Efesus 2:14-22 - Orang Yahudi dan Non-Yahudi Membentuk Gereja Perjanjian Baru

Pendahuluan:

Surat Paulus kepada jemaat di Efesus adalah salah satu tulisan yang paling kaya dalam teologi dan pengajaran tentang gereja, khususnya dalam hubungannya dengan posisi orang Yahudi dan non-Yahudi dalam rencana keselamatan Allah.
Efesus 2:14-22 - Orang Yahudi dan Non-Yahudi Membentuk Gereja Perjanjian Baru
Efesus 2:14-22 memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana, melalui karya Kristus, dua kelompok yang sebelumnya terpisah, yaitu Yahudi dan non-Yahudi, dipersatukan dalam satu tubuh, gereja, yang adalah Perjanjian Baru.

1. Perpecahan antara Yahudi dan Non-Yahudi

Pada zaman Yesus dan Paulus, ada perbedaan yang sangat jelas antara orang Yahudi dan non-Yahudi (atau disebut juga sebagai bangsa-bangsa lain, "Gentiles"). Orang Yahudi melihat diri mereka sebagai umat pilihan Allah, yang menerima hukum Taurat, perjanjian-perjanjian, dan janji-janji Allah. Sementara itu, orang non-Yahudi dianggap sebagai orang luar, yang tidak memiliki bagian dalam perjanjian-perjanjian ini dan yang hidup di luar lingkup keselamatan yang dijanjikan Allah.

Perpecahan ini bukan hanya bersifat budaya atau sosial, tetapi juga spiritual. Orang Yahudi memiliki akses kepada Allah melalui hukum Taurat dan bait suci, sedangkan orang non-Yahudi tidak memiliki akses yang sama dan sering dianggap najis secara rohani. Hal ini menciptakan dinding pemisah antara kedua kelompok, yang menyebabkan permusuhan dan perpecahan.

2. Kristus sebagai Pendamai

Dalam Efesus 2:14, Paulus menyatakan bahwa Kristus adalah "damai sejahtera kita." Artinya, melalui kematian-Nya di kayu salib, Kristus telah mempersatukan kedua kelompok yang sebelumnya terpisah ini. Dia telah "meruntuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan," yang memisahkan Yahudi dan non-Yahudi.

Tembok pemisah yang Paulus maksudkan di sini adalah hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, yang secara historis memisahkan orang Yahudi dari orang non-Yahudi. Kristus, dengan menggenapi hukum Taurat, menghapuskan permusuhan yang dihasilkan oleh perbedaan ini dan menciptakan perdamaian antara kedua kelompok. Kristus tidak hanya menghapus perpecahan, tetapi juga menciptakan satu manusia baru dari kedua kelompok ini, yaitu gereja.

3. Satu Manusia Baru dalam Kristus

Paulus melanjutkan dalam Efesus 2:15-16 bahwa tujuan Kristus adalah untuk "menciptakan kedua-duanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib itu, dengan melenyapkan perseteruan pada diri-Nya."

Satu manusia baru yang dimaksud di sini adalah gereja, yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan non-Yahudi yang telah ditebus oleh darah Kristus. Dalam gereja, tidak ada lagi perbedaan antara Yahudi dan non-Yahudi, karena semua orang percaya telah dipersatukan dalam satu tubuh di bawah kepala Kristus. Ini adalah konsep revolusioner, karena sebelumnya orang Yahudi dan non-Yahudi dipandang sebagai kelompok yang sangat berbeda dan terpisah.

Dengan menjadi satu manusia baru dalam Kristus, orang Yahudi dan non-Yahudi sekarang berbagi dalam warisan yang sama, janji yang sama, dan panggilan yang sama. Mereka adalah satu di dalam Kristus, tanpa diskriminasi atau perbedaan berdasarkan latar belakang etnis atau budaya. Inilah gereja Perjanjian Baru, yang terdiri dari orang-orang dari segala bangsa, yang dipersatukan oleh iman kepada Kristus.

4. Pendamaian dengan Allah melalui Salib

Penting untuk dicatat bahwa kesatuan ini bukan hanya antara Yahudi dan non-Yahudi, tetapi juga kesatuan dengan Allah. Dalam Efesus 2:16, Paulus menekankan bahwa melalui salib, Kristus telah memperdamaikan kedua kelompok ini dengan Allah. Ini berarti bahwa baik orang Yahudi maupun non-Yahudi, yang sebelumnya terpisah dari Allah oleh dosa, sekarang dapat mendekat kepada-Nya melalui pengorbanan Kristus.

Salib menjadi titik pusat dari pendamaian ini. Melalui kematian-Nya, Kristus menanggung dosa-dosa seluruh umat manusia dan membuka jalan bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang mereka, untuk kembali kepada Allah. Oleh karena itu, gereja bukan hanya komunitas yang dipersatukan secara horizontal (antara manusia), tetapi juga komunitas yang dipersatukan secara vertikal (antara manusia dan Allah).

Pendamaian ini juga berarti bahwa setiap orang percaya, baik Yahudi maupun non-Yahudi, memiliki akses yang sama kepada Allah. Mereka tidak lagi perlu melalui perantara manusia atau upacara-upacara tertentu untuk mendekat kepada Allah, karena Kristus telah menjadi pengantara yang sempurna yang memberikan akses langsung kepada Bapa.

