PERPADUAN NATUR KEILAHIAN DAN NATUR KEMANUSIAAN KRISTUS

Pdt. Samuel T. Gunawan, M,Th.

Pokok ini merupakan rahasia yang sangat dalam. Bagaimana mungkin ada dua sifat di dalam satu orang? Sekalipun sulit untuk memahami konsep ini, Alkitab menganjurkan agar kita merenungkan rahasia Allah ini, yaitu Kristus (Kolose 2:2,3). 

Yesus sendiri menyatakan bahwa pengenalan yang benar akan Dia hanya akan diperoleh melalui pernyataan ilahi (Matius 11:27). Mempelajari pribadi Kristus sangatlah sulit karena kepribadian-Nya sangat unik; tidak ada oknum lain yang sama dengan Dia sehingga kita tidak dapat berargumentasi dari hal-hal yang sudah kita ketahui kepada hal-hal yang belum kita ketahui.
PERPADUAN NATUR KEILAHIAN DAN NATUR KEMANUSIAAN KRISTUS
otomotif, gadget
1. Pemikiran yang keliru tentang perpaduan kedua natur Kristus. 

(1) Perpaduan sifat ilahi dengan sifat manusiawi di dalam Kristus itu tidak dapat dibandingkan dengan hubungan pernikahan, karena kedua belah pihak dalam pernikahan tetap merupakan dua pribadi yang berbeda walaupun sudah menikah; 

(2) Perpaduan kedua sifat itu tidak sama seperti perhubungan orang-orang percaya dengan Kristus. Juga tidaklah tepat untuk beranggapan bahwa sifat ilahi itu tinggal di dalam Kristus sebagaimana Kristus tinggal di dalam orang percaya, karena itu berarti bahwa Yesus hanyalah seorang manusia yang didiami oleh Allah dan la sendiri bukan Allah. 

(3) Gagasan yang mengatakan bahwa Kristus mempunyai kepribadian rangkap tidaklah alkitabiah. Tidak disebutkan dalam Alkitab bahwa Logos mengambil tempat pikiran dan roh manusiawi di dalam Kristus, karena dalam hal demikian Kristus bersatu dengan kemanusiaan yang tidak sempurna. Demikian pula kedua sifat itu tidak bersatu untuk membentuk sifat yang ketiga, sebab dalam hal itu Kristus bukanlah manusia sejati. 

(4) Juga tidak dapat dikatakan bahwa Kristus secara berangsur-angsur menerima sifat ilahi, karena dalam hal demikian keilahian-Nya bukanlah suatu kenyataan hakiki sebab harus diterima secara sadar oleh kemanusiaan Kristus. Gereja pada umumnya dengan tegas menyalahkan pandangan-pandangan ini sebagai tidak alkitabiah dan karena itu tidak bisa diterima.

2. Pemikiran yang benar tentang perpaduan kedua natur Kristus. 

Bila pengertian-pengertian di atas itu salah semua, bagaimanakah kita dapat menerangkan perpaduan kedua sifat tersebut di dalam Kristus sehingga menghasilkan satu pribadi, namun dengan dua kesadaran dan dua kehendak? Sekalipun ada dua sifat, tetapi ada satu pribadi saja. Dan sekalipun ciri-ciri khas dari sifat yang satu tidak dapat dikatakan merupakan ciri khas dari sifat lainnya, namun kedua sifat itu berada dalam satu Pribadi, yaitu Kristus.

Tidaklah tepat untuk mengatakan bahwa Kristus adalah Yang Ilahi yang memiliki sifat manusiawi, atau bahwa Ia adalah manusia yang didiami oleh Yang Ilahi. Dalam hal yang pertama, maka sifat manusiawi tidak akan memperoleh tempat dan peranan yang semestinya, dan dalam hal yang kedua sifat ilahi itulah yang tak akan memperoleh tempat dan peranan yang semestinya. Oknum kedua dari Tritunggal Allah menerima keadaan manusia dengan semua ciri khasnya. 

Dengan demikian kepribadian Kristus berdiam di dalam sifat Ilahi-Nya, karena Allah Anak tidak bersatu dengan seorang manusia tetapi dengan sifat manusia. Terpisah dari penjelmaan sifat manusiawi Kristus tidak bersifat pribadi; akan tetapi hal ini tidak benar tentang sifat Ilahi-Nya. Begitu sempurnanya penyatuan menjadi satu pribadi ini sehingga, "Kristus pada saat yang 'sama memiliki sifat-sifat yang nampaknya bertolak belakang. Ia bisa lemah dan mahakuasa, bertambah dalam pengetahuan namun mahatahu, terbatas dan tidak terbatas," dan kita dapat menambahkan, Ia bisa berada di satu tempat namun Ia Maha hadir.

Yesus berbicara tentang diri-Nya sebagai satu pribadi yang utuh dan tunggal; Ia sama sekali tidak menunjukkan adanya gejala-gejala keterbelahan kepribadian. Selanjutnya, orang-orang yang berhubungan dengan Dia menganggap Dia sebagai seorang dengan kepribadian yang tunggal dan tidak terbelah. Bagaimana dengan kesadaran diri-Nya? Jelaslah bahwa dalam kesadaran diri yang ilahi Yesus senantiasa sadar akan keilahian-Nya. 

