Ibrani 5:1-4 (Korban Dan Persembahan )

Pdt. Sutjipto Subeno.

Persembahan adalah korban (offering/sacrifice). 

Sebelum mulai melayani Tuhan, orang Kristen harus menggumulkan dan menetapkan motivasinya secara tegas. Jika tidak, fondasi pelayanannya pasti sangat lemah hingga akhirnya berubah menjadi bumerang yang menghancurkan diri sendiri. 

Ibrani 5:1-4  (Korban Dan Persembahan )
gadget, bisnis, otomotif
Selama dasar pijaknya tidak tepat, ketika mulai melangkah dan belum ada tantangan maka tidak akan terjadi apa pun. Namun ketika tantangan mulai bermunculan secara mendadak, ia pasti langsung collaps (runtuh). Seharusnya, ia memiliki konsep pemikiran bahwa Tuhan memanggilnya sebagai imamat rajani (1 Petrus 2:9) sehingga mampu memahami hubungannya dengan Tuhan dan apa yang harus dikerjakan dalam pelayanan. Kuncinya adalah kaitan antara persembahan dan korban.

Perjanjian Lama sangat keras membicarakan tentang korban, sedangkan Perjanjian Baru tidak pernah menyinggungnya. Ada dua alasan penting:

1. Korban Perjanjian Lama mengarah kepada Kristus. Setelah digenapkan-Nya dengan kematian di kayu salib maka jemaat tidak dituntut untuk melakukannya lagi.

2. Tetapi, bukan berarti konsep korban dibuang karena terdapat 1 kunci penting yang tetap dijalankan secara konsisten yaitu bahwa korban merupakan pernyataan perdamaian sebagai anugerah Tuhan bagi manusia sehingga dapat kembali kepada-Nya. 

Kedua hal di atas perlu dikaitkan secara serius. Ironisnya, ada orang Kristen yang menganggap persembahan sebagai sedekah (uang kecil) sama seperti ketika memberi uang Rp 1000,- pada pengamen dan pengemis di jalan. Jadi, ketika kantong kolekte tiba di hadapannya maka ia langsung mencari uang terkecil dalam dompet

Perjanjian Lama mengajarkan bahwa ketika datang ke bait Allah, jemaat harus membawa korban. Di
Imamat dicatat lima macam korban:

1. korban bakaran,

2. korban sajian,

3. korban keselamatan,

4. korban penghapus dosa dan

5. korban penebus salah. 

Korban bakaran adalah simbol pengertian jemaat bahwa mereka seharusnya binasa, sekaligus pernyataan syukur karena telah diperdamaikan kembali dengan Allah. Caranya, dengan membawa ternak terbaik dan sebelum disembelih, tangan si pemilik harus diletakkan di atas kepala binatang itu. Artinya, manusia telah berbuat dosa dan seharusnya mendapat murka Tuhan namun hukuman itu dipindahkan ke binatang korban. 

Bagaimanapun juga, lambang asli persembahan korban adalah Tuhan Yesus yang menanggung dosa manusia. Dan setelah disembelih, binatang tersebut harus dibakar secara keseluruhan di hadapan Tuhan sebagai persembahan yang harum.

Korban sajian dipersembahkan setelah mendapatkan nafkah hidup. Pada jaman itu, hanya ada dua macam nafkah hidup.

1. pertanian dan

2. peternakan. 

Kemudian sepersepuluh hasil terbaik dipersembahkan demi kemuliaan Tuhan. Tetapi, tidak semuanya dibakar di atas mezbah melainkan hanya sebagian saja sebagai tanda ucapan syukur dan juga melambangkan bahwa hidup manusia adalah anugerah Tuhan.

Korban keselamatan berupa ternak tidak bercela yang dibawa ke hadapan Tuhan. Korban ini tidak berurusan dengan dosa melainkan sebagai bakaran bagi Allah setiap kali datang ke bait-Nya. Sebelum disembelih, si pemilik juga harus meletakkan tangan di atas kepala binatang korban sebagai lambang keselamatan yang dianugerahkan Tuhan baginya sehingga tidak binasa dalam dosa. Ia dapat bertahan hidup hingga saat itu dan mengenal Allah merupakan anugerah Tuhan. Setelah disembelih, segala lemak, isi perut, buah pinggang dan umbai hatinya harus dibakar dan dipersembahkan bagi Tuhan.

