Efesus 2:11-12 - Tujuh Posisi Orang Non-Yahudi Secara Alami

Pendahuluan:

Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus menggambarkan kondisi rohani orang-orang non-Yahudi atau kafir sebelum mereka menerima Kristus. Khususnya dalam Efesus 2:11-12, Paulus menyebutkan posisi orang-orang kafir (Non-Yahudi) ini dalam tujuh aspek yang memperlihatkan betapa jauhnya mereka dari perjanjian Allah dan anugerah-Nya sebelum mereka dipersatukan di dalam Kristus.
Efesus 2:11-12 - Tujuh Posisi Orang Non-Yahudi Secara Alami
Artikel ini akan membahas tujuh posisi tersebut secara rinci dan bagaimana setiap aspek tersebut menggambarkan keadaan orang-orang kafir sebelum menerima Injil.

1. Tanpa Kristus (Efesus 2:12)

Posisi pertama yang Paulus sebutkan adalah bahwa orang-orang kafir "tanpa Kristus." Dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan untuk "tanpa" adalah "choris," yang berarti terpisah atau tanpa hubungan. Orang-orang kafir, sebelum mengenal Kristus, tidak memiliki bagian dalam pengharapan akan Mesias yang telah dijanjikan kepada bangsa Israel. Mereka hidup tanpa pengetahuan atau relasi dengan Juruselamat yang dijanjikan yang akan datang untuk menebus dosa-dosa umat manusia.

Ketidakhadiran Kristus dalam kehidupan mereka berarti bahwa mereka juga tidak memiliki akses kepada kehidupan kekal, kedamaian sejati, dan pendamaian dengan Allah. Kristus adalah pusat dari segala berkat rohani, dan tanpa Dia, orang-orang kafir berada dalam keadaan mati secara rohani, terpisah dari kehidupan yang ada di dalam Allah, dan berada dalam kondisi yang penuh kebingungan dan tanpa arah yang benar. Kehidupan tanpa Kristus ini menunjukkan kebutuhan mendesak akan pemberitaan Injil kepada semua bangsa agar mereka dapat menemukan harapan dan keselamatan yang hanya ada di dalam Kristus.

2. Jauh dari Kewargaan Israel

Paulus melanjutkan dengan menyatakan bahwa orang-orang kafir adalah "jauh dari kewargaan Israel." Bangsa Israel adalah bangsa yang dipilih oleh Allah, di mana mereka memiliki hak istimewa sebagai penerima perjanjian-perjanjian, hukum, dan janji-janji Allah. Sebagai bangsa yang berada di luar Israel, orang-orang kafir tidak memiliki bagian dalam hak-hak kewargaan ini. Mereka adalah orang luar, tidak memiliki hak-hak istimewa atau akses terhadap berkat-berkat rohani yang dimiliki oleh Israel.

Keterasingan dari kewargaan Israel menunjukkan bahwa orang-orang kafir tidak memiliki hubungan khusus dengan Allah yang diatur oleh perjanjian-perjanjian yang diberikan kepada Abraham dan keturunannya. Mereka berada di luar komunitas yang memiliki akses langsung kepada Allah, dan karena itu, mereka kehilangan berkat-berkat yang dijanjikan oleh Allah kepada umat-Nya. Posisi ini menggambarkan betapa jauhnya mereka dari kasih karunia Allah sebelum mereka dipersatukan dengan Kristus.

3. Asing dari Perjanjian-perjanjian yang Memuat Janji

Selanjutnya, Paulus menggambarkan orang-orang kafir sebagai "asing dari perjanjian-perjanjian yang memuat janji." Perjanjian-perjanjian ini merujuk pada berbagai perjanjian yang Allah buat dengan bangsa Israel, terutama perjanjian Abraham, Musa, dan Daud. Perjanjian-perjanjian ini berisi janji-janji tentang berkat, tanah, keturunan, dan kedatangan Mesias yang akan memerintah selamanya. Namun, orang-orang kafir, yang tidak termasuk dalam perjanjian ini, tidak memiliki bagian dalam janji-janji tersebut.

Sebagai orang asing dari perjanjian-perjanjian ini, orang-orang kafir tidak memiliki klaim atas janji-janji Allah yang merupakan sumber pengharapan dan kekuatan bagi bangsa Israel. Mereka hidup dalam kegelapan, tidak mengetahui bahwa ada janji-janji Allah yang menantikan penggenapan-Nya. Posisi ini menunjukkan betapa pentingnya Injil yang membawa orang-orang kafir kepada kesadaran akan janji-janji Allah dan memungkinkan mereka untuk menjadi penerima berkat-berkat tersebut melalui iman kepada Kristus.

4. Tanpa Pengharapan (Efesus 2:12)

Orang-orang kafir juga digambarkan sebagai "tanpa pengharapan." Pengharapan adalah elemen penting dalam iman Kristen, yang didasarkan pada janji-janji Allah dan kepastian akan hidup yang kekal. Bangsa Israel memiliki pengharapan akan penggenapan janji-janji Allah, terutama kedatangan Mesias. Namun, orang-orang kafir, yang tidak memiliki akses kepada janji-janji tersebut, hidup tanpa pengharapan yang nyata.

