2 SIFAT PENGAKUAN IMAN RASULI

Pdt. Yakub Tri Handoko

Sekarang kita akan membahas tentang sifat-sifat Pengakuan Iman Rasuli. Ada dua hal menarik yang perlu diperhatikan dari Pengakuan Iman Rasuli, yang menunjukkan adanya keseimbangan di dalam pengakuan iman ini. 2 (Dua) sifat itu adalah:
2 SIFAT PENGAKUAN IMAN RASULI
otomotif, tutorial
1. Pertama, bersifat personal dan komunal. Personal berarti individual, yaitu antara kita dengan Allah, tetapi personal juga mencakup hal yang komunal. Jika kita memperhatikan rumusan Pengakuan Iman Rasuli, maka kita mendapati kata ganti yang dipakai di sana adalah kata “aku” bukan “kami”, yaitu “aku percaya”. 

Ini adalah pengakuan yang bersifat individual atau personal. Kita mengaku secara pribadi. Tetapi menariknya, walaupun kata ganti yang dipakai di sana adalah personal, tetapi pengakuan ini diucapkan bukan ketika kita sendirian, melainkan bersama-sama dengan orang percaya yang lain.

Bahkan beberapa orang sering kali memulai pembacaan Pengakuan Iman Rasuli dengan kalimat “bersama dengan gereja di segala abad dan tempat”. Walaupun pendahuluan ini tidak sepenuhnya benar karena sejarah menunjukkan adanya beberapa tempat dan gereja di abad tertentu yang tidak mengucapkan pengakuan iman ini. 

Tetapi paling tidak pendahuluan itu mengingatkan kita bahwa ada aspek komunal di sana. Pengakuan ini walaupun bersifat pribadi tetapi diucapkan bersama-sama sebagai sebuah komunitas karena memang ini merupakan fondasi kesatuan gereja-gereja yang benar. Berarti ada keseimbangan antara yang personal dan komunal. Dua hal ini adalah penting dalam segala hal. Doktrin harus kita terima dan terapkan secara personal agar kita mendapatkan manfaat di dalamnya. Tetapi doktrin juga menjadi milik atau warisan bersama orang percaya yang mempersatukan kita.

2. Kedua, bersifat intelektual dan relasional. Jika kita memperhatikan teks Pengakuan Iman Rasuli -terutama dalam edisi bahasa Latin- maka kita akan menemukan pada poin-poin tentang Allah Tritunggal berbunyi demikian: “aku percaya kepada Allah Bapa, aku percaya kepada Yesus Kristus, aku percaya kepada Roh Kudus”. 

Kata yang dipakai di sana adalah “kredo in” (aku percaya di dalam). Tetapi jika terkait dengan hal-hal di luar pribadi Allah Tritunggal, maka frasa “aku percaya” langsung diikuti oleh sebuah objek. Ketika pengakuan tersebut berkaitan dengan pribadi-pribadi Allah yang esa atau Allah Tritunggal, maka diberi tambahan “aku percaya di dalam”. 

Hal ini menunjukkan bahwa kredo kita bersifat personal relasional (kredo in). Dalam bahasa Indonesia dipergunakan “Aku percaya kepada” sedangkan dalam bahasa Inggris “I believe in”. Kita percaya dalam arti relasional, bukan hanya intelektual.

Kita juga harus meyakini bahwa keyakinan kita bukan hanya bersifat personal dan relasional namun juga bersifat intelektual, yaitu sebuah pengakuan yang bisa diuji atau diverifikasi secara rasio. Kekristenan mengajarkan keseimbangan di dalam hal ini. Kita meyakini kebenaran kebenaran yang bersifat objektif dan siap diuji oleh siapa pun. 

Kita perlu tahu apa yang kita percayai dan mengapa kita mempercayai hal itu tapi kita juga mengundang orang-orang non-Kristen untuk menguji keyakinan kita. Ini adalah aspek intelektual dari kekristenan. Namun jangan sampai kita terjebak dalam intelektualisme karena kekristenan juga mengajarkan kita tentang relasi. Kita percaya di dalam nama Bapa, Anak, Roh Kudus. Ini berbicara tentang relasi; “Aku percaya kepada Allah”, “Aku percaya kepada Yesus Kristus”, “Aku percaya kepada Roh Kudus”

Dua keseimbangan ini, yang bersifat personal dan komunal serta rasional dan intelektual harus benar-benar kita pahami. Pada saat kita mengucapkan pengakuan iman bersama-sama dalam gereja, kita perlu mengingat ini: Kita mengucapkannya bukan karena ikut-ikutan, tetapi karena pengakuan pribadi kita. 


Pada saat kita mengucapkan secara pribadi dengan sungguh-sungguh, maka kita harus mengingat bahwa kita adalah bagian dari umat Allah. Pada saat kita mengucapkannya, kita meyakini bahwa apa yang kita ucapkan adalah benar dan bisa diverifikasi secara rasional maupun faktual. Tetapi di saat yang sama, pada saat kita mengucapkannya, kita juga sedang membangun relasi dengan Allah Tritunggal. Kita bukan hanya mengucapkan pengakuan, melainkan mempercayakan diri kita kepada Dia.

Biarlah penjelasan ini menolong kita untuk mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli dengan lebih benar. Tuhan memberkati.
Next Post Previous Post