Korban penghapus dosa melambangkan kesadaran manusia (termasuk para imam) akan dosa lalu bersedia mengaku. Korban tersebut berupa lembu jantan muda yang disembelih dan dibakar di atas mezbah namun hanya lemak, isi perut, buah pinggang serta umbai hatinya sebagai bagian terharum. Sedangkan seluruh bagian lain harus dibakar di luar perkemahan karena Kemah Pertemuan tidak boleh dicemari. 

Sebelum disembelih, si pendosa harus meletakkan tangan di atas kepala lembu itu. Korban ini merupakan manifestasi nubuat tentang Tuhan Yesus yang disalibkan di luar kota Yerusalem demi menanggung dosa umat manusia. Selain itu, peristiwa ini menggambarkan betapa Tuhan tidak dapat menerima dosa dan diperlukan upaya pendamaian yang harus dijalankan manusia dengan kesungguhan hati serta kesetiaan

Korban penebus salah dilakukan setelah berbuat dosa tanpa sengaja karena kelalaian. Misalnya, secara tidak sengaja melupakan janji dengan seseorang atau menabrak binatang piaraan orang lain hingga mati. Imamat mengajarkan bahwa si pelaku harus mengganti kerugian lalu mempersembahkan korban di bait Allah.

Seluruh kisah tentang korban persembahan bagi Allah tercatat di Imamat 1-6 sebagai inti terpenting hingga Tuhan menegakkan peraturan ini dengan sangat ketat dan serius terutama jiwa, cara dan sikap manusia di hadapan-Nya ketika memberikan persembahan agar tidak mudah diselewengkan.

Dari lima macam korban di atas, penekanannya terletak pada tiga aspek global

Pertama, Alkitab mengatakan bahwa persembahan merupakan gambaran keseriusan ketergantungan manusia kepada Tuhan. Ketika memberikan persembahan, orang Kristen seharusnya menyadari bahwa tak mungkin baginya untuk dapat menyelamatkan diri sendiri yang berdosa dari kebinasaan tanpa Tuhan membuka jalan keselamatan. Dengan demikian korban, persembahan dan dosa saling terkait erat.

Kedua, orang Kristen seharusnya menyadari ketergantungan mutlak kepada Tuhan. Di tengah dunia yang semakin rusak dan hancur, orang Kristen membutuhkan bijaksana, anugerah, belas kasihan dan berkat Tuhan. Tidak seorang pun dapat bertahan hidup dengan kekuatannya sendiri karena terlalu banyak faktor kemungkinan yang berada di luar kemampuan, strategi, prediksi dan planning manusia. 

Seluruhnya dapat runtuh hanya dalam waktu beberapa menit. Lalu kebanyakan orang dunia berpikir untuk bunuh diri atau berubah menjadi gila karena kehilangan harapan hidup. Dari sudut pandang Kekristenan, orang dunia seharusnya segera bertobat karena hidupnya bersandar mutlak kepada Tuhan. Ketika sungguh-sungguh mengerti akan Tuhan yang beranugerah, itulah alasan pemberian persembahan.

Ketiga, ketika mulai hidup dalam korban, itulah saatnya manusia mengerti bahwa ini bukanlah sekedar persembahan melainkan sacrifice dengan adanya binatang terbaik yang dibinasakan

Konsep ini menjelatakan empat aspek

1. Tuhan tidak menghendaki barang sisa.

Pdt. Stephen Tong sering-kali merasa jengkel dan marah jika ada orang yang hendak masuk ke sekolah Teologi karena tidak diterima di universitas mana pun atau jika sebuah keluarga yang memiliki empat anak namun yang terbodoh dimasukkan ke sekolah Teologi sedangkan yang terpandai dimanfaatkan untuk mencari harta kekayaan. 

