Hikmah tentang Kekayaan dan Kecukupan: 1 Timotius 6:6-9

Pendahuluan:

Surat pertama kepada Timotius, yang merupakan bagian dari Perjanjian Baru dalam Alkitab, memberikan petunjuk yang sangat relevan tentang kekayaan dan kecukupan. Dalam pasal keenam, Paulus menyoroti pentingnya iman yang sejati dalam menghadapi masalah-masalah ini. Mari kita eksplorasi bersama ajaran-ajaran berharga dari 1 Timotius 6:6-9 ini, yang memberikan panduan yang bermakna bagi hidup kita sebagai orang percaya di zaman ini.
Hikmah tentang Kekayaan dan Kecukupan: 1 Timotius 6:6-9
1. Pertama, untuk memperoleh keuntungan maka seseorang harus memiliki iman yang mensyukuri kehidupannya. 

1 Timotius 6:6 berkata “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.” Dalam bahasa Yunani: ἔστιν δὲ πορισμὸς μέγας ἡ εὐσέβεια μετὰ αὐταρκείας: (estin de porimov megav h eusebeia meta autarkeiav). Kata “Ibadah” menggunakan kata εὐσέβεια (eusebeia) tidak hanya memiliki arti sebagai suatu ritual keagamaan tetapi juga merupakan perbuatan-perbuatan atau hidup saleh yang dilakukan oleh manusia.

Kata “cukup” menggunakan kata αὐταρκείας (autarkeiav) juga memiliki makna lain yaitu 

(1) kondisi kehidupan yang sempurna di mana tidak ada bantuan atau dukungan yang diperlukan, 

(2) kecukupan kebutuhan hidup, 

(3) pikiran yang puas dengan bagiannya, kepuasan. Frasa “Kalau disertai rasa cukup,” ungkapan ini pada dasarnya tidak menyiratkan kebanggaan diri, melainkan kecukupan yang didukung oleh Roh Kudus yang tidak datang dari keadaan atau sumber daya pribadi, tetapi dari ketergantungan kepada Tuhan di dalam Kristus.

Selanjutnya, frasa “memberi keuntungan” menggunakan kata πορισμὸς (porimov) dari akar kata poros yang berarti “cara, sarana, pengadaan” yang diimplikasikan sebagai “mendapatkan uang.” Kata “besar” menggunakan kata μέγας (megav) tidak hanya memiliki arti “besar” saja, melainkan “sangat besar,” “dahsyat,” dan “yang mengherankan.” 

Frasa “Keuntungan besar,” kata-kata ini tampaknya memiliki arti yang sama, “cara memperoleh keuntungan,” “sarana untuk mendapatkan nafkah,” yang membuat ayat ini lebih bisa dipahami

2. Kedua, tidak ada satu pun pribadi manusia yang membawa apa pun atau bisa membawa apa pun ketika dilahirkan dan pada saat kematiannya. 

Pada 1 Timotius 6: 7, “Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar”. Terjemahan teks Yunani berkata οὐδὲν γὰρ εἰσηνέγκαμεν εἰς τὸν κόσμον, ὅτι οὐδὲ ἐξενεγκεῖν τι δυνάμεθα: (ouden gar eishnegkamen eiv ton kosmon oti oude exenegkein ti dunameya). Hal yang menarik di sini adalah terletak pada kata “tidak” pada frasa “tidak membawa” dan kata “tidak” pada frasa “tidak dapat membawa.” Kata “tidak” di ayat ini menggunakan kata bahasa Yunani “oude” yang berarti bukan saja “tidak” tetapi “tidak ada seorang pun.”

Jadi 1 Timotius 6:7 ini bila ditafsirkan berdasarkan bahasa aslinya maka bunyinya seperti ini, “Sebab tidak ada seorang pun membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan tidak ada seorang pun dapat membawa apa-apa ke luar” sehingga jelas bahwa tidak ada satu pun pribadi manusia yang membawa apa pun atau bisa membawa apa pun ketika dilahirkan dan pada saat kematiannya.

3. Ketiga, orang percaya hendaknya merasa puas dengan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan papan sebab kemampuan untuk bertahan hidup cukup dengan adanya makanan dan pakaian. 

1 Timotius 6:8 berkata “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.” Terjemahan teks Yunani berkata ἔχοντες δὲ διατροφὰς καὶ σκεπάσματα, τούτοις ἀρκεσθησόμεθα (econtev de diatrofav kai skepasmata toutoiv arkesyhsomeya). Kata “cukuplah” di sini berbeda dengan kata “cukup” pada 1 Timotius 6:6.

Kata “cukuplah” menggunakan bahasa Yunani ἀρκεσθησόμεθα (arkesyhsomeya) dari akar kata “arkeo” yang berarti “bertahan,” dan “dipuaskan.” Jadi 1 Timotius 6:8 ini bila ditafsirkan berdasarkan bahasa aslinya maka bunyinya seperti ini, “Asal ada makanan dan pakaian, pasti bisa bertahan/pasti puas.” 