Kesadaran diri yang ilahi itu senantiasa beroperasi penuh, bahkan pada masa kanak-kanak. "Namun ada bukti bahwa dengan berkembangnya sifat manusiawi maka kesadaran diri yang manusiawi itu mulai aktif." Kadang-kadang Ia akan bertindak dari kesadaran diri yang manusiawi, dan pada saat-saat lain Ia bertindak dari kesadaran diri yang ilahi, namun keduanya itu tidak pernah bertentangan. 

Hal yang sama dapat dikatakan mengenai kehendak-Nya. Pastilah, kehendak manusiawi ingin menjauhi salib (Matius 26:39), dan kehendak yang ilahi ingin menjauhkan diri dari hal dijadikan dosa (2 Korintus 5:21). Dalam kehidupan-Nya, Yesus berkehendak untuk melakukan kehendak Bapa-Nya yang di surga (Ibrani 10:7, 9). Hal ini dilaksanakan-Nya sepenuhnya.

Maka jika kedua sifat Kristus itu terbaur secara sempurna di dalam satu pribadi, lalu bagaimanakah sifat pembauran itu? Sebagian besar jawaban untuk pertanyaan ini telah disinggung dalam uraian sebelumnya. Tidak mungkin kami memberikan analisis kejiwaan yang tepat tentang kepribadian, unik Kristus sekalipun Alkitab memberikan sedikit petunjuk.

(1) Perpaduan itu tidak bersifat teantropik. Diri Kristus adalah teantropik (artinya mempunyai sifat ilahi dan sifat manusiawi), tetapi sifatnya tidak. Maksudnya, seseorang dapat berbicara tentang Allah - manusia bila Ingin mengacu kepada diri Kristus; akan tetapi, kita tidak dapat berbicara tentang sifat ilahi- manusiawi, melainkan kita harus berbicara tentang adanya sifat ilahi dan sifat manusiawi di dalam Kristus. 

Hal ini jelas dari kenyataan bahwa Kristus memiliki pengertian dan kehendak yang tak terbatas dan juga memiliki pengertian dan kehendak yang terbatas; Ia memiliki kesadaran ilahi dan kesadaran manusiawi. Kecerdasan Ilahi-Nya tidak terbatas; kecerdasan manusiawinya makin bertambah. 

Kehendak ilahiNya adalah mahakuasa; kehendak manusiawinya hanya terbatas pada kemampuan manusia yang belum jatuh dalam dosa. Dalam kesadaran ilahinya Ia dapat berkata, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30); dalam kesadaran manusiawinya Ia dapat berkata, "Aku haus" (Yohanes 19:28). Namun harus ditekankan bahwa Kristus tetap Allah - manusia.

(2) Perpaduan itu bersifat pribadi. Perpaduan kedua sifat di dalam Kristus disebut perpaduan hipostatis. Maksudnya, kedua sifat atau hakikat itu merupakan satu cara berada yang pribadi. Karena Kristus tidak bersatu dengan diri manusia, tetapi dengan sifat manusia, maka kepribadian Kristus bertempat dalam sifat Ilahi-Nya.

(3) Perpaduan itu meliputi berbagai sifat dan perbuatan manusiawi dan ilahi.

Baik sifat dan perbuatan yang manusiawi maupun yang ilahi dapat dilakukan oleh Sang Allah-manusia tanpa kecuali. Demikianlah berbagai sifat dan ciri khas manusia dihubungkan dengan Kristus di bawah gelar -gelar yang ilahi, "Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Maha tinggi" (Lukas 1:32); "mereka tidak akan menyalibkan Tuhan yang mulia" (1 Korintus 2:8); "jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri" (Kisah Para Rasul 20:28). 


Dari ayat-ayat tersebut kita melihat bahwa Allah telah lahir dan Allah telah mati. Ada juga ayat-ayat yang menyebut berbagai ciri khas dan sifat ilahi serta menghubungkannya dengan Kristus di bawah nama-nama manusiawinya, "Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia" (Yohanes 3:13); "dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?" (Yohanes 6:62); "Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya" (Roma 9:5); Kristus yang mati itu adalah Kristus yang "memenuhi semua dan segala sesuatu" (Efesus 1:23; bandingkan Matius 28:20); Dialah yang telah ditentukan oleh Allah untuk menghakimi dunia (Kisah Para Rasul 17:31; bandingkan Matius 25:31, 32).

(4) Perpaduan tersebut menjamin kehadiran yang tetap dari keilahian dan kemanusiaan Kristus. Kemanusiaan Kristus hadir bersama dengan keilahian-Nya di setiap tempat. Kenyataan ini menambah keindahan kenyataan bahwa Kristus ada di dalam umat-Nya. Ia hadir dalam keilahian-Nya, dan melalui perpaduan kemanusiaan-Nya dengan keilahian-Nya, maka Ia juga hadir dalam kemanusiaan-Nya.
Next Post Previous Post