Inisiatif Allah dalam Janji Pemulihan: Yehezkiel 37:1-6

Pendahuluan:

Teks Yehezkiel 37:1-6 adalah potret kuat akan inisiatif Allah dalam memulihkan umat-Nya. Dalam bagian ini, kita melihat bagaimana Allah mengambil langkah pertama untuk membawa umat Israel kembali kepada-Nya. Mulai dari penghampiran-Nya kepada Yehezkiel, penempatan dalam lembah tulang kering, hingga perintah untuk bernubuat kepada tulang-tulang tersebut, semuanya adalah bagian dari rencana Allah untuk menghidupkan kembali umat-Nya. 
Inisiatif Allah dalam Janji Pemulihan: Yehezkiel 37:1-6
Ayat yang meneguhkan, "Kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN" (Yehezkiel 37:6), menjadi landasan kuat yang menunjukkan kesetiaan dan kasih Allah yang tak berubah. Mari kita telaah lebih dalam pesan dan makna di balik teks yang penuh makna ini.

Allah Memberikan Inisiatif Janji Pemulihan 

Teks Yehezkiel 37:1-6 menampilkan secara kuat tentang inisiatif Allah untuk memulihkan umat-Nya. Dimulai dari Allah yang menghampiri Yehezkiel (Yehezkiel 37:1a), menempatkan Yehezkiel di sebuah lembah penuh tulang kering ( Yehezkiel 37:1b), perintah dari Allah kepada Yehezkiel untuk bernubuat kepada tulang-tulang kering (Yehezkiel 37: 4-6); ke semuanya itu semata-mata datang dari pihak Allah. 

Tulang-tulang kering tersebut hendak disamakan oleh Allah sebagai gambaran kaum Israel. Keadaan mereka kini di negeri pembuangan digambarkan sendiri oleh Allah sebagai tulang-tulang yang kering. Sehingga ketika Allah menghendaki Yehezkiel bernubuat kepada tulang-tulang kering tersebut supaya hidup, maka demikian pula Allah berjanji supaya Israel dapat hidup, bangkit, serta dipulihkan dari kondisi pembuangan di Babel.

Janji pemulihan dari Allah datang kepada umat yang berdosa di pembuangan Babel, hal ini menunjukkan bahwa semua kemurahan Allah didasarkan pada inisiatif Allah dan demi nama-Nya yang kudus ; Akulah TUHAN). Bahkan tampak nyata pada teks tersebut bahwa pemberian janji pemulihan oleh Allah tidak menunggu pertobatan, ketaatan, dan perjanjian setia dari bangsa Israel di pembuangan saat itu. 

Purwonugroho dan Zaluchu dalam hal ini mengungkapkan bahwa dalam konteks perjanjian Allah dengan Israel, Allah secara sepihak menyatakan perjanjian itu dengan mengikat diri-Nya untuk memenuhi setiap item kesepakatan karena Allah mengerti sifat-sifat Israel yang mudah berubah dan mengingkari perjanjian. Inisiatif Allah dapat dikatakan sebagai dasar dari semua perbuatan yang ditampilkan oleh Allah pada teks Yehezkiel 37:1-6. Inisiatif merupakan hal pertama yang ada pada Allah untuk mendemonstrasikan kasih-Nya kepada umat Israel. Allah mengambil inisiatif untuk mengasihi umat-Nya di pembuangan Babel.

Pengungkapan frasa “kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN” pada Yehezkiel 37:6 bagi umat yang sedang mengalami pembuangan tentu sangat melegakan bagi mereka. Eksistensi Allah yang penuh kasih akhirnya muncul setelah sepanjang pasal 1-24, pemberitaan dari Allah selalu bernada keras dan penghukuman. 

Sangat mungkin bagi persepsi orang Israel pada saat itu bahwa kasih Allah seolah terhenti karena Allah sudah menghukum mereka dan menyerahkan mereka kepada bangsa Babel, namun sesungguhnya pada teks Yehezkiel 37:1-6 tampak nyata bahwa Allah berinisiatif melanjutkan kasih-Nya dengan memanggil umat-Nya kembali untuk dipulihkan. Allah sejatinya menunjukkan bahwa Ia tak pernah berhenti mengasihi umat-Nya, namun merekalah yang sering menjauh dari kasih Allah.