Kata “cukuplah” juga menunjukkan bahwa orang percaya hendaknya merasa puas dengan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan papan. Jikalau kebutuhan keuangan khusus muncul, maka harus berharap kepada Allah untuk menyediakannya, sementara manusia terus bekerja, membantu orang lain yang memerlukan pertolongan, dan melayani Tuhan dengan pemberian menurut kerelaan hati.

4. Keempat, orang percaya tidak boleh menginginkan kekayaan karena akan membuatnya terjatuh ke dalam pencobaan. 

Dalam 1 Timotius 6:9, Paulus mengembangkan gagasan tentang kebodohan orang-orang yang berfokus pada mengumpulkan kekayaan sebagai tujuan hidup. Frasa “tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam percobaan,” menunjukkan orang-orang yang mengambil banyak untuk dirinya sendiri karena keserakahan akan hal-hal duniawi, kekuasaan, dan popularitas. Kata “pencobaan” di sini adalah berasal dari kata Yunani “peirasmos.”

Frasa “ke dalam jerat,” istilah ini menggambarkan tiga varian yakni: 

(1) perangkap, 

(2) perangkap-perangkap, dan 

(3) jerat iblis. 

Frasa “keruntuhan dan kebinasaan” menunjukkan bahwa konsep ini digunakan beberapa kali dalam PB (Matius 7:13; Roma 9:22) yang menunjukkan metafora untuk penghentian kehidupan fisik secara kejam. Sehingga ayat ini menunjukkan bahwa manusia boleh saja menjadi kaya (karena Tuhan menghendakinya demikian) tetapi manusia tidak boleh menginginkan kekayaan. Kekayaan adalah bonus dari Tuhan. Jika manusia mengejar kekayaan maka yang terjadi adalah terjatuh ke dalam pencobaan

5. Kelima, uang bukan sumber masalahnya tetapi cinta uang itulah yang menjadi sumber masalah. 

Cinta uang setara dengan penyembahan berhala dan menuntun orang menjauh dari pengharapan sejati orang Kristen. Orang Yunani tidak memiliki definite article dengan “akar,” yang berarti itu adalah salah satu dari banyak masalah (2 Timotius 2:25-26; 3:2-5, 7-9). Uang adalah alat, bukan tujuan. Uang bisa menjadi ilah (mamon).

Terjemahan NASB, seperti juga NKJV dan NRSV, mencoba untuk melunakkan hiperbola bahasa Yunani ini (har. “sebab akar dari semua kejahatan”) dengan menambahkan “berbagai” (NKJV, NRSV, “jenis”). Uang bukan satu-satunya godaan, tetapi merupakan salah satu yang penting (1 Timotius 3:3). 

Frasa “Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman” menunjukkan konteks bahwa guru-guru palsu telah meninggalkan iman dan mencoba untuk mempengaruhi orang lain.

Keserakahan dan eksploitasi finansial adalah karakteristik berulang dari guru-guru palsu. Jika uang menjadi terutama, maka akan menjadi ilah. Mamon di dalam Matius 6:24 yang dikapitalisasi di NASB karena diasumsikan mencerminkan gelar dewa uang dari Syria. 

Cinta uang bisa menjadi penyembahan berhala. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bencana dalam kehidupan ini dan selanjutnya. Cinta uang setara dengan penyembahan berhala (Kolose 3:5; Efesus 5:5; 1 Yohanes 2:15) dan menuntun orang menjauh dari pengharapan sejati orang Kristen

Kesimpulan:

Dari surat pertama kepada Timotius pasal keenam, kita belajar banyak tentang sikap yang seharusnya dimiliki oleh orang percaya terhadap kekayaan dan kecukupan. Paulus dengan tegas mengingatkan bahwa kekayaan bukanlah tujuan utama, dan bahwa cinta uang dapat menjadi akar dari berbagai kejahatan. Kita juga diajak untuk memahami bahwa kecukupan hidup sejati datang dari iman yang teguh kepada Tuhan, bukan dari harta atau kekayaan materi.

Pesan ini tetap relevan bagi kita hari ini, di tengah-tengah masyarakat yang sering kali terjerat dalam keserakahan dan obsesi terhadap materi. Sebagai orang percaya, kita diajak untuk mensyukuri kehidupan, merasa cukup dengan apa yang kita miliki, dan menghindari godaan untuk menginginkan kekayaan yang berlebihan. Dengan demikian, kita dapat hidup dengan tulus dan memberkati, mengutamakan kerohanian daripada hal-hal duniawi.

Semoga ajaran-ajaran dari 1 Timotius 6:6-9 menjadi panduan yang bermakna bagi kita dalam menghadapi tantangan-tantangan kehidupan sehari-hari, sehingga kita dapat hidup dalam keseimbangan yang sejati antara iman dan kekayaan duniawi.
Next Post Previous Post