Seharusnya, anak terbaik dipersembahkan bagi kemuliaan Tuhan. Namun konsep ini dapat disalahgunakan seperti pada jaman Tuhan Yesus. Akibatnya, bait Allah dijadikan pasar untuk menjual binatang korban tak bercacat. Sedangkan binatang yang tidak dibeli di bait Allah dianggap tidak sempurna.

2. Memberi persembahan merupakan korban yang sangat serius di mana hidup si pemberi terkait di dalamnya.

Banyak orang hidup dalam dua ekstrem yang kadang kala tidak salah tetapi implikasinya dapat diselewengkan dan sangat berbahaya. Dalam Korintus diajarkan bahwa persembahan harus diberikan dengan sukarela. Maka jumlah persembahan menjadi sangat sedikit berdasarkan kerelaan hati. 

Dengan kata lain, tidak ada kerelaan untuk memberikan persembahan dalam jumlah besar. Lalu beberapa hamba Tuhan di Gereja tertentu merasa rugi dan mulai mengeluarkan konsep kedua yaitu persembahan adalah korban. 

Karena itu, jikalau persembahan tidak disertai dengan rasa sakit maka itu bukan persembahan sejati. Namun si penerima persembahan tidak merasa sakit. Padahal, Alkitab mengajarkan bahwa para imam besar yang juga berdosa justru harus mempersembahkan korban lebih dari persembahan jemaat dan disertai dengan perasaan sakit. Itulah teladan seorang hamba Tuhan

Seharusnya, setiap anak Tuhan memiliki jiwa ‘Give the best for others.’ Tanpa itu, Gereja belum melayani Tuhan dengan baik. Sedangkan persembahan uang hanyalah sebagian kecil dari hidup setiap orang Kristen karena uang bukanlah segalanya. 

Maka persembahan mencerminkan pandangan dan sikap si pemberi terhadap Tuhan. Setiap jemaat diharapkan untuk belajar menyadari positioning dan jiwa pelayanannya melalui persembahan. Dengan demikian, di antara jemaat akan saling melayani

3. Dalam persembahan terdapat kesadaran akan keberdosaan manusia.

Di jaman Perjanjian Lama, setiap kali datang ke bait Allah, jemaat (kaya dan miskin) membawa korban persembahan. Akibatnya, timbullah jiwa ibadah dan pelayanan serta kesadaran bersama bahwa semua orang tidak sempurna. Kesadaran itu membuat Gereja dipakai Tuhan secara kompak dalam pekerjaan-Nya.

Di dunia ini, banyak orang ingin dilayani tetapi tidak bersedia melayani dengan baik. Banyak pula yang mau menerima tetapi tidak bersedia memberikan yang terbaik karena merasa dirugikan. Padahal, sebelum memberi, ia telah mengalami kerugian karena konsep pemikirannya sudah rusak.

4. Semua peraturan tentang korban tidak boleh disalahgunakan.

Dalam Imamat dijelaskan bahwa tidak semua korban boleh diambil oleh Imam sekeluarga atau si pemberi. Hanya korban keselamatan yang sebagian dapat dikembalikan dan dinikmati oleh pemiliknya. Selain itu, Tuhan tidak hanya menuntut jemaat untuk memikirkan tentang persembahan tetapi juga menggumulkan pengelolaan dan pengembangannya secara bertanggung jawab. 


Karena itu, jemaat berhak memeriksa dan mempelajari keuangan Gereja. Maka diharapkan jemaat tidak mencantumkan sekedar NN ketika memberikan persembahan melainkan cukup dengan kode karena Alkitab memang mengajarkan bahwa orang lain tidak perlu mengetahuinya. Harus diingat bahwa Gereja adalah institusi yang Tuhan tegakkan sebagai manifestasi tubuh Kristus di tengah dunia. Jadi, yang berperan adalah setiap jemaat. Segala macam penyelewengan konsep Gereja perlu ditindak tegas dan keras sehingga nama baik Kekristenan tidak rusak.

Ibrani 5:1-4  (Korban Dan Persembahan )
Amin!
Next Post Previous Post