Ketiadaan pengharapan ini tidak hanya menyangkut masa depan tetapi juga mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Orang-orang kafir hidup dalam ketidakpastian dan keputusasaan, tanpa arah atau tujuan yang jelas. Mereka tidak memiliki pengharapan akan keselamatan atau pembebasan dari kehidupan yang penuh dosa dan penderitaan. Kondisi tanpa pengharapan ini menekankan kebutuhan mendesak akan berita Injil yang membawa pengharapan baru melalui iman kepada Yesus Kristus.

5. Tanpa Allah di Dunia Ini (Efesus 2:12)

Paulus kemudian menyatakan bahwa orang-orang kafir adalah "tanpa Allah di dunia ini." Kata "atheos" yang digunakan dalam bahasa Yunani menunjukkan bahwa meskipun orang-orang kafir mungkin memiliki banyak dewa, mereka sebenarnya hidup tanpa pengenalan akan Allah yang sejati dan hidup. Para dewa yang mereka sembah adalah berhala-berhala buatan manusia yang tidak memiliki kekuatan untuk menyelamatkan atau memberikan kehidupan.

Kehidupan tanpa Allah di dunia ini berarti bahwa orang-orang kafir hidup dalam keadaan terputus dari sumber kehidupan yang sejati. Mereka tidak memiliki hubungan dengan Allah yang menciptakan mereka dan memelihara alam semesta. Kondisi ini juga menunjukkan ketidakberdayaan mereka dalam menghadapi tantangan dan kesulitan hidup, karena mereka tidak memiliki pertolongan dari Allah yang sejati. Pemberitaan Injil kepada orang-orang kafir membuka jalan bagi mereka untuk mengenal Allah yang sejati dan menerima hidup yang kekal melalui Yesus Kristus.

6. Jauh dari Allah

Paulus juga menggambarkan orang-orang kafir sebagai "jauh dari Allah." Ungkapan ini menggambarkan jarak yang besar antara orang-orang kafir dengan Allah. Bangsa Israel, melalui hukum Taurat, bait suci, dan para nabi, memiliki sarana untuk mendekat kepada Allah. Namun, orang-orang kafir berada jauh dari pusat penyembahan dan hubungan dengan Allah, baik secara geografis maupun spiritual.

Baca Juga: Efesus 2:8-10 - Bagaimana Manusia Diselamatkan 

Kejauhan ini tidak hanya bersifat fisik tetapi juga rohani. Orang-orang kafir tidak memiliki akses kepada pengajaran dan wahyu Allah yang diberikan kepada bangsa Israel. Mereka jauh dari kasih karunia Allah, hidup dalam kegelapan dan kebutaan rohani. Posisi ini menunjukkan betapa mendesaknya kebutuhan akan Injil yang dapat membawa orang-orang kafir mendekat kepada Allah dan menerima anugerah keselamatan melalui Yesus Kristus.

7. Anak-anak yang Dimurkai

Terakhir, Paulus menggambarkan orang-orang kafir sebagai "anak-anak yang dimurkai" (Efesus 2:3). Istilah ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir berada di bawah hukuman Allah karena dosa-dosa mereka. Seperti semua manusia yang lahir dalam dunia yang jatuh dalam dosa, orang-orang kafir mewarisi sifat dosa yang menjadikan mereka obyek murka Allah yang adil.

Sebagai anak-anak yang dimurkai, orang-orang kafir hidup dalam kondisi yang terancam oleh hukuman kekal dan pemisahan abadi dari Allah. Tanpa intervensi ilahi, mereka tidak memiliki harapan untuk melepaskan diri dari murka Allah. Namun, melalui Injil, mereka ditawarkan jalan keluar dari kondisi ini melalui iman kepada Yesus Kristus, yang menanggung murka Allah di kayu salib untuk memberikan pengampunan dan kehidupan baru kepada semua yang percaya kepada-Nya.

Kesimpulan

Tujuh posisi orang-orang kafir secara alami menurut Efesus 2:11-12 menggambarkan kondisi rohani mereka sebelum mengenal Kristus. Mereka tanpa Kristus, jauh dari kewargaan Israel, asing dari perjanjian-perjanjian yang memuat janji, tanpa pengharapan, tanpa Allah di dunia ini, jauh dari Allah, dan anak-anak yang dimurkai. Gambaran ini memperlihatkan betapa besar kasih karunia Allah yang telah membawa mereka dari kondisi yang begitu jauh dan terpisah, menuju kepada keselamatan dan persekutuan dengan Allah melalui Yesus Kristus.

Melalui pengorbanan Kristus, orang-orang kafir yang dahulu jauh kini telah dipersatukan dengan Allah dan umat-Nya. Mereka tidak lagi asing dan pendatang, tetapi warga negara dengan orang-orang kudus dan anggota keluarga Allah. Pemahaman ini menekankan betapa pentingnya pemberitaan Injil yang membawa terang kepada mereka yang hidup dalam kegelapan, sehingga mereka dapat mengalami kasih karunia dan pengampunan yang ditawarkan melalui Yesus Kristus.

Next Post Previous Post