45), bahkan dilaporkan bahwa Yesus sebagai Guru bersedia membasuh kaki murid-murid-Nya (Yohanes 13:3-17).
(7) Guru Sebagai Komunikator.
Sebagai komunikator, tugas guru yang utama ialah memberi penilaian atas kemajuan belajar peserta didik. Dengan bijak ia menyampaikan informasi yang berguna bagi peserta didik. Pentingnya komunikasi yang membangun itu dapat dipelajari dari nasihat Rasul Paulus kepada jemaat Efesus janganlah ada perkataan kotor yang keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia (Efesus 4:29). Dengan perkataannya, guru dapat memberikan harapan, tetapi pada saat yang sama juga dapat menimbulkan kekecewaan
(8) Guru Sebagai Agen Sosialisasi.
(8) Guru Sebagai Agen Sosialisasi.
Sebagai agen sosialisasi, guru berupaya membantu peserta didik untuk mengalami interaksi edukatif yang menyenangkan, yang di dalamnya mereka lebih saling mengenal dan saling mengisi, serta kerap melakukan diskusi dan kerja kelompok. Searah dengan itu Mursell dan Nasution berpendapat bahwa makna dan efektifitas pelajaran untuk sebagian besar tergantung pada rangka dan suasana sosial di tempat pelajaran itu diberikan, atau dengan kerja kelompok, maka makna dan efektifitas pelajaran dapat ditingkatkan
(9) Guru Sebagai Pembimbing.
(9) Guru Sebagai Pembimbing.
Sebagai pembimbing atau konselor guru PAK mendengar kegelisahan dan persoalan muridnya, lalu bersama-sama mencari upaya mengatasinya dalam terang Firman Tuhan serta pertolongan Roh Kudus. Patokan nilai di dalam konseling secara Kristen adalah Firman Allah. Dengan demikian, nasihat yang diberikan guru kepada peserta didiknya itu bersumber dari Firman Tuhan karena Allah memakai Firman-Nya untuk mengoreksi, mendidik, serta memperbaiki sikap dan perilaku.
Searah dengan itu guru tidak boleh memanipulasi anak didik yang meminta bimbingan dan penyuluhan agar selalu bergantung (dependent) kepadanya, sebab tujuan konseling haruslah memampukan mereka yang dibimbing menghadapi dan menyelesaikan masalahnya secara kreatif di bawah bimbingan Tuhan
(10) Guru Sebagai Pemberita Injil.
(10) Guru Sebagai Pemberita Injil.
Rumusan Robert Boehlke mengenai tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah menolong orang dari semua golongan usia yang dipercaya Tuhan kepada pemeliharaan Gereja untuk memberi tanggapan akan pernyataan Allah dalam Yesus Kristus, yang disaksikan dalam Alkitab dan kehidupan Gereja, supaya di bawah bimbingan Roh Kudus, mereka diperlengkapi guna melayani sesama manusia atas nama Tuhan-nya di tengah-tengah keluarga, Gereja, masyarakat dan dunia.
Searah dengan itu kurikulum Pendidikan Agama Kristen yang dikeluarkan oleh Pendidikan Nasional pada tahun 2004 menegaskan bahwa Pendidikan Agama Kristen pada dasarnya merupakan pemberitaan Injil atau Kabar Baik tentang Karya Allah Tritunggal yang menyelamatkan manusia berdosa melalui Yesus Kristus. Injil berpusat pada tugas Kristus yang mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia, dan bahwa Ia telah dikuburkan dan dibangkitkan pada hari ketiga sesuai dengan Kitab Suci (1 Korintus 15:3-4).
Sebagai penginjil, guru dapat menjelaskan Injil melalui pendekatan pribadi dan atau kelompok, yaitu memberitahukan kesaksian Alkitab mengenai fakta bahwa manusia itu berdosa sehingga terhukum, berada dalam maut, diperbudak hawa nafsu, serta mengalami penyimpangan moral.
Dosa membuat hidup mereka menyimpang dari standar Allah yang kudus, namun kasih Allah telah menyatakan anugerah besar kepada manusia, yaitu melalui kematian Yesus di salib dan oleh kebangkitan-Nya dari kematian. Tanpa pembaharuan iman secara pribadi kepada Yesus Kristus, peserta didik akan cenderung mempelajari Pendidikan Agama Kristen hanya sebagai mata pelajaran kognitif semata, untuk mendapatkan nilai ujian.
(11) Guru sebagai Imam dan Nabi.
(11) Guru sebagai Imam dan Nabi.
Yount mengemukakan bahwa guru Kristen memiliki peran sebagai pelayan, dengan tiga dimensi: nabi, imam, dan raja. Yesus sang Guru Agung juga melakukan peran Nabi, Imam, Raja. Sebagai iman, guru dapat menjadi pengantara antara anak didiknya kepada Allah untuk membawa anak didik dalam ibadah, dan melalui doa guru dapat meneladani Yesus yang berdoa (Yohanes 17). Secara teologis guru juga melakukan peran kenabian, menyatakan kebenaran Allah untuk menegur serta mengoreksi dan mentransformasi.
(12) Guru Sebagai Teolog.
(12) Guru Sebagai Teolog.
Tujuan pengajaran ialah supaya setiap anak dididik sungguh-sungguh menjadi murid Tuhan Yesus, yang rajin dan setia. Guru tidak boleh merasa puas sebelum anak didiknya menjadi orang Kristen yang sejati. Searah dengan uraian ini guru Pendidikan Agama Kristen perlu memahami bahwa teologi sangat berkaitan dengan pelayanannya.
