Keteladanan Yesus dalam Kepemimpinan - Filipi 2:2-8

Pendahuluan: 

Keteladanan Yesus sebagai pemimpin telah menjadi pusat perhatian bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang mempelajari prinsip-prinsip pelayanan dan kepemimpinan rohani. Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi 2:2-8, Rasul Paulus dengan jelas menggambarkan bagaimana keteladanan Yesus Kristus dalam pelayanan dan kepemimpinan dapat menjadi panduan bagi kita semua. 
Keteladanan Yesus dalam Kepemimpinan - Filipi 2:2-8
Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi pengajaran Paulus tentang bagaimana mengikuti jejak Yesus dalam memimpin dengan prinsip-prinsip kesatuan, rendah hati, dan pengorbanan yang diperlihatkan oleh Sang Guru. Semoga kita dapat belajar dan mengambil inspirasi dari teladan Yesus dalam memimpin dengan pelayanan yang sejati dan kasih yang mendalam.

Keteladanan Yesus Sebagai Pemimpin Dalam Prinsip (Filipi 2:2) 

Paulus mengajarkan bahwa perlunya seorang pemimpin meneladani Yesus dalam memegang prinsip pelayanan. Hal utama yang Paulus tegaskan pada bagian ini adalah kesatuan dalam Kristus. Maksudnya ialah sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan. Untuk mencegah terjadinya perselisihan hingga perpecahan maka harus memegang prinsip kesatuan dalam Kristus. 

Paulus menasihatkan jemaat untuk mencapai sukacita yang sempurna yaitu dengan cara sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan. Jika seseorang ada dalam Kristus maka akan sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan dengan semua orang yang juga ada di dalam Kristus. 

Pengajaran Paulus merupakan hal yang sangat penting, bukan hanya bagi jemaat Filipi tetapi juga untuk setiap orang percaya. Paulus menasihatkan agar jemaat tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia (Filipi 2:3) sebagaimana Yesus memberikan teladan rela meninggalkan kemuliaan-Nya menjadi sama dengan manusia dan rela mati demi umat manusia. Jadi teladan Yesus dalam prinsip yaitu hidup dalam kesatuan dengan cara: pertama, sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan. Kedua, peduli dengan kepentingan orang lain.

Keteladanan Yesus Sebagai Pemimpin Dalam Pelayanan (Filipi 2:3,4,8) 

Keteladanan Yesus dalam pelayanan terlihat dalam tiga hal yaitu: rendah hati (Filipi 2:3), tidak mementingkan diri sendiri (Filipi 2:4) dan taat sampai mati (ayat 8). Dalam Bahasa Yunani kata rendah hati adalah ταπεινουροσσνη (tapeinophrosune). Paulus menjelaskan bahwa Yesus memberi teladan merendahkan diri dengan cara: tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan (Filipi 2: 6), mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2: 7), menjadi sama dengan manusia (Flp. 2: 7), dan telah merendahkan diri-Nya (Filipi 2: 8). 

Yesus tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, ini berarti Yesus melakukan bukan karena terpaksa atau pura-pura. Yesus mengambil rupa seorang hamba, Yesus mengesampingkan kemuliaan, kedudukan, kekayaan, segala hak sorgawi dan penggunaan sifat-sifat ilahi-Nya. 

Yesus menjadi sama dengan manusia atas kehendak-Nya sendiri, membuat diri-Nya sama dengan manusia dalam wujud nyata. Paulus menasihatkan kerendahan hati yang sejati bukan hanya tampak secara lahiriah tetapi sikap batin. Jadi setiap orang percaya perlu memiliki kerendahan hati seperti Kristus, secara khusus para pemimpin yang terpanggil untuk melayani, tidak mementingkan diri sendiri dan berbuat baik kepada orang yang dipimpinnya

Yesus juga tidak mementingkan diri sendiri. Jemaat Filipi perlu memiliki gaya hidup yang berbeda dengan mereka yang di luar Kristus. Sikap mementingkan diri sendiri bukanlah teladan dari Yesus, sebaliknya dalam hidup setiap orang percaya perlu menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus (Filipi 2:5). 

Kristus mengosongkan diri adalah bukti nyata bahwa Yesus tidak mementingkan diri sendiri. Hal ini dapat diteladani oleh para pengikut-Nya sehingga hidup menjadi berkat dan memuliakan Allah. Penyerahan diri Yesus sangat mengagumkan. Yesus mengungkapkan diri sebagai anak manusia menunjukkan keadaan yang terendah sebagai seorang hamba. Semakin dalam Yesus merendahkan diri semakin tinggi Ia diangkat ke dalam kemuliaan surgawi. 

