MEMBAHAS KONTROVERSI PERSEPULUHAN

Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th.

Apakah persepuluhan itu? Kata “persepuluhan” dalam bahasa Inggrisnya “tithe”, berasal dari kata Yunani “dekatos” yang berarti “sepersepuluh”, dari kata dasar “deka” yang berarti “sepuluh”. Sedangkan kata Ibrani “ma’aser” berarti “persepuluhan”, berasal dari kata dasar “’asar” yang juga berarti “sepuluh”. 
MEMBAHAS KONTROVERSI PERSEPULUHAN
gadget, bisnis, otomotif
Di dalam Kekristenan istilah persepuluhan mengacu pada pemberian 10% atau 1/10 dari penghasilan atau pendapatan yang dipersembahkan kepada Allah bagi pekerjaan-Nya. Tentu saja semua orang Kristen sepakat bahwa persepuluhan itu Alkitabiah karena memang dibicarakan dalam Alkitab. Ayat-ayat Perjanjian Lama berikut ini jelas membicarakan tentang pemberian persepuluhan (Kejadian 14:17-20; 28:20-22; Imamat 27:30-33; Bilangan 18:20-32; Ulangan 12:5-19; 4:22-29; 26:12-13; 1 Samuel 8:14-17; Amos 4:2-6; 2 Tawarikh 31:1-13; Nehemia 10:35-38; 12:44; 13:4-5, 10-12; Maleakhi 3:7-12). Namun, walaupun persepuluhan itu Alkitabiah, tidak semua orang Kristen setuju bahwa persepuluhan itu wajib untuk dilaksanakan dalam gereja saat ini.

Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa Allah bukan hanya Pencipta dan Penguasa, tetapi Ia juga adalah pemilik segalanya. Alkitab menyatakan “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya” (Mazmur 24:1 bandingkan Mazmur 50:10, 12). Ia adalah pemilik dan pemberi segala hal kepada manusia, dan manusia adalah pengelola atas apa yang dipercayakan oleh Tuhan (Kejadian 1:28; 2:5 ). 

Karena itu semua orang percaya diingatkan bahwa mereka bertanggung jawab kepada Tuhan atas segala sesuatu yang telah dipercayakan kepadanya (Lukas 16:1-13). Sebenarnya seluruh hidup orang percaya adalah milik Tuhan (Roma 12:1; 1 Korintus 6:19-20; Galatia 2:20). Dengan demikian, secara de jure seluruh harta dan uang orang percaya itu juga adalah milik Tuhan, namun secara de fakto harta dan uang itu adalah milik orang percaya yang Tuhan percayakan kepada mereka untuk dikelola. 

Dari semua harta dan keuangan yang Tuhan percayakan itu, Ia ingin kita mempersembahkan 10 % sebagai pemberian minimum dari hati yang sukarela untuk pekerjaan Allah. Jadi, pemberian persepuluhan sebenarnya merupakan pengakuan tentang kedaulatan Allah terhadap segala yang kita miliki, baik spiritual maupun jasmaniah, dan lagi sebagai rasa syukur kita atas anugerah keselamatan yang telah kita terima dalam Kristus.

Walau persepuluhan bukan merupakan isu doktrinal yang menyangkut keselamatan, tetapi pokok ini merupakan pokok pastoral yang penting sekaligus rumit yang dapat menimbulkan perselisihan, karena persepuluhan menyangkut sumber pendapatan suatu organisasi gereja dan juga bersinggungan langsung dengan keuangan anggota jemaat yang bersifat privasi. 

Namun kesulitan utama menentukan apakah persepuluhan itu merupakan persembahan yang masih berlanjut dan wajib bagi Kekristenan saat ini ataukah tidak, timbul karena Perjanjian Baru tidak membicarakan pokok ini secara eksplisit dan sejelas yang diharapkan. Perjanjian Baru hanya menyinggung perihal persepuluhan di empat bagian dalam Lukas 11:42, 18:9-14, Matius 23:23, dan Ibrani 7. 

Karena itulah maka berbagai pendekatan telah dilakukan untuk menjelaskan pokok persoalan ini yang justru menimbulkan perbedaan penafsiran. Dan sampai saat ini, persepuluhan masih menjadi salah satu isu teologis yang hangat didiskusikan di kalangan Kristen.

Beberapa pendeta, ahli teologi dan pengajar Alkitab telah berusaha menjelaskan persepuluhan dengan menggunakan pendekatan yang berhubungan dengan hukum Taurat dan karya Kristus yang telah menggenapi hukum Taurat. Para ahli teologi Kristen telah mengklasifikasi hukum Taurat ke dalam tiga bagian yaitu : hukum moral (moral law), hukum seremonial (ceremonial law), dan hukum civil (judicial law). 

(1) Hukum moral yang telah dinyatakan Allah tetap berlaku dan tidak dihapuskan oleh kematian Kristus. Hukum moral ini berkaitan dengan karakteristik Allah sendiri, tidak hanya berlaku bagi bangsa Israel tetapi juga bagi semua manusia. 