Kalau dicermati isi Alkitab, maka dapat dilihat bahwa inisiatif untuk menyelamatkan dan memulihkan selalu datang dari Allah dan tidak pernah dari manusia. Kapojos dan Wijaya mengungkapkan bahwa inisiatif Allah ini selalu berkaitan dengan kasih setia Allah. Ini merupakan natur dari Allah yang tidak bisa dibatalkan dan tidak bisa dihilangkan. 

Sebagai contoh inisiatif Allah yang berhubungan dengan kasih setia Allah adalah ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah-lah yang mendatangi mereka. Allah juga yang memanggil Abraham dan menjanjikan berkat-berkat. Allah yang memanggil Musa untuk menyelamat kan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir, bahkan Allah juga yang mengutus para Nabi untuk menegur dan membawa bangsa Israel kembali taat kepada-Nya. Dan puncaknya, Allah yang mengutus Yesus Kristus untuk menjadi Juru Selamat umat manusia

Relevansinya bagi masa kini dalam kaitan dengan Allah yang memberikan inisiatif janji pemulihan, yakni setiap orang percaya dituntut untuk mengingat dan merenungkan janji Allah yang ada di Alkitab. Bila setiap orang percaya tekun merenungkan janji-janji Allah, maka janji-janji itu akan meresap dalam kehidupan setiap hari, dan akibatnya, pikiran dan hati setiap orang percaya senantiasa diisi dengan kehendak Bapa dan setiap orang percaya dapat tetap kuat serta tidak khawatir dalam menghadapi setiap persoalan hidup. Senantiasa mengingat dan merenungkan janji Allah tentu juga akan memberikan kekuatan dan penghiburan bagi setiap pelayan Tuhan untuk terus maju dalam melayani Allah.

Allah Bertindak dalam Sejarah Penyelamatan

Ketika Allah mengucapkan frase “kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN” pada Yehezkiel 37:6 dalam rangka pemulihan dan pembebasan Israel di pembuangan Babel, maka ini merupakan pernyataan yang senada dengan yang Allah gunakan saat membebaskan Israel dari perbudakan Mesir (bdk. Keluaran 6:6). Ini tentunya tak ubahnya pengulangan pernyataan yang mengingatkan sekaligus meneguhkan orang Israel di pembuangan Babel bahwa Allah yang sama senantiasa menunjukkan karya penyelamatan-Nya di sepanjang sejarah Israel, baik itu di zaman Musa maupun di zaman pembuangan di negara Babel.

Frasa “kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN” muncul pertama kali dalam Alkitab yaitu pada kitab Keluaran (Keluaran 6:6; 7:17; 8:22; 10:2; 16:12; 29:46; 31:13). Kitab Keluaran dan Yehezkiel juga dihubungkan oleh peristiwa serupa dalam hidup penulisnya, yaitu Musa dan Yehezkiel. 

Kedua nabi ditugaskan oleh Allah untuk pergi kepada orang-orang Israel yang sedang berada di negeri asing, dan baik Musa serta Yehezkiel memiliki tugas utama memperkenalkan kembali siapa sebenarnya Allah yang benar. Mereka berdua sama-sama menghadapi bangsa Israel yang tegar tengkuk yang harus diberitakan bahwa Allah akan membawa mereka dari pembuangan mereka dan memimpin mereka sebagai umat-Nya kembali ke tanah yang dijanjikan kepada nenek moyang mereka.

Pada kenyataannya, Allah yang membuat diri-Nya hadir dalam sejarah Israel dalam sejumlah cara dan sarana tak terbatas, dan pada saat yang sama menjanjikan keselamatan bagi Israel. Itulah yang dilakukan Allah dalam kitab Yehezkiel dan Keluaran. Pada awal pewahyuan Perjanjian Lama, peristiwa-peristiwa independen keluaran dari Mesir sampai kepada masuk ke tanah perjanjian adalah pengalaman yang menentukan. 

Peristiwa-peristiwa ini menandai kelahiran Israel sebagai umat Allah dan pada saat yang sama menyatakan Allah sebagai Allah yang setia memenuhi janji-Nya kepada Abraham (Kejadian 17:3-8). Ratusan tahun kemudian saat umat-Nya terasing di negeri Babel, Allah tak berubah, Ia tetap menjanjikan keselamatan dan pemulihan dengan diikuti pernyataan frase yang sama: “kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN” (Yehezkiel 37:6). 