5. Roh Kudus sebagai Penyatu

Selain Kristus sebagai pendamai, Roh Kudus juga memainkan peran penting dalam menyatukan orang Yahudi dan non-Yahudi dalam gereja. Efesus 2:18 mengatakan bahwa "karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa." Ini menunjukkan bahwa Roh Kudus bekerja dalam hati setiap orang percaya, mempersatukan mereka dalam iman dan memberi mereka akses kepada Allah.

Roh Kudus adalah agen yang aktif dalam pembentukan gereja. Dia mengerjakan regenerasi dalam hati orang percaya, menguduskan mereka, dan mempersatukan mereka dalam satu tubuh, yaitu gereja. Roh Kudus juga memberikan berbagai karunia kepada anggota-anggota gereja untuk melayani satu sama lain dan membangun tubuh Kristus.

Dalam gereja Perjanjian Baru, tidak ada perbedaan dalam penerimaan Roh Kudus antara orang Yahudi dan non-Yahudi. Setiap orang yang percaya kepada Kristus menerima Roh Kudus sebagai meterai keselamatan dan sebagai jaminan warisan yang akan datang. Ini adalah anugerah yang diberikan kepada semua orang percaya tanpa memandang latar belakang mereka.

6. Gereja sebagai Bait Allah yang Baru

Dalam Efesus 2:19-22, Paulus menggambarkan gereja sebagai bait Allah yang baru, di mana orang-orang Yahudi dan non-Yahudi dipersatukan sebagai batu-batu hidup yang membentuk bangunan rohani ini. Paulus mengatakan, "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah."

Gereja sebagai bait Allah menekankan bahwa semua orang percaya adalah bagian dari satu keluarga besar yang dipersatukan oleh iman kepada Kristus. Mereka bukan lagi orang asing atau pendatang, tetapi memiliki kewargaan dalam kerajaan Allah. Mereka adalah anggota keluarga Allah yang memiliki hak dan warisan yang sama.

Paulus melanjutkan dengan mengatakan bahwa gereja "dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru." Ini menunjukkan bahwa gereja didirikan di atas ajaran para rasul dan nabi, yang merupakan fondasi iman Kristen, dengan Kristus sebagai batu penjuru yang menyatukan seluruh bangunan.

Sebagai bait Allah, gereja juga menjadi tempat di mana Allah berdiam melalui Roh-Nya. Paulus mengatakan bahwa gereja "di dalam Dia tumbuh menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh." Ini menegaskan bahwa gereja adalah tempat di mana Allah berdiam di tengah-tengah umat-Nya, dan di mana orang percaya mengalami hadirat Allah melalui Roh Kudus.

7. Dampak Kesatuan dalam Gereja

Kesatuan yang dicapai dalam gereja antara Yahudi dan non-Yahudi memiliki dampak yang luas dalam kehidupan orang percaya dan dalam kesaksian gereja kepada dunia. Kesatuan ini menunjukkan kepada dunia bahwa di dalam Kristus, semua perbedaan dapat diatasi, dan bahwa gereja adalah komunitas yang dibangun di atas kasih, pengampunan, dan rekonsiliasi.

Baca Juga: Efesus 2:13 - Posisi Baru Orang Non-Yahudi dalam Kristus oleh Darah-Nya

Gereja sebagai tubuh Kristus dipanggil untuk mencerminkan kesatuan ini dalam kehidupan sehari-hari. Orang percaya harus hidup dalam kasih satu sama lain, tanpa memandang latar belakang mereka, dan harus bekerja sama dalam pelayanan dan misi gereja. Kesatuan ini juga menjadi kesaksian yang kuat kepada dunia bahwa Kristus adalah Pembawa damai yang sejati, yang dapat menyatukan semua orang dalam kasih-Nya.

Selain itu, gereja juga dipanggil untuk menjadi agen perdamaian dan rekonsiliasi di dunia. Gereja harus menjadi tempat di mana orang-orang dari berbagai latar belakang dapat datang dan mengalami kasih Allah, dan di mana mereka dapat dipersatukan dalam satu tubuh melalui iman kepada Kristus. Gereja harus menjadi contoh dari kesatuan yang sejati, yang melampaui segala perbedaan dan yang mencerminkan kasih Allah yang tidak bersyarat.

Kesimpulan

Efesus 2:14-22 memberikan gambaran yang luar biasa tentang bagaimana Kristus, melalui karya penebusan-Nya, telah mempersatukan orang Yahudi dan non-Yahudi dalam satu tubuh, yaitu gereja. Melalui salib-Nya, Kristus telah menghancurkan dinding pemisah yang memisahkan kedua kelompok ini, dan menciptakan satu manusia baru yang dipersatukan dalam kasih dan iman kepada-Nya.

Gereja Perjanjian Baru adalah komunitas yang terdiri dari orang-orang dari segala bangsa, yang dipersatukan oleh darah Kristus dan yang memiliki kewargaan yang sama dalam kerajaan Allah. Sebagai bait Allah yang hidup, gereja dipanggil untuk mencerminkan kesatuan ini dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi agen perdamaian dan rekonsiliasi di dunia.

Next Post Previous Post