Teologi dapat menjadi bahan atau isi pengajarannya. Karena ketika ia mengajar, keyakinan dan pemikirannya teologisnyalah yang dikomunikasikan. Guru-guru Pendidikan Agama Kristen mengajarkan kebenaran-kebenaran teologi yang dikemas berdasarkan studi Alkitab. Menurut Osmer, pemikiran teologi yang dikembangkan itu hendaknya bukan untuk memuaskan akal semata, melainkan harus mampu menimbulkan sukacita dan kekaguman yang mendalam terhadap sifat, kehendak dan karya Allah.
Kemampuan berteologi secara konseptual dan praktis diharapkan bukan hanya dimiliki guru, melainkan juga oleh peserta didik, hal demikian berkembang apabila guru memperlengkapi diri dengan latihan refleksi teologis sebagai hasil dari membaca, memahami, dan menafsirkan firman Allah dalam mencari kehendak-Nya
Kesimpulan
Guru merupakan figur penting dalam menyukseskan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar-mengajar senantiasa mengharapkan guru berkualitas. Guru berkualitas artinya berkaitan dengan iman, spiritualitas, watak, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Guru Kristen perlu memahami pribadi Yesus sebagai guru yang harus diteladani dalam hidup sehari-hari dan dalam pelaksanaan tugas keguruan.
Kesimpulan
Guru merupakan figur penting dalam menyukseskan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar-mengajar senantiasa mengharapkan guru berkualitas. Guru berkualitas artinya berkaitan dengan iman, spiritualitas, watak, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Guru Kristen perlu memahami pribadi Yesus sebagai guru yang harus diteladani dalam hidup sehari-hari dan dalam pelaksanaan tugas keguruan.
Seorang guru Kristen juga perlu menyadari bahwa peranan Roh Kudus bukan hanya berlangsung dalam rangka pendewasaan iman dan kesadaran akan kesucian hidup, tetapi juga dalam rangka mengemban profesi sehari-hari. Seorang guru, sebagai pengajar iman Kristen, sudah tentu sangat memerlukan ketergantungan terhadap kuasa, urapan dan kehadiran Roh Kudus. Sebab Dialah yang sanggup membuka mata hati orang untuk memahami kebenaran (Efesus 3:16,17,18)
Guru yang berkualitas harus memahami profesi keguruan. Guru perlu meningkatkan dirinya menjadikan pribadinya sebagai instrumen yang Handal di dalam Tuhan. Dalam melakukan kewenangan profesionalnya, seorang guru dituntut memiliki kompetensi yang beraneka ragam. Guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal.
Guru yang berkualitas harus memahami profesi keguruan. Guru perlu meningkatkan dirinya menjadikan pribadinya sebagai instrumen yang Handal di dalam Tuhan. Dalam melakukan kewenangan profesionalnya, seorang guru dituntut memiliki kompetensi yang beraneka ragam. Guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal.
Dengan demikian, guru PAK harus dapat melaksanakan tugas mengajar dan mendidik di bidang PAK dengan berkarakter dan berdisiplin tinggi, mampu menggunakan berbagai wacana dalam rangka mengembangkan visi dan kemampuan mengajar serta dapat mengembangkan keterampilan dengan mengikuti berbagai kegiatan pelatihan, lokakarya maupun seminar.
Jadi guru PAK yang profesional tidak hanya terpaku kepada kurikulum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, tetapi harus mampu mengembangkan kurikulum tersebut untuk pertumbuhan iman peserta didik. Pertumbuhan iman harus dimulai dari diri guru. Jati dirinya dalam Kristus harus terbentuk dengan kuat. Guru profesional harus dapat menghayati permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran, sehingga termotivasi, kritis dan reflektif untuk memecahkan persoalan pendidikan
Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Secara khusus dalam konteks sekolah, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompentensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, sehingga profesionalitas guru PAK juga melekat pada dirinya sebagai seorang pendidik, maka termasuk di dalamnya tuntutan kompetensi dan profesional yang sama.
Jadi guru PAK yang profesional tidak hanya terpaku kepada kurikulum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, tetapi harus mampu mengembangkan kurikulum tersebut untuk pertumbuhan iman peserta didik. Pertumbuhan iman harus dimulai dari diri guru. Jati dirinya dalam Kristus harus terbentuk dengan kuat. Guru profesional harus dapat menghayati permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran, sehingga termotivasi, kritis dan reflektif untuk memecahkan persoalan pendidikan
Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Secara khusus dalam konteks sekolah, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompentensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, sehingga profesionalitas guru PAK juga melekat pada dirinya sebagai seorang pendidik, maka termasuk di dalamnya tuntutan kompetensi dan profesional yang sama.
Sedangkan salah satu cara efektif untuk menggali serta meningkatkan kemampuan tersebut adalah dengan mengevaluasi diri sendiri, secara khusus bentuk evaluasi pada materi profesionalisme guru PAK itu, mengacu pada sosok Tuhan Yesus sebagai Guru Agung.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hal utama bagi seorang guru PAK adalah mengajarkan Firman Allah agar siswa memiliki pedoman dalam kehidupannya, yang pada akhirnya mereka mengalami suatu perubahan, oleh karena di dalamnya terkandung maksud dari firman Allah yang bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran (2 Timotius 3:16). 12 PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hal utama bagi seorang guru PAK adalah mengajarkan Firman Allah agar siswa memiliki pedoman dalam kehidupannya, yang pada akhirnya mereka mengalami suatu perubahan, oleh karena di dalamnya terkandung maksud dari firman Allah yang bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran (2 Timotius 3:16). 12 PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN