1 Petrus 3:17-18 - Kehendak Allah dan Teladan Kristus dalam Penderitaan

 Pendahuluan:

Tema penderitaan demi kebenaran adalah benang merah yang sangat penting dalam surat 1 Petrus, terutama dalam 1 Petrus 3:17-18, di mana Petrus menekankan baik kehendak Allah maupun teladan Kristus dalam penderitaan. Dalam bagian ini, rasul Petrus berbicara kepada komunitas Kristen yang menghadapi penganiayaan dan tantangan, mendorong mereka untuk bertahan dalam kesulitan dengan berfokus pada tujuan penebusan di balik penderitaan mereka, serta menunjukkan Yesus sebagai model 
utama penderitaan yang benar.

1 Petrus 3:17-18 - Kehendak Allah dan Teladan Kristus dalam Penderitaan
Artikel ini akan menjelajahi tema-tema utama yang ditemukan dalam 1 Petrus 3:17-18, termasuk:

  • Kehendak Allah dalam penderitaan
  • Penderitaan pengorbanan Kristus sebagai teladan
  • Kekuatan penebusan dalam penderitaan
  • Implikasi praktis bagi orang Kristen saat ini

1. Memahami Kehendak Allah dalam Penderitaan (1 Petrus 3:17)

1 Petrus 3:17 mengatakan:

"Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika itu adalah kehendak Allah, daripada menderita karena berbuat jahat."

Ayat ini memperkenalkan konsep bahwa penderitaan kadang-kadang mungkin dalam kehendak Allah. Ini adalah ide yang sulit dipahami oleh banyak orang, karena kita sering mengaitkan penderitaan dengan hukuman atau kesalahan. Namun, Petrus menjelaskan bahwa ada perbedaan antara penderitaan karena dosa dan penderitaan demi kebenaran.

Poin utama di sini adalah bahwa penderitaan karena berbuat baik jauh lebih bermakna dan bertujuan daripada penderitaan karena melakukan kesalahan. Ketika seorang Kristen menderita karena kebenaran, mereka berpartisipasi dalam sesuatu yang jauh lebih besar daripada diri mereka sendiri—mereka menyesuaikan diri dengan rencana penebusan Allah yang lebih besar.

a. Penderitaan Sesuai Kehendak Allah

Salah satu pertanyaan utama yang muncul dari bagian ini adalah: Bagaimana mungkin penderitaan termasuk dalam kehendak Allah? Bukankah Allah menginginkan hal-hal yang baik bagi anak-anak-Nya?

Memang benar, Allah menginginkan kebaikan tertinggi bagi umat-Nya, tetapi proses mencapai kebaikan itu sering kali melibatkan penderitaan demi tujuan yang lebih tinggi. Alkitab penuh dengan contoh-contoh di mana kehendak Allah termasuk kesulitan:

  • Yusuf dijual sebagai budak dan dipenjara secara tidak adil, tetapi Allah menggunakan penderitaan itu untuk menempatkannya sebagai pemimpin di Mesir (Kejadian 37-50).
  • Ayub mengalami penderitaan yang luar biasa, namun Allah mengizinkannya untuk menguji dan memurnikan imannya (Ayub 1-2).
  • Paulus mengalami beberapa kali dipenjara dan berbagai kesulitan demi Injil, namun ia menyadari bahwa penderitaan itu memajukan pesan Kristus (Filipi 1:12-14).

Dalam setiap kasus ini, penderitaan bukanlah hal yang sia-sia. Sebaliknya, penderitaan itu digunakan oleh Allah untuk memenuhi tujuan-Nya yang berdaulat.

b. Menderita karena Kebenaran vs. Menderita karena Dosa

Petrus membedakan antara penderitaan karena berbuat baik dengan penderitaan karena berbuat jahat. Yang pertama dipuji di hadapan Allah, sedangkan yang kedua hanya merupakan akibat dari dosa.

Penting untuk disadari bahwa tidak semua penderitaan bersifat menebus. Ada penderitaan yang diakibatkan oleh ketidaktaatan dan pilihan yang buruk—ini adalah hasil alami dari dosa dalam dunia yang telah jatuh. Petrus memperingatkan terhadap penderitaan semacam ini dalam suratnya, dengan menasihati orang-orang Kristen untuk hidup dengan cara yang menghindari masalah yang tidak perlu (1 Petrus 4:15).

Namun, ketika orang Kristen menderita karena berbuat baik, mereka berbagi dalam penderitaan Kristus. Penderitaan semacam ini bukanlah tanda ketidakberkenan Allah, melainkan indikasi bahwa orang percaya berjalan dalam jejak Kristus, yang juga menderita secara tidak adil demi kebenaran.

2. Teladan Penderitaan Kristus (1 Petrus 3:18)

1 Petrus 3:18 memberikan dasar untuk memahami penderitaan dalam kehidupan Kristen dengan menunjuk kepada teladan utama—Yesus Kristus:

"Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh."

Di sini, Petrus menekankan penderitaan substitusi Kristus. Yesus, yang benar, menderita atas nama yang tidak benar. Penderitaan-Nya memiliki tujuan penebusan—untuk membawa kita kepada Allah. Inilah inti Injil: kematian pengorbanan Yesus mendamaikan manusia dengan Allah.

a. Yang Benar untuk yang Tidak Benar

Frasa “yang benar untuk yang tidak benar” menyoroti penderitaan Yesus yang tidak bersalah. Dia tidak pantas menerima hukuman yang Dia derita di kayu salib. Faktanya, Dia hidup tanpa dosa, namun Dia menanggung dosa dunia. Ini menunjukkan penebusan substitusi—konsep teologis bahwa Yesus mengambil hukuman yang seharusnya kita tanggung.

Kematian Kristus bukan hanya contoh tentang bagaimana menderita dengan baik; itu adalah tindakan penebusan. Melalui kematian-Nya, Yesus memenuhi keadilan Allah, membuka jalan bagi umat manusia yang berdosa untuk diampuni dan diperdamaikan dengan Allah. Seperti yang ditekankan Petrus, penderitaan Yesus memiliki tujuan yang menebus, bukan sekadar moral atau teladan.

b. Menderita “Sekali untuk Semua”

Pernyataan Petrus bahwa Kristus “telah mati sekali untuk segala dosa” menekankan finalitas dan kesempurnaan dari pengorbanan Yesus. Berbeda dengan pengorbanan berulang kali dalam Perjanjian Lama, kematian Yesus adalah sekali untuk semua. Penderitaan-Nya di kayu salib adalah tindakan yang tegas dan lengkap yang memenuhi tuntutan keadilan Allah.

Sifat penderitaan Kristus yang “sekali untuk semua” ini memastikan umat percaya bahwa dosa-dosa mereka sepenuhnya diampuni. Tidak ada kebutuhan untuk pengorbanan lebih lanjut atau karya penebusan tambahan; Yesus telah menyelesaikan semuanya.

3. Kekuatan Penebusan dalam Penderitaan

Dalam terang teladan Kristus, pesan Petrus kepada orang-orang Kristen yang menderita menjadi jelas: Penderitaan bisa bersifat menebus ketika dijalani demi kebenaran. Meskipun tidak ada orang yang secara alami menginginkan penderitaan, Petrus mendorong para pembacanya untuk melihat kesulitan mereka melalui lensa penderitaan penebusan Kristus.

a. Berbagi dalam Penderitaan Kristus

Di seluruh Perjanjian Baru, orang Kristen diundang untuk berbagi dalam penderitaan Kristus. Paulus menggemakan ide ini dalam Roma 8:17, di mana ia menyatakan bahwa orang percaya adalah ahli waris bersama Kristus, asalkan kita menderita bersama Dia.

Penderitaan, dalam konteks Kristen, menjadi cara untuk berpartisipasi dalam kehidupan Kristus. Ketika kita menderita demi kebenaran, kita ditarik ke dalam persekutuan yang lebih dalam dengan Yesus, yang juga menderita demi kita.

b. Kesaksian bagi Dunia

Petrus juga mengisyaratkan bahwa penderitaan demi berbuat baik dapat menjadi kesaksian yang kuat bagi dunia. Ketika orang-orang Kristen menanggapi penganiayaan dengan kasih karunia, kesabaran, dan iman yang tak tergoyahkan, itu menunjukkan kekuatan transformatif Injil. Bahkan, Petrus sebelumnya mendorong para pembacanya untuk memberikan alasan tentang pengharapan yang mereka miliki dalam Kristus, terutama ketika mereka ditanya di tengah cobaan (1 Petrus 3:15).

Baca Juga: 1 Petrus 3:14-16 - Penderitaan Orang Kristen untuk Kebenaran dan Hasilnya

Kesediaan untuk menanggung penderitaan demi Kristus tidak hanya memperdalam iman seseorang tetapi juga memberikan kesempatan untuk bersaksi kepada dunia. Penderitaan menjadi platform untuk menampilkan pengharapan, damai sejahtera, dan kepastian yang datang dari mengenal Kristus.

4. Implikasi Praktis bagi Orang Kristen Saat Ini

Prinsip-prinsip yang ditemukan dalam 1 Petrus 3:17-18 memiliki implikasi yang mendalam bagi orang Kristen saat ini. Dalam dunia di mana penderitaan sering kali dipandang sebagai sesuatu yang harus dihindari dengan segala cara, Petrus menantang kita untuk melihatnya sebagai kesempatan untuk bertumbuh, bersaksi, dan lebih dalam lagi meneladani Kristus.

a. Penderitaan Tidak Tanpa Makna

Bagi orang percaya, penderitaan tidak pernah tanpa makna. Bahkan ketika tampak tidak masuk akal atau tidak adil, kita bisa percaya bahwa Allah sedang bekerja melalui pencobaan kita untuk memurnikan kita, menarik kita lebih dekat kepada-Nya, dan memajukan tujuan-Nya di dunia.

Pesan Petrus mendorong orang-orang Kristen untuk menerima penderitaan sebagai bagian dari kehendak Allah ketika itu demi kebenaran. Meskipun secara alami kita ingin menghindari kesulitan, orang Kristen dipanggil untuk percaya kepada kedaulatan dan kebaikan Allah, bahkan di tengah penderitaan.

b. Mengikuti Teladan Kristus

Teladan Kristus dalam penderitaan seharusnya menginspirasi kita untuk menghadapi kesulitan dengan kesabaran dan iman. Yesus dengan rela menderita demi orang lain, dan kita dipanggil untuk mengikuti teladan-Nya dengan mengorbankan hidup kita demi orang lain dan demi Injil.

Selain itu, sebagaimana penderitaan Kristus bersifat penebusan, penderitaan kita juga bisa membawa dampak penebusan—baik dalam pertumbuhan rohani kita sendiri maupun sebagai kesaksian bagi orang lain.

Kesimpulan

Dalam 1 Petrus 3:17-18, Petrus memberikan perspektif yang mendalam tentang penderitaan. Dengan menunjuk pada kehendak Allah dan teladan Kristus, Petrus mendorong orang-orang Kristen untuk melihat penderitaan mereka sebagai bagian dari rencana penebusan Allah. Jauh dari hal yang sia-sia, penderitaan demi kebenaran menyelaraskan orang percaya dengan Kristus, yang juga menderita untuk membawa kita kepada Allah.

Bagi orang Kristen saat ini, bagian ini adalah pengingat kuat bahwa penderitaan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti atau dihindari, melainkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan Kristus dan bersaksi tentang pengharapan yang kita miliki di dalam Dia.

Next Post Previous Post