Melalui frase tersebut Allah hendak mengingatkan dan menegaskan kepada orang Israel bahwa Ia adalah Allah yang sama ketika membebaskan nenek moyang mereka dari Mesir dan kini Allah tetap setia terhadap janji-Nya dalam sejarah keselamatan Israel.

Dari setiap peristiwa di Keluaran ketika Allah mengucapkan frase “kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN (Keluaran 6:6; 7:17; 8:22; 10:2; 16:12; 29:46; 31:13) hingga kini frase tersebut diucapkan Allah kembali di lembah yang penuh tulang kering (Yehezkiel 37:6), pada hakekatnya terlihatlah suatu benang merah berita inti, yaitu Allah adalah pribadi yang penuh kasih dan setia bertindak dalam sejarah penyelamatan Israel. 

Israel yang kerap jatuh bangun terhadap dosa dan mendukakan hati Allah, namun Allah tetap senantiasa memberikan pengharapan baru; dan pada generasi yang berbeda dari orang Israel, Alkitab mencatat bahwa Allah selalu menjanjikan keselamatan dan pemulihan.

Relevansinya bagi masa kini dalam kaitan dengan Allah yang bertindak dalam sejarah keselamatan, yakni orang percaya dituntut untuk mampu bersyukur dalam segala situasi. Bagi setiap orang percaya, sikap bersyukur atas janji Allah tentu memberikan kekuatan dan kemampuan untuk menerima dengan penuh sukacita janji Allah tersebut dalam setiap keadaan. 

Ketika orang percaya tidak mengerti maksud dan kapan waktu penggenapan dari janji Allah, namun saat janji Allah tersebut disyukuri, maka ini merupakan bentuk dari tanggapan positif dan kepercayaan kepada Allah. Oleh sebab itu dalam situasi sulit sekalipun, setiap orang percaya tidak perlu bersungut-sungut, menyalahkan, menghujat dan mengutuk Allah, melainkan harus tetap tenang dalam situasi apapun, bersukacita, serta mempunyai sikap hati dan sikap hidup yang bersyukur, karena setiap orang percaya punya pegangan yang kokoh, yakni janji Tuhan yang telah terbukti dalam sejarah keselamatan

Allah Memberikan Jaminan dalam Janji-Nya

Sejarah Israel, bagaimanapun merupakan catatan panjang atas ketidaksetiaan Israel terhadap Allah, termasuk dalam kitab Yehezkiel dikisahkan mereka menjadi orang-orang buangan yang dalam keadaan putus pengharapan di Babel. Meskipun demikian, hal itu tidak berarti Allah menolak dan berpaling dari bangsa Israel. Justru sebaliknya, melalui gambaran dan nubuatan Allah yang membangkitkan tulang-tulang kering, Israel patut bersyukur karena Allah telah jaminan untuk memulihkan keadaan Israel. 

Hal ini tentu menjadi angin sejuk bagi bangsa Israel, yang dalam situasi pembuangan bisa jadi mereka mempertanyakan penyertaan Tuhan. Terkait dengan jaminan pemulihan Allah dalam Perjanjian Lama, Setyo Utomo dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang mulia seperti: penuh kasih, setia, memiliki pikiran, perasaan, kehendak, serta pengetahuan yang terintegrasi dengan seluruh rencana Agung-Nya, sehingga ketika Allah memutuskan untuk mengasihi suatu bangsa, maka Allah akan terus bertanggung jawab dan memelihara apa yang dikasihi oleh-Nya.

Bagi orang Israel di pembuangan Babel, tentu saja keadaan mereka bagaikan ditinggalkan oleh Allah secara permanen dan bahwa tidak ada harapan untuk mereka atau keturunan mereka. Hal ini juga mungkin bahwa mereka percaya bahwa perjanjian dengan Allah telah rusak. Gambaran kesuraman dari tulang-tulang kering yang tercerai berai di lembah tentu menyiratkan hal ini. 