(2) Hukum seremonial yang telah dinyatakan Allah tidak berlaku lagi karena telah dihapuskan oleh kematian Kristus. Hukum seremonial ini secara khusus berkaitan dengan tata ibadat Israel dan tidak berlaku bagi bangsa-bangsa lain. 

(3) hukum civil dikaitkan keberadaan Israel sebagai suatu bangsa. Hukum sipil memuat peraturan perundang-undangan yang mengatur kehidupan berbangsa dan bermasyarakat yang disertai dengan ketentuan hukuman bagi pelanggarnya.

Berdasarkan pendekatan tersebut di atas, beberapa orang berpendapat bahwa persepuluhan itu termasuk dalam hukum moral. Karena hukum moral tetap berlaku dan tidak dihapuskan maka dengan demikian persepuluhan juga masih berlanjut. Sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa persepuluhan itu termasuk dalam hukum seremonial dan dengan demikian persepuluhan itu telah dihapuskan. Menurut saya, menggunakan pendekatan berdasarkan pembagian hukum Taurat sebagaimana yang disebutkan di atas untuk menjelaskan pokok persepuluhan mungkin bermanfaat, tetapi tidak sepenuhnya berhasil menjawab berbagai persoalan yang muncul. 

Perlu diketahui bahwa pembagian hukum Taurat menjadi tiga bagian seperti di atas, walaupun diterima secara universal dalam teologi Kristen, namun orang-orang Yahudi tidak mengakuinya atau tidak menekankannya. Sebaliknya mereka membagi 613 perintah (mitsvah) dalam hukum Taurat itu menjadi dua belas kelompok perintah, yang kemudian dibagi lagi menjadi dua belas kelompok perintah tambahan yang bersifat positif dan dua belas kelompok perintah tambahan yang bersifat negatif.

Perlu diketahui, bahwa persepuluhan bukanlah merupakan hukum. Walau persepuluhan disebutkan sebanyak 15 kali dalam kitab Taurat, tidak ada hukuman yang diberikan kepada orang Israel karena karena tidak memberikan persepuluhan. Jika kita meneliti hukum-hukum lainnya yang diberikan Allah kepada umat Israel maka kita akan menemukan adanya hukuman (konsekuensi) yang diberikan kepada orang Israel yang gagal mematuhi hukum-hukum tersebut. Artinya hukuman merupakan konsekuensi logis dari pelanggaran terhadap hukum. Akan tetapi orang Yahudi tidak diperbolehkan menghukum orang lain karena tidak membayar persepuluhan.

Saya meyakini bahwa prinsip-prinsip Kristen dalam memberikan persepuluhan bukan berdasarkan prinsip yang diambil dari hukum Taurat, tetapi dari pertama kalinya kata tersebut ditemukan dan diterapkan, yaitu ketika Abraham pertama kali memberikan persepuluhannya kepada Melkisedek dalam Kejadian 14:17-24. 

Petunjuk pertama yang ditemukan dalam Alkitab mengenai persepuluhan dihubungkan dengan Abraham dan Melkisedek. Kisah Abraham memberikan persepuluhan ini disinggung kembali dalam Ibrani 7, yaitu di mana kata persepuluhan terakhir kali disebutkan dalam Alkitab. Menurut Alkitab, Abraham bukan hanya leluhur Israel tetapi juga bapak semua orang percaya (Roma 4). Sedangkan Melkisedek adalah Imam Allah yang Maha tinggi, yang adalah tipologi dari Kristus. Kristus adalah Imam Besar menurut keimanan Melkisedek (Ibrani 7:17). 


Imamat Melkisedek adalah suatu imamat yang kekal, karena yang menjadi imamnya tidak pernah mati. Penulis Kitab Ibrani menyatakan bahwa Yesus hidup selama-lamanya sebagai Imam Besar menurut peraturan (ordo) Melkisedek (Ibrani 7:24-25). Dan sebagai Imam Besar Ia berhak menerima persepuluhan dari umat-Nya. Sebagaimana Abraham memberikan persepuluhan dari semua yang terbaik kepada Melkisedek dengan sukarela dan tanpa paksaan, demikian juga orang percaya memberikan persepuluhan mereka kepada Kristus untuk pekerjaan dan pelayanan tubuh-Nya, yaitu Gereja.

Dengan demikian, jelaslah bahwa persepuluhan dalam Kekristenan dimaksudkan sebagai pemberian minimum dari persembahan sukarela yang diberikan orang percaya untuk pekerjaan Allah. Dan hal ini sesuai dengan yang dikatakan rasul Paulus dalam 2 Korintus 9:7. 

Jadi prinsip pemberian persepuluhan yang dipersembahkan dengan sukarela bukan saja berlaku sejak zaman Abraham akan tetapi juga berlaku bagi umat Kristen saat ini. Pemberian persepuluhan ini merupakan pengakuan tentang kedaulatan Allah terhadap segala yang kita miliki, baik spiritual maupun jasmaniah, dan lagi sebagai rasa syukur kita atas anugerah keselamatan yang telah kita terima dalam Kristus.
Next Post Previous Post