Selanjutnya, Yesus taat sampai mati dalam bahasa Yunani dituliskan σπηκοος μετρι θανατος (hupekoos mechri thanatos). Puncak penderitaan Yesus di kayu salib merupakan bukti kasih Allah bagi isi dunia. Kematian-Nya adalah sebuah penebusan dosa. 

Walaupun Yesus tetap benar-benar ilahi, Kristus mengambil sifat manusia dengan segala pencobaan, kehinaan dan kelemahannya, namun tanpa dosa (Filipi 2: 7-8; Ibrani 4: 15). Piper menuliskan bahwa pengorbanan Yesus di kayu salib adalah kemuliaan anugerah Allah. Jadi Kristus mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia, turut merasakan seluruh kelemahan manusia, kecuali dalam dosa. 

Teladan Yesus Sebagai Pemimpin Dalam Kepribadian (Filipi 2:6-7)

Keteladanan dari Yesus sesungguhnya dapat dilihat dari seluruh kehidupan Yesus secara utuh, baik dari sisi keilahian dan kemanusiaan Yesus yang sempurna. Louis E. Lebar mengatakan, sebagai guru Yesus berasal dari Allah.

Yesus adalah Sang Firman yang menjadi manusia, berasal dari Allah dan memiliki sifat ilahi. Namun Yesus mengalami inkarnasi menjadi manusia, untuk melaksanakan tugas sebagai Mesias. Yesus dalam rupa Allah mengambil rupa manusia, mengalami pengosongan diri artinya tidak menggunakan kapasitasnya sebagai Allah, namun rela menghambakan diri menjadi pelayan. Inilah sifat atau karakter Yesus sebagai pemimpin dalam sejarah dunia. 

Yesus telah mengosongkan diri mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dalam hal ini Yesus menjadi teladan bagaimana dari keilahian-Nya yang penuh kuasa, kemuliaan dan kemahahadiran, tetapi mengambil tempat sebagai manusia, untuk dapat menolong manusia yang berdosa. Pada hakikatnya Yesus Kristus selalu adalah Allah (Yohanes 1: 1; Yohanes 8: 58; 17: 24; Kolose 1: 15-17), Pengosongan diri Yesus ini tidak sekadar berarti secara sukarela menahan diri untuk menggunakan kemampuan dan hak istimewa Ilahi-Nya, tetapi juga menerima penderitaan, kesalahpahaman, perlakuan buruk, kebencian dan kematian yang terkutuk di salib. 

Yesus pada hakikatnya adalah Allah. Itu berarti Ia memiliki sifat-sifat ilahi. Kesetaraan dengan Allah itu tidak dianggap sebagai ”rampasan” (yang perlu dipertahankan, atau perlu direbut). Kesetaraan itu bukan mengenai zat atau hakikat sebab kalimat ”dalam rupa Allah” berarti tidak dapat ditinggalkan, tetapi mengenai kesetaraan kehormatan, hakikat yang menyatakan dirinya di luar dan diakui. 

Kristus dapat mempertahankan dan menuntut kehormatan itu juga dalam keadaan-Nya sebagai manusia. Yesus sebagai teladan pemimpin memiliki pikiran yang sehat dan perasaan yang penuh dengan belas kasihan. Keberhasilan pemimpin rohani tidak bergantung kemampuan, kharisma atau pengalaman tetapi tergantung pada kehidupan batiniah.

Kesimpulan: 

Keteladanan Yesus dalam Kepemimpinan memberikan kita landasan yang kuat untuk memahami esensi dari pelayanan dan kepemimpinan yang sejati. Melalui pengajaran Paulus kepada jemaat di Filipi 2:2-8, kita diajak untuk meneladani sikap-sikap Kristus, seperti kesatuan dalam kasih, rendah hati, dan pengorbanan tanpa pamrih. 

Dengan mengikuti teladan Yesus, kita dapat menjadi pemimpin yang menginspirasi dan melayani dengan penuh kasih kepada sesama, menghasilkan dampak yang positif dalam kehidupan orang lain, dan memuliakan Allah. Semoga kita semua dapat terus memperkaya kepemimpinan kita dengan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Yesus Kristus.
Next Post Previous Post