Kondisi ini tentunya menggambarkan kesedihan ekstrem dan kesuraman yang dialami oleh orang Israel di pembuangan Babel. Ini juga menggambarkan mengapa Tuhan merasa perlu untuk memberitakan harapan yang besar kepada umat-Nya melalui nabi Yehezkiel seperti yang ia lakukan melalui rencana dan janji-Nya yang di nubuatkan kepada tulang-tulang kering tersebut supaya hidup

Janji adalah pernyataan yang memaklumkan suatu realitas yang belum di tangan. Janji pemulihan menyatakan masa depan yang baru, dan jika Allah yang mengucapkan sebuah janji, maka masa depan yang baru sudah hadir dalam Firman yang Ia ucapkan. Itu berarti bahwa masa depan bukan hasil dari kemungkinan-kemungkinan yang sudah ada, tetapi itu berasal dari kepastian kreatif Allah. Firman Allah itu memiliki kekuatan ganda: noetik dan dinamic. 

Ia mengungkapkan pikiran, niat dan keputusan, sekaligus melaksanakan apa yang dipikirkan, diinginkan dan diputuskan. Demikianlah Firman Allah, sekaligus noetik dan dinamic: itu adalah janji Allah dan pemenuhan Allah, itu adalah proklamasi dan realisasi rencana keselamatan Allah. Ketika Allah mengucapkan sebuah janji lewat Firman-Nya, maka harusnya tidak ada sebuah keraguan dari pihak penerima janji, karena sepanjang sejarah peristiwa di Alkitab telah terbukti bahwa Allah setia terhadap janji-Nya.

Demikianlah Allah merencanakan suatu pemulihan persekutuan bagi umat-Nya yang telah hidup dalam kenajisan. Untuk itu Allah tidak membuang dan mengganti umat-Nya dengan umat lain yang mungkin secara etis moral lebih baik. Umat Israel yang telah hidup najis tetap dicintai Allah dengan kasih-Nya yang tidak pernah berubah. Bilamana saat itu Allah memorak-porandakan umat-Nya dan membuangnya ke Babel karena menajiskan nama Allah, maka kini Allah berjanji akan memulihkan mereka dan bahkan suatu saat akan mengumpulkan mereka kembali di tanah perjanjian. 

Hal ini nantinya tampak nyata dalam kitab Ezra dan Nehemia ketika bangsa Israel dapat kembali ke tanah asal mereka, dan bahkan pada waktu itu Allah segera menghendaki dibangunnya kembali Bait Allah. Pembangunan kembali Bait Allah nantinya memang sangat penting bagi Israel, sebab Allah dan persekutuan kepada-Nya adalah poros kehidupan bangsa Israel, selaku umat Allah.

Relevansinya bagi masa kini dalam kaitan dengan Allah memberikan jaminan dalam janji-Nya yakni orang percaya dituntut untuk percaya sepenuhnya kepada janji Allah. Allah adalah sempurna, maka setiap ucapan Allah yang menyatakan janji kepada kepada umat-Nya pasti akan digenapi. Tidak ada janji yang sempurna di dunia ini, terkecuali hanya janji Allah yang sempurna. 

Salah satu kunci hidup ber kemenangan adalah percaya pada janji Allah dengan tidak dipenuhi oleh keraguan, sebab kebimbangan membuat seseorang tidak mendapatkan apa pun. Bagi setiap orang percaya, kepercayaan kepada janji Allah seharusnya tampak dalam keteguhan mereka untuk selalu berpegang terhadap janji-Nya dan tetap setia kepada Allah apa pun keadaannya. Bahkan ketika sekalipun orang percaya tidak lagi menjumpai alasan logis untuk tetap berpegang pada janji-Nya, mereka tak perlu khawatir dan bimbang, melainkan harus tetap sepenuh hati percaya kepada Allah

Kesimpulan

Dari Yehezkiel 37:1-6, kita belajar tentang inisiatif Allah yang penuh kasih dalam memulihkan umat-Nya. Allah tidak menunggu manusia bertobat atau setia, tetapi dengan penuh kasih-Nya, Dia menawarkan janji pemulihan kepada Israel di masa pembuangan di Babel. Frase penting, "Kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN" (Yehezkiel 37:6), mengingatkan kita akan kekuasaan dan kesetiaan Allah yang tak tergoyahkan. 

Bagi setiap orang percaya, janji-janji-Nya adalah pegangan yang kokoh dalam menghadapi kehidupan. Mari kita terus mengingat dan merenungkan janji Allah, karena di dalamnya terdapat kekuatan, harapan, dan jaminan yang tak tergoyahkan. Semoga kita semua dapat hidup dalam ketaatan dan kepercayaan kepada Allah yang setia dalam sejarah penyelamatan-Nya.
Next Post Previous Post